You are on page 1of 8

PENERAPAN PENDEKATAN METAKOGNITIF

UNTUK MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA


KELAS V SD DALAM MEMODELKAN SOAL
CERITA MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN
PECAHAN
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG MASALAH


Pada umumnya, soal-soal yang ada pada buku paket/pegangan siswa diberikan
dimulai dari yang mudah (aspek ingatan), kemudian diikuti oleh soal-soal yang
mengungkapkan kemampuan pemahaman. Setelah itu, diberikan soal-soal
penerapan yang mengaitkan konsep-konsep yang dibahas dengan kehidupan seharihari yang biasanya disajikan dalam bentuk cerita atau lebih populer disebut dengan
soal cerita. Karena matematika memiliki model pembahasan, baik dengan lambang
maupun dengan gambar, diagram atau grafik, maka masalah kehidupan sehari-hari
atau masalah keilmuan dapat diterjemahkan ke dalam bahasa matematika.
Selanjutnya, karena matematika memiliki operasi dan prosedur, maka model
matematika itu dapat diolah untuk mencari pemecahan dari suatu masalah.
Dalam kurikulum 2004 mata pelajaran matematika untuk Sekolah Dasar dan
Madrasah Ibtidaiyah disebutkan bahwa:
Matematika berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar melalui
kegiatan penyelidikan, eksplorasi, dan eksperimen, sebagai alat pemecahan masalah
melalui pola pikir dan model matematika, serta sebagai alat komunikasi melalui
simbol, tabel, grafik, diagram, dalam menjelaskan gagasan.
Tujuan pembelajaran matematika adalah melatih dan menumbuhkan cara berpikir
secara sistematis, logis, kritis, kreatif dan konsisten. Serta mengembangkan sikap
gigih dan percaya diri sesuai dalam menyelesaikan masalah.
Salah satu cara untuk melatih dan menumbuhkan cara berpikir secara sistematis,
logis, kritis, kreatif dan konsisten adalah menyelesaikan soal cerita yang menyangkut
masalah kehidupan sehari-hari melalui model matematika. Melalui soal cerita, maka
siswa dilatih untuk mengembangkan pola pikirnya, mengembangkan sikap gigih,
dan percaya diri untuk memenuhi tujuan pembelajaran matematika dalam
kurikulum 2004.
Selain itu, Nurhadi (2004: 205) mengemukakan:
Kecakapan atau kemahiran matematika yang diharapkan dapat tercapai dalam
belajar matematika mulai dari SD dan MI sampai SMA dan MA adalah sebagai
berikut:
1. Menunjukkan pemahaman konsep matematika yang dipelajari, menjelaskan
keterkaitan antarkonsep dan mengaplikasikan konsep atau algoritma, secara luwes,
akurat, efisien, dan tepat dalam pemecahan masalah;
2. Memiliki kemampuan mengkomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, grafik
atau diagram untuk memperjelas keadaan atau masalah;
3. Menggunakan penalaran pada pola, sifat atau melakukan manipulasi matematika
dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan
pernyataan matematika;

4. Menunjukkan kemampuan strategik dalam membuat (merumuskan),


menafsirkan, dan menyelesaikan model matematika dalam pemecahan masalah;
5. Memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan.
Melalui soal cerita, kelima kecakapan atau kemahiran matematika di atas dapat
dikembangkan. Karena soal cerita bermanfaat untuk mencapai fungsi, tujuan, dan
kecakapan atau kemahiran matematika, maka pemberian soal cerita kepada siswa
dalam proses pembelajaran matematika dianggap perlu. Untuk itulah, diperlukan
suatu pendekatan pembelajaran untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam
menyelesaikan soal cerita.
Namun, pada kenyataannya berbagai masalah ditemui dalam pembelajaran
matematika. Salah satu contoh masalah dalam pembelajaran matematika tersebut
yaitu apabila sebuah pertanyaan diajukan kepada siswa: Apa bagian yang sulit
dalam pelajaran matematika? Mungkin sebagian besar siswa akan mengangguk
setuju jika disebutkan salah satu bagian yang sulit adalah menyelesaikan masalah
soal cerita matematika.
Rendahnya kemampuan memodelkan soal cerita terjadi pada siswa SD. Sebagian
besar siswa dapat menyelesaikan soal tetapi tidak mampu menjelaskan jawaban yang
mereka berikan. Sebagian besar siswa hanya mampu mengerjakan soal yang sudah
diberikan contoh penyelesaian, siswa hanya mengikuti langkah-langkah yang
diberikan guru pada contoh soal. Siswa tidak dapat menjelaskan alasan dari setiap
langkah yang mereka kerjakan. Proses pembelajaran yang terjadi juga masih satu
arah yaitu guru sebagai pusat pembelajaran. Para siswa masih mengalami kesulitan
dalam menyelesaikan soal-soal cerita. Mereka masih sulit memahami apa yang
diketahui dan ditanya dari soal. Mereka hanya mengalikan atau membagi angkaangka yang ada dalam soal, tanpa tahu mengapa bisa dikalikan maupun dibagi.
Berdasarkan observasi lapangan dan wawancara dengan salah satu guru yang
mengajar matematika di SD Negeri 060818 Medan, bahwa kesulitan siswa
menyelesaikan soal cerita disebabkan kesulitan siswa dalam membuat pemodelan
atau representasi matematika. Sebagai contoh, di saat siswa diminta menyelesaikan
soal cerita mengenai operasi hitung menggunakan perbandingan. Jika diberikan soal
sebagai berikut: Perbandingan manik-manik merah dan manik-manik biru pada
kalung adalah 1 : 3. Jika banyak manik-manik merah 5, berapa banyak manik-manik
biru? Tanpa berpikir panjang, kebanyakan siswa menyelesaikan soal tersebut dengan
langsung mengurangkan banyak manik-manik merah dengan nilai perbandingan
manik-manik biru, sehingga mereka menuliskan:
Manik-manik biru = manik-manik merah nilai perbandingan manik-manik biru
=53=2
Ini merupakan penyelesaian yang salah, karena mereka belum memahami soal
tersebut. Jadi, masih dibutuhkan pemahaman yang lebih untuk menyelesaikan soal
cerita. Agar dapat menyelesaikan soal cerita tersebut dengan benar, maka
seharusnya siswa menerapkan lima langkah mudah dalam menyelesaikan soal cerita
yang dimulai dengan membaca soal, pilih informasi penting, menentukan strategi
yang tepat misalnya menggunakan perbandingan, menyelesaikan masalah, dan
memeriksa jawaban.
Masalah dunia real dan model matematika yang menghadirkan kesulitan siswa yaitu
transisi dari dunia real ke model matematika dan sebaliknya transisi solusi model ke
dunia real. Kegagalan siswa dalam pemodelan dapat diakibatkan antara lain karena
siswa tidak dapat mentransformasi masalah dunia real ke model matematika, tidak
mengetahui konsep-konsep matematika yang mendasari ke arah pemodelan, tidak
mampu menghubungkan data dengan kaedah-kaedah matematika sehingga

ditemukan suatu bentuk model matematika, atau tidak mampu menyelesaikan


model matematika yang ditemukan. Permasalahan lain yang dapat mengakibatkan
siswa mengalami kesulitan memahami pemodelan matematika adalah lemahnya
pemahaman siswa terhadap teknik dan strategi pemecahan masalah dan proses
berpikir matematis siswa yang belum kritis dan analitis.
Seorang guru biasanya menjelaskan kepada siswanya bagaimana menjawab suatu
soal cerita. Dimulai dengan menuliskan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan.
Setelah itu dilanjutkan dengan proses penyelesaian soal. Merupakan suatu
kekeliruan apabila seorang siswa yang mampu menuliskan apa yang diketahui serta
apa yang ditanyakan maka siswa tersebut sudah dianggap dapat memahami
masalah. Tidak sedikit siswa yang hanya mampu menuliskan apa yang diketahui dan
apa yang ditanyakan, namun setelah itu tidak mampu berbuat apa-apa. Ini
menunjukkan bahwa memahami masalah tidak cukup hanya dengan menuliskan
kembali apa yang diketahui serta apa yang ditanyakan. Untuk dapat menyelesaikan
soal cerita matematika dengan benar seorang siswa perlu memahami apa yang
diketahui serta apa yang ditanyakan. Memahami apa yang diketahui berarti
memahami informasi yang tersurat maupun yang tersirat di dalamnya. Sedangkan
memahami apa yang ditanyakan berarti mengerti tentang istilah atau konsep-konsep
yang berkaitan dengan yang ditanyakan. Setelah itu baru dilanjutkan dengan
langkah atau proses penyelesaian.
Hal ini juga didukung tulisan Andriani diperoleh bahwa hasil penelitian Tim Pusat
Pengembangan Penataran Guru Matematika di beberapa Sekolah Dasar di Indonesia
mengungkapkan bahwa kesulitan siswa dalam belajar matematika yang paling
menonjol adalah keterampilan berhitung yaitu 51%, penguasaan konsep dasar yaitu
50%, dan penyelesaian soal pemecahan masalah 49%. Dilanjutkan pada tahun 2002
penelitian Pusat Pengembagan Penataran Guru Matematika mengungkapkan di
beberapa wilayah Indonesia yang berbeda, sebagian besar siswa SD kesulitan dalam
menyelesaikan soal-soal pemecahan masalah dan menerjemahkan soal kehidupan
sehari-hari ke model matematika.
Untuk dapat menyelesaikan suatu masalah yang berbentuk soal cerita matematika,
diperlukan suatu pendekatan. Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika
(2001:95-96) mengungkapkan:
Kesuksesan sesorang dalam menyelesaikan pemecahan masalah antara lain sangat
tergantung pada kesadarannya tentang apa yang mereka ketahui dan bagaimana dia
melakukannya. Metakognisi adalah suatu kata yang berkaitan dengan apa yang dia
ketahui tentang dirinya sebagai individu yang belajar dan bagaimana dia mengontrol
serta menyesuaikan prilakunya. Anak perlu menyadari akan kelebihan dan
kekurangan yang dimilikinya. Metakognisi adalah suatu bentuk kemampuan untuk
melihat pada diri sendiri sehingga apa yang dia lakukan dapat terkontrol secara
optimal. Dengan kemampuan seperti ini seseorang dimungkinkan memiliki
kemampuan tinggi dalam pemecahan masalah, karena dalam setiap langkah yang
dia kerjakan senantiasa muncul pertanyaan: Apa yang saya kerjakan?, Mengapa
saya mengerjakan ini?, Hal apa yang membantu saya dalam menyelesaikan
masalah ini?.
Menanamkan metakognisi kepada siswa yang berhubungan dengan kompetensi
pemodelan matematika mencakup beberapa metode yang cukup logis antara lain:
menanamkan ilmu pengetahuan tentang pemodelan, melakukan diskusi atau
pembahasan tentang persepsi siswa yang berbeda tentang proses pemodelan di
dalam kelas, mengatasi segala kesalahan-kesalahan yang dihasilkan oleh siswa dan
menganalisisnya, membuat perencanaan, monitoring, dan validasi, dan membantu

mereka dengan skema proses pemodelan, membandingkan dan membahas solusi


yang berbeda dengan mengajukan argumen dan alasan untuk itu, dan
menggambarkan contoh-contoh positif dari monitoring sendiri dalam pelajaran
pemodelan, dan melakukan monitoring eksternal oleh para guru.
Cheong dan Goh (2002: 4- 5) menyebutkan ada 4 metode pembelajaran umum yang
mendukung metakognisi yaitu Justification for Answers, KWL (Know Want to
Learn), IDEAL (Identify, Define, Explore, Act, and Look), dan PQ4R (Preview,
Question, Read, Reflect, Recite, and Review). Keempat metode pembelajaran ini
biasanya digunakan untuk meningkatkan kemampuan metakognisi siswa.
Karena menyadari akan pentingnya kemampuan siswa SD untuk menyelesaikan soal
cerita, maka peneliti merasa terpanggil untuk menerapkan salah satu pendekatan
yang dapat digunakan untuk meningkatkan kemampuan siswa tersebut. Dalam
menyelesaikan soal cerita, siswa dituntut untuk memahami hal-hal yang ada pada
teks soal tersebut agar dapat menjawabnya dengan benar. Untuk itu, peneliti
memilih salah satu metode pembelajaran yang dapat membantu siswa dalam
meningkatkan pemahaman membaca teks dan untuk mengembangkan metakognisi
siswa dalam memodelkan soal cerita matematika yaitu PQ4R (Preview, Question,
Read, Reflect, Recite, and Review). PQ4R digunakan karena melalui PQ4R kinerja
memori dapat ditingkatkan dalam memahami substansi teks. Karena pada
hakekatnya PQ4R merupakan penimbul pertanyaan dan tanya jawab yang dapat
mendorong pembaca teks melakukan pengolahan materi secara lebih mendalam dan
luas. Metode ini digunakan untuk membantu siswa mengingat apa yang mereka
baca. P singkatan dari Preview (membaca selintas dengan cepat), Question
(bertanya), Read (membaca), Reflect (refleksi), Recite (tanya jawab sendiri), Review
(mengulang secara menyeluruh).
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, O. W. & Krathwohl, D. R. 2001. A Taxonomy For Learning, Teaching, and
Assessing (A Revision of Blooms Taxonomy of Educational Objectives). New York:
Addision Wesley Longman, Inc.
Arikunto, Suharsimi. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Edisi
Revisi. Cetakan kelima. Jakarta : Rineka Cipta.
Asrori, Mohammad. 2008. Psikologi Pembelajaran. Cetakan kedua. Bandung: CV.
Wacana Prima.
________________. 2008. Penelitian Tindakan Kelas. Cetakan kedua. Bandung:
CV. Wacana Prima.
Budiningsih, C. Asri. 2005. Belajar dan Pembelajaran. Cetakan pertama. Jakarta:
Rineka Cipta.
Cheong, Agnes Chang Shook & Christine C, M. Goh. 2002. Teachers Handbook On
Teaching Generic Thinking Skills. Singapore: Prentice Hall.
Desoete, A. 2001. Off-Line Metacognition in Children with Mathematics Learning
Disabilities. Faculteit Psychologies en Pedagogische Wetenschappen. UniversiteitGent.
(https:/archive.ugent.be/retrieve/917/ 801001505476.pdf diakses 30 Oktober

2008).
Djiwandono, Sri Esti Wuryani. 2002. Psikologi Pendidikan. Jakarta: PT. Gramedia
Widiasarana Indonesia.
Fadillah, Syarifah. 2008. Representasi Dalam Pembelajaran Matematika. (Online),
(http://fadillahatick.blogspot.com/2008/06/reoresentasi-matematik.html, diakses
13 Juli 2010).
Hamson. 2003. The place of mathematical modeling in mathematics education. In S.
J. Lamon, W. A. Parker & K. Houston (Eds.). Mathematical modeling: A way of life.
Academic Press.
Herawati, Eti. 2004. Analisis Kemampuan Siswa Sekolah Menengah Pertama dalam
Menerjemahkan Soal Cerita Ke Dalam Model Matematika dan Penyelesaiannya.
Bandung: UPI.
Hergenhahn, B.R dan Matthew H. Olson. Theories of Learning (Teori Belajar). Edisi
ketujuh. Cetakan kedua. Jakarta: Kencana.
Huston, Kelley. 2008. Solving a Math Story Problem Five Easy Steps for Completing
Any Problem, (Online), (http://middle-school-lessonplans.suite101.com/article.cfm/solving_a_math_story_problem, diakses 30 Oktober
2008).
Kadir. 2003. Panduan Pengajaran Kurikulum Berbasis Kompetensi Mata Pelajaran
Matematika. Cetakan Pertama. Jakarta: CV. Irfandi Putra.
Kholil, Anwar. 2008. Teori Vygotsky tentang Pentingnya Strategi Belajar, (Online),
(http://anwarholil.blogspot.com./2008/04/teori-vygotsky-tentangpentingnya.html, diakses 14 Juli 2010).
K, Abdul Hamid. 2007. Teori Belajar dan Pembelajaran. Cetakan pertama. Medan:
Pascasarjana UNIMED.
Miranda, Yula. 2010. Pembelajaran Metakognitif Dalam Strategi Kooperatif ThinkPair-Share Dan Think-Pair-Share+Metakognitif Terhadap Kemampuan metakognitif
Siswa Pada Biologi Di SMA Negeri Palangkaraya, (Online),
(http://www.ilmupendidikan.net./2010/03/16/pembelajaran-metakognitif.php,
diakses 13 Juli 2010).
Nindiasari, Hepsi. 2004. Pembelajaran Metakognitif Untuk Meningkatkan
Pemahaman dan Koneksi Matematik Siswa SMU Ditinjau Dari Perkembangan
Kognitif Siswa. Bandung: UPI.
Nurhadi. 2004. Kurikulum 2004 Pertanyaan dan Jawaban. Jakarta: PT. Grasindo.
ONeil Jr, H. F. & Brown, R.S. 1997. Differential Effects of Question Formats in Math
Assessment on Metacognition and Affect. Los Angeles: CRESST-CSE University of
California.
Parlaungan. 2008. Pemodelan Matematika Untuk Peningkatan Bermatematika
Siswa Sekolah Menengah Atas (SMA). Medan: USU.

Shoenfeld, A. H. 1992. Learning To Think Mathematically: Problem Solving,


Metacognition, And Sense-Making In Mathematics. Handbook for Research on
Mathematics Teaching and Learning (D. Grouws, Ed.). New York: MacMillan.
(http://myschoolnet.ppk.kpm.my/bcb8.pdf, diakses 30 Oktober 2008).
Sudijono, Anas. 2005. Pengantar Evaluasi Pendidikan. Edisi Pertama. Cetakan
kelima. Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
Sumiati & Asra. 2008. Metode Pembelajaran. Cetakan kedua. Bandung: CV. Wacana
Prima.
Supardjo. 2007. Model Silabus dan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP)
Matematika Gemar Berhitung 5B untuk Kelas V SD dan MI Semester 2. Solo: PT.
Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Suryabrata, Sumadi. 2008. Metodologi Penelitian. Jakarta: PT. RajaGrafindo
Persada.
Suzanna, Yenny. 2004. Meningkatkan Kemampuan Pemahaman dan Penalaran
Matematik Siswa Sekolah Menengah Umum (SMU) Melalui Pembelajaran dengan
Pendekatan Metakognitif. Bandung: UPI.
Syah, Muhibbin. 2001. Psikologi Belajar. Cetakan ketiga. Jakarta: PT. Logos Wacana
Ilmu.
Tim MKPBM Jurusan Pendidikan Matematika. 2001. Strategi Pembelajaran
Matematika Kontemporer. Bandung: JICA.
Tim Pengembang Ilmu Pendidikan FIP-UPI. 2007. Ilmu dan Aplikasi Pendidikan
Bagian III: Pendidikan Disiplin Ilmu. Cetakan kedua. Bandung: PT. Intima.
Uno, Hamzah B. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Cetakan Pertama. Jakarta: Bumi
Aksara.
Walle, John A. Van De. 2008. Matematika Sekolah Dasar dan Menengah
Pengembangan Pengajaran Jilid 1. Edisi keenam. Jakarta: Erlangga.
Yulaelawati, Ella. 2004. Kurikulum dan Pembelajaran Filosofi Teori dan Aplikasi.
Bandung: Pakar Raya.

Langkah-langkah penerapan PQ4R mengikuti urutan nama-nama tersebut, yaitu: (1)


Preview adalah tugas membaca dengan cepat dengan memperhatikan judul-judul
dan topik utama, baca tujuan umum dan rangkuman, dan rumuskan isi bacaan
tersebut membahas tentang apa, (2) Question adalah mendalami topik dan judul
utama dengan mangajukan pertanyaan yang jawabannya dapat ditemukan di dalam
bacaan tersebut, kemudian mencoba menjawabnya sendiri, (3) Read adalah tugas
membaca bahan bacaan secara cermat, dengan mengecek jawaban yang diajukan
pada langkah kedua, (4) Reflect adalah melakukan refleksi sambil membaca dengan
cara menciptakan gambaran visual dari bacaan dan mengubungkan informasi baru

di dalam bacaan tentang apa yang telah diketahui, (5) Recite adalah melakukan
resitasi dengan menjawab dengan suara keras pertanyaan yang ajukan tanpa
membuka buku, dan (6) Review adalah langkah untuk mengulang kembali seluruh
bacaan, baca ulang bila perlu, dan sekali lagi jawab pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan.
Peneliti memilih pokok bahasan pecahan. Peneliti memilih pokok bahasan ini karena
siswa selalu menemui hal-hal yang berhubungan dengan pecahan dalam kehidupan
sehari-hari. Sewaktu siswa mengembangkan pemahaman mereka mengenai
pecahan, mereka bisa dan sebaiknya secara terus menerus mengembangkan
penguasaan pecahan dan cara-cara untuk memikirkan kombinasi tentang fakta-fakta
dasar. Soal cerita mengenai pecahan juga merupakan metode yang bisa digunakan
untuk mengembangkan keterampilan komputasi.
Karena dilatarbelakangi hal-hal di atas, maka peneliti peneliti akan melakukan
penelitian dengan judul PENERAPAN PENDEKATAN METAKOGNITIF UNTUK
MENINGKATKAN KEMAMPUAN SISWA KELAS V SD DALAM MEMODELKAN
SOAL CERITA MATEMATIKA PADA POKOK BAHASAN PECAHAN.
1.2. IDENTIFIKASI MASALAH
Berbagai masalah ditemui dalam pembelajaran matematika di tingkat Sekolah
Dasar. Karena pentingnya penguasaan matematika yang kuat sejak dini, maka perlu
diupayakan penanggulangan masalah-masalah tersebut sejak dini pula. Masalah
yang ditemui dalam pembelajaran matematika di tingkat Sekolah Dasar antara lain
dalam pembelajaran soal cerita. Adapun masalah-masalah tersebut dapat
dikemukakan sebagai berikut:
1. Kemampuan siswa kelas V SD dalam menyelesaikan masalah matematika masih
rendah karena kurangnya pemahaman siswa tentang masalah matematika tersebut.
2. Kemampuan siswa kelas V SD dalam memodelkan soal cerita matematika masih
rendah.
3. Hasil belajar matematika siswa kelas V SD masih rendah.
4. Siswa kelas V SD belum mampu mengoptimalkan dan meningkatkan kemampuan
metakognisinya dalam belajar matematika.
5. Pembelajaran matematika yang diterapkan selama ini masih belum memadai.
6. Kurangnya pengembangan dan penerapan pendekatan metakognitif dalam
pembelajaran matematika.
7. Pengembangan pendekatan metakognitif untuk meningkatkan kemampuan siswa
kelas V SD dalam memodelkan soal cerita matematika.
8. Penerapan pendekatan metakognitif untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas
V SD dalam memodelkan soal cerita matematika.
1.3. PEMBATASAN MASALAH
Pentingnya upaya untuk menanggulangi masalah-masalah tersebut, agar dapat
terselesaikan dengan baik, maka peneliti merasa perlu untuk membatasi masalah
yang akan diteliti. Dari berbagai masalah di atas, maka masalah yang akan diteliti
dibatasi pada:
1. Kemampuan siswa kelas V SD dalam memodelkan soal cerita matematika.
Kemampuan siswa dalam memodelkan soal cerita matematika merupakan aktivitas
menerjemahkan kalimat cerita menjadi persamaan, pertidaksamaan, atau fungsi
maupun membuat model berupa diagram. Adapun pokok bahasan yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah pecahan.
2. Penerapan pendekatan metakognitif untuk meningkatkan kemampuan siswa kelas
V SD dalam memodelkan soal cerita matematika. Pada aspek penerapan pendekatan

metakognitif ditinjau dari tahap adaptasi dan penerapan tindakan. Pada tahap
adaptasi ini, siswa akan diperkenalkan dengan pembelajaran dengan menggunakan
pendekatan metakognitif PQ4R, dan dilanjutkan dengan penerapan tindakan.
1.4. RUMUSAN MASALAH
Perumusan masalah dalam penelitian ini yaitu:
1. Apakah penerapan pendekatan metakognitif PQ4R dapat digunakan untuk
mengungkapkan kemampuan siswa kelas V SD dalam memodelkan soal cerita
matematika pada pokok bahasan pecahan?
2. Apakah terdapat peningkatan kemampuan siswa kelas V SD dalam memodelkan
soal cerita matematika pada pokok bahasan pecahan melalui penerapan pendekatan
metakognitif PQ4R?
1.5. TUJUAN PENELITIAN
Tujuan yang ingin dicapai oleh peneliti antara lain:
1. Untuk mengidentifikasi penerapan pendekatan metakognitif PQ4R dalam
mengungkapkan kemampuan siswa kelas V SD dalam memodelkan soal cerita
matematika pada pokok bahasan pecahan.
2. Untuk mengetahui peningkatan kemampuan siswa kelas V SD dalam memodelkan
soal cerita matematika pada pokok bahasan pecahan melalui penerapan pendekatan
metakognitif PQ4R.
1.6. MANFAAT PENELITIAN
Hasil dari pelaksanaan Penelitian Tindakan Kelas ini akan memberikan manfaat
yang berarti bagi perorangan/institusi di bawah ini:
1. Bagi guru: dengan dilaksanakannya penelitian tindakan kelas ini, guru dapat
sedikit demi sedikit mengetahui pendekatan pembelajaran yang bervariasi
khususnya pendekatan metakognitif PQ4R untuk memperbaiki dan meningkatkan
sistem pembelajaran di kelas, serta meningkatkan kemampuan siswa dalam
memodelkan soal cerita matematika.
2. Bagi siswa: hasil penelitian ini akan sangat bermanfaat bagi siswa untuk
meningkatkan kemampuan metakognisinya dan kemampuannya dalam
memodelkan soal cerita matematika.
3. Bagi sekolah: hasil penelitian ini akan memberikan sumbangan yang baik pada
sekolah dalam rangka perbaikan pembelajaran.
4. Bagi mahasiswa calon guru: hasil penelitian ini akan memberikan masukan dan
sumbangan informasi mengenai pendekatan pembelajaran yang dapat diterapkan di
lapangan.

You might also like