You are on page 1of 99

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN

REPUBLIK INDONESIA

HASIL PEMERIKSAAN
ATAS
PENGELOLAAN DANA PEMBINAAN DAN PENYELENGGARAAN
PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA DAN PELAKSANAAN
PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA KE LUAR NEGERI
TAHUN ANGGARAN 2004 DAN 2005
PADA
DITJEN PEMBINAAN DAN PENEMPATAN TENAGA KERJA LUAR
NEGERI, DINAS TENAGA KERJA, BALAI PELAYANAN DAN
PENEMPATAN TENAGA KERJA INDONESIA SERTA INSTANSI TERKAIT
LAINNYA
DI
JAKARTA, SURABAYA, PEKANBARU DAN BATAM

Nomor : 85/S/III-XI.3/07/2006
Tanggal : 5 Juli 2006
DAFTAR ISI

Hal
Daftar Isi ...................................................................................................................... i
Resume ....................................................................................................................... iii

BAB I Gambaran Umum ....................................................................................................... 1


1. Tujuan Pemeriksaan ........................................................................................... 1
2. Sasaran Pemeriksaan ......................................................................................... 1
3. Metode Pemeriksaan .......................................................................................... 1
4. Jangka Waktu Pemeriksaan ................................................................................ 1
5 Obyek Pemeriksaan ............................................................................................ 2

BAB II Penilaian Terhadap Sistem Pengendalian Intern ................................................... 4


1. Lingkungan Pengendalian ................................................................................... 4
2. Penilaian Resiko .................................................................................................. 4
3. Aktivitas Pengendalian ........................................................................................ 4
4. Komunikasi dan Informasi ................................................................................... 4
5. Monitoring ............................................................................................................ 5

BAB III Tindak Lanjut Pemeriksaan ...................................................................................... 5

BAB IV Temuan Pemeriksaan ................................................................................................ 6

IV.A. Kegiatan Penyelenggaraan Penempatan TKI ke Luar Negeri pada


Ditjen PPTKLN, BP2TKI dan Disnaker di Jakarta, Surabaya dan
Pekanbaru ......................................................................................................... 6
Ditjen PPTKLN, BP2TKI Ciracas dan BP2TKI Pasar Rebo ................................... 6
1. Fungsi Pelayanan TKI Di BP2TKI Pasar Rebo dan Ciracas Tumpang Tindih 6
2. Terdapat Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) Yang Tidak
Memenuhi Persyaratan ....................................................................................... 10
3. Penempatan TKI Pelaut Tidak Termonitor Oleh Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi ........................................................................................................ 13
4. Beberapa Deposito PJTKI Yang Sudah Dicabut SIUPnya Masih Tersimpan
Pada Depnakertrans dan Terdapat Sertifikat Deposito Palsu ............................. 15
5. Pelaksanaan Program Asuransi Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
Merugikan Calon TKI ........................................................................................... 17
6. Biaya Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) Dibebankan Kepada Calon
TKI ....................................................................................................................... 26
7. Penyelenggaraan PAP Tidak Sesuai Dengan Ketentuan ................................... 28
8. Tenaga Kerja Indonesia Yang Ditempatkan Di Saudi Arabia Sebanyak 17.432
Orang Tidak Terlindungi Asuransi Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia ......... 30
9. Penyelenggaraan Asuransi Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia oleh
Konsorsium Askrida Tidak Sesuai Ketentuan ..................................................... 32
10. Penempatan TKI Tidak Sesuai Dengan Perjanjian Kerja Yang Disepakati ........ 36
11. PJTKI Memberangkatkan CTKI Tidak Memenuhi Syarat .................................... 38

BP2TKI Surabaya dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur ....................... 41
12. Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur tidak menyetorkan hasil pemungutan
Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
ke Kas Negara sebesar Rp10.632.038.335,00 ................................................... 41

i
13. Terdapat biaya yang dibebankan PPTKIS/PJTKI kepada TKI melebihi/diluar
dari aturan ........................................................................................................... 44
14. Terjadi pungutan liar (pungli) sebesar Rp1.452.750.0000 atas biaya
Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) yang dibebankan kepada Calon
TKI ....................................................................................................................... 47
15. Pelaksanaan sosialisasi dan penyuluhan untuk tahun 2004 dan 2005 belum
dilakukan secara merata di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur .......................... 50
16. Counter kedatangan TKI di Bandara Juanda belum dilengkapi Fasilitas dan
Gedung yang memenuhi persyaratan untuk penanganan TKI bermasalah ........ 54
17. Pelaksanaan penempatan TKI ke luar negeri oleh PT Andromeda Graha,
PT Sinar Harapan Anda dan PT Jatim Krida Utama tidak melalui PAP .............. 57
18. Terdapat pemberangkatan CTKI tanpa didukung Perjanjian Kerja ..................... 60

BP2TKI Pekanbaru, Disnaker Provinsi Riau dan Disnaker Kota Batam .............. 63
19. PJTKI yang Mengurus Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri pada
BP2TKI Pekanbaru, Disnaker Provinsi Riau dan Disnaker Kota Batam Tidak
Membayar Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia (DP3TKI) Sebesar US$121.785 atau setara dengan
Rp1.156.957.500,00 (asumsi US$ 1 = Rp9.500,00) ........................................... 63
20. Pelaksanaan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) Belum Sepenuhnya
Dilaksanakan ....................................................................................................... 66
21. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Belum
Berjalan Sesuai Ketentuan .................................................................................. 69
22. Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN) Diterbitkan Oleh Beberapa
Instansi ................................................................................................................ 71
23. Terdapat 1 (satu) PJTKI/PPTKIS yang Berpusat di Pekanbaru tidak pernah
melaporkan aktivitasnya ke BP2TKI Pekanbaru ................................................. 75
24. Pelaporan Penempatan TKI Ke Luar Negeri Oleh PPPTKI/PJTKI di Wilayah
Kerja BP2TKI Pekanbaru Tidak Tertib .............................................................. 76
25. Penerbitan Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri atas Penempatan TKI
tidak dilengkapi dengan persyaratan yang telah ditetapkan .............................. 78
26. Terdapat Perjanjian Kerja Yang Belum Ditandatangani Oleh Salah Satu Pihak . 80
27. Pembayaran Premi Asuransi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Bervariasi .............. 82
28. Terdapat 889 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ke Luar Negeri yang tidak
diasuransikan oleh PJTKI/PPTKIS ...................................................................... 84
29. Penempatan TKI Ke Luar Negeri dari Provinsi Riau sebanyak 107.773
Orang Tidak Terpantau oleh BP2TKI Pekanbaru ................................................ 86

IV.B. Penggunaan Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan


Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI) pada BP2TKI Pekanbaru …………… 90
30. Penatausahaan Hasil Pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dan Buku-Buku
senilai Rp22.756.500,00 Belum Tertib ……………………………………………… 90
31. Biaya Foto Copy Untuk Kegiatan Pelayanan TKI Ke Luar Negeri Sebesar
Rp4.107.300,00 Belum Didukung Dengan Bukti Yang Lengkap ………………... 91
32. Pembayaran Honor Sebesar Rp5.838.750,00 Tidak Didukung Atas Hak Yang
Sah …………………………………………………………………………………… 92

ii
Resume Hasil Pemeriksaan

Berdasarkan ketentuan Pasal 23 E perubahan ketiga Undang-Undang


Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan Pasal 2 Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 1973, Badan Pemeriksa Keuangan telah memeriksa
Pengelolaan Dana Pembinaan dan Penyelenggaraan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia dan Pelaksanaan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri
Tahun Anggaran 2004 dan 2005 pada Ditjen Pembinaan dan Penempatan
Tenaga Kerja Luar Negeri, Dinas Tenaga Kerja dan Balai Pelayanan dan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Riau
dan Kepulauan Riau serta instansi terkait lainnya di Jakarta, Surabaya,
Pekanbaru dan Batam.
Audit atas pelaksanaan kegiatan tersebut dilakukan dengan berpedoman
pada Standar Audit Pemerintahan (SAP) yang ditetapkan oleh BPK-RI pada
tahun 1995.
Tanpa mengurangi keberhasilan pelaksanaan kegiatan yang telah
dicapai, hasil pemeriksaan masih menemukan kelemahan-kelemahan:
1. Sistem Pengendalian Intern (SPI) dalam Pengelolaan Dana Pembinaan dan
Penyelenggaraan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri
belum memadai, sehingga pelaksanaan kegiatan belum dapat berjalan
secara taat azas, yaitu terdapat daerah yang tidak mewajibkan pembayaran
DP3TKI sebesar US$ 15, penerbitan Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri
(Rekomendasi BFLN) diterbitkan oleh beberapa instansi, penatausahaan
atas berkas-berkas penyelenggaraan penempatan TKI ke luar negeri belum
tertib, adanya perbedaan data TKI antara Ditjen PPTKLN dengan BP2TKI
dan Disnaker serta terdapat TKI yang tidak diikutsertakan dalam program
asuransi.

2. Temuan Pemeriksaan
a. Terdapat Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) yang tidak
memenuhi persyaratan, yaitu 19 PJTKI modal disetornya kurang dari
Rp750.000.000,00 dan 11 PJTKI tidak menyerahkan jaminan deposito
kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi masing-masing sebesar
Rp250.000.000,00/PJTKI sebagaimana disyaratkan dalam Surat
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.KEP-
104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002. Kondisi tersebut mengakibatkan
SIUP-PJTKI yang bersangkutan cacat hukum dan apabila terjadi kasus
terhadap CTKI/TKI, pemerintah yang harus menanggung seluruh
biayanya. Hal ini terjadi karena Dirjen PPTKLN lalai dan tidak cermat
dalam melaksanakan tugasnya yakni menerbitkan SIUP PJTKI tanpa
mengindahkan dan mempedomani ketentuan yang berlaku.
b. Terdapat enam deposito PJTKI senilai Rp890.000.000,00 yang sudah
dicabut SIUP-nya dan tidak terdaftar lagi pada Depnakertrans akan tetapi
dananya masih tersimpan pada Ditjen Pembinaan dan Penempatan
Tenaga kerja Luar Negeri Depnakertrans dan belum dikembalikan pada
perusahaan PJTKI bersangkutan serta terdapat sertifikat deposito palsu
atas nama PT. Nikmah Asifa Indah senilai Rp175.000.000,00. Hal
tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 dan

iii
Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.KEP-
104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 dan dapat mengakibatkan adanya
peluang penggunaan surat berharga (deposito) tersebut di luar ketentuan
yang berlaku dan SIUP-PJTKI atas nama PT. Nikmah Asifa Indah cacat
hukum. Hal ini terjadi karena Direktorat Kelembagaan Ditjen PPTKLN
lalai/tidak cermat melakukan evaluasi secara berkesinambungan atas
eksistensi PJTKI.
c. Tenaga Kerja Indonesia yang ditempatkan di Saudi Arabia sebanyak
17.432 orang tidak terlindungi Asuransi Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia sebagaimana ditetapkan dalam Surat Keputusan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor KEP-157/MEN/2003 sehingga
mengakibatkan TKI yang ditempatkan di Saudi Arabia tersebut tidak
terlindungi program asuransi. Hal ini terjadi karena Kepala BP2TKI
Jakarta lalai melegalisir penempatan TKI yang tidak memenuhi
persyaratan sebagaimana ditetapkan dalam SK Menakertrans tersebut.
d. Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur tidak menyetorkan hasil
pemungutan Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia ke Kas Negara sebesar Rp10.632.038.335,00.
Hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1997,
Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2000; Undang-Undang No.32 Tahun
2004. Kondisi tersebut mengakibatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak
yang bersumber dari DP3TKI yang tidak masuk ke rekening Kas Negara
sebesar Rp10.632.038.335,00 mempengaruhi/mengurangi pencapaian
target penerimaaan Negara dalam APBN. Hal tersebut terjadi karena
adanya Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 7 Tahun 2003 tentang
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang menginterpretasikan
DP3TKI sebagai obyek retribusi Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
e. Terdapat biaya yang dibebankan kepada TKI antara lain untuk biaya
pembuatan paspor, biaya pemeriksaan kesehatan, biaya administrasi dan
markening dan jasa perusahaan melebihi/diluar dari aturan yang berlaku
yakni Undang-Undang No. 39 Tahun 2004, Kepmenakertrans No.
158/D/P2TKLN/III/2005, Surat Menakertrans No.B135/MEN/TKLN/III/
2005, dan Permenakertrans No.PER-05/MEN/III/2005 serta Keputusan
Dirjen PPTKLN No. Kep-652/DP2TKLN/XI/2004. Kondisi tersebut
mengakibatkan beban biaya yang harus ditanggung Calon TKI semakin
besar, yang pada akhirnya tujuan utama dari penempatan TKI yaitu
meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya dapat terhambat.
Keadaan tersebut di atas disebabkan beberapa PJTKI/PPTKIS
mempunyai itikad yang kurang baik dengan mencari keuntungan yang
tidak wajar dan lemahnya pengawasan oleh BP2TKI dan Dinas Tenaga
Kerja Provinsi Jawa Timur.
f. Terjadi Pungutan Liar (Pungli) terhadap 58.110 orang TKI masing-masing
sebesar Rp25.000,00 atau seluruhnya sebesar Rp1.452.750.000,00
(Rp25.000,00 x 58.110 orang). Pungutan tersebut adalah pungutan illegal
biaya Pembekalan Akhir Pemberangkatan oleh DPP APJATI Jawa Timur
yang dibebankan kepada calon TKI. Hal tersebut menyalahi Undang-
undang No. 39 tahun 2004, Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 dan
Perjanjian Kerjasama antara Disnaker Prop. Jawa Timur dengan APJATI
Jawa Timur. Hal tersebut terjadi karena adanya itikad tidak baik dari DPD
APJATI Jawa Timur untuk memperoleh keuntungan yang tidak wajar dan

iv
Kepala Disnaker Provinsi Jawa Timur dan Kepala BP2TKI Surabaya lalai
tidak bersungguh-sungguh melakukan pengawasan terhadap
pelaksanaan penempatan TKI ke luar negeri.
g. PJTKI yang mengurus Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri
pada BP2TKI Pekanbaru, Disnaker Provinsi Riau dan Disnaker Kota
Batam sebanyak 8119 ternyata tidak membayar Dana Pembinaan
Penyelenggaraan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
(DP3TKI) Sebesar US$121.785 atau setara dengan Rp1.156.957.500,00
(asumsi US$ 1 = Rp9.500,00) sebagaimana ditetapkan dalam Undang-
Undang No. 20 Tahun 1997 jo. Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2000
yang antara lain menetapkan bahwa setiap pemberangkatan Tenaga
Kerja Indonesia ke luar negeri diwajibkan membayar Dana Pembinaan
Tenaga Kerja Indonesia sebesar US $ 15. Kondisi tersebut
mengakibatkan negara dirugikan sebesar US $ 121.785 (8.119 x US $
15) atau setara dengan Rp1.156.957.500,00 (asumsi US$ 1 =
Rp9.500,00). Hal tersebut terjadi karena Kepala BP2TKI Pekanbaru,
Kepala Sub Dinas Informasi dan Perluasan Kerja Disnaker Provinsi Riau,
dan Kepala Dinas Tenaga Kerja Kota Batam lalai tidak konsisten
menerapkan ketentuan dimaksud.
h. Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN) di wilayah Riau yang
seharusnya diterbitkan oleh BP2TKI diterbitkan juga oleh instansi lain
yaitu Disnaker Provinsi Riau dan Disnaker Kabupaten/Kota. Hal tersebut
tidak sesuai dengan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39
Tahun 2004, Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor: Kep-104A/MEN/2002. Kondisi tersebut mengakibatkan
pengawasan dan pengendalian atas pembebasan fiskal terhadap
penempatan TKI ke luar negeri sulit dilakukan. Hal tersebut terjadi karena
adanya persepsi dari masing-masing Disnaker perihal pemberian ijin yang
diatur dalam Perda, yang diartikan pula salah satunya adalah
menerbitkan rekomendasi BFLN dan kurangnya koordinasi antar instansi
yang terkait.

Hasil pemeriksaan secara lengkap disajikan pada halaman terlampir.

Jakarta, 2006

Penanggung Jawab

Drs. Darwin Wibawa, MM


NIP 24000970

v
HASIL PEMERIKSAAN

I. Gambaran Umum
1. Tujuan Pemeriksaan
Untuk menguji dan menilai apakah:
a. Informasi keuangan yang disajikan telah sesuai dengan kriteria yang
ditetapkan;
b. Kegiatan pengelolaan pendapatan negara bukan pajak dan pelaksanaan
penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) telah mematuhi persyaratan
kepatuhan terhadap peraturan dan ketentuan yang berlaku;
c. Sistem pengendalian intern telah dirancang dan dilaksanakan secara
memadai untuk mencapai tujuan pengendalian.

2. Sasaran Pemeriksaan
a. Penyajian informasi keuangan (pertanggungjawaban dan pelaporan);
b. Mekanisme pelaksanaan penempatan TKI yang meliputi kegiatan
perencanaan dan pelaksanaan termasuk penerimaan dan pembiayaan
yang terkait dengan kegiatan tersebut;
c. Sistem pengendalian manajemen atas penempatan TKI yang mencakup
aspek ketaatan pada peraturan, operasi program, validitas dan integritas
data, pengamanan sumber daya serta kepentingan pemerintah dengan
melakukan analisa terhadap aspek-aspek organisasi, kebijakan,
perencanaan, prosedur, pencatatan (sistem akuntansi), pelaporan,
personalia dan pengawasan internal.

3. Metode Pemeriksaan
Pemeriksaan dilakukan secara uji petik atas dokumen dan bukti-bukti
pertanggungjawaban keuangan, wawancara dan konfirmasi kepada pejabat
terkait dan pemeriksaan fisik di lapangan.

4. Jangka Waktu Pemeriksaan


Pemeriksaan dilakukan selama 24 hari terhitung mulai tanggal 29 Nopember
2005 sampai dengan 24 Desember 2005 berdasarkan Surat Tugas BPK-RI
Nomor 99/ST/III-XI.3/11/2005 tanggal 24 November 2005.

1
5. Objek Pemeriksaan

Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan


Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, penempatan Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) adalah kegiatan pelayanan untuk mempertemukan TKI
sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan pemberi kerja di luar negeri
yang meliputi keseluruhan proses perekrutan, pengurusan dokumen,
pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan sampai
ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan. Penempatan TKI di
luar negeri dilaksanakan oleh Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia
(PJTKI) yang sekarang disebut Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia Swasta (PPTKIS). Berdasarkan Undang-Undang No. 20 Tahun
1997 tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Jo Peraturan
Pemerintah No. 92 Tahun 2000 tentang Jenis dan Tarif PNBP di lingkungan
Depnakertrans. PPTKIS wajib membayar Dana Pembinaan Penempatan
dan Penyelenggaraan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI) dengan tarif
sebesar US $ 15.00 per orang.
Latar belakang pemungutan dana tersebut adalah guna mendukung kegiatan
pembinaan dan perlindungan TKI di luar negeri serta dalam rangka
pengembangan Program Antar Kerja Antar Negara. Dana tersebut disetorkan
ke rekening Depnakertrans pada Bank BRI cabang Jatinegara No. Rekening
0122-02-00002330-3 yang selanjutnya oleh Bendaharawan Penerima
DP3TKI Depnakertrans secara berkala disetorkan ke Kas Negara.
Penggunaan DP3TKI sejak TA 1997/1998 sampai dengan T.A. 2004
dilakukan melalui sistem DIK-S, dimana tata cara pengelolaan dana
dimaksud baik penatausahaan maupun pertangungjawabannya dilakukan
sesuai dengan pengelolaan dana APBN Rutin. Instansi Pengguna DP3TKI
adalah Depnakertrans dhi. Sekretariat Jenderal, Ditjen Pembinaan dan
Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (PPTKLN), Balai Pelayanan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) di 14 Provinsi, dan
Perwakilan RI di luar negeri.
Realisasi Penempatan TKI di luar negeri, Penerimaan dan Penggunaan
DP3TKI TA 2004 dan 2005 (s.d. Mei 2005) untuk seluruh Indonesia adalah
sebagai berikut :

2
a. Penempatan TKI di luar negeri

Tahun Target Realisasi %


Anggaran
2004 PM 380.690 orang -
2005 PM 37.340 orang -

b. Penerimaan DP3TKI

Tahun Anggaran Target (Rp) Realisasi (Rp) %


2004 44.625.000.000 37.253.657.787 83,48
2005 44.625.000.000 14.662.461.213 32,86

c. Penggunaan DP3TKI

Tahun Anggaran Pagu (Rp) Realisasi (Rp) %


2004 33.406.273.000 27.219.053.093 81,48
2005 33.437.513.000 - 0

Daftar pelaksana penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta (PPTKIS) /


Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) sampai dengan Oktober
2004, adalah sebagai berikut:
No. Provinsi Jumlah
1 Sumatera Utara 12
2 Riau 12
3 Sumatera Barat 1
4 Jambi 1
5 Lampung 2
6 Banten 9
7 DKI Jakarta 309
8 Jawa Barat 30
9 Jawa Tengah 12
10 DI Yogyakarta 1
11 Jawa Timur 52
12 Nusa Tenggara Barat 6
13 Nusa Tenggara Timur 1
14 Bali 2
15 Sulawesi Selatan 2
16 Sulawesi Utara 1
17 Kalimantan Timur 1
18 Kalimantan Barat 1
19 Nangroe Aceh Darussalam 1
456

3
II. Penilaian Terhadap Sistem Pengendalian Intern
Pemeriksaan terhadap sistem pengendalian intern (SPI) atas pengelolaan Dana
Pembinaan Penempatan dan Penyelenggaraan Tenaga Kerja Indonesia
(DP3TKI) dengan menggunakan pokok-pokok pengujian SPI kerangka Coso
meliputi :
1. Lingkungan Pengendalian
Lingkungan pengendalian atas Pengelolaan Dana Pembinaan Penempatan
dan Penyelenggaraan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI) belum dilaksanakan
secara memadai terutama lingkungan pengendalian atas penerimaan Dana
Pembinaan Penempatan dan Penyelenggaraan Tenaga Kerja Indonesia
(DP3TKI) karena setiap kebijakan dan perencanaan atas kegiatan
penerimaan dana tersebut belum seluruhnya dapat dilaksanakan secara
efektif, seperti masih terdapat daerah yang tidak mewajibkan pembayaran
DP3TKI sebesar US$ 15.

2. Penilaian Resiko
Berdasarkan penilaian resiko atas pelaksanaan pengelolaan DP3TKI
diketahui bahwa penyelengaraan penempatan TKI selain dilaksanakan oleh
Pemerintah Pusat d.h.i. Depnakertrans dilaksanakan pula Pemerintah
Daerah d.h.i. BP2TKI dan Disnaker, sehingga penerbitan rekomendasi
Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN) dikeluarkan oleh beberapa instansi.

3. Aktivitas Pengendalian
Penilaian terhadap Aktivitas pengendalian atas pengelolaan Dana
Pembinaan Penempatan dan Penyelenggaraan Tenaga Kerja Indonesia
(DP3TKI) belum dilakukan secara optimal. Hal tersebut diketahui dari
keadaan di lapangan yang menunjukkan bahwa penatausahaan dan
pencatatan atas berkas-berkas penyelenggaraan penempatan TKI ke luar
negeri belum tertib.

4. Komunikasi dan Informasi


Komunikasi dan informasi yang efektif atas pengelolaan Dana Pembinaan
Penempatan dan Penyelenggaraan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI)

4
belum dilakukan secara memadai, terutama untuk aktivitas penerimaan dana
tersebut. Ditjen PPTKLN Depnakertrans sebagai unit teknis yang menangani
penyelenggaraan penempatan TKI belum memiliki sistem informasi yang
handal yang dapat diakses (on-line) pada setiap Kantor Dinas Tenaga Kerja
Provinsi di seluruh Indonesia. Kondisi tersebut berimplikasi pada data TKI
yang ada pada Ditjen PPTKLN tidak sama (tidak akurat) dengan data TKI
yang ada pada BP2TKI dan Disnaker.

5. Monitoring
Pengawasan atas pengelolaan Dana Pembinaan Penempatan dan
Penyelenggaraan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI) belum dilakukan secara
memadai, terutama dalam penyelenggaraan penempatan TKI. Hal tersebut
dapat diketahui dari keadaan dilapangan yang menunjukkan bahwa masih
terdapat TKI yang tidak di dukung oleh persyaratan yang lengkap, antara lain
tidak diikutsertakan dalam program asuransi, belum membayar DP3TKI.

III. Tindak Lanjut Hasil Pemeriksaan


Pengelolaan Dana Pembinaan dan Penyelenggaraan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (DP3TKI) belum pernah diperiksa oleh BPK-RI.

5
IV. Temuan Pemeriksaan
Pemeriksaan atas Pengelolaan Dana Pembinaan dan Penyelenggaraan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri (DP3TKI) Tahun Anggaran
2004 dan 2005 dilakukan secara uji petik pada Ditjen PPTKLN, Dinas Tenaga
Kerja, BP2TKI dan instansi terkait lainnya di Jakarta, Surabaya, Pekanbaru dan
Batam.
Pemeriksaan dilakukan terhadap kegiatan Penyelenggaraan Penempatan TKI ke
Luar Negeri dan penggunaan Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI).

A. Kegiatan Penyelenggaraan Penempatan TKI ke Luar Negeri

Ditjen PPTKLN, BP2TKI Ciracas dan BP2TKI Pasar Rebo


1. Fungsi Pelayanan TKI di BP2TKI Disnakertrans di Pasar Rebo dan BP2TKI
Depnakertrans di Ciracas Tumpang Tindih
Untuk melaksanakan proses penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar Negeri
seperti pelayanan informasi, pemasyarakatan program pelayanan administrasi
keberangkatan dan kepulangan, serta perlindungan TKI; Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi memiliki Unit Pelaksana Teknis (UPT) berupa Balai
Pelayanan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI). Organisasi BP2TKI tersebut
dibentuk berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Nomor: KEP-137/MEN/2001 tanggal 25 Juni 2001 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Departemen Tenaga Kerja dan
Transmigrasi. BP2TKI tersebut berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri (Ditjen
PPTKLN).
Dalam melaksanakan tugasnya, BP2TKI Ciracas menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan rencana, program, evaluasi dan pelaporan;
b. pelaksanaan pemasyarakatan program penempatan tenaga kerja luar negeri;
c. pengumpulan data dan pemberian layanan informasi penempatan tenaga
kerja luar negeri;
d. pemantauan dan evaluasi kinerja lembaga penempatan tenaga kerja luar
negeri;
e. pelayanan administrasi keberangkatan dan kepulangan termasuk
pemeriksaan dan seleksi kelengkapan, keabsahan dokumen;

6
f. pelaksanaan bimbingan penempatan tenaga kerja luar negeri;
g. perlindungan keberangkatan dan kepulangan tenaga kerja luar negeri;
h. pelaksanaan kerjasama dan koordinasi antar lembaga dalam penempatan
tenaga kerja luar negeri;
i. pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga.

Berdasarkan Keputusan Menakertrans tersebut proses penempatan TKI di


wilayah DKI Jakarta dilaksanakan oleh BP2TKI yang berlokasi di Ciracas Jakarta
Timur sebagai UPT Depnakertrans.

Selain BP2TKI Ciracas, di wilayah DKI Jakarta terdapat pula BP2TKI yang
berlokasi di Pasar Rebo Jakarta Timur. BP2TKI tersebut merupakan Unit
Pelaksana Teknis Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta
yang dibentuk berdasarkan Keputusan Gubernur DKI Jakarta Nomor 160 Tahun
2002 tanggal 8 November 2002 tentang Pembentukan Organisasi dan Tata
Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Dinas Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta. Berdasarkan Surat Keputusan tersebut,
BP2TKI Pasar Rebo mempunyai tugas menyiapkan bahan pembinaan, mengatur
serta mengurus kegiatan penyediaan, seleksi Calon Tenaga Kerja Indonesia
(CTKI) dan dokumentasi CTKI ke luar negeri. Untuk menyelenggarakan tugas
tersebut, BP2TKI Pasar Rebo mempunyai fungsi :
a. penyusunan rencana program penempatan TKI;
b. pengumpulan data dan seleksi CTKI;
c. pemantauan dan evaluasi pelaksanaan pengiriman TKI ke luar negeri;
d. penelitian dan pemeriksaan dokumen Pengerah TKI yang akan
melaksanakan pengerahan;
e. pengumpulan data dan pelayanan administrasi dokumen keberangkatan dan
kepulangan TKI;
f. penyelenggaraan bimbingan penempatan;
g. perlindungan TKI;
h. penyelenggaraan kegiatan ketatausahaan.

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tugas dan fungsi BP2TKI Ciracas
dan Pasar Rebo secara umum sama. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara
menyeluruh terhadap kedua BP2TKI tersebut diketahui bahwa secara defacto

7
Depnakertrans membagi tugas kepada BP2TKI tersebut berdasarkan wilayah
penempatan TKI ke luar negeri. BP2TKI Ciracas secara umum menangani
proses penempatan TKI ke wilayah Timur Tengah dan Taiwan, sedangkan
BP2TKI Pasar Rebo menangani proses penempatan TKI ke wilayah Asia Pasifik
seperti Malaysia, Singapura, dan Hongkong. Kendati penanganan proses
penempatan tersebut berada pada kedua BP2TKI, akan tetapi sejak 20 Juni
2005 proses Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) dan pengawasan atas
penandatangan perjanjian kerja oleh CTKI seluruhnya ditangani oleh BP2TKI
Ciracas.
Selain itu, hasil pemeriksaan terhadap data penempatan TKI pada Ditjen
PPTKLN dan data penerimaan DP3TKI pada Biro Keuangan Sekretariat
Jenderal Depnakertrans menunjukkan bahwa laporan penempatan TKI ke luar
negeri yang berasal dari BP2TKI Pasar Rebo tidak termonitor. Laporan tersebut
tidak dapat diperoleh karena BP2TKI tidak berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Depnakertrans akan tetapi berada di bawah dan bertanggung
jawab kepada Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta.
Walaupun tidak berada di bawah dan bertanggung jawab kepada
Depnakertrans, BP2TKI Pasar Rebo menggunakan semua produk hukum terkait
penempatan TKI ke luar negeri yang dikeluarkan oleh Depnakertrans karena
Disnakertrans Provinsi DKI Jakarta belum mempunyai perangkat hukum yang
cukup untuk mengatur proses penempatan TKI secara komprehensif. Oleh
karena itu, dokumen yang terkait dengan proses awal penempatan TKI seperti
Job Order atau Demand Letter dan Surat Ijin Pengerahan (SIP) seluruhnya
diproses oleh Ditjen PPTKLN sedangkan BP2TKI Pasar Rebo hanya menangani
proses rekomendasi paspor dan Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN).

Hal tersebut tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga kerja Indonesia di Luar Negeri Pasal 5 ayat (1) dan (2) yang
menyatakan bahwa :
(1) Pemerintah (d.h.i Pemerintah Pusat yang diwakili oleh Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi) bertugas mengatur, membina, melaksanakan,
dan mengawasi penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di
luar negeri;

8
(2) Dalam melaksanakan tugas sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
Pemerintah dapat melimpahkan sebagian wewenangnya dan/atau tugas
perbantuan kepada Pemerintah Daerah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan.
b. Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 13 yang
menyatakan bahwa pembangunan ketenagakerjaan diselenggarakan atas
asas keterpaduan dengan melalui koordinasi fungsional lintas sektoral pusat
dan daerah;
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
Pasal 10 ayat (3) dan (4) mengatur bahwa :
(3) Urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat meliputi :
politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal
nasional, dan agama. Dengan demikian pengurusan penempatan TKI ke
luar negeri menjadi urusan Pemerintah Pusat (d.h.i Depnakertrans)
karena menyangkut politik luar negeri, keamanan dan fiskal.
(4) Dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud
pada ayat (3), Pemerintah menyelenggarakan sendiri atau dapat
melimpahkan sebagian urusan pemerintahan kepada perangkat
Pemerintah atau wakil Pemerintah di daerah atau dapat menugaskan
kepada pemerintahan daerah dan/atau pemerintahan desa.

Hal tersebut mengakibatkan:


a. Dokumen TKI yang ditempatkan ke negara-negara Asia Pasifik tersebar di
BP2TKI Pasar Rebo, BP2TKI Ciracas dan Ditjen PPTKLN sehingga proses
verifikasi atas kelengkapan dokumen TKI yang bersangkutan sulit untuk
dilakukan pemantauan, pengawasan dan pengendalian TKI;
b. Penerimaan DP3TKI yang berasal dari CTKI yang penempatannya diproses
di BP2TKI Pasar Rebo sulit untuk dipantau.

Hal ini terjadi karena kurangnya koordinasi antara Pemerintah Daerah Provinsi
DKI Jakarta dengan Pemerintah Pusat (d.h.i Depnakertrans) dalam menangani
kegiatan penempatan TKI ke luar negeri.

Pihak Ditjen Pembinaan Penempatan TKLN mengakui temuan Tim BPK RI dan
untuk menghindari terjadinya tumpang tindih tersebut Depnakertrans telah

9
menyusun draft peraturan pemerintah yang mengatur pelayanan penempatan
TKI ke luar negeri.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar menginstruksikan Dirjen


PPTKLN untuk melakukan koordinasi dengan Pemerintah Daerah Provinsi DKI
Jakarta dalam rangka penempatan TKI ke luar negeri.

2. Terdapat Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) Yang Tidak


Memenuhi Persyaratan
Untuk dapat beroperasi sebagai perusahaan penyalur TKI, sebuah perusahaan
diharuskan memenuhi persyaratan yang ditetapkan oleh Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi. Persyaratan tersebut mencakup berbagai aspek yang antara
lain terkait dengan status badan hukum dan besarnya modal disetor yang dimiliki
perusahaan serta sertifikat deposito atas nama Menteri Tenaga Kerja bersama
(q.q.) PJTKI/PPTKIS yang besarnya ditetapkan peraturan perundang-undangan
dan harus diserahkan kepada Menakertrans beserta surat kuasa pencairannya
sebagai jaminan.
Hasil pemeriksaan menunjukkan terdapat 19 PJTKI yang modal disetornya tidak
memenuhi persyaratan yang ditetapkan yaitu dibawah Rp750.000.000,00
dengan rincian kekurangan modal disetor sebagai berikut :

MODAL KURANG
NO NAMA PERUSAHAAN PENANGGUNG JAWAB
DISETOR SETOR
P.T. INDOSINMA MAHKOTA SANTONY 375,000,000 375.0000.000
1.
INDAH
2. P.T. SAN SAN YOSINDO RUDI YOUNG KHO 400,000,000 250.000.000
3. P.T. ABDI BELA PERSADA MIFTA KHURRAHMAN 125,000,000 625.000.000
4. P.T. BANUNUSA UTAMA SULAIMAN GANIS,MBA 400,000,000 350.000.000
P.T. BINADUTA AMANAH
5. ERIK SELAMET WIDJAJA 375,000,000 375.000.000
MANDIRI
PT CEMERLANG PAUL MT.
6. 500,000,000 250.000.000
SUMBERDAYA INSANI SUHARDIYANTO
7. P.T. DWIGUNA JAYA ABADI Ir. HADI YUSFARDIAN 500,000,000 250.000.000
8. P.T. INTI JAFFARINDO JAFFAR MANNAN 375,000,000 375.000.000
YUSUF MUHAMMAD
9. P.T. MARBA SAFAR INTISAR 400,000,000 350.000.000
MARTA
10. P.T. MITRA HARTA INSANI NY. RETNO AMBARWATY 450,000,000 300.000.000
P.T. MITRA KARYA SARANA
11. MUHAMAD NUR 200,000,000 550.00.000
NUSA

10
P.T. SENDANG DAMAR
12. A. MUHAMMAD RIZA M. 450,000,000 300.000.000
SEMANGGI AGUNG
13. P.T. SUKMA INSAN KAMIL HELMY MASYHUR 500,000,000 250.000.000
P.T. TAFCINDO JASATAMA
14. NUR HAKIM ANDI HELMI 500,000,000 250.000.000
SEGARA
P.T. INDOKARSA GUNA
15. DANIEL SUHERMAN 400,000,000 350.000.000
BUANA
P.T. JATIM SUKSES KARYA GUNAWAN ANGKA
16. 600,000,000 150.000.000
BERSAMA WIJAYA
17. P.T. PARCO LAUT ANTHON T. SURYANTO 450,000,000 300.000.000
A. ENDANG SAKRIATI,
18. P.T. AGESA ASA JAYA 373.500.000 376.500.000
SH
19. P.T. AGROSIN MARUMI FARUK UMAR NAHDI 100.000.000 650.000.000

Selain itu, dari hasil pemeriksaan atas dokumen sertifikat deposito


PJTKI/PPTKIS yang berada pada Ditjen PPTKLN diketahui bahwa terdapat 11
PJTKI/PPTKIS yang belum memberikan bukti kepemilikan jaminan deposito
sebesar Rp250.000.000,00 kepada Menakertrans dengan rincian sebagai
berikut:
No. Nama PJTKI/PPTKIS No. SIUP Tanggal SIUP
1. PT. Dwiguna Metropolitan 160/MEN/LN/BP/2000 22 Mei 2000
2. PT. Binhasan Maju Sejahtera 244/MEN/LN/BP/2000 31 Mei 2000
jo. KEP 13/DP2TKLN/I/2004 12 Januari 2004
3. PT. Awwan Bina Insani 237/MEN/LN/BP/2000 31 Mei 2000
4. PT. Antar Tenaga Mandiri 106/MEN/LN/BP/2000 15 Mei 2000
jo. KEP.58/PPTKLN/2002
5. PT. Anugrah Biantas 231/MEN/X/2004 19 Oktober 2004
6. PT. Multi Lintas Buana Raya 002/MEN/LN/BP/2000 28 April 2000
7. PT. Yala Asta Prima 292/MEN/LN/BP/2000 31 Mei 2000
8. PT. Hamparan Karya Insani 387/MEN/LN/BP/2000 jo. KEP 21 Juni 2000
296/DP2TKLN/VI/ 2004 29 Juni 2004
9. PT. Wira Karitas 236/MEN/LN/BP/2000 31 Mei 2000
10. PT. Yonasindo Intra Pratama 373/MEN/LN/BP/2000 22 Juni 2000
11. PT. Dwicitra Tripatria 272/MEN/LN/BP/2000 jo. KEP 31 Mei 2000
67/MEN/PPTKLN/ 2002

Keadaan tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.KEP-104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang penempatan
Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri :
a. Pasal 8 ayat (2) mengatur bahwa untuk mendapatkan SIUP-PJTKI, PJTKI
harus memenuhi persyaratan antara lain :

11
1) Huruf d : menyetorkan dana jaminan dalam bentuk deposito atas nama
Menteri q.q. PJTKI sebesar Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta
rupiah) pada bank nasional di Indonesia yang ditunjuk Menteri;
2) huruf e : besarnya modal disetor yang wajib dimiliki perusahaan
sekurang-kurangnya adalah sebesar Rp750.000.000,00.
b. Pasal 11 menyatakan bahwa pemohon SIUP-PJTKI yang dikabulkan
permohonannya harus menyerahkan sertifikat asli deposito dana jaminan
dan surat kuasa pencairannya pada saat pengambilan SIUP kepada Direktur
Jenderal.

Hal tersebut mengakibatkan :


a. SIUP-PJTKI yang bersangkutan cacat hukum.
b. Apabila terjadi kasus terhadap CTKI/TKI, pemerintah yang harus
menanggung seluruh biayanya.

Hal ini terjadi karena Dirjen PPTKLN lalai dalam melaksanakan tugasnya yaitu
dalam proses pendaftaran ulang dan proses penerbitan SIUP PJTKI tidak
mengacu pada ketentuan yang berlaku.

Direktur Kelembagaan Penempatan menjelaskan bahwa terhadap 19 (sembilan


belas) PJTKI yang mempunyai modal disetor kurang dari Rp750.000.000,00
kondisi tersebut terjadi karena terjadi perubahan peraturan dari kepmenakertrans
Nomor : 204/MEN/1999 ke Menakertrans Nomor : 104A/MEN/2002 sehingga di
dalam penelitian ulang terlewatkan dan terhadap PJTKI yang dianggap tidak
mempunyai deposito masih dalam proses penelusuran. Terhadap hal tersebut
Depnakertrans akan segera melakukan klarifikasi terhadap perusahaan yang
depositonya belum diketemukan.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar memperingatkan secara


tertulis kepada Dirjen PPTKLN supaya lebih cermat meneliti segala persyaratan
sebelum memberikan persetujuan SIUP-PJTKI sehingga dapat dihindari
terjadinya masalah dikemudian hari serta memerintahkan kepada seluruh PJTKI
untuk melengkapi persyaratan dalam memperoleh SIUP-PJTKI sesuai dengan
ketentuan yang berlaku.

12
3. Penempatan TKI Pelaut Tidak Termonitor Oleh Departemen Tenaga Kerja
dan Transmigrasi
Berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, yang dimaksud Tenaga
Kerja Indonesia (TKI) adalah setiap warga negara Indonesia yang memenuhi
syarat untuk bekerja di luar negeri dalam hubungan kerja untuk jangka waktu
tertentu dengan menerima upah. Salah satu jenis jabatan yang ditempati oleh
TKI adalah jabatan sebagai pelaut yaitu tenaga kerja yang memiliki kualifikasi
keahlian dan atau keterampilan sebagai awak kapal yang bekerja di kapal
berbendera asing dalam jangka waktu tertentu berdasarkan perjanjian kerja laut.
Berdasarkan informasi dari pihak Ditjen PPTKLN diketahui bahwa penempatan
TKI pelaut diproses di Ditjen Perhubungan Laut Departemen Perhubungan dan
Komite Pelayaran Indonesia (KPI) dengan melalui dua jalur. Jalur pertama
dilaksanakan oleh Corsortium Indonesian Manning Agency (CIMA) khusus untuk
TKI pelaut yang memiliki keahlian sebagai perwira pelaut seperti kapten kapal
dan teknisi sedangkan jalur kedua dilaksanakan oleh PJTKI/PPTKIS yang
khusus menangani TKI pelaut. CIMA adalah sebuah organisasi representasi dari
para pemilik kapal laut di seluruh dunia yang salah satu kegiatannya adalah
merekrut dan menyalurkan pelaut ke perusahaan-perusahaan pemilik kapal laut
akan tetapi tidak memiliki ijin khusus dari Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
untuk melaksanakan kegiatan tersebut. Adapun PJTKI/PPTKIS yang khusus
menangani TKI pelaut yang telah mendapat SIUP dari Menakertrans antara lain
adalah :
a. PT. Berjaya Bintang Samudera;
b. PT. Angkasa Akbar Tharuna;
c. PT. Merdeka Sejahtera Bahari;
d. PT. Humpuss Intermoda Transportasi;
e. PT. Budi Agung Binagala.
Hasil pemeriksaan atas dokumen penempatan TKI pada Ditjen PPTKLN
menunjukkan bahwa kegiatan penempatan TKI pelaut oleh CIMA maupun
PJTKI/PPTKI tidak diproses melalui BP2TKI maupun Ditjen PPTKLN sehingga
data penempatan TKI pelaut tidak terdaftar pada Ditjen PPTKLN. Kendati
demikian, Depnakertrans tetap bertanggung jawab untuk melaksanakan
perlindungan terhadap TKI pelaut dan selama tahun 2004-2005 Depnakertrans
telah menangani sekitar 24 kasus yang terjadi pada TKI pelaut di luar negeri.

13
Saat ini Depnakertrans tengah berupaya untuk merumuskan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi tentang Penempatan Tenaga Kerja Pelaut
Indonesia sesuai dengan penjelasan pasal 28 Undang-Undang No. 39 Tahun
2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri dan membahas masalah tersebut dengan CIMA namun hasilnya belum
final karena masih ada beberapa hal yang belum disepakati antara lain
menyangkut persyaratan PJTKI/PPTKIS.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000
tanggal 21 Februari 2000 tentang Kepelautan Pasal 19 ayat (6) yang
menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penempatan
tenaga kerja pelaut diatur dengan Keputusan Menteri yang bertanggung jawab di
bidang ketenagakerjaan setelah mendengar pendapat dari Menteri
Perhubungan.

Hal tersebut mengakibatkan :


a. monitoring dan pengendalian atas aktivitas penempatan TKI pelaut di luar
negeri sulit dilakukan;
b. terjadi kekurangan penerimaan DP3TKI yang berasal dari TKI pelaut.

Hal ini terjadi karena :


a. koordinasi antar lembaga terkait seperti Depnakertrans, Departemen Luar
Negeri, dan Departemen Perhubungan kurang efektif;
b. peraturan mengenai penempatan TKI pelaut belum dapat disahkan oleh
Menakertrans sehubungan dengan konflik kepentingan yang terjadi terkait
dengan pasal mengenai ijin usaha penempatan TKI pelaut.

Direktur Promosi dan Penempatan menjelaskan bahwa berdasarkan Peraturan


Pemerintah Nomor 7 Tahun 2000 tanggal 21 Pebruari 2000 tentang Kepelautan
Pasal 19 ayat (6) yang menyatakan bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai tata
cara penempatan tenaga kerja pelaut dengan Keputusan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setelah mendengar pendapat dari
Menteri Perhubungan, Bahwa Tenaga Kerja Pelaut berdasarkan kriteria di dalam
Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 diatas dapat dikatagorikan sebagai TKI
dengan jabatan tertentu. Untuk itu berdasarkan Undang-Undang No. 39 Tahun

14
2004 Pasal 28 dikatakan bahwa penempatan TKI pada pekerjaan dan jabatan
tertentu diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri. Untuk menindaklanjuti
Pasal 28 UU No. 39 Tahun 2004 tersebut, salah satu jabatan tertentu adalah TKI
pelaut dan Depnakertrans bahkan pada saat sebelum ditandatanganinya
Undang-Undang tersebut bersama-sama Departemen Perhubungan (Ditjen
Perhubungan Laut), Kesatuan Pelaut Indonesia (KPI), dan Consorsium Manning
Agency (CIMA) telah melakukan pembahasan draft "Penempatan TKI Pelaut"
namun sampai saat ini belum mendapat kesepakatan dari CIMA. Selain itu
terdapat beberapa PJTKI/PPTKIS Pelaut yang belum memiliki SIP (Surat Ijin
Pengerahan) dari Menakertrans sesuai UU No. 39 Th 2004 Pasal 32 Ayat (1).

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar Dirjen PPTKLN melakukan


koordinasi antar lembaga terkait seperti Depnakertrans, Departemen Luar
Negeri, dan Departemen Perhubugan dalam rangka penempatan TKI pelaut.

4. Beberapa Deposito PJTKI Yang Sudah Dicabut SIUPnya Masih Tersimpan


Pada Depnakertrans dan Terdapat Sertifikat Deposito Palsu senilai
Rp175.000.000,00
Pemeriksaan uji petik atas penyimpanan dokumen deposito sebagai salah satu
bentuk jaminan dan persyaratan untuk mendapatkan Surat Izin Usaha
Penempatan Perusahaan Jasa TKI (SIUP-PJTKI) diketahui adanya beberapa
deposito yang masih tersimpan pada Ditjen Pembinaan dan Penempatan
Tenaga Kerja Luar Negeri Depnakertrans dan berdasarkan keterangan dari
Kepala Seksi Standarisasi selaku petugas yang bertanggungjawab atas
penyimpanan surat berharga (deposito) diketahui bahwa PJTKI tersebut SIUP-
PJTKI nya sudah dicabut dan tidak terdaftar lagi pada Depnakertrans.
Nama PJTKI dimaksud yaitu sebagai berikut:

No. NAMA PJTKI NILAI BANK NO.REKENING


DEPOSITO
(Rp)
1. PT.Guna Mandiri 35.000.000,00 BRI cab Otista 34-12-4383
Paripurna
2. PT.Roda Antar 55.000.000,00 BBD cab Imam Bonjol 094-01809952
Nusa 20.000.000,00 BRI cab Otista 34-12-4383

15
3. PT.Nikmah Asifa 175.000.000,00 BNI cab Tebet 120.007804207.101
Indah 55.000.000,00 BBD cab Imam Bonjol 094-01809707
4. PT.Trinunggal 75.000.000,00 BNI cab Dukuh Bawah 060.000125779.102
Kharisma
5. PT.Pangkalan 75.000.000,00 BRI cab Otista 34-12-4367
Tenaga Inti 150.000.000,00 BRI cab Otista 34-06-9196-7
6. PT.Dasa Tunggal 250.000.000,00 BBD cab Tebet 094.019.29737
Novarisa
Jumlah 890.000.000,00

Selain itu, berdasarkan hasil konfirmasi tanggal 28 Desember 2005 kepada


Kepala Bank BNI Cabang Tebet diketahui bahwa sertifikat deposito atas nama
PT. Nikmah Asifa Indah senilai Rp175.000.000,00 tidak ada pada daftar
pembukuan deposito Bank BNI Cabang Tebet. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa sertifikat deposito yang diserahkan PT. Nikmah Asifa Indah
dalam rangka memenuhi persyaratan SIUP-PJTKI tersebut palsu.

Keadaan tersebut tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan TKI di Luar Negeri Pasal 17 ayat 2 menetapkan bahwa
pemerintah mengembalikan deposito kepada pelaksana penempatan TKI
swasta apabila masa berlaku SIPPTKI /SIUP- PJTKI telah berakhir dan tidak
diperpanjang lagi atau SIPPTKI dicabut.
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan transmigrasi No.KEP-104A/MEN/2002
tanggal 4 Juni 2002 tentang penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar
Negeri Pasal 11 menyatakan bahwa pemohon SIUP-PJTKI yang dikabulkan
permohonannya harus menyerahkan sertifikat asli deposito dana jaminan
dan surat kuasa pencairannya pada saat pengambilan SIUP kepada Direktur
Jenderal.

Hal tersebut mengakibatkan :


a. Adanya peluang penggunaan surat berharga (deposito) tersebut di luar
ketentuan yang berlaku;
b. SIUP-PJTKI atas nama PT. Nikmah Asifa Indah cacat hukum.

16
Hal ini terjadi karena Direktorat Kelembagaan Ditjen PPTKLN kurang melakukan
evaluasi secara berkesinambungan atas eksistensi PJTKI dan lalai dalam
meneliti persyaratan SIUP-PJTKI yang bersangkutan.

Ditjen Pembinaan Penempatan TKLN menjelaskan bahwa keenam PJTKI


tersebut memang sudah tidak terdaftar lagi pada Depnakertrans dan deposito
atas nama PJTKI dimaksud masih tersimpan pada Depnakertrans. Upaya
pencairan deposito mengalami kendala antara lain alamat PJTKI tersebut tidak
jelas karena PJTKI dimaksud tidak pernah melaporkan adanya perubahan
alamat. Namun demikian, temuan BPK-RI akan ditindaklanjuti dengan
mengupayakan pencarian alamat PJTKI tersebut.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar memerintahkan Dirjen


PPTKLN supaya lebih proaktif melakukan evaluasi secara cermat dan
berkesinambungan atas eksistensi PJTKI, segera mengembalikan jaminan
deposito PJTKI yang masih tersimpan di Depnakertrans dan selanjutnya bagi
PJTKI yang menyerahkan deposito palsu untuk diproses secara hukum sesuai
dengan ketentuan yang berlaku.

5. Pelaksanaan Program Asuransi Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia


Merugikan Calon TKI
Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan penempatam Tenaga Kerja Indonesia ke
luar negeri pada Direktorat Jenderal Pembinaan Penempatan Tenaga Kerja Luar
Negeri Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi, khususnya dalam rangka
pelaksanaan program perlindungan TKI (asuransi TKI) menunjukkan hal-hal
sebagai berikut :
a. Pelaksana Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta/Perusahaan Jasa
Tenaga Kerja Indonesia (PPTKIS/PJTKI) yang menempatkan TKI ke luar
negeri bertanggung jawab untuk memberikan perlindungan kepada Calon
TKI/TKI. Dalam rangka merealisasikan program dimaksud, Menteri Tenaga
Kerja dan Transmigrasi telah menerbitkan Keputusan No. Kep-
157/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003 tentang Asuransi Tenaga Kerja
Indonesia yang antara lain menetapkan :
1) Program Asuransi TKI dilaksanakan oleh Perusahaan-perusahaan
Asuransi yang ditunjuk oleh Menteri, yang secara bersama-sama

17
membentuk satu Konsorsium dan menunjuk salah satu perusahaan
asuransi sebagai Ketua Konsorsium yang menerbitkan Polis Induk.
2) Perusahaan-perusahaan asuransi tersebut menunjuk 1 (satu)
perusahaan sebagai Koordinator Sistem Pelayanan Satu Pintu (Pool
Service).
3) Program asuransi tersebut meliputi asuransi pra penempatan, asuransi
masa penempatan, dan asuransi purna penempatan serta besarnya
premi asuransi untuk setiap TKI ditetapkan sebagai beirkut:
- Asuransi Pra Penempatan sebesar Rp 50.000,00
- Asuransi Masa Penempatan sebesar Rp 350.000,00
- Asuransi Purna Penempatan sebesar Rp 50.000,00
4) Jenis dan jaminan asuransi diatur sebagai berikut:

No. Uraian Besarnya Santunan (Rp)


1. Masa Pra Penempatan
a. Meninggal akibat kecelakaan 20.000.000,00
b. Meninggal karena sakit 10.000.000,00
c. Cacat Tetap Total akibat kecelakaan 20.000.000,00
d. Cacat Tetap Sebagian akibat kecelakaan 20.000.000,00
(sesuai tabel persentase santunan tunjangan
cacat tetap)
e. Biaya pengobatan akibat kecelakaan 2.000.000,00
2. Masa Kontrak Kerja
a. Santunan biaya pembelaan hukum bagi TKI Maks. per kasus/TKI
yang mengalami kasus pidana dan perdata di 100.000.000,00
negara tempat TKI bekerja.
b. Uang muka selama pengurusan klaim 10.000.000,00
asuransi yang bersifat wajib (compulsory) di
negara tempat TKI bekerja oleh Perwakilan
Perusahan Asuransi yang akan
diperhitungkan kemudian dengan jumlah
klaim yang diperoleh TKI. Maks. Harga Tiket
c. Santunan biaya pemulangan TKI bermasalah Pulang (Kelas Ekonomi)
di Perwakilan RI di negara tempat TKI

18
bekerja sesuai dengan rekomendasi
Depnakertrans.

3. Masa Purna Kerja


a. Meninggal akibat kecelakaan 20.000.000,00
b. Meninggal karena sakit 10.000.000,00
c. Cacat Tetap akibat kecelakaan 20.000.000,00
d. Cacat Tetap Sebagian akibat kecelakaan 20.000.000,00
(sesuai tabel persentase santunan
tunjangan cacat tetap)
e. Biaya Pengobatan akibat kecelakaan 2.000.000,00
f. Biaya Pengobatan akibat sakit yang 20.000.000,00
diderita TKI sejak Masa Kontrak Kerja.

b. Departemen Keuangan dhi. Ditjen Lembaga Keuangan dengan surat


No.S.835/LK/2003 tanggal 11 Februari 2003 merekomendasikan perusahaan
asuransi yang layak dipertimbangkan sebagai calon peserta program
asuransi, daftar perusahaan tersebut adalah :
1) Perusahaan Asuransi Umum
a) PT Asuransi Jasa Indonesia;
b) PT Asuransi Binagriya Upakara;
c) PT Asuransi Takaful Umum;
d) PT Asuransi Staco Jasa Pratama;
e) PT Asuransi Tri Pakarta;
f) PT Asuransi Bumiputera Muda 1967;
g) PT Jasaraharja Putera;
h) PT Asuransi Bangun Askrida;
i) PT Asuransi Parolamas;
j) PT Asuransi Central Asia.
2) Perusahaan Asuransi Jiwa
a) PT Asuransi Takaful Keluarga;
b) PT Asuransi Jiwa BNI Jiwasraya;
c) PT Asuransi Jiwa Askrida;
d) PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera.

19
c. Berdasarkan rekomendasi tersebut Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
telah menerbitkan Keputusan No.158 s.d. 162/MEN/2003 tanggal 9 Juni
2003 yang menunjuk 5 (lima) perusahaan asuransi sebagai penyelenggara
Program Asuransi Tenaga Kerja Indonesia, yaitu;
1) PT Asuransi Parolamas
2) PT Asuransi Jasa Indonesia
3) PT Asuransi Jiwa Bringin Jiwa Sejahtera
4) PT Asuransi Binagriya Upakara
5) PT Asuransi Bumiputera Muda 1967

d. Kelima perusahaan asuransi tersebut (selanjutnya disebut Pihak Pertama),


kemudian membuat perjanjian kerja sama dengan PT Mitra Dhana
Atmharaksha (selanjutnya disebut Pihak Kedua), yang kemudian ditunjuk
sebagai Koordinator Penyelenggara Program Asuransi Tenaga Kerja
Indonesia.
Hak dan kewajiban kedua belak pihak diatur dalam pasal 4, yaitu :
Pihak Pertama berkewajiban dan berhak atas hal-hal sebagai berikut:
1) Membentuk satu Konsorsium Asuransi Perlindungan TKI;
2) Menerima pertanggungan atas semua resiko yang dihadapi TKI sesuai
dengan syarat-syarat/ketentuan Polis Induk Asuransi Perlindungan TKI;
3) Menerima premi dan membayar kewajiban atas pertanggungan
sebagaimana dimaksud ayat (b) di atas melalui Koordinator;

Pihak Kedua berkewajiban dan berhak atas hal-hal sebagai berikut:


1) Atas nama Konsorsium Asuransi Perlindungan TKI menerima
pembayaran premi dan menerbitkan Sertifikat Asuransi TKI;
2) Menunjuk Konsultan Hukum (Law Firm) di seluruh negara penempatan
TKI;
3) Memiliki sistem pendataan “On Line”;
4) Membuka Kantor Cabang pelayanan di seluruh wilayah Balai Pelayanan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) dan kota
pemberangkatan TKI;
5) Menerima komisi dari pembayaran premi yang diterima dan jasa
Koordinator;

20
6) Mengurus tiket kepulangan TKI bermasalah.
7) Membayar biaya bantuan hukum;
8) Membayar uang muka klaim asuransi di luar negeri;
9) Mengurus perpanjangan kepesertaan asuransi bagi TKI di luar negeri;
dan
10) Mengurus kewajiban-kewajiban lainnya yang mungkin timbul di kemudian
hari sehubungan dengan lingkup pertanggungan.
Dalam pasal 6 perjanjian kerja sama tersebut diatur mengenai pembayaran
premi sebagai berikut:
1) Jumlah premi netto (setelah dikurangi Komisi dan Jasa Koordinator) yang
telah diterima Pihak Kedua, wajib segera disetorkan atau
dipindahbukukan ke rekening Pihak Pertama selambat-lambatnya dalam
waktu 10 (sepuluh) hari setelah bordero diterima oleh Pihak Pertama;
2) Bordero dikirim setiap akhir bulan;
3) Premi asuransi yang berhak diterima oleh Pihak Pertama adalah sebesar
Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk pertanggungan Pra dan Purna
Penempatan. Sedangkan Pihak Kedua berhak mengelola premi asuransi
sebesar Rp300.000,00 (tiga ratus ribu rupiah) untuk pertanggungan Masa
Penempatan.
Sedangkan dalam pasal 7 mengenai pembayaran klaim disebutkan bahwa
pembayaran klaim asuransi akan dilakukan oleh Pihak Pertama sesuai
dengan yang termaksud dalam Pasal 5 ayat (1.c) melalui Koordinator, yang
dibayarkan langsung kepada TKI atau ahli waris yang sah dengan
rekomendasi dari Dirjen PPTKLN Depnakertrans RI atau Kepala BP2TKI
setempat.

e. Selain penunjukan kelima perusahaan asuransi (konsorsium) tersebut,


Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi juga menunjuk 3 (tiga) lembaga
penyelenggara perlindungan bagi TKI Informal yang bekerja di Kawasan
Timur Tengah khususnya di Arab Saudi, yang secara khusus mengcover
resiko pertanggungan untuk masa penempatan, yaitu :
1) United Cooperative Insurance (UCI) berdasarkan Kepmenakertrans
No.Kep-176/MEN/2003 tanggal 24 Juni 2003;

21
2) Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri (WALI AMANAH),
berdasarkan Kepmenakertrans No.Kep-178/MEN/2003 tanggal 24 Juni
2003;
3) Yayasan Paramitra Bersama, berdasarkan Kepmenakertrans No.Kep-
212/MEN/2003 tanggal 13 Oktober 2003;
Program asuransi TKI untuk penempatan Saudi Arabia memberikan jaminan
perlindungan pada masa :
a. Pra Penempatan dengan premi sebesar Rp 50.000,00
b. Penempatan dengan premi sebesar US $ 40
c. Purna Penempatan dengan premi sebesar Rp 50.000,00.
Adapun jenis dan besarnya pertanggungan yang diberikan dapat dilihat
dalam lampiran I.

f. Berdasarkan Laporan Lembaga Pelaksana Asuransi diketahui jumlah premi


dan santunan asuransi dari tahun 2004 s.d. September 2005 adalah sebagai
berikut:
1) Tahun 2004
TKI Yang Dicover Asuransi Penyampaian Klaim/Santunan Asuransi
Lembaga Jumlah Jumlah Premi Jenis Klaim Jumlah Jumlah Klaim
Penyelenggara TKI TKI (Rp)

1. PT Mitra Dhana 46.868 Rp 18.747.200.000 Meninggal 16 Rp 201.800.000


Atmharaksha Lain-lain 994 Rp 2.438.232.000
2. PT United 9.129 US$ 365.160 Meninggal 9 US$ 42.000
Cooporative Lain-lain 314 US$ 54.676
Insurance (UCI) 74.293 US$ 2.971.720 Meninggal 6 US$ 24.000
3. Yayasan Paramitra Lain-lain 636 US$ 244.404
Bersama Meninggal 2 Rp 30.000.000
4. Jamsos TKI Luar 76.379 US$ 3.055.160 Lain-lain 543 Rp 893.971.100
Negeri (WALI
AMANAH)
Jumlah 206.669 Rp 18.747.200.000 Meninggal 33 US$ 66.000
US$ 6.392.040 Lain-lain 2487 Rp 231.800.000
US$ 299.080
Rp 3.332.203.100

22
2) Tahun 2005 (s.d. September 2005)
TKI Yang Dicover Asuransi Penyampaian Klaim/Santunan Asuransi
Lembaga Jumlah Jumlah Premi Jenis Jml Jumlah Klaim
Penyelenggara TKI Klaim TKI (Rp)

1. PT Mitra Dhana 252.000 Rp 100.800.000.000 Meninggal 50 Rp 882.803.000


Atmharaksha Lain-lain 101 Rp 1.502.200.275
2. PT United 5.531 US$ 221.240 Meninggal 9 US$ 39.000
Cooporative Lain-lain 257 US$ 48.780
Insurance (UCI) 43.647 US$1.745.880 Meninggal 11 US$ 44.000
3. Yayasan Paramitra Lain-lain 657 US$ 363.429
Bersama 15.412 US$ 616.480 Meninggal 13 US$ 54.500
4. Jamsos TKI Luar Lain-lain 909 US$ 199.350
Negeri (WALI Rp 287.498.755
AMANAH)
Jumlah 316.590 Rp 100.800.000.000 Meninggal 83 US$ 137.500
US$ 2.583.600 Lain-lain 2914 Rp 882.803.000
US$ 611.559
Rp 1.789.699.030

Dari kondisi di atas dapat disimpulkan bahwa :


a. Pelaksanaan program asuransi TKI yang diselenggarakan oleh perusahaan
asuransi (konsorsium) yang dalam operasionalnya dilakukan oleh
Koordinator Konsorsium (PT Mitra Dhana Atmharaksha) maupun pelaksana
program asuransi TKI untuk penempatan TKI Kawasan Timur Tengah yang
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi bersifat monopoli;
b. Kerja sama antara kelima perusahaan asuransi (Konsorsium) dengan PT
Mitra Dhana Atmharaksha yang ditunjuk sebagai Koordinator Penyelenggara
Program Asuransi TKI yang sebenarnya merupakan koordinator dalam
rangka penerimaan premi asuransi dari pihak PJTKI, tetapi juga diberikan
kewenangan untuk mengelola premi asuransi masa penempatan dengan
jumlah premi sebesar Rp300.000,00 per TKI.
c. Nilai pertanggungan dalam masa penempatan (dengan premi sebesar
Rp300.000,00 per TKI) berupa uang muka pengurusan klaim di negara
tempat TKI bekerja dengan nilai sebesar Rp10.000.000,00 yang akan
diperhitungkan dengan jumlah klaim yang diperoleh TKI bukan merupakan
pertanggungan karena TKI tidak menerima jaminan/pertanggungan
walaupun TKI telah membayar premi asuransi.
d. Pelaksanaan program asuransi TKI sebagaimana diatur dalam
Kepmenakertrans No. Kep-157/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003 ternyata tidak

23
memberikan perlindungan secara rinci kepada TKI dalam masa kontrak
kerja. Hal ini tampak bahwa Keputusan Menteri Tenaga Kerja terdahulu yaitu
No, Kep-92/MEN/1998 yang telah dicabut dengan Kepmenakertrans
No.Kep-157/MEN/2003 ternyata lebih lengkap mengcover pertanggungan
dalam masa kerja, sebagaimana terlihat dalam lampiran II.
e. Dengan besarnya premi asuransi dan tingkat resiko yang relatif sama,
besarnya pertanggungan asuransi yang diberikan kepada TKI yang
ditempatkan ke wilayah Asia Pasifik tidak proporsional dibandingkan dengan
pertanggungan yang diberikan kepada TKI yang ditempatkan ke wilayah
Timur Tengah.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang No.5 Tahun 1999 tentang Larangan Praktek Monopoli dan
Persaingan Usaha Tidak Sehat Bab IV (kegiatan yang dilarang) bagian
pertama : Monopoli, Pasal 17 ayat (1) yang menyatakan bahwa pelaku usaha
dilarang melakukan penguasaan atas produksi dan/atau pemasaran barang
dan/atau jasa yang dapat mengakibatkan terjadinya praktek monopoli
dan/atau persaingan usaha tidak sehat;
b. Seharusnya PT. Mitra Dhana Atmharaksha tidak diberikan kewenangan
untuk mengelola premi asuransi masa penempatan karena perusahaan
tersebut hanya bertindak sebagai koordinator sistem pelayanan satu pintu
dari seluruh perusahaan yang tergabung dalam konsorsium dan bukan
sebagai pengelola asuransi.
c. Seharusnya dengan premi sebesar Rp300.000,00 besarnya pertanggungan
yang diberikan secara proporsional dapat lebih tinggi dibandingkan dengan
besarnya pertanggungan yang diatur saat ini.
d. Seharusnya aturan mengenai pelaksanaan program asuransi TKI
memberikan perlindungan secara lebih rinci kepada TKI dalam masa kontrak
kerja dengan memperhatikan Keputusan Menteri Tenaga Kerja terdahulu
yaitu No. Kep-92/MEN/1998 yang aturannya lebih lengkap mengcover
pertanggungan dalam masa kerja.

24
Kondisi di atas mengakibatkan :
a. Program asuransi perlindungan TKI yang berjalan saat ini merugikan TKI;
b. Program asuransi yang dilaksanakan oleh PT. Mitra Dhana Atmharaksha
cacat hukum;
c. Aturan yang ada membuka peluang terjadinya kolusi antara Depnakertrans,
konsorsium perusahaan asuransi dan perusahaan koordinator pelaksana
program asuransi.

Hal tersebut terjadi karena :


a. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Kep-157/MEN/2003
tanggal 9 Juni 2003 memberikan dasar hukum yang lemah serta tidak
memperhatikan kepentingan TKI sebagai pihak yang tertanggung;
b. Kepmenakertrans No. Kep-176/MEN/2003 tanggal 24 Juni 2003,
Kepmenakertrans No. Kep-178/MEN/2003 tanggal 24 Juni 2003 dan
Kepmenakertrans No. Kep-212/MEN/2003 tanggal 13 Oktober 2003
mendorong terjadinya monopoli dalam program asuransi perlindungan TKI.

Direktur Kelembagaan Penempatan menjelaskan bahwa saat ini sedang


dilakukan penyempurnaan program Asuransi TKI sebagaimana diamanatkan
dalam UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga
Kerja Indonesia di Luar Negeri, khususnya diatur dalam pasal 68, dan proses
pembuatan draft penyempurnaan dalam bentuk Peraturan pemerintah telah
diajukan kepada Sekretariat Ditjen PPTKLN untuk pembahasan selanjutnya.
Penyempurnaan dimaksud sekaligus memperbaiki ketentuan tentang besarnya
premi dan ketentuan santunan klaim baik jenis maupun besarannya
sebagaimana dalam lampiran Kep. 157/MEN/2003 tentang Asuransi Tenaga
Kerja Indonesia.

BPK-RI menyarankan kepada Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi agar


meninjau ulang Kepmen No. Kep-157/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003,
Kepmenakertrans No. Kep-176/MEN/2003 tanggal 24 Juni 2003,
Kepmenakertrans No. Kep-178/MEN/2003 tanggal 24 Juni 2003 dan
Kepmenakertrans No. Kep-212/MEN/2003 tanggal 13 Oktober 2003.

25
6. Biaya Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) Dibebankan Kepada Calon
TKI.
Dalam rangka mempersiapkan mental dan pengetahuan para CTKI yang akan
bekerja di luar negeri, agar memahami hak dan kewajibannya serta dapat
mengatasi masalah yang akan dihadapi, maka pemerintah mewajibkan para
pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) atau Perusahaan Jasa Tenaga
Kerja Indonesia (PJTKI) untuk mengikutsertakan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
yang akan diberangkatkan ke luar negeri mendapatkan pembekalan akhir
pemberangkatan (PAP). Biaya penyelenggaraan PAP TKI dimaksud untuk
dibebankan pada anggaran Ditjen PPTKLN Depnakertrans.
Hasil pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan :
a. Hasil ekspose para Pejabat Direktorat Jenderal Pembinaan dan Penempatan
Tenaga Kerja Luar Negeri (Ditjen PPTKLN) dihadapan Tim Pemeriksa BPK-
RI pada tanggal 30 Nopember 2005, diketahui bahwa karena ketiadaan
anggaran, Ditjen PPTKLN membebankan biaya penyelenggaraan PAP
kepada pada CTKI / PJTKI.
b. Terkait dengan pelaksanaan PAP, Dirjen PPTKLN melalui Surat Keputusan
No. KEP-356/D/P2TKLN/VI/2005 tanggal 7 Juni 2005 telah membentuk
Panitia Pengelola Keuangan PAP di wilayah embarkasi Jakarta. Dalam
keputusan tersebut antara lain dinyatakan bahwa Tim Pengelola
Keuangan PAP bertugas untuk: (1) menghimpun dana pembayaran
pelaksanaan PAP yang dibayarkan oleh PPTKIS; (2) melakukan pembayaran
untuk keperluan-keperluan PAP (3) melaporkan keuangan pelaksanaan
kegiatan PAP kepada Dirjen PPTKLN. Dengan demikian, Dirjen PPTKLN
memerintahkan Tim Pelaksana PAP untuk memungut biaya PAP (sebesar
Rp50.000 per CTKI) dari PJTKI / PPTKIS.
c. Untuk pelaksanaan PAP, Tim Pelaksana PAP menetapkan biaya
penyelenggaraan PAP sebesar Rp50.000,00 per CTKI. Ketika PPTKIS /
PJTKI melakukan pembayaran PAP, PPTKIS / PJTKI diwajibkan untuk
membuat Surat Pernyataan yang menyatakan PPTKIS / PJTKI bersedia
menanggung hangusnya biaya PAP (Rp50.000) dan bersedia mendaftar
ulang, dalam hal :
• CTKI yang telah didaftarkan mengikuti PAP ternyata batal.
• Terlambat mengantar CTKI untuk mengikuti PAP di Asrama Haji Pondok
Gede.

26
d. Hasil konfirmasi kepada Tim Penyelenggara PAP dan BP2TKI Ciracas
diketahui bahwa terdapat perbedaan jumlah surat keterangan mengikuti PAP
yang diterbitkan dan jumlah pendaftaran PAP yaitu sebesar 4.312 orang
dengan rincian sebagai berikut:

Surat Keterangan telah


CTKI yang didaftarkan CTKI yang
Bulan mengikuti PAP yang
PAP oleh PJTKI batal PAP
dikeluarkan oleh BP2TKI
1 2 3 4=2-3
Jul-05 10,849 10,948 (99)
Aug-05 22,235 19,497 2,738
Sep-05 35,585 34,757 828
Oct-05 29,770 32,666 (2,896)
Nov-05 17,685 13,944 3,741
Jumlah 116,124 111,812 4,312

Dari data tersebut di atas dapat disimpulkan bahwa terhadap CTKI yang
gagal/tidak mengikuti PAP dan telah melakukan pembayaran biaya
penyelenggaraan PAP sebanyak 4.312 orang, sehingga terdapat sisa Dana
PAP sebesar Rp215.600.000,00 (4.312 x Rp50.000,00).
e. Terhadap terbitnya SK Dirjen PPTKLN No. KEP-356/D/P2TKLN/VI/2005, Tim
Pemeriksa BPK-RI melalui Surat No. 03/KT/Tim-BPK/12/2005 tanggal 8
Desember 2005 telah meminta penjelasan mengenai dasar hukum terbitnya
SK dimaksud. Namun sampai dengan berakhirnya pemeriksaan (tanggal 30
Desember 2005), Dirjen PPTKLN tidak menanggapi surat Tim Pemeriksa
dimaksud.

Kondisi tersebut di atas bertentangan dengan:


a. Undang-Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
TKI di Luar Negeri pasal 69 ayat 3 menyatakan bahwa PAP menjadi
tanggung jawab pemerintah.
b. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. PER-04/MEN/II/2005
tanggal 7 Pebruari 2005 tentang Penyelenggaraan PAP TKI ke luar negeri,
pada Pasal 10 ditetapkan bahwa seluruh penyelenggaraan PAP dibebankan
kepada Anggaran Ditjen PPTKLN.

27
Hal tersebut mengakibatkan :
a. Pungutan atas biaya penyelenggaraan PAP yang dibebankan kepada
PPTKIS / PJTKI secara tidak langsung akan meningkatkan beban biaya yang
harus ditanggung CTKI.
b. Terdapat ketidakjelasan keberadaan sisa Dana PAP sebesar
Rp215.600.000,00.
c. Sasaran pemerintah untuk meningkatkan pembekalan persiapan mental dan
pengetahuan agar para TKI yang bekerja di luar negeri memahami hak dan
kewajibannya, serta dapat mengatasi masalah yang timbul tidak tercapai.

Hal tersebut di atas terjadi karena :


a. Dirjen PPTKLN tidak mengindahkan Permenakertrans PER-04/MEN/II/2005
tanggal 7 Pebruari 2005 tentang Penyelenggaraan PAP TKI ke luar negeri.
b. Adanya itikad tidak baik dalam memperoleh keuntungan yang tidak wajar
yang dilakukan oleh Tim Penyelenggara PAP.

Pihak Ditjen PPTKLN mengakui kondisi yang ditemukan Tim BPK RI, namun
dengan adanya ketentuan tersebut tidak merubah/menambah struktur biaya
penempatan TKI yang telah ditetapkan. Dalam rangka pelaksanaan PAP,
Depnakertrans telah mengupayakan biaya PAP melalui anggaran Pemerintah
(Ditjen PPTKLN), namun setelah melakukan pendekatan dengan Ditjen
Anggaran, ternyata anggaran yang diperlukan untuk memberikan PAP 700.000
TKI (target penempatan Tahun 2005) tidak tersedia. Mengingat PAP tersebut
harus tetap dilaksanakan, maka biaya PAP dimaksud dibebankan kepada
TKI/PJTKI sebagaimana yang selama ini berlangsung (sebelum terbitnya UU No.
39 Tahun 2004 dan Kepmenakertrans No.04/MEN/2005.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar menginstruksikan Dirjen


PPTKLN supaya dalam penyelenggaraan PAP mengindahkan Permenakertrans
No. PER-04/MEN/II/2005 tanggal 7 Pebruari 2005.

7. Penyelenggaraan PAP Tidak Sesuai Dengan Ketentuan


Dalam periode April sampai dengan Nopember 2005 Balai Pelayanan
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) Jakarta telah menyelenggarakan
kegiatan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) sebanyak 124.990 orang

28
TKI. Tujuan kegiatan penyelenggaraan PAP adalah untuk memberikan
pembekalan atau informasi kepada Calon TKI yang akan berangkat bekerja
keluar negeri agar Calon TKI mempunyai kesiapan mental dan pengetahuan
untuk bekerja di luar negeri, memahami hak dan kewajibannya serta dapat
mengatasi masalah yang akan dihadapi. Materi yang diberikan dalam PAP
meliputi :
a. Materi wajib yang terdiri dari peraturan perundang-undangan di negara
tujuan penempatan dan materi perjanjian kerja;
b. Materi penunjang yang terdiri dari adat istiadat, budaya, pengetahuan
tentang bahaya narkoba dan HIV/AIDS, resiko kerja yang mungkin timbul di
negara penempatan, tata cara pengiriman uang (remittance), pembinaan
mental kerohanian dan pengetahuan tentang dokumen perjalanan dan
pelaksanaan perjalanan.
Pemeriksaan atas dokumen penyelenggaraan PAP dan cek fisik di lapangan
pada tanggal 15 Desember 2005 dapat diketahui hal-hal sebagai berikut :
a. Jumlah peserta PAP tiap kelompok/kelas melebihi dari kapasitas yaitu
sebanyak 80 orang TKI;
b. PAP dilaksanakan hanya 1 hari (8 jam pelajaran) berdasarkan Surat
Keputusan Kepala BP2TKI Jakarta No. KEP 214/BP2TKI/IX/2005 tanggal 9
September 2005 tentang instruktur pembekalan akhir pemberangkatan (PAP)
di wilayah embarkasi Jakarta;

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik
Indonesia No. PER-04/MEN/II/2005 tanggal 7 Pebruari 2005 :
a. pasal 5 ayat (3) yang menyatakan jumlah peserta PAP setiap kelompok/kelas
sebanyak-banyaknya 40 orang;
b. Pasal 6 yang menyatakan bahwa PAP dilaksanakan selama 2 (dua) hari
berturut-turut atau 20 (dua puluh) jam pelajaran.

Hal tersebut mengakibatkan Calon TKI yang mengikuti penyelenggaraan PAP


dikhawatirkan tidak dapat memahami pembekalan akhir pemberangkatan yang
diberikan dan kurang mendapat informasi serta kondisi tentang negara tujuan
dimana TKI ditempatkan.

29
Keadaan tersebut disebabkan Surat keputusan tentang instruktur pembekalan
akhir pemberangkatan yang diterbitkan oleh Kepala BP2TKI Jakarta tidak
memperhatikan peraturan menteri tentang penyelenggaran PAP.

Kepala Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Jakarta


menjelaskan bahwa kapasitas ruangan yang disediakan oleh pihak Asrama Haji
Pondok Gede sebanyak 16 ruangan, sedangkan kapasitas ruangan tidak
memadai disaat volume kegiatan bertambah dan berdasarkan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. Permen 04/MEN/II/2005 tentang
penyelenggaraan PAP TKI ke luar negeri menyebutkan bahwa PAP
dilaksanakan selama 2 (dua) hari berturut-turut atau 20 (dua puluh) jam
pelajaran.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar menginstruksikan Dirjen


PPTKLN supaya Kepala BP2TKI Jakarta dalam menerbitkan surat keputusan
tentang instruktur pembekalan akhir pemberangkatan memperhatikan peraturan
menteri tentang penyelenggaran PAP.

8. Tenaga Kerja Indonesia Yang Ditempatkan Di Saudi Arabia Sebanyak


17.432 Orang Tidak Terlindungi Asuransi Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia
Dalam rangka melindungi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ditempatkan ke
luar negeri, Perusahaan Jasa Tenaga kerja Indonesia (PJTKI) wajib mengikut
sertakan Calon TKI (CTKI) dalam program asuransi TKI yang bertujuan untuk
menanggung resiko yang dialami oleh CTKI/TKI baik di dalam maupun di luar
negeri. Program asuransi tersebut terbagi atas Program Asuransi TKI dalam Pra
Penempatan dan Program Asuransi TKI dalam Masa Penempatan dan Purna
Penempatan.
Untuk itu pada tahun 2003 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah
menerbitkan Kepmenakertrans No. KEP-157/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003
tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia. Sehubungan dengan surat keputusan
tersebut, Menakertrans menunjuk perusahaan-perusahaan asuransi untuk
melaksanakan program asuransi TKI. Adapun perusahaan-perusahaan yang
ditunjuk oleh Menakertrans adalah sebagai berikut :
a. PT. Asuransi Parolamas, Nomor KEP-158/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003;

30
b. PT. Asuransi Jasa Indonesia, Nomor KEP-159/MEN/2003 tanggal 9 Juni
2003;
c. PT. Asuransi Jiwa Beringin Jiwa Sejahtera, Nomor KEP-160/MEN/2003
tanggal 9 Juni 2003;
d. PT. Asuransi Binagriya Upakara, Nomor KEP-161/MEN/2003 tanggal 9 Juni
2003;
e. PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967, Nomor KEP-162/MEN/2003 tanggal 9
Juni 2003.
Khusus untuk Saudi Arabia, premi asuransi untuk setiap CTKI adalah sebesar
US$ 40, dan perusahaan asuransi yang telah mendapat penunjukan
Menakertrans adalah :
a. United Cooperative Insurance, Nomor KEP-176/MEN/2003 tanggal 24 Juni
2003;
b. Al Rajhi Islamic Co for Cooperative Insurance, Nomor KEP-177/MEN/2003
tanggal 24 Juni 2003 (menurut Surat Direktur Jenderal Pembinaan dan
Penempatan Tenaga Kerja Luar negeri No. B.1883/D.PPTKLN/VII/2004
tanggal 7 Juli 2004 perusahaan tersebut tidak aktif lagi dan diganti oleh
Yayasan Paramitra Bersama);
c. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri (Wali Amanah), Nomor
KEP-178/MEN/2003 tanggal 24 Juni 2003.
d. PT Jamsostek, Nomor : KEP-174/MEN/VII/2005 tanggal 20 Juli 2005.

Hasil pemeriksaan uji petik atas dokumen dari keempat perusahaan asuransi
tersebut bila dibandingkan dengan data penempatan TKI berdasarkan
rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN) khusus tujuan Saudi Arabia pada
BP2TKI Jakarta di Ciracas untuk Tahun 2005 (Januari s.d Oktober 2005),
diketahui bahwa terdapat 17.432 orang TKI yang ditempatkan tetapi tidak
diikutsertakan dalam program asuransi perlindungan TKI, dengan rincian
sebagai berikut:
Penempatan TKI Yang Diikutsertakan Program Asuransi
Selisih
Uraian TKI Menurut Wali Ket
UCI Paramitra Jamsostek Jumlah (2 – 7)
BP2TKI Amanah
1 2 3 4 5 6 7 8 9
Januari s.d.
Oktober 93.049 23.492 12.980 33.504 5.640 75.617 17.432
Tahun 2005

31
Hal tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP-157/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003 Pasal 6 ayat (1)
yang menetapkan bahwa Lembaga Pelaksana Penempatan wajib
mengasuransikan TKI pada perusahaan asuransi yang telah ditunjuk sebagai
pelaksana program asuransi.

Hal tersebut mengakibatkan TKI yang ditempatkan di Saudi Arabia sejumlah


17.432 orang selama Januari sampai dengan Oktober Tahun 2005 tidak
terlindungi program asuransi.

Hal ini terjadi karena pengawasan oleh Kepala BP2TKI Jakarta dalam rangka
penerbitan Rekomendasi BFLN lemah.

Kepala Balai Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Jakarta


menjelaskan bahwa selisih penempatan TKI ke Saudi Arabia tersebut adalah
penempatan TKI yang tidak dikenakan program asuransi dalam negeri, karena
sudah diasuransikan oleh majikan di Luar Negeri. Adapun TKI yang tidak ditarik
biaya asuransi dalam negeri adalah TKI Formal, TKI cuti dalam masa kontrak
dan TKI Insidentil (TKI pelayan Haji di Saudi Arabia). Namun demikian selisih
tersebut akan diklarifikasikan kembali dengan pihak asuransi.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar menginstruksikan Dirjen


PPTKLN untuk mengenakan sanksi kepada Kepala BP2TKI Jakarta atas
kelalaiannya telah menerbitkan rekomendasi BFLN yang tidak memenuhi
persyaratan yang ditetapkan dalam SK Menakertrans No. 157/MEN/2003 dan
pengawasan oleh Kepala BP2TKI lebih ditingkatkan supaya kejadian yang sama
tidak terulang di masa mendatang

9. Penyelenggaraan Asuransi Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia oleh


Konsorsium Askrida Tidak Sesuai Ketentuan
Dalam rangka melindungi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) yang ditempatkan ke
luar negeri, Perusahaan Jasa Tenaga kerja Indonesia (PJTKI) wajib mengikut
sertakan Calon TKI (CTKI) dalam program asuransi TKI yang bertujuan untuk
menanggung resiko yang dialami oleh CTKI/TKI baik di dalam maupun di luar
negeri. Program asuransi tersebut terbagi atas Program Asuransi TKI dalam Pra

32
Penempatan dan Program Asuransi TKI dalam Masa Penempatan dan Purna
Penempatan.
Berkaitan dengan hal tersebut, hasil pemeriksaan uji petik atas dokumen
kelengkapan CTKI pada BP2TKI Pasar rebo sebagai syarat penerbitan
rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negri (BFLN) TA 2004 sampai dengan
November 2005 diketahui bahwa seluruh CTKI yang ditempatkan telah
diikutsertakan dalam program asuransi perlindungan TKI yang diselenggarakan
oleh Konsorsium Askrida yang beralamat di Jl. Jend. Basuki Rahmat 12B Jakarta
Timur. Konsorsium tersebut terdiri dari PT. Asuransi Jiwa Askrida yang ditunjuk
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga kerja No.KEP.108/M/BP/2000
tanggal 29 Juni 2000 dan PT. Bangun Asuransi Bangun Askrida yang ditunjuk
berdasarkan Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No.KEP-
224/M/D.P2TKLN/V/2002 tanggal 6 Mei 2002.
Sementara itu, pada tahun 2003 Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi telah
menerbitkan Kepmenakertrans No. KEP-157/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003
tentang Asuransi Tenaga Kerja Indonesia. Sehubungan dengan surat keputusan
tersebut, Menakertrans menunjuk perusahaan-perusahaan asuransi untuk
melaksanakan program asuransi TKI. Adapun perusahaan-perusahaan yang
ditunjuk oleh Menakertrans adalah sebagai berikut :
a. PT. Asuransi Parolamas, Nomor KEP-158/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003;
b. PT. Asuransi Jasa Indonesia, Nomor KEP-159/MEN/2003 tanggal 9 Juni
2003;
c. PT. Asuransi Jiwa Beringin Jiwa Sejahtera, Nomor KEP-160/MEN/2003
tanggal 9 Juni 2003;
d. PT. Asuransi Binagriya Upakara, Nomor KEP-161/MEN/2003 tanggal 9 Juni
2003;
e. PT. Asuransi Bumiputera Muda 1967, Nomor KEP-162/MEN/2003 tanggal 9
Juni 2003.
Khusus untuk Saudi Arabia, perusahaan asuransi yang telah mendapat
penunjukan Menakertrans adalah :
a. United Cooperative Insurance, Nomor KEP-176/MEN/2003 tanggal 24 Juni
2003;
b. Al Rajhi Islamic Co for Cooperative Insurance, Nomor KEP-177/MEN/2003
tanggal 24 Juni 2003 (menurut Surat Direktur Jenderal Pembinaan dan
Penempatan Tenaga Kerja Luar negeri No. B.1883/D.PPTKLN/VII/2004

33
tanggal 7 Juli 2004 perusahaan tersebut tidak aktif lagi dan diganti oleh
Yayasan Paramitra Bersama);
c. Jaminan Sosial Tenaga Kerja Indonesia Luar Negeri (Wali Amanah), Nomor
KEP-178/MEN/2003 tanggal 24 Juni 2003.
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa Konsorsium Askrida yang
terdiri dari PT. Asuransi Jiwa Askrida dan PT. Asuransi Bangun Askrida tidak lagi
ditunjuk oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi untuk menjadi pelaksana
program asuransi perlindungan TKI. Dengan demikian, penyelenggaraaan
asuransi perlindungan TKI oleh Konsorsium Askrida tidak memiliki dasar hukum
yang sah.
Selain itu, premi asuransi yang dibayar untuk setiap CTKI adalah sebesar
Rp110.000,00 dengan jaminan perlindungan untuk masa pra penempatan, masa
purna kontrak, dan masa penempatan. Hasil pemeriksaan atas dokumen Syarat-
syarat Umum Polis Asuransi Kumpulan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia
yang diselenggarakan oleh Konsorsium Askrida, besarnya santunan yang
ditetapkan dalam polis asuransi untuk setiap program perlindungan tidak sesuai
dengan ketentuan yang ditetapkan dalam Kepmenakertrans No.KEP-
157/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003 dengan rincian sebagai berikut :

Santunan Santunan
menurut menurut Polis
No. Jenis Jaminan Kepmenakertrans Konsorsium
No. KEP-157 Askrida
(Rp) (Rp)
A. Masa Pra Penempatan :
1. Meninggal akibat kecelakaan 20.000.000 6.000.000
2. Meninggal karena sakit 10.000.000 3.000.000
3. Cacat tetap total akibat kecelakaan 20.000.000
4. Cacat tetap sebagian akibat kecelakaan 20.000.000 Tidak dijamin
(sesuai table presentase santunan tunjangan
cacat Tetap)
5. Biaya pengobatan akibat kecelakaan 2.000.000 Tidak dijamin

B. Masa kontrak kerja :


1. Santunan biaya pembelaan hukum bagi TKI Max. Tidak dijamin
Yang mengalami kasus pidana dan perdata 100.000.000
di Negara tempat TKI bekerja (per kasus/TKI)
2. Uang muka selama pengurusan klaim 10.000.000 Tidak dijamin
asuransi yang bersifat wajib (compulsory) di (jaminan
Negara tempat TKI bekerja oleh Perwakilan dalam bentuk
Perusahaan Asuransi yang akan santunan

34
diperhitungkan kemudian dengan jumlah untuk cacad,
klaim yang diperoleh TKI meninggal
dunia, PHK
dan santunan
lainnya)
3. Santunan biaya pemulangan TKI Maksimum Tidak dijamin
bermasalah di Perwakilan RI di Negara harga tiket
tempat TKI bekerja sesuai dengan pulang (kelas
rekomendasi Depnakertrans ekonomi)

C. Masa Purna Kerja :


1. Meninggal akibat kecelakaan 20.000.000 6.000.000
2. Meninggal karena sakit 10.000.000 3.000.000
3. Cacat tetap total akibat kecelakaan 20.000.000 Tidak dijamin
4. Cacat tetap sebagian akibat kecelakaan 20.000.000 Tidak dijamin
(Sesuai tabel presentase santunan
tunjangan cacat tetap)
5. Biaya pengobatan akibat kecelakaan 2.000.000 Tidak dijamin
6. Biaya pengobatan akibat sakit yang diderita 20.000.000 Tidak dijamin
TKI sejak masa kontrak kerja

Keadaan tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Nomor KEP-157/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003 :
a. Pasal 2 ayat (2) yang menyatakan bahwa perusahaan asuransi yang telah
memenuhi persyaratan diberikan surat penunjukan sebagai pelaksana
asuransi TKI oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi;
b. Pasal 13 ayat (1) dan (2) yang menetapkan bahwa besarnya premi untuk
pertanggungan masa pra penempatan adalah sebesar Rp50.000,00 (lima
puluh ribu rupiah) dibayar melalui koordinator/kantor cabang koordinator di
daerah asal TKI;
c. Pasal 14 ayat (1) dan (2) yang menetapkan bahwa besarnya premi untuk
masa kontrak kerja dan masa purna kerja adalah sebesar Rp350.000,00 (tiga
ratus lima puluh ribu rupiah) dibayar di kantor koordinator/kantor cabang
koordinator di kota embarkasi;
d. Pasal 19 yang menyatakan bahwa jenis dan besarnya santunan serta
prosentase santunan sesuai dengan table sebagaimana tercantum dalam
lampiran I, II dan III Keputusan Menteri ini;
e. Pasal 22 ayat (1) yang menetapkan bahwa perusahaan asuransi harus
menggunakan Polis Asuransi TKI yang telah disetujui oleh Direktur Jenderal
Lembaga Keuangan Departemen Keuangan RI dan ditetapkan oleh Direktur

35
Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja Luar Negeri atas nama
Menteri.

Hal tersebut mengakibatkan penyelenggaraan asuransi perlindungan TKI yang


dilaksanakan oleh Konsorsium Askrida dan resiko yang dihadapi CTKI/TKI
menjadi tidak optimal merugikan CTKI/TKI.

Hal ini terjadi karena rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN) yang
diterbitkan oleh Kepala BP2TKI pasar Rebo tidak memperhatikan persyaratan
sesuai ketentuan yang berlaku.

Kepala BP2TKI Pasar Rebo menjelaskan bahwa dengan adanya kebijakan dan
perintah lisan dari pimpinan (Kepala BP2TKI Provinsi DKI Jakarta) untuk
melayani dan memproses setiap PJTKI yang mengajukan permohonan
rekomendasi BFLN bagi Calon Tenaga Kerjanya walaupun dengan bukti
diikutkan program kepesertaan asuransi ASKRIDA. Untuk perlindungan TKI
dengan alasan bahwa asuransi ASKRIDA mendapat ijin sebagai pelaksana
asuransi perlindungan TKI yang dikeluarkan oleh Direktur Jenderal Pembinaan
Penempatan Tenaga Kerja dengan Nomor: Kep. 108/M/BP/2000 tanggal 29 Juni
2000, serta Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor : Kep. 157/MEN/2003
tersebut belum pernah mendapatkan pemberitahuan secara resmi dari
Departemen Tenaga Kerja.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar meminta perhatian Gubernur


DKI Jakarta untuk menginstruksikan Kepala BP2TKI Pasar Rebo supaya dalam
menerbitkan rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN) memperhatikan
ketentuan yang berlaku sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Tenaga
Kerja Nomor Kep. 157/MEN/2003.

10. Penempatan TKI Tidak Sesuai Dengan Perjanjian Kerja Yang Disepakati
Pemeriksaan secara uji petik atas dokumen rekomendasi Bebas Fiskal Luar
Negeri yang diterbitkan oleh BP2TKI Pasar Rebo tahun 2005 diketahui terdapat
penempatan TKI tidak sesuai dengan perjanjian kerja yang telah disepakati
dengan rincian sebagai berikut :

36
No Nama PJTKI Penempatan Perjanjian Kerja
CTKI
1 Sutirah PT Asanacita Mitra Buana Malaysia Hongkong
2 Ngatilah PT Asanacita Mitra Buana Malaysia Hongkong

Hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Pasal 1
angka (10) yang menyatakan bahwa perjanjian kerja adalah perjanjian tertulis
antara TKI dengan pengguna yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan
kewajiban masing-masing pihak. Dengan demikian PPTKIS/PJTKI harus
memenuhi kewajiban menempatkan TKI ke Negara tujuan seperti yang
dicantumkan dalam perjanjian kerja.

Hal tersebut mengakibatkan TKI yang diberangkatkan menjadi illegal di Negara


tempat TKI bekerja.

Keadaan tersebut disebabkan :


a. Ada itikad tidak baik dari PJTKI/PPTKIS dalam melakukan penempatan TKI
yang bersangkutan.
b. Pengawasan Kepala BP2TKI Pasar Rebo terhadap pelaksanaan
penempatan TKI oleh PJTKI/PPTKIS lemah.

Kepala BP2TKI Pasar Rebo menjelaskan bahwa Bukti PK individu belum


disertakan karena petugas PJTKI sedang mengurus PAP TKI yang akan
berangkat ke Hongkong, atas perintah kepala BP2TKI Pasar Rebo tetap
proses/dilaksanakan walaupun ada persyaratan yang masih kurang dan sewaktu
petugas PJTKI menyerahkan arsip dokumen tanpa cros cek lebih dahulu atas
kekurangannya.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar meminta perhatian Gubernur


DKI Jakarta untuk menginstruksikan Kepala BP2TKI Pasar Rebo memberi
peringatan kepada PJTKI/PPTKIS supaya dalam melakukan penempatan TKI
sesuai perjanjian kerja yang telah disepakati dan pengawasan Kepala BP2TKI
lebih ditingkatkan untuk mencegah hal yang sama terulang di masa mendatang.

37
11. PJTKI Memberangkatkan CTKI Tidak Memenuhi Syarat
Pemeriksaan secara uji petik atas dokumen rekomendasi Bebas Fiskal Luar
Negeri yang diterbitkan oleh BP2TKI Pasar Rebo tahun 2004 dan 2005 diketahui
terdapat Calon Tenaga Kerja Indonesia (CTKI) yang diberangkatkan ke Malaysia
dan Hongkong tidak memenuhi persyaratan yaitu pendidikan terakhir hanya
sampai dengan Sekolah Dasar (SD) dengan rincian sebagai berikut :
Tahun 2004
Nama CTKI PJTKI
Heni Kuncoro PT Arafah Bintang Perkasa
Margiyanti PT Arafah Bintang Perkasa
Yuniarti PT Arafah Bintang Perkasa
Susilah PT Arafah Bintang Perkasa
Tasriyah PT Arafah Bintang Perkasa
Yanti Sartiyem PT Arafah Bintang Perkasa
Safirah PT Arafah Bintang Perkasa
Tutik Arnia PT Bina Karya Welastri
Jumaati PT Bina Karya Welastri
Any Opat PT Bina Karya Welastri

Tahun 2005
Nama CTKI PJTKI
Al Hasanah PT Antar Negara Mandiri
Heni Purba PT Antar Negara Mandiri
Mislailiana PT Mardel Mitra Global
Jumilah PT Mardel Mitra Global
Sulistiyawati PT Mardel Mitra Global
Sri Wahyuni PT Mardel Mitra Global
Azizah PT Mardel Mitra Global
Muzaronah PT Mardel Mitra Global
Ratna Yuliana PT Mardel Mitra Global
Halimah PT Mardel Mitra Global
Eryawati PT Mardel Mitra Global
Kartini PT Mardel Mitra Global
Sunirah PT Mardel Mitra Global

38
Khomariyah PT Mardel Mitra Global
Hadaria PT Mardel Mitra Global
Hanika Purnamasari PT Mardel Mitra Global
Rociah PT Mardel Mitra Global
Unipah PT Mardel Mitra Global
Dede Lisma PT Mardel Mitra Global
Sri Handayani PT Indokarsa Gunabuana
Neng Sumrikhayati PT Indokarsa Gunabuana
Mastarowiyah PT Indokarsa Gunabuana
Saliyah PT Indokarsa Gunabuana
Maria Imaculat Bae PT Indokarsa Gunabuana
Ermalinda Mamo PT Indokarsa Gunabuana
Dorci Feronika Madik PT Indokarsa Gunabuana
Yeni Kadokang Madik PT Indokarsa Gunabuana
Agnes Padu Lemba PT Indokarsa Gunabuana
Narsem PT Arafah Bintang Perkasa
Yuniarti PT Arafah Bintang Perkasa
Silvia PT Arafah Bintang Perkasa
Yuli Winarsih PT Arafah Bintang Perkasa
Herlina PT Arafah Bintang Perkasa
Suwarni PT Arafah Bintang Perkasa
Wiharti PT Arafah Bintang Perkasa
Riris Eri Subekti PT Arafah Bintang Perkasa
Nyu Ida Ningsih PT Arafah Bintang Perkasa
Rani PT Arafah Bintang Perkasa

Keadaan tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No. KEP-104A/MEN/2002 tentang Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia ke Luar Negeri Pasal 39 ayat (2) huruf d antara lain menyatakan
bahwa bagi Calon TKI yang akan mengikuti penyuluhan harus memenuhi syarat
berpendidikan sekurang-kurangnya tamat SLTP atau sederajat.

Hal tersebut mengakibatkan TKI yang tidak memenuhi standar kemampuan


teknis yang dipersyaratkan berpotensi menjadi TKI bermasalah.

39
Keadaan di atas terjadi karena :
a. PJTKI/PPTKIS yang menempatkan TKI yang bersangkutan tidak mentaati
ketentuan yang berlaku
b. Proses verifikasi dokumen TKI oleh BP2TKI Pasar Rebo tidak mengikuti
ketentuan yang berlaku
c. Pengawasan Kepala BP2TKI Pasar Rebo lemah.

Kepala BP2TKI Pasar Rebo menjelaskan bahwa dalam penelitian daftar


nominatif khususnya pada kolom pendidikan terakhir kurang memperhatikan dan
terjadi kekeliruan.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar meminta perhatian Gubernur


DKI Jakarta untuk menegur Kepala BP2TKI Pasar Rebo supaya lebih cermat
meneliti segala persyaratan penempatan TKI ke luar negeri dan pengawasan
Kepala BP2TKI lebih ditingkatkan untuk mencegah hal yang sama terulang di
masa mendatang.

40
BP2TKI Surabaya dan Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur

12. Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur tidak menyetorkan hasil
pemungutan Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia ke Kas Negara sebesar Rp10.632.038.335,00
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 92 tahun 2000 tentang Tarif dan Jenis
Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) di lingkungan Departemen Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans), dipungut Dana Pembinaan
Penyelenggaraan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (DP3TKI) dari
Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (PJTKI) sebesar US$ 15 per orang
per pemberangkatan untuk mendukung kegiatan pembinaan dan perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di luar negeri. Pemungutan dana tersebut
dilakukan oleh Balai Pelayanan dan Penempatan TKI atau BP2TKI (Unit
Pelaksana Teknis Ditjen PPTKLN) yang disetorkan ke rekening Bendaharawan
Penerima Depnakertrans yang selanjutnya secara berkala disetor ke kas negara.
Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan penempatan TKI selama tahun 2004 s/d
Nopember 2005 pada Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur menunjukkan
bahwa Disnaker Provinsi Jawa Timur melalui BP2TKI Jawa Timur telah
memungut dan menyetorkan DP3TKI ke rekening Kas Daerah Jawa Timur pada
Bank Jatim dengan nomor rekening 0011163271.
Pemungutan dan penyetoran DP3TKI ke Kas Daerah Jawa Timur antara lain
didasarkan pada:
a. Instruksi Gubernur Jawa Timur No. 44 Tahun 2001 tanggal 17 September
2001 yang menetapkan pemungutan DP3TKI disetorkan ke rekening Kas
Daerah.
b. Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 7 Tahun 2003 tentang Perubahan
Atas Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 9 Tahun 2002 tentang
Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang menyatakan penerimaan dari
pemberian rekomendasi bebas fiskal luar negeri bagi calon TKI sebesar US$
15 per orang untuk DP3TKI merupakan jenis retribusi atas pemakaian
kekayaan daerah.
c. Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 17 Tahun 2004 tanggal 8 April 2004
tentang Juklak Perda No. 7 Tahun 2003 yang menetapkan bahwa Disnaker
Provinsi Jawa Timur bertanggung jawab atas pengelolaan DP3TKI yang
merupakan obyek retribusi Pemerintah Provinsi Jawa Timur.

41
Jumlah penerimaan DP3TKI yang disetor ke Kas Daerah Jawa Timur selama
tahun 2004 sampai dengan tanggal 31 Oktober 2005 adalah sebesar
US$1.133.264 atau setara dengan Rp10.632.038.335,00 dengan rincian sebagai
berikut:

Penerimaan DP3TKI
Tahun
Dalam US Dollar Dalam Rupiah
2004 460.694 4.102.740.090
2005 (s/d Oct 2005) 672.570 6.529.298.245
Jumlah 1.133.264 10.632.038.335

Menanggapi Instruksi Gubernur Jawa Timur No. 44 Tahun 2001 tersebut di atas,
Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi mengeluarkan Surat yang ditujukan
kepada Gubernur di Seluruh Indonesia dengan Nomor: 150.KU.04.33.2001
Tanggal 16 Oktober 2001 yang menjelaskan bahwa sesuai dengan UU PNBP
Nomor 20 Tahun 1997 yang dimaksud PNBP adalah seluruh penerimaan
pemerintah pusat yang tidak berasal dari penerimaan perpajakan, dan PP
Nomor 92 Tahun 2000 tentang penetapan tarif PNBP yang berlaku di
Depnakertrans mengatur bahwa PNBP yang berlaku di Depnakertrans wajib
disetor langsung ke kas negara.
Masalah tersebut di atas juga terjadi pada Tahun 2002 dan telah dikemukakan
Badan Pemeriksa Keuangan RI sebagaimana tertuang dalam Hasil Pemeriksaan
BPK-RI tahun 2002 dengan surat nomor 17/S/III-XI.3/1/2003 tanggal 21 Januari
2003. Namun sampai dengan pemeriksaan berakhir, tidak ada tindak lanjut atas
rekomendasi BPK-RI sebagaimana dimuat dalam hasil pemeriksaan dimaksud.

Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 tentang PNBP pasal 4 menyatakan
bahwa seluruh Penerimaan Negara Bukan Pajak wajib disetor langsung
secepatnya ke kas negara.
b. Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2000 tentang PNBP di lingkungan
Depnakertrans pada bagian lampiran dinyatakan bahwa penerimaan dari
Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan Tenaga Kerja

42
Indonesia (DP3TKI) merupakan PNBP yang wajib disetor langsung ke kas
negara.
c. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 158
ayat 2 yang menyebutkan Pemerintah Daerah dilarang melakukan pungutan
atau dengan sebutan lain di luar yang telah ditetapkan Undang-Undang.
d. Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah Pasal 189
yang mengatur bahwa proses penetapan rancangan Perda yang berkaitan
dengan pajak daerah dan retribusi daerah menjadi Perda dikoordinasikan
terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan.

Kondisi tersebut diatas mengakibatkan Penerimaan Negara Bukan Pajak yang


bersumber dari DP3TKI yang tidak masuk ke rekening Kas Negara sebesar
Rp10.632.038.335,00 mempengaruhi/mengurangi pencapaian target
penerimaaan Negara dalam APBN.

Keadaan tersebut di atas disebabkan adanya Peraturan Daerah Provinsi Jawa


Timur No. 7 Tahun 2003 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah yang
menginterpretasikan DP3TKI sebagai obyek retribusi Pemerintah Provinsi Jawa
Timur.

Atas temuan tersebut, Kepala BP2TKI Surabaya mengakui temuan Tim


Pemeriksa BPK-RI. Pemungutan DP3TKI tersebut dilaksanakan berdasarkan
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Timur No. 7 Tahun 2003 tentang Retribusi
Daerah. Pemungutan tersebut berdasarkan mekanisme sesuai ketentuan yang
berlaku yaitu Peraturan Daerah sehingga hasil pemungutan tersebut disetor ke
Kas Daerah Provinsi Jawa Timur sebagai Pendapatan Asli Daerah (PAD).

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar segera mengajukan Surat


Permintaan kepada Menteri Keuangan agar nilai penerimaan DP3TKI yang telah
disetor ke Kas Daerah sebesar Rp10.632.038.335,00 diperhitungkan dengan
kontribusi bagi hasil dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi Jawa
Timur karena penerimaan DP3TKI tersebut adalah Penerimaan Negara, bukan
Penerimaan Daerah.

43
13. Terdapat biaya yang dibebankan PPTKIS/PJTKI kepada TKI melebihi/diluar
dari aturan.
Dalam penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) terdapat kegiatan pelayanan
untuk mempertemukan TKI sesuai bakat, minat, dan kemampuannya dengan
pemberi kerja di luar negeri yang meliputi proses perekrutan, pengurusan
dokumen, pendidikan dan pelatihan, penampungan, persiapan pemberangkatan,
pemberangkatan sampai ke negara tujuan, dan pemulangan dari negara tujuan.
Pelaksana penempatan TKI di luar negeri terdiri dari Pemerintah dan Pelaksana
Penempatan TKI Swasta/PPTKIS (sebelumnya Perusahaan Jasa Tenaga Kerja
Indonesia/PJTKI).
Dalam pelaksanaan penempatan TKI terdapat biaya yang harus ditanggung oleh
calon TKI seperti: biaya pengurusan dokumen jati diri, pemeriksaan kesehatan
dan psikologi dan pelatihan kerja dan sertifikasi kompetensi kerja. Besarnya
biaya yang harus ditanggung oleh calon TKI bervariasi sesuai dengan negara
tujuan TKI bekerja. Sebagian besar TKI yang diberangkatkan oleh
PJTKI/PPTKIS yang ada di Provinsi Jawa Timur adalah ke negara Asia Pasifik
(Malaysia, Taiwan, Hongkong, dan Singapura).
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen-dokumen di BP2TKI Jawa
Timur, Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur dan kuesioner yang diisi oleh PPTKIS di
Jawa Timur, diketahui terdapat biaya yang dibebankan kepada calon TKI yang
melebihi biaya yang ditetapkan dalam SK Menakertrans dan/atau SK Dirjen
PPTKLN dan terdapat biaya yang dibebankan kepada calon TKI diluar
komponen biaya yang ditetapkan dalam ketentuan tersebut.
PJTKI/PPTKIS yang membebankan biaya kepada TKI diluar dan atau melebihi
ketentuan yang berlaku yaitu:

44
Negara Tujuan Struktur Biaya Rp)
No Nama Perusahaan Selisih (Rp)
Penempatan Kepmen Perusahaan
1 PT Asri Cipta Tenaga Karya Malaysia 1,273,000 9,560,000 8,287,000
Singapura 5,310,000 10,465,000 5,155,000
Taiwan 12,944,500 43,722,000 30,777,500
2 PT Binamandiri Muliaraharja Malaysia 1,273,000 11,230,000 9,957,000
Singapura 5,310,000 11,705,000 6,395,000
Taiwan 12,944,500 42,607,000 29,662,500
3 PT Citra Abdi Nusa Malaysia 1,273,000 10,715,000 9,442,000
4 PT Eka Jasa Alim Prima Taiwan 12,944,500 38,207,000 25,262,500
5 PT Gunakarya Insan Mandiri Taiwan 12,944,500 40,715,100 27,770,600
6 PT Indonaker Mandiri Taiwan 12,944,500 36,330,500 23,386,000
7 PT Megah Utama Kriya Nugraha Taiwan 12,944,500 36,130,500 23,186,000
Malaysia 1,273,000 5,590,000 4,317,000
8 PT Menara Teras Bahari Taiwan 12,944,500 13,365,000 420,500
Malaysia 1,273,000 8,385,000 7,112,000
9 PT Sinar Harapan Anda Malaysia 1,273,000 4,600,000 3,327,000
10 PT Surya Pasific Jaya Malaysia 1,273,000 9,815,000 8,542,000
Singapura 5,310,000 11,295,000 5,985,000
Taiwan 12,944,500 35,867,000 22,922,500

Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
TKI di luar negeri Pasal 76.
b. Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan dan Penempatan Tenaga Kerja
Luar Negeri No. Kep-652/DP2TKLN/XI/2004 tanggal 11 Nopember 2004
tentang Biaya Penempatan Calon Tenaga Kerja Indonesia Informal ke
Singapura.
c. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia No.
KEP.158/D.P2TKLN/III/2005 tanggal 23 Maret 2005 tentang Komponen dan
Besarnya Biaya Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Taiwan.
d. Surat Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi No. B.135/MEN/TKLN/III/2005
tanggal 10 Maret 2005 perihal Perbaikan Hambatan Penempatan Kembali
TKI eks Amnesti ke Malaysia.
e. Permenakertrans No.PER-05/MEN/III/ 2005 tanggal 8 Maret 2005 tentang
Ketentuan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penjatuhan Sanksi dalam
Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri Pasal 12.

45
Kondisi tersebut diatas mengakibatkan beban biaya yang harus ditanggung
Calon TKI semakin besar, yang pada akhirnya tujuan utama dari penempatan
TKI yaitu meningkatkan kesejahteraan TKI dan keluarganya dapat terhambat

Keadaan tersebut di atas disebabkan beberapa PJTKI/PPTKIS mempunyai itikad


yang kurang baik dengan mencari keuntungan yang tidak wajar dan
pengawasan dari BP2TKI dan Dinas Tenaga Kerja Jawa Timur lemah.

Kepala BP2TKI Surabaya menjelaskan bahwa untuk struktur biaya (cost


structure) penempatan TKI di beberapa Negara mengacu kepada Keputusan
Menakertrans dan Dirjen PPTKLN, yaitu :
a. Penempatan ke Malaysia mengacu kepada SK Dirjen PPTKLN No.
B.1744/DP2TKLN/PP/X/2002 tanggal 24 Oktober 2002 ditentukan sebesar
Rp 4.800.000,00
b. Penempatan ke Singapura mengacu kepada SK Dirjen PPTKLN No.
652/DP2TKLN/XI/2004 tanggal 11 Nopember 2004 ditentukan sebesar
Rp5.310.000,00
c. Penempatan ke Taiwan mengacu kepada SK Menakertrans No. KEP-158
/DP2TKLN/III/2005 tanggal 23 Maret 2005 ditentukan sebesar
Rp121.944.500,00

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar :


a. Memberikan sanksi hukum yang tegas berupa pencabutan SIPPTKI sesuai
dengan Permenakertrans No. Per-05/MEN/III/2005 tanggal 8 Maret 2005
kepada para PJTKI atau PPTKIS di Jawa Timur yang telah membebankan
biaya penempatan TKI ke luar negeri yang melebihi dan/atau diluar
ketentuan yang berlaku.
b. Meminta perhatian Gubernur Jawa Timur supaya pengawasan Kadisnaker
dan Kepala BP2TKI Jawa Timur lebih ditingkatkan agar pembebanan biaya
penempatan TKI ke luar negeri tidak melebihi ketentuan yang ditetapkan.

46
14. Terjadi Pungutan Liar (Pungli) sebesar Rp1.452.750.000,00 atas biaya
Pembekalan Akhir Pemberangkatan yang dibebankan kepada calon TKI
Sesuai dengan Pasal 69 Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang
Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri,
Pelaksana Penempatan TKI Swasta (PPTKIS) atau Perusahaan Jasa Tenaga
Kerja Indonesia (PJTKI) wajib mengikutsertakan TKI yang akan diberangkatkan
ke luar negeri pada pembekalan akhir pemberangkatan (PAP). Hal tersebut
dilakukan untuk memberi pemahaman dan pendalaman kepada calon TKI
tentang peraturan perundang-undangan di negara tujuan dan materi perjanjian
kerja.
Pelaksanaan PAP untuk pemberangkatan calon TKI (CTKI) melalui Embarkasi
Jawa Timur mengacu pada Keputusan Gubernur Jawa Timur No. 44 tahun 2002
tentang Unit Pelayanan Terpadu Penempatan TKI ke Luar Negeri Dalam Satu
Atap (SAMSAT) Provinsi Jawa Timur pasal 9 yang antara lain menyatakan tugas
dan fungsi Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia Dewan Pengurus
Daerah (APJATI DPD) Jawa Timur dalam Tim Teknis SAMSAT adalah melayani
pelaksanaan PAP.
Sehubungan dengan hal tersebut, Disnaker Provinsi Jawa Timur telah
melakukan perikatan perjanjian dengan APJATI DPD Jawa Timur yang
dituangkan dalam Kontrak No. 560/171/105.05.2004 dan No. 096/APJATI
Jatim/XII/2004 tanggal 22 Desember 2004 yang mengatur mengenai kerjasama
pelaksanaan PAP bagi CTKI ke luar negeri. Pada perjanjian tersebut dinyatakan
bahwa Disnaker Provinsi Jawa Timur memberikan pekerjaan untuk
melaksanakan PAP kepada APJATI DPD Jawa Timur. Materi pembekalan dan
lokasi pelaksanaan PAP ditetapkan oleh Disnaker Provinsi Jawa Timur,
sedangkan APJATI DPD Jawa Timur melaksanakan kegiatan PAP sesuai
dengan materi, metode dan lokasi yang ditetapkan oleh Disnaker Provinsi Jawa
Timur. Biaya untuk pelaksanaan PAP disediakan oleh APBD Provinsi Jawa
Timur, yaitu untuk setiap kelas (paket) dengan 30 orang disediakan biaya
sebesar Rp1.500.000,00 atau Rp50.000,00 per orangnya.
Selama tahun 2004 sampai dengan September 2005 Calon TKI (CTKI) yang
telah mengikuti PAP adalah sebanyak 58.110 orang dengan rincian sebagai
berikut:

47
Peserta PAP (orang)
Tempat PAP Tahun 2005 Jumlah
Tahun 2004
(s/d Sept)
Surabaya 16.980 15.630 32.610
Malang 15.240 10.260 25.500
32.220 25.890 58.110

Hasil pemeriksaan fisik yang dilakukan secara uji petik pada tanggal tanggal 7
dan 8 Desember 2005 terhadap PPTKIS atau PJTKI di Provinsi Jawa Timur
terungkap bahwa untuk setiap CTKI yang akan mengikuti PAP ternyata dipungut
biaya oleh DPD APJATI Jawa Timur sebesar Rp25.000,00. Hal tersebut
diketahui dari pengakuan (keterangan) tertulis PT Binamandiri Muliaraharja
(sekaligus sebagai Ketua APJATI DPD Provinsi Jawa Timur) dan Direktur
Utama PT Bidar Satria Abadi yang disampaikan kepada Tim Pemeriksa BPK-RI.
Pengakuan kedua Direktur Utama PJTKI/PPTKIS tersebut diperkuat oleh bukti
Kwitansi No XII/2005 tanggal 13 Desember 2005 yang dikeluarkan oleh APJATI
DPD Jawa Timur atas penerimaan uang dari PT Bidar Satria Abadi sebesar
Rp75.000,00 untuk pembayaran “IURAN APJATI 3 ORANG TKI KE
HONGKONG”. Dari bukti kwitansi tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk
setiap pengiriman TKI ke luar negeri dikenakan pungutan oleh APJATI DPD
Jawa Timur sebesar Rp25.000,00.
Namun demikian pada tanggal 16 Desember 2005 Direktur Utama PT
Binamandiri Muliaraharja (Ketua APJATI DPD Jawa Timur) membantah
pengakuan tertulis tersebut dengan membuat surat pernyataan No.
011/SP/APJATI/XII/2005 yang ditandatangani di atas kertas bermaterai
Rp6.000,00 yang menyatakan bahwa pungutan sebesar Rp25.000,00 per TKI
adalah iuran anggota APJATI DPD Jawa Timur yang pelaksanaan
pembayarannya dilakukan pada saat pendaftaran PAP (Pembekalan Akhir
Pemberangkatan).
Disini jelas terlihat adanya pemberian keterangan palsu yaitu dua keterangan
yang saling bertentangan.
Hasil konfirmasi kepada Kepala BP2TKI dan Kasubdin Penempatan dan
Pengembangan TK Mandiri Disnaker Provinsi Jawa Timur pada tanggal 15
Desember 2005 diketahui bahwa memang untuk setiap pelaksanaan PAP telah
dikeluarkan dari APBD Provinsi Jawa Timur dengan biaya per orangnya sebesar
Rp50.000,00.

48
Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
TKI di Luar Negeri pasal 69 ayat 3 dinyatakan bahwa PAP menjadi tanggung
jawab pemerintah.
b. Perjanjian Kerjasama antara Disnaker Provinsi Jawa Timur dengan APJATI
DPD Jawa Timur tentang Pembaharuan Perjanjian Kerja Sama Pelaksanaan
PAP Calon TKI ke LN tanggal 22 Desember 2004 Pasal 7 dinyatakan bahwa
biaya penyelenggaraan PAP merupakan tanggung jawab Disnaker Provinsi
Jatim yang disediakan dalam APBD Provinsi Jawa Timur.
c. Undang-Undang No. 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Jawab Keuangan Negara Pasal 24 ayat 4 dinyatakan setiap orang
yang dengan sengaja memalsukan atau membuat palsu dokumen yang
diserahkan sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dipidana dengan pidana
penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan/atau denda paling banyak
Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah).

Keadaan tersebut mengakibatkan pungutan sebesar Rp25.000,00 yang


dibebankan kepada Calon TKI bertentangan dengan UU penempatan TKI,
sehingga pada tahun 2005 terjadi pungutan liar (pungli) sebesar
Rp1.452.750.000,00 (Rp25.000,00 x 58.110 orang).

Kondisi tersebut di atas terjadi karena :


a. Adanya itikad tidak baik dalam memperoleh keuntungan yang tidak wajar
yang dilakukan oleh APJATI DPD Jawa Timur.
b. Kepala Disnaker Provinsi Jawa Timur dan Kepala BP2TKI Surabaya lalai
dalam melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan penempatan TKI ke
luar negeri.

Atas temuan tersebut Kepala BP2TKI Surabaya menyatakan bahwa temuan


tersebut akan segera disampaikan kepada APJATI DPD Jawa Timur agar
menjadi perhatian bagi yang bersangkutan.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar meminta perhatian Gubernur


Jawa Timur supaya memproses pungutan liar yang dilakukan oleh APJATI DPD
Jawa Timur sesuai ketentuan yang berlaku dan pengawasan Kepala Disnaker

49
Provinsi Jawa Timur dan Kepala BP2TKI Surabaya lebih ditingkatkan agar hal
yang sama tidak terulang dimasa mendatang.

15. Pelaksanaan Sosialisasi dan Penyuluhan untuk Tahun 2004 dan 2005
belum dilakukan secara merata di 38 Kabupaten/Kota di Jawa Timur
Dalam konsideran Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan
dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) di Luar Negeri dinyatakan
bahwa negara wajib menjamin dan melindungi warga negaranya yang bekerja
baik di dalam maupun di luar negeri berdasarkan prinsip persamaan hak,
demokrasi, keadilan sosial, kesetaraan dan keadilan gender, anti diskriminasi
dan anti perdagangan manusia. Bahwa penempatan TKI di luar negeri
merupakan suatu upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama
bagi tenaga kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak,
yang pelaksanaannya dilakukan dengan tetap memperhatikan harkat, martabat,
hak asasi manusia, dan perlindungan hukum serta pemerataan kesempatan
kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan nasional.
Penempatan TKI di luar negeri merupakan solusi alternatif bagi perluasan
kesempatan kerja atas meningkatnya pertambahan angka pengangguran serta
tercapainya kesejahteraan TKI sekaligus dapat meningkatkan devisa bagi
negara melalui pengiriman uang ke daerah domisili TKI (remittance). Oleh sebab
itu pemerintah seharusnya memberikan informasi yang memadai kepada
masyarakat mengenai prosedur penempatan TKI dan perlindungan TKI. Hal
tersebut sesuai dengan pasal 86, 87 dan 88 UU No. 39/2004 yang menyatakan
bahwa pembinaan atas penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di
luar negeri oleh pemerintah antara lain dilakukan melalui pemberian informasi
kepada masyarakat mengenai keseluruhan proses dan prosedur mengenai
penempatan TKI di luar negeri termasuk risiko bahaya yang mungkin terjadi
selama masa penempatan TKI di luar negeri. Pemberian informasi tersebut
dilakukan dalam bentuk sosialisasi dan penyuluhan program penempatan TKI di
luar negeri baik dalam tahap pra penempatan, penempatan TKI di luar negeri
maupun purna penempatan.
Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan penempatan TKI pada Dinas Tenaga Kerja
Provinsi Jawa Timur selama tahun 2004 s/d Nopember 2005 menunjukkan hal-
hal sebagai berikut:

50
a. Penempatan TKI di luar negeri dari Provinsi Jawa Timur selama 5 tahun
terakhir mencapai 199.292 TKI (rata-rata 40 ribu per tahun). Seluruh
kabupaten/kota di Jawa Timur (38 kab/kota) adalah daerah asal domisili TKI,
namun diantaranya 18 kabupaten/kota adalah daerah kantong TKI.
Sedangkan remittance yang didapat dari TKI selama 5 tahun terakhir adalah
sebesar Rp8.817.714.607.296,00 (Rp1,76 triliun per tahun).
b. Selama kurun waktu 2003 hingga Oktober 2005 telah terjadi 2.370 kasus
yang menimpa calon TKI (CTKI) dan TKI yaitu:
• Tahun 2003 terjadi 565 kasus.
• Tahun 2004 terjadi 1.232 kasus.
• Tahun 2005 (s/d Oktober 2005) terjadi 573 kasus.
Dari sejumlah kasus tersebut, 75,74% atau 1.795 kasus telah dapat
diselesaikan, 0,34% atau 8 kasus dalam proses penyelesaian dan 23,92%
atau 567 kasus belum dapat diselesaikan. Perbandingan kasus dengan
penempatan TKI untuk tahun 2003 s/d Oktober 2005 adalah sebesar 2,24%
(2.370/105.804). Sedangkan perbandingan kasus dengan penempatan TKI
untuk tahun 2005 adalah sebesar 1,48% (573 / 38.716). Sebagian besar
kasus yang menimpa TKI adalah gaji yang tidak/terlambat dibayarkan,
ketidakcocokan dengan majikan sehingga dipulangkan sebelum waktu
kontrak selesai, perlakuan majikan yang sewenang-wenang, dst.
c. Untuk meminimalisasi kasus-kasus yang menimpa TKI, menurut keterangan
Kasubdin Penempatan dan Pengembangan TK Mandiri Disnaker Provinsi
Jawa Timur, pelaksanaan sosialisasi penempatan TKI ke luar negeri
dilakukan bersama dengan LSM Komite Pemberdayaan TKI (KPTKI) di
beberapa kabupaten/kota wilayah kerja Disnaker Provinsi Jawa Timur.
Berkaitan dengan hal tersebut, sejak tahun 2002 s.d. 2005 anggaran untuk
kegiatan dan penyuluhan tentang penempatan dan perlindungan TKI adalah
sebagai berikut:

Tahun Anggaran (Rp) Sumber


2002 90.000.000 APBD
2003 450.000.000 APBD
2004 140.000.000 APBD
2005 217.500.000 APBD

51
d. Terkait dengan kegiatan sosialisasi tersebut, Tim Pemeriksa pada tanggal 6
Desember 2005 telah melakukan wawancara dan permintaan keterangan
tertulis kepada LSM KPTKI yang diketuai oleh Sdr. Supardi, SE, SH, M.Hum.
Berdasarkan hasil wawancara tersebut dapat diketahui bahwa:
1) Disnaker Provinsi Jawa Timur bersama dengan LSM KPTKI sejak tahun
2002 s/d 2005 telah melakukan sosialisasi Program Penempatan TKI
Legal dan Penanggulangan Perekrutan TKI Ilegal di beberapa
kabupaten/kota di Jawa Timur yaitu:
• Tahun 2002 dilaksanakan sosialisasi di 6 kabupaten/kota
• Tahun 2003 dilaksanakan sosialisasi di 30 kabupaten/kota
• Tahun 2004 dilaksanakan sosialisasi di 10 kabupaten/kota
• Tahun 2005 dilaksanakan sosialisasi di 15 kabupaten/kota
Kegiatan sosialisasi tersebut antara lain diikuti oleh para pemuka
masyarakat, perangkat pemerintahan daerah (camat, kepala desa) dan
aparat keamanan (kepolisian).
2) Hasil dari sosialisasi tersebut antara lain diketahui:
• Sebelum sosialisasi dilakukan, sebagian besar peserta sosialisasi
tidak mengetahui prosedur penempatan TKI di luar negeri.
• Sebagian besar peserta sosialisasi tidak mengetahui nama
PJTKI/PPTKIS atau kantor cabangnya yang melakukan perekrutan di
kabupaten/kota setempat.
• Proses perekrutan calon TKI oleh petugas lapangan (PL) di suatu
kabupaten/kota rata-rata menimbulkan masalah, hal tersebut terjadi
antara lain karena PL tidak dilengkapi surat tugas, surat rekomendasi
dari disnaker setempat dan tanda pengenal atau identitas diri.
• PJTKI/PPTKIS tidak pro aktif dalam melakukan penyuluhan pada
Camat dan Kepala Desa serta tidak efektifnya Asosiasi PJTKI
(APJATI) dalam melakukan pembinaan kepada anggotanya
mengenai perekrutan TKI di Jawa Timur.
Dari informasi di atas dapat disimpulkan bahwa pelaksanaan sosialisasi
dan penyuluhan sangat diperlukan namun belum dilakukan secara
merata di kabupaten/kota di Jawa Timur. Untuk tahun 2004 dan 2005,
sosialisasi hanya dilakukan di 10-15 kabupaten/kota, padahal seluruh
kabupaten/kota di Jawa Timur adalah daerah tempat domisili CTKI atau
TKI.

52
Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 39 tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri Pasal 87 dan 88
yang menyatakan bahwa pembinaan atas penyelenggaraan penempatan dan
perlindungan TKI di luar negeri oleh pemerintah antara lain dilakukan melalui
pemberian informasi kepada masyarakat mengenai keseluruhan proses dan
prosedur mengenai penempatan TKI di luar negeri termasuk risiko bahaya yang
mungkin terjadi selama masa penempatan TKI di luar negeri.

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan kurangnya pengetahuan masyarakat


tentang prosedur penempatan TKI ke luar negeri secara legal.

Keadaan tersebut di atas terjadi karena:


a. Kurangnya koordinasi antar instansi baik tingkat Pusat (Depnakertrans),
maupun Pemerintah Provinsi dan kabupaten/kota di Jawa Timur baik dalam
hal materi penyuluhan maupun dukungan dana.
b. Kurangnya peran serta PJTKI dalam memberikan informasi yang berkaitan
dengan prosedur penempatan TKI ke Luar Negeri.

Kepala BP2TKI Surabaya mengakui temuan tersebut dan menyatakan bahwa


selama ini kegiatan penyuluhan/sosialisasi dilakukan dengan bekerjasama
dengan Pemerintah Kabupaten/Kota di Jawa Timur disamping dilakukan
langsung lewat media/elektronik yang ada di Jawa Timur, misalnya TVRI Jawa
Timur dan JTV. Selanjutnya temuan pemeriksaan ini akan menjadi catatan untuk
pelaksanaan kegiatan di tahun-tahun mendatang dan penyuluhan akan
dilaksanakan secara bertahap disesuaikan dengan dana yang tersedia.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar meminta perhatian Gubernur


Jawa Timur supaya Kepala Disnaker Provinsi Jawa Timur dan Kepala BP2TKI
Surabaya lebih meningkatkan program sosialisasi dan penyuluhan kepada
masyarakat mengenai prosedur atau mekanisme pengiriman tenaga kerja
Indonesia ke luar negeri.

53
16. Counter kedatangan TKI di Bandara Juanda belum dilengkapi Fasilitas dan
Gedung yang memenuhi persyaratan untuk penanganan TKI bermasalah.
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri merupakan suatu
upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga kerja
untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, yang pelaksanaannya
dilakukan dengan memperhatikan harkat, martabat, hak asasi manusia, dan
perlindungan hukum.
Seiring dengan meningkatnya jumlah penempatan TKI ke luar negeri, telah
terjadi berbagai kasus yang merugikan calon TKI (CTKI) dan TKI baik pada
masa pra penempatan, pelaksanaan penempatan maupun purna penempatan.
Pada pasal 6 Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri dinyatakan bahwa
pemerintah bertanggung jawab untuk meningkatkan upaya perlindungan TKI di
luar negeri.
Terkait dengan hal tersebut, dalam upaya meningkatkan pelayanan dan
perlindungan terhadap Tenaga Kerja Indonesia yang datang dari luar negeri
yang melalui Bandara Juanda, Gubernur Jawa Timur dengan Surat Keputusan
No.188/98/KPTS/013/2003 tanggal 23 April 2003 telah membentuk Tim
Pelayanan Kedatangan TKI dari Luar Negeri di debarkasi Bandara Juanda.
Tugas tim pelayanan tersebut antara lain adalah memberikan pelayanan
administratif (pengurusan dokumen) dan perlindungan kepada TKI yang datang
dari luar negeri agar terjamin keamanannya mulai turun dari pesawat hingga ke
daerah asal TKI yang bersangkutan, serta memberikan kemudahan pelayanan
penukaran dan pengiriman uang kepada TKI dengan menggunakan jasa
perbankan. Biaya yang berhubungan dengan pelaksanaan tugas Tim dimaksud
dibebankan kepada APBD Provinsi Jawa Timur.
Selama tahun 2003 s/d 2005 (s/d 31 Oktober 2005) kedatangan TKI di Bandara
Juanda mencapai 114.283 orang dengan rincian sebagai berikut:

Negara TKI di Debarkasi Juanda


No. Jumlah %
Penempatan TKI 2003 2004 2005 (s/d Okt)
1 Malaysia 5,421 28,503 15,654 49,578 43.38
2 Hongkong 5,829 16,581 8,970 31,380 27.46
3 Singapura 1,885 4,713 5,832 12,430 10.88
4 Taiwan 2,145 4,639 3,369 10,153 8.88
Brunei
5 1,326 3,858 1,810 6,994 6.12
Darussalam

54
Negara Asia
7 - 42 103 145 0.13
lainnya
8 Timur Tengah 686 1,806 1,051 3,543 3.10
Eropa dan
9 15 31 14 60 0.05
Amerika
17,307 60,173 36,803 114,283 100

Sedangkan perbandingan jumlah kedatangan TKI dengan kasus-kasus TKI yang


terjadi selama tahun 2005 (s/d 31 Oktober 2005) pada debarkasi Bandara
Juanda adalah sebanyak 1,3% dari 36.803 TKI yang pulang dengan rincian
sebagai berikut:

Jumlah
Negara TKI yang
No. Kedatangan %
Penempatan TKI Bermasalah
TKI
1 Malaysia 15,654 24 0.15
2 Hongkong 8,970 300 3.34
3 Singapura 5,832 91 1.56
4 Taiwan 3,369 55 1.63
Brunei
5 1,810 - 0.00
Darussalam
Negara Asia
7 103 2 1.94
lainnya
8 Timur Tengah 1,051 6 0.57
Eropa dan
9 14 - 0.00
Amerika
36,803 478 1.30

Hasil pemeriksaan fisik terhadap counter kedatangan TKI di Bandara Juanda


pada tanggal 8 Desember 2004 menunjukkan bahwa:
a. Area counter kedatangan TKI di debarkasi Bandara Juanda relatif kecil (20
m2). Hal tersebut tidak memungkinkan dilakukannya pemisahan antara TKI
dan non TKI ketika melewati pemeriksaan bea dan cukai. Sehingga terbuka
kemungkinan adanya TKI yang melalui debarkasi Juanda ada yang tidak
mendapat perlindungan dan jaminan keamanan hingga sampai ke daerah
asal TKI yang bersangkutan.
b. Pada area counter kedatangan TKI di debarkasi Bandara Juanda tidak ada
ruangan atau gedung yang dapat digunakan untuk menangani TKI yang
bermasalah (ruang transit dan tempat beristirahat/sterilisasi TKI bermasalah).

55
Hasil konfirmasi kepada Kepala BP2TKI Jawa Timur selaku Ketua Tim
Pelayanan Kedatangan TKI dari Luar Negeri di Bandara Juanda pada tanggal 16
Desember 2005 diketahui bahwa :
a. Penanganan terhadap TKI bermasalah di debarkasi Bandara Juanda selama
ini dilakukan dengan terlebih dahulu mencatat masalah yang dialami oleh TKI
yang bersangkutan, kemudian petugas membawa TKI tersebut untuk
identifikasi masalah lebih lanjut ke Kantor BP2TKI yang jaraknya dari
Bandara Juanda relatif jauh.
b. Kesulitan yang dihadapi oleh petugas atau tim pelayanan adalah ketika
kedatangan TKI di waktu dini hari atau dikala hujan lebat, maka petugas tidak
dapat segera membantu kasus yang dihadapi oleh TKI.
c. Terhadap hal tersebut di atas, tim pelayanan telah beberapa kali melakukan
pembahasan dengan pihak-pihak terkait (Disnaker Provinsi Jatim, PT
Angkasa Pura I Bandara Udara Juanda, Biro Kesra Setda Jatim dan APJATI)
mengenai penyewaan Gedung Pertemuan milik PT. Angkasa Pura sebagai
tempat transit dan pendataan untuk setiap TKI yang melalui debarkasi
Bandara Juanda.
d. Diharapkan dengan adanya gedung tempat transit TKI, penanganan
terhadap kasus yang dialami TKI bermasalah dapat segera diatasi.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Pasal 66 Undang-Undang No. 39 tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri yang menyatakan
bahwa Pemerintah berkewajiban menyediakan pos-pos pelayanan di pelabuhan
pemberangkatan dan pemulangan TKI yang dilengkapi dengan fasilitas yang
memenuhi persyaratan.

Kondisi tersebut mengakibatkan penanganan terhadap TKI bermasalah di


debarkasi Bandara Juanda tidak dapat segera diatasi.

Keadaan tersebut di atas disebabkan tidak adanya fasilitas yang memadai


sebagai tempat transit yang dapat segera digunakan untuk memfasilitasi
penyelesaian kasus-kasus TKI bermasalah di Bandara Juanda.

Atas temuan tersebut, Kepala BP2TKI Surabaya mengakui dan menjelaskan


bahwa pembukaan counter pada dasarnya merupakan program rintisan dan

56
kepedulian Pemerintah Daerah Jawa Timur dalam rangka memberikan bantuan
pelayanan kepada TKI yang pulang atau bermasalah. Sebagai program rintisan
tentunya masih belum seluruhnya sempurna, oleh karena itu pada saat ini
sedang diupayakan untuk meningkatkan fasilitas counter kedatangan TKI dan
pemberangkatan. Berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak Angkasa Pura I
dan Dinas Perhubungan Jatim, fasilitas counter tersebut di atas akan
menggunakan gedung terminal TKI yang cukup representative. Dengan adanya
fasilitas yang baru tersebut diharapkan kekurangan-kekurangan sebagaimana
temuan Tim Pemeriksa BPK akan bisa dieliminir.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar meminta perhatian Gubernur


Jawa Timur untuk segera membenahi fasilitas counter kedatangan TKI dan
menyediakan gedung tempat penampungan TKI bermasalah di Bandara Juanda.

17. Pelaksanaan penempatan TKI ke luar negeri oleh PT Andromeda


Graha, PT Sinar Harapan Anda dan PT Jatim Krida Utama tidak melalui
Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP)
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri untuk sektor formal dan
Informal oleh PJTKI atau PPTKIS dilaksanakan setelah memenuhi berbagai
persyaratan minimal sebagaimana ditentukan oleh peraturan perundang-
undangan yang berlaku. Tujuan persyaratan tersebut adalah untuk menjamin
dan melindungi warga negara Indonesia yang bekerja di luar negeri.
Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri antara lain menetapkan persyaratan
minimal yang harus dipenuhi oleh PJTKI atau PPTKIS ketika menempatkan TKI
keluar negeri yaitu seorang calon TKI harus memiliki : a) Kartu Tanda Penduduk,
ijazah pendidikan terakhir, akte kelahiran, atau surat keterangan kenal lahir; b)
Surat keterangan status perkawinan, bagi yang telah menikah melampirkan copy
buku nikah; c) Surat keterangan izin suami atau istri, izin orang tua, atau izin
wali; d) Sertifikat kompetensi kerja; e) Surat keterangan sehat penempatan TKI
berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan dan psikologi; f) Paspor yang
diterbitkan oleh Kantor Imigrasi setempat; g) Visa kerja; h) Perjanjian
penempatan TKI; i) Perjanjian kerja; j) KTKLN (bagi penempatan di Taiwan). K)
Sertifikat Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP).

57
Sesuai perjanjian kerjasama antara Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur
dengan Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia (APJATI) DPD Jawa
Timur menyebutkan bahwa peserta Pembekalan Akhir Pemberangkatan adalah
Calon Tenaga Kerja Indonesia asal Jawa Timur yang akan berangkat ke luar
negeri baik formal maupun informal yang direkrut melalui PJTKI di Jawa Timur
sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Hasil pemeriksaan uji petik atas dokumen kelengkapan dokumen penempatan
TKI keluar negeri pada Disnaker Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa CTKI
yang ditempatkan oleh PT Jatim Krida Utama (PT JKU), PT Andro Meda Graha
(PT AMG) dan PT Sinar Harapan Anda (PT SHA) tidak diikutsertakan dalam
Pelaksanaan PAP, dengan rincian sebagai berikut :

Negara Jumlah Rekom BFLN


No. Nama PJTKI
Tujuan CTKI Nomor Tanggal
1. PT JKU Malaysia 29 orang 05338 23 Sept 2005
2. PT JKU Brunei D. 14 orang 05339 23 Sept 2005
3. PT JKU Brunei D. 17 orang 05768 11 Okt 2005
4. PT JKU Malaysia 7 orang 03936 29 Juli 2005
5. PT AMG Brunei D. 13 orang 05346 23 Sept 2005
6. PT AMG Brunei D. 8 orang 05745 11 Okt 2005
7. PT AMG Brunei D. 10 orang 03934 29 Juli 2005
8. PT SHA Malaysia 22 orang 05958 19 Okt 2005
9. PT SHA Malaysia 24 orang 05786 12 Okt 2005
10. PT SHA Malaysia 33 orang 05787 12 Okt 2005
11. PT SHA Malaysia 20 orang 05746 11 Okt 2005

Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri, pada Pasal 69 ayat (1) dinyatakan
bahwa PPTKIS wajib mengikutsertakan TKI yang akan diberangkatkan ke
luar negeri dalam pembekalan akhir pemberangkatan.
b. Kepmenakertrans Nomor 104-A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 pasal 49
ayat (1) menyebutkan PJTKI wajib memberikan Pembekalan Akhir
Pemerangkatan (PAP) kepada Calon TKI sebelum diberangkatkan ke negara
tujuan.
c. Perjanjian kerjasama Dinas Tenaga Kerja Provinsi Jawa Timur dengan
Asosiasi Perusahaan Jasa Tenaga Kerja Indonesia DPD Jawa Timur Nomor:
560/171/105.05.2004 dan Nomor 096/APJATI Jatim/XII/2004 tgl 22

58
Desember 2004 pasal 5 ayat (1) dan (2) menyebutkan peserta Pembekalan
Akhir Pemberangkatan (PAP) adalah Calon Tenaga Kerja Indonesia asal
Jawa Timur yang akan berangkat ke luar negeri baik formal maupun informal
yang direkrut melalui PJTKI di Jawa Timur sesuai dengan ketentuan yang
berlaku.
d. Permenakertrans No. PER-05/MEN/III/2005 tanggal 8 Maret 2005 tentang
Ketentuan sanksi administratif dan tata cara penjatuhan sanksi dalam
pelaksanaan penempatan dan perlindungan TKI di luar Negeri, pada pasal 5
ayat 1 antara lain dinyatakan Dirjen PPTKLN menjatuhkan sanksi skorsing
kepada PPTKIS dalam hal PPTKIS tidak mengikutsertakan calon TKI dalam
PAP sesuai ketentuan.

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan Calon Tenaga Kerja Indonesia yang


tidak mengikuti PAP tidak mempunyai kesiapan mental, pengetahuan dan tidak
memahami hak dan kewajibannya serta tidak dapat mengatasi masalah yang
akan dihadapi untuk bekerja di luar negeri.

Keadaan tersebut disebabkan :


a. PJTKI/PPTKIS yang bersangkutan tidak mematuhi ketentuan mengenai
penempatan TKI ke luar negeri.
b. BP2TKI dan Disnaker Provinsi Jawa Timur lalai dalam melakukan
pengawasan atas pelaksanaan penempatan TKI.

Kepala BP2TKI Surabaya mengakui temuan tersebut dan menjelaskan bahwa


sebagai tindak lanjut atas hasil temuan pemeriksaan, Disnaker Provinsi Jawa
Timur akan mengambil langkah-langkah sebagai berikut:
a. Melakukan pembinaan dan penertiban terhadap pelaksanaan Pembekalan
Akhir Pemberangkatan (PAP) yang wajib dilaksanakan oleh PJTKI/PPTKIS
dengan perjanjian kerjasama yang telah dibuat antara Disnaker Provinsi
Jawa Timur dengan DPD APJATI Jawa Timur.
b. Membuat surat edaran kepada seluruh PJTKI/PPTKIS se-Jawa Timur untuk
melaksanakan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) terhadap setiap
TKI baik dalam kendali alokasi (informal) maupun diluar kendali alokasi
(formal) pada setiap pemberangkatan calon TKI ke negara tujuan
penempatan.

59
c. Dirjen PP TKLN menjatuhkan sanksi skorsing kepada PJTKI/PPTKIS yang
tidak mengikutsertakan TKI dalam pelaksanaan PAP.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar :


a. Menginstruksikan Dirjen PPTKLN supaya memberikan sanksi kepada PJTKI
atau PPTKIS yang tidak mengikutsertakan calon TKI dalam Pembekalan
Akhir Pemberangkatan (PAP).
b. Meminta perhatian Gubernur Jawa Timur untuk memerintahkan Kepala
Disnaker Provinsi Jawa Timur dan Kepala BP2TKI Surabaya supaya
meningkatkan pengawasannya agar hal yang sama tidak terulang dimasa
mendatang.

18. Terdapat pemberangkatan CTKI tanpa didukung Perjanjian Kerja.


Dalam upaya untuk mewujudkan hak dan kesempatan yang sama bagi tenaga
kerja untuk memperoleh pekerjaan dan penghasilan yang layak, pelaksanaan
penempatan TKI di luar negeri dilakukan dengan memperhatikan harkat,
martabat, hak asasi manusia, dan perlindungan hukum serta pemerataan
kesempatan kerja dan penyediaan tenaga kerja yang sesuai dengan kebutuhan
nasional.
Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri antara lain menetapkan persyaratan
minimal yang harus dipenuhi oleh PJTKI atau PPTKIS ketika menempatkan TKI
ke luar negeri yaitu adanya perjanjian kerja.
Hasil pemeriksaan uji petik atas dokumen kelengkapan dokumen penempatan
TKI keluar negeri pada Disnaker Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa
terdapat beberapa PJTKI atau PPTKIS yang diberikan Rekomendasi Bebas
Fiskal Luar Negeri (BFLN) tanpa memiliki Perjanjian Kerja (PK) antara calon TKI
dimaksud dengan pihak pengguna (user) di negara tujuan penempatan.
Rekomendasi BFLN tersebut diterbitkan hanya berdasarkan Surat Pernyataan
dari Direktur Utama PPTKIS yang bersangkutan yang menyatakan akan
mengurus Perjanjian Kerja mereka (calon TKI) setelah sampai di tempat tujuan.
PJTKI atau PPTKIS yang menempatkan CTKI tanpa didukung PK adalah
sebagai berikut :

60
Jumlah
Tgl Surat
No. Nama PJTKI (PT) Negara Tujuan CTKI
Pernyataan
(orang)
1. Hikmah Surya Jaya Brunei D. 1 27 Oktober 2005
2. Hikmah Surya Jaya Malaysia 1 27 Oktober 2005
3. Hikmah Surya Jaya Malaysia 2 27 Juli 2005
4. Pancamanah Utama Malaysia 2 26 Juli 2005
5. Jatim Krida Utama Malaysia & Brunei 22 & 17 11 Oktober 2005
6. Jatim Krida Utama Malaysia 28 11 Oktober 2005
7. Jatim Krida Utama Malaysia 28 27 Oktober 2005
8. Jatim Krida Utama Brunei D. 11 27 Oktober 2005

Hasil konfirmasi kepada Kepala BP2TKI Surabaya pada hari Rabu tanggal 14
Desember 2005 diperoleh informasi bahwa:
a. Visa kerja panggilan (calling visa) dipergunakan sebagai pengganti
Perjanjian Kerja karena PK dilakukan di negara tujuan/pengguna.
b. Para Dirut PPTKIS berjanji akan segera menyampaikan PK kepada BP2TKI
Jawa Timur setelah PK ditandatangani CTKI dan pengguna.
c. Meskipun Kepala BP2TKI Jawa Timur telah berusaha meminta dokumen
tersebut (PK), belum ada satupun PK yang diterima oleh BP2TKI Jatim yang
membuktikan bahwa TKI dimaksud telah bekerja di negara penempatan.

Hal tersebut di atas tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 39 Tahun 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri
pada :
a. Pasal 51 dinyatakan bahwa untuk dapat ditempatkan di luar negeri, seorang
calon TKI antara lain harus memiliki dokumen Perjanjian Kerja;
b. Pasal 103 huruf f dinyatakan bahwa Dipidana dengan pidana penjara paling
singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 5 (lima) tahun dan/atau denda paling
sedikit Rp 1 Milyar dan paling banyak Rp 5 Milyar untuk setiap orang yang
menempatkan CTKI/TKI yang tidak memiliki dokumen sebagaimana
dimaksud dalam pasal 51.

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan Calon TKI yang ditempatkan di luar


negeri tanpa didukung Perjanjian Kerja mengakibatkan CTKI tidak terlindungi
hak dan kewajibannya dan berpotensi merugikan CTKI yang bersangkutan.

61
Keadaan tersebut di atas disebabkan :
a. PJTKI/PPTKIS yang bersangkutan tidak mematuhi ketentuan mengenai
penempatan TKI ke luar negeri.
b. BP2TKI dan Disnaker Jawa Timur lalai dalam melakukan pengawasan atas
pelaksanaan TKI.

Atas temuan tersebut Kepala BP2TKI Surabaya mengakui dan menjelaskan


bahwa sebagai tindak lanjut atas hasil temuan pemeriksaan tentang
kelengkapan Perjanjian Kerja dalam penempatan TKI perorangan dengan Visa
panggilan (calling visa), Disnaker Provinsi Jawa Timur akan mengambil langkah-
langkah sebagai berikut :
a. Meminta kepada PJTKI/PPTKIS untuk segera melengkapi persyaratan
perjanjian kerja sesuai dengan tanggung jawabnya yang dituangkan dalam
perjanjian penempatan;
b. Membuat surat teguran kepada PJTKI/PPTKIS yang telah menempatkan TKI
perorangan dengan Visa Kerja panggilan, agar segera menyelesaikan
pengurusan perjanjian kerja perorangan antara pihak pengguna dengan
pihak pekerja (TKI).

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar :


a. Menginstruksikan Dirjen PPTKLN memberikan sanksi sesuai ketentuan yang
berlaku kepada PJTKI atau PPTKIS yang tidak memenuhi ketentuan
mengenai Penempatan TKI ke Luar Negeri.
b. Meminta perhatian Gubernur Jawa Timur untuk memerintahkan Kepala
Disnaker Provinsi Jawa Timur dan Kepala BP2TKI Surabaya supaya
meningkatkan kinerja dan pengawasannya agar hal yang sama tidak terulang
dimasa mendatang.

62
BP2TKI PEKANBARU DAN DISNAKER PROVINSI RIAU DAN DISNAKER
KOTA BATAM

19. PJTKI yang Mengurus Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri pada
BP2TKI Pekanbaru, Disnaker Provinsi Riau dan Disnaker Kota Batam Tidak
Membayar Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia (DP3TKI) Sebesar US$121.785 atau setara dengan
Rp1.156.957.500,00 (asumsi US$ 1 = Rp9.500,00).
Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan penempatan Tenaga Kerja Indonesia (TKI)
ke luar negeri pada Kantor Badan Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (BP2TKI) Pekanbaru, Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Provinsi Riau,
dan Disnaker Kota Batam, menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Data penempatan TKI ke luar negeri TA 2004 dan 2005 (s.d. November
2005) adalah sebagai berikut:
No. Unit Organisasi TA 2004 TA 2005
1. BP2TKI Pekanbaru 6.686 22.261
2. Disnaker Provinsi Riau 535 4.905
3. Disnaker Kota Batam 3.518 3.435
Jumlah 10.739 30.601

b. Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen penerbitan


Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN) pada BP2TKI Pekanbaru,
Disnaker Provinsi Riau, dan Disnaker Kota Batam, diketahui terdapat
PPTKIS/PJTKI yang mengurus rekomendasi BFLN tidak melakukan
penyetoran Dana Pembinaan dan Penyelenggaraan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia (DP3TKI) yang telah ditetapkan sebesar US $ 15,00 per
orang, yaitu:
Unit Organisasi Tahun Jumlah Tarif Jumlah
2004 2005 US $ ( US $)
BP2TKI Pekanbaru 813 455 1.268 15 19.020
Disnaker Prov. Riau 535 4.850 5.385 15 80.775
Disnaker Kota Batam - 1.466 1.466 15 21.990
Jumlah 1.348 6.771 8.119 15 121.785

63
Hal tersebut tidak sesuai dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 1997 jo.
Peraturan Pemerintah No. 92 Tahun 2000 yang menetapkan bahwa setiap
pemberangkatan Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri diwajibkan membayar
Dana Pembinaan Tenaga Kerja Indonesia sebesar US $ 15.

Hal tersebut mengakibatkan penerimaan negara tidak terealisasikan dan


merupakan kerugian negara sebesar US $ 121.785 (8.119 x US $ 15) atau
setara dengan Rp1.156.957.500,00 (asumsi US$ 1 = Rp9.500,00).

Kondisi di atas terjadi karena Kepala BP2TKI Pekanbaru, Kepala Sub Dinas
Informasi dan Perluasan Kerja Disnaker Provinsi Riau, dan Kepala Dinas Tenaga
Kerja Kota Batam tidak konsisten sepenuhnya menerapkan ketentuan tentang
penempatan TKI keluar negeri.

Atas masalah tersebut Kepala BP2TKI Pekanbaru, Kepala Kasubdin Informasi


dan Perluasan Kerja Disnaker Provinsi Riau dan Kepala Bidang Penempatan
dan Pelatihan Disnaker Kota Batam menjelaskan bahwa :
a. Masalah yang terjadi di BP2TKI Pekanbaru yang dikemukakan BPK-RI, akan
ditindaklanjuti dengan melakukan penagihan kepada PJTKI dimaksud;
b. Masalah yang terjadi di Disnaker Kota Batam karena Kota Batam yang
letaknya sangat strategis yang berdekatan langsung dengan negara
Singapura dan Malaysia, maka Batam dijadikan sebagai embarkasi
pemberangkatan atau transit bagi beberapa PJTKI/PPTKIS baik kantor pusat
yang ada di luar Batam, maupun PJTKI/PPTKIS yang ada di Batam karena
keberadaan BP2TKI tidak ada di Batam, maka demi untuk kelancaran
pelayanan kepada publik maka Dinas Tenaga Kerja Kota Batam juga ikut
andil melayani pembuatan rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN)
kepada PJTKI/PPTKIS yang ada di Batam. Dalam proses pelayanan untuk
pembuatan rekomendasi BFLN, terdapat kendala dalam pembayaran PP 92
tahun 2000, yaitu :
1) Bahwa yang direkomendasikan oleh Dinas Tenaga Kerja Kota untuk
mendapatkan rekomendasi BFLN di dominasi oleh sektor informal,
dimana semua biaya pemberangkatan sebelumnya ditalangi terlebih
dahulu oleh PJTKI/PPTKIS yang akan memberangkatkan;

64
2) Kemampuan finansial dari PJTKI/PPTKIS Cabang Batam tidak begitu
tersedia untuk menalangi pembayaran PP 92 tahun 2000.
Atas pertimbangan-pertimbangan yang bijak, supaya jangan terjadi
penumpukan TKI di penampungan di Kota Batam yang mungkin akan
bisa menimbulkan dampak sosial bagi masyarakat Batam, maka
Disnaker Kota Batam tetap memproses rekomendasi BFLN yang akan
diajukan oleh PJTKI/PPTKIS Cabang Batam, dengan catatan
PJTKI/PPTKIS yang mengajukan tersebut siap untuk membayar di
kemudian hari, dengan dibuktikan dengan surat pernyataan kesanggupan
membayar PP 92 tahun 2000 dari masing-masing PJTKI/PPTKIS
bersangkutan.

c. Masalah yang terjadi di Disnaker Provinsi Riau dikarenakan :


1) PJTKI merasa keberatan untuk membayar PP No. 92 tahun 2000,
dengan alasan akan memberatkan para TKI itu sendiri karena banyak
yang akan dibayar.
2) Selama ini dari Ditjen PPTKLN belum ada teguran dan pembinaan
tentang pengiriman TKI ke luar negeri, khususnya PP N0. 92 tahun 2000.
3) Disnaker Provinsi Riau membantu Ditjen PPTKLN Depnakertrans dan
para TKI dalam kelancaran pengiriman TKI ke luar negeri, sehingga tidak
terjadi penumpukan TKI di penampungan PJTKI yang nantinya dapat
mengakibatkan terganggunya keamanan dipenampungan maupun di
lingkungan penampungan, serta bagi TKI sendiri.

BPK RI menyarankan kepada Menakertrans agar :


a. Meminta perhatian kepada Gubernur Riau dan Walikota Batam untuk
memerintahkan Kepala Disnaker Provinsi Riau dan Kepala Disnaker Kota
Batam menginventarisasikan PJTKI yang telah memperoleh rekomendasi
BFLN tetapi belum melakukan pembayaran DP3TKI dan segera melakukan
penagihan kepada PJTKI dimaksud yang hasilnya disetor ke Kas Negara
serta copy bukti setor agar disampaikan kepada BPK-RI.
b. Menginstruksikan Dirjen PPTKLN agar Kepala BP2TKI Pekanbaru
menginventarisasikan PJTKI yang telah memperoleh rekomendasi BFLN
tetapi belum melakukan pembayaran DP3TKI dan segera melakukan

65
penagihan kepada PJTKI dimaksud yang hasilnya disetor ke Kas Negara dan
copy bukti setor agar disampaikan kepada BPK-RI.
c. Koordinasi dan kerja sama antar instansi terkait (d.h.i. BP2TKI Pekanbaru,
Disnaker/Disnakertrans di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, kantor
pajak dan kantor imigrasi) lebih ditingkatkan, sehingga pelayanan dalam
rangka penyelenggaraan dan penempatan TKI dapat lebih ditingkatkan dan
terkendali/terpantau.

20. Pelaksanaan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) Belum Sepenuhnya


Dilaksanakan
Dalam tahun 2004 dan 2005 (s.d. November 2005), jumlah Penempatan TKI ke
luar negeri berdasarkan laporan dari BP2TKI Pekanbaru dan Disnaker Provinsi
Riau, serta hasil konfirmasi Tim BPK kepada Disnaker Kota Batam dan Disnaker
Kota Dumai (s.d. November 2005), adalah sebagai berikut :

No. Uraian 2004 2005 Jumlah


1. BP2TKI Pekanbaru 6.686 22.261 28.947
2. Disnaker Prov. Riau 535 4,905 5.440
3. Disnaker Kota Batam 3,571 3,435 7.006
4. Disnaker Kota Dumai - 2,596 2.596
Jumlah 10.792 32.521 43.989

Penempatan TKI pada BP2TKI Pekanbaru tersebut sudah termasuk penempatan


dalam kendali alokasi TKI ke Singapura sebanyak 4.362 orang (TA 2004) dan
17.461 orang (TA 2005).
Salah satu upaya pemerintah untuk melindungi TKI di luar negeri adalah melalui
pembekalan akhir kepada para Calon TKI/TKI sebelum pemberangkatan yaitu
memberikan pemahaman dan pendalaman bagi para Calon TKI/TKI terhadap
peraturan perundang-undangan di negara tujuan dan materi perjanjian kerja,
sehingga para TKI tersebut mengerti akan hak dan kewajibannya.
Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut atas pelaksananaan penempatan TKI ke luar
pada BP2TKI Pekanbaru diketahui bahwa pemberangkatan TKI ke luar negeri
yang melalui embarkasi keberangkatan di Pelabuhan Dumai, Pelabuhan Sungai
Duku, Bandar Udara Hang Nadim, Pelabuhan Batam, Bandar Udara Tabing,

66
dan Pelabuhan Tanjung Balai Karimun sebanyak 22.166 orang (43.989 –
21.823) tidak melalui proses Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP).

Hal tersebut tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tanggal 18
Oktober 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri Pasal 69 ayat (1) menetapkan bahwa pelaksana
penempatan TKI swasta wajib mengikutsertakan TKI yang akan
diberangkatkan ke luar negeri dalam pembekalan akhir pemberangkatan.
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : Kep-104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri Pasal 49 ayat (1) menetapkan bahwa
PJTKI wajib memberikan Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP) kepada
Calon TKI sebelum diberangkatkan ke negara tujuan.
c. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : PER-04/MEN/II/2005 tanggal 7 Pebruari 2005 tentang
Penyelenggaraan Pembekalan Akhir Pemberangkatan Tenaga Kerja
Indonesia ke Luar Negeri :
1) Pasal 2 menetapkan bahwa PAP dilaksanakan oleh BP2TKI sebelum
terbentuknya BP3TKI sebagaimana diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tanggal 18 Oktober 2004
tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar
Negeri;
2) Pasal 3 menetapkan bahwa selambat-lambatnya 2 (dua) hari sebelum
berangkat ke luar negeri, calon TKI harus sudah selesai mengikuti
Pembekalan Akhir Pemberangkatan (PAP);
3) Pasal 4 menetapkan bahwa PPTKIS wajib mendaftarkan setiap calon
TKI yang telah memenuhi syarat mengikuti PAP kepada BP2TKI di
daerah embarkasi terdekat dengan pemberangkatan TKI.
d. Permenaker No.PER-05/MEN/III/2005 tanggal 8 Maret 2005 tentang
Ketentuan Sanksi Administratif dan Tata Cara Penjatuhan Sanksi Dalam
Pelaksanaan Penempatan dan Perlindungan TKI di Luar Negeri Pasal 5 ayat
(1) huruf b antara lain menetapkan bahwa Direktur Jenderal menjatuhkan
sanksi skorsing kepada PPTKIS dalam hal PPTKIS tidak mengikutsertakan

67
calon TKI dalam PAP sesuai ketentuan Pasal 69 ayat (1) UU No. 39 Tahun
2004.

Kondisi tersebut mengakibatkan Calon TKI/TKI yang tidak mengikuti PAP tidak
mempunyai kesiapan mental, pengetahuan tentang peraturan tempat TKI
bekerja di luar negeri dan tidak memahami hak dan kewajibannya serta tidak
dapat mengatasi masalah yang akan dihadapi untuk bekerja di luar negeri.

Hal tersebut terjadi karena :


a. Pihak BP2TKI dan PJTKI/PPTKIS tidak mematuhi mengenai penempatan
TKI ke luar negeri;
b. Lemahnya pengawasan yang dilakukan oleh BP2TKI Pekanbaru serta
lemahnya koordinasi antar instansi terkait;
c. Biaya pelaksanaan PAP masih menjadi beban PPTKIS/PJTKI.

Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa :


a. Hal ini dimaklumi karena sesuai dengan UU No. 39 Tahun 2004 pasal 69
ayat (1) s.d. (4) menjadi tanggung jawab Pemerintah. Pemerintah yang
dimaksud dalam hal ini belum menjelaskan institusi yang dimaksud karena
dalam pasal 90 dan pasal 99 institusi dimaksud belum terwujud.
b. Kepmenakertrans No.104A/MEN/2002 pasal 49 ayat (3) menyatakan bahwa
PAP dilaksanakan oleh PJTKI melalui kerja sama dengan BLK atau pihak
lain yang berkompeten, sehingga BP2TKI adalah sebagai Pembina dan
bukan pelaksana PAP TKI.
c. Koordinasi antara instansi terkait, diakui lemah karena sejak dimulainya
pelaksanaan UU Pemerintah Daerah (Otoda), BP2TKI berada dalam
koordinasi Pemda Riau dan kemudian di bawah koordinasi Pemerintah
Pusat.
d. Biaya pelaksanaan PAP memang menjadi beban PJTKI karena sesuai
Kepmenakertrans No.104A/MEN/2002 sudah termasuk komponen yang
dimaksud pasal 53, sedangkan Permenakertrans No.04/MEN/11/2005
tentang pelaksanaan PAP oleh BP2TKI belum dialokasikan dananya dalam
DIPA 2005.

68
BPK RI menyarankan kepada Menakertrans agar Dirjen PPTKLN
memerintahkan Kepala BP2TKI Pekanbaru untuk melakukan koordinasi dengan
instansi terkait supaya setiap CTKI/TKI yang akan bekerja di luar negeri terlebih
dahulu mengikuti PAP dalam rangka pemahaman dan pendalaman tentang
peraturan perundang-undangan di negara tujuan dan materi perjanjian kerja,
sehingga para TKI tersebut mengerti akan hak dan kewajibannya.

21. Pelaksanaan Pendidikan dan Pelatihan Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Belum
Berjalan Sesuai Ketentuan
Dalam upaya membekali, meningkatkan dan mengembangkan kompetensi kerja
Calon TKI, serta memberikan pengetahuan dan pemahaman tentang situasi dan
kondisi tempat bekerja di luar negeri, serta tentang hak dan kewajiban Calon
TKI, maka Calon TKI perlu mendapatkan pendidikan dan pelatihan.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen penempatan TKI
ke luar negeri TA. 2004 dan 2005 pada BP2TKI Pekanbaru dan cek fisik tanggal
9 Desember 2005 ke lokasi PJTKI/PPTKIS (PT. Bina Krida Lestari dan PT
Sarimadu Jaya Nusa) yang berkantor Pusat di Pekanbaru diketahui bahwa
perusahaan tersebut telah melaksanakan penempatan TKI ke Malaysia
sebanyak 828 TKI, dengan rincian sebagai berikut :

Jumlah penempatan TKI


No Nama PJTKI/PPTKIS
2004 2005
1 PT. Bina Krida Lestari 127 487
2 PT. Sarimadu Jaya Nusa 85 129
212 616

Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa sebelum Calon TKI


diberangkatkan ke luar negeri, PJTKI/PPTKIS tersebut telah melaksanakan
pendidikan dan pelatihan terhadap para Calon TKI, namun pelaksanaannya
bertempat di lokasi penampungan para Calon TKI, bukan di BLK atau Lembaga
Pelatihan yang telah diakreditasi oleh Instansi Pemerintah yang berwenang di
bidang pelatihan.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tanggal 18
Oktober 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja

69
Indonesia di Luar Negeri Pasal 42 ayat (1), dan Pasal 43 ayat (1) yang
menyatakan bahwa :
1) Calon TKI berhak mendapat pendidikan dan pelatihan kerja sesuai
dengan pekerjaan yang akan dilakukan;
2) Pendidikan dan pelatihan kerja dilaksanakan oleh pelaksana penempatan
tenaga kerja swasta atau lembaga pelatihan kerja yang telah memenuhi
persyaratan.
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : Kep-104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri Pasal 41 ayat (2) dan (3) yang
menetapkan bahwa :
1) Setiap PJTKI wajib melatih Calon TKI yang belum memenuhi standar
kualitas TKI di Balai Latihan Kerja (BLK) yang telah diakreditasi oleh
Instansi Pemerintah yang berwenang di bidang pelatihan;
2) Untuk menyelenggarakan pelatihan Calon TKI, PJTKI dapat memiliki BLK
atau bekerjasama dengan Lembaga Pelatihan yang telah diakreditasi
oleh Instansi Pemerintah yang berwenang di bidang pelatihan.

Kondisi tersebut mengakibatkan upaya untuk menjadikan TKI yang berkualitas


dari segi mental, fisik, keterampilan teknis dan kemampuan berkomunikasi dalam
bahasa asing tidak tercapai.

Hal tersebut disebabkan :


a. Di wilayah kerja BP2TKI Pekanbaru belum ada BLK/Lembaga Pelatihan yang
telah diakreditasi oleh Instansi Pemerintah yang berwenang.
b. Upaya Depnakertrans dalam memfasilitasi pelaksanaan kegiatan
penyelengaraan pendidikan dan pelatihan bagi TKI belum optimal.

Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa upaya mengakreditasi BLKLN


pernah dilakukan ketika masih ada Kanwil Depnaker Riau, terutama terhadap
PJTKI Pusat (bukan Cabang PJTKI). Akan tetapi setelah otonomi daerah, maka
kewenangan untuk mengakreditasi BLKLN berada di tangan instansi yang
berwenang di bidang pelatihan kerja. Di Riau, Sumbar dan Jambi, penempatan
TKI pada umumnya ke Malaysia yang kebetulan mempunyai bahasa serumpun
yaitu bahasa Melayu, sehingga belum merupakan masalah utama di samping itu

70
belum ada penempatan TKI pada posisi jabatan ahli atau terampil, hanya baru
setengah terampil seperti di sektor formal untuk jabatan operator produksi,
pekerja binaan pada sektor konstruksi dan pekerja ladang.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar menginstruksikan Dirjen


PPTKLN supaya konsisten melaksanakan ketentuan mengenai pelaksanaan
pendidikan dan pelatihan bagi CTKI/TKI. Selanjutnya pengawasan oleh Kepala
BP2TKI Pekanbaru lebih ditingkatkan.

22. Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN) Diterbitkan Oleh Beberapa
Instansi
Berdasarkan hasil pemeriksaan atas pelaksanaan penempatan Tenaga Kerja
Indonesia (TKI) ke Luar Negeri tahun 2004 dan 2005 pada BP2TKI Pekanbaru
dan Disnaker Prop. Riau serta konfirmasi ke Kantor Wilayah Ditjen Pajak
Sumbagteng di Pekanbaru menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
a. Penerbitan rekomendasi bebas fiskal luar negeri (BFLN) selain diterbitkan
oleh Kantor BP2TKI Pekanbaru, juga diterbitkan oleh beberapa instansi,
antara lain Disnaker Provinsi Riau, Disnaker Kota Dumai, Disnaker Kota
Batam, Disnaker Kota Tanjung Pinang dan Disnaker Kabupaten Tanjung
Pinang.
b. Penerbitan rekomendasi BFLN oleh Disnaker tersebut didasarkan atas
Peraturan Daerah setempat dalam rangka pemberian pelayanan di bidang
ketenagakerjaan yang persyaratannya ditentukan oleh masing-masing
Disnaker Provinsi/Kabupaten/Kota.
Selain itu dari hasil pemeriksaan secara uji terhadap dokumen penerbitan
rekomendasi BFLN pada Disnaker Provinsi Riau ternyata PPTKIS/PJTKI
yang mengajukan permohonan rekomendasi BFLN tidak melengkapi
persyaratan sebagaimana yang telah ditentukan. PPTKIS/PJTKI tersebut
hanya melampirkan persyaratan penempatan TKI ke luar negeri berupa
pasport dan calling visa, kecuali dalam bulan November 2005 telah
melengkapi persyaratan seperti membayar DP3TKI dan mengikutsertakan
TKI dalam program perlindungan (asuransi).

71
Hal tersebut tidak sesuai dengan:
a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tanggal 18
Oktober 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri Pasal 62 ayat (1) yang menetapkan bahwa setiap
TKI yang ditempatkan di luar negeri, wajib memiliki dokumen KTKLN yang
dikeluarkan oleh Pemerintah;
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : Kep-104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri :
1) Pasal 1 yang menetapkan bahwa Balai Pelayanan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia (BP2TKI) adalah unit pelaksana teknis Pemerintah Pusat
di Daerah yang melaksanakan sebagian kegiatan penempatan tenaga
kerja ke luar negeri;
2) Pasal 50 ayat (1) dan (5) yang menetapkan bahwa :
- Sebelum keberangkatan Calon TKI, PJTKI wajib mengurus KTKLN di
BP2TKI daerah asal TKI/daerah embarkasi;
- KTKLN berfungsi sebagai rekomendasi BFLN di pelabuhan/bandara
embarkasi.

c. Pasal 92 ayat (5) yang menetapkan bahwa dalam hal penerbitan KTKLN
belum dapat dilaksanakan, BP2TKI tetap menerbitkan Rekomendasi Bebas
Fiskal Luar Negeri (BFLN) untuk syarat keberangkatan TKI ke luar negeri.

Kondisi tersebut mengakibatkan :


a. Pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan penempatan TKI ke luar
negeri sulit dilakukan;
b. Ketidakseragaman persyaratan untuk mendapatkan rekomendasi BFLN;
c. Kondisi di atas mengakibatkan jaminan perlindungan hukum calon TKI yang
akan bekerja di luar negeri tidak jelas dan berpotensi terjadi permasalahan
dalam masa dan purna penempatan yang pada gilirannya akan merugikan
TKI.

72
Hal tersebut terjadi karena :
a. Adanya persepsi dari masing-masing Disnaker perihal pemberian ijin yang
diatur dalam Perda, yang diartikan pula salah satunya adalah menerbitkan
rekomendasi BFLN.
b. Kurangnya koordinasi antar instansi yang terkait.

Atas masalah tersebut masing-masing pihak memberikan penjelasan sebagai


berikut :
a. Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa BP2TKI merupakan salah
satu UPT yang berada di bawah jajaran Kanwil Depnaker Riau sama dengan
Kandep yang berada di Kota dan Kabupaten, oleh karena geografis Riau
terdiri dari daratan dan kepulauan, maka Kakanwil waktu itu mendelegasikan
sebagian kewenangan BP2TKI kepada Kandep-kandep Kabupaten/Kota
terutama pengurusan rekomendasi BFLN oleh PJTKI di daerah tersebut.
Ketika otonomi daerah diberlakukan, Pemda Riau melikuidasi BP2TKI dan
jajaran lain yang berada dalam naungan Kanwil Depnaker Riau. Oleh
Pemerintah Provinsi/Kabupaten/Kota pemberian rekomendasi BFLN tetap
dilanjutkan.
Upaya koordinasi terus dilakukan bahkan melalui Rakornis di daerah dan
oleh Pemerintah Pusat (Depnakertrans). Namun hingga saat ini belum
terwujud sebagaimana mestinya, apalagi ada persepsi bahwa
Kepmenakertrans bukan merupakan sumber hukum menurut TAP MPR.
b. Kepala Sub Dinas Informasi dan Perluasan Kerja Disnaker Provinsi Riau
menjelaskan bahwa :
1) Pengiriman TKI ke luar negeri melalui Provinsi Riau sebagian besar dari
luar Provinsi Riau, untuk itu kami menghimbau Ditjen PPTKLN agar
menyampaikan kepada Provinsi-Provinsi daerah pengiriman memberikan
sosialisasi/penyuluhan secara merata di daerah pedesaan tentang
prosedur bekerja di luar negeri.
2) Perlu ditekankan pada PJTKI daerah pengirim di luar Provinsi Riau
kelengkapan persyaratan sesuai Pasal 50 Kepmenakertrans No. 104 A
tahun 2002 agar dilengkapi didaerah asal, sehingga pengiriman TKI
melalui Provinsi Riau persyaratan dari daerah asal sudah lengkap dan
tidak terjadi penumpukan di daerah Provinsi Riau.

73
3) Perlu adanya kejelasan tentang perlindungan TKI yang bekerja di luar
negeri terutama sekali Kepmenakertrans No. 157 tahun 2003 tentang
asuransi perlindungan TKI, antara lain PJTKI merasa bahwa
dikeluarkannya Kepmenakertrans 157 tahun 2003 merupakan monopoli
salah satu perusahaan, sehingga pelayanan perlindungan dan pelayanan
sistem pembayaran di konsorsioum kurang lancar.
4) Tidak tegasnya pembayaran asuransi melalui konsorsium dari Rp400.000
diubah menjadi Rp200.000 dan tidak ada pemberitahuan maupun dasar
yang menguatkan, sehingga menimbulkan tidak kepercayaan bagi TKI
maupun PJTKI. Perlu adanya kepercayaan terhadap PJTKI dan TKI
tentang tanggung jawab dari asuransi yang melindungi TKI dari
keberangkatan maupun purna kerja dari luar negeri. Karena selama ada
asuransi perlindungan TKI ke luar negeri tidak konsisten dan tidak
bertanggung jawab.
5) Kami mengharapkan dapat segera dikeluarkan Kepmenakertrans sebagai
tindak lanjut UU No. 39 tahun 2004 untuk mengganti Kepmenakertrans
No. 104 A tahun 2002 dalam rangka memperlancar pelayanan
penempatan TKI ke luar negeri.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar :


a. Meminta perhatian Gubernur dan Walikota/Bupati di Provinsi Riau dan
Provinsi Kepulauan Riau untuk memerintahkan para Kepala
Disnaker/Disnakertrans menghentikan penerbitan Rekomendasi Bebas
Fiskal Luar Negeri bagi para Calon Tenaga Kerja Indonesia yang akan
bekerja di luar negeri.
b. Segera mengimplementasikan ketentuan penempatan TKI ke luar negeri
sebagaimana diatur dalam UU No. 39 Tahun 2004 khususnya mengenai
penerbitan KTKLN.
c. Koordinasi dan kerja sama antar instansi terkait (d.h.i. BP2TKI Pekanbaru,
Disnaker/Disnakertrans di Provinsi Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, kantor
pajak dan kantor imigrasi) lebih ditingkatkan, sehingga pelayanan dalam
rangka penyelenggaraan dan penempatan TKI dapat lebih ditingkatkan dan
terkendali/terpantau.

74
23. Terdapat 1 (satu) PJTKI/PPTKIS yang Berpusat di Pekanbaru tidak pernah
melaporkan aktivitasnya ke BP2TKI Pekanbaru
Dalam rangka mengatur, membina, melaksanakan dan mengawasi
penyelenggaraan penempatan dan perlindungan TKI di luar negeri, maka
Pemerintah d.h.i. BP2TKI yang merupakan Unit Pelaksana Teknis Pemerintah
Pusat di Daerah memerlukan informasi/data, yang antara lain berupa laporan
pelaksanaan penempatan TKI ke luar negeri dari PJTKI/PPTKIS.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik dan cek fisik tanggal 9
Desember 2005 pada 3 (tiga) PJTKI/PPTKIS yang berkantor pusat di Pekanbaru,
yaitu PT. Bina Kridatama Lestari, PT. Sarimadu Jaya Nusa dan PT. Selondang
Mayang Bestari diketahui bahwa dari 3 (tiga) PJTKI/PPTKIS tersebut terdapat 1
(satu) PJTKI/PPTKIS (PT. Selondang Mayang Bestari) yang beralamat di Jl.
Kelapa Sawit No. 12 B Telp. 0761-44637, Fax (0761) – 459773 Pekanbaru tidak
pernah melaporkan aktivitasnya selama tahun 2004 dan 2005 kepada BP2TKI
Pekanbaru serta hasil cek fisik terhadap lokasi kantor PJTKI/PPTKIS yang
bersangutan, kondisi kantor perusahaan dimaksud dalam keadaan rusak/tidak
terurus. Berdasarkan kondisi tersebut BP2TKI Pekanbaru telah memberitahukan
pada Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi di Jakarta dengan Surat No.
B.437/BP2TKI/B/X/2004 tanggal 21-10-2004 yang antara lain berisi usulan agar
Dirjen PPTKLN Depnakertrans mempertimbangkan PJTKI dimaksud untuk
pendaftaran ulang.
Dari hasil pemeriksaan lebih lanjut ternyata perusahaan tersebut masih
melaksanakan aktivitas penempatan TKI, yaitu telah menempatkan TKI ke luar
negeri berdasarkan rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri yang diterbitkan oleh
Dinas Tenaga Kerja Provinsi Riau. Realiasi penempatan TKI oleh PT Selodang
Mayang Bestari periode September s.d. November 2005 adalah sebanyak 72
orang.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tanggal 18
Oktober 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri Pasal 14 ayat (2) menetapkan bahwa perpanjangan
izin dapat diberikan kepada pelaksana penempatan TKI Swasta yang telah
syarat-syarat antara lain telah melaksanakan kewajibannya untuk
memberikan laporan secara periodik kepada Menteri;

75
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : Kep-104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri Pasal 1 dan Pasal 52 ayat (1) yang
menyatakan bahwa PJTKI wajib melaporkan realisasi penempatan TKI setiap
bulan kepada instansi Kabupaten/Kota daerah asal TKI, BP2TKI daerah asak
TKI, BP2TKI domisili PJTKI dan Direktur Jenderal serta Pasal 84 ayat (1)
huruf q yang menetapkan bahwa penghentian kegiatan sementara
(skrorsing) dijatuhkan kepada PJTKI apabila tidak melaporkan realisasi
penempatan sebagaimana dimaksud dalam pasal 52 ayat (1)..

Kondisi tersebut mengakibatkan pengawasan terhadap kegiatan perusahaan


dalam melaksanakan penempatan TKI ke luar negeri sulit dilakukan.

Hal tersebut terjadi karena adanya itikad yang tidak baik dari PJTKI dimaksud
(PT. Selondang Mayang Bestari).

Atas masalah tersebut Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa upaya


pembinaan terhadap PJTKI telah berulang kali dilakukan. Khusus terhadap
PJTKI PT Selodang Mayang Bestari telah diberitahukan kepada Dirjen PPTKLN.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar menginstruksikan Dirjen


PPTKLN untuk meninjau kembali ijin usaha bagi PJTKI PT. Selodang Mayang
Bestari dan mengambil tindakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku.

24. Pelaporan Penempatan TKI Ke Luar Negeri Oleh PPPTKI/PJTKI di Wilayah


Kerja BP2TKI Pekanbaru Tidak Tertib.
Dalam tahun 2005 (s.d Nopember 2005) diketahui jumlah Pelaksana
Penempatan Tenaga Kerja Indonesia Swasta/Perusahaan Jasa Tenaga Kerja
Indonesia (PPTKIS/PJTKI) yang berada di wilayah kerja Kantor Badan
Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) Pekanbaru
sebanyak 88 perusahaan dengan rincian sebagai berikut :

No. Lokasi Kantor Kantor Jumlah


Pusat Cabang
1. Pekanbaru 3 10 13
2. Batam 1 26 27

76
3. Tanjung Balai Karimun - 11 11
4. Tanjung Pinang 6 18 24
5. Bengkalis - 1 1
6. Dumai 1 11 12
Jumlah 11 77 88

Hasil pemeriksaan lebih lanjut atas pelaksanaan penempatan TKI ke luar


negeri TA 2004 menunjukkan bahwa PPPTKIS/PJTKI di wilayah kerja BP2TKI
Pekanbaru tidak secara tertib melaporkan penempatan TKI ke luar kepada
BP2TKI Pekanbaru. Dari 88 PPTKIS/PJTKI, hanya 19 PPTKIS/PJTKI yang
melaporkan kegiatannya, yaitu sebagai berikut:
1. PT Sarimadu Jayanusa
2. PT Bina Kridatama Lestari
3. PT Indosinma Mahkota Indah
4. PT Andalan Mitra Prestasi
5. PT Antonbintan Permai
6. PT Bintan Nirwana
7. PT Rastanura Rayani Saputra
8. PT Graha Cipta Utama
9. PT Triwira Perkasa
10. PT Walidesar
11. PT Tenaga Sejahtera Wirasta
12. PT Mitra Kencana Prasetya
13. PT MIP Resindo Jaya
14. PT Fortunatama Insani
15. PT Sumajaya
16. PT Mitra Muda Reksa Mandiri
17. PT Alwihdan Jaya
18. Ekoristi Berkarya
19. PT Dwi Guna

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi No.104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2003 pasal 52 ayat (1) yang
antara menyatakan bahwa PJTKI wajib melaporkan realisasi penempatan TKI

77
setiap bulan kepada instansi Kabupaten/Kota daerah asal TKI, BP2TKI daerah
asal TKI, BP2TKI domisili PJTKI dan Direktur Jenderal.

Hal di atas mengakibatkan monitoring penempatan TKI ke luar negeri di wilayah


kerja BP2TKI Pekanbaru sulit dilakukan.

Kondisi di atas terjadi karena :


a. Kelalaian pihak PPTKIS/PJTKI;
b. Pembinaan dan pengawasan terhadap PPTKIS/PJTKI oleh BP2TKI masih
kurang.

Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa BP2TKI selalu berusaha


membina dan mengajak PJTKI untuk berpedoman kepada Kepmenakertrans
No.104A/MEN/2002, dan upaya-upaya meminta laporan baik bulanan maupun
tahunan sesuai ketentuan yang ada telah dilakukan.
Kami akan terus mengupayakan agar pelaporan oleh PJTKI Pusat/Cabang akan
dapat terealisasi.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar memerintahkan Dirjen


PPTKLN untuk menegur PJTKI/PPTKIS dimaksud supaya konsisten
melaksanakan ketentuan mengenai penyelenggaraan dan penempatan TKI ke
luar negeri. Selanjutnya pembinaan dan pengawasan oleh Kepala BP2TKI
Pekanbaru lebih ditingkatkan, sehingga tidak terulang kembali di masa
mendatang.

25. Penerbitan Rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri atas Penempatan TKI
tidak dilengkapi dengan persyaratan yang telah ditetapkan
Hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen penerbitan rekomendasi Bebas
Fiskal Luar Negeri (BFLN) dalam rangka penempatan Tenaga Kerja Indonesia
(TKI) yang masuk dalam Kendali Alokasi TKI ke Singapore pada Unit Pelaksana
Teknis Balai Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (UPT BP2TKI)
di Batam menunjukkan terdapat penempatan TKI ke Singapore yang tidak
dilengkapi dokumen Perjanjian Kerja (PK) antara Calon TKI dengan Majikan dan
bukti keikutsertaan TKI dalam program perlindungan (asuransi).

78
Dari penelitian berkas permohonan rekomendasi BFLN diketahui bahwa
dokumen yang dilampirkan adalah Perjanjian Penempatan antara pihak Calon
TKI dengan PPTKIS/PJTKI.
PPTKIS/PJTKI dan jumlah TKI yang ditempatkan dimaksud tampak dalam daftar
terlampir.

Kondisi tersebut tidak sesuai dengan :


a. Undang-Undang No. 39 Tahun 2004 tentang Penempatan dan
Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri Pasal 51 dan Pasal 77
ayat (1) dan (2).
b. Kepmenakertrans No.104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 pasal 50 yang
menyatakan bahwa sebelum keberangkatan calon TKI, PJTKI wajib
mengurus KTKLN di BP2TKI daerah asal/daerah embarkasi dengan
melampirkan antara lain bukti kepersertaan program asuransi TKI dan
perjanjian kerja yang sudah ditandatangani para pihak.

Kondisi di atas mengakibatkan jaminan perlindungan hukum calon TKI yang


akan bekerja di luar negeri tidak jelas dan berpotensi terjadi permasalahan
dalam masa dan purna penempatan yang pada gilirannya akan merugikan TKI.

Hal tersebut terjadi karena petugas pada UPT BP2TKI Pekanbaru di Batam
tidak konsisten melaksanakan ketentuan tentang penempatan dan perlindungan
Tenaga Kerja Indonesia ke luar negeri serta pengawasan dan pengendalian
oleh Kepala BP2TKI Pekanbaru lemah.

Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa kelengkapan dokumen


penempatan TKI sebenarnya telah diseleksi oleh BP2TKI daerah asal, sehingga
UPT BP2TKI Batam lebih memprioritaskan terhadap bukti pembayaran DP3TKI
oleh PJTKI.
UPT BP2TKI Batam hanya berpedoman kepada Surat Pengantar Rekomendasi
BFLN yang diterbitkan oleh BP2TKI daerah asal.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar memerintahkan Dirjen


PPTKLN supaya menegur Kepala BP2TKI yang tidak konsisten melaksanakan
ketentuan mengenai penyelenggaraan dan penempatan Tenaga Kerja Indonesia

79
ke luar negeri pada UPT BP2TKI Pekanbaru di Batam. Selanjutnya pengawasan
dan pengendalian oleh Kepala BP2TKI Pekanbaru lebih ditingkatkan, sehingga
tidak terulang kembali di masa mendatang.

26. Terdapat Perjanjian Kerja Yang Belum Ditandatangani Oleh Salah Satu
Pihak
Dalam upaya melindungi kepentingan Calon TKI/TKI dan terjaminnya
pemenuhan hak-haknya sesuai dengan peraturan yang berlaku, maka dibuat
perjanjian tertulis antara Calon TKI dan Pengguna yang memuat syarat-syarat
kerja, hak dan kewajiban masing-masing pihak.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen penempatan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri tahun 2004 dan 2005 pada BP2TKI
Pekanbaru diketahui bahwa terdapat perjanjian kerja yang belum ditandatangani
oleh salah satu pihak, dengan rincian sebagai berikut :
a. Perjanjian Kerja belum ditandatangani Pihak Majikan
No. Nama PJTKI Pengguna Jml Jabatan/
TKI TKI Pekerjaan

Tahun 2004
1. PT.Bina Kridatama Lestari Agency Peker-jaan HAZ. 25 PRT
SDN. BHD, Malaysia
2. PT. Sarimadu Jaya Nusa Agency Peker-jaan 6 PRT
Transwira SDN.BHD
3. PT. Wadilesar Jaya Agency Idris Employment 1 PRT
SDN. BHD
Tahun 2005
4. PT. Hasta Insan Perkasa Kogyotech (M) SDN.BHD 12 Operator
Lot 3377 Perusahaan
Utama Taman Industri
selasa jaya 43300 Bala
kong Selanggor
5. PT. Bina Kridatama Lestari Agency pekerjaan 22 PRT
southern realty (M) SDN. 53 Pekerja
BHD 2 Binaan
- Mohammad Sohimi bin
6. PT. Indosinma Mahkota Athma 1 PRT
Indah - Agency Peker jaan
Srinadin SDN.BHD

80
b. Perjanjian Kerja belum ditandatangani TKI

No. Nama PJTKI Pengguna Jml Jabatan /


TKI TKI Pekerjaan

Tahun 2005
1. PT. Bina - Agency pekerjaan 5 PRT
Kridatama Lestari HAZ .SDN
- Yuen Seng SD.BHD
- Agency Pekerjaan 17 Pekerja
Southern Realty (M) Binaan
SDN.BHD 8 s.d.a.

2. PT. Tenaga Kerja Mirror plastic 15 Operator


Sejahtera Wirasta SDN.BHD

Hal tersebut tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tanggal 18
Oktober 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri Pasal 55 ayat (1) dan (2) yang menetapkan bahwa
hubungan kerja antara Pengguna dan TKI terjadi setelah perjanjian kerja
disepakati dan ditandatangani oleh para pihak dan setiap TKI wajib
menandatangani perjanjian kerja sebelum TKI yang berangkutan
diberangkatkan ke luar negeri;.
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : Kep-104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri Pasal 46 ayat (1) dan (2) yang
menetapkan bahwa:
1) Sebelum diberangkatkan, Calon TKI harus memahami isi dan
menandatangani perjanjian kerja yang akan diberlakukan di negara
tujuan penempatan;
2) Penandatanganan perjanjian kerja dilakukan dihadapan Pegawai
Pengawas Ketenagakerjaan atau Pejabat yang ditunjuk di Kantor BP2TKI
daerah asal Calon TKI atau daerah embarkasi/keberangkatan TKI.

Kondisi tersebut mengakibatkan perlindungan terhadap TKI/Calon TKI tidak


efektif dan apabila terjadi wanprestasi atas perjanjian kerja pihak TKI akan
dirugikan.

81
Hal tersebut terjadi karena :
a. Ketidakcermatan petugas pada BP2TKI Pekanbaru dalam meneliti
kelengkapan persyaratan untuk memperoleh rekomendasi BFLN;
b. Belum maksimalnya upaya dari BP2TKI dan PJTKI/PPTKIS untuk melindungi
Calon TKI/TKI terhadap pelanggaran perjanjian kerja oleh pengguna TKI.
c. Pengawasan serta pengendalian Kepala BP2TKI Pekanbaru lemah.

Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa:


a. Hal ini dimaklumi dan dipahami. Kondisi yang ada untuk penempatan TKI
sebagai Pembantu Rumah Tangga (PRT) adalah bahwa pada umumnya
tidak ada Job Order yang diketahui oleh KBRI di Kuala Lumpur. PRT adalah
penempatan pada perseorangan di luar negeri. Kalau dalam job order, maka
draft perjanjian kerja telah ada dalam satu paket.
b. Pada penempatan sektor formal perjanjian kerja pada umumnya terlebih
dahulu telah ditandatangani oleh pengguna di KBRI Kuala Lumpur.
c. Pelanggaran perjanjian kerja oleh pengguna tidak terjangkau oleh BP2TKI
karena kasusnya di luar negeri, sedangkan pelanggar perjanjian kerja
sebelum TKI berangkat masih di tangan PJTKI dan dapat diupayakan dan
difasilitasi oleh BP2TKI.
d. Berdasarkan kondisi di atas, diakui pengendalian masih dalam batas
kemampuan.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar memerintahkan Dirjen


PPTKLN untuk menegur Kepala BP2TKI Pekanbaru yang tidak konsisten
melaksanakan ketentuan mengenai penyelenggaraan dan penempatan Tenaga
Kerja Indonesia ke luar negeri. Selanjutnya pengawasan dan pengendalian oleh
Kepala BP2TKI Pekanbaru lebih ditingkatkan, sehingga tidak terulang di masa
mendatang.

27. Pembayaran Premi Asuransi Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Bervariasi


Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap Calon TKI/TKI mulai dari Pra
Penempatan, Masa Penempatan dan Purna Penempatan, maka Pemerintah
mewajibkan PJTKI/PPTKIS mengikutsertakan Calon TKI/TKI dalam Program
Asuransi TKI. Program asuransi tersebut sekurang-kurangnya meliputi jaminan
terhadap resiko kematian, kecelakaan dan kerugian material.

82
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen penempatan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri tahun 2004 dan 2005 pada BP2TKI
Pekanbaru dan Disnaker Kota Batam diketahui bahwa pembayaran premi
asuransi TKI ke luar negeri bervariasi besarannya, yaitu Rp50.000, Rp150.000
dan Rp200.000, dengan rincian terlampir.

Hal tersebut tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tanggal 18
Oktober 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri Pasal 68 ayat (1) yang menetapkan bahwa
Pelaksana penempatan TKI swasta wajib mengikutsertakan TKI yang
diberangkatkan ke luar negeri dalam program asuransi;
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : Kep-157/MEN/2003 tanggal 9 Juni 2003 tentang Asuransi Tenaga
Kerja Indonesia Pasal 13 dan 14 yang menetapkan bahwa :
1) Besarnya premi asuransi untuk pertanggungan masa pra penempatan
adalah sebesar Rp50.000,00;
2) Besarnya premi asuransi untuk pertanggungan masa kontrak kerja dan
masa purna kerja adalah sebesar Rp350.000,00.

Kondisi tersebut mengakibatkan jaminan dan perlindungan terhadap Calon


TKI/TKI selama masa sebelum keberangkatan, masa penempatan dan masa
purna penempatan tidak dapat berjalan secara optimal.

Hal tersebut disebabkan pihak PJTKI/PPTKIS merasa keberatan atas besarnya


biaya premi tersebut, yang pada akhirnya menjadi beban para Calon TKI
tersebut.

Atas masalah tersebut masing-masing instansi memberikan penjelasan sebagai


berikut :
a. Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa hal tersebut memang diakui,
hal ini dikarenakan adanya penafsiran dari masing-masing PJTKI mengenai
pembayaran premi asuransi.

83
b. Kepala Bidang Penempatan dan Pelatihan Dinas Tenaga Kerja Kota Batam
menjelaskan bahwa sesuai dengan Kepmenakertrans No. 157 tahun 2002,
ada 3 (tiga) pembayaran premi asuransi bagi TKI, yaitu :
1) Pra Penempatan sebesar Rp100.000;
2) Masa Kerja sebesar Rp200.000;
3) Purna Kerja sebesar Rp100.000.
Sehingga diterjemahkan boleh membayar salah satu dari premi asuransi
tersebut. Khusus PJTKI di Kota Batam membayar premi untuk masa kerja
sebesar Rp200.000.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar meninjau kembali besaran


biaya asuransi, sehingga tidak membebani CTKI/TKI, namun perlindungan
terhadap CTKI/TKI tetap menjadi prioritas.

28. Terdapat 889 Tenaga Kerja Indonesia (TKI) Ke Luar Negeri yang tidak
diasuransikan oleh PJTKI/PPTKIS
Dalam upaya memberikan perlindungan terhadap Calon TKI/TKI mulai dari Pra
Penempatan, Masa Penempatan dan Purna Penempatan, maka PJTKI/PPTKIS
wajib mengikutsertakan Calon TKI/TKI dalam Program Asuransi TKI. Program
asuransi tersebut sekurang-kurangnya meliputi jaminan terhadap resiko
kematian, kecelakaan dan kerugian material.
Berdasarkan hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen penempatan
Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke Luar Negeri tahun 2004 dan 2005 pada BP2TKI
Pekanbaru diketahui bahwa terdapat 889 TKI untuk penempatan ke negara
Malaysia yang belum diasuransikan oleh PJTKI/PPTKIS, dengan rincian sebagai
berikut :
No. Nama PJTKI/PPTKIS Jml TKI Negara Tujuan
Tahun 2004
1. PT. Bina Krida Lestari 262 Malaysia
2. PT. Andalan Mitra Prestasi 450 Malaysia
3. PT. Sarimadu Jaya Nusa 6 Malaysia
4. PT. Wadilesar Jaya 2 Malaysia
Jumlah 720

84
Tahun 2005
1. PT. Indosima Mahkota 4 Malaysia
Indonesia
2. PT. Bina Krida Lestari 87 Malaysia
3. PT. Hasta Insan Perkasa 62 Malaysia
4. PT. Pinangsiam Karya Utama 6 Malaysia
5. PT. LIA Central Utama 10 Malaysia
Jumlah 169
TOTAL 889

Hal tersebut tidak sesuai dengan:


a. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 2004 tanggal 18
Oktober 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja
Indonesia di Luar Negeri yang menetapkan bahwa:
Pasal 68 ayat (1)
Pelaksana penempatan TKI swasta wajib mengikutsertakan TKI yang
diberangkatkan ke luar negeri dalam program asuransi;
Pasal 103 ayat (1)
Dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling
lama 5 (lima) tahun dan atau denda paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu
milyar rupiah) dan paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima milyar rupiah)
setiap orang yang menempatkan TKI di luar negeri tanpa perlindungan
program asuransi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68.
b. Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia
Nomor : Kep-104A/MEN/2002 tanggal 4 Juni 2002 tentang Penempatan
Tenaga Kerja Indonesia ke Luar Negeri Pasal 48 ayat (1) yang menetapkan
bahwa PJTKI wajib mengikutsertakan Calon TKI dalam program asuransi
TKI.

Kondisi tersebut mengakibatkan tidak adanya jaminan dan perlindungan


terhadap Calon TKI/TKI selama masa pra keberangkatan, masa penempatan
dan purna penempatan.

Hal tersebut disebabkan:


a. PJTKI/PPTKIS tidak konsisten melaksanakan ketentuan yang berlaku;

85
b. Kepala BP2TKI Pekanbaru dan petugas pada BP2TKI kurang cermat dalam
meneliti persyaratan yang harus dipenuhi oleh PJTKI/PPTKIS dalam
penempatan TKI sesuai ketentuan yang berlaku.

Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa hal itu berkemungkinan karena


kondisi ketika itu adalah :
a. BP2TKI berharap masih ada harapan untuk pembinaan PJTKI dan
perlindungan TKI. Karena sesuai pasal 15 Kepmenakertrans
No.104A/MEN/2002 perlindungan dalam hal penyelesaian permasalahan
masih dapat diupayakan berdasarkan deposito PJTKI.
b. Ke depan para petugas kami arahkan makin selektif dan makin cermat, hal
ini telah kami upayakan melalui pengisian blanko check list untuk mengetahui
kelengkapan dokumen TKI yang diperlukan.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar memerintahkan Dirjen


PPTKLN untuk menegur Kepala BP2TKI Pekanbaru dan PJTKI/PPTKIS yang
tidak konsisten melaksanakan ketentuan mengenai penyelenggaraan dan
penempatan TKI ke luar negeri. Selanjutnya pengawasan oleh Kepala BP2TKI
Pekanbaru lebih ditingkatkan, sehingga tidak terulang kembali di masa
mendatang.

29. Penempatan TKI Ke Luar Negeri dari Provinsi Riau sebanyak 107.773
Orang Tidak Terpantau oleh BP2TKI Pekanbaru
Hasil pemeriksaan atas pelaksanaan penempatan Tenaga Kerja Indonesia ke
luar negeri pada Badan Pelayanan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
(BP2TKI) Pekanbaru, yang wilayah kerjanya meliputi Sumatera Bagian Tengah,
yaitu Provinsi Riau, Sumbar, Jambi, dan Kepulauan Riau, menunjukkan hal-hal
sebagai berikut:
a. Pelayanan penempatan TKI ke luar negeri khususnya dalam pemberian
rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri (BFLN) kepada PPTKIS/PJTKI
sebagai pelaksana penempatan TKI ke luar negeri, disamping diberikan oleh
BP2TKI Pekanbaru juga diberikan oleh Kantor Dinas Tenaga Kerja baik
tingkat provinsi maupun kabupaten/kota.
b. Selain itu terdapat juga rekomendasi BFLN dari Disnaker di luar Provinsi
Riau yang langsung ditujukan kepada Kantor Pelayanan Pajak daerah

86
embarkasi dan tidak melalui BP2TKI Pekanbaru, seperti dari Disnaker
Sumut, Jakarta, Lampung, Jawa Timur, Yogyakarta, Jawa Tengah dan
Bengkulu.
c. Tidak semua daerah embarkasi/pemberangkatan TKI ke luar negeri terdapat
petugas BP2TKI untuk memantau keberangkatan/pemulangan TKI. Petugas
BP2TKI yang ditempatkan pada daerah embarkasi hanya terdapat di Batam,
yaitu dalam rangka melaksanakan penempatan TKI dalam Alokasi Kendali
TKI ke Singapura.

Penempatan TKI ke luar negeri berdasarkan laporan dari BP2TKI Pekanbaru


dan Disnaker Provinsi Riau, serta hasil konfirmasi Tim BPK kepada Disnaker
Kota Batam dan Disnaker Kota Dumai TA 2004 da, 2005 (s.d. November 2005),
adalah sebagai berikut :
No. Uraian 2004 2005 Jumlah
1. BP2TKI Pekanbaru 6.686 22.261 28.947
2. Disnaker Prop. Riau 535 4,905 5.440
3. Disnaker Kota Batam 3,571 3,435 7.006
4. Disnaker Kota Dumai - 2,596 2.596
Jumlah 10.792 33.197 43.989

Untuk mengetahui data penempatan TKI ke luar negeri dari Provinsi Riau, Tim
BPK-RI telah melakukan konfirmasi data penempatan dari Kantor Wilayah Ditjen
Pajak Sumatera Bagian Tengah dengan cara meminta data pengiriman TKI
berdasarkan rekomendasi Bebas Fiskal Luar Negeri yang diterima Kantor
Pelayanan Pajak di daerah embarkasi/keberangkatan TKI (Bandara dan
Pelabuhan) yang merupakan pintu terakhir penempatan TKI ke luar negeri.
Penempatan TKI ke luar negeri berdasarkan data Kantor Pelayanan Pajak
periode Tahun Anggaran 2004 dan 2005 (s,d, November 2005) adalah sebagai
berikut :

Embarkasi (Bandara/Pelabuhan) 2004 2005 Jumlah


1. Sultan Syarif Kasim II Pekanbaru 5 22 27
2. Sungai Duku Pekanbaru 543 662 1.205
3. Batam, Tanjung Pinang, Lagoi, 4.826 13.220 18.046
Tanjung Balai Karimun, Tanjung Batu 43.469 50.929 94.398

87
4. Tabing Padang 117 467 584
5. BIM Padang - 322 322
6. Dumai 18.629 18.551 37.180
Jumlah 67.589 84.173 151.762

Dari data di atas tampak bahwa perbedaan data penempatan TKI ke luar negeri
menurut data BP2TKI dan Disnaker dengan data Kantor Pelayanan Pajak cukup
besar, antara lain sebagai berikut :

Tahun Kantor BP2TKI/ Selisih


Pelayanan Pajak Disnaker
2004 67.589 10.792 56.797
2005 84.173 33.197 50.976
Jumlah 151.762 43.989 107.773

Sesuai dengan Peraturan Menakertrans RI No. 14/MEN/VII/2005 tanggal 14 Juli


2005 tentang Organisasi dan Tata Kerja Depnakertrans yang menetapkan tugas
dan fungsi Depnakertrans yang antara lain adalah pengawasan atas
pelaksanaan tugas di bidang ketenagakerjaan, seharusnya BP2TKI daerah
embarkasi yang merupakan UPT Pusat melaksanakan tugas pengawasan atas
pelaksanaan tugas di bidang ketenagakerjaan di wilayah kerjanya.

Kondisi di atas mengakibatkan :


a. Adanya indikasi pengiriman TKI ke luar negeri sebanyak 107.773 orang
tidak dilengkapi dengan dokumen penempatan sesuai dengan syarat yang
ditetapkan dan berpotensi terjadi permasalahan di negara tujuan.
b. Potensi penerimaan negara bukan pajak (PNBP) sesuai PP No.92 Tahun
2000 sebesar US $ 1.616.595 (107.773 orang x US 15) atau setara dengan
Rp15.357.652.500,00, tidak dapat terpungut (asumsi US$ 1 = Rp9.500,00).

Hal tersebut terjadi karena :


a. Kurang koordinasi antar instansi yang terkait dengan penempatan tenaga
kerja ke luar negeri;
b. Tidak adanya petugas bidang ketenagakerjaan pada pos-pos embarkasi
keberangkatan TKI.

88
Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa upaya-upaya kami dalam
memantau penempatan TKI melalui embarkasi yang ada dalam wilayah lainnya
terus dilakukan. Namun oleh karena masing-masing instansi terkait mempunyai
wewenang yang berbeda dan tidak ada saling mendukung antara instansi terkait,
maka hal ini sulit dilakukan.
Hal ini baru akan dapat terwujud bila ada petugas counter pada pelabuhan atau
bandara embarkasi secara sinergi atau adanya kepatuhan dari para petugas di
bandara/pelabuhan embarkasi terhadap program penempatan TKI ke luar
negeri.
Di samping itu ada kemudahan kelengkapan dokumen dari negara pengguna
(Malaysia) sehingga TKI yang bekerja di luar negeri bisa legal entry ilegal stay
atau legal stay ilegal entry.
Oleh sebab itu memang diharapkan adanya MOU antar negara sehingga posisi
tawar Negara RI dalam penempatan TKI bernilai baik.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar:


a. Segera mengimplementasikan ketentuan penempatan TKI ke luar negeri
sebagaimana diatur dalam UU No. UU No. 39 Tahun 2004 khususnya
mengenai penerbitan KTKLN dan membentuk pos-pos pelayanan TKI di
daerah embarkasi.
b. Menginstruksikan Dirjen PPTKLN supaya koordinasi dan kerja sama antar
instansi terkait (d.h.i. BP2TKI Pekanbaru, Disnaker/Disnakertrans di Provinsi
Riau dan Provinsi Kepulauan Riau, kantor pajak dan kantor imigrasi) lebih
ditingkatkan, sehingga pelayanan dalam rangka penyelenggaraan dan
penempatan TKI dapat lebih ditingkatkan dan terkendali/terpantau.

89
IV.B. Penggunaan Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan Tenaga
Kerja Indonesia (DP3TKI).

30. Penatausahaan Hasil Pengadaan Alat Tulis Kantor (ATK) dan Buku-
Buku senilai Rp22.756.500,00 Belum Tertib
Pemeriksaan secara uji petik atas dokumen pertanggungjawaban keuangan
Dana Pembinaan Penyelenggaraan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
(DP3TKI) pada Badan Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
(BP2TKI) Pekanbaru TA 2004 dan 2005 diketahui bahwa terdapat pengeluaran
anggaran sebesar Rp.22.756.500,00 yang digunakan untuk pembelian Alat Tulis
Kantor (ATK) dan pencetakan buku-buku, dengan rincian :

Nilai (Rp) Jumlah


No Uraian
2004 2005 (Rp)
1 Pengadaan ATK 17.882.000 734.500 18.616.500

2 Pencetakan buku
a. Juknis Remitasi TKI sebanyak 990.000 - 990.000
200 buku @ Rp4.950
b. Hak dan Kewajiban TKI 1.800.000 - 1.800.000
sebanyak 450 buku @
Rp4.000
c. Undang-Undang No. 39 1.350.000 - 1.350.000
Tahun 2004 sebanyak 100
buku @Rp13.500
Jumlah 22.022.000 734.500 22.756.500

Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan hal-hal sebagai berkut:


a. Buku Juknis Remitasi telah didistribusikan sebanyak 198 eksemplar dan
sisanya sebanyak 2 eksemplar;
b. Buku Hak dan Kewajiban TKI telah didistribusikan sebanyak 447 eksemplar
dan sisanya sebanyak 3 eksemplar;
c. Undang-Undang No, 39 Tahun 2004 telah didistribusikan sebanyak 83
eksemplar dan sisanya sebanyak 17 eksemplar;
d. Hasil pengadaan ATK dan pencetakan buku tersebut tidak ditatausahakan
secara tertib, yaitu belum dicatat dalam buku penerimaan dan pengeluaran;

90
e. Pendistribusian buku kepada PJTKI dan Disnaker di wilayah kerja BP2TKI
Pekanbaru dilakukan dengan cara dititipkan melalui petugas BP2TKI, namun
tidak dilengkapi dengan bukti pendistribusian barang.

Hal tersebut tidak sesuai dengan Kepmenaker No.1427/M/SJ/94 tanggal 2


Agustus 1994 tentang Petunjuk Pelaksanaan Pengadaan dan Pengelolaan
Barang/Peralatan Pemerintah di lingkungan Departemen Tenaga Kerja BAB III
huruf A butir 2 yang menetapkan penyaluran barang/peralatan harus didukung
dengan administrasi dan bukti yang lengkap dan bisa dipertanggungjawabkan.

Kondisi tersebut di atas mengakibatkan pengendalian atas pengadaan ATK dan


buku cetakan sulit dilakukan dan dapat memberi peluang terjadinya
penyimpangan.
Keadaan tersebut terjadi karena petugas/pelaksana pada Subbag Tata Usaha
BP2TKI belum sepenuhnya mengikuti ketentuan sebagaimana diatur dalam
Kepmenaker No.1427/M/SJ/94 serta pengawasan oleh atasan langsung lemah.
Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa hal ini dikarenakan keterbatasan
pegawai (15 orang) dan wilayah kerja kami yang meliputi 4 Provinsi yaitu Riau,
Sumatra Barat, Kepulauan Riau dan Jambi. Namun demikian, untuk selanjutnya
kami akan menertibkan administrasi pengadaan barang/perlatan.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar menginstruksikan Dirjen


PPTKLN untuk menegur Kepala BP2TKI Pekanbaru supaya setiap hasil
pengadaan ATK dan buku-buku ditatausahakan dengan tertib sebagaimana
diatur dalam Kepmenaker No.1427/M/SJ/1994 dan pengawasan serta
pengendalian atasan langsung lebih ditingkatkan.

31. Biaya Foto Copy Untuk Kegiatan Pelayanan TKI Ke Luar Negeri Sebesar
Rp4.107.300,00 Belum Didukung Dengan Bukti Yang Lengkap
Dari hasil pemeriksaan secara uji petik atas dokumen pertanggungjawaban
keuangan pada Badan Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia
(BP2TKI) TA. 2004 diketahui terdapat pengeluaran biaya foto copy dalam rangka
kegiatan pelayanan TKI ke luar negeri sebesar Rp4.107.300,00.

91
Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa pengeluaran biaya foto copy
tersebut belum di dukung oleh bukti-bukti yang lengkap, yaitu tidak disebutkan
jumlah lembar yang akan difoto copy.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keppres Nomor 42 Tahun 2002 Pasal 12
ayat (2) menetapkan bahwa anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan
atas hak yang sah untuk memperoleh pembayaran.

Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran anggaran sebesar Rp4.107.300,00


belum dapat dipertanggungjawabkan.
Hal ini terjadi karena Bendaharawan kurang cermat dalam melakukan
pembayaran atas tagihan yang diajukan dan pengawasan oleh atasan langsung
lemah.

Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa untuk selanjutnya


pengadministrasian pengeluaran foto copy akan diperbaiki.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar menginstruksikan Dirjen


PPTKLN supaya menegur Kepala BP2TKI Pekanbaru yang tidak cermat dalam
melakukan pembayaran. Selain itu pengawasan dan pengendalian atasan
langsung lebih ditingkatkan.

32. Pembayaran Honor Sebesar Rp5.838.750,00 Tidak Didukung Atas Hak Yang
Sah
Pemeriksaan secara uji petik atas dokumen pertanggungjawaban keuangan
pada Badan Pelayanan dan Penempatan Tenaga Kerja Indonesia (BP2TKI) TA.
2004 diketahui terdapat pembayaran honor kepada para pegawai sebesar
Rp5.838.750,00.
Pemeriksaan lebih lanjut menunjukkan bahwa para pegawai yang menerima
honor tersebut tidak didasari oleh Surat Perintah atau Surat Keputusan dari
pejabat yang berwenang.
Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Keppres Nomor 42 Tahun 2002 Pasal 12
ayat (2) menetapkan bahwa anggaran belanja negara dilakukan berdasarkan
atas hak yang sah untuk memperoleh pembayaran.
Hal tersebut mengakibatkan pengeluaran uang negara sebesar Rp5.838.750,00
belum dapat dipertanggungjawabkan.

92
Hal ini terjadi karena Bendaharawan kurang cermat dalam melakukan
pembayaran atas tagihan yang diajukan dan pengawasan oleh atasan langsung
lemah.
Kepala BP2TKI Pekanbaru menjelaskan bahwa untuk selanjutnya
pengadministrasian pembayaran honor akan diperbaiki.

BPK-RI menyarankan kepada Menakertrans agar memerintahkan Dirjen


PPTKLN supaya menegur Kepala BP2TKI Pekanbaru yang tidak cermat dalam
melakukan pembayaran selanjutnya pengawasan dan pengendalian atasan
langsung lebih ditingkatkan.

BADAN PEMERIKSA KEUANGAN


REPUBLIK INDONESIA

93

You might also like