You are on page 1of 35

Nama

NPM
Keterangan
Ketentuan
Umum
Pasal 1

Munajat Putri
21152067
PERMENKES No 1148 tahun PERMENKES No 34 tahun
2011
2014
1. Pedagang Besar Farmasi, 1. Pedagang Besar Farmasi,
yang selanjutnya disingkat
yang selanjutnya disingkat
PBF adalah perusahaan
PBF adalah perusahaan
berbentuk badan hukum
berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk
yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan,
pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau
penyaluran obat dan/atau
bahan obat dalam jumlah
bahan obat dalam jumlah
besar sesuai ketentuan
besar sesuai ketentuan
peraturan
perundangperaturan
perundangundangan.
undangan.
2. PBF
Cabang
adalah 2.
cabang PBF yang telah
memiliki pengakuan untuk
melakukan
pengadaan,
penyimpanan, penyaluran
obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.

PBF Cabang adalah cabang


PBF yang telah memiliki
pengakuan
untuk
melakukan
pengadaan,
penyimpanan, penyaluran
obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.

3. Obat adalah bahan atau 3.


paduan bahan, termasuk
produk
biologi
yang
digunakan
untuk
mempengaruhi
atau
menyelidiki sistem fisiologi
atau
keadaan
patologi
dalam rangka penetapan
diagnosis,
pencegahan,
penyembuhan, pemulihan,
peningkatan
kesehatan
dan
kontrasepsi
untuk
manusia.

Obat adalah bahan atau


paduan bahan, termasuk
produk
biologi
yang
digunakan
untuk
mempengaruhi
atau
menyelidiki sistem fisiologi
atau
keadaan
patologi
dalam rangka penetapan
diagnosis,
pencegahan,
penyembuhan, pemulihan,
peningkatan
kesehatan
dan
kontrasepsi
untuk
manusia.

4. Bahan Obat adalah bahan 4.


baik
yang
berkhasiat
maupun tidak berkhasiat
yang digunakan dalam
pengolahan obat dengan
standar dan mutu sebagai
bahan
baku
farmasi
termasuk
baku
pembanding.

Bahan Obat adalah bahan


baik
yang
berkhasiat
maupun tidak berkhasiat
yang
digunakan
dalam
pengolahan obat dengan
standar dan mutu sebagai
bahan
baku
farmasi
termasuk
baku
pembanding.

5. Cara Distribusi Obat yang 5. Cara Distribusi Obat yang


Baik, yang selanjutnya
Baik,
yang
selanjutnya

Perizinan
Pasal 2

disingkat CDOB adalah


cara distribusi/penyaluran
obat dan/atau bahan obat
yang
bertujuan
untuk
memastikan
mutu
sepanjang jalur distribusi/
penyaluran
sesuai
persyaratan dan tujuan
penggunaannya.

disingkat CDOB adalah


cara distribusi/penyaluran
obat dan/atau bahan obat
yang
bertujuan
untuk
memastikan
mutu
sepanjang jalur distribusi/
penyaluran
sesuai
persyaratan dan tujuan
penggunaannya.

6. Kepala Balai Besar/Balai 6.


Pengawas
Obat
dan
Makanan,
yang
selanjutnya disebut Kepala
Balai POM adalah kepala
unit pelaksana teknis di
lingkungan
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan.

Kepala Balai Besar/Balai


Pengawas
Obat
dan
Makanan, yang selanjutnya
disebut Kepala Balai POM
adalah
kepala
unit
pelaksana
teknis
di
lingkungan
Badan
Pengawas
Obat
dan
Makanan.

7. Kepala Badan Pengawas 7.


Obat dan Makanan, yang
selanjutnya
disebut.
Kepala
Badan
adalah
Kepala Badan yang tugas
dan tanggung jawabnya di
bidang pengawasan obat
dan makanan.

Kepala Badan Pengawas


Obat dan Makanan, yang
selanjutnya disebut. Kepala
Badan
adalah
Kepala
Badan yang tugas dan
tanggung
jawabnya
di
bidang pengawasan obat
dan makanan.

8. Direktur Jenderal adalah 8.


Direktur Jenderal pada
Kementerian
Kesehatan
yang tugas dan tanggung
jawabnya
di
bidang
pembinaan
kefarmasian
dan alat kesehatan.

Direktur Jenderal adalah


Direktur
Jenderal
pada
Kementerian
Kesehatan
yang tugas dan tanggung
jawabnya
di
bidang
pembinaan
kefarmasian
dan alat kesehatan.

9. Menteri adalah menteri 9.


yang menyelenggarakan
urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

Menteri adalah menteri


yang
menyelenggarakan
urusan pemerintahan di
bidang kesehatan.

(1)Setiap pendirian PBF wajib 1. Setiap


pendirian
PBF
memiliki izin dari Direktur
wajib memiliki izin dari
Jenderal.
Direktur Jenderal.
PBF
dapat
(2)Setiap
PBF
dapat 2. Setiap
mendirikan PBF Cabang.
mendirikan PBF Cabang.
(3)Setiap

pendirian

PBF

3. Setiap

pendirian

PBF

Cabang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
wajib
memperoleh
pengakuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
di wilayah PBF Cabang
berada.

Pasal 3

Pasal 4

Cabang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
wajib
memperoleh
pengakuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
di wilayah PBF Cabang
berada.

(1)Izin PBF berlaku 5 (lima)


tahun
dan
dapat
diperpanjang
selama
memenuhi persyaratan.

(1)

Izin PBF berlaku 5


(lima) tahun dan dapat
diperpanjang
selama
memenuhi persyaratan.

(2)Pengakuan PBF Cabang


berlaku mengikuti jangka
waktu izin PBF.

(2)

Pengakuan
PBF
Cabang
berlaku
mengikuti jangka waktu
izin PBF.

(1)Untuk memperoleh izin (1)Untuk memperoleh izin


PBF,
pemohon
harus
PBF,
pemohon
harus
memenuhi
persyaratan
memenuhi
persyaratan
sebagai berikut:
sebagai berikut:
a. berbadan
hukum
a. berbadan
hukum
berupa
perseroan
berupa
perseroan
terbatas atau koperasi;
terbatas atau koperasi;
b. memiliki Nomor Pokok
b. memiliki Nomor Pokok
Wajib Pajak (NPWP);
Wajib Pajak (NPWP);
c. memiliki secara tetap
c. memiliki secara tetap
apoteker
Warga
apoteker Warga Negara
Negara
Indonesia
Indonesia
sebagai
sebagai
penanggung
penanggung jawab;
jawab;
d. komisaris/dewan
d. komisaris/dewan
pengawas
dan
pengawas
dan
direksi/pengurus tidak
direksi/pengurus tidak
pernah terlibat baik
pernah terlibat, baik
langsung atau tidak
langsung atau tidak
langsung
dalam
langsung
dalam
pelanggaran peraturan
pelanggaran peraturan
perundang-undangan di
perundang-undangan
bidang farmasi dalam
di bidang farmasi;
kurun waktu 2 (dua)
e. menguasai bangunan
tahun terakhir;
dan
sarana
yang
e. menguasai
bangunan
memadai untuk dapat
dan
sarana
yang
melaksanakan
memadai untuk dapat

pengadaan,
penyimpanan
dan
penyaluran obat serta
dapat
menjamin
kelancaran
pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF;
f. menguasai
gudang
sebagai
tempat
penyimpanan dengan
perlengkapan
yang
dapat menjamin mutu
serta keamanan obat
yang disimpan; dan
g. memiliki
ruang
penyimpanan
obat
yang
terpisah
dari
ruangan lain sesuai
CDOB.

melaksanakan
pengadaan,
penyimpanan
dan
penyaluran obat serta
dapat
menjamin
kelancaran
pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF;
f. menguasai
gudang
sebagai
tempat
penyimpanan dengan
perlengkapan
yang
dapat menjamin mutu
serta keamanan obat
yang disimpan; dan
g. memiliki
ruang
penyimpanan
obat
yang
terpisah
dari
ruangan lain sesuai
CDOB.

(2)Dalam hal permohonan


dilakukan dalam rangka
(2)Dalam hal permohonan
penanaman
modal,
dilakukan dalam rangka
pemohon
harus
penanaman
modal,
memperoleh persetujuan
pemohon
harus
penanaman modal dari
memperoleh persetujuan
instansi
yang
penanaman modal dari
menyelenggarakan
instansi
yang
urusan
penanaman
menyelenggarakan
modal sesuai ketentuan
urusan penanaman modal
peraturan
perundangsesuai
ketentuan
undangan.
peraturan
perundangundangan.
Pasal 5

Selain memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4,
PBF yang akan menyalurkan
bahan obat juga harus
memenuhi persyaratan:
a. memiliki
laboratorium
yang
mempunyai
kemampuan
untuk
pengujian bahan obat
yang disalurkan sesuai
dengan ketentuan yang
ditetapkan
Direktur

Selain memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4,
PBF yang akan menyalurkan
bahan obat juga harus
memenuhi persyaratan:
a. memiliki laboratorium
yang
mempunyai
kemampuan
untuk
pengujian bahan obat
yang disalurkan sesuai
dengan
ketentuan
yang
ditetapkan

Jenderal; dan

Direktur Jenderal; dan

b. memiliki gudang khusus b. memiliki gudang khusus


tempat
penyimpanan
tempat
penyimpanan
bahan obat yang terpisah
bahan obat yang terpisah
dari ruangan lain.
dari ruangan lain.
Pasal 6

(1)Terhadap
permohonan (1)Terhadap
permohonan
izin PBF dikenai biaya
izin PBF dikenai biaya
sebagai
penerimaan
sebagai
penerimaan
negara
bukan
pajak
negara
bukan
pajak
sesuai
ketentuan
sesuai
ketentuan
peraturan
perundangperaturan
perundangundangan.
undangan.
(2)Dalam hal permohonan (2)Dalam hal permohonan
izin PBF sebagaimana
izin PBF sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dimaksud pada ayat (1)
ditolak, maka biaya yang
ditolak, maka biaya yang
telah dibayarkan tidak
telah dibayarkan tidak
dapat ditarik kembali
dapat
ditarik
kembali
oleh pemohon.
oleh pemohon.

Pasal 7

(1)Untuk memperoleh izin (1)


Untuk
memperoleh
PBF,
pemohon
harus
izin PBF, pemohon harus
mengajukan permohonan
mengajukan permohonan
kepada Direktur Jenderal
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
dengan tembusan kepada
kepada Kepala Badan,
Kepala
Badan,
Kepala
Kepala Dinas Kesehatan
Dinas Kesehatan Provinsi
Provinsi dan Kepala Balai
POM
dengan
dan Kepala Balai POM
menggunakan
contoh
dengan
menggunakan
Formulir 1 sebagaimana
contoh
Formulir
1
terlampir.
sebagaimana terlampir.
Permohonan
harus
(2)Permohonan
harus (2)
ditanda
tangani
oleh
ditanda
tangani
oleh
direktur/ketua
dan
direktur/ketua
dan
apoteker
calon
apoteker
calon
penanggung
jawab
penanggung
jawab
disertai
dengan
disertai
dengan
kelengkapan administratif
kelengkapan
administratif
sebagai
sebagai berikut:
berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda
a. fotokopi Kartu Tanda
Penduduk
Penduduk
(KTP)/identitas
(KTP)/identitas
direktur/ketua;
direktur/ketua;
b. susunan
b. susunan
direksi/pengurus;

direksi/pengurus;
c. pernyataan
komisaris/dewan
pengawas dan direksi/
pengurus tidak pernah
terlibat
pelanggaran
peraturan perundangundangan di bidang
farmasi;
d. akta pendirian badan
hukum yang sah sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
e. surat
Tanda
Daftar
Perusahaan;
f. fotokopi
Surat
Izin
Usaha Perdagangan;
g. fotokopi Nomor Pokok
Wajib Pajak;
h. surat
bukti
penguasaan bangunan
dan gudang;
i. peta lokasi dan denah
bangunan
j. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung
jawab;
dan
k. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
penanggung jawab.

c. pernyataan
komisaris/dewan
pengawas dan direksi/
pengurus tidak pernah
terlibat
pelanggaran
peraturan perundangundangan di bidang
farmasi dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun
terakhir;
d. akta pendirian badan
hukum yang sah sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
e. surat
Tanda
Daftar
Perusahaan;
f. fotokopi
Surat
Izin
Usaha Perdagangan;
g. fotokopi Nomor Pokok
Wajib Pajak;
h. surat bukti penguasaan
bangunan dan gudang;
i. peta lokasi dan denah
bangunan
j. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung
jawab;
dan
k. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
penanggung jawab.

(3)Untuk permohonan izin


PBF
yang
akan
menyalurkan
bahan
obat
selain
harus (3)Untuk permohonan izin
memenuhi persyaratan
PBF
yang
akan
sebagaimana dimaksud
menyalurkan bahan obat
pada ayat (2) harus
selain harus memenuhi
melengkapi surat bukti
persyaratan sebagaimana
penguasaan
dimaksud pada ayat (2)
laboratorium dan daftar
harus melengkapi surat
peralatan.
bukti
penguasaan
laboratorium dan daftar
peralatan.
Pasal 8

(1)Paling lama dalam waktu (1)Paling lama dalam waktu


6 (enam) hari kerja sejak

diterimanya
tembusan
permohonan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1),
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
melakukan
verifikasi
kelengkapan
administratif
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2)
dan ayat (3).

6 (enam) hari kerja sejak


diterimanya
tembusan
permohonan
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1),
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
melakukan
verifikasi
kelengkapan
administratif
sebagaimana
dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2)
dan ayat (3).

(2)Paling lama dalam waktu


6 (enam) hari kerja sejak
diterimanya
tembusan
permohonan
(2)Paling lama dalam waktu
sebagaimana dimaksud
6 (enam) hari kerja sejak
dalam Pasal 7 ayat (1),
diterimanya
tembusan
Kepala
Balai
POM
melakukan
audit
permohonan
pemenuhan persyaratan
sebagaimana
dimaksud
CDOB.
dalam Pasal 7 ayat (1),
Kepala
Balai
POM
(3)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
melakukan
audit
dinyatakan
memenuhi
pemenuhan persyaratan
kelengkapan
CDOB.
administratif,
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi (3)Paling lama dalam waktu
mengeluarkan
6 (enam) hari kerja sejak
rekomendasi pemenuhan
dinyatakan
memenuhi
kelengkapan
kelengkapan
administratif
kepada
administratif,
Kepala
Direktur Jenderal dengan
tembusan kepada Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
Balai POM dan pemohon
mengeluarkan
dengan
menggunakan
rekomendasi pemenuhan
contoh
Formulir
2
kelengkapan administratif
sebagaimana terlampir.
kepada Direktur Jenderal
(4)Paling lama dalam waktu
dengan tembusan kepada
6 (enam) hari kerja sejak
Kepala Balai POM dan
dinyatakan
memenuhi
pemohon
dengan
persyaratan
CDOB,
menggunakan
contoh
Kepala
Balai
POM
Formulir 2 sebagaimana
mengeluarkan
terlampir.
rekomendasi
hasil
analisis
pemenuhan
persyaratan
CDOB (4)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
kepada Direktur Jenderal
melakukan
audit
dengan
tembusan
kepada Kepala Badan,
pemenuhan persyaratan

Kepala Dinas Kesehatan


Provinsi dan pemohon
dengan
menggunakan
contoh
Formulir
3
sebagaimana terlampir.

CDOB, Kepala Balai POM


melaporkan
pemohon
yang telah memenuhi
persyaratan
CDOB
kepada Kepala Badan.

(5)Paling lama dalam waktu (4a) Paling lama dalam waktu


6 (enam) hari kerja sejak
6 (enam) hari kerja sejak
menerima rekomendasi
menerima
laporan
sebagaimana dimaksud
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3) dan ayat
pada ayat (4), Kepala
(4) serta persyaratan
Badan POM memberikan
lainnya yang ditetapkan,
rekomendasi pemenuhan
Direktur
Jenderal
persyaratan
CDOB
menerbitkan izin PBF
kepada Direktur Jenderal
dengan
menggunakan
dengan tembusan kepada
contoh
Formulir
4
Kepala Dinas Kesehatan
sebagaimana terlampir.
Provinsi dan pemohon
(6)Dalam
hal
ketentuan
dengan
menggunakan
sebagaimana dimaksud
contoh
Formulir
3
pada ayat (3), ayat (4),
sebagaimana terlampir.
dan
ayat
(5)
tidak
dilaksanakan
pada
waktunya,
pemohon (5)Paling lama dalam waktu
dapat membuat surat
6 (enam) hari kerja sejak
pernyataan
siap
menerima
rekomendasi
melakukan
kegiatan
sebagaimana
dimaksud
kepada Direktur Jenderal
pada ayat (4a) serta
dengan
tembusan
persyaratan lainnya yang
kepada Kepala Badan,
ditetapkan,
Direktur
Kepala Balai POM dan
Jenderal menerbitkan izin
Kepala Dinas Kesehatan
PBF
dengan
Provinsi
dengan
menggunakan
contoh
menggunakan
contoh
Formulir 5 sebagaimana
Formulir 4 sebagaimana
terlampir.
terlampir.
(7)Paling lama 12 (dua
hal
ketentuan
belas) hari kerja sejak (6)Dalam
sebagaimana
dimaksud
diterimanya
surat
pada ayat (3), ayat (4),
pernyataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6),
ayat (4a) dan ayat (5)
Direktur
Jenderal
tidak dilaksanakan pada
menerbitkan izin PBF
waktunya,
pemohon
dengan
tembusan
dapat membuat surat
kepada Kepala Badan,
pernyataan
siap
Kepala Dinas Kesehatan

Provinsi, Kepala
Kesehatan
Kabupaten/Kota
Kepala Balai POM.

Dinas
dan

melakukan
kegiatan
kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada
Kepala
Badan,
Kepala
Balai POM dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
dengan
menggunakan
contoh
Formulir
5
sebagaimana terlampir.
(7)Paling lama 12 (dua
belas) hari kerja sejak
diterimanya
surat
pernyataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6),
Direktur
Jenderal
menerbitkan
izin
PBF
dengan tembusan kepada
Kepala
Badan,
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
dan
Kepala Balai POM.

Tata Cara
(1)Untuk
memperoleh (1)Untuk
memperoleh
pengakuan sebagai PBF
Pemberian
pengakuan sebagai PBF
Cabang,
pemohon
harus
Pengakuan
Cabang, pemohon harus
mengajukan
permohonan
PBF Cabang
mengajukan permohonan
kepada
Kepala
Dinas
Pasal 9
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
Kesehatan
Provinsi
dengan
tembusan
dengan tembusan kepada
kepada Direktur Jenderal,
Direktur Jenderal, Kepala
Kepala Balai POM, dan
Balai POM, dan Kepala
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan
Dinas
Kesehatan
menggunakan
contoh
Kabupaten/Kota
dengan
Formulir 6 sebagaimana
menggunakan
contoh
terlampir.
Formulir 6 sebagaimana
terlampir.
(2)Permohonan
harus
harus
ditanda
tangani
oleh (2)Permohonan
kepala PBF Cabang dan
ditanda
tangani
oleh
apoteker
calon
kepala PBF Cabang dan
penanggung jawab PBF
apoteker
calon
Cabang disertai dengan
penanggung jawab PBF
kelengkapan

administratif
sebagai
berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda
Penduduk
(KTP)/identitas kepala
PBF Cabang;
b. fotokopi izin PBF yang
dilegalisasi
oleh
Direktur Jenderal;
c. surat
sebagai
Cabang;

penunjukan
kepala PBF

d. pernyataan kepala PBF


Cabang tidak pernah
terlibat
pelanggaran
peraturan perundangundangan di bidang
farmasi;
e. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh apoteker calon
penanggung jawab;
f. surat
bukti
penguasaan bangunan
dan gudang;
g. peta lokasi dan denah
bangunan; dan
h. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
calon
penanggung
jawab.

Cabang disertai dengan


kelengkapan administratif
sebagai berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda
Penduduk
(KTP)/identitas
kepala
PBF Cabang;
b. fotokopi izin PBF yang
dilegalisasi
oleh
Direktur Jenderal;
c. surat
sebagai
Cabang;

penunjukan
kepala
PBF

d. pernyataan kepala PBF


Cabang tidak pernah
terlibat
pelanggaran
peraturan perundangundangan di bidang
farmasi dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun
terakhir;
e. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh apoteker calon
penanggung jawab;
f. surat bukti penguasaan
bangunan dan gudang;

(3)Untuk
permohonan
pengakuan sebagai PBF
g. peta lokasi dan denah
Cabang
yang
akan
bangunan; dan
menyalurkan bahan obat
selain harus memenuhi
h. fotokopi Surat Tanda
persyaratan
Registrasi
Apoteker
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus
calon
penanggung
melengkapi surat bukti
jawab.
penguasaan laboratorium
dan daftar peralatan.
(3)Untuk
permohonan
pengakuan sebagai PBF

Cabang
yang
akan
menyalurkan bahan obat
selain harus memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
harus melengkapi surat
bukti
penguasaan
laboratorium dan daftar
peralatan.
Pasal 10

(1)Paling lama dalam waktu (1)Paling lama dalam waktu


6 (enam) hari kerja sejak
6 (enam) hari kerja sejak
diterimanya
tembusan
diterimanya
tembusan
permohonan
permohonan
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1),
dalam Pasal 9 ayat (1),
Kepala Dinas Kesehatan
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
melakukan
verifikasi
melakukan
verifikasi
kelengkapan
kelengkapan administratif
administratif
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (2)
dalam Pasal 9 ayat (2)
dan ayat (3).
dan ayat (3).
(2)Paling lama dalam waktu
(2)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
6 (enam) hari kerja sejak
diterimanya
tembusan
diterimanya
tembusan
permohonan
permohonan
sebagaimana dimaksud
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 9 ayat (1),
dalam Pasal 9 ayat (1),
Kepala
Balai
POM
Kepala
Balai
POM
melakukan kelengkapan
melakukan kelengkapan
audit
pemenuhan
audit
pemenuhan
persyaratan CDOB.
persyaratan CDOB.
(3)Paling lama dalam waktu
(3)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
6 (enam) hari kerja sejak
dinyatakan
memenuhi
dinyatakan
memenuhi
administratif,
Kepala
administratif,
Kepala
Dinas
Kesehatan
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota
Kabupaten/Kota
mengeluarkan
mengeluarkan
rekomendasi pemenuhan
rekomendasi pemenuhan
kelengkapan administratif
kelengkapan
kepada
Kepala
Dinas
administratif
kepada
Kesehatan
Provinsi
Kepala Dinas Kesehatan
dengan tembusan kepada
Provinsi
dengan
Kepala Balai POM dan
tembusan kepada Kepala
pemohon
dengan

Balai POM dan pemohon


dengan
menggunakan
contoh
Formulir
7
sebagaimana terlampir.
(4)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
dinyatakan
memenuhi
persyaratan
CDOB,
Kepala
Balai
POM
mengeluarkan
rekomendasi
hasil
analisis
pemenuhan
persyaratan
CDOB
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan
tembusan
kepada pemohon dengan
menggunakan
contoh
Formulir 8 sebagaimana
terlampir.
(5)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
menerima rekomendasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan telah
memenuhi kelengkapan
administratif,
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
menerbitkan pengakuan
PBF
Cabang
dengan
menggunakan
contoh
Formulir 9 sebagaimana
terlampir.
(6)Dalam
hal
ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tidak
dilaksanakan
pada
waktunya,
pemohon
dapat membuat surat
pernyataan
siap
melakukan
kegiatan
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan
tembusan
kepada Direktur Jenderal,
Kepala Badan, Kepala
Balai POM dan Kepala

menggunakan
contoh
Formulir 7 sebagaimana
terlampir.
(4)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
dinyatakan
memenuhi
persyaratan
CDOB,
Kepala
Balai
POM
mengeluarkan
rekomendasi
hasil
analisis
pemenuhan
persyaratan
CDOB
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan tembusan kepada
pemohon
dengan
menggunakan
contoh
Formulir 8 sebagaimana
terlampir.
(5)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
menerima
rekomendasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan telah
memenuhi kelengkapan
administratif,
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
menerbitkan pengakuan
PBF
Cabang
dengan
menggunakan
contoh
Formulir 9 sebagaimana
terlampir.
(6)Dalam
hal
ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tidak
dilaksanakan
pada
waktunya,
pemohon
dapat membuat surat
pernyataan
siap
melakukan
kegiatan
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala
Badan, Kepala Balai POM
dan
Kepala
Dinas
Kesehatan

Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan
menggunakan
contoh
Formulir 10 sebagaimana
terlampir.
(7)Paling lama 12 (dua
belas) hari kerja sejak
menerima
surat
pernyataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5),
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
menerbitkan
pengakuan PBF Cabang
dengan
tembusan
kepada Direktur Jenderal,
Kepala Badan, Kepala
Balai POM dan Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Masa berlaku
Pasal 11

Izin PBF dinyatakan tidak


berlaku, apabila:

Kabupaten/Kota dengan
menggunakan
contoh
Formulir 10 sebagaimana
terlampir.
(7)Paling lama 12 (dua
belas) hari kerja sejak
menerima
surat
pernyataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5),
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
menerbitkan
pengakuan PBF Cabang
dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala
Badan, Kepala Balai POM
dan
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.

Izin PBF dinyatakan tidak


berlaku, apabila:

a. masa berlakunya habis a. masa berlakunya habis


dan tidak diperpanjang;
dan tidak diperpanjang;
b. dikenai sanksi berupa b. dikenai
sanksi
berupa
penghentian sementara
penghentian
sementara
kegiatan; atau
kegiatan; atau
c. izin PBF dicabut.
c. izin PBF dicabut.
Pasal 12

Pengakuan Cabang PBF


dinyatakan tidak berlaku,
apabila:
a. masa berlaku Izin PBF
habis
dan
tidak
diperpanjang;
b. dikenai sanksi berupa
penghentian sementara
kegiatan; atau

Pengakuan Cabang PBF


dinyatakan tidak berlaku,
apabila:
a. masa berlaku Izin PBF
habis
dan
tidak
diperpanjang;
b. dikenai
sanksi
berupa
penghentian
sementara
kegiatan; atau

c. pengakuan dicabut.

c. pengakuan dicabut.
Di antara Pasal 12 dan Pasal
13 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni
Pasal
12A
yang
berbunyi sebagai berikut :

Pasal 12A
(1)Dalam
hal
terjadi
perubahan
nama
dan/atau
alamat
PBF
serta perubahan lingkup
kegiatan penyaluran obat
atau bahan obat, wajib
dilakukan pembaharuan
izin PBF.
(2)Dalam
hal
terjadi
perubahan
izin
PBF
dan/atau
alamat
PBF
Cabang wajib dilakukan
pembaharuan pengakuan
PBF Cabang.
(3)Tata cara memperbaharui
izin PBF atau pengakuan
PBF Cabang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), berlaku
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7
sampai dengan Pasal 10.
Penyelengga (1)PBF dan PBF Cabang (1)PBF dan PBF Cabang
hanya
dapat
raan
hanya
dapat
mengadakan,
menyimpan
Pasal 13
mengadakan, menyimpan
dan menyalurkan obat
dan menyalurkan obat
dan/atau
bahan
obat
dan/atau bahan obat yang
yang
memenuhi
memenuhi
persyaratan
persyaratan mutu yang
mutu yang ditetapkan
ditetapkan oleh Menteri.
oleh Menteri.
(2)PBF
hanya
dapat
melaksanakan pengadaan (2)PBF
hanya
dapat
obat dari industri farmasi
melaksanakan pengadaan
dan/atau sesama PBF.
obat dari industri farmasi
(3)PBF
hanya
dapat
dan/atau sesama PBF.
melaksanakan pengadaan
bahan obat dari industri
(3)PBF
hanya
dapat
farmasi,
sesama
PBF
melaksanakan pengadaan
dan/atau
melalui
bahan obat dari industri
importasi.
farmasi,
sesama
PBF
(4)Pengadaan bahan obat

melalui
importasi
dan/atau
melalui
sebagaimana
dimaksud
importasi.
pada
ayat
(3)
dilaksanakan
sesuai (4)Pengadaan bahan obat
ketentuan
peraturan
melalui
importasi
perundang-undangan.
sebagaimana
dimaksud
(5)PBF Cabang hanya dapat
pada
ayat
(3)
melaksanakan pengadaan
dilaksanakan
sesuai
obat dan/atau bahan obat
ketentuan
peraturan
dari PBF pusat.
perundang-undangan.
(5)PBF Cabang hanya dapat
melaksanakan pengadaan
obat dan/atau bahan obat
dari PBF pusat.
(6)PBF dan PBF Cabang
dalam
melaksanakan
pengadaan
obat
atau
bahan
obat
harus
berdasarkan
surat
pesanan
yang
ditandatangani apoteker
penanggung
jawab
dengan
mencantumkan
nomor SIKA.
Pasal 14

(1)Setiap PBF dan PBF (1)Setiap PBF dan PBF Cabang


Cabang harus memiliki
harus memiliki apoteker
apoteker
penanggung
penanggung jawab yang
jawab yang bertanggung
bertanggung
jawab
jawab
terhadap
terhadap
pelaksanaan
pelaksanaan
ketentuan
ketentuan
pengadaan,
pengadaan, penyimpanan
penyimpanan
dan
dan
penyaluran
obat
penyaluran obat dan/atau
dan/atau
bahan
obat
bahan obat sebagaimana
sebagaimana
dimaksud
dimaksud dalam Pasal 13.
dalam Pasal 13.
(2)Apoteker
penanggung
(2)Apoteker
penanggung
jawab
sebagaimana
jawab
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dimaksud pada ayat (1)
harus memiliki izin sesuai
harus memiliki izin sesuai
ketentuan
peraturan
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
perundang-undangan.

(3)Apoteker
penanggung (3)Apoteker
penanggung
jawab
dilarang
jawab dilarang merangkap
merangkap
jabatan
jabatan
sebagai
sebagai direksi/pengurus
direksi/pengurus PBF atau
PBF atau PBF Cabang.
PBF Cabang.
(4)Setiap
pergantian
apoteker
penanggung (4)Dihapus.
jawab,
direksi/pengurus
Pasal 14A
PBF atau PBF Cabang
wajib melaporkan kepada
Direktur Jenderal atau (1)Dalam
hal
apoteker
Kepala Dinas Kesehatan
penanggung jawab tidak
Provinsi
selambatdapat
melaksanakan
lambatnya dalam jangka
tugas,
apoteker
yang
waktu 6 (enam) hari
kerja.
bersangkutan
harus
menunjuk apoteker lain
sebagai
pengganti
sementara yang bertugas
paling lama untuk waktu
3 (tiga) bulan.
(2)Penggantian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
harus
mendapat
persetujuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.
Pasal 14B
(1)Setiap
pergantian
apoteker
penanggung
jawab,
pergantian
direktur/ketua PBF, wajib
memperoleh persetujuan
dari
Direktur
Jenderal
dengan tembusan kepada
Kepala Badan dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.
(2)Setiap
pergantian
apoteker
penanggung
jawab,
pergantian
direktur/ketua
PBF
Cabang,
wajib
memperoleh persetujuan
dari
Kepala
Dinas

Kesehatan
Provinsi
dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala
Badan, dan Kepala Balai
POM.
(3)Untuk
memperoleh
persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat
1 dan
ayat
(2),
direksi/pengurus PBF atau
PBF Cabang melaporkan
kepada Direktur Jenderal
atau
Kepala
Dinas
Kesehatan Provinsi paling
lambat
dalam
jangka
waktu 6 (enam) hari kerja
sejak terjadi perubahan.
(4)Paling lama dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja
sejak diterimanya laporan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3), Direktur
Jenderal
atau
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
menerbitkan
surat
persetujuan
dengan
tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala Balai
POM.
Pasal 15

(1)PBF dan PBF Cabang (1)PBF dan PBF Cabang


harus
melaksanakan
harus
melaksanakan
pengadaan, penyimpanan
pengadaan, penyimpanan
dan
penyaluran
obat
dan
penyaluran
obat
dan/atau
bahan
obat
dan/atau
bahan
obat
sesuai
dengan
CDOB
sesuai dengan CDOB yang
yang
ditetapkan
oleh
ditetapkan oleh Menteri.
Menteri.
(2)Penerapan
CDOB
sebagaimana
dimaksud
(2)Penerapan
CDOB
pada ayat (1) dilakukan
sebagaimana
dimaksud
sesuai pedoman teknis
pada ayat (1) dilakukan
CDOB yang ditetapkan
sesuai pedoman teknis
oleh Kepala Badan.
CDOB yang ditetapkan
oleh Kepala Badan.
(3)PBF dan PBF Cabang yang
telah menerapkan CDOB
(3)PBF dan PBF Cabang yang

telah menerapkan CDOB


diberikan sertifikat CDOB
oleh Kepala Badan.
Pasal 16

diberikan sertifikat CDOB


oleh Kepala Badan.

(1)Setiap PBF atau PBF (1)Setiap PBF atau PBF


Cabang
wajib
Cabang
wajib
melaksanakan
melaksanakan
dokumentasi pengadaan,
dokumentasi pengadaan,
penyimpanan,
dan
penyimpanan,
dan
penyaluran
di
tempat
penyaluran
di
tempat
usahanya
dengan
usahanya
dengan
mengikuti
pedoman
mengikuti
pedoman
CDOB.
CDOB.
(2)Dokumen
sebagaimana (2)Dokumen
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dimaksud pada ayat (1)
dapat dilakukan secara
dapat dilakukan secara
elektronik.
elektronik.
(3)Dokumentasi
(3)Dokumentasi
sebagaimana
dimaksud
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2)
pada ayat (1) dan ayat (2)
setiap saat harus dapat
setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas
diperiksa oleh petugas
yang berwenang.
yang berwenang.

Pasal 17

(1)Setiap PBF dan PBF


Cabang
dilarang
menjual
obat
atau
bahan
obat
secara
eceran.
(2)Setiap PBF dan PBF
Cabang
dilarang
menerima
dan/atau
melayani resep dokter.

Pasal 18

(1)Setiap PBF dan PBF


Cabang dilarang menjual
obat atau bahan obat
secara eceran.
(2)Setiap PBF dan PBF
Cabang
dilarang
menerima
dan/atau
melayani resep dokter.

(1)PBF dan PBF Cabang


hanya
dapat
menyalurkan
obat
kepada PBF atau PBF
Cabang
lain,
dan
fasilitas
pelayanan
kefarmasian
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.

(1)PBF dan PBF Cabang


hanya
dapat
menyalurkan
obat
kepada PBF atau PBF
Cabang lain, dan fasilitas
pelayanan kefarmasian
sesuai
ketentuan
peraturan
perundangundangan.

(2)Fasilitas
pelayanan
kefarmasian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. apotek;
b. instalasi
farmasi

(2)Fasilitas
pelayanan
kefarmasian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. apotek;
b. instalasi
farmasi

rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat.

Pasal 19

rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat.

(3) Dikecualikan
dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

(3) Dikecualikan
dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)

PBF dan PBF Cabang


tidak
dapat
menyalurkan obat keras
kepada toko obat.

PBF dan PBF Cabang


tidak dapat menyalurkan
obat keras kepada toko
obat.

(4)Untuk
memenuhi
kebutuhan pemerintah,
PBF dan PBF Cabang
dapat menyalurkan obat
dan bahan obat kepada
instansi
pemerintah
yang dilakukan sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.

(4)Untuk
memenuhi
kebutuhan pemerintah,
PBF dan PBF Cabang
dapat menyalurkan obat
dan bahan obat kepada
instansi
pemerintah
yang dilakukan sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.

PBF Cabang hanya dapat (1)PBF Cabang hanya dapat


menyalurkan obat dan/atau
menyalurkan
obat
bahan obat di wilayah
dan/atau bahan obat di
provinsi
sesuai
surat
pengakuannya.
wilayah provinsi sesuai
surat pengakuannya.
(2)Dikecualikan
dari
ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
PBF
Cabang
dapat
menyalurkan
obat
dan/atau bahan obat di
wilayah provinsi terdekat
untuk dan atas nama PBF
Pusat yang dibuktikan
dengan Surat Penugasan/
Penunjukan.
(3)Surat
Penugasan/
Penunjukan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
disahkan
oleh
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dimaksud.

Pasal 20

PBF dan PBF Cabang hanya


melaksanakan penyaluran
obat berupa obat keras
berdasarkan surat pesanan
yang
ditandatangani
apoteker pengelola apotek
atau apoteker penanggung
jawab.

PBF dan PBF Cabang hanya


melaksanakan
penyaluran
obat
berdasarkan
surat
pesanan
yang
ditandatangani
apoteker
pengelola apotek, apoteker
penanggung jawab, atau
tenaga teknis kefarmasian
penanggung jawab untuk
toko
obat
dengan
mencantumkan nomor SIPA,
SIKA, atau SIKTTK.

Pasal 21

(1)PBF dan PBF Cabang


hanya
dapat
menyalurkan
bahan
obat kepada industri
farmasi, PBF dan PBF
Cabang lain, apotek,
instalasi farmasi rumah
sakit dan lembaga ilmu
pengetahuan.

(1)PBF dan PBF Cabang


hanya
dapat
menyalurkan bahan obat
kepada industri farmasi,
PBF dan PBF Cabang
lain, apotek, instalasi
farmasi rumah sakit dan
lembaga
ilmu
pengetahuan.

(2)Penyaluran
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
berdasarkan
surat
pesanan
yang
ditandatangani apoteker
pengelola apotek atau
apoteker
penanggung
jawab.

(2)Penyaluran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan
surat
pesanan
yang
ditandatangani apoteker
pengelola apotek atau
apoteker
penanggung
jawab.

(3)Dikecualikan
dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
surat pesanan untuk
lembaga
ilmu
pengetahuan
ditandatangani
oleh
pimpinan lembaga.
Pasal 22

Pasal 23

Setiap PBF dan PBF Cabang


yang
melakukan
pengadaan, penyimpanan,
dan penyaluran narkotika
wajib memiliki izin khusus
sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan.
(1)Setiap PBF atau PBF

(3)Dikecualikan
dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
surat
pesanan
untuk
lembaga
ilmu
pengetahuan
ditandatangani
oleh
pimpinan lembaga.
Setiap PBF dan PBF Cabang
yang melakukan pengadaan,
penyimpanan,
dan
penyaluran narkotika wajib
memiliki izin khusus sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(1)Setiap PBF atau PBF

Pasal 24

Gudang PBF
Pasal 25

Cabang yang melakukan


pengubahan
kemasan
bahan
obat
dari
kemasan
atau
pengemasan
kembali
bahan
obat
dari
kemasan aslinya wajib
melakukan
pengujian
laboratorium.

Cabang yang melakukan


pengubahan
kemasan
bahan
obat
dari
kemasan
atau
pengemasan
kembali
bahan
obat
dari
kemasan aslinya wajib
melakukan
pengujian
laboratorium.

(2)Dalam hal dilakukan


pengubahan
kemasan
atau
pengemasan
kembali
bahan
obat
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), PBF atau
PBF
Cabang wajib memiliki
ruang
pengemasan
ulang
sesuai
persyaratan CDOB.

(2)Dalam
hal
dilakukan
pengubahan
kemasan
atau
pengemasan
kembali
bahan
obat
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), PBF atau
PBF
Cabang wajib memiliki
ruang
pengemasan
ulang sesuai persyaratan
CDOB.

Selain menyelenggarakan
pengadaan, penyimpanan
dan
penyaluran
obat
dan/atau bahan obat, PBF
mempunyai fungsi sebagai
tempat pendidikan dan
pelatihan.

Selain menyelenggarakan
pengadaan, penyimpanan
dan
penyaluran
obat
dan/atau bahan obat, PBF
mempunyai fungsi sebagai
tempat
pendidikan
dan
pelatihan.

(1)Gudang dan kantor PBF


atau PBF Cabang dapat
berada pada lokasi yang
terpisah dengan syarat
tidak
mengurangi
efektivitas pengawasan
intern
oleh
direksi/pengurus
dan
penanggung jawab.

(1)Gudang dan kantor PBF


atau PBF Cabang dapat
berada pada lokasi yang
terpisah dengan syarat
tidak
mengurangi
efektivitas pengawasan
intern
oleh
direksi/pengurus
dan
penanggung jawab.

(2)Dalam hal gudang dan


kantor PBF atau PBF
Cabang berada dalam
lokasi
yang
terpisah
maka
pada
gudang
tersebut harus memiliki
apoteker.

(2)Dalam hal gudang dan


kantor PBF atau PBF
Cabang berada dalam
lokasi
yang
terpisah
maka
pada
gudang
tersebut harus memiliki
apoteker.

Pasal 26

(1)PBF dan PBF Cabang


dapat
melakukan
penambahan
gudang
atau perubahan gudang.

(1)PBF dan PBF Cabang


dapat
melakukan
penambahan
gudang
atau perubahan gudang.

(2)Setiap
penambahan
atau perubahan gudang
PBF
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
harus
memperoleh
persetujuan
dari
Direktur Jenderal.

(2)Setiap penambahan atau


perubahan gudang PBF
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus
memperoleh persetujuan
dari Direktur Jenderal.

(3)Setiap
penambahan
atau perubahan gudang
PBF
Cabang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus
memperoleh
persetujuan dari Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi.
Pasal 27

(1)Permohonan
penambahan
gudang
PBF
diajukan
secara
tertulis kepada Direktur
Jenderal
dengan
mencantumkan :
a. alamat kantor PBF
pusat;
b. alamat gudang pusat
dan
gudang
tambahan;
c. nama
apoteker
penanggung
jawab
pusat; dan
d. nama
apoteker
penanggung
jawab
gudang tambahan.
(2)Permohonan
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
ditandatangani
oleh
direktur/ketua
dan
dilengkapi
dengan
persyaratan
sebagai

(3)Setiap penambahan atau


perubahan gudang PBF
Cabang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
harus
memperoleh
persetujuan dari Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi.

(1)Permohonan
penambahan
gudang
PBF
diajukan
secara
tertulis kepada Direktur
Jenderal
dengan
tembusan Kepala Dinas
Kesehatan
Provinsi,
Kepala
Badan,
dan
Kepala
Balai
POM
dengan mencantumkan:
a. alamat kantor PBF
pusat;
b. alamat gudang pusat
dan
gudang
tambahan;
c. nama
apoteker
penanggung
jawab
pusat; dan
d. nama
apoteker
penanggung
jawab
gudang tambahan.
(2)Permohonan
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)

berikut :
a. fotokopi izin PBF;
b. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
calon
penanggung
jawab
gudang
tambahan;
c. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung jawab;
d. surat
bukti
penguasaan
bangunan
dan
gudang; dan
e. peta lokasi dan denah
bangunan
gudang
tambahan.
(3)Permohonan
penambahan
gudang
PBF Cabang diajukan
secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
dengan
mengikuti
ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2).

Pasal 28

(1)Permohonan perubahan
gudang PBF diajukan
secara tertulis kepada
Direktur
Jenderal
dengan mencantumkan:
a. alamat kantor PBF
pusat;
b. alamat gudang; dan
c. nama
apoteker
penanggung jawab.
(2)Permohonan
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)

ditandatangani
oleh
direktur/
ketua
dan
dilengkapi
dengan
persyaratan
sebagai
berikut:
a. fotokopi izin PBF;
b. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
calon
penanggung
jawab
gudang
tambahan;
c. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung jawab;
d. surat
bukti
penguasaan bangunan
dan gudang; dan
e. peta lokasi dan denah
bangunan
gudang
tambahan.
(3)Permohonan
penambahan
gudang
PBF Cabang diajukan
secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
dengan
mengikuti
ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2).
(1)Permohonan perubahan
gudang PBF diajukan
secara tertulis kepada
Direktur Jenderal dengan
tembusan Kepala Dinas
Kesehatan
Provinsi,
Kepala
Badan,
dan
Kepala
Balai
POM
dengan mencantumkan:
a. alamat kantor PBF
pusat;
b. alamat gudang; dan
c. nama
apoteker

ditandatangani
oleh
direktur/ketua
dan
dilengkapi
dengan
persyaratan
sebagai
berikut :
a. fotokopi izin PBF; dan
b. peta lokasi dan denah
bangunan gudang.

penanggung jawab.
(2)Permohonan
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
ditandatangani
oleh
direktur/ketua
dan
dilengkapi
dengan
persyaratan
sebagai
berikut:
a. fotokopi izin PBF; dan
b. peta lokasi dan denah
bangunan gudang.

(3)Permohonan perubahan
gudang
PBF
Cabang
diajukan secara tertulis
kepada Kepala Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan
mengikuti
(3)Permohonan
perubahan
ketentuan sebagaimana
gudang
PBF
Cabang
dimaksud pada ayat (1)
diajukan secara tertulis
dan ayat (2).
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan
mengikuti
ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2).
Pasal 29

Pelaporan
Pasal 30

Gudang tambahan hanya


melakukan
kegiatan
penyimpanan
dan
penyaluran sebagai bagian
dari PBF atau PBF Cabang.

Gudang tambahan hanya


melakukan
kegiatan
penyimpanan
dan
penyaluran sebagai bagian
dari PBF atau PBF Cabang.

(1)Setiap
PBF
dan
cabangnya
wajib
menyampaikan laporan
kegiatan setiap 3 (tiga)
bulan sekali meliputi
kegiatan
penerimaan
dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
dan
Kepala
Balai POM.

(1)Setiap
PBF
dan
cabangnya
wajib
menyampaikan laporan
kegiatan setiap 3 (tiga)
bulan sekali
meliputi
kegiatan
penerimaan
dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai
POM.

(2)Selain laporan kegiatan


sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), Direktur

(2)

Selain
kegiatan
dimaksud

laporan
sebagaimana
pada
ayat

Jenderal
setiap
saat
dapat meminta laporan
kegiatan
penerimaan
dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat.
(3)Setiap PBF dan PBF
Cabang
yang
menyalurkan narkotika
dan psikotropika wajib
menyampaikan laporan
bulanan
penyaluran
narkotika
dan
psikotropika
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(4)Laporan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat
dilakukan
secara
elektronik
dengan
menggunakan teknologi
informasi
dan
komunikasi.
(5)Laporan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas
yang berwenang.
Pembinaan
dan
Pengawasan
Pasal 31

(1)Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan
pemerintah
kabupaten/kota
melakukan pembinaan
secara
berjenjang
terhadap
segala
kegiatan
yang
berhubungan
dengan
peredaran obat atau
bahan obat.
(2)Pembinaan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan
untuk :
a. menjamin
ketersediaan,
pemerataan
keterjangkauan

dan
obat

(1), Direktur Jenderal


setiap
saat
dapat
meminta
laporan
kegiatan
penerimaan
dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat.
(3)Setiap PBF dan PBF
Cabang
yang
menyalurkan
narkotika
dan psikotropika wajib
menyampaikan laporan
bulanan
penyaluran
narkotika
dan
psikotropika
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(4)Laporan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat
dilakukan
secara
elektronik
dengan
menggunakan teknologi
informasi
dan
komunikasi.
(5)Laporan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas
yang berwenang.
(1)Pemerintah, pemerintah
daerah
provinsi,
dan
pemerintah
kabupaten/kota
melakukan
pembinaan
secara
berjenjang
terhadap segala kegiatan
yang
berhubungan
dengan peredaran obat
atau bahan obat.
(2)Pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
diarahkan untuk :
a. menjamin
ketersediaan,
pemerataan
dan
keterjangkauan
obat
dan bahan obat untuk
pelayanan kesehatan;

Pasal 32

Pasal 33

dan bahan obat untuk


pelayanan kesehatan;
dan
b. melindungi
masyarakat
dari
bahaya penggunaan
obat atau bahan obat
yang
tidak
tepat
dan/atau
tidak
memenuhi
persyaratan
mutu,
keamanan,
dan
kemanfaatan.
(3)Pedoman
mengenai
pembinaan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan
oleh Direktur Jenderal.

dan
b. melindungi
masyarakat
dari
bahaya
penggunaan
obat atau bahan obat
yang
tidak
tepat
dan/atau
tidak
memenuhi
persyaratan
mutu,
keamanan,
dan
kemanfaatan.
(3)Pedoman
mengenai
pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.

(1)Pengawasan
terhadap
PBF dan PBF Cabang
sebagaimana
diatur
dalam Peraturan Menteri
ini dilaksanakan oleh
Kepala Badan.

(1)Pengawasan
terhadap
PBF dan PBF Cabang
sebagaimana
diatur
dalam Peraturan Menteri
ini dilaksanakan oleh
Kepala Badan.

(2)Pengawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan
untuk :

(2)Pengawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan
untuk :

a. menjamin obat dan


bahan
obat
yang
beredar
memenuhi
persyaratan
mutu,
keamanan
dan
kemanfaatan; dan
b. menjamin
terselenggaranya
penyaluran obat dan
bahan obat sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan.

a. menjamin obat dan


bahan
obat
yang
beredar
memenuhi
persyaratan
mutu,
keamanan
dan
kemanfaatan; dan
b. menjamin
terselenggaranya
penyaluran obat dan
bahan
obat
sesuai
dengan
peraturan
perundang-undangan.

(3)Pedoman
mengenai
pengawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan
oleh Kepala Badan.

(3)Pedoman
mengenai
pengawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan
oleh Kepala Badan.

(1)Pelanggaran
terhadap
semua ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini
dapat dikenai sanksi
administratif.

(1)Pelanggaran
terhadap
semua ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini
dapat
dikenai
sanksi
administratif.

Pasal 34

(2)Sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan;

(2)Sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan;

b. penghentian
sementara kegiatan;

b. penghentian
sementara kegiatan;

c. pencabutan
pengakuan; atau

c. pencabutan
pengakuan; atau

d. pencabutan izin.

d. pencabutan izin.

(3)Penghentian sementara
kegiatan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf b berlaku paling
lama 21 hari kerja dan
harus dilaporkan kepada
Direktur Jenderal.

(3)Penghentian sementara
kegiatan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf b berlaku paling
lama 21 hari kerja dan
harus dilaporkan kepada
Direktur Jenderal.

(1)Dalam hal PBF atau PBF


Cabang diberikan sanksi
administratif
berupa
penghentian sementara
kegiatan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
33 ayat (2) huruf b,
pengaktifan kembali izin
atau pengakuan dapat
dilakukan jika PBF atau
PBF
Cabang
telah
membuktikan
pemenuhan
seluruh
persyaratan
administratif dan teknis
sesuai
dengan
ketentuan
dalam
Peraturan Menteri ini.

(1)Dalam hal PBF atau PBF


Cabang diberikan sanksi
administratif
berupa
penghentian sementara
kegiatan
sebagaimana
dimaksud dalam Pasal
33 ayat (2) huruf b,
pengaktifan kembali izin
atau pengakuan dapat
dilakukan jika PBF atau
PBF
Cabang
telah
membuktikan
pemenuhan
seluruh
persyaratan administratif
dan
teknis
sesuai
dengan ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini.

(2)Direktur
Jenderal
berwenang
mencabut
Izin PBF berdasarkan
rekomendasi
Kepala
Dinas
Kesehatan

(2)Direktur
Jenderal
berwenang
mencabut
Izin PBF berdasarkan
rekomendasi
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
dan/atau hasil analisis
pengawasan dari Kepala
Badan.

Provinsi dan/atau hasil


analisis
pengawasan
dari Kepala Badan.
(3)Kepala
Badan
berwenang
memberi
sanksi
administratif
dalam
rangka
pengawasan
berupa
Peringatan
dan
Penghentian Sementara
Kegiatan PBF dan/atau
PBF Cabang.
(4)Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
berwenang
memberi
sanksi
administratif
berupa
peringatan, penghentian
sementara kegiatan PBF
dan/atau PBF Cabang,
dan
pencabutan
pengakuan PBF Cabang.
(5)Kepala
Badan
wajib
melaporkan pemberian
sanksi
administratif
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
(6)Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
wajib
melaporkan pemberian
sanksi
administratif
kepada
Direktur
Jenderal.
Ketentuan
Peralihan
Pasal 35

(1)PBF dan PBF Cabang


yang telah memiliki izin
dan/atau
pengakuan
sebelum
Peraturan
Menteri ini diundangkan,
wajib
menyesuaikan
perizinan
dan

(3)Kepala
Badan
berwenang
memberi
sanksi
administratif
dalam
rangka
pengawasan
berupa
Peringatan
dan
Penghentian Sementara
Kegiatan PBF dan/atau
PBF Cabang.
(4)Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
berwenang
memberi
sanksi
administratif
berupa
peringatan, penghentian
sementara kegiatan PBF
dan/atau PBF Cabang,
dan
pencabutan
pengakuan PBF Cabang.
(5)Kepala
Badan
wajib
melaporkan pemberian
sanksi
administratif
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
(6)Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
wajib
melaporkan pemberian
sanksi
administratif
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
Kepala Badan dan Kepala
Balai POM.

(1)Permohonan Izin PBF dan


PBF Cabang yang telah
diajukan sebelum mulai
berlakunya
Peraturan
Menteri
ini
tetap
diproses
berdasarkan
Peraturan
Menteri

penyelenggaraan
usahanya paling lama 2
(dua) tahun sejak mulai
berlakunya
Peraturan
Menteri ini.
(2)Permohonan Izin PBF
dan PBF Cabang yang
telah diajukan sebelum
mulai
berlakunya
Peraturan Menteri ini
tetap
diproses
berdasarkan Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi
sebagaimana
telah diubah dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002
atau Keputusan Menteri
Kesehatan
Nomor
287/Menkes/SK/X/1976
tentang
Pengimporan,
Penyimpanan,
dan
Penyaluran Bahan Baku
Obat.

Kesehatan
Nomor
918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi
sebagaimana
telah
diubah
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002
atau Keputusan Menteri
Kesehatan
Nomor
287/Menkes/SK/X/1976
tentang
Pengimporan,
Penyimpanan,
dan
Penyaluran Bahan Baku
Obat.
(2)Izin PBF dan PBF Cabang
yang
dikeluarkan
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi
sebagaimana
telah
diubah
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002
atau Keputusan Menteri
Kesehatan
Nomor
287/Menkes/SK/X/1976
tentang
Pengimporan,
Penyimpanan,
dan
Penyaluran Bahan Baku
Obat dinyatakan masih
tetap berlaku sampai
dengan
tanggal
31
Desember 2015.
(3)Izin PBF dan PBF Cabang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus
disesuaikan berdasarkan
ketentuan
dalam
Peraturan Menteri ini
paling lambat tanggal 31
Desember 2015.

(4)Penyesuaian pengakuan
PBF Cabang dilakukan
setelah
memperoleh
penyesuaian izin PBF
pusat.
(5)Dalam hal PBF dan PBF
Cabang tidak melakukan
penyesuaian izin atau
pengakuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4), maka PBF
dan PBF Cabang yang
bersangkutan
harus
mengajukan
permohonan izin atau
pengakuan
sesuai
ketentuan dalam Bab II
Peraturan Menteri ini.
Pasal 35A
(1)Permohonan
penyesuaian izin PBF
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (3)
harus
diajukan
oleh
pemohon
dengan
kelengkapan
sebagai
berikut:
a. surat
permohonan
kepada
Direktur
Jenderal
yang
ditandatangani
oleh
direktur utama dan
apoteker penanggung
jawab;
b. fotokopi Kartu Tanda
Penduduk
(KTP)/identitas
direktur/ketua;
c. susunan
direksi/pengurus;
d. surat
pernyataan
komisaris/dewan
pengawas
dan

direksi/pengurus tidak
pernah
terlibat
pelanggaran peraturan
perundang-undangan
di
bidang
farmasi
dalam kurun waktu 2
(dua) tahun terakhir;
e. akta pendirian badan
hukum
yang
sah
sesuai
ketentuan
peraturan perundangundangan;
f. surat Tanda Daftar
Perusahaan;
g. fotokopi
Surat
Izin
Usaha Perdagangan;
h. fotokopi Nomor Pokok
Wajib Pajak;
i. surat
bukti
penguasaan bangunan
dan gudang;
j. peta lokasi dan denah
bangunan;
k. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung jawab;
l. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
penanggung jawab;
m. rekomendasi
pemenuhan
persyaratan CDOB dari
Kepala Badan; dan
n. rekomendasi
pemenuhan
persyaratan
administratif
dari
Kepala
Dinas
Kesehatan Provinsi.
(2)

Paling lama
dalam
waktu 6 (enam) hari
kerja sejak diterimanya
permohonan

penyesuaian izin PBF


sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
dan
dinyatakan
lengkap,
Direktur
Jenderal
menerbitkan izin PBF
dengan
tembusan
kepada Kepala Dinas
Kesehatan
Provinsi,
Kepala
Badan,
dan
Kepala
Balai
POM
dengan
menggunakan
contoh
sebagaimana
tercantum
dalam
Formulir 11 terlampir.
Pasal 35B
(1)Permohonan
penyesuaian pengakuan
PBF
Cabang
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (4)
harus
diajukan
oleh
pemohon
dengan
kelengkapan
sebagai
berikut:
a. surat
permohonan
kepada Kepala Dinas
Kesehatan
Provinsi
yang
ditandatangani
oleh direktur utama
dan
apoteker
penanggung jawab;
b.
fotokopi
Kartu
Tanda
Penduduk
(KTP)/identitas
direktur/ketua;
c.
susunan
direksi/pengurus;
d.
pernyataa
n
komisaris/dewan
pengawas
dan
direksi/pengurus

tidak pernah terlibat


pelanggaran
peraturan
perundangundangan di bidang
farmasi dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun
terakhir;
e.
akta
pendirian
badan
hukum yang sah
sesuai
ketentuan
peraturan
perundangundangan;
f.
surat
Tanda
Daftar
Perusahaan;
g.
fotokopi
Surat
Izin
Usaha
Perdagangan;
h.
fotokopi
Nomor Pokok Wajib
Pajak;
i.
surat bukti
penguasaan
bangunan
dan
gudang;
j.
peta lokasi
dan
denah
bangunan;
k.
surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung jawab;
l.
fotokopi
Surat
Tanda
Registrasi Apoteker
penanggung jawab;
m.
rekomend
asi
pemenuhan
persyaratan
CDOB
dari Kepala Badan;
dan

n.

rekomend
asi
pemenuhan
persyaratan
administratif
dari
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.

(2)Paling
lama
dalam
waktu 6 (enam) hari
kerja sejak diterimanya
permohonan
penyesuaian
pengakuan PBF Cabang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan
dinyatakan
lengkap,
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
menerbitkan
pengakuan PBF Cabang
dengan
tembusan
kepada
Direktur
Jenderal, Kepala Badan,
Kepala Balai POM, dan
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan
menggunakan
contoh
sebagaimana
tercantum
dalam
Formulir 12 terlampir.
Ketentuan
Penutup
Pasal 36

Pada saat Peraturan Menteri


ini mulai berlaku:

Pada saat Peraturan Menteri


ini mulai berlaku:

a. Peraturan
Menteri a. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
Kesehatan
Nomor
918/MENKES/PER/X/1993
918/MENKES/PER/X/1993
tentang Pedagang Besar
tentang Pedagang Besar
Farmasi
sebagaimana
Farmasi
sebagaimana
telah
diubah
dengan
telah
diubah
dengan
Keputusan
Menteri
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
Kesehatan
Nomor
1191/MENKES/SK/IX/2002
1191/MENKES/SK/IX/2002
tentang Perubahan atas
tentang Perubahan atas
Peraturan
Menteri
Peraturan
Menteri
Kesehatan Nomor
Kesehatan
Nomor

918/MENKES/PER/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi; dan

918/MENKES/PER/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi;

Menteri
b. Keputusan
Menteri b. Keputusan
Kesehatan
Nomor
Kesehatan
Nomor
287/MENKES/SK/XI/1976
287/MENKES/SK/XI/1976
tentang
Ketentuan
tentang
Ketentuan
Pengimporan,
Pengimporan,
Penyimpanan,
dan
Penyimpanan,
dan
Penyaluran Bahan Baku;
dicabut dan dinyatakan
Penyaluran Bahan Baku;
tidak berlaku.
c. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
00049/A/SK/I/1989
tentang Penyaluran Obat
Kontrasepsi
Lingkaran
Biru Sediaan Pil Untuk
Sarana
Pelayanan
Kesehatan Praktek Bidan
dan Praktek Dokter; dan
d. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pengawasan
Obat dan Makanan Nomor
HK.00.06.2.01571 tentang
Penyaluran
Obat/Alat
Kontrasepsi;
dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.

You might also like