Professional Documents
Culture Documents
NPM
Keterangan
Ketentuan
Umum
Pasal 1
Munajat Putri
21152067
PERMENKES No 1148 tahun PERMENKES No 34 tahun
2011
2014
1. Pedagang Besar Farmasi, 1. Pedagang Besar Farmasi,
yang selanjutnya disingkat
yang selanjutnya disingkat
PBF adalah perusahaan
PBF adalah perusahaan
berbentuk badan hukum
berbentuk badan hukum
yang memiliki izin untuk
yang memiliki izin untuk
pengadaan, penyimpanan,
pengadaan, penyimpanan,
penyaluran obat dan/atau
penyaluran obat dan/atau
bahan obat dalam jumlah
bahan obat dalam jumlah
besar sesuai ketentuan
besar sesuai ketentuan
peraturan
perundangperaturan
perundangundangan.
undangan.
2. PBF
Cabang
adalah 2.
cabang PBF yang telah
memiliki pengakuan untuk
melakukan
pengadaan,
penyimpanan, penyaluran
obat dan/atau bahan obat
dalam jumlah besar sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
Perizinan
Pasal 2
pendirian
PBF
3. Setiap
pendirian
PBF
Cabang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
wajib
memperoleh
pengakuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
di wilayah PBF Cabang
berada.
Pasal 3
Pasal 4
Cabang
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
wajib
memperoleh
pengakuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
di wilayah PBF Cabang
berada.
(1)
(2)
Pengakuan
PBF
Cabang
berlaku
mengikuti jangka waktu
izin PBF.
pengadaan,
penyimpanan
dan
penyaluran obat serta
dapat
menjamin
kelancaran
pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF;
f. menguasai
gudang
sebagai
tempat
penyimpanan dengan
perlengkapan
yang
dapat menjamin mutu
serta keamanan obat
yang disimpan; dan
g. memiliki
ruang
penyimpanan
obat
yang
terpisah
dari
ruangan lain sesuai
CDOB.
melaksanakan
pengadaan,
penyimpanan
dan
penyaluran obat serta
dapat
menjamin
kelancaran
pelaksanaan tugas dan
fungsi PBF;
f. menguasai
gudang
sebagai
tempat
penyimpanan dengan
perlengkapan
yang
dapat menjamin mutu
serta keamanan obat
yang disimpan; dan
g. memiliki
ruang
penyimpanan
obat
yang
terpisah
dari
ruangan lain sesuai
CDOB.
Selain memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4,
PBF yang akan menyalurkan
bahan obat juga harus
memenuhi persyaratan:
a. memiliki
laboratorium
yang
mempunyai
kemampuan
untuk
pengujian bahan obat
yang disalurkan sesuai
dengan ketentuan yang
ditetapkan
Direktur
Selain memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 4,
PBF yang akan menyalurkan
bahan obat juga harus
memenuhi persyaratan:
a. memiliki laboratorium
yang
mempunyai
kemampuan
untuk
pengujian bahan obat
yang disalurkan sesuai
dengan
ketentuan
yang
ditetapkan
Jenderal; dan
(1)Terhadap
permohonan (1)Terhadap
permohonan
izin PBF dikenai biaya
izin PBF dikenai biaya
sebagai
penerimaan
sebagai
penerimaan
negara
bukan
pajak
negara
bukan
pajak
sesuai
ketentuan
sesuai
ketentuan
peraturan
perundangperaturan
perundangundangan.
undangan.
(2)Dalam hal permohonan (2)Dalam hal permohonan
izin PBF sebagaimana
izin PBF sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dimaksud pada ayat (1)
ditolak, maka biaya yang
ditolak, maka biaya yang
telah dibayarkan tidak
telah dibayarkan tidak
dapat ditarik kembali
dapat
ditarik
kembali
oleh pemohon.
oleh pemohon.
Pasal 7
direksi/pengurus;
c. pernyataan
komisaris/dewan
pengawas dan direksi/
pengurus tidak pernah
terlibat
pelanggaran
peraturan perundangundangan di bidang
farmasi;
d. akta pendirian badan
hukum yang sah sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
e. surat
Tanda
Daftar
Perusahaan;
f. fotokopi
Surat
Izin
Usaha Perdagangan;
g. fotokopi Nomor Pokok
Wajib Pajak;
h. surat
bukti
penguasaan bangunan
dan gudang;
i. peta lokasi dan denah
bangunan
j. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung
jawab;
dan
k. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
penanggung jawab.
c. pernyataan
komisaris/dewan
pengawas dan direksi/
pengurus tidak pernah
terlibat
pelanggaran
peraturan perundangundangan di bidang
farmasi dalam kurun
waktu 2 (dua) tahun
terakhir;
d. akta pendirian badan
hukum yang sah sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan;
e. surat
Tanda
Daftar
Perusahaan;
f. fotokopi
Surat
Izin
Usaha Perdagangan;
g. fotokopi Nomor Pokok
Wajib Pajak;
h. surat bukti penguasaan
bangunan dan gudang;
i. peta lokasi dan denah
bangunan
j. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung
jawab;
dan
k. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
penanggung jawab.
diterimanya
tembusan
permohonan
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (1),
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
melakukan
verifikasi
kelengkapan
administratif
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 7 ayat (2)
dan ayat (3).
Provinsi, Kepala
Kesehatan
Kabupaten/Kota
Kepala Balai POM.
Dinas
dan
melakukan
kegiatan
kepada Direktur Jenderal
dengan tembusan kepada
Kepala
Badan,
Kepala
Balai POM dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
dengan
menggunakan
contoh
Formulir
5
sebagaimana terlampir.
(7)Paling lama 12 (dua
belas) hari kerja sejak
diterimanya
surat
pernyataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (6),
Direktur
Jenderal
menerbitkan
izin
PBF
dengan tembusan kepada
Kepala
Badan,
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi,
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
dan
Kepala Balai POM.
Tata Cara
(1)Untuk
memperoleh (1)Untuk
memperoleh
pengakuan sebagai PBF
Pemberian
pengakuan sebagai PBF
Cabang,
pemohon
harus
Pengakuan
Cabang, pemohon harus
mengajukan
permohonan
PBF Cabang
mengajukan permohonan
kepada
Kepala
Dinas
Pasal 9
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
Kesehatan
Provinsi
dengan
tembusan
dengan tembusan kepada
kepada Direktur Jenderal,
Direktur Jenderal, Kepala
Kepala Balai POM, dan
Balai POM, dan Kepala
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan
Dinas
Kesehatan
menggunakan
contoh
Kabupaten/Kota
dengan
Formulir 6 sebagaimana
menggunakan
contoh
terlampir.
Formulir 6 sebagaimana
terlampir.
(2)Permohonan
harus
harus
ditanda
tangani
oleh (2)Permohonan
kepala PBF Cabang dan
ditanda
tangani
oleh
apoteker
calon
kepala PBF Cabang dan
penanggung jawab PBF
apoteker
calon
Cabang disertai dengan
penanggung jawab PBF
kelengkapan
administratif
sebagai
berikut:
a. fotokopi Kartu Tanda
Penduduk
(KTP)/identitas kepala
PBF Cabang;
b. fotokopi izin PBF yang
dilegalisasi
oleh
Direktur Jenderal;
c. surat
sebagai
Cabang;
penunjukan
kepala PBF
penunjukan
kepala
PBF
(3)Untuk
permohonan
pengakuan sebagai PBF
g. peta lokasi dan denah
Cabang
yang
akan
bangunan; dan
menyalurkan bahan obat
selain harus memenuhi
h. fotokopi Surat Tanda
persyaratan
Registrasi
Apoteker
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus
calon
penanggung
melengkapi surat bukti
jawab.
penguasaan laboratorium
dan daftar peralatan.
(3)Untuk
permohonan
pengakuan sebagai PBF
Cabang
yang
akan
menyalurkan bahan obat
selain harus memenuhi
persyaratan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
harus melengkapi surat
bukti
penguasaan
laboratorium dan daftar
peralatan.
Pasal 10
menggunakan
contoh
Formulir 7 sebagaimana
terlampir.
(4)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
dinyatakan
memenuhi
persyaratan
CDOB,
Kepala
Balai
POM
mengeluarkan
rekomendasi
hasil
analisis
pemenuhan
persyaratan
CDOB
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan tembusan kepada
pemohon
dengan
menggunakan
contoh
Formulir 8 sebagaimana
terlampir.
(5)Paling lama dalam waktu
6 (enam) hari kerja sejak
menerima
rekomendasi
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) dan telah
memenuhi kelengkapan
administratif,
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
menerbitkan pengakuan
PBF
Cabang
dengan
menggunakan
contoh
Formulir 9 sebagaimana
terlampir.
(6)Dalam
hal
ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (3) tidak
dilaksanakan
pada
waktunya,
pemohon
dapat membuat surat
pernyataan
siap
melakukan
kegiatan
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala
Badan, Kepala Balai POM
dan
Kepala
Dinas
Kesehatan
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan
menggunakan
contoh
Formulir 10 sebagaimana
terlampir.
(7)Paling lama 12 (dua
belas) hari kerja sejak
menerima
surat
pernyataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5),
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
menerbitkan
pengakuan PBF Cabang
dengan
tembusan
kepada Direktur Jenderal,
Kepala Badan, Kepala
Balai POM dan Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Masa berlaku
Pasal 11
Kabupaten/Kota dengan
menggunakan
contoh
Formulir 10 sebagaimana
terlampir.
(7)Paling lama 12 (dua
belas) hari kerja sejak
menerima
surat
pernyataan sebagaimana
dimaksud pada ayat (5),
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
menerbitkan
pengakuan PBF Cabang
dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala
Badan, Kepala Balai POM
dan
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
c. pengakuan dicabut.
c. pengakuan dicabut.
Di antara Pasal 12 dan Pasal
13 disisipkan 1 (satu) pasal,
yakni
Pasal
12A
yang
berbunyi sebagai berikut :
Pasal 12A
(1)Dalam
hal
terjadi
perubahan
nama
dan/atau
alamat
PBF
serta perubahan lingkup
kegiatan penyaluran obat
atau bahan obat, wajib
dilakukan pembaharuan
izin PBF.
(2)Dalam
hal
terjadi
perubahan
izin
PBF
dan/atau
alamat
PBF
Cabang wajib dilakukan
pembaharuan pengakuan
PBF Cabang.
(3)Tata cara memperbaharui
izin PBF atau pengakuan
PBF Cabang sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2), berlaku
ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 7
sampai dengan Pasal 10.
Penyelengga (1)PBF dan PBF Cabang (1)PBF dan PBF Cabang
hanya
dapat
raan
hanya
dapat
mengadakan,
menyimpan
Pasal 13
mengadakan, menyimpan
dan menyalurkan obat
dan menyalurkan obat
dan/atau
bahan
obat
dan/atau bahan obat yang
yang
memenuhi
memenuhi
persyaratan
persyaratan mutu yang
mutu yang ditetapkan
ditetapkan oleh Menteri.
oleh Menteri.
(2)PBF
hanya
dapat
melaksanakan pengadaan (2)PBF
hanya
dapat
obat dari industri farmasi
melaksanakan pengadaan
dan/atau sesama PBF.
obat dari industri farmasi
(3)PBF
hanya
dapat
dan/atau sesama PBF.
melaksanakan pengadaan
bahan obat dari industri
(3)PBF
hanya
dapat
farmasi,
sesama
PBF
melaksanakan pengadaan
dan/atau
melalui
bahan obat dari industri
importasi.
farmasi,
sesama
PBF
(4)Pengadaan bahan obat
melalui
importasi
dan/atau
melalui
sebagaimana
dimaksud
importasi.
pada
ayat
(3)
dilaksanakan
sesuai (4)Pengadaan bahan obat
ketentuan
peraturan
melalui
importasi
perundang-undangan.
sebagaimana
dimaksud
(5)PBF Cabang hanya dapat
pada
ayat
(3)
melaksanakan pengadaan
dilaksanakan
sesuai
obat dan/atau bahan obat
ketentuan
peraturan
dari PBF pusat.
perundang-undangan.
(5)PBF Cabang hanya dapat
melaksanakan pengadaan
obat dan/atau bahan obat
dari PBF pusat.
(6)PBF dan PBF Cabang
dalam
melaksanakan
pengadaan
obat
atau
bahan
obat
harus
berdasarkan
surat
pesanan
yang
ditandatangani apoteker
penanggung
jawab
dengan
mencantumkan
nomor SIKA.
Pasal 14
(3)Apoteker
penanggung (3)Apoteker
penanggung
jawab
dilarang
jawab dilarang merangkap
merangkap
jabatan
jabatan
sebagai
sebagai direksi/pengurus
direksi/pengurus PBF atau
PBF atau PBF Cabang.
PBF Cabang.
(4)Setiap
pergantian
apoteker
penanggung (4)Dihapus.
jawab,
direksi/pengurus
Pasal 14A
PBF atau PBF Cabang
wajib melaporkan kepada
Direktur Jenderal atau (1)Dalam
hal
apoteker
Kepala Dinas Kesehatan
penanggung jawab tidak
Provinsi
selambatdapat
melaksanakan
lambatnya dalam jangka
tugas,
apoteker
yang
waktu 6 (enam) hari
kerja.
bersangkutan
harus
menunjuk apoteker lain
sebagai
pengganti
sementara yang bertugas
paling lama untuk waktu
3 (tiga) bulan.
(2)Penggantian sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
harus
mendapat
persetujuan dari Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.
Pasal 14B
(1)Setiap
pergantian
apoteker
penanggung
jawab,
pergantian
direktur/ketua PBF, wajib
memperoleh persetujuan
dari
Direktur
Jenderal
dengan tembusan kepada
Kepala Badan dan Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi.
(2)Setiap
pergantian
apoteker
penanggung
jawab,
pergantian
direktur/ketua
PBF
Cabang,
wajib
memperoleh persetujuan
dari
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan tembusan kepada
Direktur Jenderal, Kepala
Badan, dan Kepala Balai
POM.
(3)Untuk
memperoleh
persetujuan sebagaimana
dimaksud pada ayat
1 dan
ayat
(2),
direksi/pengurus PBF atau
PBF Cabang melaporkan
kepada Direktur Jenderal
atau
Kepala
Dinas
Kesehatan Provinsi paling
lambat
dalam
jangka
waktu 6 (enam) hari kerja
sejak terjadi perubahan.
(4)Paling lama dalam jangka
waktu 6 (enam) hari kerja
sejak diterimanya laporan
sebagaimana
dimaksud
pada ayat (3), Direktur
Jenderal
atau
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
menerbitkan
surat
persetujuan
dengan
tembusan kepada Kepala
Badan dan Kepala Balai
POM.
Pasal 15
Pasal 17
Pasal 18
(2)Fasilitas
pelayanan
kefarmasian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. apotek;
b. instalasi
farmasi
(2)Fasilitas
pelayanan
kefarmasian
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) meliputi:
a. apotek;
b. instalasi
farmasi
rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat.
Pasal 19
rumah sakit;
c. puskesmas;
d. klinik; atau
e. toko obat.
(3) Dikecualikan
dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
(3) Dikecualikan
dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
(4)Untuk
memenuhi
kebutuhan pemerintah,
PBF dan PBF Cabang
dapat menyalurkan obat
dan bahan obat kepada
instansi
pemerintah
yang dilakukan sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
(4)Untuk
memenuhi
kebutuhan pemerintah,
PBF dan PBF Cabang
dapat menyalurkan obat
dan bahan obat kepada
instansi
pemerintah
yang dilakukan sesuai
dengan
ketentuan
peraturan
perundangundangan.
Pasal 20
Pasal 21
(2)Penyaluran
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
berdasarkan
surat
pesanan
yang
ditandatangani apoteker
pengelola apotek atau
apoteker
penanggung
jawab.
(2)Penyaluran sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
berdasarkan
surat
pesanan
yang
ditandatangani apoteker
pengelola apotek atau
apoteker
penanggung
jawab.
(3)Dikecualikan
dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
surat pesanan untuk
lembaga
ilmu
pengetahuan
ditandatangani
oleh
pimpinan lembaga.
Pasal 22
Pasal 23
(3)Dikecualikan
dari
ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
surat
pesanan
untuk
lembaga
ilmu
pengetahuan
ditandatangani
oleh
pimpinan lembaga.
Setiap PBF dan PBF Cabang
yang melakukan pengadaan,
penyimpanan,
dan
penyaluran narkotika wajib
memiliki izin khusus sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(1)Setiap PBF atau PBF
Pasal 24
Gudang PBF
Pasal 25
(2)Dalam
hal
dilakukan
pengubahan
kemasan
atau
pengemasan
kembali
bahan
obat
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1), PBF atau
PBF
Cabang wajib memiliki
ruang
pengemasan
ulang sesuai persyaratan
CDOB.
Selain menyelenggarakan
pengadaan, penyimpanan
dan
penyaluran
obat
dan/atau bahan obat, PBF
mempunyai fungsi sebagai
tempat pendidikan dan
pelatihan.
Selain menyelenggarakan
pengadaan, penyimpanan
dan
penyaluran
obat
dan/atau bahan obat, PBF
mempunyai fungsi sebagai
tempat
pendidikan
dan
pelatihan.
Pasal 26
(2)Setiap
penambahan
atau perubahan gudang
PBF
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
harus
memperoleh
persetujuan
dari
Direktur Jenderal.
(3)Setiap
penambahan
atau perubahan gudang
PBF
Cabang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus
memperoleh
persetujuan dari Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi.
Pasal 27
(1)Permohonan
penambahan
gudang
PBF
diajukan
secara
tertulis kepada Direktur
Jenderal
dengan
mencantumkan :
a. alamat kantor PBF
pusat;
b. alamat gudang pusat
dan
gudang
tambahan;
c. nama
apoteker
penanggung
jawab
pusat; dan
d. nama
apoteker
penanggung
jawab
gudang tambahan.
(2)Permohonan
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
ditandatangani
oleh
direktur/ketua
dan
dilengkapi
dengan
persyaratan
sebagai
(1)Permohonan
penambahan
gudang
PBF
diajukan
secara
tertulis kepada Direktur
Jenderal
dengan
tembusan Kepala Dinas
Kesehatan
Provinsi,
Kepala
Badan,
dan
Kepala
Balai
POM
dengan mencantumkan:
a. alamat kantor PBF
pusat;
b. alamat gudang pusat
dan
gudang
tambahan;
c. nama
apoteker
penanggung
jawab
pusat; dan
d. nama
apoteker
penanggung
jawab
gudang tambahan.
(2)Permohonan
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
berikut :
a. fotokopi izin PBF;
b. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
calon
penanggung
jawab
gudang
tambahan;
c. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung jawab;
d. surat
bukti
penguasaan
bangunan
dan
gudang; dan
e. peta lokasi dan denah
bangunan
gudang
tambahan.
(3)Permohonan
penambahan
gudang
PBF Cabang diajukan
secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
dengan
mengikuti
ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2).
Pasal 28
(1)Permohonan perubahan
gudang PBF diajukan
secara tertulis kepada
Direktur
Jenderal
dengan mencantumkan:
a. alamat kantor PBF
pusat;
b. alamat gudang; dan
c. nama
apoteker
penanggung jawab.
(2)Permohonan
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
ditandatangani
oleh
direktur/
ketua
dan
dilengkapi
dengan
persyaratan
sebagai
berikut:
a. fotokopi izin PBF;
b. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
calon
penanggung
jawab
gudang
tambahan;
c. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung jawab;
d. surat
bukti
penguasaan bangunan
dan gudang; dan
e. peta lokasi dan denah
bangunan
gudang
tambahan.
(3)Permohonan
penambahan
gudang
PBF Cabang diajukan
secara tertulis kepada
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
dengan
mengikuti
ketentuan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat
(2).
(1)Permohonan perubahan
gudang PBF diajukan
secara tertulis kepada
Direktur Jenderal dengan
tembusan Kepala Dinas
Kesehatan
Provinsi,
Kepala
Badan,
dan
Kepala
Balai
POM
dengan mencantumkan:
a. alamat kantor PBF
pusat;
b. alamat gudang; dan
c. nama
apoteker
ditandatangani
oleh
direktur/ketua
dan
dilengkapi
dengan
persyaratan
sebagai
berikut :
a. fotokopi izin PBF; dan
b. peta lokasi dan denah
bangunan gudang.
penanggung jawab.
(2)Permohonan
sebagaimana dimaksud
pada
ayat
(1)
ditandatangani
oleh
direktur/ketua
dan
dilengkapi
dengan
persyaratan
sebagai
berikut:
a. fotokopi izin PBF; dan
b. peta lokasi dan denah
bangunan gudang.
(3)Permohonan perubahan
gudang
PBF
Cabang
diajukan secara tertulis
kepada Kepala Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan
mengikuti
(3)Permohonan
perubahan
ketentuan sebagaimana
gudang
PBF
Cabang
dimaksud pada ayat (1)
diajukan secara tertulis
dan ayat (2).
kepada
Kepala
Dinas
Kesehatan
Provinsi
dengan
mengikuti
ketentuan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2).
Pasal 29
Pelaporan
Pasal 30
(1)Setiap
PBF
dan
cabangnya
wajib
menyampaikan laporan
kegiatan setiap 3 (tiga)
bulan sekali meliputi
kegiatan
penerimaan
dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
dan
Kepala
Balai POM.
(1)Setiap
PBF
dan
cabangnya
wajib
menyampaikan laporan
kegiatan setiap 3 (tiga)
bulan sekali
meliputi
kegiatan
penerimaan
dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
kepada Kepala Badan,
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi dan Kepala Balai
POM.
(2)
Selain
kegiatan
dimaksud
laporan
sebagaimana
pada
ayat
Jenderal
setiap
saat
dapat meminta laporan
kegiatan
penerimaan
dan penyaluran obat
dan/atau bahan obat.
(3)Setiap PBF dan PBF
Cabang
yang
menyalurkan narkotika
dan psikotropika wajib
menyampaikan laporan
bulanan
penyaluran
narkotika
dan
psikotropika
sesuai
ketentuan
peraturan
perundang-undangan.
(4)Laporan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) dapat
dilakukan
secara
elektronik
dengan
menggunakan teknologi
informasi
dan
komunikasi.
(5)Laporan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (4)
setiap saat harus dapat
diperiksa oleh petugas
yang berwenang.
Pembinaan
dan
Pengawasan
Pasal 31
(1)Pemerintah, pemerintah
daerah provinsi, dan
pemerintah
kabupaten/kota
melakukan pembinaan
secara
berjenjang
terhadap
segala
kegiatan
yang
berhubungan
dengan
peredaran obat atau
bahan obat.
(2)Pembinaan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan
untuk :
a. menjamin
ketersediaan,
pemerataan
keterjangkauan
dan
obat
Pasal 32
Pasal 33
dan
b. melindungi
masyarakat
dari
bahaya
penggunaan
obat atau bahan obat
yang
tidak
tepat
dan/atau
tidak
memenuhi
persyaratan
mutu,
keamanan,
dan
kemanfaatan.
(3)Pedoman
mengenai
pembinaan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1)
ditetapkan oleh Direktur
Jenderal.
(1)Pengawasan
terhadap
PBF dan PBF Cabang
sebagaimana
diatur
dalam Peraturan Menteri
ini dilaksanakan oleh
Kepala Badan.
(1)Pengawasan
terhadap
PBF dan PBF Cabang
sebagaimana
diatur
dalam Peraturan Menteri
ini dilaksanakan oleh
Kepala Badan.
(2)Pengawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan
untuk :
(2)Pengawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) diarahkan
untuk :
(3)Pedoman
mengenai
pengawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan
oleh Kepala Badan.
(3)Pedoman
mengenai
pengawasan
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) ditetapkan
oleh Kepala Badan.
(1)Pelanggaran
terhadap
semua ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini
dapat dikenai sanksi
administratif.
(1)Pelanggaran
terhadap
semua ketentuan dalam
Peraturan Menteri ini
dapat
dikenai
sanksi
administratif.
Pasal 34
(2)Sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan;
(2)Sanksi
administratif
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dapat
berupa:
a. peringatan;
b. penghentian
sementara kegiatan;
b. penghentian
sementara kegiatan;
c. pencabutan
pengakuan; atau
c. pencabutan
pengakuan; atau
d. pencabutan izin.
d. pencabutan izin.
(3)Penghentian sementara
kegiatan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf b berlaku paling
lama 21 hari kerja dan
harus dilaporkan kepada
Direktur Jenderal.
(3)Penghentian sementara
kegiatan
sebagaimana
dimaksud pada ayat (2)
huruf b berlaku paling
lama 21 hari kerja dan
harus dilaporkan kepada
Direktur Jenderal.
(2)Direktur
Jenderal
berwenang
mencabut
Izin PBF berdasarkan
rekomendasi
Kepala
Dinas
Kesehatan
(2)Direktur
Jenderal
berwenang
mencabut
Izin PBF berdasarkan
rekomendasi
Kepala
Dinas Kesehatan Provinsi
dan/atau hasil analisis
pengawasan dari Kepala
Badan.
(3)Kepala
Badan
berwenang
memberi
sanksi
administratif
dalam
rangka
pengawasan
berupa
Peringatan
dan
Penghentian Sementara
Kegiatan PBF dan/atau
PBF Cabang.
(4)Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
berwenang
memberi
sanksi
administratif
berupa
peringatan, penghentian
sementara kegiatan PBF
dan/atau PBF Cabang,
dan
pencabutan
pengakuan PBF Cabang.
(5)Kepala
Badan
wajib
melaporkan pemberian
sanksi
administratif
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
kepada Kepala Dinas
Kesehatan Provinsi.
(6)Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
wajib
melaporkan pemberian
sanksi
administratif
kepada Direktur Jenderal
dengan
tembusan
Kepala Badan dan Kepala
Balai POM.
penyelenggaraan
usahanya paling lama 2
(dua) tahun sejak mulai
berlakunya
Peraturan
Menteri ini.
(2)Permohonan Izin PBF
dan PBF Cabang yang
telah diajukan sebelum
mulai
berlakunya
Peraturan Menteri ini
tetap
diproses
berdasarkan Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi
sebagaimana
telah diubah dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002
atau Keputusan Menteri
Kesehatan
Nomor
287/Menkes/SK/X/1976
tentang
Pengimporan,
Penyimpanan,
dan
Penyaluran Bahan Baku
Obat.
Kesehatan
Nomor
918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi
sebagaimana
telah
diubah
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002
atau Keputusan Menteri
Kesehatan
Nomor
287/Menkes/SK/X/1976
tentang
Pengimporan,
Penyimpanan,
dan
Penyaluran Bahan Baku
Obat.
(2)Izin PBF dan PBF Cabang
yang
dikeluarkan
berdasarkan
Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
918/Menkes/Per/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi
sebagaimana
telah
diubah
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
1191/Menkes/SK/IX/2002
atau Keputusan Menteri
Kesehatan
Nomor
287/Menkes/SK/X/1976
tentang
Pengimporan,
Penyimpanan,
dan
Penyaluran Bahan Baku
Obat dinyatakan masih
tetap berlaku sampai
dengan
tanggal
31
Desember 2015.
(3)Izin PBF dan PBF Cabang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) harus
disesuaikan berdasarkan
ketentuan
dalam
Peraturan Menteri ini
paling lambat tanggal 31
Desember 2015.
(4)Penyesuaian pengakuan
PBF Cabang dilakukan
setelah
memperoleh
penyesuaian izin PBF
pusat.
(5)Dalam hal PBF dan PBF
Cabang tidak melakukan
penyesuaian izin atau
pengakuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (3)
dan ayat (4), maka PBF
dan PBF Cabang yang
bersangkutan
harus
mengajukan
permohonan izin atau
pengakuan
sesuai
ketentuan dalam Bab II
Peraturan Menteri ini.
Pasal 35A
(1)Permohonan
penyesuaian izin PBF
sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 35 ayat (3)
harus
diajukan
oleh
pemohon
dengan
kelengkapan
sebagai
berikut:
a. surat
permohonan
kepada
Direktur
Jenderal
yang
ditandatangani
oleh
direktur utama dan
apoteker penanggung
jawab;
b. fotokopi Kartu Tanda
Penduduk
(KTP)/identitas
direktur/ketua;
c. susunan
direksi/pengurus;
d. surat
pernyataan
komisaris/dewan
pengawas
dan
direksi/pengurus tidak
pernah
terlibat
pelanggaran peraturan
perundang-undangan
di
bidang
farmasi
dalam kurun waktu 2
(dua) tahun terakhir;
e. akta pendirian badan
hukum
yang
sah
sesuai
ketentuan
peraturan perundangundangan;
f. surat Tanda Daftar
Perusahaan;
g. fotokopi
Surat
Izin
Usaha Perdagangan;
h. fotokopi Nomor Pokok
Wajib Pajak;
i. surat
bukti
penguasaan bangunan
dan gudang;
j. peta lokasi dan denah
bangunan;
k. surat
pernyataan
kesediaan
bekerja
penuh
apoteker
penanggung jawab;
l. fotokopi Surat Tanda
Registrasi
Apoteker
penanggung jawab;
m. rekomendasi
pemenuhan
persyaratan CDOB dari
Kepala Badan; dan
n. rekomendasi
pemenuhan
persyaratan
administratif
dari
Kepala
Dinas
Kesehatan Provinsi.
(2)
Paling lama
dalam
waktu 6 (enam) hari
kerja sejak diterimanya
permohonan
n.
rekomend
asi
pemenuhan
persyaratan
administratif
dari
Kepala
Dinas
Kesehatan
Kabupaten/Kota.
(2)Paling
lama
dalam
waktu 6 (enam) hari
kerja sejak diterimanya
permohonan
penyesuaian
pengakuan PBF Cabang
sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan
dinyatakan
lengkap,
Kepala Dinas Kesehatan
Provinsi
menerbitkan
pengakuan PBF Cabang
dengan
tembusan
kepada
Direktur
Jenderal, Kepala Badan,
Kepala Balai POM, dan
Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dengan
menggunakan
contoh
sebagaimana
tercantum
dalam
Formulir 12 terlampir.
Ketentuan
Penutup
Pasal 36
a. Peraturan
Menteri a. Peraturan
Menteri
Kesehatan
Nomor
Kesehatan
Nomor
918/MENKES/PER/X/1993
918/MENKES/PER/X/1993
tentang Pedagang Besar
tentang Pedagang Besar
Farmasi
sebagaimana
Farmasi
sebagaimana
telah
diubah
dengan
telah
diubah
dengan
Keputusan
Menteri
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
Kesehatan
Nomor
1191/MENKES/SK/IX/2002
1191/MENKES/SK/IX/2002
tentang Perubahan atas
tentang Perubahan atas
Peraturan
Menteri
Peraturan
Menteri
Kesehatan Nomor
Kesehatan
Nomor
918/MENKES/PER/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi; dan
918/MENKES/PER/X/1993
tentang Pedagang Besar
Farmasi;
Menteri
b. Keputusan
Menteri b. Keputusan
Kesehatan
Nomor
Kesehatan
Nomor
287/MENKES/SK/XI/1976
287/MENKES/SK/XI/1976
tentang
Ketentuan
tentang
Ketentuan
Pengimporan,
Pengimporan,
Penyimpanan,
dan
Penyimpanan,
dan
Penyaluran Bahan Baku;
dicabut dan dinyatakan
Penyaluran Bahan Baku;
tidak berlaku.
c. Keputusan
Menteri
Kesehatan
Nomor
00049/A/SK/I/1989
tentang Penyaluran Obat
Kontrasepsi
Lingkaran
Biru Sediaan Pil Untuk
Sarana
Pelayanan
Kesehatan Praktek Bidan
dan Praktek Dokter; dan
d. Keputusan
Direktur
Jenderal
Pengawasan
Obat dan Makanan Nomor
HK.00.06.2.01571 tentang
Penyaluran
Obat/Alat
Kontrasepsi;
dicabut dan dinyatakan
tidak berlaku.