Professional Documents
Culture Documents
BORANG PORTOFOLIO
No. ID dan Nama Peserta
: dr. Miya Elmira
No. ID dan Nama Wahana
: RSUD Sawahlunto
Topik
: Epidermolisis bulosa
Tanggal (kasus)
: 11 April 2014
Tanggal Presentasi
: Agustus 2014
Pendamping
: dr. Sidrati Amir
Tempat Presentasi
: RSUD Sawahlunto
Obyektif presentasi
:
Keilmuan
Keterampilan
Penyegaran
O Tinjauan Pustaka
Diagnostik
Manajemen
Masalah
O Istimewa
Neonatus
Bayi
Anak
Remaja
Dewasa
Lansia
Bumil
Deskripsi :
Bayi laki-laki umur 1 hari melepuh dan mengelupas di daerah mulut, jari, bokong dan kaki.
Tujuan : dapat mendiagnosis Epidermolisis bulosa pada neonatus dan bayi secara tepat serta dapat
menerangkan kepada pasien tentang tindakan promotif, preventif, dan rehabilitatifnya.
Bahan Bahasan :
O Tinjauan Pustaka
O Riset
Kasus
Audit
Cara Membahas :
Diskusi
Presentasi dan Diskusi
Email
Pos
Data Pasien :
Nama : Bayi Dewi Fitri
No. Registrasi : 26.92.13
Nama Klinik : RSUD Sawahlunto
Data Utama untuk Bahan Diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Keluhan Utama : terdapat lepuh yang mengelupas di mulut, jari, bokong dan kaki sejak bayi
lahir 1 hari smrs.
Riwayat Penyakit Sekarang :
-
Lepuh yang mengelupas di mulut, jari, bokong dan kaki sejak 1 hari smrs.
Bayi lahir 1 hari yang lalu dengan persalinan normal, ditolong bidan.
Berat badan lahir 2900gram, panjang badan 49cm, lahir langsung menangis, ketuban
hijau.
Daya hisap kuat, bayi menetek ASI.
2. Riwayat Pengobatan :
Pasien belum pernah dibawa berobat untuk penyakit ini sebelumnya
3. Riwayat Keluarga :
- Pasien anak ketiga dari tiga bersaudara
- Kakak perempuan pertama pasien memiliki keluhan yang sama dengan pasien sejak lahir,
begitupula sepupu pasien (anak dari kakak ibu pasien)
4. Riwayat Pekerjaan :
1
Ayah pasien seorang pegawai dan ibu pasien seorang ibu rumah tangga.
5. Riwayat Sosial dan Lingkungan :
Tinggal di rumah permanen, berventilasi cukup, sampah dikumpulkan oleh petugas, dan sumber air
minum dari PDAM.
6. Pemeriksaan Fisik
Keadaan umun
Kesadaran
Nadi
Nafas
Suhu
Mata
Mulut
Leher
Paru :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Jantung :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen :
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Ekstremitas
: baik
: kompos mentis
: 130 x/menit, irama teratur
: 30 x/menit
: 37C
: konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik, pupil isokor, rc +/+
: bibir dan mukosa kering dan mengelupas
: Tidak ada pembesaran KGB
Status Dermatologikus :
Ukuran
Susunan / bentuk
Penyebaran
Lokasi
Efluoresensi
: numular-plakat
: bulat
: regional
: mulut, jari, bokong, kaki
: makula eritem, plak eritem, bula, skuama halus
Pemeriksaan Penunjang :
Laboratorium : tidak dilakukan
Diagnosis:
Suspect TEN
DD :
Epidermolisis bulosa
Penatalaksanaan :
1. Promotif
ASI
2. Preventif
Tidak menikah dengan orang yang memiliki riwayat keluarga dengan penyakit tersebut
3. Kuratif
Cefixime 2x8mg
4. Rehabilitatif
FOLLOW UP
TANGGAL
KELUHAN
11-04-14
Kulit
mengelupas
DIAGNOSIS
di Suspect TEN
dd/
PENATALAKSANAAN
Cefixime 2x10mg
Gentamycin 1 amp
ASI OD
Kulit
mengelupas
di Epidermolisis bulosa
mengelupas
Kompres ganti RL +
Gentamycin 1 amp
Hydrocortison zalf 2,5%
13-04-14
Cefixime 2x10mg
cream
2x/hari
tempat
yang
pada
melepuh
dan mengelupas
di Epidermolisis bulosa
Terapi lanjut
Kulit
mengelupas
mulut,
bokong,
dan jari
Bayi menangis kuat
di Epidermolisis bulosa
kaki
Terapi lanjut
BPL
Kontrol ke Poli Kulit
Hasil Pembelajaran :
1. Mengetahui faktor resiko epidermolisis bulosa
2. Diagnosis epidermolisis bulosa
3. Mengatasi, promosi, prevensi, dan rehabilitasi epidermolisis bulosa
Subjektif :
Bayi laki-laki usia 1 hari, melepuh dan mengelupas di daerah mulut, jari tangan kiri, bokong dan kaki.
Objektif :
Pada kasus ini diagnosis ditegakkan berdasarkan :
- Gejala klinis melepuh dan mengelupas di daerah mulut, jari tangan kiri, bokong dan kaki sejak lahir.
- Riwayat keluarga memiliki keluhan yang sama sejak lahir
- Pemeriksaan fisik makula eritem, plak eritem, bula, skuama halus.
- Penunjang (-)
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
AD
Kolagen VII
AD
Kolagen VII
Akral
AD
Kolagen VII
Pretibia
AD
Kolagen VII
Pruriginosa
AD
Kolagen VII
Kuku
AD
Kolagen VII
AD
Kolagen VII
Generalisata berat
AR
Kolagen VII
Generalisata lainnya
AD
Kolagen VII
Inversa
AR
Kolagen VII
Pretibia
AR
Kolagen VII
Pruriginosa
AR
Kolagen VII
Sentripetal
AR
Kolagen VII
AR
Kolagen VII
Generalisata
Resesif
Tabel 2.2
Tipe
Distrofik dominan
Distrofik resesif,
generalisata berat
Distrofik resesif
generalisata lainnya
pruriginosa ditandai dengan lesi EBD tipikal (dominan atau resesif) namun onset pada masa
kanak-kanak dan terdapat pruritus yang berat.
Dermolisis bulosa pada bayi baru lahir (EBD-DBB, yang sebelumya disebut DBB
transien) menujukkan adanya bula pada kulit yang cukup luas, saat kelahiran atau di awal masa
bayi (Gambar. 2.3). Bula secara dramatis akan membaik mulai pada bulan pertama sampai usia
dua tahun dan terjadinya bula bukan merupakan suatu masalah meskipun dapat menyebabkan
atrofi residual ringan, pembentukan skar, distrofi kuku dan peningkatan risiko karies gigi,.
Kelainan ini disebabkan oleh adanya mutasi ringan pada COL7A1, dan dapat menurun secara
dominan atau resesif.
Seringkali bula akan menjadi suatu skar atrofik dan berbagai macam derajat
hiperpigmentasi dan hipopigmentasi. Tampak skar milia yang khas. Pada pemeriksaan
dermoskopi, kadang-kadang tampak bercak gelap menjadi kehitaman dengan bentuk ireguler,
namun secara histologis tampak nevus jinak atau peningkatan deposit pigmen basal. Lesi
perubahan warna kulit dapat hilang secara spontan. Pada tangan dan kaki bagian bawah sering
terjadi bula dan skar yang berat. Jari-jari tangan dan kaki dapat menyatu, yang menyebabkan
pseudosyndactyly dimana jari-jari disatukan oleh kantung epidermal menyerupai gambaran
sarung tangan sehingga menyebabkan claw-like clubbing atau mitten-like deformities (Gambar.
2.5).
10
Jari-jari tangan dan kaki menjadi tidak dapat bergerak (biasanya saat usia satu tahun),
dan pergelangan tangan, siku, lutut serta pergelangan kaki dapat menetap pada posisi fleksi
karena kontraktur, menyebabkan imobilitas dan sering menjadi tergantung pada kursi roda.
Keterlibatan mukosa oral sering terjadi segera setelah lahir, menyebabkan disfagia dan
keterbatasan kemampuan untuk menyusui dengan baik. Erosi pada esofagus dapat menyebabkan
stenosis segmental (paling sering pada sepertiga bagian atas) menyebabkan kesulitan dalam
penyerapan. Seringkali terjadi gastroesophageal reflux disease, terutama yang menyebabkan
muntah yang parah. Konstipasi sering terjadi dan mungkin disebabkan oleh fisura ani, kurang
konsumsi serat dan efek pemberian zat besi. Anak yang menderita penyakit ini memiliki rasa
enggan untuk makan dan sering terjadi fisik yang gagal berkembang, sehingga membutuhkan
peningkatan kebutuhan nutrisi akibat defisit protein dan nutrisi lainnya karena adanya luka.
Seiring perkembangan usia terdapat kecenderungan penyakit menjadi lebih ringan, tapi harus
menghindari minum air yang hangat, makanan yang kasar dan partikel besar yang dapat
menyebabkan bula pada rongga mulut, faring atau esofagus. Pasien mengalami kelainan khas
mikrostomia yang disebabkan oleh pembentukan skar intraoral dan suatu frenulum yang
membatasi gerak. Pada mata dapat timbul bula yang disertai dengan inflamasi okular dan
menjadi skar pada kornea yang dapat menyebabkan gangguan penglihatan. Bula dan skar pada
laring dapat menyebabkan suara parau, suara hilang dan bahkan stenosis laring. Pada pasien
epidermolisis bulosa, khususnya EBDR terdapat kandungan mineral yang rendah pada tulang,
sehingga mungkin dapat terjadi insufisiensi nutrisi campuran, penurunan akitivitas fisik dan
inflamasi kronik.
Gigi pada penderita EBDR sering mengalami karies gigi dini yang berat. Pembentukan
skar intra oral yang progresif menyebabkan mikrostomia dan penurunan produksi saliva.
Bahkan perawatan gigi berkala dapat menyebabkan erupsi bula dan erosi pada bibir, ginggiva
dan mukosa oral. Kuku dapat terjadi distrofi yang berat atau hilangnya kuku keseluruhan.
Rambut dan kulit kepala dapat terlihat jarang secara menyeluruh dan bisa terdapat bercak
alopesia sikatrik.
Pada pasien dengan EBDR bentuk generalisata berat, kematian dapat terjadi pada masa
bayi dan anak-anak yang disebabkan oleh sepsis, pneumonia atau gagal ginjal. Pasien dengan
EBDR (dan jarang pada EBDD) memiliki risiko tinggi mengalami glomerulonefritis,
amiloidosis renal dan nefropati IgA. Kehilangan banyak cairan, darah dan protein melalui
11
beberapa area di kulit yang disertai malnutrisi dapat menyebabkan hipoalbumin dan anemia.
Kardiomiopati yang luas merupakan komplikasi yang jarang terjadi, tetapi dapat berakibat fatal
terutama pada pasien yang secara bersamaan mengalami gagal ginjal kronik. Kardiomiopati
disebabkan oleh banyak faktor, antara lain kelebihan zat besi akibat tranfusi, miokarditis oleh
karena virus dan defisiensi dari selenium dan karnitin. Komplikasi lain dari EBDR diantaranya
erosi dan skar pada daerah anal (sering menyebabkan rasa tidak nyaman yang berat, konstipasi
kronis dan keadaan anal yang kotor), stenosis uretra, retensi urin, hipertrofi kandung kencing
dan kadang-kadang hidronefrosis.
Pasien dengan EBDR (dan sedikit banyak EBJ tapi bukan EBDD) menunjukan suatu
peningkatan progresif risiko terjadinya karsinoma sel skuamus (secara berurutan 7,5%, 68%,
80% dan 90% pada usia 20, 35, 45 dan 55 tahun) pada area kulit dengan ulserasi dan skar yang
berat. Lesi ini sering timbul diatas area persendian dan ekstremitas bagian distal sebagai lesi
nodular atau ulkus yang sulit sembuh. Adanya masa yang dicurigai suatu keganasan, sebaiknya
dilakukan biopsi untuk membedakan karsinoma sel skuamus dari suatu lesi jinak seperti
verruciform xanthoma. Karsinoma kulit cenderung menjadi agresif pada area setempat.
Seringkali harus diamputasi dan cenderung mengalami metastasis yang menyebabkan kematian.
Kematian yang terjadi pada masa kanak-kanak paling sering pada jenis EBJ
(pertengahan usia 4-6 bulan). Sepsis, gagal berkembang dan gagal nafas merupakan penyebab
tersering terjadinya kematian pada masa kanak-kanak. Anak-anak dengan EBDR umumnya
masih bertahan hidup pada masa neonatus dan bayi, namun tidak dapat bertahan terhadap
infeksi selanjutnya pada masa kanak-kanak atau menjadi karsinoma kulit yang agresif pada usia
dewasa.
berdasarkan diagnosis yang akurat. Karena perjalanan klinis dari bermacam bentuk
epidermolisis
bulosa
sangat
beragam,
terutama
selama
masa
neonatus
dan
bayi,
perawatan, menjadi
keluarga;
ketidakpedulian serta ketidakcakapan dari pemberi perawatan lainnya dan adanya perlawanan
oleh anak tersebut dalam perawatan. Masalah-masalah ini sebaiknya dibicarakan dan diberikan
bantuan psikologis untuk pasien dan keluarganya sebagai bagian dari perawatan optimal.
Terapi epidermolisis bulosa adalah paliatif, dengan melindungi dari gesekan atau panas
yang berlebihan, mencegah dari abrasi dan kontriksi, penanganan infeksi sekunder,
suplementasi nutrisi dan penanganan nyeri. Karena bula disebabkan oleh cedera mekanis,
sebaiknya diambil tindakan untuk mengurangi tekanan dan mencegah trauma yang tidak perlu.
Pakaian seharusnya yang terbuat dari bahan yang lembut dan dipakai secara terbalik. Label
pakaian baru yang dapat menggesek kulit sebaiknya dibuang. Penutup baju jenis velcro lebih
tidak traumatis dibandingkan jenis lain. Sarung tangan dapat digunakan untuk meminimalisir
trauma akibat diri sendiri. Sepatu sebaiknya dari bahan halus dan berukuran yang sesuai; sepatu
kulit dengan permukaan kulit di bagian dalam, direkomendasikan idealnya dengan lipatan pada
bagian luar (seperti sepatu orang indian). Selama musim panas, sepatu kanvas dan sandal jelly
merupakan pilihan yang terbaik. Sepatu sebaiknya cukup longgar untuk mengakomodasi
dressings dan meminimalisir gesekan. Sol dapat dibuat dari cooling gel, kulit domba atau
13
dressing pelindung. Bayi yang terkena dapat diangkat dan dipindahkan pada alas yang lembut,
bak mandi bayi dapat dilapisi dengan handuk tebal. Lingkungan sekitar yang dingin dan
lubrikasi untuk meminimalisir gesekan pada permukaan kulit sangat membantu memperbaiki
lesi bula. Ketika bula timbul, perluasan dapat dicegah dengan aspirasi cairan bula secara
aseptik. Apabila masih memungkinkan, atap bula sebaiknya dibiarkan tetap intak untuk
melindungi kulit dasarnya.
Pada epidermolisis bulosa simpleks, menjaga telapak tangan dan telapak kaki tetap
dingin dan kering membantu untuk meminimalisir timbulnya bula, terutama saat musim panas.
Hiperhidrosis sering terjadi secara bersamaan, dan sebaiknya dilakukan langkah untuk
meminimalisir timbulnya bula yang terjadi akibat hiperhidrosis. Aplikasi terapi dapat diberikan
20% alumunium chloride hexahydrate pada waktu malam hari dan dikeringkan dengan
pengering rambut temperatur dingin, menggunakan kaos kaki yang menyerap keringat dan
menaburi area yang terkena dengan bedak yang menyerap seperti Zeasorb. Untuk kasus yang
parah dan pasien usia lebih tua dengan EBS lokalisata, injeksi botulinum toxin telah dilaporkan.
Penggunaan silver-impregnated socks dapat mengurangi infeksi dan membuat kaki terasa lebih
nyaman.
Kasur air dan lapisan bulu yang lembut akan membantu mengurangi gesekan dan
trauma. Mandi rutin setiap hari dan pengolesan krim pelindung pada area erosi atau pemberian
salep antibiotik (biasanya basitrasin) terutama jika terdapat sedikit krusta. Dressing pelindung
yang tidak melekat pada luka sebaiknya diaplikasikan pada area erosi untuk membantu
penyembuhan namun harus mencegah pengelupasan selanjutnya ketika penggantian dressing
(contohnya: petrolatum-impregnated gauze, Telfa, Mepilex, Mepilex transfer, Mepitel, Restore).
Pada anak-anak dengan EBDR, dressing sebaiknya dilakukan secara hati-hati pada lokasi yang
tepat diantara jari-jari untuk mencegah risiko terjadi pseudosyndactyly (Gambar. 2.6).
14
Penggantian dressing harus dilakukan secara steril untuk mencegah risiko terjadinya
infeksi oleh bakteri. Dressing pada area terkena dapat menggunakan kasa gulung (seperti
Kerlix) dengan plester yang dilekatkan hanya pada dressing itu sendiri atau dengan stockinette
seperti (Surgifix atau Spandage). Dressing dengan bahan perak telah memperbaiki keadaan
pasien dari infeksi yang berulang, namun penggunaan silver sulfadiazine dilaporkan telah
mengakibatkan argyria. Keuntungan pemberian preparat perak pada kulit penderita EB dan
akibat yang tidak diketahui dari kadar perak yang tinggi dalam darah, banyak keluarga yang
mempertimbangkan keuntungan pemberian pada penurunan infeksi dan mempercepat
penyembuhan luka menjadi bisa mendapat risiko yang lebih berat. Suatu penggunaan preparat
topikal lainnya sedang dilakukan atau dalam penelitian untuk tujuan mempercepat
penyembuhan luka seperti thymosin beta 4 dan madu yang dapat menyembuhkan. Area yang
berkrusta dan purulen sebaiknya dilakukan kultur dan diterapi sesuai sensitifitas tehadap
organisme penyebab. Pemberian secara topikal salep mupirosin dan atau gentamisin bermanfaat
pada area dengan krusta yang tidak luas. Keterlibatan yang lebih luas membutuhkan terapi
antibiotik sistemik. Penggunaan antibiotik sistemik secara berlebihan sebaiknya dihindari
karena berisiko tinggi terjadi resistensi. Larutan gentamisin (480 mg/L salin), larutan asam
asetik (cuka putih yang diencerkan) dan penambahan sedikit pemutih pada air untuk mandi
(misal seperempat sampai setengah gelas per bak mandi) telah digunakan untuk menghambat
kembang-biak organisme staphylococcal dan pseudomonas. Pada bayi dan neonatus berisiko
15
tinggi mengalami sepsis dan pasien harus diamati dan dimonitor secara cermat. Pemberian
steroid sistemik dan topikal umumnya tidak diperlukan pada pasien dengan EB dan sebaiknya
dihindari karena dapat memicu terjadi infeksi dan efek samping yang lain. Pemberian steroid
topikal poten yang dibatasi, atau talidomid telah membantu pembentukan jaringan granulasi
pada laminin 332 yang terkena.
Penanganan nyeri merupakan suatu hal yang penting pada perawatan EB, terutama pada
bayi. Penggantian dressing pada lokasi bula menyebabkan nyeri yang sangat hebat bagi pasien,
harus dilakukan mulai dari beberapa kali seminggu hingga dua kali sehari berdasarkan luas
drainase dan adanya infeksi. Metadon dan sirup penekan batuk dekstrometorfan telah digunakan
untuk menghilangkan rasa tidak nyaman pada bayi. Pada anak yang lebih tua, asetaminofen
dengan kodein, midazolam oral atau morfin telah digunakan sebelum penggantian dressing dan
mandi untuk mengurangi nyeri. Amitriptilin dan cara perawatan yang benar juga telah diberikan
untuk mengurangi nyeri kronis dan ketidaknyamanan.
Pemberian suplemen nutrisi penting untuk pasien EB dengan bentuk yang lebih parah
untuk mencegah terjadinya gagal tumbuh kembang yang terkait dengan mortalitas pada 20,5%
pasien dengan EBJ-H umur dua tahun. Kekurangan protein, zat besi dan darah melalui area kulit
yang tebuka menyebabkan hipoalbumin, defisiensi besi dan kekurangan mineral. Selanjutnya,
gangguan kronis dari epitel usus halus menyebabkan gangguan penyerapan nutrisi dan nyeri
dengan penurunan asupan makan. Konsultasi ke ahli gizi penting untuk memaksimalkan asupan
kalori dan protein serta pemberian nutrisi dan vitamin khusus, seperti zat besi, zinc dan vitamin
D3. Preparat besi oral memiliki efek toleransi yang buruk pada saluran pencernaan dan
konstipasi merupakan masalah penting; pemberian zat besi secara intravena atau tranfusi darah
mungkin diperlukan untuk menjaga nilai Hgb setidaknya 8 g/dL pada anak-anak yang sakit
berat. Sebaiknya menggunakan dot yang lembut seperti haberman feeder dengan lubang yang
lebar untuk mengurangi keinginan menghisap. Bibir harus dilindungi dengan petrolatum
sebelum mulai makan. Biasanya, pemberian makan melalui saluran nasogastrik sebaiknya
dihindari atau jika diperlukan dapat menggunakan saluran yang sesuai untuk pemberian makan.
Penempatan titik lubang saluran gastrotomi sebaiknya dipertimbangan pada bayi yang mulai
mengalami penurunan grafik dari kurva tumbuh kembang. Sebagai sarana pemberian makanan
tambahan untuk asupan kalori dan sebagai rute alternatif untuk pemberian oral, sebaiknya
dipikirkan penempatan dini posisi gastrostomi pada EBJ-H dan EBDR. Intervensi gigi rutin,
16
bagus untuk mencegah karies; gigi dapat dibersihkan dengan kasa lembab yang halus dan dicuci
klorheksidin. Implan endosseous telah ditempatkan dengan berhasil pada pasien dengan EB.
Pada EBDR, disfagia merupakan keluhan yang sering timbul akibat adanya keterlibatan
mukosa. Ini dapat disebabkan dari adanya suatu reaksi inflamasi yang reversible atau dari
striktur yang permanen. Pada pemeriksaan barium tampak lesi esofagus; namun pemeriksaan
endoskopi tidak disarankan. Mengkonsumsi makanan yang lunak selama beberapa minggu tidak
rnenghasilkan perbaikan keluhan yang signifikan. Jika dalam pemberian asupan makan yang
baik secara konservatif gagal, sebaiknya dilakukan dilatasi esofagus dengan tuntunan
fluoroskopi, dan dapat diulang kembali jika terjadi stenosis yang rekuren. Terjadinya perforasi
pada esofagus merupakan komplikasi yang paling serius dari tindakan dilatasi esofagus.
Pembedahan merupakan tindakan alternatif, melalui interposisi dan reseksi pada lokasi
terjadinya striktur dengan tindakan end-to-end anastomosis, tetapi tindakan ini berisiko tinggi.
Dilatasi esofagus juga dapat menyebabkan eksaserbasi gastroesophageal reflux, tapi membaik
dengan pengobatan H2-blockers, proton pump inhibitors atau pro-motility agents dan komposisi
susu yang lebih kental. Konstipasi ditangani dengan asupan cairan dan konsumsi makanan
berserat yang adekuat serta pemberian laksatif seperti polyethylene glycol 3350 (Miralax).
Perbaikan fungsi dari fusi yang berat dan deformitas fleksi pada tangan dan kaki sering berhasil
dengan tindakan fisioterapi dan bedah plastik. Penyembuhan pada tindakan degloving ini
dapat dilakukan dengaan penggunaan biological dressing dengan tissue engineered skin
subsitutes dan autologous epidermal grafts pada luka tersebut (Gambar. 2.7). Pada prosedur
anestesi terdapat penyulit, namun dapat menggunakan mask anesthesia, endotracheal tube,
sedasi secara intravena dan blok lokal anestesi.
17
Karsinoma sel skuamus (KSS) yang melibatkan kulit atau membran mukosa pada EBDR
sampai EBJ-H yang tidak terlalu luas, terjadi akibat adanya bula dan ulkus yang berulang serta
pembentukan skar. Luka yang sulit sembuh atau tampak menetap terutama pada usia dewasa,
dibutuhkan biopsi untuk mencari kemungkinan suatu KSS. KSS jarang terjadi pada lidah dan
esofagus. Risiko akumulatif pada EBDR sebesar 13% pada usia 20 tahun, 57% pada usia 35
tahun dan 87% pada usia 45 tahun. Melanoma dapat terjadi pada anak-anak dengan EBDR dan
risiko terjadinya karsinoma sel basal tampak meningkat pada usia dewasa dengan EBS-DM.
Intervensi dini merupakan langkah tepat untuk melakukan eksisi full-thickness dengan margin
luas. Mohs surgery tidak memberikan keuntungan jangka panjang dalam mencegah rekurensi
lokal, metastase atau kematian. Pada 42% pasien EBDR dan KSS diperlukan tindakan amputasi,
dengan insiden yang hampir sama pada tangan dan kaki. Pembedahan pengangkatan tumor dan
terapi radiasi merupakan tindakan paliatif untuk mengurangi nyeri dan perdarahan. Cetuximab
(EGFR antagonis) merupakan terapi terkini yang telah dilaporkan pada satu pasien dapat
mengontrol metastase pada KSS.
Selama beberapa tahun belakangan ini, penelitian pada binatang telah menunjukan hasil
adanya perubahan gen dan protein pada EB bentuk resesif. Transplantasi gene-corrected
cultured epidermal stems cells dari pasien EBJ-non-Herlitz menunjukan hasil kulit yang tampak
normal dalam waktu kurang lebih satu tahun tapi tindakan ini menggunakan insersi retroviral.
Injeksi intradermal allogeneic fibroblasts secara temporal menstimulasi peningkatan ekspresi
dari kolagen tipe VII dari pasien (bukan donor) fibroblas, terutama pada pasien EBDR dengan
kondisi yang tidak parah. Studi terkini, dilaporkan beberapa pasien EBDR telah menunjukan
perbaikan secara gradual setelah transplantasi stem cell. Penelitian lebih lanjut seperti
penurunan intensitas pengondisian regimen sedang dilakukan.
Sindroma Kindler
Sindroma kindler ditandai dengan poikiloderma generalisata yang progresif, bula
kongenital pada kulit daerah akral, atrofi kulit difus (Gambar. 2.8), kerapuhan pada kulit,
webbing pada jari-jari tangan dan kaki, distrofi kuku, lesi mukosa oral dan fotosensitifitas yang
kadang-kadang terjadi hanya dalam beberapa menit setelah paparan. Gambaran klinis yang lain
adalah hiperkeratosis pada telapak tangan dan kaki, leukokeratosis, red friable hyperplastic
gums, konstipasi dan kadang-kadang kolitis berat; stenosis pada esofagus, laring, anal, vaginal
18
dan saluran uretra; dan fimosis. Meskipun fotosensitifitas dan bula tampak menurun seiring
peningkatan usia, terjadinya skar atrofi dan poikiloderma tampak meningkat. Terdapat
peningkatan insiden dari karsinoma sel skuamus pada area akral dan mulut. Pada kelainan ini
dibutuhkan penanganan seperti menghindari trauma, penggunaan emolien yang sesuai,
pelindung matahari yang tepat dan penggunaan antibiotik yang rasional untuk mencegah
terjadinya infeksi sekunder. Perawatan gigi berkala dan skrining dini adanya metastasis sangat
penting, seperti pemberian zat besi pada kondisi anemia dan penanganan dari stenosis dan
kolitis. Mutasi gen yang terjadi pada sindroma Kindler adalah FRMT1 (dahulu disebut KIND-1),
mengatur fermitin family homolog 1 (FFH 1) protein atau Kindlin-1, suatu protein adhesi fokal
yang menghubungkan sitoskeleton aktin dengan matrik ekstraselular dan mengontrol bentuk
lamellipodia pada keratinosit, demikian itu merupakan proses adhesi dan motalitas sel.
19
DAFTAR PUSTAKA
20