You are on page 1of 29

I.

CONTOH LAPORAN PENYELIDIKAN KLB KERACUNAN PANGAN


DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS RUMBAI KELURAHAN
LEMBAH DAMAI RUMBAI PESISIR KOTA PEKANBARU
PADA TANGGAL 10 MARET 2013
I.A. PENDAHULUAN
Penyakit yang disebabkan oleh pangan masih merupakan salah satu
penyebab utama kematian dan kesakitan di Indonesia. Pangan merupakan jalur
utama penyebaran patogen dan toksin yang diproduksi oleh mikroba patogen.
Pangan juga dapat menimbulkan masalah serius jika mengandung racun akibat
cemaran kimia, bahan berbahaya maupun racun alami yang terkandung dalam
pangan, yang sebagian diantaranya menimbulkan KLB keracunan pangan.
Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan adalah suatu kejadian
dimana terdapat dua orang atau lebih yang menderita sakit dengan gejala yang
sama atau hampir sama setelah mengkonsumsi pangan, dan berdasarkan analisis
epidemiologi, pangan tersebut terbukti sebagai sumber penularan. KLB keracunan
pangan masih menjadi masalah kesehatan masyarakat, terutama di perkotaan,
pemukiman dan perindustrian.
Keracunan pangan secara umum disebabkan oleh bahan kimia beracun
(tanaman, hewan, metabolit mikroba) kontaminasi kimia, mikroba patogen dan
non bakteri (parasit, ganggang, jamur, virus, spongiform enchaphalopathies).
Gejala dan tanda-tanda klinik keracunan pangan bervariasi tergantung pada
jenis etiologinya. Secara umum gejala keracunan pangan dapat digolongkan
kedalam 6 kelompok, yaitu :
1. Gejala utama yang terjadi pertama-tama pada saluran gastrointestinal atas
(mual, muntah).
1

2. Gejala sakit tenggorokan dan pernafasan.


3. Gejala utama terjadi pada saluran gastrointestinal bawah (kejang perut,
diare).
4. Gejala neurologik (gangguan penglihatan, perasaam melayang, paralisis).
5. Gejala infeksi umum (demam, menggigil, rasa tidak enak, letih,
pembengkakan kelenjar limfe).
6. Gejala alergik (wajah memerah, dan gatal-gatal).
Untuk mengidentifikasi etiologi KLB keracunan pangan dapat dilakukan
dengan mermeriksa spesimen tinja, air kencing, darah atau jaringan tubuh lainnya,
pemeriksaan

muntahan

serta

pemeriksaan

sumber

makanan

yang

dimakan. Dengan memperhatikan gejala dan didukung dengan hasil pemeriksaan


laboratorium ini dapat diketahui penyebab KLB keracunan pangan.
Pada hari minggu tanggal 10 Maret 2013 pukul 10.WIB Kepala Seksi
Pengamatan Penyakit, Wabah dan Bencana Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru
mendapat laporan melalui telfon dari RSUD Arifin Ahcmad yang menyatakan
bahwa ada satu orang meninggal yang diduga disebabkan karena keracunan
jengkol, setelah di klarifikasi ternyata bukan keracunan yang disebabkan oleh
jengkol melainkan diduga disebabkan oleh konsumsi olahan singkong. Untuk
memastikan terjadinya KLB keracunan tersebut tim Surveilens, Kesling dan
promkes Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru bersama Tim Surveilens Puskesmas
Rumbai melakukan investigasi ke lokasi kejadian yang beralamat di RT 04, RW
07, Kelurahan Lembah Damai, Kecamatan Rumbai Pesisisr dan Rumah Sakit
tempat penderita keracunan dirawat pada hari Minggu tanggal 10 Maret 2013.
Hasil investigasi sementara jumlah warga yang mengkonsumsi makanan
sebanyak 10 orang, jumlah korban yang meninggal 1 orang , jumlah korban yang
sakit dan dirawat 4 orang korban dan telah mendapat pertolongan pertama serta di
rawat di RSUD Arifin Ahcmad.
2

Pada hari senin tanggal 11 maret 2013 pukul 09.00 WIB tim surveilans
epidemiologi dari dinas kesehatan kota pekanbaru, kesling, dan promkes
melakukan penyelidikan Epidemiologi ulang ke Kelurahan Lembah Damai RT 04
RW 07 untuk memberikan mendapat kejelasan mengenai kejadian KLB
Keracunan dari warga yang terpapar akibat mengkonsumsi singkong.
I.B. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Mengetahui besar dan luasnya masalah serta gambaran epidemiologi
peningkatan kasus diduga keracunan pangan di Kelurahan Lembah
Damai Rumbai Pesisir.
2. Tujuan Khusus
o
Memastikan KLB keracunan pangan.
o
Mengetahui distribusi kasus secara epidemiologi .
o
Megetahui Attack Rate kasus keracunan pangan.
o
Mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
o
o

tersebut.
Mengetahui besarnya masalah yang ditimbulkan.
Mengetahui sumber masalah dan cara penyebaran KLB.

I.C. METODOLOGI
Penyelidikan KLB keracunan pangan ini menggunakan rancangan penelitian
epidemiologi deskriptif dengan menggunakan desain studi kasus. Data primer
diperoleh dengan melakukan investigasi langsung dengan warga yang terpapar
keracunan pangan di kelurahan Lembah Damai.
I.D. HASIL PENYELIDIKAN KLB
Pada hari senin tanggal 11 Maret 2013 pukul 09.00 WIB tim Surveilens dari
Dinas Kesehatan Kota Pekanbaru turun ke kelurahan lembah damai kecamatan
rumbai pesisir sebanyak 14 orang terdiri dari 3 team yaitu team survelen, team
kesling ,team promkes dan di bantu oleh mahasiswa stikes hangtuah.

Dari hasil investigasi dilapanagan didapatkan jumlah warga yang terpapar


sebanyak 14 orang dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 1 : Distribusi Gejala KLB Keracunan Pangan di Kelurahan
Lembah Damai pada tanggal 09 maret 2013.

No Gejala dan Tanda

Jumlah Kasus

1. Mual

64,2

2. Muntah

64,2

3. Pusing

50

4. Kejang perut

14,2

5. Tampa gejala

28,5

Dari table di atas terlihat gejala yang paling dominan adalah mual dan
muntah (64,2 %).
I.E. DEFINISI KASUS
Berdasarkan distribusi frekwensi menurut gejala seperti terlihat pada Tabel
1 di dapatkan definisi kasus sebagai berikut :
Warga yang mengkomsumsi olahan singkong di kelurahan lembah
damai rumbai pesisir adalah dengan gejala mual, muntah, dan pusing
dengan atau tanpa gejala lain
I.F. WAKTU
Waktu terjadinya penyakit dapat dilihat pada tabel masa inkubasi dan kurva
epidemik.
4

Tabel 2 : Masa Inkubasi Kasus KLB Keracunan Pangan di Kelurahan


Lembah Damai Rumbai Pesisir pada tanggal 09 Maret 2013

No

Nama
Penyakit

Masa Inkubasi (jam)

Disingkirkan

Periode

Terpendek

Terpanjang

Selisih

Sebagai

KLB

Etiologi

Keracunan
1

Singkong

I.G. ORANG
Tabel 3 : Distribusi Kasus KLB Keracunan Pangan di Kelurahan
Lembah Damai Rumbai Pesisir pada tanggal 10 Maret 2013
Menurut Golongan Umur

No Gol.
Umur

Populasi

Kasus

Meninggal AR/100

CFR/100

Rentan

<1

14

59

50

100

10 14

100

15 44

45 +
Total

14

Dari tabel diatas terlihat bahwa kasus terbanyak terjadi pada golongan umur
15-44th.

Tabel 4 : Jumlah Kasus KLB Keracunan Pangan di Pangeran


Beach Hotel Kelurahan Flamboyan Baru Kecamatan
Padang Barat Menurut Jender

No

Jenis

Populasi

Kelamin

rentan

1. Laki-laki

Kasus

42,8 %3

57,2 %4

14

100 % 7

Meninggal AR/100 CFR/100

50

33.3

50

50

14,2

Perempuan
2.

Total

Dari tabel diatas terlihat bahwa perempuan merupakan kasus terbanyak 4.


I.H. TEMPAT

Lokasi kejadian di wilayah kerja puskesmas rumbai kelurahan Lembah


Damai RT 04 RW 07 kecamatan Rumbai Pesisir.

I.I. PEMERIKSAAN LABORATORIUM


Pada hasil pemeriksaan laboratorium saat penyelidikan KLB telah di ambil
sampel pada tanggal 10 Maret 2013 dan dibawa ke laboratorium untuk di analisis,
dan hasil belum di dapatkan. Untuk membantu menegakkan penyebab keracunan
pangan ini dilakukan pengambilan sampel berupa singkong dan minyak goreng.
I.J. TINDAKAN YANG TELAH DILAKUKAN
1. Pengambilan Sampel Makanan sisa dan mengirimkan ke Laboratorium
Daerah.
2. Mengidentifikasi dan mencatat (mendata) siapa saja yang makan makanan
tersebut baik sakit maupun tidak sakit.
3. Membuat pemetaan wilayah tempat lokasi kejadian Keracunan Makanan
4. Memberikan penyuluhan tentang prilaku HIdup Bersih Sehat dan sanitasi
lingkungan di lokasi kejadian dengan melibatkan lintas program.
I.K. KESIMPULAN
Berdasarkan hasil investigasi dapat disimpulkan:
1. Telah terjadi Kejadian Luar Biasa (KLB) Keracunan Pangan di kelurahan
Lembah Damai RT 04 RW 07 Rumbai Pesisir pada tanggal 09 - 10 Maret
2013.
2. Kasus lebih banyak menyerang pada wanita (57,2%) dibanding laki-laki.
3. Attack Rate Keracunan makanan sebesar 50 % dengan Case Fatality
Rate 14,2%.
4. Dari gejala, masa inkubasi terpendek 3 jam dan masa inkubasi terpanjang
5 jam, dengan gejala yang timbul mual, muntah, pusing, kejang perut.
I.L. SARAN
1. Merekomendasikan

kepada

RT/RW melalui

Lurah

mengkonsumsi singkong yang berasal dari kebun tersebut.


7

untuk

tidak

2. Semua minyak atau bekas gorengan dan sambal untuk tidak digunakan.

II. IKHTISAR CONTOH PENELITIAN CROSS SECTIONAL


II.A. DEFINISI
Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach).
Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran
dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat pemeriksaan.
Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada waktu yang
sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan
outcome, serta jelas kaitannya hubungan sebab akibatnya (Notoatmodjo, 2002).
Penelitian cross sectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada
satu titik waktu tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun
eksplanatif, penelitian cross-sectional mampu menjelaskan hubungan satu
variabel dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakuan
suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara kelompok
sampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian cross-sectional tidak
memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan kondisi atau
hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang berbeda, serta
variabel dinamis yang mempengaruhinya (Nurdini, 2006).

II.B. TUJUAN
Tujuan penelitian cross sesctional menurut Budiarto (2004) yaitu sebagai
berikut:
a) Mencari prevalensi serta indisensi satu atau beberapa penyakit tertentu
yang terdapat di masyarakat.
8

b) Memperkirakan adanya hubungan sebab akibat pada penyakit-penyakit


tertentu dengan perubahan yang jelas.
c) Menghitung besarnya resiko tiap kelompok, resiko relatif, dan resiko
atribut.
II.C. PERBEDAAN
Deskriptif cross sectional hanya sekedar mendesripsikan distribusi penyakit
dihubungkan dengan variabel penelitian, sedangkan analitik crossectional:
diketahui dengan jelas mana yang jadi pemajan dan outcome, serta jelas kaitannya
hubungan sebab akibatnya. Contoh penelitian deskriptif cross sectional adalah
angka kejadian diare di Desa X tahun 2001 dan contoh penelitian analitik cross
sectional adalah hubungan pendidikan orang tua dengan kejadian diare yang
diukur pada waktu bersamaan.
II.D. LANGKAH-LANGKAH
Penelitian cross sectional adalah sesuatu penelitian dimana variabel-variabel
yang termasuk faktor resiko dan variabel-variabel yang termasuk efek diobservasi
sekaligus pada waktu yang sama. Oleh karena itu, rancangan (desain) penelitian
ini dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari skema di atas dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah penelitian
cross sectional dalah sebagai berikut (Notoatmodjo, 2002):
a) Mengidentifikasi variabel-variabel penelitian dan mengidentifikasi faktor
resiko dan faktor efek.
b) Menetapkan subjek penelitian.
c) Melakukan observasi atau pengukuran variabel-variabel yang merupakan
faktor resiko dan efek sekaligus berdasarkan status keadaan variabel pada
saat itu (pengumpulan data).
d) Melakukan analisis korelasi dengan cara membandingkan proporsi antar
kelompok-kelompok hasil observasi (pengukuran).

II.E. CIRI-CIRI
9

Ciri-ciri penelitian cross sesctional menurut Budiarto (2004) yaitu sebagai


berikut:
a. Pengumpulan data dilakukan pada satu saat atau satu periode tertentu dan
pengamatan subjek studi hanya dilakukan satu kali selama satu
penelitian.
b. Perhitungan perkiraan besarnya sampel tanpa memperhatikan kelompok
yang terpajan atau tidak.
c. Pengumpulan data dapat diarahkan sesuai dengan kriteria subjek studi.
Misalnya hubungan antara Cerebral Blood Flow pada perokok, bekas
perokok dan bukan perokok.
d. Tidak terdapat kelompok kontrol dan tidak terdapat hipotesis spesifik.
e. Hubungan sebab akibat hanya berupa perkiraan yang dapat digunakan
sebagai hipotesis dalam penelitian analitik atau eksperimental.
II.F. KELEBIHAN
Kekuatan penelitian cross sectional yang dikutip dari Sayogo (2009) adalah
sebagai berikut:
a. Studi cross sectional memungkinkan penggunaan populasi dari
masyarakat umum, tidak hanya para pasien yang mencari pengobatan,
hingga generalisasinya cukup memadai,
b. Relatif murah dan hasilnya cepat dapat diperoleh,
c. Mudah untuk dilakukan,
d. Tidak memaksa subjek untuk mengalami faktor yang diperkirakan
bersifat merugikan kesehtan (faktor resiko) dan tidak ada subjek yang
kehilangan terapi yang diperkirakan bermanfaat.
e. Dapat dipakai untuk meneliti banyak variabel sekaligus
f. Jarang terancam loss to follow-up (drop out).
g. Dapat dimasukkan ke dalam tahapan pertama suatu penelitian kohort atau
eksperimen, tanpa atau dengan sedikit sekali menambah biaya.
h. Dapat dipakai sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya yang bersifat
lebih konklusif.
i. Membangun hipotesis dari hasil analisis.
II.G. KEKURANGAN
10

Kelemahan penelitian cross sectional yang dikutip dari Sayogo (2009)


adalah sebagai berikut:
a. Sulit untuk menentukan sebab akibat karena pengambilan data risiko dan
efek dilakukan pada saat yang bersamaan (temporal relationship tidak
jelas).
b. Studi prevalens lebih banyak menjaring subyek yang mempunyai masa
sakit yang panjang daripada yang mempunyai masa sakit yang pendek,
karena inidividu yang cepat sembuh atau cepat meninggal mempunyai
kesempatan yang lebih kecil untuk terjaring dalam studi.
c. Dibutuhkan jumlah subjek yang cukup banyak, terutama bila variabel
yang dipelajari banyak.
d. Memiliki validitas inferensi yang lemah dan kurang mewakili sejumlah
populasi yang akurat, oleh karena itu penelitian ini tidak tepat bila
digunakan untuk menganalisis hubungan kausal paparan dan penyakit.
e. Sulit untu menentukan sebab dan akibat karena pengambilan data risiko
dan efek dilakukan pada saat yang bersamaan.
f. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang sangat jarang, misalnya kanker
lambung,karena pada populasi usia 45-49 tahun diperlukan paling tidak
10.000 subjek untuk mendapatkan suatu kasus.
g. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit, insidensi maupun prognosis
h. Tidak praktis untuk meneliti kasus yang jarang.
i. Tidak menggambarkan perjalanan penyakit.
II.H. CONTOH PENELITIAN CROSS SECTIONAL
Studi Cross Sectional Deskriptif dan Cross Sectional Analitik.
Survey cross sectional ialah suatu penelitian untuk mempelajari dinamika
korelasi antara faktor-faktor resiko dengan efek, dengan cara pendekatan,
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time
approach). Artinya, tiap subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan
pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau variabel subjek pada saat
pemeriksaan. Hal ini tidak berarti bahwa semua subjek penelitian diamati pada
waktu yang sama. Desain ini dapat mengetahui dengan jelas mana yang jadi
11

pemajan

dan outcome, serta

jelas

kaitannya

hubungan

sebab

akibatnya

(Notoatmodjo, 2002).
Penelitian cross sectional ini, peneliti hanya mengobservasi fenomena pada
satu titik waktu tertentu. Penelitian yang bersifat eksploratif, deskriptif, ataupun
eksplanatif,

penelitian cross-sectional mampu

menjelaskan

hubungan

satu

variabel dengan variabel lain pada populasi yang diteliti, menguji keberlakuan
suatu model atau rumusan hipotesis serta tingkat perbedaan di antara
kelompoksampling pada satu titik waktu tertentu. Namun penelitian crosssectional tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan dinamika perubahan
kondisi atau hubungan dari populasi yang diamatinya dalam periode waktu yang
berbeda, serta variabel dinamis yang mempengaruhinya (Nurdini, 2006).
Cross

Sectional

(potong-lintang)

Adalah

studi

epidemiologi

yang

mempelajari prevalensi, distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan


(faktor penelitian) dengan cara mengambil status paparan, penyakit, atau
karakteristik terkait kesehatan lainnya, secara serentak pada individu-individu dari
suatu populasi pada suatu saat (Bhisma Murti, 2003).
Cross

Sectional

(potong-lintang)

adalah

studi

Epidemiologi

yang

mempelajari Prevalensi, Distribusi, maupun hubungan penyakit dan paparan


dengan cara mengamati status paparan, penyakit, atau karakteristik secara
serentak pada individu dari populasi pada satu saat.
Tujuan studi cross sectional adalah perbandingan perbedaan-perbedaan
penyakit antara kelompok terpapar dan kelompok tidak terpapar, meneliti
hubungan antara paparan dan penyakit dan , membandingkan proporsi orang2
terpapar mengalami penyakit (a/(a+b)) dengan proporsi orang2 tidak terpapar yg
mengalami penyakit ( c/(c+d)) .
Berdasarkan tujuannya, studi cross sectional dibagi menjadi dua jenis, yaitu :
1.

Studi cross sectional deskriptif


12

Studi ini untuk meneliti prevalensi penyakit, atau paparan, atau keduaduanya, pada suatu populasi tertentu. Prevalensi adalah proporsi kasus (individuindividu berpenyakit) dalam suatu populasi pada satu saat. Karena pengukuran
pada satu saat, maka prevalensi disebut juga prevalensi titik (point
prevalence).

Prevalensi = Kasus/ Populasi Total

Studi cross sectional bukan merupakan studi longitudinal, karena tidak


melakukan follow up pengaruh paparan terhadap penyakit. Tetapi sebagai studi
deskriptif, studi cross sectional dapat meneliti prevalensi penyakit selama satu
periode waktu dan menghasilkan data prevalensi periode (period prevalence).
Studi prevalensi period biasanya dilakukan untuk penyakit-penyakit kronis yang
gejalanya intermitten.

a.

Contoh studi kasus :


Tabel 5 : Prevalensi PJK diantara Kel.Terpapar (Orang yg tidak aktif
OR) dan Kel. Tak Terpapar (Yg Aktif)

OLAHRAGA

PJK +

PJK

TOTAL

AKTIF

50 (a)

200 (b)

250 (a+b)

TIDAK AKTIF

50 (c)

750 (d)

750 (c+d)

TOTAL

100

900

1000

13

Prevalens 1
= a / (a+b) = 50 / 250
= 20%
adalah proporsi PJK diantara orang2 yg aktif OR

Prevalens 2
= c / (c+d) = 50 / 750
= 6,7%
adalah proporsi PJK diantara orang2 yg tidak aktif OR

2.

Studi cross sectional analitik


Studi cross sectional analitik mengumpulkan data prevalensi paparan dan

penyakit untuk tujuan perbandingan perbedaan-perbedaan penyakit antara


kelompok terpapar dan kelompok tak terpapar, dalam rangka meneliti hubungan
antara paparan dan penyakit. Perbandingan terhadap perbedaan kelompok
merupakan komponen analitik dari desain ini. Studi ini membandingkan proporsi
orang-orang terpapar yang mengalami penyakit.
b.

Contoh studi kasus :


Contoh penelitian Cross sectional bersifat analitik yang dikutip dalam

Budiarto (2004) yaitu hubungan antara anemia dengan kelahiran bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR). Pada setiap ibu hamil yang akan melahirkan
dilakukan pemeriksaan Hb kemudian setelah bayi lahir ditimbang berat badannya.

14

Kriteria inklusi adalah persalinan normal/fisiologis dengan kehamilan yang cukup


bulan. Batasan untuk anemia adalah Hb kurang dari 11gr%.
Hasil dari tabel tersebut menunjukkan bahwa resiko anemia terhadap BBLR
2 kali lebih besar dibandingkan dengan tidak anemia. Resiko atribut (RA) = 0,15
0,08 = 0,07. Ini berarti bahwa resiko BBLR yang dapat dihindarkan bila tidak
terjadi anemia pada ibu hamil sebesar 0,007.
Analisis data yang dilakukan dalam penelitian yaitu dengan uji Chi-Square.
Uji Chi-Square berguna untuk menguji hubungan atau pengaruh dua buah variabel
nominal dan mengukur kuatnya hubungan antara variabel yang satu dengan
variabel nominal lainnya (Wijayanto, 2009).
Dari hasil perhitungan di atas dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat
hubungan antara anemia dan BBLR. Penelitian ini dilakukan dengan
pendekatan cross sectional karena pengumpulan data dilakukan pada waktu yang
hampir bersamaan, tetapi bersifat analitis karena dilakukan analitis seperti
penelitian kohor. Kelemahan penelitian ini antara lain tidak diketahui apakah
anemia terjadi sebelum hamil atau setelah hamil dan komparabilitas kedua
kelompok tidak dapat dilakukan, misalnya tingkat pendidikan, makanan yang
dikonsumsi, sosial ekonomi, dan lain-lain yang mungkin berpengaruh terhadap
terjadinya anemia (Budiarto, 2009).
II.I. PEMILIHAN SAMPEL
Studi cross sectioanl dianjurkan untuk menggunakan prosedur pencuplikan
random (random sampling) agar deskripsi dalam sampel mewakili (representatif)
populasi sasaran. Mekanisme dasar pencuplikan random adalah pencuplikan
random sederhana (simple random sampling), dimana masing-masing anggota
populasi memiliki probabilitas yang sama dan independen untuk masuk ke dalam
sampel. Karena peneliti mencuplik sampel random dari populasi (pada satu titik
waktu), maka status paparan dan status penyakit dari subyek penelitian terbuka
untuk bervariasi, disebut non-fixed sampling.
15

Studi ini juga dapat menggunakan teknik pencuplikan random kompleks,


misalnya pencuplikan random berstrata (cluster random sampling) dan
pencuplikan random klaster dengan pembagian populasi menurut strata, lalu
pencuplikan sampel random dari masing-masing strata. Pencuplikan random
klaster dimulai dengan penentuan klaster sebagai unit pencuplikan, lalu mencuplik
klaster-klaster tersebut secara random. Teknik pencuplikan random tersebut lebih
efisien daripada pencuplikan random sederhana.
Prosedur pencuplikan random sederhana dapat digunakan pada studi cross
sectional analitik jika frekuensi paparan maupun penyakit cukup tinggi. Sebab
prosedur itu akan memberikan sampel berpenyakit (kasus) dan tak berpenyakit
(kontrol) dalam jumlah yang cukup banyak untuk dapat dibandingkan dalam
status paparan. Sebaliknya prosedur random sederhana tidak tepat dipilih jika
frekuensi paparan maupun penyakit rendah, sebab sampel yang diambil random
akan memuat subyek berpenyakit maupun subyek tak berpenyakit.
II.J. KELEBIHAN

dan

KEKURANGAN

DESAIN

STUDI

CROSS

SECTIONAL
a. Kelebihan
Mudah dilakukan dan murah, karena tidak memerlukan follow-up.
Efisien untuk mendeskripsikan distribusi penyakit dihubungkan dengan
distribusi sejumlah karakteristik populasi, misalnya umur, jenis kelamin,
ras, ataupun status sosial ekonomi.
Dapat digunakan oleh administrator kesehatan untuk merencanakan
fasilitas, pelayanan, ataupun program kesehatan.
Dapat untuk memformulasikan hipotesis hubungan kausal yang akan
diuji dalam studi analitik lainnya.

16

Tidak memaksa subyek untuk mengalami faktor yang diperkirakan


bersifat merugikan kesehatan (faktor risiko).
Tidak ada subyek yang kehilangan kesempatan memperoleh terapi yang
diperkirakan bermanfaat, bagi subyek yang kebetulan menjadi kontrol.
b. Kekurangan
Untuk menganalisis hubungan kausal antara penyakit dan penyakit
terbatas, padahal validitas penilaian hubungan kausal menuntut sekuensi
waktu (temporal sequence) yang jelas antara paparan dan penyakit (yaitu,
paparan harus mendahului penyakit).
Penggunaan data prevalensi (bukan insidensi) menyesatkan hasil studi
cross sectional karena mencerminkan tidak hanya aspek etiologi penyakit
tetapi juga aspek survivalitas penyakit itu sebab prevalensi merupakan
fungsi dari insidensi dan durasi penyakit (survivalitas penyakit).
II.K. CONTOH APLIKASI DESAIN CROSS SECTIONAL
Pada Penelitian Paparan auramin di pabrik zat pewarna dan kanker buli-buli.
Populasinya adalah semua pekerja pada pabrik zat pewarna (pekerjaan A)
dan semua pekerja pada bukan pabrik zat pewarna (pekerjaan B). Cara
pengambilan data yaitu dengan memeriksa secara bersamaan paparan
auramin pada pekerjaan A dan Pekerjaan B. Selanjutnya kita akan
melihat pada pekerjaan A orang yang sakit dan terpapar auramin, orang
tidak sakit dan tidak terpapar auramin dan pada pekerjaan B orang yang
sakit dan tidak terpapar auramin dan orang yang tidak sakit serta tidak
terpapar auramin.

17

III. IKHTISAR PENELITIAN KOHORT / PROSPECTIVE STUDY


III.A. LATAR BELAKANG
Epidemiologi adalah bagian dari ilmu kesehatan masyarakat yang
mempelajari penyakit atau masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat.
Epidemiologi mempelajari besar (frekuensi), penyebaran (ditribusi), dan faktorfaktor yang mempengaruhi (determinan) penyakit/masalah kesehtan. Tujuan dari
penerapan

epidemiologi

adalah

untuk

menentukan

pencegahan

dan

penanggunalangan yang tepat.


Dalam penerapan ilmu epidemiologi akan sering dilakukan berbagai
penelitian. Ada beberapa jenis ranangan penelitian yang biasa diterapkan, salah
satunya yaitu desain Kohort. Kohort adalah jenis desain penelitian yang bertujuan
untuk mengetahui hubungan paparan dengan penyakit dengan membandingkan
kelompok yang terpapar dengan kelompok yang tidak terpapar berdasarkan status
penyakit. Berdasarkan uraian diatas maka perlu dipelajari mengenai Rancangan
Penelitian Kohort Prospektive
III.B.RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas, Penulis merumuskan masalah dalam
18

makalah ini adalah:


1. Apakah defenisi Rancangan Penelitian Kohort
2. Apa tujuan Rancangan Penelitian Kohort
3. Bagaimana ciri-ciri Rancangan Penelitian Kohort
4. Bagaimana skema Rancangan Penelitian Kohort
5. Apa saja kelebihan Rancangan Penelitian Kohort
6. Apa saja kelemahan Rancangan Penelitian Kohort
7. Bagaimana pelaksanaan Rancangan Penelitian Kohort
III.C. TUJUAN
1. Tujuan Umum
Tujuan dari penulisan makala ini adalah untuk mengetahui tentang studi
kohort prospektif.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui Pengertian Rancangan Penelitian Kohort
b. Mengetahui Tujuan Rancangan Penelitian Kohort
c. Mengetahui Ciri-ciri Rancangan Penelitian Kohort
d. Mengetahui Skema Rancangan Penelitian Kohort
e. Mengetahui Kelebihan Rancangan Penelitian Kohort
f. Mengetahui Kelemahan Rancangan Penelitian Kohort
g. Mengetahui Pelaksanaan Rancangan Penelitian Kohort
III.D. RUANG LINGKUP
Makalah ini membahas tentang rancangan penelitian kohort meliputi
pengertian, tujuan, ciri-ciri, skema, kelebihan kelemahan, dan pelaksanaan.

III.E. PENGERTIAN
Rancangan penelitian kohort adalah sebuah rancangan penelitian dimana
peneliti mengelompokkan atau mengklasifikasikan kelompok terpapar dan tidak
terpapar, kemudian diamati sampai waktu tertentu untuk melihat ada tidak efek
atau penyakit yang timbul.
Studi Kohort adalah studi yang mempelajari hubungan antara faktor risiko
dan efek (penyakit atau masalah kesehatan), dengan memilih kelompok studi
berdasarkan perbedaan faktor risiko. Kemudian mengikuti sepanjang periode
waktu tertentu untuk melihat berapa banyak subjek dalam masing-masing
kelompok yang mengalami efek penyakit atau masalah kesehatan.
19

Studi kohort dibedakan menjadi dua, yaitu:


1.
Studi Kohort Prospektif
Studi kohort disebut prospektif apabila faktor risiko, atau faktor penelitian
diukur pada awal penelitian, kemudian dilakukan follow up untuk melihat
kejadian penyakit dimasa yang akan datang. Pada studi kohort prospektif, faktor
penelitian dimulai dari awal penelitian, kausa/ faktor risiko diidentifikasi lebih
dahulu, kemudian diikuti sampai waktu tertentu untuk melihat efek/ penyakit,
Pada studi kohort prospektif, dapat dibedakan menjadi studi kohor
prospektif dengan pembanding internal dan eksterna. Studi kohort prospektif
dengan pembanding interna, kohort yang terpilih sama sekali belum terpapar oleh
faktor risiko dan belum mengalami efek, kemudian sebagian terpapar secara
alamiah lalu dilakukan deteksi kejadian efek pada kedua kelompok tersebut
Studi kohort prospektif dengan pembanding eksternal, ada kelompok yang
terpapar faktor risiko namun belum memberikan efek dan kelompok lain tanpa
paparan dan efek
2.
Studi Kohort Retrospektif
Pada studi kohort retrospektif, faktor risiko dan efek atau penyakit sudah
terjadi dimasa lampau sebelum dimulainya penelitian. Dengan demikian variabel
tersebut diukur melalui catatan historis.
Prinsip studi kohort retrospektif tetap sama dengan kohort prospektif,
namun pada studi ini, pengamatan dimulai pada saat akibat (efek) sudah terjadi.
Yang terpenting dalam studi retrospektif adalah populasi yang diamati tetap
memenuhi syarat populasi kohort, dan yang diamati adalah faktor risiko masa lalu
yang diperoleh melalui pencatatan data yang lengkap. Dengan demikian, bentuk
penelitian kohort retrospektif hanya dapat dilakukan, apabila data tentang faktor
risiko tercatat dengan baik sejak terjadinya paparan pada populasi yang sama
dengan efek yang ditemukan pada awal pengamatan.
20

III.F. CIRI-CIRI
Pada studi kohort, pemilihan subjek dilakukan berdasarkan status
paparannya, kemudian dilakukan pengamatan dan pencatatan apakah subyek
mengalami outcome yang diamati atau tidak. Studi kohort memiliki karakteristik:
1. Studi kohort bersifat observasionaL.
2. Pengamatan dilakukan dari sebab ke akibat.
3. Studi kohort sering disebut sebagai studi insidens.
4. Terdapat kelompok kontrol.
5. Terdapat hipotesis spesifik.
6. Dapat bersifat prospektif ataupun retrospektif.
7. Untuk kohort retrospektif, sumber datanya menggunakan data sekunder.
III.G, SKEMA

W a k t u p e n e lit ia n d im u la i

D IIK U T I P R O S P E K T IF

A p a k a h te r ja d i e fe k ?

E fe k (+ )
III.H. KELEBIHAN dan KEKURANGAN
KOHORT
F a k t o rSTUDI
r i s i k o (PENELITIAN
+)
Kelebihan dari penelitian kohort antara lain :
1. Kesesuaian dengan logika studi eksperimental dalam membuatE inferensi
fe k (-)

S u b y e k ta n p a
kausal,
f a k t o r rdimulai
i s i k o & dengan menentukan penyebab diikuti akibat, karena pada
ta n p a e fe k
awal penelitian telah dipastikan bahwa semua subjek tidakE f terdapat
e k (+ )
penyakit, maka konseksuensi
dan penyakit dapat
F a kwaktu
t o r r i s i kpaparan
o (-)

diketahui secara jelas.


E fe k (-)
2. Dapat menghitung besarnya risiko yang ditanggung oleh kelompok
terpapar dibanding kelompok yang tidak terpapar (Risiko Relatif = RR)

21

dan mengetahui pula riiko yang dapat dikurangi dengan menghindari


faktor risiko (Risiko Atribut =AR).
3. Sesuai untuk meneliti paparan yang langka (Misalnya faktor-faktor
lingkungan).
4. Memungkinkan peneliti mempelajari beberapa efek secara serentak.
5. Kemungkinan terjadi bias kecil dalam menyeleksi subjek dan
menentukan status paparan, karena penyakit yang diteliti belum terjadi.
Penelitian ini juga terhindar dari bias recall.
6. Karena bersifat observasional, maka tidak ada subjek sengaja dirugikan
karena tidak mendapat terapi yang bermanfaat, atau mendapatkan
paparan faktor risiko yang merugikan.
7. Dapat menghitung laju insiden.
8. Hubungan sebab akibat lebih jelas dan meyakinkan.
Kekurangan dari penelitian kohort antara lain :
1. Membutuhkan dana yang lebih banyak dan waktu yang lebih lama.
2. Tidak efisien untuk mempelajari penyakit yang jarang terjadi atau
penyakit yang fase laten yang panjang.
3. Validitas dari penelitian bisa terancam, karena hilangnya subjek selama
penelitian karena migrasi, tingkat partisipasi yang renda atau meninggal.
4. Karena faktor paparan sudah ditentukan terlebih dahulu pada awal
penelitian, maka rancangan ini tidak cocok untuk merumuskan hipotesis
tentang faktor-faktor paparan lain untuk penyakit tersebut, ketika
penelitian sedang berlangsung.
5. Jika dilakukan secara retrospektif membutuhkan catatan yang lengkap
dan akurat.
III.I. PELAKSANAAN
Dalam melakukan studi kohort, peneliti sebaiknya melakukan tahapan
sebagai berikut:
1. Menentukan subjek yang diteliti : Subjek yang yang akan diteliti terdiri
dari kelompok terpapar dan kelompok yang tidak terpapar

22

2. Pengambilan data dan pencatatan :

Kedua kelompok yang telah

ditetapkan diikuti selama beberapa jangka waktu tertentu yang telah


ditetapkan. Selanjutnya dilakukan pencatatan semua keterangan yang
diperoleh berdasarkan tujuan penelitian
3. Pengolahan dan analisis data hasil penelitian : Setelah data diperoleh
dilakukan pengolahan data agar dapat dianalisis yang meliputi kegiatan
editing, coding, preocessing, dan cleaning.

Hasil pengolahan data

disajikan dalam bentuk tabel, selanjutkan dianalisis baik secara univariat,


bivariat, atau multivariat. Tujuan dari analisis untuk mengetahi apakah
paparan yang dialami subjek sebagai penyebab timbulnya penyakit
melalui uji statistik yang sesuai. Pada desain kohort dapat menghitung
besar risiko terjadinya penyakit pada kelompok terpapar dengan
pertihutngan Risiko Relatif (RR), dan Risiko Atribut (AR)
Contoh :

Penelitian yang ingin membuktikan adanya hubungan antara Ca paru


(efek) dengan merokok (resiko) dengan menggunakan pendekatan atau
rancangan prospektif.

1. Mengidentifikasi faktor efek (variabel dependen) dan resiko (variabel


independen) serta variabel-variabel pengendali (variabel kontrol).
o Variabel dependen : Ca. Paru
o Variabel independen : merokok
o Variabel pengendali : umur, pekerjaan dan sebagainya.
2. Menetapkan subjek penelitian, yaitu populasi dan sampel penelitian.
Misalnya yang menjadi populasi adalah semua pria di suatu wilayah atau
23

tempat tertentu, dengnan umur antara 40 sampai dengan 50 tahun, baik


yang merokok maupun yang tidak merokok.
3. Tahap ketiga : Mengidentifikasi subjek yang merokok (resiko positif)
dari populasi tersebut, dan juga mengidentifikasi subjek yang tidak
merokok (resiko negatif) sejumlah yang kurang lebih sama dengan
kelompok merokok.
4. Mengobservasi perkembangan efek pada kelompok orang-orang yang
merokok (resiko positif) dan kelompok orang yang tidak merokok
(kontrol) sampai pada waktu tertentu, misal selama 10 tahun ke depan,
untuk mengetahui adanya perkembangan atau kejadian Ca paru.
5. Mengolah

dan

menganalisis

data.

Analisis

dilakukan

dengan

membandingkan proporsi orang-orang yang menderita Ca paru dengan


proporsi orang-orang yang tidak menderita Ca paru, diantaranya
kelompok perokok dan kelompok tidak merokok.

III.J. APLIKASI DALAM PENELITIAN FARMAKOEPIDEMIOLOGI


Dalam merencanakan penelitian prospektif, harus dibuat rancangan
analisisnya agar orang dapat mengetahui analisis yang dilakukan oleh peneliti
sehingga mudah dilakukan evaluasi terhadap hasil penelitian. Secara skematis,
analisis dan perhitungan yang akan dilakukan sebagai berikut.

24

Tabel 6: Analisis dan Perhitungan

Pemajanan

Insiden Penyakit
Sakit

Tak

Jumlah

- (b)
- (d)
b+d

a+b
c+d
N

Sakit
Positif
Negatif
Jumlah

+ (a)
+ (c)
a+c

Risiko kelompok terpajan : a/(a + b) = m


Risiko tidak terpajan : c/(c + d) = n
Perhitungan Risiko Relatif = m / n
Risiko Atribut = m n
Contohnya :
Penelitian untuk menentukan adanya hubungan antara peminum alkohol
dengan terjadinya stroke.
Dalam penelitian ini dikumpulkan sebanyak 4.952 orang peminum alkohol
dan 2.916 orang bukan peminum alkohol. Dilakukan pengamatan pada kedua
kelompok selama 12 tahun dan diperoleh hasil berikut.
Dari 4.952 peminum ditemukan 197 orang menderita stroke dan dari 2.916
bukan peminum terdapat 93 orang menderita stroke. Temuan tersebut dapat
disajikan dalam bentuk tabel kontingensi 2 x 2 sebagai berikut.
25

Tabel 7 : Contoh Soal


STROKE
Peminum
Jumlah

+
-

+
193
93
286

2.723
4.859
7.582

Jumlah
2.916
4.952
7.868

Resiko Relatif (RR) = 0,006/0,018 = 3.67


Resiko Atribut(RA) = 0,066 0,018 = 0,048
Dari hasil Penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa peminum alkohol
mempunyai resiko 3.67 kali lebih besar jika dibandingkan dengan bukan
peminum dan besar resiko yang dapat dihindarkan dengan tidak menjadi peminum
adalah 4,8%
III.K. Kesimpulan
Rancangan penelitian kohort adalah sebuah rancangan penelitian dimana
peneliti mengelompokkan atau mengklasifikasikan kelompok terpapar dan tidak
terpapar, kemudian diamati sampai waktu tertentu untuk melihat ada tidak efek
atau penyakit yang timbul. Kohort bertujuan untuk mengetahui hubungan paparan
dengan penyakit dengan membandingkan kelompok yang terpapar dengan
kelompok yang tidak terpapar berdasarkan status penyakit.
Jenis penelitian kohort yaitu kohort prospektif dan kohort retrospektif.
Kelebihan penelitian sesuai dengan logika studi eksperimental, Dapat menghitung
besarnya risiko, meneliti paparan yang langka, mempelajari beberapa efek,
terhindar dari bias seleksi dan bias recall, tidak ada subjek sengaja dirugikan,
menghitung laju insiden. Hubungan sebab akibat lebih jelas dan meyakinkan.
Kelemahan dari penelitian kohort dana banyak dan waktu lama. Tidak efisien
26

Resiko
0,066
0,018

untuk penyakit yang jarang dapat kehilangan subjek, tidak dapat meneliti paparan
lain, retrospektif butuh catatan yang lengkap dan akurat. Pelaksanaan terdiri dari
menentukan kelompok yang diteliti, Penetapan sampel, Pengambilan data dan
pencatatan, Pengolahan dan analisis data hasil penelitian
III.L. Saran
Dari makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui mengetahui
rancangan penelitian kohort meliputi pengertian, tujuan, ciri-ciri, skema,
kelemahan, kelebihan dan pelaksanaan dan aplikasinya.

27

DAFTAR PUSTAKA

1.

Arisman. (2009). Buku Ajar Ilmu Gizi Keracunan Makanan. Jakarta: EGC. Hal. 93.

2.

Bernas, Dua tewas keracunan usai hajatan, http://www.indomedia.com/


bernas/072001/utama, diakses 17-03-2005.

3.

3.
Bernas, Keracunan di pesta, satu meninggal, http://www.indomedia.com/
bernas/030202/04/ utama, diakses 17-03-2005.

4.

Budiarto, E. 2004. Metodologi Penelitian Kedokteran. Jakarta: EGC.

5.

Budiarto, Eko. 2001. Pengantar Epidemiologi. Jakarta : EGC

6.

Hikmati, Isna. 2011. Buku Ajar Epidemiologi. Yogyakarta: Numed

7.

Nugrahaeni, Dyah Kunti. 2011. Konsep Dasar Epidemiologi. Jakarta : EGC

8.

Notoatmodjo,S.2002, Metodologi Penelitian Kesehatan, Rineka Cipta,


Jakarta

9.

Allis Nurdini. 2006. Cross-Sectional Vs Longitudinal: Pilihan Rancangan


Waktu Dalam Penelitian Perumahan Permukiman. Departemen Arsitektur,
Institut Teknologi Bandung, 34(1): 52-53

10.

Budiarti, M. 2009. Hubungan Pengetahuan Ibu Hamil Trimester III Tentang


Zat Besi Dengan Kejadian Anemia di Puskesmas Mangkang Kota
Semarang. D III Kebidanan : Universitas Muhammadiyah Semarang
(UNIMUS). Karya Tulis Ilmiah.

11.

Murti, Bhisma. 2003. Prinsip dan Metode Riset Epidemiologi. Yogyakarta:


Gadjah Mada University Press.
28

12.

http://infobudidaya.blogspot.com/2012/03/makalah-cross-sectional-ataupotong.html

13.

http://www.kti-skripsi.net/2009/06/penelitian-cross-sectional.html

14.

http://kamuskesehatan.com/arti/plasebo/

15.

http://health.detik.com/read/2009/11/13/083037/1240927/766/plasebo-obatmujarab-tanpa-bahan-kimia

16.

http://medicalera.com/3/18613/efek-plasebo

29

You might also like