You are on page 1of 10

PELANGGARAN KODE ETIK PSIKOLOGI BAB IX PENELITIAN dan

PUBLIKASI

Bab 1
Pendahuluan
A. Latar Belakang
Psikolog maupun ilmuwan psikologi saat terjun ke masyarakat untuk mengabdikan ilmu
yang dimiliki atau untuk menjalankan profesinya harus memiliki aturan-aturan untuk berkerja
secara normatif. Aturan yang mengikat tersebut berguna untuk mengontrol apa yang dilakukan
oleh seorang psikolog dan ilmuwan psikolog. Oelh karena itu dalam dunia psikologi khususnya
di Indonesia maka disusunlah Kode Etik Psikologi yang mengatur secara keseluruhan bagaimana
seorang psikolog dan ilmuwan psikolog bekerja, melakukan penelitian, mempublikasikan
penelitian, memberikan layanan, mengatasi situasi klien, asesmen, intervensi, konseling, dll.
Kode etik di Indonesia disusun pada tahun 1979 sejak Kongres I Ikatan Sarjana Psikologi
Indonesia (HIMPSI,2010:131) dan sudah mengalami beberapa kali evaluasi untuk mengikuti
perkembangan zaman dan kondisi lingkungan masyarakat yang selalu mengalami perubahan.
Dalam makalah ini akan dibahas secara khusus mengenai kode etik psikologi bab XI
yang membahas menegnai penelitian dan publikasi yang dilakukan oleh seorang psikolog dan
ilmuwan psikologi. Diberitakan di media masa bahawa seorang professor psikologi dari Belanda
telah bertahun-tahun melakukan pemalsuan data dan melakukan publikasi.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dalam makalah ini adalah kasus pelanggaran penelitian dan publikasi
seperti apa yang dilakukan oleh professor psikologi Belanda dan professor tersebut dikenakan
pasal berapa saja?
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan studi kasus pelanggarn ini adalah dapat mengidentifikasi kasus
pelanggaran seperti apa yang dilakukan oleh professor tersebut dan menjelaskan pasal-pasal
yang sudah dilanggar oleh professor.

D. Metode Penulisan
Metode penulisan makalah untuk studi kasus pelanggaran ini ditulis dengan mencari
sumber kasus di internet, selanjutnya penyusun menahami kasus pelanggaran yang dilakukan
oleh professor kemudian memberikan pembahasan bahwa pelanggaran yang dilakukan oleh
professor tersebut dikenakan pasal apa saja, dan selanjutnya penyusun memberikan kesimpulan.

Bab II
Pembahasan
Hidayatullah.com-- Dunia pengetahuan Belanda dikejutkan dengan kasus penipuan
yang dianggap terbesar dalam sejarah. Diederik Stapel, yang saat ini adalah mantan guru besar
psikologi sosial, menyusun data-data dan penelitian palsu yang diterbitkan dalam puluhan artikel
di majalah ilmu pengetahuan. Demikian lansir Radio Nederland (01/11/2011).Guru besar
psikologi Universiteit van Tilburg itu dinonaktifkan sejak awal September lalu, setelah ia terbukti
menggunakan

data

palsu

untuk

publikasi

ilmiahnya.

Hasil penyelidikan menunjukkan, Stapel, yang juga mengajar di Universiteit Groningen dan
Universiteit van Amsterdam, ternyata mempublikasi tiga puluh tulisan di majalah ilmiah dengan
data-data palsu. Saat ini penyelidikan juga dilakukan terhadap 130 artikel lainnya di majalah
ilmiah dan 24 tulisan di buku-buku ilmiah.Pim Levelt memimpin komisi yang menyelidiki kasus
penipuan ini. Ia mengatakan kasus itu sangat besar, membingungkan dan merusak citra Belanda
sebagai negara ilmu pengetahuan. Kasus ini tentu saja menarik perhatian dunia internasional.
Dibuang
Stapel antara lain terkenal di dunia sehubungan penelitiannya yang menyimpulkan bahwa
orang yang mengkonsumsi daging akan menjadi lebih agresif. Selain itu ia juga menerbitkan
artikel dalam majalah pengetahuan Science, soal eksprimen yang menyatakan orang cenderung
melakukan tindak diskriminasi jika berada dalam lingkungan yang banyak sampahnya.Sekarang
penyelidikan-penyelidikan itu dan hasilnya bisa dibuang ke tempat sampah.Para ilmuwan
Belanda terkejut dengan skandal penipuan ilmiah ini. Universiteit Tilburg dan Groningen
melaporkan kasus itu bersama. Sementara Universiteit van Amsterdam akan meninjau kembali
apakah mereka mencabut gelar doktor yang diberikan kepada Stapel.
Terkejut

Ketua Persatuan Universitas Belanda, Sjibolt Noorda terkejut dengan besarnya skala
kasus penipuan tersebut."Tak dapat saya mengerti, laporan yang baru diterbitkan tersebut, bahwa
seseorang menipu secara sistematis. Ini bukan untuk waktu yang sebentar saja. Kejadian ini
berlangsung selama bertahun-tahun dan ia melakukan eksperimen ini juga selama bertahuntahun."Stapel mempersiapkan penelitian bersama seorang asistennya dengan sangat cermat. Dan
akhirnya membawa daftar pertanyaan seperti pengakuannya ke sekolah-sekolah. Beberapa pekan
sesudahnya ia mempresentasikan penelitiannya itu di hadapan karyawannya. Jika ada seseorang
yang menanyakan daftar pertanyaan itu, maka Stapel mengaku tidak memilikinya lagi, karena
tidak bisa menyimpan semuanya.
Penyalahgunaan Kekuasaan
Tapi penipuan Stapel tidak hanya mengenai hasil penelitian saja, kata penyelidik Levelt.
"Stapel dengan kekuasaan yang dimilikinya mengintimidasi peneliti-peneliti muda. Jika ada
seseorang yang terus bertanya-tanya maka ia mengatakan: 'Saya punya hak untuk dipercaya.'
Namun yang lebih parah ia dapat berkata: 'Saya jadi ragu, apakah anda bisa mendapatkan
promosi.'"Menurut

Levelt,

penipuan

hanya

dilakukan

oleh

Stapel

sendiri.

Komisi menyatakan para peneliti dan promovendi lainnya tidak terlibat atau tidak mengetahui
tentang penipuan ini. Mengapa penipuan ini bisa berlangsung begitu lama? Komisi menyatakan
terutama karena kerja Stapel yang rapih, manipulatif dan penyalahgunaan kekuasaan.Namun
universitas-universitas menyadari bahwa mereka juga kurang memperhatikan faktor-faktor ini.
Diskusi pasti akan memanas. Karena bagaimana seseorang dapat melakukan praktek-praktek
seperti itu dan tidak ada rekan kerjanya yang menyadari atau membongkar hal ini, dapat
dikatakan

memalukan

dunia

internasional.

Sementar itu Stapel sendiri menyesal. "Saya sadar, bahwa dengan kelakuan ini saya
mengacaukan dan menimbulkan kemarahan di antara kolega dan memalukan dunia psikologi
sosial. Saya malu dan saya menyesal," kata Stapel.Ia juga menyatakan bahwa dirinya telah
menerima bantuan untuk mencari tahu mengapa hal ini semua bisa terjadi.
Kaget
Farah Mutiasari Djalal, mahasiswa S2 Psikologi Sosial Universitas Tilburg asal
Indonesia, mengonfirmasi bahwa para mahasiswa terkejut, kecewa sekaligus marah mendengar
kabar penipuan Stapel. Soalnya data-data yang dipalsukan Stapel dipakai oleh beberapa
mahasiswa PhD dalam penelitian mereka, tutur Farah. Akibatnya, sejumlah kandidat PhD

tertunda kelulusannya karena data mereka tidak shahih.. Dosen-dosen juga shock, tambah
Farah. Mereka kecewa, nggak nyangka. Bahkan ada yang sampai menangis. Toh, menurut
Farah, dosen-dosen Universitas Tilburg lebih memilih bungkam jika mahasiswa atau pihak
luar mempertanyakan kasus ini.
Kepercayaan
Untungnya, tidak ada mahasiswa Indonesia yang jadi korban. Sampai sekarang sih,
setahu saya, nggak ada mahasiswa Indonesia yang menggunakan data-data Stapel, kata Inggar
Larasati, kutip Radio Nederland (02/11/2011).Inggar menyayangkan skandal ini, Apalagi
profesor Stapel kan lumayan terkenal di dunia akademis Belanda.. Akankah ulah Stapel ini
merusak kepercayaan mahasiswa asing terhadap sistem pendidikan Belanda? Kalau dipikir-pikir
sih, iya, jawab Inggar. Karena reputasi Universitas Tilburg yang sebenarnya bagus, jadi
tercoreng skandal ini.Di lain sisi Inggar bangga skandal ini terbongkar. Dan yang membongkar
mahasiswa! Ini menunjukkan sisi positif dari dunia akademis Belanda: mahasiswa berani dan
diberi ruang untuk mengkritik dosen mereka, dalam hal ini untuk membongkar penipuan seorang
guru besar. Artinya, hampir tidak ada hirarki dalam sistem pendidikan di Belanda.
Sumber : Hidayah,com (Jumat, 04 November 2011)

Pembahasan
Dari berita yang dilansir oleh website resmi media online Hidayah.com pada hari Jumat,
04 November 2011, tim penelitaian pelanggaran kode etik makalah ini melakukan pembahasan
bahwa Stapel dikenakan tindak pelanggaran sebagai berikut :
A. Pelanggaran pada Pasal Pasal HIMPSI
1. BAB I : Pedoman Umum

Pasal 2b ayat 2 (Integritas dan Sikap Ilmiah)


Pasal 2b ayat 3 (Integritas dan Sikap Ilmiah)
Pasal 2c ayat 1 (Profesional)
Pasal 2e ayat 2 (Manfaat)

2. BAB II : Mengatasi Isu Etika

Pasal 4 ayat 3 (Penyalahgunaan di Bidang Psikologi)

3. BAB IV ( Hubungan Antar Manusia)

Pasal 17 (Konflik Kepentingan)

4. BAB VI : Pernyataan dan Iklan Publik

Pasal 28 (Pertanggungjawaban)

5. BAB IX ( Penelitian dan Publikasi)

Pasal 50 (Pengelabuan atau Manipulasi dalam Penelitian)


Pasal 53 ayat 1(Pelaporan dan Publikasi Hasil Penelitian)
Pasal 54 ayat 1 (Berbagi data untuk Kepentingan Profesional)

B.

Pelanggaran dalam Ethnical Standart for The Reporting and Publishing of Scientic
Information (APA)
Standart etika berikut ini diambil dari Prinsip Etis Psikolog dan Kode Etis,yang etrkait
dengan pelaporan dan penerbitan informasi ilmiah (APA,2002).

Dalam APA, Stapel dianggap melanggar 3 prinsip umum. Yaitu :


Principle A : Beneficence and Nomaleficence (Manfaat)
Principle B : Fidelity and Responsibility (Integritas dan Sikap Ilmiah)
Principle C : Integrity (Profesional)
Karena pada APA, prinsip-prinsip umum tidak masuk kedalam bab maupun sub-bab.
Sedangkan dalam HIMPSI, 5 prinsip umum dimasukkan dalam Bab 1 pasal 2 dan iuraikan secara
lebih terperinci

Poin 1.01 terkait Penyalahgunaan Pekerjaan Psikolog


Poin 5.01 terkait Menghindari Pernyataan Palsu atau Menipu
Poin 8.10 terkait Berbagi data Untuk Kepentingan Profesional
Poin 8.13 terkait Publikasi dan Duplikat Data
Poin 8.14 terkait Berbagi Data dalam Penelitian terkait Verifikasi

C. Manipulasi Data (Fabrication Data)


Fabrikasi dalam konteksi penelitian ilmiah mengacu pada tindakan sengaja memalsukan
hasil penelitian, seperti dilaporkan dalam sebuah artikel jurnal. Fabrikasi dianggap sebagai
bentuk pelanggaran ilmiah, dan dianggap sebagai sangat tidak etis. Fabrikasi juga dapat
dikatakan sebagai tindakan sengaja menyajikan informasi palsu dengan maksud memanipilasi
hasil penelitian.
Menurut review dari publication dealing with the causes of scientific misconduct ada
bebepara factor yang menjadi alasan seorang peneliti melakukan fabrikasi data. Hal tersebut
dapat

berhungan

dengan

struktur

kepribadian

individu,

misalnya

narsisme,perasaan

pembenaran,keyakinan bahwa ada yang mereka mengetahui jawaban untuk sebuah pertanyaan
dan rasa terdistorsi dari realitas. Sedangkan yang menjadi factor eksternal yaitu adanya tekanan

karier,iklim kerja yang buruk, konflik interpersonal,perasaan di perlakukan tidak adil dan tidak
adanya budaya self-critisims di lembaga penelian terkait.
D. Analisis
Dalam kasus diatas, Stapel terbukti melakukan fabrikasi data

untuk publikasi

ilmiahnya.Fabrikasi dianggap sebagai pelanggaran ilmiah dan dianggap sebagi sangat tidak etis.
Dengan terbuktinya stapel menggunakan data palsu untuk mempublikasihkan tulisan-tulisan
ilmiahnya, Stapel dapat dikenakan sangsi kode etik.
Jika dikaji berdasarkan HIMPSI(2010) Stapel melanggal pasal-pasal berikut:
1. Pasal 2b ayat 2
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi senantiasa menjaga keteapatan, kejujuran,
kebenaran dalam keilmuan, pengajaran, pengalaman dan praktik psikologi.
Analisis :Dalam hal ini stapel tidak menjaga kejujuran dan kebenaran dalam bidang keilmuan
psikologi.
2. Pasal 2b ayat 3
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi tidak mencuri, berbohong, terlibat pemalsuan
(Fraud) tipuan dan distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan fakta-fakta
yang tidak benar.
Analisis : Dalam hal ini stopel melakukan kebohongan dan mengajak asistennya untuk
melakukan pemalsuan, tipuan, distorsi fakta yang direncanakan dengan sengaja memberikan
fakta-fakta yang tidak benar. Tidak benar karena stapel dan asistennya tidak melalkukan
penelitian srcara sistematis melainkan pemalsuan.
3. Pasal 2c ayat 1
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi hanya memeliki kompetensi dalam melaksanakan
segala bentuk layanan psikologi, penelitian, pengajaran, pelatihan, layanan psikologi dengan
menekankan pada tanggung jawab, kejujuran, batasan kompetensi, objektif dan integrasi.
Analisis : Stapel tidak professional dalam menjadi ilmuan psikologi karena dalam melakukan
penelitian dan pengajaran tidak memiliki kompetensi yang optimal, dan stapel tidak memiliki
tindakan tanggung jawab atas apa yang dipublikasikan atau dikatakannya, kejujuran, batasan
kompetensi, objektif dan integrasi.
4. Pasal 2c ayat 3
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi menjunjung tinggi kode etik, peran dan kewajiban
professional, mengambil tanggung jawab secara tepat akas tindakan mereka, berupaya untuk

mengelolah berbagai konflik kepentingan yang dapat mengarah pada eksploitasi dan dampak
buruk.
Analisis : Karena stapel tidak menjunjung tinggi kode etik dan keprofeisionalannya menjadi
ilmuan psikologi. Stapel tidak bertanggung jawab atas apa yang publikasikan sehingga
menimpulkan dampak buruk dan eksploitasi.
5. Pasal 2e ayat 2
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuan psikologi apabila terjadi konflik perlu menghindari serta
meminimalkan akibat dampak buruk; karena keputusan dan tindakan-tindakan ilmiah dari
psikolog dan atau ilmuan pikologi dapat mempengaruhi kehidupan pihak-pihak lain.
Analisis : Karena stapel melakukan tindakan-tindakan ilmiah yang memengaruhi kehidupan
orang lain dan itu berdampak buruk karena mahasiswa-mahasiswa yang menggunakan data
stapel tertunda kelulusan Phdnya.
6. Pasal 4 ayat 3c
Bunyi : Pelangaran berat yaitu:Tindakan yang dilakukan oleh psikolog dan atau ilmuan
psikologi yang secara sengaja memanipulasi tujuan, proses maupun hasil yang melibatkan
1.
2.
3.
4.
5.

kerugian bagi salah satu dibawah ini:


Ilmu psikologi
Profesi Psikologi
Pengguna jasa layanan psikologi
Individu yang menjadi pemeriksaan psikologi
Pihak-pihak yang terkait dan masyarakat umum
Analisis : Stapel melakukan pelanggaran berat karena sengaja melakukan manipulasi tujuan
proses, dan hasil penelitian sehingga mengakibatkan kerugian pada: ilmu psikologi, profesi
psikologi, pihak-pihak terkait dan masyarakat pada umumnya.

7. Pasal 17
Bunyi : Psikolog atau Ilmuwan Psikologi menghindar dari melakukan peran professional
apabila kepentingan pribadi, ilmiah, professional, hukum, financial, kepentingan atau hubungan
lain diperkirakan akan merusak objektivitas , kompetensi, atau efektifitas mereka dalam
emnjalankan fungsi sebagai psikolog dan atau ilmuwan psikologi atau berdampak buruk bagi
pengguna layanan psikologi serta pihak-pihak yang terkait dengan penggunaan layanan
psikologi tersebut.
Analisis : Stapel tidak hanya memalsukan data-data penelitian ilmiah,ia juga menggunakan
kekuasaan yang dimilikinya untuk mengintimidasi peneliti-peneliti muda. Tindakan yang

dilakukan Stapel dapart melanggar etika mengenai konflik kepentingan, dimana seharusnya
Stapel sebagai ilmuan psikologi menghindar dari peran professionalnya apabila dipengaruhi
kepentingan pribadinya.Jika dilihat lebih lanjut,alasan stapel mengintimidasi peneliti-peneliti
muda dan melakukan fabrikasi data karna stapel merasakan adanya tekanan karir. Konflik
kepentingan pribadi, Stapel pada akhirnya berakibat buruk bagi pihak-pihak terkait bahkan Nama
Negara Belanda sebagai nama ilmuan pun tercoreng.
8. Pasal 28 ayat 1
Bunyi : Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi; dalam memberikan pernyataan kepada
masyarakay melalui berbagai jalur media baik lisan maupun tertulis mencerminkan
keilmuannya sehingga masyarakat dapat menerima dan memahami secara benar agar terhindar
dari kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa dan/atau praktik

psikologi. Pernyataan tersebut harus disampaikan dengan;


Bijaksana, jujur, teliti, dan hati-hati
Lebih mendasarkan pada kepentingan umum daripada kepentingan pribadi atau golongan
Berpedoman pada dasar ilmiah dan disesuaikan dengan bidang keahlian/kewenangan selama
tidak bertentangan dengan kode etik psikologi
Analisis : Stapel tidak mencerminkan keilmuannya karena melakukan pemalsuan dalam
penelitian sehingga penelitian tersebut merugikan masyarakat. Staple tidak bijaksana, Stapel
tidak jujur, dan Stapel tidak berpedoman pada dasar ilmiah karena Stapel tidak melakukan
penelitian secara sistematis

9. Pasal 50 ayat 2
Bunyi : Psikolog dan ilmuwan psikologi boleh melakukan penelitian dengan pengelabuan teknik
pengelabuan hanya dibenarkan bila ada alasan ilmiah, untuk tujuan pendidikan atau bila topic
sangat penting untuk diteliti demi pengembangan ilmu, sementara cara lain yang efektif tidak
tersedia. Bila pengelabuan terpaksa dilakukan, psikolog atau ilmuwan psikologi menjelaskan
bentuk-bentuk pengelabuan yang merupakan bagian dari keseluruhan rancangan penelitian
pada partisipan sesegera mungkin. Jika memungkinkan partisipan menarik data mereka, bila
partisipan menarik diri atau tidak bersedia terlibat lebih jauh.
Analisis : Dalam kasus stapel manipulasi dilakukan tanpa adanya tujuan untuk pengembangan
ilmu. Manipulasi dilakukan stafel semata-mata hanya untuk kepentingan pribadi. Manipulasi
data yang dilakukan Stapel juga bukan merupakan bagian dari keseluruhan rancangan
penelitian.Pelanggaran Stapel dalam memanipulasi data juga terdapat dalam standar etika dari

Prinsip Etis Psikolog dan Kode Etik, yang terkait dengan pelaporan penelitian yang berisi
Psikolog tidak boleh memalsukan data.
10. Pasal 53 ayat 1
Bunyi : Psikolog dan atau ilmuwan psikologi bersikap professional, bijaksana, jujur, dengan
memperhatikan keterbatasan kompetensi dan kewenangan sesuai ketentuan yang berlaku dalam
melakukan pelaporan/publikasi hasil penelitian. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari
kekeliruan penafsiran serta menyesatkan masyarakat pengguna jasa psikologi.Ayat 1 : Psikologi
atau ilmuwan psikologi tidak merekayasa data atau emlakukan langkah-langkah lain yang tidak
bertanggung jawab. (missal : terkait pengelabuan, plagiarism, dll).
Analisis :Dalam kasus tersebut Stapel dengan jelas melanggal etika pelaporan dan publikasi hasil
penelitian dengan melakukan tindakan rekayasa dan yang pada akhirnya menyesatkan pandangan
masyarakat pengguna jasa psikologi.
11. Pasal 54 ayat 1
Bunyi : Psikolog dan/atau ilmuwan psikologi tidak menyembunyikan data yang mendasari
kesimpulannya setelah hasil penelitian diterbitkan
Analisis : Stapel menyembunyikan data penelitian, ketika ada yang bertanya mana bukti bahwa
Stapel melakukan penelitian, dan Stapel menjawab bahwa berkas penelitiannya sudah dibuang
karena tidak muat disimpan semuanya.

BAB III
Penutup
A. Kesimpulan dan Saran
Sebagai seorang ilmuwan psikologi atau psikolog yang baik, saat mengabdikan ilmu yang
dimiliki dan memberikan layanan jasanya pada masyarakat maka harus sesuai dengan aturan
yang telah ditetapkan oleh asosiasi dimana seseorang bekerja. Seharusnya Stapel mematuhi code
of conduct psychology in Natherland. Karena pempublikasian yang dilakukan oleh Stapel tidak
hanya merugikan dirinya sendiri yang menyebabkan dirinya dicopot gelar Doktornya, Stapel
yang seorang psikolog telah mencoreng nama baik universitas dimana dia bekerja, mencoreng
nama baik Negara Belanda, dan mencoreng dunia pendidikan psikologi.
Penelitian palsu yang dipublikasikan merupakan penyesatan sebuah informasi. Karena
teori-teori seorang professor terkenal seringkali digunakan sebagai rujukan dalam perkuliahan.

Jika teorinya salah diawal atau tidak akurat otomatis ilmu yang diajarkan secara turun temurun
juga tidak terpercaya keakuratannya.
Sebagai mahasiswa psikologi yang nantinya akan menjadi ilmuwan psikologi atau
psikolog hendaknya sedari awal menyadari aturan pengabdian ilmu dan layanan jasa bidang
psikologi agar tidak melakukan pelanggaran kode etik profesi.
Daftar Pustaka :

1. HIMPSI. 2010.Kode Etik Psikologi Indonesia. Jakarta: HIMPSI.


2.

http://www.hidayatullah.com/read/19645/04/11/2011/profesor-psikologi-terkenal-belandapalsukan-data-bertahun-tahun.htm

3. http://www.SarahsSite.blogspot.com/read/29/11/2011/tugas-akhir-kode-etik-psikologi.htm
4. www.google.com/terjemahan.htm
5.

ETHICAL PRINCIPLES OF PSYCHOLOGISTS AND CODE OF CONDUCT.2010.


USA:American Psychological Association.

You might also like