You are on page 1of 7

BRONKITIS KRONIK

A.

DEFINISI
Bronkitis kronik adalah suatu gangguan batuk berdahak yang terjadi
tiap hari selama paling kurang enam bulan dan jumlah dahak minimal satu sendok
teh (Brinkman).
Bronkitis kronik adalah penyakit dengan gangguan batuk kronik dengan
dahak yang banyak terjadi hampir tiap hari minimal tiga bulan dalam setahun
selama dua tahun berturut-turut (American Thoracic Society)
Bronkitis kronik adalah suatu gangguan paru obstruktif yang ditandai oleh
produksi mucus berlebihan di saluran napas bawah selama paling kurang 3 bulan
berturut-turut dalam setahun untuk 2 tahun berturut-turut.
Mukus yang berlebihan terjadi akibat displasia sel-sel penghasil mucus di
bronkus. Selain itu, silia yang melapisi bronkus mengalami kelumpuhan dan
disfungsional serta metaplasia. Perubahan-perubahan pada sel-sel penghasil mucus
dan sel-sel silia ini mengganggu sistem eskalator mukosiliaris dan menyebabkan
penumpukan mukus kental dalam jumlah besar yang sulit dikeluarkan dari saluran
napas. Mukus berfungsi sebagai tempat persemian mikroorganisme penyebab
infeksi dan menjadi sangat purulen. Timbul peradangan yang menyebabkan edema
dan pembengkakan jaringan. Ventilasi terutama ekshalasi/ekspirasi terhambat.
Timbul hiperkapnia karena ekspirasi menjadi memanjang dan sulit dilakukan akibat
mukus yang kental dan adanya peradangan. Penurunan ventilasi menyebabkan
penurunan V/Q yang mengakibatkan vasokontriksi hipoksik paru dan hipertensi
paru. Walaupun alveolus normal, vasokontriksi hipoksik dan buruknya ventilasi
menyebabkan berkurangnya pertukaran oksigen dan hipoksia.

B.

ETIOLOGI
Penyebab bronkitis adalah karena merokok, infeksi saluran pernapasan
yang berulang-ulang, polusi udara, debu di tempat kerja dan alergi. Merokok adalah
faktor terpenting. Merokok meningkatkan produksi mukus dan mengurangi
pemindahannya dari saluran udara, menghentikan fungsi-fungsi sel-sel saluran
udara yang mencerna organisme penyebab penyakit, menyebabkan infeksi saluran

udara, menghancurkan kantong udara paru-paru dan mengakibatkan pertumbuhan


jaringan fibrous yang tidak normal dalam cabang bronchi. Radang awal dapat
hilang dengan sendirinya bila penderita berhenti merokok sebelum kerusakan paruparu semakin meluas. Faktor keluarga dan keturunan juga dapat membuat orang
terkena bronkitis.
C.

PATOFISIOLOGI
Iritasi bronkus (asap rokok, polusi)

Paralisis silia
Bronkospasme

Statis mucus

Obstruksi saluran napas


Pruduksi mukus
yang reversible

Hipertrofi
Hiperplasi
Kelenjar mukus

bertambah

Infeksi kuman sekunder

Erosi epitel, pembentukan jaringan parut, metaplasi skuamosa serta


Penebalan lapisan mukosa

Obstruksi saluran napas


yang reversible

D.

GAMBARAN KLINIS
1.

Batuk yang sangat produktif, purulen dan mudah memburuk oleh iritan-iritan
inhalan, udara dingin, atau infeksi.

2.

Sesak napas atau dispnea

E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a.

Analisis gas darah menunjukkan penurunan oksigen arteri dan peningkatan


karbon dioksida arteri.

b.

Polisitemia (peningkatan konsentrasi sel darah merah) terjadi akibat hipoksia


kronik yang disertai sianosis, menyebabkan kulit berwarna kebiruan.

c.
F.

Pemeriksaan sinar-X toraks dapat membuktikan adanya bronkitis kronik.

PENATALAKSANAAN
1.

Penyuluhan.
Harus dijelaskan tentang hal-hal mana saja yang dapat memperberat penyakit
dan harus dihindari serta bagaimana cara pengobatan yang baik.

2. Pencegahan.
Mencegah kebiasaan merokok (dihentikan), menghindari lingkungan polusi, dan
dianjurkan vaksinasi untuk mencegah eksaserbasi.
3. Terapi eksaserbasi akut.
a. Antibiotik, karena biasanya disertai infeksi.
1. Infeksi ini umumnya disebabkan oleh H. influenzae dan S.
pneumoniae, maka digunakan ampisilin 4 x 0,25-0,5 g/hari atau
eritromisin 4 x 0,5 g/hari.
2. Agmentin (amoksisilin dan asam klavulanat) dapat diberikan jika
kuman infeksinya adalah H. influenzae dan B. catarhalis yang
memproduksi b-laktamase.
Pemberian antibiotik seperti kortrimoksasol, amoksisilin, atau doksisiklin
pada pasien yang mengalami eksaserbasi akut terbukti mempercepat
pertumbuhan dan membantu mempercepat kenaikan peak flow rate.
Namun hanya dalam 7-10 hari selama periode eksaserbasi.

Pemberian moxifloxacin 400 mg sekali sehari aman dan dapat ditoleransi


dengan baik, sangat efektif untuk pengobatan infeksi saluran napas oleh
bakteri, terutama bronkitis, pneumonia komunitas dan sinusitis dengan
perbaikan gejala yang cepat (Setiawati, et al., 2005).
b. Terapi oksigen.
Diberikan jika terjadi kegagalan jalan napas karena hiperkapnia dan
berkurangnya sensitivitas terhadap CO2. Pemberian oksigen jangka
panjang (> 15 jam/hari) meningkatkan angka bertahan hidup pada pasien
dengan gagal napas kronis (Rubenstein, et al., 2007).
c. Fisioterapi membantu pasien untuk mengeluarkan sputum.
d. Bronkodilator.
Untuk mengatasi obstruksi jalan napas, termasuk di dalamnya adrenergik
b dan antikoligernik, dan gejala agonis B, pasien dapat diberikan
salbutamol 5 mg dan atau ipratropium bromida 250 mikrogram diberikan
tiap 6 jam dengan nebulizer atau aminofilin 0,25-0,5 g iv secara perlahan.
4. Terapi jangka panjang.
a. Antibiotik untuk kemoterapi preventif jangka panjang, ampisilin 4 x 0,250,5/hari dapat menurunkan eksaserbasi akut.
b. Bronkodilator.
Tergantung tingkat reversibilitas obstruksi saluran napas tiap pasien, maka
sebelum pemberian obat ini dibutuhkan pemeriksaan obyektif dari fungsi
faal paru.
c. Fisioterapi.
d. Latihan fisik untuk meningkatkan toleransi aktivitas fisik.
e. Mukolitik dan ekspektoran.

f. Terapi oksigen jangka panjang bagi pasien yang mengalami gagal napas
tipe II dengan PaO2 < 7,3 kPa (55mmHg).
g. Rehabilitasi.
Postural drainage, perkusi dan vibrasi dada digunakan untuk
mengeluarkan mukus. Untuk memperbaiki efisiensi ventilasi, penderita
dapat berlatih napas tipe abdominal dan purse lips. Untuk merehabilitasi
fisiknya, kepercayaan terhadap dirinya dan meningkatkan toleransi
latihan, dapat dilakukan latihan fisis yang teratur secara bertingkat dan
dilatih untuk melakukan pekerjaan secara efisien dengan energi sedikit
mungkin.
2.

Penyuluhan agar pasien menghindari pajanan iritan lebih lanjut, terutama asap
rokok.

3.

Terapi antibiotic profilaktik, terutama pada musim-musim dingin, untuk


mengurangi insiden infeksi saluran napas bawah, karena setiap infeksi akan
semakin meningkatkan pembentukan mucus dan pembengkakan.

4.

Karena banyak pasien yang mengalami spasme saluran napas akibat


broonkitis kronik yang mirip dengan spasme pada asma kronik, maka sering
diberikan bronkodilator.

5.

Ekspektoran dan peningkatan asupan cairan untuk mengencerkan mucus.

6.

Mungkin diperlukan terapi oksigen.

G.

KOMPLIKASI
a.

Hipertensi paru akibat vasokontriksi hipoksis paru yang kronik, yang akhirnya
dapat menyebabkan kor pulmonale.

b.
G.

Dapat timbuil kanker paru akibat metaplasia dan displasia.

HAL-HAL

YANG

PERLU

DIPERHATIKAN

OLEH

PENDERITA

BRONKITIS KRONIK
1.

Berhenti merokok dan hindari hal-hal yang mengganggu pernapasan

2.

Pasanglah AC dengan filter udara di rumah

3.

Bila mempergunakan antibiotic untuk mengobati infeksi pernapasan, habiskan


seluruh resep obat selama terapi.

4.

Perhatikan kesehatan mulut untuk mencegah infeksi dan kenali gejala-gejala


awal infeksi. Hindari para penderita infeksi respiratori lainnya. Dapatkan
vaksin pneumococcal (Pneumovax) dan suntikan flu setiap tahun.

5.

Untuk menghilangkan sekresi, pelajari cara batuk yang efektif. Bila cairan
banyak jumlahnya dan sukar hilang, salah seorang dari keluarga dapat
melakukan drainase postural ( meletakkan posisi tubuh untuk mengeluarkan
cairan ) dan terapi fisik pada dada. Bila cairan tebal, minumlah paling sedikit
6 gelas ( 8 ons ) cairan perhari. Pengetur kelembaban udara juga dapat
membantu menghilangkan sekresi terutama pada musim dingin.

6.

Untuk menguatkan otot pernapasan, tarik napas panjang perlahan-lahan dan


buang lewat mulut yang dimajukan.

7.

Bila melakukan terapi oksigen di rumah, pastikan bahwa anggota keluarga


dapat menggunakan peralatan dengan tepat. Jangan meningkatkan jumlah
oksigen yang dialirkan atau menambah jumlah yang telah ditentukan oleh
dokter sebab terlalu banyak oksigen akan memusnahkan dorongan bernapas
dan menyebabkan kebingungan dan tidak sadarkan diri. Oksigen yang
diperlukan tidak lebih dari 3 liter per menit.

8.

Makanlah diet yang seimbang. Usahakan untuk makan berulang kali dalam
porsi kecil karena dapat saja merasa lelah saat makan lalu gunakan lagi
pemakaian oksigen melalui hidung saat makan.

9.

Jadwalkan periode istirahat sepanjang hari dan lakukan latihan gerak badan
setiap hari sesuai petunjuk dokter.

H.

DAFTAR PUSTAKA
Mansjoer Arif (2000), et al, Kapita Selekta Kedokteran, Ed 3 jilid 1, media
aesculapius. Jakarta.
Soeparman. Ilmu Penyakit Dalam Jilid I, Edisi ke-2. Balai Pustaka Penerbit
FKUI, Jakarta.

You might also like