Professional Documents
Culture Documents
Dokter Pembimbing :
dr. Melani SpA
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini dengan
judul Hipotermia Pada Neonatus. Referat ini disusun sebagai sarana diskusi dan
pembelajaran, serta memenuhi persyaratan dalam penilaian di Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Tarakan, Jakarta.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para
mahasiswa fakultas kedokteran, dokter, dan masyarakat Indonesia. Serta semoga dapat
menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran dan dapat menjadi bekal dalam profesi
kami kelak.
Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan baik mengenai
isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini. Atas perhatian
yang diberikan kami ucapkan terima kasih.
Juni 2014
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipotermi merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di bawah nilai normal
(36,5 37,5 C). Sejak awal tahun 1900-an, hipotermi menjadi masalah yang penting pada
bayi baru lahir, karena bayi baru lahir belum mampu menyesuaikan suhu tubuhnya dengan
baik. Hipotermi telah diketahui menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada
bayi baru lahir hampir di setiap benua di dunia.1
Bayi baru lahir memiliki kemampuan yang belum sempurna dalam termoregulasi
suhu tubuhnya sehingga perlu dilindungi dari udara dingin dan panas. Data dari suatu
penelitian di California, Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada tahun 2006 terdapat
sekitar 64 % kasus hipotermi pada bayi baru lahir dengan berat lahir cukup (2500 gr) dan
insidennya semakin meningkat seiring dengan semakin rendahnya berat bayi baru lahir. Hal
ini menunjukkan pentingnya pengetahuan mengenai hipotermi pada bayi baru lahir sehingga
dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan mengurangi angka kematian bayi. Sebagai
lini pertama pelayanan kesehatan, dokter umum diharapkan memiliki kompetensi yang
memadai mengenai hipotermi pada bayi baru lahir ,sehingga dapat memberikan pelayanan
yang maksimal sekaligus melakukan promosi dan prevensi hipotermi pada bayi baru lahir.2
1.2
Tujuan
Adapun tujuan yang termuat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hipotermi
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya hipotermi
3. Untuk mengetahui gejala-gejala hipotermi
4. Untuk mengetahui jenis-jenis hipotermi
5. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan hipotermi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspek Termoregulasi pada Bayi Baru Lahir
Termoregulasi adalah kemampuan untuk menyeimbangkan antara produksi panas dan
hilangnya panas dalam rangka menjaga suhu tubuh agar tetap dalam keadaan normal.
Kemampuan ini sangatlah terbatas pada bayi baru lahir. Suhu normal terjadi jika ada
keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas.3
Keseimbangan panas mengacu kepada hukum kekekalan energi, dimana dalam
kondisi ekuilibrium, produksi panas seimbang dengan kehilangan panas. Bila produksi
meningkat, maka suhu tubuh akan meningkat sampai tercapai kembali ekuilibrium dan
sebaliknya. Bayi baru lahir memproduksi panas tubuhnya melalui aktivitas metabolik di
seluruh jaringan tubuh. Produksi panas ini digambarkan dalam unit kilokalori per m 2 luas
permukaan tubuh. Nilai maksimumnya akan mencapai 50 kkal/m2/jam pada usia 3-6 bulan
yang akan konstan sampai usia kanak-kanak hingga dewasa. Bayi baru lahir juga memiliki
kemampuan yang bervariasi dalam meningkatkan produksi panas sebagai respon terhadap
stresor berupa suhu dingin terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah.3
Sama halnya dengan manusia dewasa, bayi baru lahir memiliki respon terhadap suhu
lingkungan baik secara fisiologis maupun tingkah laku. Normalnya terhadap suhu lingkungan
yang dingin, bayi akan meningkatkan produksi panas dengan tidak melakukan aktivitas fisik
seperti menggigil. Bayi baru lahir bergantung pada lemak coklat yang memiliki aktivitas
metabolik, tersimpan di antara skapula (superfisial) dan di sepanjang aorta. Sebagai respon
terhadap dingin, katekolamin akan dilepaskan lalu merangsang lemak coklat secara langsung
dengan menstimulasi terjadinya fosforilasi oksidatif untuk selanjutnya melepaskan energi
dalam bentuk panas. Bayi baru lahir memiliki kemampuan untuk meningkatkan lebih dari
dua kali lipat produksi panasnya dengan cara ini. Selain lemak coklat, vasokonstriksi
pembuluh darah perifer juga terjadi sebagai respon terhadap dingin dan ini terbatas pada bayi
prematur. Perlu diketahui bahwa mekanisme termoregulasi tanpa menggigil ini hanya terjadi
pada 12 jam pertama.4
Mekanisme tingkah laku bayi baru lahir berbeda dengan anak dan dewasa. Bila
terpapar suhu dingin, bayi baru lahir dapat terus tertidur, meskipun posisinya akan fleksi
untuk mengurangi kehilangan panas dan ini juga berlaku pada bayi prematur.4
Karena adanya keterbatasan ini, maka seorang bayi baru lahir harus dapat dijaga
suhunya dibawah suhu lingkungan yang netral. Suhu kulit normal dari seorang bayi baru lahir
adalah 36,0 - 36,5C. Suhu inti (rektal) normal adalah 36,5-37,5C. Suhu aksila mungkin
dapat 0,5 - 1C lebih rendah dari suhu inti. Suhu lingkungan yang diharapkan pada bayi baru
lahir dengan berat badan > 2500 gr dan masa kehamilan > 36 minggu dapat dirinci dalam
tabel berikut 5:
Tabel 1. Suhu lingkungan yang diharapkan untuk bayi dengan berat badan lahir >2500 gr atau
usia gestasi >36 minggu.5
Usia bayi
0 24 jam
24 48 jam
48 72 jam
72 96 jam
4 14 hari
mengalami hipotermi setelah lahir dan 50 % tetap hipotermi setelah 24 jam. Data ini
mencakup bayi baru lahir sehat dengan berat lahir cukup dan bayi sakit dengan berat lahir
rendah.1
Suatu penelitian besar di beberapa provinsi di Cina memperoleh insiden sklerema
sebesar 6,7 per 1000 bayi yang banyak diderita bayi prematur dan berat lahir rendah dengan
penyebab dasarnya adalah hipotermi. Perlu ditekankan bahwa hipotermi merupakan masalah
yang dapat terjadi pada area tropis maupun area pegunungan dengan iklim dingin.1
Risiko hipotermi lebih tinggi pada bayi yang lahir di rumah daripada di rumah sakit.
Hipotermi ini menjadi salah satu faktor mortalitas pada bayi muda usia 0-2 bulan, sehingga
WHO merekomendasikan suatu perlindungan termal pada bayi baru lahir yang adekuat. Akan
tetapi hal ini lebih sulit dicapai pada negara-negara Asia Selatan dan Sub-Sahara Afrika.7
Hipotermi sering terjadi pada lebih dari 50 % bayi yang waktu menyusuinya ditunda
24 jam dan 75 % pada bayi yang umbilikusnya tidak dipotong langsung saat lahir. Selain itu,
faktor berat badan bayi baru lahir juga berpengaruh. Suatu penelitian menunjukkan bahwa
risiko hipotermi akan meningkat sekitar 7,4 % pada bayi dengan penurunan berat badan 100
gr pada rentang berat badan 2500-3000 gr, dan akan lebih tinggi pada bayi dengan rentang
berat badan 2000-2500 gr dan < 2000 gr. Faktor jenis kelamin belum dapat dibuktikan
berperan secara signifikan dalam insiden hipotermi ini, sama halnya dengan faktor sosial
ekonomi.7
Pada dasarnya, hipotermia pada bayi disebabkan belum sempurnanya pengaturan
suhu tubuh bayi, dan pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan bayi baru lahir yang
benar. Di Indonesia sendiri kasus bayi meninggal karena hipotermia masih relatif tinggi.
Kematian bayi baru lahir umumnya disebabkan oleh asfiksia, infeksi , dan hepotermi.
Komalasari (2007) mengemukakan bahwa di Indonesia pada periode 2005 2007 ,penurunan
angka kematian neonatal yakni kematian bayi umur <1 bulan masih rendah yaitu dari 28,8
per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup,sedangkan di Propinsi Bali
merupakan daerah yang memiliki angka kematian bayi yang rendah di bandingkan dengan
propinsi lain di Indonesia. Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh Biro Pusat
Statistik (BPS) yang bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) provinsi Bali angka kematian bayi pada tahun 2007 tercatat 39,5 per 1000
kelahiran hidup menjadi 14 per 1000 kelahiran hidup tahun 2008. Sedangkan untuk balita
juga menurun menjadi 19 pada tahun 2007-2008 dari 44 pada tahun 2006. Berdasarkan data
tahun 2008, angka kematian bayi di propinsi Bali sebesar 7,8 per 1.000 kelahiran hidup atau
lebih rendah dari angka nasional sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup dimana sekitar 0,5%
kematian bayi disebabkan karena hipotermia (Abadi,2009). Berdasarkan data yang
6
didapatkan di ruang NICU IRD bayi RSUP Sanglah jumlah bayi yang mengalami hipotermi
didapatkan data dari 3 bulan terakhir (Desember 2009-Februari 2010) dari 58 bayi yang
dirawat sekitar 8 orang (13,7%) pernah mengalami hipotermi, akan tetapi kematian bayi
akibat hipotermi tidak ada. Menurut dr Imral Chair SpA (K) dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesiadan Ketua I Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia) dalam
seminar Orientasi Metode Kanguru yang diselenggarakan Forum Promosi Kesehatan
Indonesia, bayi prematur maupun bayi cukup bulan yang lahir dengan berat badan rendah,
terutama di bawah 2.000 gram, terancam kematian akibat hipotermia yaitu penurunan suhu
badan di bawah 36,5C di samping asfiksia (kesulitan bernapas) dan infeksi.3
2.4. Mekanisme Hipotermi pada Bayi Baru Lahir
Suhu di dalam rahim ibu adalah sekitar 38C. Saat lahir, bayi baru lahir akan berada
pada lingkungan yang lebih dingin sehingga dapat mengalami kehilangan panas secara tibatiba. Penurunan suhu tubuh bayi terjadi pada menit-menit pertama setelah lahir. Dalam 10-20
menit, bayi baru lahir yang tidak terlindungi, dapat mengalami penurunan suhu tubuh sekitar
2 - 4C, bahkan bisa lebih bila tidak diberikan perawatan yang memadai. Hal inilah yang
nantinya akan memicu terjadinya hipotermi.1
Hipotermi dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin
(suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah
atau tidak berpakaian. Selain itu, bayi baru lahir memiliki fungsi termoregulasi yang sangat
terbatas untuk menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan di luar rahim ibu. Kegagalan
termoregulasi akan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya hipotermi. 3
Mekanisme-mekanisme yang menyebabkan terjadinya hipotermi diuraikan sebagai
berikut :
1. Penurunan produksi panas
Selain yang telah dijelaskan sebelumnya dalam aspek pengaturan termoregulasi pada
bayi baru lahir, dimana keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas berada pada titik
ekuilibrium untuk mencapai suhu tubuh fisiologis, berikut diuraikan faktor tambahan yang
dapat menurunkan produksi panas.4
Produksi panas tubuh merupakan hasil tambahan utama dari metabolisme. Secara
umum laju produksi panas tubuh dipengaruhi oleh laju metabolisme basal dari semua sel
tubuh, laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot, metabolisme
tambahan yang disebabkan oleh pengaruh hormon tiroksin, hormon pertumbuhan,
testosteron, epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan saraf simpatis terhadap sel serta
peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri.8
Pusat pengaturan suhu tubuh berada pada hipotalamus, tepatnya di area preoptik yang
mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas dan diyakini berperan
7
penting sebagai sensor suhu untuk mengontrol suhu tubuh. 8 Hipotalamus juga berperan
penting dalam mengontrol kinerja kelenjar lain, seperti kelenjar pituitari yang nantinya akan
mensekresikan hormon-hormon pemicu sekresi kelenjar tiroid dan adrenal. Sebagai
lanjutannya, tiroid dan adrenal berperan penting dalam menghasilkan hormon-hormon yang
berhubungan erat dengan peningkatan metabolisme sebagai salah satu sarana produksi panas
tubuh sehingga dapat dimengerti bahwa bila terjadi kegagalan dalam sistem endokrin dan
terjadi penurunan metabolisme basal tubuh, akan diikuti dengan penurunan produksi panas,
misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria.3
Sebagai contoh, pada bayi baru lahir dengan disfungsi kelenjar tiroid atau yang lebih
dikenal sebagai hipotiroid kongenital akan mengalami salah satu gejala klinis berupa suhu
rektal yang rendah, yakni < 35,5C dalam 0 45 jam pasca lahir. Hal ini disebabkan karena
tidak berfungsi dengan baiknya kelenjar tiroid yang mensistesis hormon-hormon tiroid, yakni
triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4 = tiroksin). Hormon ini akan merangsang
metabolisme jaringan yang meliputi konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf,
metabolisme protein, karbohidrat, lemak dan vitamin serta kerja daripada hormon-hormon
lain.9
Pada bayi baru lahir yang sakit berat, misalnya mengalami asfiksia dan hipoksia serta
adanya riwayat pemakaian sedatif pada ibu seperti diazepam, produksi panasnya akan
terganggu, termasuk juga bayi prematur dengan cadangan lemak coklat yang sedikit. Berikut
disajikan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penurunan produksi panas pada
bayi.4
hipoksia
Setelah ingesti makanan
Bayi yang kelaparan
Pada pertumbuhan cepat
Malnutrisi
Tirotoksikosis neonatal
Bayi dengan hipotiroid
Bayi dengan gagal jantung, dimana terjadi Bayi dengan penyakit
shunt dari kiri ke kanan
Setelah pemberian obat-obat
misalnya teofilin
sianotik
tertentu, Setelah pemberian
jantung
bawaan
obat-obatan
tertentu,
seperti klorpromazin
8
Bayi Prematur
Sel-sel lebih tipis,
lapisan stratum
korneum sedikit,
dengan produksi
melanin yang rendah
Dermo-epidermal
junction
Dermis
Kelenjar keringat
Rambut
Kelenjar sebasea
Sistem saraf dan
vaskuler
Permeabilitas
Dewasa
Epidermis normal
dengan tahanan
terhadap penetrasi
yang baik dan
konsentrasi melanin
normal
Kohesi antara dermis
dan epidermis baik
Serat elastis penuh
Distribusi kurang
rapat, mampu
berkeringat dengan
baik
Rambut pendek halus
dan rambut dewasa
Besar dan aktif
Struktur dewasa
Ketahanan terhadap
penetrasi baik
dibanding berat
badan
meningkat seiring
dengan rasio
permukaan kulit
dibanding berat
badan
Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa adanya perbedaan struktur kulit antara bayi
baru lahir dengan dewasa akan meningkatkan risiko hilangnya panas pada bayi. Mekanisme
kehilangan panas ini dapat diuraikan sebagai berikut :
10
Radiasi adalah proses perpindahan panas dari suatu objek panas ke objek dingin yang
ada di sekitar, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang
lebih dingin.3 Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu
inkubator yang dingin atau bayi yang telanjang dalam kamar bersalin saat baru lahir dan
langsung terpapar ruangan dingin.4
Evaporasi
Saat air menguap dari tubuh bayi, panas juga ikut terbuang. Setiap ml air yang
menguap akan membawa 560 kalori panas. Dalam kondisi normal, evaporasi pada bayi aterm
terjadi sebanyak seperempat bagian dari keseluruhan produksi panas saat istirahat. Evaporasi
ini mencakup yang keluar melalui saluran nafas dan difusi pasif air melalui epidermis
(transepidermal water loss/TEWL). Bayi prematur memiliki TEWL yang lebih besar
daripada bayi aterm, sekitar 6 kali per unit area permukaan kulit pada bayi preterm usia 26
minggu. Hal ini terjadi karena kulit bayi preterm yang tipis dan resistensi yang kurang,
seperti dijelaskan dalam tabel 2 di atas.4
Evaporasi juga dapat meningkat melalui alat pemanas dan fototerapi secara tidak
langsung, melalui peningkatan suhu permukaan, kecepatan aliran udara dan kelembaban lokal
yang rendah, sehingga pemakaian alat pemanas dan fototerapi ini perlu dibarengi dengan
pencegahan tertentu misalnya dengan pemakaian selimut plastik atau lembaran plastik bening
yang akan mengurangi TEWL hingga 75 % .4
3. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam
menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin /saat
persalinan/postpartum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/anestesi) dapat
menekan respon neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan
mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.3
Faktor Risiko Hipotermi
Suatu penelitian di rumah sakit rujukan di Iran menunjukkan bahwa bayi baru lahir
dengan berat badan rendah, skor Apgar rendah, riwayat kehamilan multipel dan telah
mendapatkan resusitasi kardiopulmoner memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena
hipotermi. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, jenis kelamin tidak mempengaruhi insiden
hipotermi ini. Faktor lain mencakup transportasi bayi baru lahir yang inadekuat, temperatur
lingkungan, pakaian yang tidak sesuai, hingga rendahnya temperatur ruangan bersalin, dan
faktor sosioekonomi ibu, meskipun tidak dijelaskan lebih rinci pada penelitian tersebut
tentang aspek-aspek sosioekonominya.12
11
Dampak Hipotermi
Saat adanya penurunan produksi panas dapat muncul kompensasi pengumpulan
produksi panas melalui peningkatan laju metabolik yang meliputi ketidakcukupan suplai
oksigen akibat peningkatan konsumsi oksigen, hipoglikemi sekunder akibat deplesi
penyimpanan glikogen, asidosis metabolik karena hipoksia dan vasokonstriksi perifer,
hambatan pertumbuhan, apneu dan hipertensi pulmonal sebagai akibat asidosis dan hipoksia.5
Ketika kompensasi terhadap hilangnya panas tubuh yang berlebihan terlewati maka
akan terjadilah hipotermi. Gangguan pembekuan seperti disseminated intravascular
coagulation dan perdarahan pulmonal dapat terjadi pada hipotermi berat dan syok sebagai
hasil dari pengurangan tekanan arteri sistemik, volume plasma, curah jantung, perdarahan
intraventrikel dansinus bradikardi berat.5
2.5. Diagnosis dan Klasifikasi Hipotermi
Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis
marmorata, pucat, takipneu dan takikardia. Hipotermi yang berkepanjangan akan
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, respiratory distress, gangguan
keseimbangan asam basa, hipoglikemi, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal
akut, enterokolitis nekrotikan dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.3
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit
bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk
deteksi awal adanya suatu penyakit. Pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila, rektal
atau kulit.3
Pengukuran suhu melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang
dianjurkan karena mudah, sederhana dan aman. Pengukuran melalui rektal hanya dilakukan
satu kali saja, yaitu waktu bayi baru lahir, karena sekaligus bermanfaat sebagai tes skrining
untuk mengetahui adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagi
prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.3
Kesempatan untuk bertahan hidup pada bayi baru lahir ditandai dengan keberhasilan
usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu, bayi baru lahir haruslah
dirawat dalam lingkungan suhu netral (Neutral Thermal Environment/NTE).3
Untuk menentukan apakah hipotermi yang terjadi pada bayi baru lahir ini disebabkan
oleh paparan lingkungan sekitarnya, maka perlu ditanyakan melalui alloanamnesis kepada
ibu bayi atau kepada siapapun yang membawa bayi untuk dirawat. Beberapa pertanyaan yang
dapat diajukan berupa :6
1. Apakah bayi dikeringkan setelah lahir dan dijaga kehangatannya ?
2. Apakah bayi dipakaikan pakaian yang sesuai dengan cuaca saat itu?
3. Apakah bayi dipisahkan dari ibunya saat tidur ?
4. Apakah bayi terkena sinar matahari ?
12
Bila bayi telah dirawat sebelumnya dengan pemanas atau inkubator sebelumnya,
maka mesti diketahui temperatur ruangan tempat bayi dirawat, temperatur pemanas atau
inkubator dan frekuensi monitoring bayi tersebut.6
Dalam literatur lain, dapat juga diajukan beberapa pertanyaan dan pemeriksaan
segera, diantaranya : 13
Bagaimana tanda-tanda vital bayi ? Apakah bayi bernapas ? Periksa adanya
suhu di rektal)? Hipotermia terjadi bila suhu inti mencapai 35C atau kurang.
Bagaimana keadaan ruangan tempat bayi dirawat ?
Apakah bayi memiliki masalah medis yang lain ? Pikirkan kemungkinan adanya
Anamnesis
Bayi terpapar suhu
Pemeriksaan
Suhu tubuh 32-
36,4C
Gangguan nafas
Denyut jantung <
sedang
Kulit teraba keras
Nafas pelan dan
dalam
Suhu tubuh
lingkungan yang
rendah
Waktu timbulnya
kurang dari 2 hari
rendah.
Waktu timbulnya
kurang dari 2 hari
berfluktuasi 36-39C
berlebihan
meskipun berada di
Klasifikasi
Hipotermi sedang
Hipotermi berat
suhu lingkungan
yang stabil
Fluktuasi terjadi
setelah periode suhu
stabil
13
2.6.Tatalaksana Hipotermi
Berdasarkan klasifikasinya, tatalaksana hipotermi secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut :
A. Hipotermi berat3
1. Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya,
bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan
selimut dengan selimut hangat.
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih dari 60 atau kurang dari 30
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi ), lakukan manajemen
gangguan nafas.
5. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap
terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl, tangani
hipoglikemi.
7. Nilai tanda kegawatan bayi (misalnya gangguan nafas, kejang atau tidak sadar) setiap
jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam
batas normal.
8. Ambil sampel darah dan beri antibiotik sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan besar sepsis.
9. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum
Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras
begitu suhu bayi mencapai 35C.
10. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5C/jam, berarti
upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi
setiap 2 jam.
11. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap
jam.
12. Setelah suhu bayi normal :
Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
Pantau bayi selama 12 jam kemudian dan ukur suhunya setiap 3 jam.
13. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam
batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang
14
memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu
bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.
B. Hipotermi sedang
1. Ganti pakaian yang dingin atau basah dengan pakaian yang hangat, memkai topi dan
selimuti dengan selimut hangat.
2. Bila ada ibu / pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak
kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (Kangaroo Mother Care)
3. Bila ibu tidak ada :
Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan
kontrol otomatis dari inkubator tertutup. Seorang bayi dapat dilepaskan dari inkubator bila
suhu tubuhnya dapat dijaga pada suhu lingkungan < 30,0C (biasanya bila berat badannya
mencapai 1600-1800 gram). Inkubator tertutup dapat mengatur suhu lingkungan netral
dengan menggunakan satu dari perlengkapan dibawah ini :5
a. Servocontrolled skin probe yang mencapai bagian perut bayi. Jika suhu tubuh
turun, maka panas akan ditambahkan. Jika target suhu kulit telah tercapai, maka
unit pengangat akan mati secara otomatis. Kelemahan dari alat ini adalah, dapat
terjadi panas yang berebihan bila sensor rusak.
b. Perlengkapan kontrol suhu udara. Dengan alat ini, suhu udara di dalam inkubator
dapat naik atau turun bergantung pada hasil pengukuran suhu bayi. Penggunaan
cara ini membutuhkan perhatian yang cukup dan biasanya digunakan pada bayi
yang sudah tua.
c. Probe suhu udara. Probe ini tergantung di dalam inkubator di dekat bayi dan
mengatur suhu udara agar tetap konstan. 5
16
Suhu (C)
Suhu (C)
500
1000
1500
2000
2500
(Made Widia)
35,5 + 0,5
34,9 + 0,5
34,0 + 0,5
33,5 + 0,5
33,2 + 0,5
(FK UI)
35
34
33,5
33,2
17
sangat rendah ( mencapai 7 ml/kg/jam). Penutupan kulit dengan bahan semipermeabel dapat
membantu mengurangai kehilangan air transepidermal (TEWL) yang tak disadari.5
Di dalam ruang persalinan, kehilangan panas secara evaporasi dapat terjadi segera
setelah persalinan. Karena itu pengeringan secara cepat pada bayi merupakan hal yang
sangat penting dalam tatalaksana pada bayi berat badan lahir rendah. Pendekatan yang
berbeda dan lebih efisien adalah dengan ditemukannya selimut dari polietilen yang
dapat dipakai menutupi bahu sampai kaki tanpa pengeringan segera setelah proses
persalinan. Di tempat perawatan, dapat digunakan pemanas ataupun inkubator,
tergantung mana yang lebih disukai.5
Dengan adanya keseluruhan terapi ini, sebaiknya dapat membantu kita sebagai tenaga
kesehatan untuk lebih sensitif dan tanggap dalam menangani masalah hipotermi. Penanganan
yang tepat pada bayi preterm maupun aterm dengan hipotermi dapat mengurangi masalah
pada bayi baru lahir dalam perkembangan selanjutnya. 12
Pencegahan Hipotermi dengan 10 Langkah Proteksi Termal
Sepuluh langkah proteksi termal adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pada
bayi baru lahir dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya stress hipotermi maupun
hipertermi, serta menjaga suhu tubuh bayi tetap berada dalam keadaan normal yaitu antara
36,5-37,0C.
Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat
Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus cukup hangat dengan suhu
antara 25-28C serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela, pintu ataupun kipas angin.
Selain itu, sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk pertolongan bayi baru lahir sudah
disiapkan serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlatih dalam resusitasi bayi baru
lahir sebagai penanggung jawab pada perawatannya.3
Langkah ke 2 : Pengeringan segera
Segera setelah lahir, keringkan kepala dan tubuhnya dan segera ganti kain yang basah
dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian letakkan di permukaan yang hangat seperti
dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat. Kesalahan yang sering
dilakukan adalah konsentrasi penolong kelahiran terutama pada oksigenasi dan tindakan
pompa jantung pada waktu resusitasi sehingga melupakan kontrol terhadap paparan dingin
yang kemungkinan besar terjadi segera setelah bayi dilahirkan.3
Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya
panas pada bayi baru lahir, baik pada bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu,
merupakan tempat yang sangat ideal bagi bayi baru lahir untuk mendapatkan suhu
lingkungan yang tepat. Kontak kulit dengan kulit adalah suatu bentuk sentuhan yang dapat
menstimulasi saraf-saraf yang tidak bermielin pada bayi (ujung saraf C). Nantinya sensasi
sentuhan pada saraf ini akan mengaktivasi korteks insular pada sistem limbik di otak
sehingga dilepaskan neuropeptida seperti kolesistokinin dan opioid yang akan menyebabkan
vasodilatasi kulit. Sentuhan ini juga akan menstimulasi aksis pituitari-tiroid yang akan
meningkatkan metabolisme serta suhu kulit ibu dan bayi. Selanjutnya, kalsitonin lokal dan
hormon pelepas kortikotropin kutan diaktifkan sehingga suhu akan meningkat dan bayi
beserta ibu menjadi lebih hangat.14
Apabila oleh karena sesuatu hal tidak memungkinkan pelekatan bayi ke dada atau ke
perut ibunya, maka bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat dapat diletakkan dalam
dekapan lengan ibunya. Metode perawatan kontak kulit dengan kulit dalam perawatan bayi
selanjutnya sangat dianjurkan khususnya untuk bayi-bayi kecil. Dari beberapa penelitian
dilaporkan adanya penurunan secara bermakna angka kesakitan dan angka kematian bayibayi kecil.3
Langkah ke 4 ; Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama
kehidupan bayi baru lahir. Pemberian ASI secara dini dan dalam jumlah yang mencukupi
akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi serta berperanan dalam proses termoregulasi bayi
baru lahir3. Selain itu, ibu post-partum baik bayinya aterm maupun preterm akan mengalami
kenaikan temperatur
prolaktin yang memicu aktivasi lebih baik dari kelenjar susu. Aktivasi ini selanjutnya akan
memicu efek parasimpatis ke pembuluh darah di payudara sehingga suhunya meningkat dan
dapat menghangatkan bayi sekaligus di saat menyusui.14
20
Metode kangguru
Gambar 4. Usaha pencegahan kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir.1
Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan / menimbang bayi
Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6
jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Tindakan memandikan bayi segera setelah lahir akan
menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Mekonium, darah atau sebagian verniks
dapat dibersihkan pada waktu tindakan mengeringkan bayi. Sisa verniks yang masih
menempel di tubuh bayi tidak perlu dibuang. Pembuangan sisa verniks yang masih menempel
akan menyebabkan iritasi kulit juga verniks tersebut masih bermanfaat sebagi pelindung
panas tubuh bayi, dan akan direabsorbsi dalam hari hari pertama kehidupan bayi. Menimbang
bayi dapat ditunda beberapa saat kemudian. Tindakan menimbang dapat menyebabkan
terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi,
timbangan yang digunakan diberi alas kain hangat.3
21
Mandi
segera
dan
cepat
Kamar
hangatAir
hangat
Lap dan
keringka
n dengan
cepat
Pasang
bedong
dengan
rapi
Gambar 5. Cara memandikan bayi.1
Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit atau bagian lain di lingkungan
rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau NICU sangat penting untuk selalu memjaga
kehangatan bayi selama dalam perjalanan. Apabila memungkinkan, rujuklah bayi bersamaan
dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat. Hal ini merupakan cara sederhana dan aman.
Cara merujuk bayi dapat melalui teknik KMC (Kangaroo Mother Care) dengan meletakkan
bayi di dada ibunya dimana bayi berada di dalam baju ibu dengan kontak kulit ke kulit yang
adekuat. Bayi tidak memakai pakaian atasan, dapat memakai topi, kaus kaki dan sarung
tangan. Selanjutnya dari luar bayi dapat ditutupi dengan selimut atau kain. Tindakan ini dapat
membuat bayi lebih hangat, lebih mudah disusui dan komplikasi hipoterminya dapat
dikurangi.6
Langkah ke 9: Resusitasi hangat
Saat resusitasi, tubuh bayi harus dijaga agar tetap hangat. Bayi-bayi yang mengalami
asfiksia tidak dapat menghasilkan panas yang cukup sehingga berisiko tinggi untuk menderita
hipotermi. Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakit, berikanlah lingkungan yang
hangat dan kering, yaitu dengan meletakkan bayi di bawah alat pemancar panas. Hal ini
merupakan salah satu dari rangkaian prosedur standar resusitasi bayi baru lahir.3
Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi perlu dilatih
dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai
hangat. Keluarga dan anggota masyarakat yang mempunyai bayi di rumah perlu diberikan
pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya selalu tetap hangat.3
Manfaat Membedung
Mekanisme Hipertemia
23
24
Cold Stress
BAB III
25
PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1. Bayi baru lahir memiliki keterbatasan dalam termoregulasi tubuhnya. Pengaturan suhu
tubuh merupakan kombinasi dari keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran
panas, ditunjang oleh faktor lingkungan, hormonal dan lainnya
2. Hipotermi adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir memiliki suhu tubuh di bawah
36,50C (97,70F) pada pengukuran dengan aksila. Klasifikasi hipotermi yakni hipotermi
ringan dengan suhu 36-36.50C atau 96,8-97,70F, hipotermi sedang dengan suhu 32-360C
atau 89,6-96,80F, dan hipotermi berat dengan suhu di bawah 320C atau 89,60F.
3. Mekanisme terjadinya hipotermi meliputi penurunan produksi panas, peningkatan
kehilangan panas (konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi) dan kegagalan
termoregulasi
4. Diagnosis hipotermi dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
tepat, cepat dan adekuat sehingga dapat ditatalaksana dengan segera.
5. Tatalaksana hipotermi mencakup tatalaksana umum, langkah proteksi termal, pemakaian
inkubator, pemakaian pemanas dan terapi medikamentosa
3.2. Saran
Dokter sebagai pemberi layanan kesehatan di lini pertama sebaiknya memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang maksimal dalam tatalaksana hipotermi pada bayi baru
lahir. Hal ini juga dapat diwujudkan melalui kerjasama dengan teman sejawat atau mitra kerja
sehingga bayi mendapatkan perawatan optimal.
26
DAFTAR PUSTAKA
1. WHO.Thermal Protection of Newborn, A Practical Guide.1997.h. 5-22
2. Bhatt DR, White R, Martin G. Transitional Hypothermia in Preterm Newborns.
Journal Of Perinatology 2007;27: 45-7
3. Yunanto A. Termoregulasi. Dalam : Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, penyunting.
Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 89-102
4. Rennie JM dan Roberton NRC. Textbook of Neonatology Third Edition. 1999.UK :
Churchill Livingstone.
5. Gomela TL. Temperature Regulation. Dalam : A Lange Clinical Manual
Neonatology : Management, Procedures, On Call Problems, Diseases, and Drugs 5 th
Edition. McGraw-Hill ; 2004.h. 39-43
6. WHO. Assesment, Findings, and Management Abnormal Body Temperatur. Dalam :
Managing Newborn Problems, A Guides for Doctors, Nurses, and Midwives. 2003. h.
F69-F73
7. Mullany L, Katz J, Khatry SK, LeClerq SC, Darmstadt GL, dan Tielsch JM. Neonatal
Hypothermia and Associated Risk Factors Among Newborns of Southern Nepal.
BMC Medicine Juni 2010;8:43
8. Guyton CA, Hall JE. Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu dan Demam. Dalam : Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1997. h.
1141-56
9. Faizi M dan Netty EP. Artikel Hipotiroid. 2006. Diunduh dari www.pediatrik.com.
Situs resmi SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya. Diakses tanggal 15 November 2010.
10. Markum AH. Janin dan Neonatus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1991. h. 218-9
11. Sarkar R, Basu S, Agrawal RK, dan Gupta P. Skin Care for The Newborn. The Indian
Pediatrics Juli 2010;47:593-8
12. Zayeri M, Kazemnejad A, Ganjali M, dan Babaei G. Incidence and Risk Factors of
Neonatal Hypothermia at Referral Hospitals in Tehran, Islamic Republic of Iran. La
Revue de Sante la Mediterranee orientale 2007;13:1308-13
13. Pohl A, Gomella C, dan Gomella LG. A Lange Medical Book : Pediatrics On Call.
2004. McGraw-Hill.
14. Ludington S, Morgan K, Reese S. Breast-Infant Temperature with Twins during
Shared Kangaroo Care. Journal Obstetric and Ginecology Neonatal Nursing Juni
2006;35:223-31.
15. McCall , Alderdice FA, Halliday HL, Jenkins JG, Vohra S. Interventions to Prevent
Hypothermia At Birth In Preterm and/or Low Birthweight Babies. U.S National
Library of Medicine National Institute of Health Januari 2005;1
27