You are on page 1of 27

REFERAT

HIPOTERMIA PADA NEONATUS


Disusun Oleh :
Thirumurugan a/l Nyanasegram
11 2013 030

Dokter Pembimbing :
dr. Melani SpA

FAKULTAS KEDOKTERAN UKRIDA


KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK
RUMAH SAKIT UMUM TARAKAN, JAKARTA
12 MEI 2014 19 JULI 2014

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan penyusunan referat ini dengan
judul Hipotermia Pada Neonatus. Referat ini disusun sebagai sarana diskusi dan
pembelajaran, serta memenuhi persyaratan dalam penilaian di Kepaniteraan Klinik Ilmu
Kesehatan Anak Rumah Sakit Umum Tarakan, Jakarta.
Diharapkan makalah ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat bagi para
mahasiswa fakultas kedokteran, dokter, dan masyarakat Indonesia. Serta semoga dapat
menambah pengetahuan dalam bidang kedokteran dan dapat menjadi bekal dalam profesi
kami kelak.
Saya menyadari bahwa referat ini masih terdapat banyak kekurangan baik mengenai
isi, susunan bahasa, maupun kadar ilmiahnya. Oleh karena itu saya mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun dari semua pihak yang membaca referat ini. Atas perhatian
yang diberikan kami ucapkan terima kasih.

Juni 2014

Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hipotermi merupakan suatu keadaan dimana suhu tubuh berada di bawah nilai normal
(36,5 37,5 C). Sejak awal tahun 1900-an, hipotermi menjadi masalah yang penting pada
bayi baru lahir, karena bayi baru lahir belum mampu menyesuaikan suhu tubuhnya dengan
baik. Hipotermi telah diketahui menjadi salah satu penyebab kesakitan dan kematian pada
bayi baru lahir hampir di setiap benua di dunia.1
Bayi baru lahir memiliki kemampuan yang belum sempurna dalam termoregulasi
suhu tubuhnya sehingga perlu dilindungi dari udara dingin dan panas. Data dari suatu
penelitian di California, Amerika Serikat menunjukkan bahwa pada tahun 2006 terdapat
sekitar 64 % kasus hipotermi pada bayi baru lahir dengan berat lahir cukup (2500 gr) dan
insidennya semakin meningkat seiring dengan semakin rendahnya berat bayi baru lahir. Hal
ini menunjukkan pentingnya pengetahuan mengenai hipotermi pada bayi baru lahir sehingga
dapat memberikan pelayanan yang maksimal dan mengurangi angka kematian bayi. Sebagai
lini pertama pelayanan kesehatan, dokter umum diharapkan memiliki kompetensi yang
memadai mengenai hipotermi pada bayi baru lahir ,sehingga dapat memberikan pelayanan
yang maksimal sekaligus melakukan promosi dan prevensi hipotermi pada bayi baru lahir.2
1.2

Tujuan
Adapun tujuan yang termuat dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui apa yang dimaksud dengan hipotermi
2. Untuk mengetahui penyebab terjadinya hipotermi
3. Untuk mengetahui gejala-gejala hipotermi
4. Untuk mengetahui jenis-jenis hipotermi
5. Untuk mengetahui pencegahan dan pengobatan hipotermi

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Aspek Termoregulasi pada Bayi Baru Lahir
Termoregulasi adalah kemampuan untuk menyeimbangkan antara produksi panas dan
hilangnya panas dalam rangka menjaga suhu tubuh agar tetap dalam keadaan normal.
Kemampuan ini sangatlah terbatas pada bayi baru lahir. Suhu normal terjadi jika ada
keseimbangan antara produksi panas dan hilangnya panas.3
Keseimbangan panas mengacu kepada hukum kekekalan energi, dimana dalam
kondisi ekuilibrium, produksi panas seimbang dengan kehilangan panas. Bila produksi
meningkat, maka suhu tubuh akan meningkat sampai tercapai kembali ekuilibrium dan
sebaliknya. Bayi baru lahir memproduksi panas tubuhnya melalui aktivitas metabolik di
seluruh jaringan tubuh. Produksi panas ini digambarkan dalam unit kilokalori per m 2 luas
permukaan tubuh. Nilai maksimumnya akan mencapai 50 kkal/m2/jam pada usia 3-6 bulan
yang akan konstan sampai usia kanak-kanak hingga dewasa. Bayi baru lahir juga memiliki
kemampuan yang bervariasi dalam meningkatkan produksi panas sebagai respon terhadap
stresor berupa suhu dingin terutama pada bayi dengan berat badan lahir rendah.3
Sama halnya dengan manusia dewasa, bayi baru lahir memiliki respon terhadap suhu
lingkungan baik secara fisiologis maupun tingkah laku. Normalnya terhadap suhu lingkungan
yang dingin, bayi akan meningkatkan produksi panas dengan tidak melakukan aktivitas fisik
seperti menggigil. Bayi baru lahir bergantung pada lemak coklat yang memiliki aktivitas
metabolik, tersimpan di antara skapula (superfisial) dan di sepanjang aorta. Sebagai respon
terhadap dingin, katekolamin akan dilepaskan lalu merangsang lemak coklat secara langsung
dengan menstimulasi terjadinya fosforilasi oksidatif untuk selanjutnya melepaskan energi
dalam bentuk panas. Bayi baru lahir memiliki kemampuan untuk meningkatkan lebih dari
dua kali lipat produksi panasnya dengan cara ini. Selain lemak coklat, vasokonstriksi
pembuluh darah perifer juga terjadi sebagai respon terhadap dingin dan ini terbatas pada bayi
prematur. Perlu diketahui bahwa mekanisme termoregulasi tanpa menggigil ini hanya terjadi
pada 12 jam pertama.4
Mekanisme tingkah laku bayi baru lahir berbeda dengan anak dan dewasa. Bila
terpapar suhu dingin, bayi baru lahir dapat terus tertidur, meskipun posisinya akan fleksi
untuk mengurangi kehilangan panas dan ini juga berlaku pada bayi prematur.4

Karena adanya keterbatasan ini, maka seorang bayi baru lahir harus dapat dijaga
suhunya dibawah suhu lingkungan yang netral. Suhu kulit normal dari seorang bayi baru lahir
adalah 36,0 - 36,5C. Suhu inti (rektal) normal adalah 36,5-37,5C. Suhu aksila mungkin
dapat 0,5 - 1C lebih rendah dari suhu inti. Suhu lingkungan yang diharapkan pada bayi baru
lahir dengan berat badan > 2500 gr dan masa kehamilan > 36 minggu dapat dirinci dalam
tabel berikut 5:
Tabel 1. Suhu lingkungan yang diharapkan untuk bayi dengan berat badan lahir >2500 gr atau
usia gestasi >36 minggu.5
Usia bayi
0 24 jam
24 48 jam
48 72 jam
72 96 jam
4 14 hari

Suhu lingkungan yang diharapkan (C)


31,0 33,8
30,5 33,5
30,1 33,2
29,8 32,8
29,0 32,6

2.2. Definisi Hipotermi pada Bayi Baru Lahir


Hipotermi pada bayi baru lahir adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir memiliki
suhu tubuh dibawah 36,50C (97,70F) pada pengukuran di aksila, dengan klasifikasi yakni
hipotermi ringan 36-36.50C (96,8-97,70F), hipotermi sedang 32-360C (89,6-96,80F), dan
hipotermi berat dibawah 320C (89,60F). 1
Bayi yang lahir preterm memiliki predisposisi untuk terjadinya kehilangan panas
karena mereka memiliki lemak subkutan yang lebih sedikit, tingginya rasio permukaan tubuh
terhadap berat badan dan kurangnya glikogen serta lemak coklat yang tersimpan. Namun,
secara fisiologis, bayi memiliki postur hipotonik (seperti katak) yang menyebabkan proporsi
kulit terpapar area dingin lebih berkurang.5
2.3. Epidemiologi
Hipotermi pada bayi baru lahir terjadi di seluruh dunia dan terjadi lebih sering
daripada yang diperkirakan. Hipotermi terjadi lebih sering pada musim dingin di daerahdaerah yang memiliki perbedaan suhu yang tinggi antara siang dan malam. Akan tetapi, suhu
lingkungan yang rendah bukan merupakan faktor terpenting dalam terjadinya hipotermi.
Insiden yang tinggi dilaporkan pada daerah dengan suhu rata-rata 26 30 C.1
Suatu penelitian di sebuah rumah sakit di Ethiopia, menunjukkan bahwa 67 % bayi
baru lahir dengan berat badan lahir rendah dan berisiko tinggi, dirawat di unit intensif karena
hipotermi. Di Nepal, suatu penelitian yang dilaksanakan pada bulan-bulan di musim dingin,
ditemukan lebih dari 80 % bayi yang lahir di rumah sakit maternitas di Kathmandu
5

mengalami hipotermi setelah lahir dan 50 % tetap hipotermi setelah 24 jam. Data ini
mencakup bayi baru lahir sehat dengan berat lahir cukup dan bayi sakit dengan berat lahir
rendah.1
Suatu penelitian besar di beberapa provinsi di Cina memperoleh insiden sklerema
sebesar 6,7 per 1000 bayi yang banyak diderita bayi prematur dan berat lahir rendah dengan
penyebab dasarnya adalah hipotermi. Perlu ditekankan bahwa hipotermi merupakan masalah
yang dapat terjadi pada area tropis maupun area pegunungan dengan iklim dingin.1
Risiko hipotermi lebih tinggi pada bayi yang lahir di rumah daripada di rumah sakit.
Hipotermi ini menjadi salah satu faktor mortalitas pada bayi muda usia 0-2 bulan, sehingga
WHO merekomendasikan suatu perlindungan termal pada bayi baru lahir yang adekuat. Akan
tetapi hal ini lebih sulit dicapai pada negara-negara Asia Selatan dan Sub-Sahara Afrika.7
Hipotermi sering terjadi pada lebih dari 50 % bayi yang waktu menyusuinya ditunda
24 jam dan 75 % pada bayi yang umbilikusnya tidak dipotong langsung saat lahir. Selain itu,
faktor berat badan bayi baru lahir juga berpengaruh. Suatu penelitian menunjukkan bahwa
risiko hipotermi akan meningkat sekitar 7,4 % pada bayi dengan penurunan berat badan 100
gr pada rentang berat badan 2500-3000 gr, dan akan lebih tinggi pada bayi dengan rentang
berat badan 2000-2500 gr dan < 2000 gr. Faktor jenis kelamin belum dapat dibuktikan
berperan secara signifikan dalam insiden hipotermi ini, sama halnya dengan faktor sosial
ekonomi.7
Pada dasarnya, hipotermia pada bayi disebabkan belum sempurnanya pengaturan
suhu tubuh bayi, dan pengetahuan yang kurang tentang pengelolaan bayi baru lahir yang
benar. Di Indonesia sendiri kasus bayi meninggal karena hipotermia masih relatif tinggi.
Kematian bayi baru lahir umumnya disebabkan oleh asfiksia, infeksi , dan hepotermi.
Komalasari (2007) mengemukakan bahwa di Indonesia pada periode 2005 2007 ,penurunan
angka kematian neonatal yakni kematian bayi umur <1 bulan masih rendah yaitu dari 28,8
per 1000 kelahiran hidup menjadi 15 per 1000 kelahiran hidup,sedangkan di Propinsi Bali
merupakan daerah yang memiliki angka kematian bayi yang rendah di bandingkan dengan
propinsi lain di Indonesia. Berdasarkan hasil survey yang dilaksanakan oleh Biro Pusat
Statistik (BPS) yang bekerjasama dengan Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional
(BKKBN) provinsi Bali angka kematian bayi pada tahun 2007 tercatat 39,5 per 1000
kelahiran hidup menjadi 14 per 1000 kelahiran hidup tahun 2008. Sedangkan untuk balita
juga menurun menjadi 19 pada tahun 2007-2008 dari 44 pada tahun 2006. Berdasarkan data
tahun 2008, angka kematian bayi di propinsi Bali sebesar 7,8 per 1.000 kelahiran hidup atau
lebih rendah dari angka nasional sebesar 25 per 1.000 kelahiran hidup dimana sekitar 0,5%
kematian bayi disebabkan karena hipotermia (Abadi,2009). Berdasarkan data yang
6

didapatkan di ruang NICU IRD bayi RSUP Sanglah jumlah bayi yang mengalami hipotermi
didapatkan data dari 3 bulan terakhir (Desember 2009-Februari 2010) dari 58 bayi yang
dirawat sekitar 8 orang (13,7%) pernah mengalami hipotermi, akan tetapi kematian bayi
akibat hipotermi tidak ada. Menurut dr Imral Chair SpA (K) dari Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesiadan Ketua I Perkumpulan Perinatologi Indonesia (Perinasia) dalam
seminar Orientasi Metode Kanguru yang diselenggarakan Forum Promosi Kesehatan
Indonesia, bayi prematur maupun bayi cukup bulan yang lahir dengan berat badan rendah,
terutama di bawah 2.000 gram, terancam kematian akibat hipotermia yaitu penurunan suhu
badan di bawah 36,5C di samping asfiksia (kesulitan bernapas) dan infeksi.3
2.4. Mekanisme Hipotermi pada Bayi Baru Lahir
Suhu di dalam rahim ibu adalah sekitar 38C. Saat lahir, bayi baru lahir akan berada
pada lingkungan yang lebih dingin sehingga dapat mengalami kehilangan panas secara tibatiba. Penurunan suhu tubuh bayi terjadi pada menit-menit pertama setelah lahir. Dalam 10-20
menit, bayi baru lahir yang tidak terlindungi, dapat mengalami penurunan suhu tubuh sekitar
2 - 4C, bahkan bisa lebih bila tidak diberikan perawatan yang memadai. Hal inilah yang
nantinya akan memicu terjadinya hipotermi.1
Hipotermi dapat disebabkan oleh karena terpapar dengan lingkungan yang dingin
(suhu lingkungan rendah, permukaan yang dingin atau basah) atau bayi dalam keadaan basah
atau tidak berpakaian. Selain itu, bayi baru lahir memiliki fungsi termoregulasi yang sangat
terbatas untuk menyesuaikan suhu tubuhnya dengan lingkungan di luar rahim ibu. Kegagalan
termoregulasi akan menjadi salah satu faktor penyebab terjadinya hipotermi. 3
Mekanisme-mekanisme yang menyebabkan terjadinya hipotermi diuraikan sebagai
berikut :
1. Penurunan produksi panas
Selain yang telah dijelaskan sebelumnya dalam aspek pengaturan termoregulasi pada
bayi baru lahir, dimana keseimbangan produksi panas dan kehilangan panas berada pada titik
ekuilibrium untuk mencapai suhu tubuh fisiologis, berikut diuraikan faktor tambahan yang
dapat menurunkan produksi panas.4
Produksi panas tubuh merupakan hasil tambahan utama dari metabolisme. Secara
umum laju produksi panas tubuh dipengaruhi oleh laju metabolisme basal dari semua sel
tubuh, laju cadangan metabolisme yang disebabkan oleh aktivitas otot, metabolisme
tambahan yang disebabkan oleh pengaruh hormon tiroksin, hormon pertumbuhan,
testosteron, epinefrin, norepinefrin, dan perangsangan saraf simpatis terhadap sel serta
peningkatan aktivitas kimiawi di dalam sel sendiri.8
Pusat pengaturan suhu tubuh berada pada hipotalamus, tepatnya di area preoptik yang
mengandung sejumlah besar neuron yang sensitif terhadap panas dan diyakini berperan
7

penting sebagai sensor suhu untuk mengontrol suhu tubuh. 8 Hipotalamus juga berperan
penting dalam mengontrol kinerja kelenjar lain, seperti kelenjar pituitari yang nantinya akan
mensekresikan hormon-hormon pemicu sekresi kelenjar tiroid dan adrenal. Sebagai
lanjutannya, tiroid dan adrenal berperan penting dalam menghasilkan hormon-hormon yang
berhubungan erat dengan peningkatan metabolisme sebagai salah satu sarana produksi panas
tubuh sehingga dapat dimengerti bahwa bila terjadi kegagalan dalam sistem endokrin dan
terjadi penurunan metabolisme basal tubuh, akan diikuti dengan penurunan produksi panas,
misalnya pada keadaan disfungsi kelenjar tiroid, adrenal ataupun pituitaria.3
Sebagai contoh, pada bayi baru lahir dengan disfungsi kelenjar tiroid atau yang lebih
dikenal sebagai hipotiroid kongenital akan mengalami salah satu gejala klinis berupa suhu
rektal yang rendah, yakni < 35,5C dalam 0 45 jam pasca lahir. Hal ini disebabkan karena
tidak berfungsi dengan baiknya kelenjar tiroid yang mensistesis hormon-hormon tiroid, yakni
triiodotironin (T3) dan tetraiodotironin (T4 = tiroksin). Hormon ini akan merangsang
metabolisme jaringan yang meliputi konsumsi oksigen, produksi panas tubuh, fungsi syaraf,
metabolisme protein, karbohidrat, lemak dan vitamin serta kerja daripada hormon-hormon
lain.9
Pada bayi baru lahir yang sakit berat, misalnya mengalami asfiksia dan hipoksia serta
adanya riwayat pemakaian sedatif pada ibu seperti diazepam, produksi panasnya akan
terganggu, termasuk juga bayi prematur dengan cadangan lemak coklat yang sedikit. Berikut
disajikan faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan dan penurunan produksi panas pada
bayi.4

Tabel 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi panas bayi 4


Peningkatan Produksi Panas
Bayi bangun
Bayi aktif

Penurunan Produksi Panas


Bayi yang tertidur dalam
Bayi sakit, pasca asfiksia atau dengan

hipoksia
Setelah ingesti makanan
Bayi yang kelaparan
Pada pertumbuhan cepat
Malnutrisi
Tirotoksikosis neonatal
Bayi dengan hipotiroid
Bayi dengan gagal jantung, dimana terjadi Bayi dengan penyakit
shunt dari kiri ke kanan
Setelah pemberian obat-obat
misalnya teofilin

sianotik
tertentu, Setelah pemberian

jantung

bawaan

obat-obatan

tertentu,

seperti klorpromazin
8

2. Peningkatan panas yang hilang


Luas permukaan tubuh bayi baru lahir kira-kira tiga kali luas permukaan tubuh orang
dewasa dengan lapisan lemak di bawah kulit yang lebih tipis, terutama pada bayi dengan
berat badan lahir rendah. Bayi baru lahir diduga 4 kali lebih cepat kehilangan panas daripada
orang dewasa. Suhu kulit bayi baru lahir akan menurun 0,3C melalui pengukuran di aksila
atau 0,1C via pengukuran di rektal ketika bayi baru lahir berada di ruangan bersalin dengan
suhu 20 25C. Penurunan suhu tubuh bayi baru lahir sekitar 2 3C, akan setara dengan
kehilangan kalori sebesar 200 kalori/kgBB.10
Secara struktural, perbedaan antara kulit bayi baru lahir dan dewasa dapat dijelaskan
dalam tabel berikut.11
Tabel 3. Perbedaan struktur kulit bayi baru lahir prematur, bayi cukup bulan, dan dewasa.11
Struktur Kulit
Epidermis

Bayi Prematur
Sel-sel lebih tipis,
lapisan stratum
korneum sedikit,
dengan produksi
melanin yang rendah

Bayi Cukup Bulan


Stratum korneum
lebih rapat, kadar
melanin sedikit

Dermo-epidermal
junction
Dermis

Kohesi antara dermis


dan epidermis sedikit
Serat elastis sedikit,
lebih tipis
Duktus paten, sel-sel
sekret belum
berdiferensiasi,
kemampuan
berkeringat rendah
Lanugo

Kohesi antara dermis


dan epidermis sedikit
Serat elastis sedikit,
lebih tipis
Distribusi kelenjar
keringat lebih rapat,
tetapi kemampuan
berkeringat masih
rendah
Rambut pendek dan
halus
Besar dan aktif
Nervus kecil, tidak
termielinisasi,
berkembang penuh
pada usia 3 bulan
Meskipun ketahanan
terhadap penetrasi
sudah baik, tetapi
permeabilitas
terhadap zat larut
lemak dan
absorpsinya masih

Kelenjar keringat

Rambut
Kelenjar sebasea
Sistem saraf dan
vaskuler

Permeabilitas

Besar dan aktif


Belum sepenuhnya
terorganisir, nervus
tidak termielinisasi,
seperti struktur janin
Sangat permeabel
terhadap zat yang
larut lemak dan
absorpsinya akan
meningkat seiring
dengan rasio
permukaan kulit

Dewasa
Epidermis normal
dengan tahanan
terhadap penetrasi
yang baik dan
konsentrasi melanin
normal
Kohesi antara dermis
dan epidermis baik
Serat elastis penuh
Distribusi kurang
rapat, mampu
berkeringat dengan
baik
Rambut pendek halus
dan rambut dewasa
Besar dan aktif
Struktur dewasa

Ketahanan terhadap
penetrasi baik

dibanding berat
badan

meningkat seiring
dengan rasio
permukaan kulit
dibanding berat
badan

Dari tabel diatas, dapat kita lihat bahwa adanya perbedaan struktur kulit antara bayi
baru lahir dengan dewasa akan meningkatkan risiko hilangnya panas pada bayi. Mekanisme
kehilangan panas ini dapat diuraikan sebagai berikut :

Gambar 1. Mekanisme kehilangan panas pada bayi baru lahir.1


Konduksi
Yaitu perpindahan panas yang terjadi sebagai akibat perbedaan suhu antara kedua
obyek. Kehilangan panas terjadi saat kontak langsung antara kulit bayi baru lahir dengan
permukaan yang lebih dingin. Sumber kehilangan panas terjadi pada bayi baru lahir yang
berada pada permukaan atau alas dingin, seperti pada waktu proses penimbangan 3. Konduksi
ini juga dapat terjadi bila bayi baru lahir memakai selimut yang dingin atau pakaian yang
basah. Akan tetapi, jumlah panas yang hilang pada bayi baru lahir akibat konduksi ini
cenderung sedikit dan dapat diabaikan.4
Konveksi
Konveksi merupakan transfer panas yang terjadi secara sederhana dari selisih suhu
antara permukaan kulit bayi dan aliran udara yang dingin di permukaan tubuh bayi sehingga
sangat ditentukan oleh perbedaan suhu antara udara dan bayi. Kehilangan panas secara
konveksi ini juga bergantung pada kecepatan udara sekitar. Semakin cepat udara yang
melewati permukaan tubuh bayi, maka penyekat antara bayi dan udara akan hilang sehingga
kehilangan panas akan meningkat.4 Sumber kehilangan panas disini dapat berupa inkubator
dengan jendela yang terbuka, ruangan perawatan

yang dingin dan pada waktu proses

transportasi bayi baru lahir ke rumah sakit.3


Radiasi

10

Radiasi adalah proses perpindahan panas dari suatu objek panas ke objek dingin yang
ada di sekitar, misalnya dari bayi dengan suhu yang hangat dikelilingi suhu lingkungan yang
lebih dingin.3 Sumber kehilangan panas dapat berupa suhu lingkungan yang dingin atau suhu
inkubator yang dingin atau bayi yang telanjang dalam kamar bersalin saat baru lahir dan
langsung terpapar ruangan dingin.4
Evaporasi
Saat air menguap dari tubuh bayi, panas juga ikut terbuang. Setiap ml air yang
menguap akan membawa 560 kalori panas. Dalam kondisi normal, evaporasi pada bayi aterm
terjadi sebanyak seperempat bagian dari keseluruhan produksi panas saat istirahat. Evaporasi
ini mencakup yang keluar melalui saluran nafas dan difusi pasif air melalui epidermis
(transepidermal water loss/TEWL). Bayi prematur memiliki TEWL yang lebih besar
daripada bayi aterm, sekitar 6 kali per unit area permukaan kulit pada bayi preterm usia 26
minggu. Hal ini terjadi karena kulit bayi preterm yang tipis dan resistensi yang kurang,
seperti dijelaskan dalam tabel 2 di atas.4
Evaporasi juga dapat meningkat melalui alat pemanas dan fototerapi secara tidak
langsung, melalui peningkatan suhu permukaan, kecepatan aliran udara dan kelembaban lokal
yang rendah, sehingga pemakaian alat pemanas dan fototerapi ini perlu dibarengi dengan
pencegahan tertentu misalnya dengan pemakaian selimut plastik atau lembaran plastik bening
yang akan mengurangi TEWL hingga 75 % .4
3. Kegagalan termoregulasi
Kegagalan termoregulasi secara umum disebabkan kegagalan hipotalamus dalam
menjalankan fungsinya dikarenakan berbagai penyebab. Keadaan hipoksia intrauterin /saat
persalinan/postpartum, defek neurologik dan paparan obat prenatal (analgesik/anestesi) dapat
menekan respon neurologik bayi dalam mempertahankan suhu tubuhnya. Bayi sepsis akan
mengalami masalah dalam pengaturan suhu dapat menjadi hipotermi atau hipertermi.3
Faktor Risiko Hipotermi
Suatu penelitian di rumah sakit rujukan di Iran menunjukkan bahwa bayi baru lahir
dengan berat badan rendah, skor Apgar rendah, riwayat kehamilan multipel dan telah
mendapatkan resusitasi kardiopulmoner memiliki risiko yang lebih besar untuk terkena
hipotermi. Seperti telah diungkapkan sebelumnya, jenis kelamin tidak mempengaruhi insiden
hipotermi ini. Faktor lain mencakup transportasi bayi baru lahir yang inadekuat, temperatur
lingkungan, pakaian yang tidak sesuai, hingga rendahnya temperatur ruangan bersalin, dan
faktor sosioekonomi ibu, meskipun tidak dijelaskan lebih rinci pada penelitian tersebut
tentang aspek-aspek sosioekonominya.12
11

Dampak Hipotermi
Saat adanya penurunan produksi panas dapat muncul kompensasi pengumpulan
produksi panas melalui peningkatan laju metabolik yang meliputi ketidakcukupan suplai
oksigen akibat peningkatan konsumsi oksigen, hipoglikemi sekunder akibat deplesi
penyimpanan glikogen, asidosis metabolik karena hipoksia dan vasokonstriksi perifer,
hambatan pertumbuhan, apneu dan hipertensi pulmonal sebagai akibat asidosis dan hipoksia.5
Ketika kompensasi terhadap hilangnya panas tubuh yang berlebihan terlewati maka
akan terjadilah hipotermi. Gangguan pembekuan seperti disseminated intravascular
coagulation dan perdarahan pulmonal dapat terjadi pada hipotermi berat dan syok sebagai
hasil dari pengurangan tekanan arteri sistemik, volume plasma, curah jantung, perdarahan
intraventrikel dansinus bradikardi berat.5
2.5. Diagnosis dan Klasifikasi Hipotermi
Hipotermi ditandai dengan akral dingin, bayi tidak mau minum, kurang aktif, kutis
marmorata, pucat, takipneu dan takikardia. Hipotermi yang berkepanjangan akan
menyebabkan terjadinya peningkatan konsumsi oksigen, respiratory distress, gangguan
keseimbangan asam basa, hipoglikemi, defek koagulasi, sirkulasi fetal persisten, gagal ginjal
akut, enterokolitis nekrotikan dan pada keadaan yang berat akan menyebabkan kematian.3
Diagnosis hipotermi ditegakkan dengan pengukuran suhu baik suhu tubuh atau kulit
bayi. Pengukuran suhu ini sangat bermanfaat sebagai salah satu petunjuk penting untuk
deteksi awal adanya suatu penyakit. Pengukurannya dapat dilakukan melalui aksila, rektal
atau kulit.3
Pengukuran suhu melalui aksila merupakan prosedur pengukuran suhu bayi yang
dianjurkan karena mudah, sederhana dan aman. Pengukuran melalui rektal hanya dilakukan
satu kali saja, yaitu waktu bayi baru lahir, karena sekaligus bermanfaat sebagai tes skrining
untuk mengetahui adanya anus imperforatus. Pengukuran suhu rektal tidak dilakukan sebagi
prosedur pemeriksaan yang rutin kecuali pada bayi-bayi sakit.3
Kesempatan untuk bertahan hidup pada bayi baru lahir ditandai dengan keberhasilan
usahanya dalam mencegah hilangnya panas dari tubuh. Untuk itu, bayi baru lahir haruslah
dirawat dalam lingkungan suhu netral (Neutral Thermal Environment/NTE).3
Untuk menentukan apakah hipotermi yang terjadi pada bayi baru lahir ini disebabkan
oleh paparan lingkungan sekitarnya, maka perlu ditanyakan melalui alloanamnesis kepada
ibu bayi atau kepada siapapun yang membawa bayi untuk dirawat. Beberapa pertanyaan yang
dapat diajukan berupa :6
1. Apakah bayi dikeringkan setelah lahir dan dijaga kehangatannya ?
2. Apakah bayi dipakaikan pakaian yang sesuai dengan cuaca saat itu?
3. Apakah bayi dipisahkan dari ibunya saat tidur ?
4. Apakah bayi terkena sinar matahari ?
12

Bila bayi telah dirawat sebelumnya dengan pemanas atau inkubator sebelumnya,
maka mesti diketahui temperatur ruangan tempat bayi dirawat, temperatur pemanas atau
inkubator dan frekuensi monitoring bayi tersebut.6
Dalam literatur lain, dapat juga diajukan beberapa pertanyaan dan pemeriksaan
segera, diantaranya : 13
Bagaimana tanda-tanda vital bayi ? Apakah bayi bernapas ? Periksa adanya

pulsasi atau tidak, juga kemungkinan adanya aritmia


Bagaimana suhu inti tubuh bayi (lebih akurat digambarkan dengan pengukuran

suhu di rektal)? Hipotermia terjadi bila suhu inti mencapai 35C atau kurang.
Bagaimana keadaan ruangan tempat bayi dirawat ?
Apakah bayi memiliki masalah medis yang lain ? Pikirkan kemungkinan adanya

hipoglikemia, hipopituitarisme dan hipoadrenalisme


Apakah ada kemungkinan infeksi pada bayi? Hal ini penting diketahui karena bayi

dengan sepsis bisa memiliki tampilan klinis hipotermi.


Tabel 4. Klasifikasi Hipotermi.3

Anamnesis
Bayi terpapar suhu

Pemeriksaan
Suhu tubuh 32-

36,4C
Gangguan nafas
Denyut jantung <

100 kali /menit


Malas minum
Letargi
Suhu tubuh < 32C
Tanda hipotermia

sedang
Kulit teraba keras
Nafas pelan dan

dalam
Suhu tubuh

lingkungan yang

rendah
Waktu timbulnya
kurang dari 2 hari

Bayi terpapar suhu


lingkungan yang

rendah.
Waktu timbulnya
kurang dari 2 hari

Tidak terpapar dengan


dingin atau panas yang

berfluktuasi 36-39C

berlebihan

meskipun berada di

Klasifikasi
Hipotermi sedang

Hipotermi berat

Suhu tidak stabil

suhu lingkungan

yang stabil
Fluktuasi terjadi
setelah periode suhu
stabil

13

2.6.Tatalaksana Hipotermi
Berdasarkan klasifikasinya, tatalaksana hipotermi secara rinci dapat dijelaskan
sebagai berikut :
A. Hipotermi berat3
1. Segera hangatkan bayi di bawah pemancar panas yang telah dinyalakan sebelumnya,
bila mungkin. Gunakan inkubator atau ruangan hangat, bila perlu
2. Ganti baju yang dingin dan basah bila perlu. Beri pakaian yang hangat, pakai topi dan
selimut dengan selimut hangat.
3. Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi sering diubah.
4. Bila bayi dengan gangguan nafas (frekuensi nafas lebih dari 60 atau kurang dari 30
kali/menit, tarikan dinding dada, merintih saat ekspirasi ), lakukan manajemen
gangguan nafas.
5. Pasang jalur IV dan beri cairan IV sesuai dengan dosis rumatan, dan infus tetap
terpasang di bawah pemancar panas, untuk menghangatkan cairan
6. Periksa kadar glukosa darah, bila kadar glukosa darah kurang dari 45 mg/dl, tangani
hipoglikemi.
7. Nilai tanda kegawatan bayi (misalnya gangguan nafas, kejang atau tidak sadar) setiap
jam dan nilai juga kemampuan minum setiap 4 jam sampai suhu tubuh kembali dalam
batas normal.
8. Ambil sampel darah dan beri antibiotik sesuai dengan yang disebutkan dalam
penanganan kemungkinan besar sepsis.
9. Anjurkan ibu menyusui segera setelah bayi siap :
Bila bayi tidak dapat menyusu, beri ASI peras dengan menggunakan salah satu
alternatif cara pemberian minum
Bila bayi tidak dapat menyusu sama sekali, pasang pipa lambung dan beri ASI peras
begitu suhu bayi mencapai 35C.
10. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam. Bila suhu naik paling tidak 0,5C/jam, berarti
upaya menghangatkan berhasil, kemudian lanjutkan dengan memeriksa suhu bayi
setiap 2 jam.
11. Periksa juga suhu alat yang dipakai untuk menghangatkan dan suhu ruangan setiap
jam.
12. Setelah suhu bayi normal :
Lakukan perawatan lanjutan untuk bayi
Pantau bayi selama 12 jam kemudian dan ukur suhunya setiap 3 jam.
13. Pantau bayi selama 24 jam setelah penghentian antibiotika. Bila suhu bayi tetap dalam
batas normal dan bayi minum dengan baik dan tidak ada masalah lain yang

14

memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan dan nasehati ibu
bagaimana cara menjaga agar bayi tetap hangat selama di rumah.
B. Hipotermi sedang
1. Ganti pakaian yang dingin atau basah dengan pakaian yang hangat, memkai topi dan
selimuti dengan selimut hangat.
2. Bila ada ibu / pengganti ibu, anjurkan menghangatkan bayi dengan melakukan kontak
kulit dengan kulit atau perawatan bayi lekat (Kangaroo Mother Care)
3. Bila ibu tidak ada :
Hangatkan kembali bayi dengan menggunakan alat pemancar panas, gunakan

inkubator dan ruangan hangat, bila perlu


Periksa suhu alat dan suhu ruangan, beri ASI peras dengan menggunakan salah

satu alternatif cara pemberian minum dan sesuaikan pengatur suhu.


Hindari paparan panas yang berlebihan dan posisi bayi lebih sering diubah.
4. Anjurkan ibu untuk menyusui lebih sering. Bila bayi tidak dapat menyusu, berikan ASI
peras menggunakan salah satu alternatif cara pemberian minum.
5. Mintalah ibu untuk mengamati tanda kegawatan (misalnya gangguan nafas, kejang,
tidak sadar) dan segera mencari pertolongan bila terjadi hal tersebut.
6. Periksa kadar glukosa darah, bila <45 mg/dl, tangani hipoglikemia.
7. Nilai tanda kegawatan, misalnya gangguan nafas, bila ada tangani gangguan nafasnya
8. Periksa suhu tubuh bayi setiap jam, bila suhu naik minimal 0,5C/jam, berarti usaha
mengahangatkan berhasil, lanjutkan memeriksa suhu tiap 2 jam.
9. Bila suhu tidak naik, atau naik terlalu pelan, kurang 0,5c/jam, cari tanda sepsis.
10. Setelah suhu tubuh normal :
Lakukan perawatan lanjutan
Pantau bayi selama 12 jam berikutnya, periksa suhu tiap 3 jam.
11. Bila suhu tetap dalam batas normal dan bayi dapat minum dengan baik serta tidak ada
masalah lain yang memerlukan perawatan di rumah sakit, bayi dapat dipulangkan.
Nasihati ibu cara menghangatkan bayi di rumah. 3
TERAPI DENGAN INKUBATOR
Inkubator biasanya digunakan pada bayi dengan berat badan lahir kurang dari 1800
gram. Inkubator tertutup akan memberikan panas secara konveksi. Oleh karena itu, inkubator
ini tidak mencegah kehilangan panas secara radiasi kecuali bila inkubator ini dilengkapi
dengan dua lapis dinding. Demikian pula, kehilangan panas secara evaporasi dapat
dikompensasi jika kelembapan ditambahkan ke dalam inkubator. Kelemahan inkubator
tertutup ini adalah sulitnya memantau bayi yang sakit dan sulit dalam melaksanakan beberapa
prosedur. Perubahan suhu tubuh yang dihubungkan dengan sepsis dapat diatasi melalui sistem
15

kontrol otomatis dari inkubator tertutup. Seorang bayi dapat dilepaskan dari inkubator bila
suhu tubuhnya dapat dijaga pada suhu lingkungan < 30,0C (biasanya bila berat badannya
mencapai 1600-1800 gram). Inkubator tertutup dapat mengatur suhu lingkungan netral
dengan menggunakan satu dari perlengkapan dibawah ini :5
a. Servocontrolled skin probe yang mencapai bagian perut bayi. Jika suhu tubuh
turun, maka panas akan ditambahkan. Jika target suhu kulit telah tercapai, maka
unit pengangat akan mati secara otomatis. Kelemahan dari alat ini adalah, dapat
terjadi panas yang berebihan bila sensor rusak.
b. Perlengkapan kontrol suhu udara. Dengan alat ini, suhu udara di dalam inkubator
dapat naik atau turun bergantung pada hasil pengukuran suhu bayi. Penggunaan
cara ini membutuhkan perhatian yang cukup dan biasanya digunakan pada bayi
yang sudah tua.
c. Probe suhu udara. Probe ini tergantung di dalam inkubator di dekat bayi dan
mengatur suhu udara agar tetap konstan. 5

Gambar 2 menunjukkan gambar incubator.5


Cara pemakaian :

16

a. Menggunakan servocontrol, dengan pengaturan suhu untuk kulit perut 36,036,5C.


b. Penggunaan inkubator dengan dua lapis dinding, bila memungkinkan.
c. Tutup kepala bayi dengan topi.
d. Jaga kelembapan pada level 40-50%. Kelembapan yang berlebihan dan pakaian
yang basah dapat memicu terjadinya kehilangan panas yang berlebihan dan
pengumpulan cairan yang dapat memungkinkan terjadinya infeksi.
e. Jaga suhu ventilator pada suhu 34,0-35,0C.
f. Letakkan matras penghangat di bawah tubuh bayi yang memiliki suhu bervariasi
antara 35,0-38,0C. Untuk perlindungan, suhu dapat diatur antara 35,0 dan
36,0C. Untuk menghangatkan bayi yang hipotermi, suhu dapat diatur mencapai
37,0 dan 38,0C.
g. Bila temperatur sulit untuk diatur, tingkatkan level kelembapan atau gunakan
pancaran penghangat ( di beberapa institusi) 5
Secara praktis, perawatan dalam inkubator dengan suhu diatur sesuai dengan berat
badan bayi baru lahir, yakni : 3

Tabel 5. Penyesuaian inkubator dengan berat badan bayi baru lahir3


Berat badan lahir

Suhu (C)

Suhu (C)

500
1000
1500
2000
2500

(Made Widia)
35,5 + 0,5
34,9 + 0,5
34,0 + 0,5
33,5 + 0,5
33,2 + 0,5

(FK UI)
35
34
33,5
33,2

TERAPI DENGAN PEMANAS


Terapi dengan pemanas digunakan untuk bayi yang sangat tidak stabil atau selama
pelaksanaan suatu prosedur medis. Panas dihasilkan dari proses radiasi sehingga tidak
mencegah kehilangan panas secara konveksi dan evaporasi. Suhu dapat diatur dalam sebuah
servomode dan nonservomode( disebut juga tipe manual). Bila digunakan pemanas tipe
manual, bayi harus diamati secara lebih hati-hati untuk menghindari panas yang berlebihan.
Pemanas ini digunakan dalam waktu yang terbatas seperti dalam ruang persalinan.
Kehilangan air yang tak disadari dapat terjadi ekstrim pada bayi dengan berat badan lahir

17

sangat rendah ( mencapai 7 ml/kg/jam). Penutupan kulit dengan bahan semipermeabel dapat
membantu mengurangai kehilangan air transepidermal (TEWL) yang tak disadari.5

Gambar 3 menunjukkan pemanas5


Cara pengaturan pemanas
1. Pengaturan suhu pada bayi yang sehat ( berat badan > 2500 gram) :
a. Tempatkan bayi di bawah pancaran penghangat segera setelah persalinan.
b. Keringkan bayi dengan segera untuk mencegah kehilangan panas secara evaporasi
c. Tutup kepala bayi dengan penutup kepala atau topi.
d. Letakkan bayi dan tutup dengan selimut di tempat tidur bayi
2. Pengaturan suhu pada bayi yang sakit :
Sama dengan pengaturan suhu pada bayi yang sehat, kecuali letakkan bayi dibawah
pancaran penghangat dengan temperature servoregulation.
3. Pengaturan suhu pada bayi prematur (berat badan 1000-2500 gram)
a. Untuk bayi dengan berat badan 1800-2500 gram tanpa masalah medis,
penggunaan selimut, topi dan tempat penyimpanan biasanya cukup.
b. Untuk bayi dengan berat badan 1000-1800 gram dan sehat dapat ditempatkan di
inkubator dengan servokontrol. Sedangkan bayi yang sakit dapat ditempatkan di
bawah pancaran penghangat dengan servokontrol.
4. Pengaturan suhu pada bayi dengan berat badan kurang dari 1000 gram.
18

Di dalam ruang persalinan, kehilangan panas secara evaporasi dapat terjadi segera
setelah persalinan. Karena itu pengeringan secara cepat pada bayi merupakan hal yang
sangat penting dalam tatalaksana pada bayi berat badan lahir rendah. Pendekatan yang
berbeda dan lebih efisien adalah dengan ditemukannya selimut dari polietilen yang
dapat dipakai menutupi bahu sampai kaki tanpa pengeringan segera setelah proses
persalinan. Di tempat perawatan, dapat digunakan pemanas ataupun inkubator,
tergantung mana yang lebih disukai.5
Dengan adanya keseluruhan terapi ini, sebaiknya dapat membantu kita sebagai tenaga
kesehatan untuk lebih sensitif dan tanggap dalam menangani masalah hipotermi. Penanganan
yang tepat pada bayi preterm maupun aterm dengan hipotermi dapat mengurangi masalah
pada bayi baru lahir dalam perkembangan selanjutnya. 12
Pencegahan Hipotermi dengan 10 Langkah Proteksi Termal
Sepuluh langkah proteksi termal adalah serangkaian tindakan yang dilakukan pada
bayi baru lahir dengan tujuan untuk menghindarkan terjadinya stress hipotermi maupun
hipertermi, serta menjaga suhu tubuh bayi tetap berada dalam keadaan normal yaitu antara
36,5-37,0C.
Langkah ke 1 : Ruang melahirkan yang hangat
Selain bersih, ruang bersalin tempat ibu melahirkan harus cukup hangat dengan suhu
antara 25-28C serta bebas dari aliran arus udara melalui jendela, pintu ataupun kipas angin.
Selain itu, sarana resusitasi lengkap yang diperlukan untuk pertolongan bayi baru lahir sudah
disiapkan serta harus dihadiri paling tidak 1 orang tenaga terlatih dalam resusitasi bayi baru
lahir sebagai penanggung jawab pada perawatannya.3
Langkah ke 2 : Pengeringan segera
Segera setelah lahir, keringkan kepala dan tubuhnya dan segera ganti kain yang basah
dengan kain yang hangat dan kering. Kemudian letakkan di permukaan yang hangat seperti
dada atau perut ibunya atau segera dibungkus dengan pakaian hangat. Kesalahan yang sering
dilakukan adalah konsentrasi penolong kelahiran terutama pada oksigenasi dan tindakan
pompa jantung pada waktu resusitasi sehingga melupakan kontrol terhadap paparan dingin
yang kemungkinan besar terjadi segera setelah bayi dilahirkan.3

Langkah ke 3 : Kontak kulit dengan kulit


19

Kontak kulit dengan kulit adalah cara yang sangat efektif untuk mencegah hilangnya
panas pada bayi baru lahir, baik pada bayi aterm maupun preterm. Dada atau perut ibu,
merupakan tempat yang sangat ideal bagi bayi baru lahir untuk mendapatkan suhu
lingkungan yang tepat. Kontak kulit dengan kulit adalah suatu bentuk sentuhan yang dapat
menstimulasi saraf-saraf yang tidak bermielin pada bayi (ujung saraf C). Nantinya sensasi
sentuhan pada saraf ini akan mengaktivasi korteks insular pada sistem limbik di otak
sehingga dilepaskan neuropeptida seperti kolesistokinin dan opioid yang akan menyebabkan
vasodilatasi kulit. Sentuhan ini juga akan menstimulasi aksis pituitari-tiroid yang akan
meningkatkan metabolisme serta suhu kulit ibu dan bayi. Selanjutnya, kalsitonin lokal dan
hormon pelepas kortikotropin kutan diaktifkan sehingga suhu akan meningkat dan bayi
beserta ibu menjadi lebih hangat.14
Apabila oleh karena sesuatu hal tidak memungkinkan pelekatan bayi ke dada atau ke
perut ibunya, maka bayi yang telah dibungkus dengan kain hangat dapat diletakkan dalam
dekapan lengan ibunya. Metode perawatan kontak kulit dengan kulit dalam perawatan bayi
selanjutnya sangat dianjurkan khususnya untuk bayi-bayi kecil. Dari beberapa penelitian
dilaporkan adanya penurunan secara bermakna angka kesakitan dan angka kematian bayibayi kecil.3
Langkah ke 4 ; Pemberian ASI
Pemberian ASI sesegera mungkin sangat dianjurkan dalam jam-jam pertama
kehidupan bayi baru lahir. Pemberian ASI secara dini dan dalam jumlah yang mencukupi
akan sangat menunjang kebutuhan nutrisi serta berperanan dalam proses termoregulasi bayi
baru lahir3. Selain itu, ibu post-partum baik bayinya aterm maupun preterm akan mengalami
kenaikan temperatur

payudara. Stimulasi menyusui dini akan meningkatkan produksi

prolaktin yang memicu aktivasi lebih baik dari kelenjar susu. Aktivasi ini selanjutnya akan
memicu efek parasimpatis ke pembuluh darah di payudara sehingga suhunya meningkat dan
dapat menghangatkan bayi sekaligus di saat menyusui.14

20

Hubungan kulit ke kulit

Metode kangguru

Gambar 4. Usaha pencegahan kehilangan panas tubuh pada bayi baru lahir.1
Langkah ke 5 : Tidak segera memandikan / menimbang bayi
Memandikan bayi dapat dilakukan beberapa jam kemudian (paling tidak setelah 6
jam) yaitu setelah keadaan bayi stabil. Tindakan memandikan bayi segera setelah lahir akan
menyebabkan terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Mekonium, darah atau sebagian verniks
dapat dibersihkan pada waktu tindakan mengeringkan bayi. Sisa verniks yang masih
menempel di tubuh bayi tidak perlu dibuang. Pembuangan sisa verniks yang masih menempel
akan menyebabkan iritasi kulit juga verniks tersebut masih bermanfaat sebagi pelindung
panas tubuh bayi, dan akan direabsorbsi dalam hari hari pertama kehidupan bayi. Menimbang
bayi dapat ditunda beberapa saat kemudian. Tindakan menimbang dapat menyebabkan
terjadinya penurunan suhu tubuh bayi. Sangat dianjurkan pada waktu menimbang bayi,
timbangan yang digunakan diberi alas kain hangat.3

21

Mandi
segera
dan
cepat

Kamar
hangatAir
hangat

Lap dan
keringka
n dengan
cepat

Pasang
bedong
dengan
rapi
Gambar 5. Cara memandikan bayi.1

Langkah ke 6 : Pakaian dan selimut bayi yang adekuat


Secara umum, bayi baru lahir memerlukan beberapa lapis pakaian dan selimut yang
lebih banyak daripada orang dewasa. Pakaian terutama topi, dapat dipakaikan pada bayi,
karena sebagian besar (kurang dari 25 %) kehilangan panas dapat terjadi melalui kepala bayi.
Pakaian dan selimut sebaiknya cukup longgar sehingga memungkinkan adanya lapisan udara
diantara permukaannya sebagai penyangga panas tubuh yang cukup efektif. Bedong
(swaddling) yang biasanya sangat erat sebaiknya dihindarkan. Selain menghilangkan lapisan
udara sebagai penyangga panas, bedong juga meningkatkan risiko terjadinya pneumonia dan
penyakit infeksi saluran nafas lainnya. Hal ini terjadi karena paru bayi tidak mengembang
sempurna pada waktu bernafas. Pada perawatan bayi preterm selain dengan cara perawatan
bayi lekat dengan ibunya, pakaian dan selimut hangat, penggunaan plastik sebagai selimut
pelapis atau meletakkan bayi dibawah pemancar panas, dilaporkan sangat bermanfaat untuk
memperkecil proses kehilangan panas. Pemakaian matras yang hangat juga dapat dilakukan. 15
Dalam hal ini suhu tubuh bayi harus selalu dimonitor dengan ketat untuk menghindarkan
terjadinya hipertermi. Bayi yang lahir dari ibu yang menderita demam, mempunyai risiko
untuk terjadinya depresi pernafasan, kejang, palsi serebral atau kematian.3
Langkah ke 7 : Rawat gabung
Bayi yang dilahirkan di rumah ataupun di rumah sakit,seyogyanya digabung dalam
tempat tidur yang sama dengan ibunya selama 24 jam penuh dalam ruangan yang cukup
hangat (minimal 25C). Hal ini sangat menunjang pemberian ASI on demand , serta
mengurangi resiko terjadinya infeksi nosokomial pada bayi-bayi yang lahir di rumah sakit.3

Langkah ke 8 : Transportasi hangat


22

Apabila bayi perlu segera dirujuk ke rumah sakit atau bagian lain di lingkungan
rumah sakit seperti di ruang rawat bayi atau NICU sangat penting untuk selalu memjaga
kehangatan bayi selama dalam perjalanan. Apabila memungkinkan, rujuklah bayi bersamaan
dengan ibunya dalam perawatan bayi lekat. Hal ini merupakan cara sederhana dan aman.
Cara merujuk bayi dapat melalui teknik KMC (Kangaroo Mother Care) dengan meletakkan
bayi di dada ibunya dimana bayi berada di dalam baju ibu dengan kontak kulit ke kulit yang
adekuat. Bayi tidak memakai pakaian atasan, dapat memakai topi, kaus kaki dan sarung
tangan. Selanjutnya dari luar bayi dapat ditutupi dengan selimut atau kain. Tindakan ini dapat
membuat bayi lebih hangat, lebih mudah disusui dan komplikasi hipoterminya dapat
dikurangi.6
Langkah ke 9: Resusitasi hangat
Saat resusitasi, tubuh bayi harus dijaga agar tetap hangat. Bayi-bayi yang mengalami
asfiksia tidak dapat menghasilkan panas yang cukup sehingga berisiko tinggi untuk menderita
hipotermi. Pada waktu melakukan resusitasi di rumah sakit, berikanlah lingkungan yang
hangat dan kering, yaitu dengan meletakkan bayi di bawah alat pemancar panas. Hal ini
merupakan salah satu dari rangkaian prosedur standar resusitasi bayi baru lahir.3
Langkah ke 10 : Pelatihan dan sosialisasi rantai hangat
Semua pihak yang terlibat dalam proses kelahiran serta perawatan bayi perlu dilatih
dan diberikan pemahaman tentang prinsip-prinsip serta prosedur yang benar tentang rantai
hangat. Keluarga dan anggota masyarakat yang mempunyai bayi di rumah perlu diberikan
pengetahuan dan kesadaran tentang pentingnya menjaga agar bayinya selalu tetap hangat.3
Manfaat Membedung

Untuk mengatasi refleks kejut atau refleks moro

Membantu ibu menyusui bayinya.

Menenangkan bayi yang sedang kolik

Mengurangi risiko terjadinya SIDS saat tidur (mati mendadak)

Membantu bayi lebih tenang supaya mudah tidur.

Mekanisme Hipertemia
23

24

Cold Stress

BAB III
25

PENUTUP
3.1.Kesimpulan
1. Bayi baru lahir memiliki keterbatasan dalam termoregulasi tubuhnya. Pengaturan suhu
tubuh merupakan kombinasi dari keseimbangan antara produksi panas dan pengeluaran
panas, ditunjang oleh faktor lingkungan, hormonal dan lainnya
2. Hipotermi adalah suatu keadaan dimana bayi baru lahir memiliki suhu tubuh di bawah
36,50C (97,70F) pada pengukuran dengan aksila. Klasifikasi hipotermi yakni hipotermi
ringan dengan suhu 36-36.50C atau 96,8-97,70F, hipotermi sedang dengan suhu 32-360C
atau 89,6-96,80F, dan hipotermi berat dengan suhu di bawah 320C atau 89,60F.
3. Mekanisme terjadinya hipotermi meliputi penurunan produksi panas, peningkatan
kehilangan panas (konduksi, konveksi, radiasi, dan evaporasi) dan kegagalan
termoregulasi
4. Diagnosis hipotermi dapat ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
tepat, cepat dan adekuat sehingga dapat ditatalaksana dengan segera.
5. Tatalaksana hipotermi mencakup tatalaksana umum, langkah proteksi termal, pemakaian
inkubator, pemakaian pemanas dan terapi medikamentosa
3.2. Saran
Dokter sebagai pemberi layanan kesehatan di lini pertama sebaiknya memiliki
pengetahuan dan kemampuan yang maksimal dalam tatalaksana hipotermi pada bayi baru
lahir. Hal ini juga dapat diwujudkan melalui kerjasama dengan teman sejawat atau mitra kerja
sehingga bayi mendapatkan perawatan optimal.

26

DAFTAR PUSTAKA
1. WHO.Thermal Protection of Newborn, A Practical Guide.1997.h. 5-22
2. Bhatt DR, White R, Martin G. Transitional Hypothermia in Preterm Newborns.
Journal Of Perinatology 2007;27: 45-7
3. Yunanto A. Termoregulasi. Dalam : Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, penyunting.
Buku Ajar Neonatologi. Edisi 1. Jakarta : Badan Penerbit IDAI ; 2008. h. 89-102
4. Rennie JM dan Roberton NRC. Textbook of Neonatology Third Edition. 1999.UK :
Churchill Livingstone.
5. Gomela TL. Temperature Regulation. Dalam : A Lange Clinical Manual
Neonatology : Management, Procedures, On Call Problems, Diseases, and Drugs 5 th
Edition. McGraw-Hill ; 2004.h. 39-43
6. WHO. Assesment, Findings, and Management Abnormal Body Temperatur. Dalam :
Managing Newborn Problems, A Guides for Doctors, Nurses, and Midwives. 2003. h.
F69-F73
7. Mullany L, Katz J, Khatry SK, LeClerq SC, Darmstadt GL, dan Tielsch JM. Neonatal
Hypothermia and Associated Risk Factors Among Newborns of Southern Nepal.
BMC Medicine Juni 2010;8:43
8. Guyton CA, Hall JE. Suhu Tubuh, Pengaturan Suhu dan Demam. Dalam : Buku Ajar
Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC ; 1997. h.
1141-56
9. Faizi M dan Netty EP. Artikel Hipotiroid. 2006. Diunduh dari www.pediatrik.com.
Situs resmi SMF Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga.
Surabaya. Diakses tanggal 15 November 2010.
10. Markum AH. Janin dan Neonatus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I.
Jakarta : Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ; 1991. h. 218-9
11. Sarkar R, Basu S, Agrawal RK, dan Gupta P. Skin Care for The Newborn. The Indian
Pediatrics Juli 2010;47:593-8
12. Zayeri M, Kazemnejad A, Ganjali M, dan Babaei G. Incidence and Risk Factors of
Neonatal Hypothermia at Referral Hospitals in Tehran, Islamic Republic of Iran. La
Revue de Sante la Mediterranee orientale 2007;13:1308-13
13. Pohl A, Gomella C, dan Gomella LG. A Lange Medical Book : Pediatrics On Call.
2004. McGraw-Hill.
14. Ludington S, Morgan K, Reese S. Breast-Infant Temperature with Twins during
Shared Kangaroo Care. Journal Obstetric and Ginecology Neonatal Nursing Juni
2006;35:223-31.
15. McCall , Alderdice FA, Halliday HL, Jenkins JG, Vohra S. Interventions to Prevent
Hypothermia At Birth In Preterm and/or Low Birthweight Babies. U.S National
Library of Medicine National Institute of Health Januari 2005;1

27

You might also like