You are on page 1of 18

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Selama hampir 69 tahun sebagai bangsa merdeka. Orde lama adalah sebutan bagi orde
pemerintahan sebelum orde baru yang dianggap tidak melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen yang ditandai dengan diterapkannya Demokrasi Terpimpin di bawah
kepemimpinan Soekarno. Presiden Soekarno sebagai tokoh sentral orde lama yaitu sebagai
Kepala Negara dan Kepala Pemerintahan.
Orde baru adalah sebutan bagi masa pemerintahan Presiden Soeharto di Indonesia. Orde
baru menggantikan orde lama yang merujuk kepada era pemerintahan Soekarno. Orde baru hadir
dengan semangat "koreksi total" atas penyimpangan yang dilakukan oleh Soekarno pada masa
Orde Lama.Orde Baru berlangsung dari tahun 1966 hingga 1998.
Pada 1968, MPR secara resmi melantik Soeharto untuk masa jabatan 5 tahun sebagai
presiden.
Orde baru memilih perbaikan dan perkembangan ekonomi sebagai tujuan utamanya dan
menempuh kebijakannya melalui struktur administratif yang didominasi militer. Soeharto
merestrukturisasi politik dan ekonomi, bisa tercapainya stabilitas politik pada satu sisi dan
pertumbuhan ekonomi di pihak lain.
Maka dari itu penyunsun mengambil judul makalah ini yaitu Proses Perlalihan
Kekuasaan Dari Orde Lama Ke Orde Baru. Judul ini sengaja dipilih karena menarik perhatian
penulis untuk dicermati dan perlu mendapat dukungan dari semua pihak yang peduli terhadap
dunia pendidikan.
B. Rumusan Masalah
A. Apa permasalahan yang memicu terjadinya orde lama dan orde baru?
B. Proses apa saja yang terdapat pada proses peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru?
C. Tujuan
Makalah ini dibuat untuk mendalami pembelajaran materi sejarah tentang proses
peralihan kekuasaan dari orde lama ke orde baru.
D. Metode
A. Diskusi

BAB II
PEMBAHASAN
A. ORDE LAMA (1950 1965 )
1. Demokrasi Liberal (1950 1959)
Dalam proses pengakuan kedaulatan dan pembentukan kelengkapan negara, ditetapkan
pula sistem demokrasi yang dipakai yaitun sistem demokrasi liberal. Dalam sistem demokrasi ini
presiden hanya bertindak sebagai kepala negara. Presiden hanya berhak mengatur formatur
pembentukan kabinet. Oleh karena itu, tanggung jawab pemerintah ada pada kabinet. Presiden
tidak boleh bertindak sewenang-wenang. Adapun kepala pemerintahan dipegang oleh perdana
menteri.
Dalam sistem demokrasi ini, partai-partai besar seperti Masyumi,Pni,dan PKI mempunyai
partisipasi yang besar dalam pemerintahan. Dibentuklah kabinet-kabinet yang bertanggung
jawab kepada parlemen (Dewan Perwakilan Rakyat ) yang merupakan kekuatan-kekuatan partai
besar berdasarkan UUDS 1950.
Setiap kabinet yang berkuasa harus mendapat dukungan mayoritas dalam parlemen (DPR
pusat). Bila mayoritas dalam parlemen tidak mendukung kabinet, maka kabinet harus
mengemblikan mandat kepada presiden. Setelah itu, dibentuklah kabinet baru untuk
mengendalikan pemerintahan selanjutnya. Dengan demikian satu ciri penting dalam penerapan
sistem Demokrasi Liberal di negara kita adalah silih bergantinya kabinet yang menjalankan
pemerintahan.
Kabinet yang pertama kali terbentuk pada tanggal 6 september 1950 adalah kabinet Natsir.
Sebagai formatur ditunjuk Mohammad Natsir sebagai ketua Masyumi yang menjadi partai
politik terbesar saat itu. Program kerja Kabinet Natsir pada masa pemerintahannya secara garis
besar sebagai berikut ;
a. Menyelenggarakan pemilu untuk konstituante dalam waktu singkat.
b. Memajukan perekonomian, keeshatan dan kecerdasan rakyat.
c. Menyempurnakan organisasi pemerintahan dan militer.
d. Memperjuangkan soal Irian Barat tahun 1950.
e. Memulihkan keamanan dan ketertiban.
Dalam menjalankan kebijakannya, kabinet ini banyak memenuhi hambatan terutama dari
tubuh parlemen sendiri. Bentuk negara yang belum sempurna dengan beberapa daerah masih
berada ditangan pemerintahan Belanda memperuncing masalah yang ada dalam kabinet tersebut.
Perbedaan politik antara presiden dan kabinet tersebut menyebabkan kedekatan antara presiden
dengan golongan oposisi (PNI). Hal itu menentang sistem politik yang telah berlaku sebelumnya,
bahwa presiden seharusnya memiliki sikap politik yang sealiran dengan parlemen. Secara
berturut-turut setelah kejatuhan kabinet Natsir, selama berlakunya sistem Demokrasi Liberal,
presiden membentuk kabinet-kabinet baru hingga tahun 1959.
Pada masa Demokrasi Liberal ini juga berhasil menyelenggarakan pemilu I yang dilakukan
pada 29 september 1955 dengan agenda pemilihan 272 anggota DPR yang di lantik pada 20
Maret 1956. Pemilu pertama tersebut juga telah berhasil badan konstituante (sidang pembuat
UUD). Selanjutnya badan konstituante memiliki tugas untuk merumuskan UUD baru. Dalam
5

badan konstituante sendiri, terdiri berbagai macam partai, dengan dominasi partai-partai besar
seperti NU,PKI,Masyumi dan PNI. Dari nama lembaga tersebut dapatlah diketahui bahwa
lembaga tersebut bertugas untuk menyusun konstitusi. Konstituante melaksanakan tugasnya
ditengah konflik berkepanjangan yang muncul diantara pejabat militer, pergolakan daerah
melawan pusat dan kondisi ekonomi tak menentu.
2. Demokrasi Terpimpin (1959 1965)
a. Latar Belakang Munculnya Demokrasi Terpimpin
1) Kegagalan Badan Konstituante dalam menyusun Undang-Undang Dasar Baru.
Kegagalan tersebut disebabkan oleh adanya perbedaan pendapat dalam anggota badan
konstitante sehingga tidak dapat menghasilkan kesepakatan bersama.
2) Presiden Soekarno mengeluarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang bertujuan untuk
menyelamatkan Negara dalam kondisi genting. Isi Dekrit Presiden yaitu,
a)
Pembubaran Badan Konstituante.
b)
Berlakunya kembali UUD 1945 dan tidak berlakunya UUDS 1950.
c)
Pembentukan MPRS dan DPAS.
3) Munculnya gerakan gerakan separatism
Gerakan separatis adalah suatu gerakan yang ingin mengambil alih kekuasaan
secara paksa. Gerakan-gerakan separatisme yang muncul pada masa Demokrasi Liberal
menyebabkan ketidakstabilan politik dalam negeri, sehingga selain mengacaukan
keamanan juga dapat menyebabkan disintegrasi bangsa atau perpecahan.
4) Sering berganti-ganti kabinet
Kehidupan politik pada masa Demokrasi Liberal juga ditandai dengan jatuh
bangunnya kabinet sehingga menimbulkan munculnya ketidakpercayaan rakyat terhadap
pemerintah sebab banyak program kerja dari masing-masing kabinet tidak dapat
direalisasikan dengan baik.
5) Munculnya persaingan dari masing-masing parpol
Kehidupan politik pada masa Demokrasi Liberal ditandai dengan munculnya
persaingan yang tidak sehat dan saling menjatuhkan oleh masing-masing parpol sehingga
menyebabkan ketidakstabilan politik dan perpecahan bangsa.
Dari pertistiwa-peristiwa di atas, penyebab utama kegagalan Demokrasi Liberal adalah
dianggap tidak sesuai dengan kondisi masyarakat Indonesia serta dalam pelaksanaannya terjadi
penyimpangan terhadap UUD 1945.
b. Sistem Politik Demokrasi Terpimpin
Kekacauan terus menerus dalam kesatuan negara Republik Indonesia yang disebabkan
oleh begitu banyaknya pertentangan terjadi dalam sistem kenegaraan ketika diberlakukannya
sistem demokrasi liberal. Pergantian dan berbagai respon dari dari daerah dalam kurun waktu
tersebut memaksa untuk dilakukannya revisi terhadap sistem pemerintahan. Ir.Soekarno selaku
presiden memperkenalkan konsep kepemimpinan baru yang dinamakan demokrasi
terpimpin. Tonggak bersejarah di berlakukannya sistem demokrasi terpimpin adalah
dikeluarkannya Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Peristiwa tersebut mengubah tatanan kenegaraan yang telah terbentuk sebelumya. Satu
hal pokok yang membedakan antara sistem Demokrasi Liberal dan Demokrasi Terpimpin
6

adalah kekuasaan Presiden. Dalam Demokrasi Liberal, parlemen memiliki kewenangan yang
terbesar terhadap pemerintahan dan pengambilan keputusan negara. Sebaliknya, dalam sistem
Demokrasi Terpimpin presiden memiliki kekuasaan hampir seluruh bidang pemerintahan.
Dengan diberlakukannya Dekrit Presiden 1959 terjadi pergantian kabinet dari Kabinet
Karya (pimpinan Ir.Djuanda) yang dibubarkan pada 10 juli 1959 dan digantikan dengan
pembentukan Kabinet Kerja yang dipimpin oleh Ir.Soekarno sebagai perdana menteri dan
Ir.Djuanda sebagai menteri pertama. Kabinet ini yang memiliki program khusus yang
berhubungan dengan masalah keamanan,sandang pangan, dan pembebasan Irian Barat.
Pergantian institusi pemerintahan anatara lain di MPR (pembentukan MPRS), pemebntukan
DPR-GR dan pembentukan DPA.
Perkembangan dalam sistem pemerintahan selanjutnya adalah pernetapan GBHN
pertama. Pidato Presiden pada acara upacara bendera tanggal 17 agustus 1959 berjudul
Penemuan Kembali Revolusi Kita dinamakan Manifestasi Politik Republik Indonesia
(Manipol) ,yang berintikan USDEK (UUD 1945), Sosialisme Indonesia, Demokrasi Terpimpin,
Kepribadian Indonesia). Institusi negara selanjutnya adalah mengitegrasikan sejumlah badan
eksekutif seperti MPRS, DPRS, DPA, Depernas, dan Front Nasional dengan tugas sebagai
menteri dan ikut serta dalam sidang-sidang kabinet tertentu yang selanjutnya ikut merumuskan
kebijaksanaan pemerintahan dalam lembaga masing-masing.
Dalam Demokrasi Terpimpin presiden mendapat dukungan dari tiga kekuatan besar yaitu
Nasionalis, Agama dan Komunis. Ketiganya menjadi kekuatan presiden dalam mempertahankan
kekuasaannya. Kekuasaan mutlak presiden pada masa itu telah menjadikan jabatan tersebut
sebagai pusat legitimasi yang penting bagi lainnya. Presiden sebagai penentu kebijakan utama
terhadap masalah-masalah dalam negeri maupun luar negeri .
Jatuhnya kabinet-kabinet yang terbentuk pada masa demokrasi parlementer membawa
dampak yang buruk bagi perkembangan politik di Indonesia. Perbedaan kepentingan yang
dipengaruhi oleh partai politik dalam parlemen merupakan penyebab jatuhnya kabinet-kabinet.
Dengan demikian, situasi Indonesia semakin lama semakin tidak kondusif. Melihat keadaan
yang demikian, Presiden Soekarno mengambil sikap
tegas untuk mengubah system
pemerintahannya. Sistem pemerintahan yang dianggap sesuai oleh Presiden Soekarno adalah
presidensil.
Untuk memantapkan dan merealisasikan ide tentang demokrasi terpimpin, Presiden
Soekarno terus melakukan langkah-langkah yang strategis dan cukup berani. Sebagai contoh
adalah saat presiden mengeluarkan Dekrit Presiden pada tanggal 5 Juli 1959. Kebijakan ini
membawa dampak yang besar bagi kehidupan politik di Indonesia. Perubahan yang terjadi
adalah system pemerintahan yang mengakui presiden seumur hidup yaitu Presiden Soekarno.
Dari kejadian inilah, inkonsitusional Demokrasi terpimpin memiliki ciri-ciri,
- Dominasi presiden.
- Tidak berfungsinya lembaga tertinggi dan lembaga tertinggi Negara.
- Makin berkembangnya paham komunisme.
- Makin besarnya peranan ABRI sebagai unsure sosial politik.
c. Kehidupan Ekonomi pada Masa Demokrasi Terpimpin
Untuk mengatasi krisis ekonomi, pada masa Demokrasi Terpimpin diadakan berbagai
pembaharuan seperti,
7

1) Membentuk Dekon (Deklarasi Ekonomi)


Tujuan membentuk Dekon adalah menciptakan iklim ekonomi yang mendukung
kesejahteraan masyarakat dengan mencanangkan Program Politik Berdikari. Cara ini
dilakukan karena tidak mudah untuk mendapatkan pinjaman dari luar negeri akibat Indonesia
dikucilkan dari pergaulan internasional.
2) Membentuk Kotoe (Komando Tertinggi Operasi Ekonomi)
Tujuannya untuk mengatur perekonomian Negara secara sentralistik.
3) Membentuk Kesop (Kesatuan Operasi)
Tujuannya adalah untuk meningkatkan sektor perdangan.
Pada masa Demokrasi Terpimpin, kondisi Indonesia semakin buruk, terutama sector
ekonomi. Hal itu disebabkan oleh beberapa hal yaitu,
1) Terjadinya penyelewengan ekonomi karena miskinnya pengetahuan ekonomi.
2) Semua permasalahan ekonomi diselesaikan dengan kebijakan politis.
3) Organisasi pemerintahan yang buruk sehingga menimbulkan koordinasi yang tidak baik antar
lembaga Negara. Akibatnya, kebijakan yang dibuat banyak berhenti di tengah jalan dan tidak
selesai.
Dari uraian di atas, kondisi ekonomi dan politik pada masa Demokrasi Terpimpin terlihat
semakin tidak stabil. Hal itu disebabkan oleh adanya tindakan-tindakan presiden yang
bertentangan dengan UUD 1945. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa Demokrasi
Terpimpin yang diharapkan dapat melaksanakan Pancasila dan UUD 1945 secara murni dan
konsekuen tidak terwujud, justru sebaliknya banyak dijumpai tindakan-tindakan inkonstitusional.
3. Gerakan 30 September 1965
Salah satu momen sejarah yang mungkin paling membekas dalam perjalanan sejarah
Indonesia adalah Peristiwa Gerakan 30 September 1965. Peristiwa tersebut sampai saat ini masih
menimbulkan kontrofersi dalam pengungkapan fakta yang sebenarnya. Berbagai versi tentang
gerakan 30 S tersebut telah dikemukakan diantaranya;
Peristiwa G 30 S versi Pemerintah Orde Baru yakni peristiwa 30 S merupan suatu tindakan
makar yang dilakukan oleh PKI terhadap pemerintah Indonesia yang sah. Tindakan kudeta
tersebut dilakukan untuk merebut kekuasaan dari Ir.Soekarno selaku Penguasa Tertinggi.
Angkatan Bersenjata dan Presiden seumur hidupberdasarkan konsep Demokrasi
Terpimpin.
Cara penggulingan tahun 1965 tersebut adalah dengan menyatukan sejumlah organisasi
onderbouw yang masih tersisa pascaperistiwa 1948.
Peristiwa G 30S/PKI lebih dikenal dengan sebutan pemberontakan yang dilakukan PKI
dengan melakukan kudeta yang ditandai dengan adanya penculikan dan pembantaian terhadap
para Jenderal Angkatan Darat yang dianggap sebagai penghalang untuk menyebarkan pengaruh
paham komunis. Gerakan 30 September oleh PKI menjadi malapetaka bagi pemerintahan
presidensil pimpinan Presiden Soekarno. Peristiwa ini merupakan tragedy berdarah nasional.
PKI untuk kedua kalinya melakukan pemberontakan di dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Gerakan ini memakan korban jiwa yang sangat besar, di antaranya adalah jenderaljenderal yang menjabat pada pemerintahan presidensil. Tujuan gerakan ini adalah
menggulingkan kekuasaan Presiden Soekarno dan mengganti Pancasila sebagai dasar Negara
menjadi paham komunisme.
8

Gerakan PKI ini menjadi isu politik untuk menolak laporan pertanggungjawaban
Presiden Soekarno di hadapan MPRS yang pada waktu itu diketuai oleh A.H. Nasution. Dengan
ditolaknya laporan pertanggungjawaban Presiden Soekarno ini, maka berakhirlah pemerintahan
presidensil dan Indonesia kembali ke pemerintahan yang berasaskan Pancasila dan UUD 1945.
Beberapa factor yang menjadi penyebab munculnya peristiwa G 30S/PKI yaitu,
1) PKI merupakan partai terbesar di Indonesia
Rencana gerakan PKI pada tanggal 30 September 1965 diawali pada tahun 1950
dipelopori D.N. Aidit bersama kawan-kawannya Sudirman dan Nyono. Dalam merealisasikan
usaha tersebut, mereka membentuk front nasional yang bekerja sama dengan kekuatan
borjuis. Hal ini dilakukan karena kaum buruh dan tani miskin masih lemah mendukung PKI.
Taktik ini ternyata berhasil. Dari tahun ke tahun, jumlah anggota PKI berkembang pesat.
Tercatat pada tahun 1965 yang terdaftar menjadi anggota partai adalha 3,5 juta, jika dihitung
dari organisasi yang berafiliasi dengan PKI jumlahnya meliputi 20 juta. PKI merupakan partai
komunis terbesar di luar negara-negara komunis.
Jika diperhatikan, ada beberapa cara yang ditempuh PKI dalam mengembangkan diri
diantaranya sebagai berikut,
a) Melaksanakan gerakan gerilya di pedesaan yang dipelopori oleh kaum buruh tani dan
petani miskin. Disamping itu, melakukan propaganda-propoganda yang menyesatkan.
b) Melakukan gerakan revolusioner oleh kaum buruh di perkotaan.
c) Membentuk pekerja intensif di kalangan kekuatan bersenjata (ABRI).
d) Melakukan penyusupan ke dalam berbagai organisasi lain untuk mentransparansikan
organisasi PKI itu sendiri.
e) Mendekati Presiden Soekarno untuk memanfaatkan kebijakan yang strategis.
2) Politik luar negeri Indonesia yang lebih condong pada Blok Timur
Pada masa Demokrasi Terpimpin, politik luar negeri Indonesia benrtentangan dengan
politik bebas aktif dengan menggunakan politik NEFO, sehingga memberikan kesempatan
yang besar bagi komunis tersebut, PKI juga mendapat dukungan internasional yang diperoleh
dari negara Uni Soviet dan Cina sehingga semakin mempermudah dalam melakukan kudeta.
3) Konsep Nasakom (Nasionalis, Agama, dan Komunis) yang digunakan untuk menyatukan
seluruh aspek kehidupan di Indonesia telah memberi peluang kepada PKI untuk memperluas
dan mengembangkan pengaruhnya, sehingga PKI dapat memperkuat kedudukannya di
Indonesia. Dengan kedudukan dan pengaruh yang sangat besar, maka PKI memiliki kekuaran
yang sangat besar untuk mengadakan aksi kudeta.
4. Dampak G 30S/PKI dan Proses Peralihan Kekuasaan Politik
Adapun dampak dari peristiwa G 30 S adalah :
- Demostrasi menentang PKI
Penyelesaian aspek politik terhadap para pelaku G 30 S 1965/PKI akan di putuskan dalam
sidang Kabinet Dwikora tanggal 6 Oktober 1965 dan belum terlihat adanyaa tanda-tanda akan
dilaksanakan. Berbagai aksi digelar untuk menuntut pemeritah agar segera menyelesaikan
masalah tersebut dengan seadil-adilnya. Aksi dipelopori oleh kesatuan aksi pemuda-pemuda dan
pelajar-pelajar Indonesia seperti KAPPI,KAMI dan KAPI. Mucul pula kasi yang dilakukan oleh
KABI,KAWI yang membulatkan tekad dalam Front Pancasila.
- Mayjen Soeharto menjadi Pangad
9

Sementara itu untuk mengisi kekosongan pimpinan AD, pada tanggal 14 oktober 1965
Panglima Kostrad/Pangkopkamtib Mayjen Soeharto diangkat menjadi Menteri/Panglima AD.
Bersamakan itu diadakan tindakan-tindakan pembersihan terhadap unsur-unsur PKI dan
ormasnya.
- Kedaan ekonomi yang buruk
Sementara itu kedaan ekonomi semakin memburuk. Pada saat itu politik sebagai panglima,
akibatnya masalah lain terabaikan. Akibatnya di daerah muncul berbagai gejolak sosial yang
pada puncaknya menimbulakan pemberontakan.
- Tri Tuntutan Rakyat
Pada tanggal 12 januari 1966 berbagai kesatuan aksi yang tergabung dalam Front Pancasila
tersebut berkumpul di halaman gedung DPR-GR untuk mengajukan Tritura yang isinya :
a. Pembubaran PKI dan ormas-ormasnya.
b. Pembersihan kabinet Dwikora dari unsur-unsur PKI.
c. Penurunan harga barang-barang.
Aksi Tritura berlangsung selama 60 hari sampai dikeluarkannya surat perintah 11 Maret
1966.
- Kabinet seratus menteri
Pada tanggal 21 februari 1966 presiden Soekarno mengumumkan perubahan kabinet
9(reshuffle). Kabinet baru ini diberi nama kabinet Dwikora yang disempurnakan.
Adapun proses peraliahan kekuasaan politik dari orde lama ke orde baru adalah sebagai
berikut ;
Tanggal 16 Oktober 1966 Mayjen Soeharto telah dilantik menjadi Menteri Panglima
Angkatan Darat dan dinaikkan pangkatnya menjadi Letnan Jenderal. Pada awalnya untuk
menghormati presiden AD tetap mendukungnya. Namun presiden enggan mengutuk G 30 S AD
mulai mengurangi dukungannya dan lebih muali tertarik bekerja sam dengan KAMI dan KAPPI.
Keberanian KAMI dan KAPPI terutam karena merasa mendapat perlindungan dari AD.
Kesempatan ini digunakan oleh Mayjen Soeharto uintuk menawarkan jasa baik demi pulihnya
kemacetan roda pemerintahan dapat diakhiri. Untuk itu ia mengutus tiga Jenderal yaitu M.Yusuf,
Amir macmud dan Basuki Rahmat oleh Soeharto untuk menemui presiden guna menyampaikan
tawaran itu pada tanggal 11 Maret 1966. Sebagai hasilnya lahirlah surat perintah 11 Maret
1966
.
Pada tanggal 7 februari 1967, jenderal Soeharto menerima surat rahasia dari Presiden
melalui perantara Hardi S.H. Pada surat tersebut di lampiri sebuah konsep surat penugasan
mengenai pimpinan pemerintahan sehari-hari kepada pemegang Supersemar.
Pada 8 Februari 1967 oleh Jenderal Soeharto konsep tersebut dibicarakan bersama empat
panglima angkatan bersenjata.
Disaat belum tercapainya kesepakatan antara pemimpin ABRI, masalah pelengkap
Nawaksara dan semakin bertambah gawatnya konflik, pada tanggal 9 Februari 1967 DPR-GR
mengajukan resolusi dan memorandum kepada MPRS agar sidang Istimewa dilaksanakan.
Tanggal 10 Februari 1967 Jend. Soeharto menghadap kepad presiden Soekarno untuk
membicarakan masalah negara.
Pada tanggal 11 Februari 1967 Jend.Soharto mengajukan konsep yang bisa digunakan
untuk mempermudah penyelesaian konflik. Konsep ini berisi tentang pernyataan presiden
berhalangan atau presiden menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pemegang Supersemar
10

sesuai dengan ketetapan MPRS No.XV/MPRS/1966, presiden kemudian meminta waktu untuk
mempelajarinya.
Pada tanggal 12 Februari 1967, Jend.Soeharto kemudian bertemu kembali dengan presiden,
presiden tidak dapat menerima konsep tersebut karena tidak menyetujui pernyataan yang isinya
berhalangan.
Pada tanggal 13 Februari 1967, para panglima berkummpul kembali untuk membicarakan
konsep yang telah telah disusun sebelum diajukan kepada presiden
Pada tanggal 20 Februari 1967 ditandatangani konsep ini oleh presiden setelah diadakan
sedikit perubahan yakni pada pasal 3 di tambah dengan kata-kata menjaga dan menegakkan
revolusi.
Pada tanggal 23 Februari 1967, pukul 19.30 bertempat di Istana Negara presiden
/Mendataris MPRS/ Panglima tertinggi ABRI dengan resmi telah menyerahkan kekuasaan
pemerintah kepada pengemban Supersemar yaitu Jend.Soeharto.
Pada bulan Maret 1967, MPRS mengadakan sidang istimewa dalam rangka mengukuhkan
pengunduran diri Presiden Soekarno sekaligus mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat
presiden RI.
Proses Peralihan Kekuasaan Politik Setelah Peristiwa G 30S/PKI
Setelah Supersemar diumumkan, perjalanan politik di Indonesia mengalami masa
transisi. Kepemimpinan Soekarno telah kehilangan supremasinya. MPRS kemudan meminta
Presiden Soekarno untuk mempertanggungjawabkan hasil pemerintahannya, terutama berkaitan
dengan G 30S/PKI. Memasuki masa-masa terakhir transisi, pemerintah Indonesia menghadapi
masalah nasional yaitu,
1) Berusaha memperkuat pelaksanaan system konstitusional, menegakkan hokum, dan
menumbuhkan kehidupan demokrasi yang sehat sebagai syarat untuk mewujudkan stabilisasi
politik.
2) Melaksanakan pembangunan lima tahun yang pertama sebagai usaha untuk mengisi
kemerdekaan.
3) Tetap waspada dan sekaligus memberantas sisa-sisa kekuatan laten PKI.
Dalam Sidang Umun MPRS tahun 1966. Presiden Soekarno memberikan
pertanggungjawaban pemerintahannya, khususnya mengenai masalah yang menyangkut
peristiwa G 30S/PKI. Namun dalam pertanggungjawabannya itu, Presiden hanya memberikan
amanat seperti dalam siding-sidang lembaga yang berada dalam tanggung jawabnya. Pidato
pertanggungjawaban Presiden tersebut sering dikenal dengan istilah Nawaksara yang artinya
Sembilan pokok masalah. Akan tetapi, dalam sembilan pokok masalah tersebut tidak
menyinggung masalah peristiwa G 30S/PKI sehingga pertanggungjawaban tersebut tidak
lengkap dan MPRS meminta Presiden Soekarno untuk melengkapinya.
Pertanggungjawaban Presiden Soekarno yang ditolak oleh MPRS tersebut diikuti oleh
keadaan masyarakat yang semakin tidak menentu. Soeharto sebagai pengemban Supersemar
melakukan Sidang Istimewa MPRS. Kemudian pada tanggal 7 sampai 12 Maret 1967 berhasil
diadakan Sidang Istimewa MPRS.
Dalam siding tersebut, dapat dihasilkan dua keputusan yaitu,
1) MPRS menolak pertanggungjawaban Presiden Soekarno.
11

2) Penyerahan kekuasaan pemerintah kepada Soeharto sebagai pengemban Supersemar


berdasarkan Ketetapan MPRS No. XXXIII/MPRS/1967 yang berisi mencabut mandat dari
Presiden Soekarno, mencekal aktivitas politik Soekarno sampai pelaksanaan pemilu, dan
mengangkat Jenderal Soeharto sebagai pejabat presiden.
Dengan ketetapan itu, masa pemerintahan Orde Lama telah berakhir dan digantikan
dengan pemerintahan Soeharto yang ingin menegakkan dan memurnikan pelaksanaan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen, yang lebih dikenal dengan istilah Orde Baru,
sehingga dapat dikatakan bahwa Supersemar yang menandai dan menjadi tonggak munculnya
Orde Baru.
B. ORDE BARU
1. Lahirnya Orde Baru
Akibat adanya pemberontakan Gerakan 30 September timbullah reaksi dari berbagai
Parpol,Ormas,Mahasiswa dan kalangan pelajar. Pada tanggal 8 Oktober 1965 partai politik
seperti IPTKI, NU, Partai Kristen Indonesia, dan organisasi massa lainnya melakukan apel
kebulatan tekad untuk mengamankan Pancasila dan menuntut pembubaran PKI serta ormasormasnya. Pada tanggal 23 Oktober 1965 parpol yang anti komunis membentuk Front Pancasila
dan diikuti oleh pembentukan KAMI ( Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia ), KAPI ( Ksatuan
Aksi Pelajar Indonesia ), dan lain-lain. Pada tanggal 10 Januari 1966 KAMI mencetuskan
TRITURA ( Tiga Tuntutan Rakyat ) Bubarkan PKI dan ormas-ormasnya, Bersihkan kabinet
dari unsur PKI,dan turunkan harga-harga.
Tonggak lahirnya Orde Baru disimbolkan dalam bentuk Supersemar. Dengan
dikeluarkannya Supersemar ini maka kekuasaan Presiden Soekarno hampir hilang. Sementara
itu, Soeharto yang diplot sebagai pemegang amanat Supersemar semakin kuat posisinya di mata
rakyat. Padahal Supersemar sampai sekarang belum jelas keontetikannya. Akan tetapi
Supersemar sudah menjadi sumber hokum yang kuat untuk melahirkan pemerintahan Orde baru
yang ditandai dengan,
1) Pembubaran PKI
Pembubaran PKI beserta ormas-ormasnya dilaksanakan pada tanggal 12 Maret 1966.
Pembubaran dilakukan oleh Jenderal Soeharto dengan mengeluarkan keputusan No. 1/3/1966.
Pembubaran PKI juga diperkuat dengan Supersemar yang diterima Soeharto dari Presiden
Soekarno. Di samping itu pembubaran PKI juga didukung oleh masyarakat Indonesia.
2) Membersihkan Kabinet dari Unsur PKI
Melalui pengumuman Presiden No. 5 tanggal 18 Maret 1966 yang tertanda Jenderal
Soeharto atas nama presiden dilakukan penangkapan beberapa menteri Kabinet Dwikora yang
dianggap tersangkut dengan PKI. Di antara para menteri yang tertangkap terdapat pula
Menteri Luar Negeri Dr. Subandrio dan kemudian diadili di Mahkamah Luar Biasa.
3) Penataan Lembaga-Lembaga Pemerintahan
Dalam melaksanakan penataan pemerintah Indonesia, pemerintah menunjuk MPRS
sebagai lembaga tertinggi negara. Dengan penunjukan ini, maka MPRS mengeluarkan
pernyataan untuk kembali ke Pancasila dan UUD 1945 sebagai pandangan bangsa Indonesia.
Kemudian MPRS melakukan sidingnya yang ke-4 yakni dari tanggal 20 Juni-5 Juli 1966.
Sidang ini dipimpin oleh Jenderal A.H. Nasution, dan menghasilkan ketetapan-ketetapan
penting yang di antaranya adalah sebagai berikut.
12

a) Tap. No. IX/MPRS/1966 tentang Supersemar.


b) Tap. No. XII/MPRS/1966 tentang kebijaksanaan politik luar negeri Indonesia bebas aktif.
c) Tap. No. XIII/MPRS/1966 tentang pemberian wewenang kepada Soeharto untuk
membentuk Kabinet Ampera.
d) Tap. No. XVIII/MPRS/1966 tentang pencabutan Tap. No. III/MPRS/1963 tentang
pengangkatan Soekarno sebagai presiden seumur hidup.
e) Tap. No. XXV/MPRS/1966 tentang pembubaran PKI dan ormas-ormasnya serta larangan
untuk menyebarkan ajaran komunis-marxisme-leninisme.
Dengan dikukuhkannya Supersemar dalam ketetapan MPRS, maka Presiden Soekarno
tidak dapat mencabutnya, melainkan justru sebaliknya dituntut untuk mendukungnya.
Setelah terbentuk pemerintahan Orde Baru ada beberapa langkah kebijakan yang
dilakukan untuk memecahkan masalah-masalah yang dialami oleh Bangsa Indonesia. Kebijakan
yang diambil oleh pemerintah Orde Baru lebih mementingkan perbaikan kehidupan di berbagai
bidang untuk menciptakan masyarakat yang sejahtera. Di samping itu, terjadi pula perubahan
system politik dari terpimpin menuju system politik Pancasila yaitu system politik yang
mendasarkan pada nilai-nilai Pancasila. Selanjutnya pemerintah Orde Baru juga memajukan
industrialisasi dan perekonomian. Kebijakan yang pertama adalah di bidang perekonomian. Hal
ini dilakukan karena kehidupan ekonomi pasca transisi dari pemerintah Orde Lama ke Orde Baru
sangat memperhatikan yaitu terjadi krisis moneter sehingga menyebabkan inflasi yang cukup
tinggi. Jika hal ini tidak diperbaiki maka harga kebutuhan pokok tidak terjangkau oleh
masyarakat yang nantinya akan menimbulkan masalah oleh pemerintah Orde Baru yaitu
pinjaman lunak dari negara-negara donor. Di samping itu pemerintah juga mengambil kebijakan
perbaikan perekonomian dengan menitikberatkan pada industrilisasi. Industrilisasi yang
dimaksud adalah industry pertanian guna mencapai swasembada pangan. Setelah mengambil
kebijakan strategis di bidang perekonomian kemudian melakukan kebijakan di bidang politik,
sosial, hokum, dan lain sebagainya sampai kehidupan masyarakat Indonesia berjalan lancar.
Kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintahan Orde Baru selalu berpusat pada pemerintah pusat
di Jakarta. Daerah-daerah tidak diberi kesempatan untuk ikut dalam melakukan kebijakan.
Dengan hal tersebut, kebijakan pemerintahan Orde Baru bercirikan sentralisasi. Kebijakan ini
membungkam masyarakat Indonesia sehingga tidak dapat melakukan kritik terhadap pemerintah
Indonesia. Di sisi lain, kebijakan ini juga membawa dampak negative berupa merebaknya KKN
di tubuh pemerintah Indonesia.
Kebijakan pemerintah orde baru adalah kebijakan yang serba hati-hati. Pemerintah orde
baru tidak segan-segan mengadakan penumpasan terhadap para pemberontak. Hal ini telah
terjado di daerah Aceh dimana dilakukan Daerah Operasi Militer (DOM). Pelaksanaan ini sangat
represif, yaitu sering terjadi pelanggaran HAM. Pemerintah orde baru juga melarang segala
aktivitas demonstrasi maupun aktivitas politik lainnya, mencekal media massa yang kritis
terhadap pemerintah, serta selalu menjadikan sesuatu yang berlawanan dengan ideologinya
sebagai penjahat politik dan harus dipenjara. Pemerintahan Soeharto juga membanggabanggakan TNI. TNI diberi kedudukan yang strategis di dalam kehidupan politik. TNI juga
diberi hak untuk memilih dan menjadi wakil di parlemen. Dengan kebijakan ini maka
pemerintah orde baru tumbuh subur. Adapun ciri-ciri dari pemerintahan orde baru secara garis
besar adalah sebagai berikut,
1) Bersifat komando atau sentralisasi dalam pengambilan kebijakan.
13

2) Bertindak secara represif dalam menindak lawan politiknya.


3) Mendominasi pengambilan keputusan strategis.
4) Mementingkan kekuatan ABRI dalam menyesaikan politik.
2. Kebijakan Politik Orde Baru
Rezim Orde Baru memiliki kekuasaan penuh mengendalikan kehidupan politik masa itu.
Kebijakan politik yang diterapkan dalam masa Orde Baru dapat dilihat dari awal lahirnya Orde
Baru. Pemberangusan hak-hak berpolitik bagi eks anggota PKI dan keluarganya, merupakan
salah satu kebijakan yang mengundang kontroversi dari masyarakat. Pemerintah Orde Baru
memberikan kesempatan politik hanya kepada golongan tertentu saja. Menjelang
dilaksanakannya pemilu pada tahun 197, jumlah partai yang menjadi peserta, tidak sebanyak
partai politik di tahun 1955. Dari hasil pemilu tersebut para wakil-wakil partai menduduki 360
kursi ditambah 100 kursi lagi yang anggota-anggotanya diangkat oleh Presiden sehingga anggota
DPR berjumlah 460 orang. Dari susunan kursi DPR yang semacam ini maka DPR selalu
mendukung kebijakan yang diambil oleh pemerintah. Untuk pemiliu-pemilu selanjutnya tahun
1977,1982,1987,1992, hingga 1997 pemerintah menyederhanakan jumlah partai politik yang
ada. Hal ini dilakukan sesuai dengan Undang-Undang nomor 3 tahun 1975 . Partai Persatuan
Pembangunan merupakan fusi dari partai-partai islam seperti NU, Parmusi, PSSI, dan PERTI.
Sedangkan Partai Demokrasi Indonesia adalah fusi dari PNI, Partai Katolik, Partai Murba, IPKI,
dan Parkindo, hanya Golkar yang tidak mempunyai fusi partai manapun.
3. Menguatnya Peran Negara dan Dampaknya
Pemegang pemerintahan di Orde Baru adalah kalangan militer. Kekuasaan sentralistik
yang digunakan oleh pemerintah Orde Baru menunjukkan berbagai akibatnya di akhir
pemerintahan Orde Baru. Kekuasaan militer hampir di seluruh bidang pembangunan.
Pada akhir tahu 90-an dengan runtuhnya rezim Orde Baru dan seiring dengan era
reformasi terbuka kesempatan bagi rakyat untuk menentanng kekuasaan yang otoriter itu .
operasi militer mengerikan yang selam 10 tahun tertutup rapat dari pengetahuan publikpun
terbongkar. Presiden Soeharto dan rezimnya menyadari bahwa, kemenangan mereka dapat
tercapai antara lain berkat dukungan tokoh-tokoh islam termasuk ormas-ormasnya simpatisan
masyumi. Tetapi ketika muncul tuntutan dari tokoh-tokoh masyumi yang baru bebas dari tahanan
rezim Orde Lama, untuk merehabilitasi partainya, Soeharto tegas menolak dengan alasan
yuridis, ketatanegaraan, dan psikologi . Bahkan Soeharto dengan nada yang agak marah,
mengaskan, Ia menolak setiap keagamaan dan akan menindak setiap usaha eksploitasi masalah
agama untuk maksud-maksud kegiatan politik yang tidak pada tempatnya. Dalam kata lain,
pemerintahan Orde Baru yang didominasi militer tidak menyukai kebangkitan politik islam.
4. Jatuhnya Pemerintahan Orde Baru.
Pemerintah Orde Baru selama 32 tahun, ternyata tidak konsisten dan konsekuen terhadap
tekad awalnyamuncul Orde Baru. Pada awalnya Orde Baru bertekad melaksanakan Pancasila
dan UUD 1945 secara murni dan konsekuen dalam tatanan bermasyarakat, berbangsa, dan
bertanah air. Latar belakang munculnya tuntutan Soeharto agar mundur dari jabatannya atau
yang menjadi titik awal berakhirnya Orde Baru.
14

Adanya krisis politik di mana setahun sebelum pemilu 1997, kehidupan politik Indonesia
mulai memanas. Pemerintah yang didukung Golkar berusaha memepertahankan kemenangan
mutlak yang telah dicapai dalam lima pemilu sebelumnya. PPP begitupun PDI ataupun Golkar
dianggapa tidak mampu lagi memenuhi aspirasi politik masyarakat.
Adanya krisis ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan Juli 1997. Sebenarnya
krisis
ini juga terjadi dibeberapa negara di Asia namun Indonesialah yang merasakan dampak yang
paling buruk. Hal ini disebabkan karena pondasi perekonomian Indonesia rapuh, praktik KKN,
dan monopoli ekonomi mewarnai pembangunan ekonomi Indonesia.
Adanya krisis Sosial, bersamaan dengan krisis ekonomi kekerasan di masyarakat semakin
meningkat. Melonjaknya angka pengangguran. Kesenjangan ekonomi menyebabkan
kecemburuan sosial di tengah masyarakat. Gerakan moral dalam aksi damai menuntut reformasi
mulai ditunggangi berbagai kepentingan individu dan kelompok.
Pelaksanaan hukum di masa Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan. Misalnya kekuasaan
kehakiman yang dinyatakan dalam pasal 24 UUD 1945 bahwa kehakiman memilik kekuasaan
yang merdeka dan terlepas dari kekuasaan pemerintahan. Namun pada kenyataannya kekuasaan
kehakiman berada di bawah kekuasaan eksekutif.
Kronologi jatuhnya pemerintahan Orde Baru berawal dari terpilihnya kembali Soeharto
sebagai presiden melalui sidang umum MPR yang berlangsung tanggal 1 11 Maret 1998,
ternyata tidak menimbulkan dampak positif yang berarti bagi upaya pemulihan kondisi ekonomi
bangsa justeru memperparah gejolak krisis. Dan gelombang aksi mahasiswa silih berganti
menyuarakan beberapa agenda reformasi.
Keberhasilan Pemerintahan Orde Baru dalam melaksanakan pembangunan ekonomi, harus
diakui sebagai suatu prestasi besar bagi bangsa Indonesia. Di tambah dengan meningkatnya
sarana dan prasarana fisik infrastruktur yang dapat dinikmati oleh sebagian besar masyarakat
Indonesia.
Namun, keberhasilan ekonomi maupun infrastruktur Orde Baru kurang diimbangi dengan
pembangunan mental ( character building ) para pelaksana pemerintahan (birokrat), aparat
keamanan maupun pelaku ekonomi (pengusaha / konglomerat). Kalimaksnya, pada pertengahan
tahun 1997, korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) yang sudah menjadi budaya (bagi penguasa,
aparat dan penguasa)
Faktor Penyebab Munculnya Reformasi
Banyak hal yang mendorong timbulnya reformasi pada masa pemerintahan Orde Baru,
terutama terletak pada ketidakadilan di bidang politik, ekonomi dan hukum. Tekad Orde Baru
pada awal kemunculannya pada tahun 1966 adalah akan melaksanakan Pancasila dan UUD 1945
secara murni dan konsekuen dalam tatanan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
1. Krisis Politik
Demokrasi yang tidak dilaksanakan dengan semestinya akan menimbulkan permasalahan
politik. Ada kesan kedaulatan rakyat berada di tangan sekelompok tertentu, bahkan lebih banyak
di pegang oleh para penguasa. Dalam UUD 1945 Pasal 2 telah disebutkan bahwa Kedaulatan
adalah ditangan rakyat dan dilaksanakan sepenuhnya oleh MPR. Pada dasarnya secara de jore
(secara hukum) kedaulatan rakyat tersebut dilakukan oleh MPR sebagai wakil-wakil dari rakyat,

15

tetapi secara de facto (dalam kenyataannya) anggota MPR sudah diatur dan direkayasa, sehingga
sebagian besar anggota MPR itu diangkat berdasarkan ikatan kekeluargaan (nepotisme).
Keadaan seperti ini mengakibatkan munculnya rasa tidak percaya kepada institusi
pemerintah, DPR, dan MPR. Ketidak percayaan itulah yang menimbulkan munculnya gerakan
reformasi. Gerakan reformasi menuntut untuk dilakukan reformasi total di segala bidang,
termasuk keanggotaan DPR dam MPR yang dipandang sarat dengan nuansa KKN.
Gerakan reformasi juga menuntut agar dilakukan pembaharuan terhadap lima paket
undang-undang politik yang dianggap menjadi sumber ketidakadilan, di antaranya :
UU No. 1 Tahun 1985 tentang Pemilihan Umum
UU No. 2 Tahun 1985 tentang Susunan, Kedudukan, Tugas dan Wewenang DPR / MPR
UU No. 3 Tahun 1985 tentang Partai Politik dan Golongan Karya.
UU No. 5 Tahun 1985 tentang Referendum
UU No. 8 Tahun 1985 tentang Organisasi Massa.
Perkembangan ekonomi dan pembangunan nasional dianggap telah menimbulkan
ketimpangan ekonomi yang lebih besar. Monopoli sumber ekonomi oleh kelompok tertentu,
konglomerasi, tidak mempu menghapuskan kemiskinan pada sebagian besar masyarakat
Indonesia. Kondisi dan situasi Politik di tanah air semakin memanas setelah terjadinya peristiwa
kelabu pada tanggal 27 Juli 1996. Peristiwa ini muncul sebagai akibat terjadinya pertikaian di
dalam internal Partai Demokrasi Indonesia (PDI).
Krisis politik sebagai faktor penyebab terjadinya gerakan reformasi itu, bukan hanya
menyangkut masalah sekitar konflik PDI saja, tetapi masyarakat menuntut adanya reformasi baik
didalam kehidupan masyarakat, maupun pemerintahan Indonesia. Di dalam kehidupan politik,
masyarakat beranggapan bahwa tekanan pemerintah pada pihak oposisi sangat besar, terutama
terlihat pada perlakuan keras terhadap setiap orang atau kelompok yang menentang atau
memberikan kritik terhadap kebijakan-kebijakan yang diambil atau dilakukan oleh pemerintah.
Selain itu, masyarakat juga menuntut agar di tetapkan tentang pembatasan masa jabatan
Presiden.
Terjadinya ketegangan politik menjelang pemilihan umum tahun 1997 telaah munculnya
kerusuhan baru yaitu konflik antar agama dan etnik yang berbeda. Menjelang akhir kampanye
pemilihan umum tahun 1997, meletus kerusuhan di Banjarmasin yang banyak memakan korban
jiwa.
Pemilihan umum tahun 1997 ditandai dengan kemenangan Golkar secara mutlak. Golkar
yang meraih kemenangan mutlak memberi dukungan terhadap pencalonan kembali Soeharto
sebagai Presiden dalam Sidang Umum MPR tahun 1998 2003. Sedangkan di kalangan
masyarakat yang dimotori oleh para mahasiswa berkembang arus yang sangat kuat untuk
menolak kembali pencalonan Soeharto sebagai Presiden.
Dalam Sidang Umum MPR bulan Maret 1998 Soeharto terpilih sebagai Presiden
Republik Indonesia dan BJ. Habibie sebagai Wakil Presiden. Timbul tekanan pada
kepemimpinan Presiden Soeharto yang dating dari para mahasiswa dan kalangan intelektual.
2. Krisis Hukum
Pelaksanaan hukum pada masa pemerintahan Orde Baru terdapat banyak ketidakadilan.
Sejak munculnya gerakan reformasi yang dimotori oleh kalangan mahasiswa, masalah hukum
juga menjadi salah satu tuntutannya. Masyarakat menghendaki adanya reformasi di bidang
hukum agar dapat mendudukkan masalah-masalah hukum pada kedudukan atau posisi yang
sebenarnya.
16

3. Krisis Ekonomi
Krisis moneter yang melanda Negara-negara di Asia Tenggara sejak bulan Juli 1996, juga
mempengaruhi perkembangan perekonomian Indonesia. Ekonomi Indonesia ternyata belum
mampu untuk menghadapi krisi global tersebut. Krisi ekonomi Indonesia berawal dari
melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat.
Ketika nilai tukar rupiah semakin melemah, maka pertumbuhan ekonomi Indonesia menjadi 0%
dan berakibat pada iklim bisnis yang semakin bertambah lesu. Kondisi moneter Indonesia
mengalami keterpurukan yaitu dengan dilikuidasainya sejumlah bank pada akhir tahun 1997.
Sementara itu untuk membantu bank-bank yang bermasalah, pemerintah membentuk Badan
Penyehatan Perbankan Nasional (KLBI). Ternyata udaha yang dilakukan pemerintah ini tidak
dapat memberikan hasil, karena pinjaman bank-bank bermasalah tersebut semakin bertambah
besar dan tidak dapat di kembalikan begitu saja.
Krisis moneter tidak hanya menimbulkan kesulitan keuangan Negara, tetapi juga telah
menghancurkan keuangan nasional. Faktor lain yang menyebabkan krisis ekonomi yang melanda
Indonesia tidak terlepas dari masalah utang luar negeri. Utang Luar Negeri Indonesia Utang luar
negeri Indonesia menjadi salah satu faktor penyebab munculnya krisis ekonomi. Namun, utang
luar negeri Indonesia tidak sepenuhnya merupakan utang Negara, tetapi sebagian lagi merupakan
utang swasta. Utang yang menjadi tanggungan Negara hingga 6 februari 1998 mencapai 63,462
miliar dollar Amerika Serikat, utang pihak swasta mencapai 73,962 miliar dollar Amerika
Serikat. Akibat dari utang-utang tersebut maka kepercayaan luar negeri terhadap Indonesia
semakin menipis. Keadaan seperti ini juga dipengaruhi oleh keadaan perbankan di Indonesia
yang di anggap tidak sehat karena adanya kolusi dan korupsi serta tingginya kredit macet.
Penyimpangan Pasal 33 UUD 1945 Pemerintah Orde Baru mempunyai tujuan
menjadikan Negara Republik Indonesia sebagai Negara industri, namun tidak
mempertimbangkan kondisi riil di masyarakat. Masyarakat Indonesia merupakan sebuah
masyarakat agrasis dan tingkat pendidikan yang masih rendah.
Sementara itu, pengaturan perekonomian pada masa pemerintahan Orde Baru sudah jauh
menyimpang dari sistem perekonomian Pancasila. Dalam Pasal 33 UUD 1945 tercantum bahwa
dasar demokrasi ekonomi, produksi dikerjakan oleh semua untuk semua di bawah pimpinan atau
pemilikan anggota-anggota masyarakat. Sebaliknya, sistem ekonomi yang berkembang pada
masa pemerintahan Orde Baru adalah sistem ekonomi kapitalis yang dikuasai oleh para
konglomerat dengan berbagai bentuk monopoli, oligopoly, dan diwarnai dengan korupsi dan
kolusi.
Pola Pemerintahan Sentralistis Sistem pemerintahan yang dilaksanakan oleh pemerintah
Orde Baru bersifat sentralistis. Di dalam pelaksanaan pola pemerintahan sentralistis ini semua
bidang kehidupan berbangsa dan bernegara diatur secara sentral dari pusat pemerintah yakni di
Jakarta.
Pelaksanaan politik sentralisasi yang sangat menyolok terlihat pada bidang ekonomi. Ini terlihat
dari sebagian besar kekayaan dari daerah-daerah diangkut ke pusat. Hal ini menimbulkan
ketidakpuasan pemerintah dan rakyat di daerah terhadap pemerintah pusat. Politik sentralisasi ini
juga dapat dilihat dari pola pemberitaan pers yang bersifat Jakarta-sentris, karena pemberitaan
yang berasala dari Jakarta selalu menjadi berita utama. Namun peristiwa yang terjadi di daerah
yang kurang kaitannya dengan kepentingan pusat biasanya kalah bersaing dengan berita-barita
yang terjadi di Jakarta dalam merebut ruang, halaman, walaupun yang memberitakan itu pers
daerah.
4. Krisis Kepercayaan
17

Demontrasi di lakukan oleh para mahasiswa bertambah gencar setelah pemerintah


mengumumkan kenaikan harga BBM dan ongkos Elang Mulia Lesmana, Heri Hartanto,
Hendriawan Lesmana, dan Hafidhin Royan.
Tragedi Trisakti itu telah mendorong munculnya solidaritas dari kalangan kampus dan
masyarakat yang menantang kebijakan pemerintahan yang dipandang tidak demokratis dan tidak
merakyat.
Soeharto kembali ke Indonesia, namun tuntutan dari masyarakat agar Presiden Soeharto
mengundurkan diri semakin banyak disampaikan. Rencana kunjungan mahasiswa ke Gedung
DPR / MPR untuk melakukan dialog dengan para pimpinan DPR / MPR akhirnya berubah
menjadi mimbar bebas dan mereka memilih untuk tetap tinggal di gedung wakil rakyat tersebut
sebelum tuntutan reformasi total di penuhinya. Tekanan-tekanan para mahasiswa lewat
demontrasinya agar presiden Soeharto mengundurkan diri akhirnya mendapat tanggapan dari
Harmoko sebagai pimpinan DPR / MPR. Maka pada tanggal 18 Mei 1998 pimpinan DPR/MPR
mengeluarkan pernyataan agar Presiden Soeharto mengundurkan diri.
Presiden Soeharto mengadakan pertemuan dengan tokoh-tokoh agama, tokoh-tokoh
masyarakat di Jakarta. Kemudian Presiden mengumumkan tentang pembentukan Dewan
Reformasi, melakukan perubahan kabinet, segera melakukan Pemilihan Umum dan tidak
bersedia dicalonkan kembali sebagai Presiden.
Dalam perkembangannya, upaya pembentukan Dewan Reformasi dan perubahan kabinet
tidak dapat dilakukan. Akhirnya pada tanggal 21 Mei 1998 Presiden Soeharto menyatakan
mengundurkan diri/berhenti sebagai Presiden Republik Indonesia dan menyerahkan Jabatan
Presiden kepada Wakil Presiden Republik Indonesia, B.J. Habibie dan langsung diambil
sumpahnya oleh Mahkamah Agung sebagai Presiden Republik Indonesia yang baru di Istana.

18

BAB III
PENUTUP
Demikianlah makalah yang kami buat semoga bermanfaat bagi orang yang membacanya
dan menambah wawasan bagi orang yang membaca makalah ini. Dan saya mohon maaf apabila
ada kesalahan dalam penulisan kata dan kalimat yang tidak jelas, mengerti, dan lugas mohon
jangan dimasukan ke dalam hati.
Dan kami juga sangat mengharapkan yang membaca makalah ini akan bertambah
motivasinya dan mengapai cita-cita yang di inginkan, karena saya membuat makalah ini
mempunyai arti penting yang sangat mendalam.
Sekian penutup dari kami semoga berkenan di hati dan kami ucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya.

19

DAFTAR PUSTAKA
Baduka, l Wayan. 2000. Sejarah Nasional dan Umum, Jakarta: Erlangga.
Lukman, Asep dan Yanyan Hardiana. 1997. Sejarah Nasional dan Umum Idonesia II. Jakarta:
Depdikbud.
Notosusanto, Nugroho. 1992. Sejarah Nasional II. Jakarta: Depdikbud.
Poesponegoro, Marwati Djoned dan Nugroho Notosusanto. 1992. Sejarah Nasional II. Jakarta:
Depdikbud.
Puar, Yusuf Abdullah. 1985. Masuknya Islam ke Indonesia. Jakarta: CV Indrajaya.
Tharniend R., Nico. 2000. Sejarah II. Jakarta: Yudhistira.
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_(1966-1998)
http://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Lama
http://id.wikipedia.org/wiki/Orde_Baru
http://sokhi95.blogspot.com/2013/04/makalah-mengenai-orde-lama-orde-baru.html

20

LAMPIRAN

21

You might also like