Professional Documents
Culture Documents
Tanah Ultisol
Pada masa lalu tanah Ultisol disebut tanah podsolik merah kuning. Tanah
ini tersebar luas di Indonesia, di Jawa, Kalimantan, Sumatera, Maluku dan Papua,
merupakan tanah yang kurang mampu mendukung produktifitas tanaman
disebabkan terutama rendahnya hara yang terkandung serta tingginya erosi
(Hairiah et al., 2000). Tanah Ultisol memiliki ciri pH rendah berkisar 4 pada
horizon A dan 5 pada horizon B.
Sumatera Utara lebih rendah dibanding di Pulau Jawa. Kapasitas tukar kation
(KTK) dari tanah Ultisol rendah berkisar 3-7 me/100g atau 3-7 cmol (+)/kg
(Tan, 2007). Tanah Ultisol yang belum terjamah pada hutan primer memiliki
kandungan bahan organik yang lumayan tinggi (4% pada horizon A). Jika hutan
dibuka dan dibersihkan melalui metode tebang bakar, maka pada awalnya tanah
ini masih mampu mendukung pertumbuhan padi gogo dan jagung namun pada
penanaman berikut produksi tanaman terus berkurang dan akhirnya hanya ubi
kayu yang dapat tumbuh dan menghasilkan (McIntosch and Effendi, 1979;
Sitompul et al., 1992). Dengan menurunnya kesuburan tanah seringkali tanah ini
dibiarkan
tidak
ditanami,
dan
kemudian
tumbuhlah
alang-alang
Pelapukan tanah yang drastis cepat dan pencucian yang tinggi mengakibatkan
tanah Ultisol memiliki kemasaman yang rendah (Tan, 2007).
perkebunan seperti kelapa sawit dan karet lebih sesuai dibandingkan untuk
tanaman semusim (Tan, 2007).
Ion-ion Al dan Fe dapat diikat oleh bahan organik menjadi organokompleks. Proses ini adalah proses kimia, sehingga kelarutan Al dan Fe dalam
tanah yang semula tinggi dan bersifat racun dapat dikurangi. Tidak semua Al dan
Fe tersebut dapat terikat, tetapi hanya beberapa bentuk dalam senyawa tertentu
(Sudardjo, dkk, 1993).
Cacing Tanah
tanaman dan kesuburan tanah, akan dibahas terlebih dahulu biologi dan ekologi
dari cacing tanah, agar lebih mengenal cacing itu lebih dekat lagi.
Cacing tanah memiliki bentuk simetris secara bilateral, memiliki segmen
di bahagian luar. Tidak memiliki tulang dan cuticle (kulit) yang tipis berpigmen,
memiliki setae pada semua segmennya kecuali pada 2 segmen pertama, dengan
lapisan terluar mempunyai otot sirkuler (bundar) dan lapisan terdalam memiliki
otot memanjang (longitudinal). Cacing tanah merupakan hewan hermaphrodite
dan memiliki beberapa gonad yang terletak pada posisi segmen tertentu. Setelah
dewasa, akan terjadi pembengkakkan pada epidermis yang disebut clitellum,
terletak pada segmen tertentu yang akan membentuk cocoon.
yang diperolehnya dari dalam makanan. Setelah menjadi halus makanan menuju
intestine. Intestine merupakan saluran yang panjang hampir sepanjang badan
cacing. Proses pengolahan dan penyerapan makanan berlangsung di intestine. Di
dalam intestine akan dikeluarkan sejumlah enzim dan berbagai jenis
mikroorganisme yang bekerja untuk mengolah makananan ini.
Di dinding
intestine terdapat sejumlah saluran darah yang berfungsi menyerap sari pati
makanan dari dalam intestine untuk dialirkan keseluruh tubuh cacing. Makanan
yang tidak diserap akan dibuang melalui saluran pembuangan, dan kotoran cacing
tanah ini dinamakan kascing (casting).
Kehadiran cacing
jelas karena adanya tipe peralihan dari satu ekologi ke ekologi yang lain. Pada
Tabel 1 dapat dilihat ciri umum dari pengelompokan cacing secara ekologi
(Edwards dan Bohlen, 1996).
Tabel 1. Beberapa ciri dari masing kelompok cacing tanah secara ekologi
Ciri
Spesies epigeic
Spesies endogeic
Spesies anecic
Makanan
Mendekomposisi
Mineral
tanah Mendekomposisi
residu organik pada terutama
yang residu organik pada
permukaan
tanah, kaya residu
permukaan tanah dan
sedikit atau tidak
kadang dibawa ke
memakan tanah
lapisan lebih dalam,
memakan tanah
Pigmentasi
Ukuran
dewasa
Kecil medium
Lubang
Mobilitas
Gerak cepat
ada gangguan
Masa
Pendek
berkembang
biak
Medium
hanya
Besar
Banyak dan
Besar,
permanen,
lubang
lubang vertical
subhorizontal,
biasanya 10-15 cm
dari
permukaan
tanah
kalau Agak lambat
Cepat mask ke dalam
lubang tetapi lebih
lambat dari epigeic
Pendek
Kekeringan
Selamat
bentuk telur
Pemangsa
Banyak,
terutama Kurang, beberapa
burung, tikus dan predasi
oleh
arthropoda pemangsa burung
dan
arthropoda
Panjang
dalam Masuk
dalam Menjadi
masa diapause
bergerak
tidak
Besar
pengaruh dari cacing dipengaruhi oleh kelompok secara ekologi dan ukuran
cacing, tumbuhan, bahan induk tanah, iklim, waktu, dan sejarah penggunaan
(Zhang et al. 2007).
Pada ekosistem padang penggembalaan, kehadiran sejumlah cacing tanah
menjadi indikator dari kesuburan tanah.
kimia dan biologi tanah yang dapat meningkatkan kesuburan tanah antara lain :
1.
Hasil uji
rumput
diatasi oleh
cacing
31,7% setelah 6 bulan dan menjadi 60,6% setelah 30 bulan inokulasi cacing.
Agregat yang dibentuk oleh cacing memiliki stabilitas terhadap air yang lebih
tinggi.
Edwards (2004) menemukan bahwa ketika bahan organik dan tanah
masuk ke dalam pencernaan tanah kalsium, asam humat, bahan organik dan
polisakarida akan
cacing, dimana kotoran cacing tersebut lebih porous dan remah dan
mempunyai banyak kelebihan seperti stabilitas terhadap hantaman air sangat
kuat, ketersediaan hara tinggi, dan kemampuan menahan hara yang tinggi.
Ketterings et al. (1997) juga menemukan bahwa kebanyakan kompleks
organik-mineral dibentuk setelah aktifitas cacing tanah. Sebagai hasilnya,
agregat yang tahan air dengan > 1000 m meningkat dengan nyata.
Bossuyt et al. (2005) juga setuju bahwa karbon terkombinasi dengan agregat
tanah yang stabil melalui aktifitas cacing tanah.
Dengan meningkatnya
stabilitas agregat, bahan organik yang terkombinasi akan lebih tahan lama di
dalam tanah dan tidak didekomposisi dengan mudah. Ditambah lagi saluran/
lubang dari cacing penuh dengan kotoran cacing baik. Kotoran-kotoran yang
diproduksi terus menerus akan memproduksi pori nonkapiler, selanjutnya
memperbaiki ventilasi dan permeabilitas, dan memperbaiki struktur tanah.
2.
mineralisasi
bahan
organik,
dan
menstabilkan
siklus
hara
Beberapa
tanah dan jika dilakukan pengembalian residu tanaman gandum pada sistem
rotasi tanam gandum dan padi, hasil ini menunjukkan adanya fungsi ganda
dari cacing tanah dengan peningkatan biomassa mikroba dan peningkatan
mineralisasi N organik (Li et al. 2002). Aktifitas cacing tanah meningkatkan
permeabilitas tanah dan juga memungkinkan meningkatnya kehilangan
nitrogen akibat pencucian. Walaupun inokulasi cacing tanah pada tanah yang
mengalami pengembalian bagian atas tanaman di permukaan tanah
meningkatkan pencucian nitrogen, namun kehilangan N yang berasal dari
pupuk tidak dijumpai dalam jumlah yang cukup berarti (Wang et al, 2004).
3.
tambahan, cacing tanah memotong sisa tanaman menjadi ukuran yang kecil,
dan selanjutnya akan didekomposisi oleh protozoa dan mikroba tanah.
Sementara itu,ada hubungan yang langsung dan tidak langsung antara cacing
tanah dan mikroba dalam siklus N dan P di dalam tanah melalui perannya
dalam mengubah jumlah, jenis dan struktur mikroba dan meningkatkan
pelepasan hasil metabolismenya.
4.
logam berat).
Walaupun
produksi buah kiwi dari pertanian organik belum mampu mengimbangi produksi
kiwi pada pertanian dengan menggunakan pupuk buatan (konvensional) namun
kondisi tanah pada pertanian organik semakin membaik, sementara kondisi tanah
pada pertanian konvensional semakin menurun.
Cacing tanah merupakan makrofauna
organik dan tanah, untuk mendapatkan bahan organik maka cacing tanah harus
naik ke permukaan tanah maka terbentuklah saluran vertikal (Lee, 1985). Sistem
drainase yang dibentuk cacing tanah memiliki ketahanan yang lebih tinggi,
karena cacing akan mengeluarkan mucus hasil ekskresi dari permukaan
tubuhnya untuk merekatkan partikel di dinding saluran agar tidak rubuh
(Edwards and Bohlen, 1996). Diameter saluran ini berkisar 1-22 mm dan dapat
sepanjang 800 m2 (Bouch, 1997). Kesemua sifat tersebut sangat mempengaruhi
erosi tanah. Cacing endogeic dapat dibedakan atas 2 kelompok tergantung pada
fungsi pada sifat fisik tanah yaitu mengikat dan melonggarkan sehingga
efeknya terhadap erodibilitas tanah berbeda. Pengaruh cacing tanah ini pada
erodibilitas tanah dan erosi tanah tergantung pada jenis tanah dan kandungan
bahan organik di dalam tanah. Pada tanah berkaolinit, dengan tidak
mempertimbangkan kandungan liat, endogeic sangat mempengaruhi proses
agregasi, stabilitas agregat, porositas tanah dan distribusi ukuran pori. Sementara
pada tanah berliat smectite (seperti vertisol), cacing tanah kurang mempengaruhi
erodibilitas
tanah
dibandingkan
pengaruh
bahan
organik
dan
kation
Saat ini penurunan kualitas tanah telah menjadi masalah yang serius akibat
konversi lahan hutan alam menjadi lahan pertanian dengan jalan membersihkan
lahan dan membakar sejumlah besar biomasa tanaman. Hal ini merupakan
gangguan terbesar bagi biota tanah. Penelitian menunjukkan bahwa diversitas dan
diketahui dapat
bagi
tanaman
lebih
banyak
dibandingkan
tanah
sekitarnya
mepunyai tekanan lingkungan yang relatif berat, dengan kondisi pH tanah rendah
(sangat asam), dan bahan organik rendah (Anwar, 2009).
Masing-masing spesies cacing tanah memiliki ciri spesifik sesuai dengan
peran ekologis pada habitatnya serta kebiasaan dalam menggali terowongan.
Amynthas gracilis termasuk cacing tanah anesik, Cacing tanah anesik merupakan
cacing tanah yang berukuran besar dan mampu membentuk terowongan yang
dalam dan ukuran yang lebih. Cacing tanah anesik dan endogeik merupakan
soil engineer yang berperan penting dalam mencampur serasah dengan lapisan
tanah di bawahnya (Hong, 2001).
Spesies cacing tanah dapat dibedakan berdasarkan tipe seta, tipe klitelum
serta respon saat diberi rangsang berupa sentuhan. tipe klitelum shaddle-shape
merupakan pembeda cacing tanah genus Perionyx dari cacing tanah Pheretima
dan Amynthas gracilis yang keduanya memiliki tipe klitelum annular. Selain itu,
respon saat diberi sentuhan juga dapat dijadikan ciri pembeda di antara cacing
tanah. Amynthas gracilis. akan segera menggeliatkan tubuhnya untuk melarikan
diri. Kadar protein cacing tanah Amynthas gracilis 39.40 %. Ukuran dan bentuk
kascing sangat beragam, tergantung dari cacing tanah yang menghasilkannya
Amynthas gracilis berbentuk tidak beraturan (amorf) (Sofyan, dkk, 2009).
Hasil penelitian Sofyan, dkk, (2009) Kadar N total kascing tertinggi
dimiliki oleh Amynthas gracilis sebesar 0,40% dan terendah dimiliki oleh
Pheretima sebesar 0,17%. Nilai N total ini jauh lebih kecil dibandingkan dengan
kascing L. rubellus yang mencapai 1,1-4,0% . Sementara itu, persentase unsur
hara kascing tergantung dari media dan jenis pakan yang diberikan kepada cacing
tanah. Kadar N total tanah habitat cacing tanah pada umumnya lebih rendah
daripada kascing .
Kelembaban kascing di seluruh lokasi relatif lebih rendah dibandingkan
tanah habitatnya, berkisar antara 3040%. Pada umumnya kelembaban kascing
Amynthas gracilis berkisar antara 4555% . Sedangkan dalam penelitian ini
40 3,42%. Hal ini Hal ini disebabkan karena perbedaan lokasi ditemukannya
Amynthas gracilis, dimana penelitian sebelumnya Amynthas ditemukan pada
daerah pegunungan sub tropis, tepatnya di Gunung Palgong (1192 mdpl) di Korea
(Sofyan, dkk, 2009).
Tanaman Jagung
Iklim
Daerah yang dikehendaki oleh sebagian besar tanaman jagung yaitu
daerah beriklim sedang hingga beriklim subtropik/tropis basah. Jagung dapat
tumbuh di daerah yang terletak antara 500LU 400LS. Pada lahan yang tidak
beririgasi, pertumbuhan tanaman memerlukan curah hujan ideal sekitar 85-200
mm/bulan selama masa pertumbuhan. Pertumbuhan tanaman jagung sangat
membutuhkan sinar matahari yang penting dalam masa pertumbuhan. Suhu yang
dikehendaki tanaman jagung untuk pertumbuhan terbaiknya antara 270 320 C
(Purwono dan Hartono, 2005).
Jagung dapat ditanam di indonesia mulai dataran rendah sampai di daerah
pengunungan yang memliliki ketinggian antara 1000-1800 m dpl. Jagung yang
ditanamn di dataran rendah di bawah 800 m dpl dapat berproduksi baik dan diatas
800 m dpl pun jagung masih bisa memeberikan hasil yang baik pula
(Anonim, 1993).
Tanah
Jagung termasuk tanaman yang tidak memerlukan persyaratan tanah yang
khusus dalam penanamanya. Jagung dikenal sebagai tanaman yang dapat tumbuh
di lahan kering, sawah dan pasang surut asalkan syarat tumbuh yang diperlukan
terpenuhi. Jenis tanah yang dapat ditanami jagung antara lain andosol, latosol,
dan grumosol. Tanah bertekstur lempung atau liat berdebu (latosol) merupakan
jenis tanah yang terbaik untuk pertumbuhan jagung. Tanaman jagung akan
tumbuh baik pada tanah yang subur, gembur dan kayu humus, keasaman tanah
yang baik bagi pertumbuhan jagung antara 5,6-7,5. Pada pH < 5,5 tanaman jagung
membutuhkan tanah dengan aerasi dan ketersediaan air dalam kondisi baik
(Purwono dan Hartono, 2005).
Menurut Winarso (2005) Fosfor merupakan unsur hara essensial. Tidak
ada unsur lain yang dapat menggantikan fungsinya di dalam tanaman, sehingga
tanaman harus mendapatkan atau mengandung P secara cukup. Fungsi penting
fosfor didalam tanaman adalah dalam proses fotosintesis, respirasi, transfer dan
penyimpanan energi, perbesaran dan pembelahan sel-sel serta proses-proses
didalam tanaman lainnya dan membantu mempercepat perkembangan akar dan
perkecambahan. P dapat merangsang pertumbuhan akar, yang selanjutnya
berpengaruh pada pertumbuhan bagian atas tanaman.
Pelapukan bahan organik akan dihasilkan asam humat, asam vulvat, serta
asam-asam organik lainnya. Asam-asam itu dapat mengikat logam seperti Al dan
Fe sehingga mengurangi kemasan (Hakim, 2005).