Professional Documents
Culture Documents
Indonesia sebagai negara kesatuan pada dasarnya dapat mengandung potensi kerawanan akibat
keanekaragaman suku bangsa, bahasa, agama, ras dan etnis golongan, hal tersebut merupakan faktor
yang berpengaruh terhadap potensi timbulnya konflik sosial. Dengan semakin marak dan meluasnya
konflik akhir-akhir ini, merupakan suatu pertanda menurunnya rasa nasionalisme di dalam masyarakat.
Kondisi seperti ini dapat terlihat dengan meningkatnya konflik yang bernuasa SARA, serta munculya
gerakan-gerakan yang ingin memisahkan diri dari NKRI akibat dari ketidak puasan dan perbedaan
kepentingan, apabila kondisi ini tidak dimanage dengan baik akhirnya akan berdampak pada disintegrasi
bangsa.
Masalah disintegrasi bangsa merupakan salah satu prioritas pokok dalam program kerja kabinet gotong
royong. Permasalahan ini sangat kompleks sebagai akibat akumulasi permasalahan Ideologi, politik,
ekonomi, sosial budaya dan keamanan yang saling tumpang tindih, apabila tidak cepat dilakukan
tindakan-tindakan bijaksana untuk menanggulangi sampai pada akar permasalahannya maka akan
menjadi problem yang berkepanjangan.
Bentuk-bentuk pengumpulan massa yang dapat menciptakan konflik horizontal maupun konflik vertikal
harus dapat diantisipasi guna mendapatkan solusi tepat dan dapat meredam segala bentuk konflik yang
terjadi. Kepemimpinan dari tingkat elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan
untuk menanggulangi konflik pada skala dini.
Upaya mengatasi disintegrasi bangsa perlu diketahui terlebih dahulu karakteristik proses terjadinya
disintegrasi secara komprehensif serta dapat menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi pada tahap
selanjutnya. Keutuhan NKRI merupakan suatu perwujudan dari kehendak seluruh komponen bangsa
diwujudkan secara optimal dengan mempertimbangkan seluruh faktor-faktor yang berpengaruh secara
terpadu, meliputi upaya-upaya yang dipandang dari aspek asta gatra.
Fenomena Disintegrasi Bangsa
Bila dicermati adanya gerakan pemisahan diri sebenarnya sering tidak berangkat dari idealisme untuk
berdiri sendiri akibat dari ketidak puasan yang mendasar dari perlakuan pemerintah terhadap wilayah
atau kelompok minoritas seperti masalah otonomi daerah, keadilan sosial, keseimbangan pembangunan,
pemerataan dan hal-hal yang sejenis.
Kekhawatiran tentang perpecahan (disintegrasi) bangsa di tanah air dewasa ini yang dapat digambarkan
sebagai penuh konflik dan pertikaian, gelombang reformasi yang tengah berjalan menimbulkan berbagai
kecenderungan dan realitas baru. Segala hal yang terkait dengan Orde Baru termasuk format politik dan
paradigmanya dihujat dan dibongkar. Bermunculan pula aliansi ideologi dan politik yang ditandai dengan
menjamurnya partai-partai politik baru. Seiring dengan itu lahir sejumlah tuntutan daerah-daerah diluar
Jawa agar mendapatkan otonomi yang lebih luas atau merdeka yang dengan sendirinya makin
menambah problem, manakala diwarnai terjadinya konflik dan benturan antar etnik dengan segala
permasalahannya.
Penyebab timbulnya disintegrasi bangsa juga dapat terjadi karena perlakuan yang tidak adil dari
pemerintah pusat kepada pemerintah daerah khususnya pada daerah-daerah yang memiliki potensi
h.
dan budaya dapat melahirkan sikap pro dan kontra warga masyarakat yang terjadi adalah
konflik tata nilai. Konflik tata nilai akan membesar bila masing-masing mempertahankan tata
nilainya sendiri tanpa memperhatikan yang lain.
Pertahanan dan Keamanan. Bentuk ancaman terhadap kedaulatan negara yang terjadi
saat ini menjadi bersifat multi dimensional yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar
negeri, hal ini seiring dengan perkembangan kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, informasi dan komunikasi. Serta sarana dan prasarana pendukung didalam
pengamanan bentuk ancaman yang bersifat multi dimensional yang bersumber dari
permasalahan ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya.
g.
konflik antara kelompok yang keras dan lebih modern dengan kelompok yang relatif
terbelakang.
Pertahanan Keamanan. Kemungkinan disintegrasi bangsa dilihat dari aspek pertahanan
keamanan dapat terjadi dari seluruh permasalahan aspek asta gatra itu sendiri. Dilain
pihak turunnya wibawa TNI dan Polri akibat kesalahan dimasa lalu dimana TNI dan Polri
digunakan oleh penguasa sebagai alat untuk mempertahankan kekuasaannya bukan sebagai
alat pertahanan dan keamanan negara.
Kebijakan Penanggulangan.
Adapun kebijakan yang diperlukan guna memperkukuh upaya integrasi nasional adalah sebagai berikut :
a.
Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
b.
Menciptakan kondisi yang mendukung komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu
dan membiasakan diri untuk selalu membangun konsensus.
c.
Membangun kelembagaan (Pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan
persatuan dan kesatuan bangsa.
d.
Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan
dan pembangunan bangsa, yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e.
Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan
efektif.
Strategi Penanggulangan
Adapun strategi yang digunakan dalam penanggulangan disintegrasi bangsa antara lain :
a.
Menanamkan nilai-nilai Pancasila, jiwa sebangsa dan setanah air dan rasa persaudaraan,
agar tercipta kekuatan dan kebersamaan di kalangan rakyat Indonesia.
b.
Menghilangkan kesempatan untuk berkembangnya primodialisme sempit pada setiap
kebijaksanaan dan kegiatan, agar tidak terjadi KKN.
c.
Meningkatkan ketahanan rakyat dalam menghadapi usaha-usaha pemecahbelahan dari
anasir luar dan kaki tangannya.
d.
Penyebaran dan pemasyarakatan wawasan kebangsaan dan implementasi butir-butir
Pancasila, dalam rangka melestarikan dan menanamkan kesetiaan kepada ideologi bangsa.
e.
Menumpas setiap gerakan separatis secara tegas dan tidak kenal kompromi.
f.
Membentuk satuan sukarela yang terdiri dari unsur masyarakat, TNI dan Polri dalam
memerangi separatis.
g.
Melarang, dengan melengkapi dasar dan aturan hukum setiap usaha untuk menggunakan
kekuatan massa.
Upaya Penanggulangan.
Dari hasil analisis diperlukan suatu upaya pembinaan yang efektif dan berhasil, diperlukan pula tatanan,
perangkat dan kebijakan yang tepat guna memperkukuh integrasi nasional antara lain :
a.
Membangun dan menghidupkan terus komitmen, kesadaran dan kehendak untuk bersatu.
b.
Menciptakan kondisi dan membiasakan diri untuk selalu membangun consensus.
c.
Membangun kelembagaan (pranata) yang berakarkan nilai dan norma yang menyuburkan
persatuan dan kesatuan bangsa.
d.
Merumuskan kebijakan dan regulasi yang konkret, tegas dan tepat dalam aspek kehidupan
dan pembangunan bangsa yang mencerminkan keadilan bagi semua pihak, semua wilayah.
e.
Upaya bersama dan pembinaan integrasi nasional memerlukan kepemimpinan yang arif dan
bijaksana, serta efektif.
Kesimpulan
Dari hasil analisis penelitian tersebut diatas dapatlah diambil kesimpulan sebagai berikut :
a.
Disintegrasi bangsa, separatisme merupakan permasalahan kompleks, akibat akumulasi
permasalahan politik, ekonomi dan keamanan yang saling tumpang tindih sehingga perlu
b.
c.
d.
e.
penanganan khusus dengan pendekatan yang arif serta mengutamakan aspek hukum,
keadilan, sosial budaya.
Pemberlakuan Otonomi Daerah merupakan implikasi positif bagi masa depan daerah di
Indonesia namun juga berpotensi untuk menciptakan mengentalnya heterogental dibidang
SARA.
Pertarungan elit politik yang diimplementasikan kepada penggalangan massa yang dapat
menciptakan konflik horizintal maupun vertical harus dapat diantisipasi.
Kepemimpinan dari elit politik nasional hingga kepemimpinan daerah sangat menentukan
meredamnya konflik pada skala dini. Namun pada skala kejadian diperlukan profesionalisme
aparat kemanan secara terpadu.
Efek global, regional dengan faham demokrasi yang bergulir saat ini perlu diantisipasi
dengan penghayatan wawasan kebangsaan melalui edukasi dan sosialisasi.
Saran.
Untuk mendukung terciptanya keberhasil suatu kebijaksanaan dan strategi pertahanan disarankan :
a.
Penyelesaian konflik vertikal yang bernuansa separatisme bersenjata harus diselesaikan
dengan pendekatan militer terbatas dan professional guna menghindari korban dikalangan
masyarakat dengan memperhatikan aspek ekonomi dan sosial budaya serta keadilan yang
bersandar pada penegakan hukum.
b.
Penyelesaian konflik horizontal yang bernuansa SARA diatasi melalui pendekatan hukum dan
HAM.
c.
Penyelesaian konflik akibat peranan otonomi daerah yang menguatkan faktor perbedaan,
disarankan kepemimpinan daerah harus mampu meredam dan memberlakukan reward and
punishment dari strata pimpinan diatasnya.
d.
Guna mengantisipasi segala kegiatan separatisme ataupun kegiatan yang berdampak
disintegrasi bangsa perlu dibangun dan ditingkatkan institusi inteligen yang handal.
Daftar Pustaka
Rizasihbudi CS, Bara Dalam Sekam Identifikasi Akar Masalah dan Solusi Atas Konflik Lokal Di
Aceh, Maluku, dan Riau, LIPI dan Kronik Indonesia Baru, Cetak I Januari 2001.
Surjanto, Brigadir Jenderal TNI, Mengatasi Gerakan Sparatis di Irian Jaya dengan Pendekatan
Ketahanan Nasional, Jakarta, Lemhannas, 2001.
HB. Amiruddin Maulana, Drs, SH, Msi. Menjaga Kepantingan Nasional Melalui Pelaksanaan
Otonomi Daerah Guna Mencegah Terjadinya Disintegrasi Bangsa , Jakarta, Lemhannas, 2001.
Sudrajat, MPA, Mayor Jenderal TNI, Mengatasi Gerakan Sparatis di Propinsi Daerah Istimewa
Aceh dengan Pendekatan Ketahanan Nasional, Jakarta, Lemhannas, 2001.
Amirul Isnaini, Mayor Jenderal TNI, Mencegah Keinginan beberapa Daerah Untuk Memisahkan
Diri dari Tegak Utuhnya NKRI, Jakarta, Lemhannas, 2001.
Samuel P. Huntington, The Clash of Civilization remaking of World Order A Touchstone Book
Published by Simon R Schuster. First Fouchstone Edition 1997.