Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memilki kekayaan hayati terbesar ke-2 di
dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tinggi dan tercatat 7.000
spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun baru sekitar 300 tanaman yang
digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi.
Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah
sediaan obat baik berupa obat tradisional , fitofarmaka dan farmasetika, dapat
berupa simplisia ( bahan segar atau yang dikeringkan) ekstrak, kelompok senyawa
atau senyawa murni berasal dari alam, yang dimaksud dengan obat alami adalah
obat asal tanaman.
Obat tradisional Indonesia menduduki posisi penting dalam dunia
kesehatan. Obat tradisional memberi solusi tepat dan sehat secara alamiah, mudah,
murah, dan aman. Semakin dipahami manfaatnya, masyarakat semakin terbiasa
menggunakan obat tradisional dalam menghadapi berbagai keluhan dan gangguan
kesehatan.
Seiring dengan berkembangnya pengetahuan tentang tanaman yang
berkhasiat obat, diketahui banyak jenis tanaman yang bermanfaat sebagai obat.
Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai obat adalah kunyit.
Curcumae domesticae Rhizoma ( rimpang kunyit) adalah salah satu simplisia yang
banyak digunakan sebagai bahan alami dalam pembuatan obat. Curcumae
domesticae Rhizoma (rimpang kunyit) digunakan sebagai obat analgesik dan
penambah nafsu makan. Sebelum diolah menjadi bahan obat, simplisia yang
digunakan harus memenuhi standar dan persyaratan yang sudah ditetapkan,
khususnya persyaratan kadar senyawa yang terkandung dalam simplisia.
Penelitian atau percobaan yang dilakukan terhadap tanaman ini
kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji aktivasi, serta uji aktivitas
antioksidan tetapi untuk literatur mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu
simplisia tanaman kunyit ini hanya sedikit dibahas dalam makalah kali ini karena
lebih difokuskan pada isolasi senyawa aktif dari tanaman kunyit.
Dari uraian tersebut maka praktikan melakukan identifikasi simplisia, uji
kemurnian, dan skrining fitokimia sehingga dapat diketahui kemurnian dan
senyawa apa saja yang terkandung dalam simplisia tersebut.
B. Perumusan Masalah
1. Parameter apa sajakah dalam melakukan uji kemurnian simplisia ?
2. Bagaimanakah hasil identifikasi dan hasil uji kemurnian simplisia Curcumae
domesticae Rhizoma (rimpang kunyit)?
3. Bagaimanakah cara melakukan penyarian simplisia ?
4. Dari skrining fitokimia, golongan senyawa apa saja yang terdapat pada
Curcumae domesticate Rhizoma (rimpang kunyit ) ?
5. Bagaimanakah cara melakukan fraksinasi yang bertujuan untuk mendapat
senyawa aktif ?
6. Berapakah nilai EC50 yang didapatkan dari uji antioksidan ?
7. Bagaimanakah proses isolasi simplisia Curcumae domesticae Rhizoma
(rimpang kunyit) dilakukan ?
C. Manfaat
1. Sebagai bahan informasi tentang kemurnian dari simplisia Curcumae
domesticae Rhizoma(rimpang kunyit).
2. Sebagai bahan informasi tentang golongan senyawa yang terdapat pada
simplisia Curcumae domesticae Rhizoma (rimpang kunyit).
3. Mengetahui beberapa cara penyarian simplisia rimpang kunyit.
4. Mengetahui dan melakukan salah satu cara fraksinasi ekstrak rimpang
kunyit serta mendapatkan senyawa aktifnya.
5. Mengetahui nilai EC50 fraksi dari ekstrak tanaman.
6. Sebagai bahan informasi tentang prosedur isolasi senyawa aktif dari
simplisia Curcumae domesticae Rhizoma (rimpang kunyit)
D. Tujuan
1. Mampu melakukan uji kemurnian simplisia
2. Mampu mengidentifikasi:
a. Senyawa golongan flavonoida
b. Senyawa golongan antrakinon
c. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)
d. Senyawa golongan alkaloida
e. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik
BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat, belum
mengalami pengolahan apapun, dan jika tidak dinyatakan atau disebutkan lain,
simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.Simplisia dapat berupa simplisia
nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral (Suharmiah dan
Maryani, 2003).
(Yulius, 2012).
Rimpang
kunyit
bercabang-cabang
membentuk
rumpun.Rimpang
berbentuk bulat panjang dan membentuk cabang rimpang berupa batang yang
berada di dalam tanah. Rimpang kunyit terdiri dari rimpang induk atau umbi
kunyit dan tunas atau cabang rimpang. Rimpang utama ini biasanya ditumbuhi
tunas yang tumbuh ke arah samping, mendatar, atau melengkung. Tunas berbukubuku pendek. Lurus.Atau melengkung. Jumlah tunas umumnya banyak. Tinggi
anakan mencapai 10,85 cm. Rimpang kunyit tumbuh dari umbi utama yang
berbentuk bulat panjang, pendek, tebal, lurus, dan melengkung. Warna kulit
rimpang jingga kecokelatan atau berwarna terang agak kuning sampai kuning
kehitaman.Warna daging rimpangnya jingga kekuningan dilengkapi dengan bau
khas yang rasanya agak pahit dan pedas. Rimpang cabang tanaman kunyit akan
berkembang secara terus-menerus membentuk cabang-cabang baru dan batang
semu, sehingga berbentuk sebuah rumpun. Lebar rumpun mencapai 24,10 cm.
Panjang rimpang bisa mencapai 22,5 cm. Tebal rimpang yang tua 4,06 cm dan
rimpang muda 1,61 cm. Rimpang kunyit yang sudah besar dan tua merupakan
bagian yang dominan sebagai obat (Winarto, 2008).
Dalam taksonomi tumbuhan, kunyit dikelompokkan sebagai berikut :
Kingdom
: Plantae (tumbuh-tumbuhan)
Divisi (divisio)
Kelas (class)
Bangsa (ordo)
: Zingiberales
Suku (family)
: Zingiberaceae (temu-temuan)
Marga (genus)
: Curcuma
Jenis (species)
10
alkohol,
borneol,
kurkumin,
desmetoksikurkumin,
kunyit
(Curcuma
domestica
Rhizome)
yang
mengandung
11
oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi (Joe et al., 2004; Chattopadhyay et al.,
2004).
Besarnya
kandungan
kurkumin
ini
dianalisis
menggunakan
Nama
IUPAC
(1E,6E)-1-(4-Hydroxy-3-methoxyphenyl)-7-(4
hydroxyphenyl)hepta-1,6-diene-3,5-dione.
Nama
lain
Curcumin
II;
Desmethoxycurcumin;
Monodemethoxycurcumin
lain
didemethoxycurcumin,
Curcumin
III,
bis(4-hydroxycinnamoyl)methane,
bisdemethocycurcumin,
hydroxycinnamoyl)methane, NSC687839.
E. Uji Kemurnian Simplisia
BIs(p-
12
Beberapa metode analisis simplisia antara lain yaitu Bahan organik asing,
penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan
serat kadar, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air (Dirjen POM,
1995).
Cara pemeriksaan dan penetapan kadar yang diberikan dalam MMI
adalah cara utama yang dapat memberikan hasil yang sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan bagi masing-masing simplisia. Pernyataan bobot tetap yang
tertera pada penetapan kadar sari dan kadar abu, dimaksudkan bahwa 2 kali
penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap g sisa yang
ditimbang. Penimbangan dilakukan setelah zat dikeringkan lagi selama 1 jam
(Depkes RI, 1989).
Dengan pernyataan bobot tetap yang tertera pada penetapan kadar sari
dan kadar abu, dimaksudkan bahwa dua kali penimbangan berturut-turut berbeda
tidak lebih dari 0,5mg tiap g sisa yang ditimbang. Penimbangan dilakukan setelah
zat dikeringkan lagi selama satu jam (Depkes RI, 1980).
F. Senyawa Fitokimia
Senyawa fitokimia adalah zat kimia alami yang terdapat di dalam
tanaman yang memberikan cita rasa, aroma, ataupun warna khas pada tanaman
tersebut. Beberapa khasiat senyawa fitokimia adalah anti kanker, antimikroba,
antioksidan, antitrombotik, antiinflamasi, meningkatkan sistem kekebalan,
mengatur tekanan darah, menurunkan kolesterol, serta mengatur kadar gula darah
(Astawan, 2008).
Beberapa jenis senyawa fitokimia adalah alkaloid, flavonoid, kurnon,
tanin, polifeno, saponin, dan masih banyak lagi yang fungsinya adalah saling
melengkapi sehingga bermanfaat bagi tubuh (Rizki, 2013).
Penafisan fitokimia meliputi pemeriksaan golongan senyawa kimia
diantaranya alkaloid, steroid/triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin, kuinon
(Depkes RI, 1989)
Skrining fitokimia secara kualitatif dilakukan dengan penambahan
berbagai pereaksi tertentu ke dalam ekstrak tanaman sehingga menghasilkan
13
warna
larutan/endapan
tertentu.Secara
spesifik
kuantitatif
yang
senyawa
menandakan
sekunder
keberadaan
dapat
diukur
senyawa
dengan
sekunder
adalah
senyawa
yang
tidak
esensial
bagi
pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik pada setiap
spesies atau jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies
dalam satu kingdom.Senyawa ini tidak selalu dihasilkan, tetapi hnaya pada saat
dibutuhkan atau pada fase-fase tertentu.Fungsi metabolit sekunder ialah untuk
berinteraksi dengan lingkungan, misalnya mempertahankan diri terhadap kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya memepertahankan diri
terhadap
kondisi
lingkungan
yang
kurang
menguntungkan.Senyawa
ini
14
tersebut. Nama enzimnya secara umum adalah beta glukosidase, sedangkan untuk
ramnosa nama enzimnya adalah ramnase (Anonim, 2010).
H. Kromatografi
Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi
molekul-molekul komponen diantara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam) yang
kepolarannya berbeda.Keberhasilan pemisahan kromatografi bergantung pada
daya interaksi komponen-komponen campuran dengan kedua fasa (Hendayana,
2010).
Kromatografi lapis tipis merupakan teknik untuk identifikasi senyawa
dan untuk menentukan adanya pengotor minor.Keunggulan metode ini adalah
fleksibilitasnya untuk mengidentifikasi semua senyawa bahkan senyawa
anorganik. Prinsip metode ini adalah gerakan naik suatu analit atau melintasi fase
diam(paling umum digunakan silica gel) yang dibawah pengaruh fase
gerak(biasanya campuran pelarut organik) yang bergerak melalui fase diam oleh
kerja kapiler (Watson, 2010).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar.
Fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang
datar yang didukung oleh lempeng kaca alumunium atau plat plastik. Semakin
kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semaki n sempit lapisan ukuran fase
diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya.
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang
fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik atau karena
pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (Gandjar, 2009).
Fasa atau fase diam adalah cairan yang terikat pada permukaan padatan
atau padatan itu sendiri sehingga tidak dapat bergerak.Fasa diam dapat berupa
sebuk padatan hidrofilik yang dapat menyerap zat terlarut pada saat tertentu.Fase
gerak adalah cairan atau pelarut atau gas pembawa yang tidak bereaksi dengan
senyawa-senyawa yang dipisahkan. Gerakan cairan ini membawa migrasi
komponen sampel sebelum terserap di fase diam. Fase gerak sering disebut juga
sebagai eluen yang akan mengelusi samper sepanjang kolom kromatografi
15
16
c. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-500C (Depkes RI, 2000).
d. Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 900C selama 15 menit (Depkes RI, 1979).
e. Dekok
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada waktu yang lebih lama 30 menit dan temperatur sampai titik
didih air (Depkes RI, 2000).
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan
yang mengandung mucilage dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengan
cara maserasi. Sedangkan kulit dan akar sebaiknya perkolasi. Untuk bahan yang
tahan panas sebaiknya ekstraksi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang
17
mudah rusak kerena pemanasan dapat diekstraksi denga metode soxhlet. Hal-hal
yang
perlu
dipertimbangkan
dalam
pemilihan
metode
ekstraksi
18
19
(Molyneux, 2004).
(Molyneux, 2004).
Pada metode sebelumnya waktu reaksi yang direkomendasikan adalah 30
menit, dan sudah sering dilakukan. Waktu yang paling cepat yang pernah
digunakan, 5 menit atau 10 menit. Kenyataannya waktu reaksi yang benar adalah
ketika reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh
sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam sampel (Molyneux, 2004).
Panjang gelombang maksimum (maks) yang digunakan dalam
pengukuran uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang
gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm,
519nm dan 520 nm.Pada prakteknya hasil pengukuran yang memberikan peak
maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang
disebutkan diatas. Nilai absorbansi yang mutlak tidaklah penting, karena panjang
gelombang dapat diatur untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan
alat yang digunakan (Molyneux, 2004).
20
517
nm
yang
merupakan
panjang
gelombang
maksimum
dengan
konsentrasi
pada
suatu
bahan
yang
mengabsorbsi
21
22
23
campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa
jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau
pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih besar akan
berada paling dasar sedangkan fraksi yang lebih ringan akan berada diatas.
Senyawa aktif dalam pemanfaatannya harus mengalami tahap isolasi,
yang dapat dilakukan dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Metode pemisahan
kromatografi ini didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul
komponen diantara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam) yang kepolarannya
berbeda. Prinsipnya adalah gerakan naik analit atau melintasi fase diam dibawah
pengaruh fase gerak yang bergerak melalui fase diam oleh kerja kapiler.
Kromatografi Lapis Tipis juga dapat digunakan untuk identifikasi
senyawa dan untuk menentukan adanya pengotor minor.
rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit lapisan ukuran fase diam,
sehingga akan semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan
resolusinya.Tindakan melwatkan eluen sepanjang kolom disebut dengan istilah
mengelusi sampel.
Untuk mengetahui seberapa besar aktivitas antioksidan senyawa aktif
kurkumin dari ekstrak, fraksi, maupun isolat pada penelitian ini, harus dilakukan
pengujian secara kualitatif yang salah satunya dapat menggunakan metode DPPH.
Prinsip metode ini adalah berdasarkan reaksi penangkapan radikal DPPH oleh
senyawa antioksidan melalui mekanisme donasi atom hidrogen sehingga akan
menghasilkan DPPH-H (bentuk ion radikal) dan menyebabkan penurunan
absorbansi akibat terjadinya penurunan intensitas warna ungu dari DPPH.
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di
dalam sampel.
Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai EC50, yang
merupakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50 %
radikal bebas DPPH. Semakin tinggi aktivitas antioksidan suatu senyawa, maka
semakin rendah nilai EC50 yang dihasilkan.
Dalam metode DPPH, digunakan spektrofotometer visibel dalam
menganalisis penurunan kadar DPPH yang terikat oleh senyawa oksidan senyawa
24
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian semi eksperimental
karena tidak ada perlakuan pada subjek uji dan bersifat eksploratif karena untuk
mencari senyawa aktif dalam tanaman rimpang kunyit.
B. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dilakukan, antara lain : pembuatan simplisia,
ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi.
C. Variabel
1. Variabel bebas
Variabel bebas dari penelitian ini adalah konsentasi larutan sampel
ekstrak dan fraksi aktif rimpang kunyit.
2. Variabel Terikat
Variabel Terikat pada penelitian ini adalah kadar kurkumin dan nilai
EC50.
3. Variabel Pengacau Terkendali
25
26
ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan dengan air panas,
disaring melalui kertas saring bebas abu.Dipijarkan sisa dan kertas saring dalam
kurs yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga
bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara.
b. Penetapan kadar abu yang tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 ml
asam klorida encer P selama 5 menit.Bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui krus masir atau kertas saring bebas abu. Dicuci
dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu yang tidak
larut asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara.
c. Penetapan kadar abu yang larut dalam air
Abu yang diperoleh pada penetepan kadar abu dididihkan dengan 25 ml
air selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak larut, disaring melalui krus
kaca masit atau kertas saring bebas abu. Dicuci dengan air panas dan dipijarkan
selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450 C, hingga bobot tetap, dtimbang.
Perbedaan bobot sesuai dengna jumlah abu yang larut dalam air. Kadar abu yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara.
d. Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebuk (4/18) dikeringkan di udara. Maserasi 5,0 gram serbuk dengan 100
ml air kloroform P dalam labu bersumbat. Selama 6 jam pertama sekali-kali
dikocok selama agar homogeny, selanjutnya dibiarkan selama 18 jam. Disaring,
20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang
telah ditara, dipanaskan pada suhu 105 C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen
sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
e. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebuk (4/18) dikeringkan di udara. Dimaserasi 5,0 gram serbuk dengan
100 ml etanol (95 %) dalam labu bersumbat. Dikocok sekali-sekali selama 6 jam
pertama agar homogen, selanjutnya dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat
dengan menghindarkan penguapan etanol (95 %). Diuapkan20 ml filtrat hingga
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, dipanaskan pada suhu
105 C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95
%) dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
27
28
ml filtrat ditambah asam asetat glacial dan toluene. Dari situ terbentuk 2 lapisan
dan ambil 5 ml lapisan atas dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Lalu tambahkan
0,5 1 ml KOH 5N.
d. Uji Polifenol
Ditimbang 2 gram serbuk simplisia ditambah 10 ml air dan ditimbang 2
gram serbuk simplisia dalam 100 ml etanol 80%. Kemudian dipanaskan selama 10
menit dan kemudian keduanya disaring dalam keadaan panas. Setelah dingin
keduanya ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3.
e. Uji Tanin
Ditimbang 2 gram serbuk simplisia, ditambahkan 10 ml air. Dipanaskan
selama 30 menit lalu disaring. Diambil 5 ml filtrate ditambah NaCl 2% sebanyak
1 ml. bila terjadi endapan atau suspense lakukan penyaringan dan filtrate
ditambah 5 ml larutan gelatin 1%.
f. Uji Steroid
Diambil 2 ml filtrate hasil pemanasan 2 gram simplisia + 10 ml air
selama 30 menit ditambah 0,4 ml 3,5 dinitrobenzoat dan 0,6 ml KOH 1N dalam
methanol. 2 ml filtrate lain ditambah 2 ml kloroform. Lapisan atas dipipet dan
lapisan bawah ditambah 0,5 ml 3,5 dinitrobenzoat.
g. Uji Saponin
Menimbang 300 mg serbuk simplisia lalu diatambahkan 10 ml air,
dikocok selama 30 menit. Biarkan tabung tergak selama 30 menit. Diamati buih
yang terbentuk. Hasil pemanasan 2 gram serbuk simplisia ditambah 10 ml air
selama 30 menit disaring. Filtrate dimasukan pipa kapiler, lalu dalam posisi tegak,
cairan dibiarkan mengalir begitu saja. Lakukan hal yang sama untuk air suling,
dan digunakan sebagai pembanding.
h. Uji Atsiri
Menimbang 10 gram serbuk simplisia dan ditambahkan 20 ml eter, lalu
dikocok dan disaring. Filtrate di keringkan secara penguapan. Bila berbau
aromatic, tambahkan etanol dan diuapkan lagi sampai kering.
29
sisa
yang
kemudian
dilakukan
penyarian
kembali
dengan
30
satu pelat disemprot dengan larutan DPPH(harus di dalam lemari asam, gunakan
masker dan sarung tangan). Latar belakang pelat akan berwarna ungu, bercak
yang berwarna kuning menunjukkan adanya aktivitas antioksidan ;lama waktu
warna kuning bertahan mencerminkan kekuatan daya antioksidan senyawa pada
bercak kromatogram tersebut.
Perkiraan golongan senyawa yang aktif antioksidan tersebut dengan pelat
kromatogram yang satunya.
Sistem KLT:
Fase diam
: silika gel GF 254
v
))
v
Standar
: larutan kurkumin(1 mg/1 ml methanol)
Jumlah sampel :1 toto(10 Ul)
Deteksi
:UV 254 nm, UV 365 nm, vanillin-asam sulfat
4. Fraksinasi dan Uji Antioksidan Fraksi
a. Fraksinasi ekstrak
Fase gerak
254
setinggi 5 cm. Ambil ekstrak kering yang sudah ditambah sedikit silika gel GF
254
kedalam kolom lalu masukan pelarut (fase gerak ekstrak yang menghasilkan
profil KLT ekstrak terbaik) kemudian lakukan fraksinasi. Fraksi yang diperoleh
dibuat profil KLTnya menggunakan sistem KLT seperti ekstrak. Fraksi yang
didapat dikelompokan berdasarkan profil KLTnya. Fraksi yang didapat diuapkan
sampai kering dan ditentukan beratnya.
b. Pembuatan Larutan DPPH
Timbang dengan seksama 19,6 mg DPPH (gunakan sarung tangan dan
makser, hindarkan kontaminasi ke tubuh). Larutkan ke dalam metanol p.a dan 1,0
ml DMSO sehingga diperoleh larutan DPPH dengan konsentrasi 19,6 mg/L.
Larutan tersebut ditutup dengan alumunium foil dan harus selalu dibuat baru.
c. Pembuatan Larutan Stok Kurkumin
Sebanyak 10,0 mg kurkumin dicampurkan ke dalam 1,0 ml DMSO, lalu
ditambahkan maetanol p.a sampai 10,0 ml.
d. Pembuatan Larutan Standar Kurkumin
Diambil sebanyak 0,1 ml stok kurkumin, kemudian ditambah metanol
sampai 5,0 ml.
31
32
(hitung volume yang dibutuhkan. Plate dikeringkan lalu pita atau bercak diisolasi
pada KLT preparative dengan cara dikerok, lalu dilarutkan dalam etanol (4X5 ml).
Kemudian dipisahkan dengan cara disaring menggunakan sintered glass
filter. Filtrate dimasukan kedalam cawan porselen kering yang sudah ditimbang.
Dikeringkan dalam oven kemudian berat isolate kering ditentukan. Kemurnian
isolate diuji dengan 4 kali KLT masing-masing dengan system fase gerak yng
berbeda dengan polaritas mirip.
5. Isolasi dan Uji Antioksidan Isolat
Fraksi aktif dari uji antioksidan dan dimurnikan secara KLT preparatif
menggunakan system KLT seperti KLT untuk fraksi aktif. 0,1 gram fraksi
dilarutkan dalam 1 ml etanol dalam flakon lalu di totolkan sepanjang plate @5ml
(hitung volume yang dibutuhkan. Plate dikeringkan lalu pita atau bercak diisolasi
pada KLT preparative dengan cara dikerok, lalu dilarutkan dalam etanol (4X5 ml).
Kemudian dipisahkan dengan cara disaring menggunakan sintered glass
filter. Filtrate dimasukan kedalam cawan porselen kering yang sudah ditimbang.
Dikeringkan dalam oven kemudian berat isolate kering ditentukan. Kemurnian
isolate diuji dengan 4 kali KLT masing-masing dengan system fase gerak yng
berbeda dengan polaritas mirip.
F. Definisi Operasional
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia
33
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
PERSIAPAN PEMBUATAN SIMPLISIA
34
35
UNIT I
UJI KEMURNIAN SIMPLISIA
36
UNIT II
PENAPISAN (SKRINING) FITOKIMIA
37
38
39
UNIT III
EKSTRAKSI SIMPLISIA DAN UJI ANTIOKSIDAN SECARA
KUALITATIF
40
41
UNIT IV
FRAKSINASI DAN UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI
42
43
UNIT I
UJI KEMURNIAN SIMPLISIA
A. HASIL
1. Uji Kemurnian Simplisia
DATA PENIMBANGAN
a. Penetapan kadar abu
Berat kertas
: 0,3 gram
Berat kertas + zat : 3,3 gram
Berat isi
: 3 gram
b. Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Berat kertas
: 0,9 gram
: 5 gram
: 0,2 gram
: 5 gram
: 1,5 gram
: 30 gram
: 1,5 gram
Berat cawan+isi
: 30,93 gram
Berat sisa
: 28,93 gram
: 0,9 gram
: 10 gram
: 0,25 gram
44
Berat Kertas+isi
: 0,51 gram
Berat sisa
: 0,13 gram
porselen+isi
: 33,34 gram
Pemijaran ke II, penimbangan III
Porselen+isi
: 33,32 gram
Pemijaran ke III, penimbangan IV
Porselen+isi
: 33,32 gram
: 0,13 gram
:37,78 gram
Porselen + isi
: 37,83 gram
Pemijaran II, Penimbangan III
Porselen+isi
: 37,91 gram
Pemijaran III, Penimbangan IV
Porselen+isi
: 37,91 gram
3. Berat Porselen
: 51,65 gram
Pemijaran, dilakukan penimbangan
Porselen+isi
: 51,89 gram
Pemijaran II, Penimbangan III
Porselen+isi
: 51,89 gram
4. Berat Porselen
: 59,90 gram
Setelah pemijaran I, ditimbang
Porselen+isi
Pemijaran II, ditimbang
: 60,13 gram
Porselen+isi
: 60,13
Perhitungan
45
0,26 g
100 =8,67
3g
0,13 g
100 2=8,67
Kadar abu tidak larut asam
:
3g
0,13 g
2 100 =8,67
Kadar abu larut air
:
3g
0,24 g 100
100 =24
Kadar sari larut air
:
5g
20
0,23 g 100
100 =23
Kadar sari larut etanol
:
5g
20
6. Penetapan bahan organik asing
:
1. Kadar abu
2.
3.
4.
5.
30 g28,93 g
100 =3,56
30 g
7. Penetapan kadar air dengan destilasi toluen :
0 ml
100 =0
10 g
PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum uji kemurnian simplisia yaitu mampu melakukan
uji kemurnian simplisia. Serbuk simplisia yang di uji adalah kunyit (Curcuma
Longa Linn) yang termasuk dalam famili Zingiberacea.
Uji Kemurnian adalah salah satu mutu umum suatu simplisia sebagai
bahan kefarmasian. Simplisia yang baik harus memnuhi persyaratan yang
tercantum dalam Materia Medika indonesi, jika tidak memnuhi persyaratan, maka
simplisia dinilai bermutu rendah. Uji kemurnian yang dilakukan antara lain
46
penetapan kadar abu, kadar abu yang tidak larut asam, kadar abu yang larut dalam
air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan
kadar bahan organik asing dan penetapan kadar air dengan destilasi toluen.
Penetapan kadar abu bertujuan untuk menetapkan tingkat pengotoran
oleh logam-logam dan silikat. Abu merupakan residu yang terdiri atas asam
karbonat, fosfat, klorida dan sulfat serta Na, K, Mg, Cu dan Fe. Kadar abu
didapatkan dari simplisia yang dimasukan kedalam krus platina dan dipijarkan
sampai bobot tetap. Bobot tetap yaitu jika dalam dua kali penimbangan berturutturut berbeda, dimana perbedaannya tidak lebih dari 0,5 gram. Sebelum dipijarkan
simplisia digerus terlebih dahulu dengan tujuan untuk memperkecil ukuran
partikel dan memperluas permukaan sehingga proses pemijaran berlangsung
cepat. Tujuan pemijaran yaitu untuk memaksimalkan pembentukan abu. Pada saat
pemijaran semua bahan organik dan simplisia hangus terbakar, tetapi bahan
organik tidak. Dari hasil perhitungan, kadar abu yang diperoleh yaitu 8,67%,
sedangkan kadar abu teoritisnya yaitu tidak lebih dari 9%. Maka kadar abu kunyit
masih dianggap normal atau masih memenuhi syarat.
Penetapan kadar abu yang tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui
adanya bahan pengotor dan silika yang tidak larut asam dengan menggunakan
larutan HCl. Abu yang diperoleh dari percobaan I dibagi 2 untuk percobaan II dan
III, maka penghitungan jumlah akhir dikali dengan 2. Abu yang sudah dibagi 2
dari percobaan I tadi dilarutkan dengan HCl encer agar abu cepat larut,
selanjutnya abu yang tidak larut disaring dan dipijarkan untuk menghilangkan
kandungan airnya lalu ditimbang sampai bobotnya tetap. Kadar abu yang tidak
larut asam diperoleh adalah 8,67% b/b dan hasil ini tidak sesuai dengan standar
yaitu tidak lebih dari 1,6% b/b. Simplisia yang mengandung banyak kadar abu
larut dalam asam akan sukar dicerna di dalam lambung, sehingga tidak aman
untuk dikonsumsi.
Penetapan kadar abu larut dalam air bertujuan untuk menentukan jumlah
kadar terendah abu yang masih bisa larut dalam air. Abu ditambahkan aquadest
dan didihkan dengan tujuan untuk mempercepat kelarutan, kemudian disaring dan
dipijarkan dengan suhu tidak lebih dari 450 C selama 15 menit hingga kering dan
47
bobotnya tetap, dari percobaan didapatkan kadar abu yang larut dalam air yaitu
3,67%, tetapi ddalam buku MMI standar kadar abu yang larut dalam air tidak
disebutkan.
Penetapan kadar sari yang larut dalam air bertujuan untuk mengetahui
kadar sari terendah yang larut dalam air. Serbuk di maserasi dengan kloroform,
maserasi merupakan salah satu teknik ekstraksi yang menggunakan prinsip like
disolve like yang bertujuan untuk mendapatkan campuran homogen dari
kloroform dan simplisia, serta untuk melarutkan serbuk. Prinsip dari maserasi
adalah penggojogan serbuk yang telah dikeringkan dalam pelarut tertentu hingga
diperoleh sari dan serbuk. Kloroform yang bersifat mudah menguap mempunyai
fungsi menghambat pertumbuhan mikroba yang mudah tumbuh di air. Larutan
kemudian disaring, diuapkan sampai kering hingga diperoleh bobot tetap. Pada
percobaan didapat kadar sari yang larut dalam air yaitu 24% dan hasil memenuhi
standar yaitu tidak kurang dari 15%. Aplikasi dari penetapan kadar sari yag larut
dalam air menjadi penting apabila simplisia yang diuji akan digunakan sebagai
infus atau digunakan langsung.
Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol bertujuan untuk mengetahui
kadar sari terendah yang larut dalam etanol, tetapi mungkin tidak larut dalam air.
Digunakan pelarut etanol 95% yang mudah menguap dan menghambat
pertumbuhan mikroba. Selanjutnya dilakukan maserasi , yang dimana etanol akan
melarutkan zat aktif dari simplisia lalu menariknya keluar dari simplisia. Pada
percobaan ini didapatkan kadar sari yang larut dalam etanol yaitu sebanyak 23%
dan hasil memenuhi standar yaitu tidak kurang dari 10%.
Penetapan kadar bahan organik asing bertujuan untuk mengetahui
banyaknya cemaran bahan organik asing yang sering ditambahkan atau
penggantian (pemalsuan simplisia). Bahan organi asing tersebut dapat berupa
tanaman assam simplisia (tetapi bukan simplisia), seperti fragmen batang dan
ranting pada simplisia. Pada dasarnya suatu simplisia tidak 100%murni, bahan
organik asing yang mencemari masih diperbolehkan tetapiberjumlah sedikit dan
tidak merugikan. Praktikan mendapatkan bahwa terdapat pengotor-pengotor
seperti kunyit yang terlalu kering sehingga berwarna hitam, juga terdapat daun
48
lain (selain sampel). Pada percobaan ini didapat kadar pengotornya 3,56% dan
hasil tidak memenuhi standar yaitu tidak lebih dari 2%, simplisia tersebut tidak
murni dikarenakan kadar pengotornya lebih banyak dibandingkan standarnya.
Penetapan kadar air dengan destilasi toluen bertujuan untuk mengetahui
kadar air simplisia setelah didestilasi. Prinsip destilasi adalah pemisahan air dari
ekstrak kunyit dengan senyawa toluen berdasarkan perbedaan titik didih. Dari
percobaan ini didapatkan kadar air dengan destilasi toluen yaitu 0%, tidak
didapatkan kandungan air dalam simplisia kunyit karena dimungkinkan
ketidakseimbangan antara bobot jenis ekstrak dengan bobot jenis air, sedangkan
toluen sebagai pembanding apakah dalam ekstrak tersebut mengandung air atau
tidak. Pada farmakope herbal kadarnya tidak lebih dari 10% dan kadar yang
diperoleh sebesar 0%, sehingga simplisia tersebut cukup murni. Selain dengan
destilasi toluen, ada metode lain untuk penetapan kadar air yaitu metode titrasi
Karl Fischer W, metode bivoltametri dan metode gravimetri.
Uji-uji tersebut digunakan untuk mengetahui pencemaran simplisia.
Simplisia yang baik harus bebas dari pengotor-pengotor dan bahan-bahan asing.
Simplisia harus memenuhi standar umum sebagai bahan kefarmasian, sebagai
bahan dan produk konsumsi manusia dan sebagai bahan dengan kandungan kimia
yang bertanggung jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi
kimia, yaitu informasi komposisi senyawa kandungan.
49
Cadmium(Cd)
menimbulkan
gangguan
hati
menyebabkan kanker.
2. Penapisan(Skrining )Fitokimia
Data pengamatan
No
1
Nama Uji
Uji Alkaloida
Keterangan
Hasil
A1: Reagen
Dragendroff ada
endapan hitam,
larutan warna coklat
dan
arsen
50
Uji Antrakinon
Uji Polifenol
Uji Tanin
Uji Steroid
simplisia + etanol
80% -> terdapat
endapan coklat hitam
tidak terjadi
perubahan warna
Filtrat ditambahkan
NaCl 2% terjadi
endapan natrium
setelah disaring
gelatin 1% tidak ada
endapan berupa
kuning bening
Pada percobaan ini
dengan penambahan
dinitrobenzoat dan
6,6 kalium hidroksida
1 N dalam metanol
tidak ada waena biruungu melainkan
coklat hitam
51
percobaan kedua
setelah diberi
kloroform muncul 2
lapisan coklat tua dan
bening
6
Uji Saponin
(-) tidak
menunjukan
selisih di kapiler
7
Uji Minyak
Atsiri
Setelah dipanaskan
dengan ester dan
ditambah etanol
dipanaskan hingga
kering muncul aroma
yang spesifik
52
53
Larutan I
Sampel Rf
Hrf
FlavonoidaRf
Hrf
Larutan II a
Sampel I Rf
Hrf
Sampel II Rf
Hrf
Sampel III Rf
Hrf
Larutan II b
Sampel I Rf
Hrf
Sampel II Rf
Hrf
Sampel III Rf
Hrf
Kumarin Rf
Hrf
: 6,1/10 = 0.61
: 0,61 X 100 = 61
: 5,5/10 = 0.55
: 0.55 X 100 = 55
: 9.6/10 = 0.96
: 0.96 X 100 = 96
: 9,5/10 = 0.95
: 0,95 X 100 = 95
: 9,4/10 = 0.94
: 0,94 X 100 = 94
: 8.9/10 = 0.89
: 0.89 X 100 = 89
: 8.4/10 = 0.84
: 0,84 X 100 = 84
: 8.6/10 = 0.86
: 0,86 X 100 = 86
: 8.4/10 = 0.84
: 0,84 X 100 = 84
54
Larutan II c
Sampel I Rf
Hrf
Sampel II Rf
Hrf
Sampel III Rf
Hrf
Larutan III a
Sampel I Rf
Hrf
Sampel II Rf
Hrf
Larutan III b
Sampel I Rf
Hrf
Kaedenolida Rf
Hrf
Larutan III c
Sampel I Rf
Hrf
: 8.1/10 = 0.81
: 0.81 X 100 = 81
: 7.8/10 = 0.78
: 0,78 X 100 = 78
: 7.5/10 = 0.75
: 0,75 X 100 = 75
: 8.1/10 = 0.81
: 0.81 X 100 = 81
: 8.2/10 = 0.82
: 0,82 X 100 = 82
: 9.5/10 = 0.95
: 0.95 X 100 = 95
: 9.5/10 = 0.95
: 0.95 X 100 = 95
: 0.6 /10 = 0.60
: 0.60 X 100 = 60
55
PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mengidentifikasi senyawa golongan
flavonoida, antrakinon, saponn (steroid dan titerpenoid), alkaloida, fenolik dan
polifenolik pada simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga atau juga bisa
dikatakan sebgai bahan yang telah dikeringkan. Skrining fitokimia bertujuan
untuk menentukan golongan metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas
biologis yang ada dalam tumbuhan. Tujuan pedekatan skrining fitokimia adalah
mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan
yang berguna dalam pengobatan.
Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya sauatu zat
dalam sampel. Menurut Soegiharjo (2013), kandungan kimia kunyit yaitu,
kurkuminoid, minyak atsiri berupa oleo resin (5 ml/kg). fraksi non polar
mengandung antara lain -kurkumine, germakrom, dan zekron, fraksi semi polar
mengandung Xantofil sel dan kurkuminoid dan amilum
a) Uji Kualitatif Secara Kimiawi
1) Pembuatan Serbuk Simpleks
Pembuatan serbuk simplek dilakukan dengan cara membeli
rimpang kunyit di Maguwoharjo. Rimpang kunyit (curcuma
domestica Rhizoma) dicuci dengan air mengalir, untuk menghilangkan
tanah dan kotoran, lalu dilap dan dipotong tipis-tipis 0,2 cm lalu
dikeringkan tanpa kontak langsung dengan cahaya matahari selama 3
hari. Setelah kering diblender hingga berbentuk serbuk2 halus dan
diayak untuk mempermudah penelitian.
2) Uji Alkaloida
Tujuan dari uji ini yaitu untuk mengidentifikasi adanya alkaloida
dari basa kuaterner dari sampel. Uji ini termasuk uji pengendapan.
Alkaloida merupakan golongan senyawa yang sangat heterogen
apabila dipandang secara kimiawi. Pertama-tama serbuk simpleks di
56
senyawa
kompleks
nonpolar
yang
mengendap.
57
4) Uji Polifenol
58
karena
ada
protein
yang
mengendap,
disaring
untuk
59
60
Jika positif akan terbentuk buih setinggi 3cm dari permukaan cairan.
Dapat dilakukan uji penegasan dengan menggunakan pipa kapiler. 2
gram serbuk simpleks ditambah air 10 ml dipanaskan 30 menit.
Setelah itu disaring dan filtrate dimasukan kedalam pipa kapiler
penuh-penuh
61
Pada uji larutan I digunakan fase diam silica gel GF 254, fase
geraknya adalah etril-asetat-benzena (9:1) pembanding yakni
kumarin. Didapatkan Rf sampel 6,1 cm dan Rf flavonoid
ii.
iii.
geraknya
adalah
etil
asetat-asam
formiat-air
v.
dan 7,5cm.
Pada uji larutan III A digunakan fasa diam silica gel GF 254,
fase geraknya adalah butanol-asam asetat-air (5:1:4) dan fase
pembandingnya saponin dan kardenoksida. Rf sampel1 8,1 cm
vi.
vii.
pembanding.
Diketahui
sampel2
9,5cm
dan
Rf
62
63
i.
Gambar 44..KLT 1
KLT 1(Kloroform:methanol(95:5))
Sampel I
1,3
=0,13
Rf 1
:
10
2,5
=0,25
Rf 2
:
10
4,3
=0,43
Rf 3
:
10
7,6
=0,76
Rf 4
:
10
Sampel II
1,3
=0,13
Rf 1
:
10
2,5
=0,25
Rf 2
:
10
4,2
=0,42
Rf 3
:
10
7,6
=0,76
Rf 4
:
10
Pembanding
4,0
=0,4
Rf 1
:
10
64
65
Pembanding
5,6
=0,56
Rf 1
:
10
Gambar
46. KLT 3
iii.
KLT 3(toluene
etil:asetat(93:7))
Sampel I
1,4
=0,14
Rf 1
:
10
6
=0,6
Rf 2
:
10
8
=0,8
Rf 3
:
10
Sampel II
1,1
=0,11
Rf 1
:
10
5,7
=0,57
Rf 2
:
10
7,8
=0,78
Rf 3
:
10
Pembanding
66
Rf 1
5,4
=0,54
10
67
Rf 4
7,650
=0,7650
10
Pembanding
Rf 1
Rf 2
ii.
2
=0,2
10
4,35
=0,435
:
10
:
NON DPPH
Sampel I
Rf 1
Rf 2
Rf 3
0,80
=0,08
10
2,10
=0,210
:
10
4,2
=0,42
:
10
:
68
PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mampu melakukan beberapa cara
penyarian simplisia dan mampu melakukan skrining bahan nabati yang bepotensi
antioksidan secara cepat dengan KLT simplisia kunyit.
Penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa aktif yang semula
berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga menyebabkan larutan zat
aktif tersebut berada dalam cairan penyari. Metode penyarian ada beberapa
macam yaitu denga metode pemanasan dan non pemanasan. Untuk bahan yang
tidak tahan panas digunakan maserasi dan remaserasi, perkolasi, sedangkn untuk
bahan
yang
tahan
dengan
pemanasan
digunakan
infudasi,
penyarian
69
larut, dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam
dan diluar sel, maka larutan yang pekat akan didesak keluar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dan di luar sel.
Dalam percobaan ini menggunakan pelarut etanol 95%. Senyawa
flavanoid memiliki kepolaran yang rendah, dalam ekstraksinya dapat diekstraksi
dengan etanol, karena etanol memiliki range kepolaran yang lebar, sehingga dapat
melarutkan senyawa yang kurang polar. Proses maserasi menggunakan shaker,
penggunaan shaker bertujuan untuk meratakan cairan penyari yang sudah jenuh
oleh komponen zat terlarut sehingga terjadi gradient konsentrasi, tujuan lainnya
adalah meningkatkan kontak antara cairan penyari dengan sampel sehingga lebih
efektif.
Sebelum dipekatkan, ekstrak yang diperoleh dari hasil maserasi disaring
terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk memisahkan fase padat yang berupa
endapan dengan face cair yang merupakan cairan penyari yang didalamnya
mengandung zat aktif. Penyaringan ini akan didapatkan cairan tanpa residua tau
ampas
simplisia.
Filtrat
yang
didapatkan,
dipanaskan,
dengan
tujuan
70
toluene : etil asetat (93:7), kloroform : etanol : asam asetat glasial (94:5:1)
diperoleh pemisahannya kurang sempurna, bercak satu dengan lainya terlalu
dekat, atau menumpuk pada bagian atas. Jadi fase gerak yang digunakan adalah
klorofom : etanol (95:5), sedangkan fase diamnya silica gel GF254.
Penotolan yang dilakukan dalam praktikum ini sebanyak 1 kali, karena
jika dilakukan berlebih maka akan menyebabkan tailing, penotolan yang terlau
pekat akan elusi tidak merata, masih ada yang tertahan. Setiap kali penotolan,
dibiarkan dulu sampai kering, karena dapat menyebabkan pelebaran bercak pada
fase diamnya. Penotolan satu dengan lainya harus diberi jarak agar tidak
mengganggu elusi satu dengan lainya, sehingga bercak sulit untuk diamati.
Setelah pengembangan mencapai 10cm, dikeringkan, dan dideteksi
dngan sinar UV 254 dan 365 nm, uap amoniak, dan pereaksi vanillin-asam sulfat.
Uap amoniak berfungsi sebgai pendeteksi flavanoid, karena mempunyai cicin
aromatk yang mampu mendeteksi. Vanillin-asamsulfat berfungsi sebagai
pendeteksi minyak atsiri. Keduanya merupakan golongan antioksidan.
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan KLT. Antioksidan adalah
suatu senyawa yang berperan dalam menghambat oksidasi yang diperantarai oleh
oksigen. Mekanisme kerjanya yaitu dengan menangkap atau menstabilkan
electron yangt tidak berpasangan.
Terdapat dua fase dalam uji KLT yaitu fase diam dan fase gerak. Fase
diam yang digunakan adalah silika gel GF254, gel silica yang dapat berfluorosensi
pada panjang gelombang 254. Fase gerak yang dipilih yaitu kloroform : mmetanol
(95:5), dipilih berdasarkan profil KLT dan perbedaan kepolaran dengan kepolaran
senyawa uji. Standart yang digunakan sebagai pembanding adalah larutan
kurkumin.
DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) nerupakan radikal bebas yang dikenal
sebagai faktor utama dalam kerusakan biologis. Radikal bebas merupakan atom
atau molekul yang sifatnya tidak stabil, karena mempunyai satu atau lebih
ellektron yang tidak berpasangan. Untuk memperoleh pasangan elektron, senyawa
ini sangat reaktif dan dengan cara merusak jaringan yang ada. Bila reaksi ini terus
71
terjadi di alam tubuh, maka akan dapat menimbulkan penyakit seperti kanker,
jantung, dan penuaan dini.
DPPH ini digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan alam
penangkapan suatu radikal bebas. Jika suatu senyawa antioksidan direaksikan
dengan zat ini maka senyawa antioksidan akan menetralkkan radikal bebas ini
(DPPH), yang akan menjadi stabil. Uji aktivitas antioksidan ini dapat dilihat dari
perubahan warna yang terjadi,. Warna ungu (gelap) yang awalnya terbentuk lama
kelamaan akan memudar, akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan, menjadi
warna kuning. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :
mengandung
antioksidan, dapat dilihat dari bercak warna kuning, saat disemprot DPPH warna
menjadi ungu dan kembail lagi menjai kuning. Hal ini menandakan DPPH
72
bereaksi dengan senyawa antioksidan pada kunyit. System KLT yang tidak
disemprot DPPH digunakan sebagai pembanding, dengan melihat warna yang
terbentuk.
Hasil yang diperoleh dari proses ekstraksi, ditunjukan dengan nilai Rf
masing masing. Dengan fase gerak kloroform : metanol sampel 1 Rf 1: 0,13, Rf
2: 0,25, Rf 3: 0,43, Rf 4: 0,76; pada sampel 2 Rf 1: 0,13, Rf 2: 0,25, Rf 3: 0,42,
Rf 4: 0,76 ; pembanding Rf : 0,4. fase gerak kloroform : etanol : asam asetat
glasial sampel 1 Rf 1: 0,33, Rf 2: 0,46, Rf 3: 0,58, Rf 4: 0,81; pembanding Rf :
0,56. Fase gerak Toluen : etilasetat, sampel 1 Rf 1: 0,14, Rf 2: 0,6, Rf 3: 0,8;
pada sampel 2 Rf 1: 0,11, Rf 2: 0,17, Rf 3: 0,78; pembanding Rf : 0,54. Maka
yang digunaka adalah fase vgerak kloroform : metanol (95:5). Pada uji kualitatif
antioksidan dengan DPPH sampel 1 Rf 1: 0,08, Rf 2: 0,19, Rf 3: 0,4, Rf 4: 0,775;
sampel 2 Rf 1: 0,08, Rf 2: 0,2 , Rf 3: 0,425, Rf 4: 0,7650. Non DPPH sampel 1
Rf 1: 0,08, Rf 2: 0,210, Rf 3: 0,420, Rf 4: 0,765; pada sampel 2 Rf 1: 0,09, Rf 2:
0,220, Rf 3: 0,440, Rf 4: 0,790 ; pembanding Rf 1: 0,190, Rf 2 : 0,425. Persen
rendemen ekstrak yang diperoleh adalah 7,93%.
Hasil dari uji tabung yang dilakukan yaitu dengan menggunakan ekstak
warna yang terbentuk dari warna gelap lama kelamaan terjadi perubahan warna
menjadi lebih terang. Sedangkan perlakuan tanpa ekstrak, warna yang terbentuk
tetap tidak mengalami perubahan. Pada uji tabung yang ditambah dengan ekstrak
terjadi aktivitas antioksidan didalamnya yang ditunjukan dengan terjadinya
perubahan warna.
Kelebihan menggunkan metode DPPH adalah mudah dalam penggunaan,
waktu pengerjaan yang singkat, punya sensitivitas tinggi, dan radikal bebas yang
relatif stabil.
73
Ekstrak
7,85 cm
F3
7,50
Gambar 51.KLT fraksi 1,2
dan 3
Fraksi 1 :
0,7
1,65
3,6
5,6 Fraksi
7,153 :
0,80
7,50
=0,750
Rf1 = F1 =0,0800,8
Rf1 = 7,3
1,9
3,8
10
10
1,90
=0,190
Rf2 =
Ekstrak =
10
F2
7,85
=0,785
10
3,80
=0,380
Rf3 =
10
7,30
=0,730
Rf4 =
10
Fraksi 2 :
0,7
=0,080
Rf1 =
10
1,65
=0,165
Rf2 =
10
3,60
=0,360
Rf3 =
10
5,60
=0,560
Rf4 =
10
74
7,15
=0,715
10
KLT F 4, 5 dan 6
Rf5 =
Pem
banding
0,4
1,3
3,4
5,9
cm
F6
0,3
1,1
Fraksi 4F:5
0,2
0,4
Rf1 = F4 =0,04
10
1,3
=0,13
Rf2 =
10
3,4
=0,34
Rf3 =
10
5,5
=0,55
Rf4 =
10
6,4
=0,64
Rf5 =
10
Fraksi 5 :
0,2
=0,02
Rf1 =
10
1,7
=0,17
Rf2 =
10
3,4
=0,34
Rf3 =
10
3,3
KLT F 7
Kurkumin
1,2
Ekstrak
F7
0,5
0,5
Fraksi 7 :
0,5
=0,05
Rf1 =
10
1,2
=0,12
Rf2 =
10
3,2
=0,32
Rf3 =
10
3,4
1,3
3,4
Gambar
53.KLT
fraksi5,27
1,2
3,2
6,7
7,5
Kurkumin :
1,2
=0,12
Rf1 =
10
3,4
=0,34
Rf2 =
10
7,2
75
Ekstraksi :
0,5
=0,05
Rf1 =
10
1,3
=0,13
Rf2 =
10
3,4
=0,34
Rf3 =
10
Rf4 =
Rf5 =
Rf6 =
5,7
=0,57
10
6,7
=0,67
10
7,5
=0,75
10
Penimbangan
F 1,2
Beker + isi
= 0,89 g
F 3,4
Beker + isi
= 126,73 g
Absorbansi (Fotometrik)
Sampel
DPPH
Sampel
0,1 ml
DPPH
0,10,2
mlml
0,3
0,2 mlml
0,5 ml
0,7 ml
Abs
0,5524
Abs
0,2242
0,7019
0,1021
0,5605
0,0728
0,5936
0,0609
0,0709
Sampel I
Sampel II
76
0,3 ml
0,5 ml
0,7 ml
0,5739
0,5548
0,5897
Sampel III
Sampel IV
Sampel
Abs
DPPH
Sampel0,4968
Abs
0,1 ml
0,0248
DPPH
0,4982
0,2 ml
0,1 ml 0,0028
0,5183
0,3 ml
0,0015
0,2 ml
0,5178
0,5 ml
0,0234
0,3 ml
0,5111
0,7 ml
0,5 ml 0,0471
0,4681
0,7 ml
0,3958
Sam
10
11
12
pel
Abs
0,66
0,66
0,65
0,65
0,64
0,64
0,64
0,63
0,63
0,63
0,63
0,63
73
50
15
84
71
50
34
21
83
00
54
09
Operating Time : 45 menit
0,1 ml
0,04 mg/ml
15,43
0,2 ml
0,08 mg/ml
20,14
0,3 ml
0,12 mg/ml
18,24
0,4 ml
0,2 mg/ml
15,26
0,5 ml
0,28 mg/ml
16,90
0,2 ml
0,04 mg/ml
81,52
0,3 ml
0,06 mg/ml
86,86
0,5 ml
0,1 mg/ml
88,97
0,7 ml
0,14 mg/ml
87,16
0,2 ml
0,08 mg/ml
99,44
0,3 ml
0,12 mg/ml
99,70
0,5 ml
0,2 mg/ml
95,29
0,7 ml
0,28 mg/ml
90,52
Sampel II
20 mg dalam 10 ml = 2 mg/ml
Sampel
Konsentrasi
%S (%)
0,1 ml
0,02 mg/ml
59,41
Sampel III
20 mg dalam 10 ml = 2 mg/ml
Sampel
Konsentrasi
%S (%)
0,1 ml
0,04 mg/ml
95,00
77
Kurkumin
10 mg dalam 10 ml = 1 mg/ml
Sampel
Konsentrasi
0,1 ml
4 x 10-4
0,2 ml
8 x 10-4
0,3 ml
1,2 x 10-3
0,5 ml
2 x 10-3
0,7 ml
2,8 x 10-3
%S (%)
mg/ml
26,15
mg/ml
26,23
mg/ml
27,18
mg/ml
6,04
mg/ml
20,55
Kurva
Waktu vs Absorbansi
10
20
30
40
50
60
Waktu (menit)
70
78
Kurva Konsentrasi VS %S
100
f(x) = 180.79x + 67.77
R = 0.5
80
60
%S
Linear ()
40
20
0
0
Sampel III
Kurva Konsentrasi VS %S
105
100
%S
95
Linear ()
90
85
0
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
0.3
konsentrasi (mg/ml)
79
PEMBAHASAN
Tujuan dari percobaan ini adalah mampu melakukan salah satu
cara fraksinasi ekstrak tanaman untuk mendapatkan senyawa aktif dan
mampu menentukan nilai EC50 fraksi dari ekstrak tanaman kunyit (
curcumae domesticae rhizoma ).
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari
campuran ( padat, cair, terlarut, suspensi, atau isotop ) dibagi dalam
beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian.
Antioksidan merupakan senyawa yang memiliki kemampuan menangkap
radikal bebas. Menurut Forrester 1986, radikal bebas adalah molekul
sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam
orbital luarnya sehingga untuk dapat stabil, radikal bebas mengikat
elektron molekul sel tersebut.
Metode uji antioksidan yang digunakan dalam praktium ini adalah
DPPH. DPPH atau 2,2 difenil 1 picryl hidrazil (C 18H12N2O5) merupakan
senyawa yang mampu melepaskan radikal bebas.
80
diukur
dengan
Keterangan :
%S
= % aktivitas antioksidan
Abs = Absorbansi
81
merupakan
pemisahan
komponen
komponen
campuran dengan afinitas yang berbeda terhadap fase diam secara absorbsi
yang dipercepat dengan bantuan pompa vakum. Tidak dilakukan
pembuatan DPPH karena larutan DPPH sudah tersedia dilaboratorium.
Pembuatan larutan stok kurkumin dengan cara mengambil kurkumin
sebanyak 10,0 mg kemudian ditambah 1,0 ml DMSO lalu ditambahkan
metanol p.a. sampail 10,0 ml, lalu dibuat larutan standar kurkumin dengan
mengambil sebanyak 0,1 ml stok kurkumin, kemudian ditambahkan
metanol p.a. sampai 5,0 ml. Pembuatan larutan uji dengan menimbang
fraksi (sampel I, II, dan III) lalu ditambh 1,0 ml DMSO dan ditambahkan
metanol 10,0 ml. Dari larutan tersebut kemudian diambil 0,1 ml; 0,2 ml;
0,3 ml; 0,5 ml; dan 0,7 ml untuk kemudian dilarutkan didalam metanol di
add hingga 5,0 ml. Setelah itu perlu mencari maks larutan DPPH dengan
cara memasukan larutan DPPH kedalam kuvet lalu di scanning panjang
gelombang mulai 400 600 nm. Lalu didapatkan maks sebesar 514 nm.
Seharusnya syarat dalam literatur 2 dari maks literatur yang ditetapkan
yaitu 517 nm. Namun ada literatur lain yang masih memperbolehkan pasa
tersebut. Fungsi dari penentuan maks yaitu agar mengetahui pada
panjang gelombang berapa DDPH paling stabil dan dapat diabsorbansi
dengan maksimal. Lalu ditentukan pula reaction time, dilakukan selama 1
jam dan setiap 5 menit dilakukan pengukuran. Tujuan untuk menentukan
operating time adalah operating merupakan waktu yang optimum dimana
suatu senyawa uji maupun larutan stok bereaksi sempuran dengan DPPH.
82
Hasilnya dilihat dari nilai absorbansi yang stabil, didapatkan pada menit
ke 45.
Pada percobaan ini digunakan larutan kurkumin. Kurkumin
merupakan komponen utama senyawa kurkuminoid hasil metabolit
sekunder. Kurkumin ini sebagai antioksidan. Selain kurkumin, ada
kurkuminoid lainnya yaitu bis-demetoksi dan demetoksi.
83
ISOLAT
III
84
ISOLAT
II
ISOLAT I
2,4
=0,24
10
4,75
=0,475
10
ISOLAT II
Rf
ISOLAT III
Rf
6,9
=0,69
10
85
% S sampel 1 =
0,58470,5847
x 100
0,5847
=0 %
0,58470,0,6191
x 100
0,5 =
0,5847
= -5,88 %
0,58470,6061
x 100
0,7 =
0,5847
= -3,66 %
0,3 =
2. Sampel 2
0,1
0,2
0,3
0,5
0,7
= 6,8 mg/10 ml
=0,68 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,1 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0136 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,2 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,072 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,3 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,048 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,5 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,068 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,7 ml = C2 . 5ml
86
C2
0,0952 mg/ml
A kontrol A sampel
x 100
A kontrol
0,65430,6837
x 100
0,6543
= -4,5 %
0,65430,6859
x 100
0,6543
= -4,97 %
0,65430,6868
x 100
0,6543
= -4,97 %
0,65430,6853
x 100
0,6543
= -4,77 %
0,65430,6841
x 100
0,6543
= -4,55 %
% S sampel 2 =
0,1 =
0,2 =
0,3 =
0,5 =
0,7 =
3.
Sampel 3
= 14,6ml/10 ml
= 1,46 ml/ml
0,1 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,1 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0292 mg/ml
0,2 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,2 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0584 mg/ml
0,3 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,3 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0875 mg/ml
0,5 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,5 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,146 mg/ml
0,7 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,7 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,2044 mg/ml
87
A kontrol A sampel
x 100
A kontrol
0,58350,6162
x 100
0,5835
= -5,60 %
0,58350,6154
x 100
0,5835
= -5,47 %
0,58350,6149
x 100
0,5835
= -5,38 %
0,58350,6193
x 100
0,5835
= -6,14 %
0,58350,6606
x 100
0,5835
= -4,64 %
% S sampel 3 =
0,1 =
0,2 =
0,3 =
0,5 =
0,7 =
88
4.
5.
6.
0,0075
0,146
0,2044
-5, 38 %
6,14 %
-4,64 %
Sampel 1 :
A= -0,671
B= -30,716
r= -0,452
y = bx +a
y= -30, 716 -0,671
Sampel 2 :
A= -4,355
B= -3,245
r= -0,326
y = bx +a
y= -3,245x-4,355
Sampel 3 :
A= -5,632
B= 2,093
r= 0,324
y = bx +a
y= 2,093x-5,632
Konsentrasi Isolat I VS %S
2
1
0
-1 0
-2
%S
-3
-4
-5
-6
-7
Konsentrasi
Linear ()
89
Konsentrasi Isolat II VS %S
-3.6
-3.8 0
0.02
0.04
0.06
0.08
0.1
-4
%S
-4.2
-4.4
-4.6
Linear ()
f(x) = - 3.52x - 4.33
R = 0.13
-4.8
-5
Konsentrasi (mg/ml)
0.05
0.1
0.15
0.2
0.25
-2
%S
-3
Linear ()
-4
-5
-6
-7
90
PEMBAHASAN
Tujuan praktikum ini adalah memahami prosedur isolasi senyawa aktif
dari bahan alam. Isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah suatu cara untuk
mengambil satu senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman untuk mengetahui
senyawa yang berkhaziat dalam tumbuhan dan mendapatkan senyawa murni.
Tujuan dilakukan isolasi ini adalah untuk mengisolat senyawa metabolit sekunder
karena senyawa metabolit sekunder diyakini dan telah diteliti dapat memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia. Senyawa yang akan diisolasi pada praktikum ini
adalah senyawa kurkuminoid.
Kurkuminoid terbukti memilki daya aktivitas antioksidan. Antioksidan
merupakan senyawa pemberi elektron. Senyawa ini memilki berat molekul kecil,
tetapi mampu menginaktifkan berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara
mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat
menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang
sangat relative. Kurkuminoid sendiri adalah senyawa turunan fenolik dari hasil
isolasi rimpang knyit (Curcuma domestica).
Dilakukan isolasi kurkuminoid dari rimpang kunyit, proses isolasi
ini menggunakan metode kromatografi yang mempunyai prinsip pemisahan yang
memisahkan campuran senyawa atas komponen-komponennya berdasarkan
91
perbedaan kecepatan migrasi pada kedua fase yaitu fase diam dan fase gerak.
Metode kromatografi yang digunakan yaitu kromatografi lapis tipis (KLT)
preparative dengan fase diamnya
ditotolkan
berupa
pita,
biasanya
bisa
92
93
terkena cahaya, dan membuat senyawa bagian belakangnya tidak semua terkena
cahaya, sehingga hasil asorbansi yang diperoleh tidak valid.
Setelah itu dilakukan scanning panjang gelombang. maksimal yang
didapatkan adalah 516 nm. Selanjutnya dilakukan pengukuran blanko yang
bertujuan sebagai factor koreksi, untuk mengetahui apakah pelarut mempunya
absorbansi atau tidak, bila memilki absorbansi maka harus di auto zero terlebih
dahulu. Kemudian DPPH sebagai control dan sampei I,II dan III, apabila sudah
didapakan absorbansinya maka dapat dihitung dengan rumus:
|Kontrol||Sampel|
S=
x 100
|Kontrol|
Keterangan :
%S = % aktivitas antioksidan
Abs = Absorbansi
Parameter yang digunakan untuk interpretasi hasi dari metode DPPH
adalah nilai EC50. Nilai ini didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang
menyebabkan 50% hilangnya aktivitas DPPH. Nilai aktivitas antioksidan
diketahui melalui nilai EC50 yang dihasilkan. Semakin tinggi aktivitas
antioksidan suatu senyawa, maka semakin rendah nilai EC50 yang dihasilkan.
Aktivitas antioksidan dari suatu senyaewa dapat diketahui dari adanya penurunann
absorbansi DPPH yang terjadi akibat penambahan senyawa tersebut.
DPPH memberikan warna violet dengan panjang gelombang serapan
maksimal pada 517 nm. Penangkapan radikal bebas menyebabkan electron
menjadi berpasangan sehingga menyebabkan menghilangkan warna ungu yang
sebanding dengan jumlah electron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan
dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning (Dehpour,
Ebrahimzadeh, Fazel, dan Mohammad, 2009). Perubahan absorbansi akibat reaksi
ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul
sebagai penangkap radikal bebas.
Berikut
adalah
struktur
DPPH
dengan
gugus
auksokrom
dan
94
Gambar
Untuk penentuan nilai IC50 suatu sampel jangan lupa untuk mengoptimasi
dan memvalidasi metode yang dipakai. Optimasi metode berupa penentuan OT
dan lambda maksimum. Validasi metode dengan parameter akurasi, presisi,
linearitas, range, dan spesifisitas.
Menurut Ariyanto cit. Armala (2009), tingkat kekuatan antioksidan
senyawa uji menggunakan metode DPPH dapat digolongkan menurut nilai IC50
(Tabel I).
95
memasukan
sampel
juga
harus
diperhatikan
adanya
gelembung
96
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Uji kemurnian simplisia yang dilakukan yaitu penetapan kadar abu, penetapan
kadar abu yang tidak larut asam, penetapan kadar abu yang larut air, penetapan
kadar sari larut air, penetapan kadar sari yang larut dengan etanol, penetapan
bahan organik asing dan penetapan kadar air dengan destilasi toluen. Simplisia
memiliki nilai kemurnian yang cukup baik, karena dalam beberapa percobaan
memenuhi syarat ketetapan kadar yang seharusnya (menurut MMI).
2. Berikut hasil identifikasi simplisia :
Tidak ada flavonoid dalam simplisia kunyit, hal ini ditunjukan oleh hasil
dari identifikasi dengan KLT.
Dalam uji saponin tidak ditemukan dengan kedua prosedur yang diberikan.
97
7.
(VLC).
Nilai EC50 yang didapatkan :
Sampel 2 : - 0,098 mg/ml
Sampel 3 : 1,87 mg/ml
Metode KLT preparative dapat digunakan sebagai salah satu teknik isolasi
senyawa aktif dari bahan alam. Dalam praktikum kali ini, data tidak dapat
digunakan untuk menghitung EC50.
B. SARAN
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar efek
antioksidan yang ditimbulkan oleh isolat kunyit
98
BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A., 2000, Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam, Karunika,
Jakarta, hal. 2, 4, 16.
Adijuwana, 2001, Teknik Spektroskopi Dalam Analisis Biologi, Pusat Antar
Universitas IPB, Bogor, hal. 34 35.
Arisandi, Y., dan Andriani,Y., 2009,Khasiat berbagai tanaman untuk pengobatan,
Eska Medika, Jakarta, hal. 256,259
Armala, M. M., 2009, Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir
(Cosmos caudatus H. B. K.) dan Profil KLT, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hal. 39.
Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U. and Banerjee, R.K. (2004).
Tumeric and
Curcumin: Biological actions ans medicinal applications. Current Science.
87 (1) : 44 - 53.
Day, R.A., Underwood, A.L.,2010, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi 6, Penerbit
Erlangga, Jakarta, hal.2.
99
Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., dan Mohammad, N.S., 2009,
Antioxidant Activity of Methanol Extract of Ferula Assafoetida and Its
Essential Oil Composition, Grasas Aceites, 60(4), 405-412.
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Depkes RI, Jakarta, hal.x
Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Depkes RI, Jakarta, hal. 970971.
Faisal,
M.
(2012).
Spektrofotometri.
100
Ryzki, A., 2013, Dasar-Dasar Farmakognosi Kelas X, Baiti Ilmina, Jakarta, hal.
22-27.
Said, A., 2010, Khasiat dan Manfaat Kunyit, PT.Sinar Wadja Lestari, Jakarta, Hal.
3-15.
Soegiharjo. C. J, 2013, Farmakogsi, PT. Intan Sejati, Klaten, Hal 35, 50, dan, 53.
Suharmiati, dan Maryani,H., 2003, Khasiat dan manfaat jati belanda: si
pelangsing dan peluruhkolestrol, Agromedra, Jakarta, hal.15-16.
Trilaksani, W., 2003, Antioksidan : Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran
Terhadap Kesehatan, Institute Pertanian Bogor, pp. 1 9.
Watson, D.G., 2009, Analisis Farmasi, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
hal.368.
Winarto, W.P. 2008. Khasiat & Manfaat Kunyit. Jakarta: Tim Lentera.
Witt, S., Lalk, M., Hager, C., dan Voigt, B., 2010, DPPH-Test: Determination of
Scavenger
Properties,
http://www.baltic-analytics.de/index.
php?