You are on page 1of 100

1

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia adalah negara yang memilki kekayaan hayati terbesar ke-2 di
dunia yang memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tinggi dan tercatat 7.000
spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun baru sekitar 300 tanaman yang
digunakan sebagai bahan baku dalam industri farmasi.
Tumbuhan obat atau yang biasa dikenal dengan obat herbal adalah
sediaan obat baik berupa obat tradisional , fitofarmaka dan farmasetika, dapat
berupa simplisia ( bahan segar atau yang dikeringkan) ekstrak, kelompok senyawa
atau senyawa murni berasal dari alam, yang dimaksud dengan obat alami adalah
obat asal tanaman.
Obat tradisional Indonesia menduduki posisi penting dalam dunia
kesehatan. Obat tradisional memberi solusi tepat dan sehat secara alamiah, mudah,
murah, dan aman. Semakin dipahami manfaatnya, masyarakat semakin terbiasa
menggunakan obat tradisional dalam menghadapi berbagai keluhan dan gangguan
kesehatan.
Seiring dengan berkembangnya pengetahuan tentang tanaman yang
berkhasiat obat, diketahui banyak jenis tanaman yang bermanfaat sebagai obat.
Salah satu jenis tanaman yang dapat digunakan sebagai obat adalah kunyit.
Curcumae domesticae Rhizoma ( rimpang kunyit) adalah salah satu simplisia yang
banyak digunakan sebagai bahan alami dalam pembuatan obat. Curcumae
domesticae Rhizoma (rimpang kunyit) digunakan sebagai obat analgesik dan
penambah nafsu makan. Sebelum diolah menjadi bahan obat, simplisia yang
digunakan harus memenuhi standar dan persyaratan yang sudah ditetapkan,
khususnya persyaratan kadar senyawa yang terkandung dalam simplisia.
Penelitian atau percobaan yang dilakukan terhadap tanaman ini
kebanyakan tertuju pada uji fitokimia dan uji aktivasi, serta uji aktivitas
antioksidan tetapi untuk literatur mengenai deskripsi, morfologi dan uji mutu

simplisia tanaman kunyit ini hanya sedikit dibahas dalam makalah kali ini karena
lebih difokuskan pada isolasi senyawa aktif dari tanaman kunyit.
Dari uraian tersebut maka praktikan melakukan identifikasi simplisia, uji
kemurnian, dan skrining fitokimia sehingga dapat diketahui kemurnian dan
senyawa apa saja yang terkandung dalam simplisia tersebut.
B. Perumusan Masalah
1. Parameter apa sajakah dalam melakukan uji kemurnian simplisia ?
2. Bagaimanakah hasil identifikasi dan hasil uji kemurnian simplisia Curcumae
domesticae Rhizoma (rimpang kunyit)?
3. Bagaimanakah cara melakukan penyarian simplisia ?
4. Dari skrining fitokimia, golongan senyawa apa saja yang terdapat pada
Curcumae domesticate Rhizoma (rimpang kunyit ) ?
5. Bagaimanakah cara melakukan fraksinasi yang bertujuan untuk mendapat
senyawa aktif ?
6. Berapakah nilai EC50 yang didapatkan dari uji antioksidan ?
7. Bagaimanakah proses isolasi simplisia Curcumae domesticae Rhizoma
(rimpang kunyit) dilakukan ?
C. Manfaat
1. Sebagai bahan informasi tentang kemurnian dari simplisia Curcumae
domesticae Rhizoma(rimpang kunyit).
2. Sebagai bahan informasi tentang golongan senyawa yang terdapat pada
simplisia Curcumae domesticae Rhizoma (rimpang kunyit).
3. Mengetahui beberapa cara penyarian simplisia rimpang kunyit.
4. Mengetahui dan melakukan salah satu cara fraksinasi ekstrak rimpang
kunyit serta mendapatkan senyawa aktifnya.
5. Mengetahui nilai EC50 fraksi dari ekstrak tanaman.
6. Sebagai bahan informasi tentang prosedur isolasi senyawa aktif dari
simplisia Curcumae domesticae Rhizoma (rimpang kunyit)
D. Tujuan
1. Mampu melakukan uji kemurnian simplisia
2. Mampu mengidentifikasi:
a. Senyawa golongan flavonoida
b. Senyawa golongan antrakinon
c. Senyawa golongan saponin (steroid dan triterpenoid)
d. Senyawa golongan alkaloida
e. Senyawa golongan fenolik dan polifenolik

3. Mampu melakukan beberapa cara penyarian simplisia


4. Mampu melakukan skrining bahan nabati yang berpotensi antioksidan secara
cepat dengan KLT
5. Mampu melakukan salah satu fraksinasi ekstrak tanaman untuk mendapat
senyawa aktif
6. Menentukan nilai EC50 fraksi dari ekstrak tanaman
7. Mampu memahami prosedur isolasi senyawa aktif dari bahan alam

BAB II
PENELAAHAN PUSTAKA
A. Simplisia
Simplisia adalah bahan alamiah yang dipergunakan sebagai obat, belum
mengalami pengolahan apapun, dan jika tidak dinyatakan atau disebutkan lain,
simplisia merupakan bahan yang dikeringkan.Simplisia dapat berupa simplisia
nabati, simplisia hewani, dan simplisia pelikan atau mineral (Suharmiah dan
Maryani, 2003).

Nama latin simplisia ditetapkan dengan menyebutkan nama marga


(genus), atau nama jenis (spesies) atau petunjuk jenis tanaman asal, diikuti dengan
bagian tanaman yang dipergunakan. Ketentuan ini tidak berlaku untuk simplisia
nabati yang diperoleh dari beberapa macam tanaman yang berbeda-beda
marganya maupun eksudat tanaman (Depkes RI, 1989).
Berdasarkan bentuknya simplisia digolongkan menjadi :
a. Simplisia utuh adalah simplisia dari bahan alamiah, hewani atau mineral yang
digunakan sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga.
Misalkan Biji kedawung, Cacing kering, Belerang endap.
b. Simplisia rajangan adalah simplisia yang mengalami proses pemotongan atau
perajangan sehingga menjadi bentuk yang lebih kecil. Misalkan rajangan simplisia
jahe, serutan kayu secang.
c. Simplisia serbuk adalah simplisia yang telah mengalami proses penghalusan
menjadi serbuk. Misalkan teping beras, serbuk jati belanda.
d. Simplisia ekstrak adalah simplisia yang mengalami proses ekstraksi sehingga
didapatkan sediaan berupa ekstrak cair atau padat. Misalkan ekstrak beladona.
e. Simplisia cair adalah simplisia berupa cairan murni atau hasil pemurnian yang
biasanya di lakukan melalui proses penyulingan. Misalkan minyak jeruk
(Ryzki, 2013).
Simplisia rimpang ialah bahan baku alami yang digunakan untuk
membuat ramuan obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apa pun
kecuali proses pengeringan. Ditinjau dari asalnya, simplisia digolongkan menjadi
simplisia nabati dan simplisia hewani. Simplisia hewani berasal dari hewan, baik
yang masih utuh, organ-organnya, maupun zat-zat yang dikandungnya yang
berguna sebagai obat dan belum berupa zat murni. Simplisia nabati berasal dari
tanaman, baik yang masih utuh bagian-bagiannya, maupun zat-zat nabati yang
dipisahkan dari tanamannya dan belum berupa zat kimia murni (Ryzki, 2013).
Sumber simplisia nabati sampai saat in ialah tumbuhan liar dan tanaman
budi daya. Simplisia kunyit tergolong simplisia nabati (Ryzki, 2013).
B. Pembuatan Simplisia

Penjemuran dengan menggunakan alas ini bertujuan agar irisan


kunyit tidak terkena tanah dan memudahkan pengangkutannya ke gudang (Said,
2010).
Berikut skema cara pengeringan kunyit yang baik :
Rimpang Kunyit Segar
Pencucian
Pengupasan
Pemanasan
Pengirisan
Pengeringan
Rimpang Kunyit Kering / Simplisia
(Said, 2010).
Pencucian bertujuan untuk membersihkan dan melepaskan tanah yang
melekat pada rimpang.Pemanasan untuk mengurangi waktu pengeringan,
memperoleh warna rimpang yang seragam (kuning menyala), dan produk yang
keras akibat glatinsasi pati. Pengirisan merupakan prosesyang sangat penting
dalam pembuatan simplisia karena di samping bertujuan agar rimpang tidak
membusuk, proses pengeringan juga menentukan kualitas simplisia. Ada beberapa
cara pengeringan yang dikenal, yakni pengeringan langsung dengan cara dijemur
di bawah matahari, pengeringan menggunakan alat pengering buatan, dan
pengeringan dengan kamar pengering yang dialiri udara panas. Pengeringan
langsung dengan sinar matahari merupakan proses yang murah karena tidak
membutuhkna bahan bakar. Hanya saja, pengeringan semacam ini rawan akan
terkontaminasi debu, serangga, burung dan tikus. Di samping itu, jika cuaca tidak

menentu, kualitasnya akan jelek. Jika cuaca cerah, pengeringan langsung


memerlukan waktu 5-6 hari. Pengeringan dengan alat pengering dilakukan selama
skeitar 7 jam dengan suhu 50-55C (Said, 2010).
C. Kunyit dan Rimpang Kunyit
Kunyit (Curcuma domestica) termasuk salah satu tanaman rempah dan
obat, habitat asli tanaman ini meliputi wilayah Asia Tenggara. Kunyit mempunyai
nama lokal, antara lain yaitu saffron (Inggris), kurkuma (Belanda), kunit
(Indonesia), kunir (Jawa), koneng (Sunda), konyet (Madura). Kunyit mengandung
senyawa yang berkhasiat obat, yang disebut kurkuminoid yang terdiri dari
kurkumin, desmetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin dan zat-zat manfaat
lainnya. Pemanfaatan simplisia kunyit yaitu sebagai obat diabetes melitus, tifus,
usus buntu, disentri, sakit keputihan, haid tidak lancar, perut mulas saat haid,
memperlancar ASI, amandel, berak lendir, morbili, cangkrang (waterproken)
(Arisandi,2009).
Kunyit memiliki banyak khasiat dan kegunaan terutama pada
rimpangnya.Rimpang kunyit merupakan obat.Dalam pengobatan herbal, sudah
banyak jenis penyakit yang dapat disembuhkan dengan rimpang kunyit seperti
demam, pilek dengan hidung tersumbat, rematik.Diare, disentri, gatal-gatal pada
kulit, bengkak, bau badan, malaria, panas dalam atau sariawan usus atau sariawan
mulut. Di samping itu, kunyit juga dapat menurunkan kadar lemak tinggi
(hiperlipidemia), menyembuhkan nyeri dada, asma, rasa tidak enak di perut
(dispepsia), rasa baal di bahu, terlambat haid karena darah tidak lancer, haid tidak
teratur, sakit perut sehabis melahirkan, radang hidung, radang telinga, radang gusi,
radang rahim, keputihan, radang usus buntu, radang amandel (tonsillitis), penyakit
kuning (jaundice), hepatitis, batu empedu (kolelitiasis) dan tekanan darah tinggi
(hipertensi) (Winarto, 2008).
Rimpang kunyit digunakan sebagai bumbu dapur dan sebagai obat yang
berkhasiat sebagai antikoagulan, menurunkan tekanan darah tinggi, sebagai obat
malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit perut, peluruh ASI, fungisida,
stimulan, mengobati keseleo, memar, rematik, obat asma, diabetes melitus, usus

buntu, amandel, sariawan, tambah darah, menghilangkan jerawat, penurun panas,


menghilangkan rasa gatal, menyembuhkan kejang dan mengobati luka-luka
(Syukur dan Hernani, 2001).
Tanaman kunyit dapat tumbuh dimana saja, baik dataran rendah maupun
dataran tinggi. Menurut Sinaga (2006), pada dataran tinggi, tanaman kunyit dapat
tumbuh di ketinggian 2000 meter di atas permukaan laut. Pertumbuhannya
didukung oleh tanah yang tata pengairannya baik, curah hujan 2.000-4.000 mm
per tahun, dan di tempat yang sedikitterlindung.Di Indonesia, tanaman kunyit
mudah tumbuh hampir di seluruh wilayah, di pulau Sumatera, Jawa, Kalimantan,
Sulawesi, Maluku, lrian, dan lain-lain. Selain di Indonesia, kunyit juga banyak
ditanam di Malaysia, Thailand, Cina, India, dan Vietnam (Sumiati dan Adnyana,
2004).
Bagian luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, sedangkan di bagian
dalamnya berwarna jingga terang atau kuning.Rimpang memiliki rasa yang agak
getir dan berbau khas (Sinaga, 2006). Berikut menunjukkan penampakan rimpang
kunyit :

(Yulius, 2012).
Rimpang

kunyit

bercabang-cabang

membentuk

rumpun.Rimpang

berbentuk bulat panjang dan membentuk cabang rimpang berupa batang yang
berada di dalam tanah. Rimpang kunyit terdiri dari rimpang induk atau umbi

kunyit dan tunas atau cabang rimpang. Rimpang utama ini biasanya ditumbuhi
tunas yang tumbuh ke arah samping, mendatar, atau melengkung. Tunas berbukubuku pendek. Lurus.Atau melengkung. Jumlah tunas umumnya banyak. Tinggi
anakan mencapai 10,85 cm. Rimpang kunyit tumbuh dari umbi utama yang
berbentuk bulat panjang, pendek, tebal, lurus, dan melengkung. Warna kulit
rimpang jingga kecokelatan atau berwarna terang agak kuning sampai kuning
kehitaman.Warna daging rimpangnya jingga kekuningan dilengkapi dengan bau
khas yang rasanya agak pahit dan pedas. Rimpang cabang tanaman kunyit akan
berkembang secara terus-menerus membentuk cabang-cabang baru dan batang
semu, sehingga berbentuk sebuah rumpun. Lebar rumpun mencapai 24,10 cm.
Panjang rimpang bisa mencapai 22,5 cm. Tebal rimpang yang tua 4,06 cm dan
rimpang muda 1,61 cm. Rimpang kunyit yang sudah besar dan tua merupakan
bagian yang dominan sebagai obat (Winarto, 2008).
Dalam taksonomi tumbuhan, kunyit dikelompokkan sebagai berikut :
Kingdom

: Plantae (tumbuh-tumbuhan)

Divisi (divisio)

: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)

Anak divisi (sub-divisio)

: Angiospermae (berbiji tertutup)

Kelas (class)

: Monocotyledonae (biji berkeping satu)

Bangsa (ordo)

: Zingiberales

Suku (family)

: Zingiberaceae (temu-temuan)

Marga (genus)

: Curcuma

Jenis (species)

: Curcuma domestica Val.


(Winarto, 2008).

Berikut pemerian dari kunyit :


Bau khas aromatik; rasa agak pahit, agak pedas, lama kelamaan
menimbulkan rasa tebal. Makroskopik. Kepingan : Ringan, rapuh, warna kuning
jingga, kuning jingga kemerahan sampai kuning jingga kecoklatan; bentuk
hampir bundar sampai bulat panjang, kadang-kadang bercabang; lebar 0,5 cm
sampai 3 cm, panjang 2 cm sampai 6 cm, tebal 1 mm sampai 5 mm; umumnya
melengkung tidak beraturan, kadang-kadang terdapat pangkal upih daun dan

pangkal akar. Batas korteks dan silinder pusat kadang-kadang jelas.Bekas


patahan: Agak rata, berdebu, warna kuning jingga sampai coklat kemerahan.
Mikroskopik. Epidermis: Satu lapis sel, pipih berbentuk poligonal, dinding sel
menggabus. Rambut penutup: Berbentuk kerucut, lurus atau agak bengkok ;
panjang 250 m sampai 890 m, dinding tebal. Hipodermis: Terdiri dari beberapa
lapis sel terentang tangensial; dinding sel menggabus. Periderm: Terdiri ari 6 lapis
sampai 9 lapis sel berbentuk segi panjang, dinding menggabus. Korteks dan
silinder pusat: Parenkimatik, terdiri dari sel-sel besar, penuh berisi pati. Butir
pati: Tunggal, bentuk lonjong atau bulat telur dengan satu ujung mempunyai
tonjolan atau berbentuk bulat sampai hampir segitiga dengan satu sisi membulat;
lamela kurang jelas; hilus yang kurang jelas terdapat pada tonjolan di ujung butir;
panjang 10 m sampai 60 m, umumnya 20 m sampai 40 m, lebar 10 m
sampai 28 m, umumnya 14 m sampai 20 m. Sel sekresi: Banyak tersebar,
bentuk bulat atau lonjong berisi minyak berwarna kuning jingga yang sebagian
mendamar dan berwarna coklat kekuningan; pada penambahan besi (III) klorida
LP warna menjadi lebih tua. Berkas pembuluh: Kolateral, tersebar tidak beraturan
pada korteks dan pada silinder pusat, berkas pembuluh di bawah endodermis
tersusun dalam lingkaran, kadang-kadang berkas pembuluh dikelilingi sel
parenkim yang tersusun menjari; pembuluh kayu umumnya terdiri dari
pembuluh tangga dan pembuluh jala, lebar 20 m sampai 80 m, tidak berlignin.
Endodermis: Terdiri dari 1 lapis sel terentang tangensial, dinding radial menebal,
tidak terdapat pati. Serbuk: Warna kuning sampai kuning jingga. Fragmen
pengenal adalah butir pati: gumpalan tidak beraturan zat berwarna kuning sampai
kuning coklat; parenkim dengan sel sekresi; fragmen pembuluh tangga dan
pembuluh jala; fragmen rambut penutup warna kuning; tidak terdapat serabut
(Depkes RI, 1977).
Pemerian simplisia berdasarkan Farmakope Indonesia :
Kadar abu. Tidak lebih dari 9 %
Kadar abu yang tidak larut dalam asam. Tidak lebih dari 1,6 %
Kadar sari yang larut dalam air. Tidak kurang dari 15 %
Kadar sari yang larut dalam etanol. Tidak kurang dari 10 %

10

Bahan organik asing. Tidak lebih dari 2%


Penyimpanan.Dalam wadah tertutup baik Isi.
Minyak atsiri 3-5 %, kurkumin, pati, tanin, damar
Penggunaan. Kholagogum
(Depkes RI, 1977).
D. Kurkuminoid
Rimpang kunyit mengandung minyak menguap sebanyak 3-5% v/b.
Terdiri atas turmeron, zingiberen, ar-turmeron, sedikit mengandung fellandren,
seskiterpen

alkohol,

borneol,

kurkumin,

desmetoksikurkumin,

bisdesmetoksikurkumin, pati, tanin dan damar (Dalimartha, 2009).

Nama IUPAC : [1,7-bis-(4-hidroksi-30metoksifenil)hepta-1,6-diena3,5-dion].


Rumus : C21H20O6
Bobot molekul: 368.37
Kurkumin merupakan senyawa turunan fenolik dari hasil isolasi rimpang
tanaman

kunyit

(Curcuma

domestica

Rhizome)

yang

mengandung

desmetoksikurkumin, kurkumin danbisdesmetoksikurkumin, yang ketiganya


sering disebut sebagai kurkuminoid.Kandungan utama dari kurkuminoid adalah
kurkumin yang berwarna kuning jingga. Arah pengembangan tanaman obat
ditujukan untuk pemenuhan industri dalam negeri, farmasi, kosmetika, industri
rumah tangga, jamu gendong, dan ekspor. Ada banyak data dan literatur yang
menunjukkan bahwa kandungan kurkumin dalam kunyit (Curcuma domestica)
berpotensi besar dalam aktivitas farmakologi yaitu anti inflamatori, anti
imunodefisiensi, anti virus (virus flu burung), anti bakteri, anti jamur, anti

11

oksidan, anti karsinogenik dan anti infeksi (Joe et al., 2004; Chattopadhyay et al.,
2004).
Besarnya

kandungan

kurkumin

ini

dianalisis

menggunakan

spektrofotometri yakni analisis yang menggunakan yakni analisis yang


menggunakan alat spektrofotometer yang mendasarkan pada sifat absorbsi sinar
oleh suatu zat yang terlarut dalam cairan (Said, 2010).
Fungsi lain dari kurkumin adalah sebagai antioksidan, anti inflamasi,
efek pencegah kanker serta menurunkan risiko serangan jantung (Anonim d,
2006).

Nama

IUPAC

(1E,6E)-1-(4-Hydroxy-3-methoxyphenyl)-7-(4

hydroxyphenyl)hepta-1,6-diene-3,5-dione.
Nama

lain

Curcumin

II;

Desmethoxycurcumin;

Monodemethoxycurcumin

Nama IUPAC : (1E,6E)-1,7-bis(4-hydroxyphenyl)hepta-1,6-diene-3,5dione.


Nama

lain

didemethoxycurcumin,

Curcumin

III,

bis(4-hydroxycinnamoyl)methane,

bisdemethocycurcumin,

hydroxycinnamoyl)methane, NSC687839.
E. Uji Kemurnian Simplisia

BIs(p-

12

Beberapa metode analisis simplisia antara lain yaitu Bahan organik asing,
penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam, penetapan
serat kadar, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air (Dirjen POM,
1995).
Cara pemeriksaan dan penetapan kadar yang diberikan dalam MMI
adalah cara utama yang dapat memberikan hasil yang sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan bagi masing-masing simplisia. Pernyataan bobot tetap yang
tertera pada penetapan kadar sari dan kadar abu, dimaksudkan bahwa 2 kali
penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap g sisa yang
ditimbang. Penimbangan dilakukan setelah zat dikeringkan lagi selama 1 jam
(Depkes RI, 1989).
Dengan pernyataan bobot tetap yang tertera pada penetapan kadar sari
dan kadar abu, dimaksudkan bahwa dua kali penimbangan berturut-turut berbeda
tidak lebih dari 0,5mg tiap g sisa yang ditimbang. Penimbangan dilakukan setelah
zat dikeringkan lagi selama satu jam (Depkes RI, 1980).
F. Senyawa Fitokimia
Senyawa fitokimia adalah zat kimia alami yang terdapat di dalam
tanaman yang memberikan cita rasa, aroma, ataupun warna khas pada tanaman
tersebut. Beberapa khasiat senyawa fitokimia adalah anti kanker, antimikroba,
antioksidan, antitrombotik, antiinflamasi, meningkatkan sistem kekebalan,
mengatur tekanan darah, menurunkan kolesterol, serta mengatur kadar gula darah
(Astawan, 2008).
Beberapa jenis senyawa fitokimia adalah alkaloid, flavonoid, kurnon,
tanin, polifeno, saponin, dan masih banyak lagi yang fungsinya adalah saling
melengkapi sehingga bermanfaat bagi tubuh (Rizki, 2013).
Penafisan fitokimia meliputi pemeriksaan golongan senyawa kimia
diantaranya alkaloid, steroid/triterpenoid, saponin, flavonoid, tanin, kuinon
(Depkes RI, 1989)
Skrining fitokimia secara kualitatif dilakukan dengan penambahan
berbagai pereaksi tertentu ke dalam ekstrak tanaman sehingga menghasilkan

13

warna

larutan/endapan

tertentu.Secara

spesifik

kuantitatif

yang

senyawa

menandakan
sekunder

keberadaan

dapat

diukur

senyawa
dengan

spektrofotometer (Ginting, 2012).


G. Metabolit Sekunder
Metabolit

sekunder

adalah

senyawa

yang

tidak

esensial

bagi

pertumbuhan organisme dan ditemukan dalam bentuk yang unik pada setiap
spesies atau jenis senyawa metabolit sekunder hanya ditemukan pada satu spesies
dalam satu kingdom.Senyawa ini tidak selalu dihasilkan, tetapi hnaya pada saat
dibutuhkan atau pada fase-fase tertentu.Fungsi metabolit sekunder ialah untuk
berinteraksi dengan lingkungan, misalnya mempertahankan diri terhadap kondisi
lingkungan yang kurang menguntungkan, misalnya memepertahankan diri
terhadap

kondisi

lingkungan

yang

kurang

menguntungkan.Senyawa

ini

dikelompokkan menjadi 3 kelompok utama yaitu terpenoid, fenolik, dan senyawa


yang mengandung nitrogen (Soegiharjo, 2013).
Alkaloid merupakan golongan senyawa heterogen secara kimiawi dan
mengandung unsure nitrogen (N).Ekstraksi alkaloid selain analisis kualitatif dapat
dilakukan dengan pertolongan pereaksi.Misalnya dengan pereaksi Mayer,
Dragendorff, Wayner, dan Buchardet. Apabila diperoleh isolate murni, dapat
ditetapkan titik leleh campuran dengan menggunakan baku pembanding atau
dengan Ko-Kromatografi (Soegiharjo, 2013).
Glikosida adalah senyawa yang terdiri atas gabungan gula dan bukan
gula. Bagian gula biasa disebut glikon sementara bagian bukan gula disebut
aglikon atau genin (Gunawan et al, 2002).
Klasifikasi (penggolongan) glikosida sangat sukar. Bila ditinjau dari
gulanya, akan dijumpai gula yang strukturnya belum jelas. Sedangkan bila
ditinjau dari aglikonnya akan dijumpai hampir semua golongan konstituen
tumbuhan, misalnya tanin, sterol, terpenoid, dan flavonoid. Hampir semua
glikosida dapat dihidrolisis dengan pendidihan dengan asam mineral.Hidrolisis
dalam tumbuhan juga terjadi karena enzim yang terdapat dalam tumbuhan

14

tersebut. Nama enzimnya secara umum adalah beta glukosidase, sedangkan untuk
ramnosa nama enzimnya adalah ramnase (Anonim, 2010).
H. Kromatografi
Metode pemisahan kromatografi didasarkan pada perbedaan distribusi
molekul-molekul komponen diantara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam) yang
kepolarannya berbeda.Keberhasilan pemisahan kromatografi bergantung pada
daya interaksi komponen-komponen campuran dengan kedua fasa (Hendayana,
2010).
Kromatografi lapis tipis merupakan teknik untuk identifikasi senyawa
dan untuk menentukan adanya pengotor minor.Keunggulan metode ini adalah
fleksibilitasnya untuk mengidentifikasi semua senyawa bahkan senyawa
anorganik. Prinsip metode ini adalah gerakan naik suatu analit atau melintasi fase
diam(paling umum digunakan silica gel) yang dibawah pengaruh fase
gerak(biasanya campuran pelarut organik) yang bergerak melalui fase diam oleh
kerja kapiler (Watson, 2010).
Kromatografi Lapis Tipis (KLT) merupakan bentuk kromatografi planar.
Fase diamnya berupa lapisan yang seragam (uniform) pada permukaan bidang
datar yang didukung oleh lempeng kaca alumunium atau plat plastik. Semakin
kecil ukuran rata-rata partikel fase diam dan semaki n sempit lapisan ukuran fase
diam, maka semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan resolusinya.
Fase gerak yang dikenal sebagai pelarut pengembang akan bergerak sepanjang
fase diam karena pengaruh kapiler pada pengembangan secara menaik atau karena
pengaruh gravitasi pada pengembangan secara menurun (Gandjar, 2009).
Fasa atau fase diam adalah cairan yang terikat pada permukaan padatan
atau padatan itu sendiri sehingga tidak dapat bergerak.Fasa diam dapat berupa
sebuk padatan hidrofilik yang dapat menyerap zat terlarut pada saat tertentu.Fase
gerak adalah cairan atau pelarut atau gas pembawa yang tidak bereaksi dengan
senyawa-senyawa yang dipisahkan. Gerakan cairan ini membawa migrasi
komponen sampel sebelum terserap di fase diam. Fase gerak sering disebut juga
sebagai eluen yang akan mengelusi samper sepanjang kolom kromatografi

15

melewati fasa diamnya. Tindakan melwatkan eluen sepanjang kolom sering


disebut dengan istilah mengelusi sampel (Wonoharjo, 2013).
I. Ekstraksi
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simlisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut
yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan masa atau
serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian sehingga memenuhi baku yang telah
ditentukan. Sebagian besar ekstrak dibuat dengan mengekstraksi bahan baku obat
secara perkolasi. Seluruh perkolat biasanya dipekatkan secra destilasi dengan
menggunakan tekanan (Dirjen POM,1995).
Dalam memilih pelarut yang akan dipakai harus diperhatikan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi. Sifat yang penting
adalah sifat kepolaran, dapat dilihat dari gugus polar senyawa tersebut yakni
gugus OH, COOH. Senyawa polar lebih mudah larut dalam pelarut polar, dan
senyawa non polar akan mudah larut dalam pelarut non polar. Derajat kepolaran
tergantung kepada ketetapan dielektrik, makin besar tetapan dielektrik makin
polar pelarut tersebut (Dirjen POM, 1992).
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut
sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair (Depkes
RI, 2000).
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dapat dilakukan dengan beberapa
cara yaitu :
Cara Dingin
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstraksi simplisia dengan menggunakan
pelarut dengan beberapa kali pengadukan pada temperatur ruangan (Depkes RI,
2000).
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut sampai sempurna (exhaustive
extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Proses ini terdiri

16

dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi


sebenarnya (penetasan/penampungan ekstrak) (Depkes RI, 2000).
Cara Panas
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya,
selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan
adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu
pertama sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna
(Depkes RI, 2000).
b. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik (Depkes RI, 2000).

c. Digesti
Digesti adalah maserasi dengan pengadukan kontinu pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan, yaitu secara umum dilakukan pada
temperatur 40-500C (Depkes RI, 2000).
d. Infus
Infus adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada suhu 900C selama 15 menit (Depkes RI, 1979).
e. Dekok
Dekok adalah sediaan cair yang dibuat dengan menyari simplisia nabati
dengan air pada waktu yang lebih lama 30 menit dan temperatur sampai titik
didih air (Depkes RI, 2000).
Pemilihan metode ekstraksi tergantung bahan yang digunakan, bahan
yang mengandung mucilage dan bersifat mengembang kuat hanya boleh dengan
cara maserasi. Sedangkan kulit dan akar sebaiknya perkolasi. Untuk bahan yang
tahan panas sebaiknya ekstraksi dengan cara refluks sedangkan simplisia yang

17

mudah rusak kerena pemanasan dapat diekstraksi denga metode soxhlet. Hal-hal
yang

perlu

dipertimbangkan

dalam

pemilihan

metode

ekstraksi

diantaranya:bentuk bahan yang digunakan, kandungan air dari bahan yang


diekstraksi, jenis senyawa yang akan diekstraksi sifat senyawa yang akan
diekstraksi, pembagian jenis ekstraksi (Agoes, 2007).
Proses ekstraksi secara dingin pada prinsipnya tidak memerlukan
pemanasan. Hal ini diperuntukkan untuk bahan yang mengandung komponen
kimia yang tidak tahan pemanasan dan bahan alam yang mempunyai tekstur yang
lunak. Yang termasuk ekstraksi secara dingin adalah metode maserasi, metose
soxhletasi, dan perkolasi (Dirjen POM ,1986).
Ekstraksi secara panas dilakukan untuk mengekstraksi komponen kimia
yang tahan terhadap pemanasan seperti glikosida, saponin, dan minyak-minyak
menguap yang memiliki titik didih yang tinggi, selain itu pemanasan juga
diperuntukkan untuk membuka pori-pori sel simplisia sehingga pelarut organic
mudah masuk ke dalam sel untuk melarutkan komponen kimia. Metode ekstraksi
yang termasuk cara panas yaitu metode refluks dan metode destilasi uap (Tobo,
2001).
J. Fraksinasi
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertantu dari
campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa
jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau
pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih besar akan
berada paling dasar sedangkan fraksi yang lebih ringan akan berada diatas.
Fraksinasi bertingkat biasanya menggunakan pelarut organik seperti eter, aseton,
benzena, etanol, diklotometana, atau campuran pelarut tersebut.Asam lemak, asam
resin, lilin, tanin, dan zat warna adalah bahan yang penting dan dapat diekstraksi
dengan pelarut organik (Adijuawana, 2001).
K. Antioksidan dan Uji Antioksidan

18

Antioksidan merupakan zat yang dapat menetralkan radikal bebas


sehingga dapat melindungi sistem biologi tubuh dari efek merugikan yang timbul
dari proses ataupun reaksi yang menyebabkan oksidasi yang berlebih (Hariyatimi,
2004).
Antioksidan adalah suatu senyawa yang berperan dalam menghambat
oksidasi yang diperantarai oksigen. Mekanisme kerja antioksidan yaitu dengan
elektron sehingga dapat menghambat adanya reaksi berantai yang disebabkan oleh
radikal bebas yang menyebabkan terjadinya stress oksidatif (Hernani, 2006).
Antioksidan adalah senyawa yang mampu menangkal atau meredam
dampak negatif oksidan dalam tubuh. Antioksidan bekerja dengan cara
mendonorkan sau electronnya kepada senyawa yang bersifat oksidan sehingga
aktivitas senyawa oksidan tersebut bisa dihambat (Winarsi,2007).
Senyawa antioksidan memiliki peran yang sangat penting dalam
kesehatan .berbagai bukti ilmiah menunjukan bahwa senyawa antioksidan
mengurangi risiko berbagai penyakit kronis seperti kanker dan penyakit jantung
koroner. Karakter utama senyawa antioksidan adalah kemampuannya menangkap
radikal bebas.Uji aktivitas antioksidan secara kuantitatif menggunakan metode
DPPH dipilih karena ujinya sederhana, mudah, cepat dan peka serta hanya
memerluka sedikit sampel (Trilaksani, 2003).
Untuk menguji adanya aktivitas antioksidan dapat menggunakan metode
DPPH.Pengamatan terhadap penengkalan radikal DPPH dapat dilakukan dengan
mengamati penurunan absorbansi. Hal ini dapat terjadi oleh adanya reduksi
radikal oleh antioksidan atau bereaksi dengan senyawa radikal lainnya (Yu,dkk,
2002).
Uji aktivitas antioksidan DPPH berdasarkan reaksi penangkapan radikal
DPPH oleh senyawa antioksidan melalui mekanisme donasi atom hydrogen
sehingga akan menghasilkan DPPH-H(bentuk ion radikal) dan menyebabkan
terjadinya penurunan intensitas warna ungu dari DPPH (Windono,dkk,2004).
Berikut ini dapat dilihat resonansi DPPH dan reaksi DPPH dengan atom
H netral yang berasal dari senyawa-senyawa yang bersifat antioksidan:

19

(Molyneux, 2004).

(Molyneux, 2004).
Pada metode sebelumnya waktu reaksi yang direkomendasikan adalah 30
menit, dan sudah sering dilakukan. Waktu yang paling cepat yang pernah
digunakan, 5 menit atau 10 menit. Kenyataannya waktu reaksi yang benar adalah
ketika reaksi sudah mencapai kesetimbangan. Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh
sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di dalam sampel (Molyneux, 2004).
Panjang gelombang maksimum (maks) yang digunakan dalam
pengukuran uji sampel uji sangat bervariasi. Menurut beberapa literatur panjang
gelombang maksimum untuk DPPH antara lain 515 nm, 516 nm, 517 nm, 518 nm,
519nm dan 520 nm.Pada prakteknya hasil pengukuran yang memberikan peak
maksimum itulah panjang gelombangnya yaitu sekitar panjang gelombang yang
disebutkan diatas. Nilai absorbansi yang mutlak tidaklah penting, karena panjang
gelombang dapat diatur untuk memberikan absorbansi maksimum sesuai dengan
alat yang digunakan (Molyneux, 2004).

20

Pengukuran aktivitas antioksidan sampel dilakukan pada panjang


gelombang

517

nm

yang

merupakan

panjang

gelombang

maksimum

DPPH.Adannya antioksidan dari sampel mengakibatkan terjadinya perubahan


warna larutan DPPH yang semula berwarna ungu pekat menjadi kuning pucat.
Aktivitas antioksidan dari ekstrak dinyatakan dalam persen penghambatannya
terhadap radikal DPPH.Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai EC50,
yiatu konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50 %
radikal bebas DPPH (Achmad, 2000).
Nilai aktivitas antioksidan diketahui melalui nilai EC50 yang dihasilkan,
bahwa semakin tinggi aktivitas antioksidan suatu senyawa, maka semakin rendah
nilai EC50 yang dihasilkan (Molyneux,2003).
L. Analisis Kuantitatif
Pengerjaan penelitian bahan alam dibagi menjadi:
Analisis kimia kuantitatif berkaitan dengan identifikasi zat-zat kimia,
mengenali unsure atau senyawa apa yang ada dalam suatu sampel (Day, 2010).
Analisis kimia kuantitatif, berkaitan dengan penetapan berapa banyak
suatu zat tertentu yang terkandung dalam suatu sampel, bisa didasarkan pada
ukuran dari sampel yang tersedia untuk dianalisis (Day, 2010).
Bioassay melibatkan penggunaan jaringan biologis untuk mendapatkan
hubungan antara konsentrasi dan respon fisiologis, dapat digunakan untuk
memperkirakan konsentrasi obatr, konstanta kadarnya atau potensi relative
terhadap orang lain ( Neal, 2005).
M. Spektrofotometri
Prinsip spektrofotometri adalah berdasarkan absorbs cahaya pada
panjang gelombang tertentu melalui suatu larutan konsentrasinya. Jumlah cahaya
yang diabsorbsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi larutan. Prinsip ini
dijalankan dalam hukum Lambert Beer, yang menghubungkan antara absorbs
cahaya

dengan

konsentrasi

pada

suatu

bahan

yang

mengabsorbsi

21

(Lestari,2009).Fraksi aktif ekstrak rimpang kunyit memiliki aktivitas antioksidan


melalui uji penangkapan radikal DPPH.
N. Landasan Teori
Kunyit (Curcuma domestica) merupakan tanaman yang dimanfaatkan
rimpangnya untuk di obat. Pengkonsumsian kunyit memberikan khasiat, hal ini
didapatkan dari senyawa aktif antikoagulan yang berfungsi sebagai obat
hipertensi, obat malaria, obat cacing, bakterisida, obat sakit perut, peluruh ASI,
fungisida, stimulan, mengobati keseleo, memar, rematik, obat asma, diabetes
melitus, tifus, disentri, pelancar haid, keputihan usus buntu, amandel, sariawan,
tambah darah, menghilangkan jerawat, penurun panas, menghilangkan rasa gatal,
menyembuhkan kejang dan mengobati luka-luka dan masih banyak lagi.
Adanya senyawa-senyawa aktif yang terdapat dalam rimpang kunyit
membuat hal diatas mungkin terjadi. Hal ini diketahui secara empiris dan
dipercaya secara turun menurun dan telah menyebar luas dimasyarakat, dan tidak
jarang dijadikan sebagai bumbu dalam masakan-masakan daerah.
Didalam kunyit ada senyawa aktif kurkumin Fungsi lain dari kurkumin
yaitu sebagai antioksidan yang dapat mencegah radikal bebas. Senyawa aktif yang
bertanggung jawab atas khasiat dari kunyit yaitu kandungan kurkuminoidnya
yang terdiri dari kurkumin, desmetoksikurkumin, bisdemetoksikurkumin.
Bagian dari kunyit yang akan dibuat simplisia yaitu bagian rimpangnya.
Bagian luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, sedangkan di bagian dalamnya
berwarna jingga terang atau kuning. Pembuatan simplisia rimpang kunyit
bertujuan sebagai bahan baku alami yang nantinya digunakan untuk tujuan
tertentu. Simplisia itu sendiri merupakan bahan alamiah yang dipergunakan
sebagai obat tradisional yang belum mengalami pengolahan apapun dan
dikeringkan.
Simplisia digolongkan menjadi simplisia nabati dan simplisia hewani.
Simplisia hewani berasal dari hewan, sementara simplisia nabati berasal dari
tanaman. Sementara berdasar bentuknya simplisia digolongkan menjadi simplisia

22

utuh, simplisia rajangan, simplisia serbuk. simplisia ekstrak, simplisia cair.


Simplisia kunyit tergolong simplisia nabati dan simplisia serbuk karena telah
mengalami penghalusan menjadi serbuk dari bentuk rajangan rimpangnya.
Pembuatan simplisia terdiri dari pencucian, pengupasan, pemanasan,
pengirisan, pengeringan, dan penghalusan menjadi serbuk. Pencucian bertujuan
untuk membersihkan dan melepaskan tanah yang melekat pada rimpang.
Penjemuran bertujuan menghilangkan kadar air dalam simplisia agar benar-benar
kering. Pengirisan merupakan proses yang sangat penting dalam pembuatan
simplisia karena di samping bertujuan agar rimpang tidak membusuk, proses
pengeringan juga menentukan kualitas simplisia. Ada beberapa cara pengeringan
yang dikenal, yakni pengeringan langsung dengan cara dijemur di bawah
matahari, pengeringan menggunakan alat pengering buatan, dan pengeringan
dengan kamar pengering yang dialiri udara panas.
Uji kemurnian simplisia dilihat dari ada atau tidaknya bahan organik
asing, penetapan kadar abu, penetapan kadar abu yang tidak larut dalam asam,
kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol penetapan serat
kadar, penetapan kadar minyak atsiri, penetapan kadar air dan dari segi
penyimpanan.
Dalam upaya memanfaatkan senyawa aktif dari simplisia, dikenal istilah
ekstraksi yaitu kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga
terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Dalam ekstraksi,
harus diperhatikan beberapa hal yaitu pelarut yang akan dipakai, jenis dan sifat
kandungan kimia (metabolit sekunder) yang akan diekstraksi, bentuk bahan yang
digunakan, kandungan air dari bahan yang diekstraksi serta pembagian jenis
ekstraksi. Sifat yang penting dalam ekstraksi yaitu adalah sifat kepolarannya.
Ekstraksi dapat digolongkan menjadi dua cara yaitu cara dingin dan cara
panas. Cara dingin yaitu maserasi dan perkolasi. Sementara cara panas terdiri dari
refluks, soxhlet, digesti , infus dan dekok. Dari eksraksi ini, akan didapatkan suatu
ekstrak, dapat berupa ekstrak kental maupun ekstrak kering.
Selain ekstraksi, dalam pemanfaatan senyawa aktif dapat dilakukan
fraksinasi yang merupakan proses pemisahan suatu kuantitas tertantu dari

23

campuran (padat, cair, terlarut, suspensi atau isotop) dibagi dalam beberapa
jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian. Pembagian atau
pemisahan ini didasarkan pada bobot dari tiap fraksi, fraksi yang lebih besar akan
berada paling dasar sedangkan fraksi yang lebih ringan akan berada diatas.
Senyawa aktif dalam pemanfaatannya harus mengalami tahap isolasi,
yang dapat dilakukan dengan KLT (Kromatografi Lapis Tipis). Metode pemisahan
kromatografi ini didasarkan pada perbedaan distribusi molekul-molekul
komponen diantara dua fasa (fasa gerak dan fasa diam) yang kepolarannya
berbeda. Prinsipnya adalah gerakan naik analit atau melintasi fase diam dibawah
pengaruh fase gerak yang bergerak melalui fase diam oleh kerja kapiler.
Kromatografi Lapis Tipis juga dapat digunakan untuk identifikasi
senyawa dan untuk menentukan adanya pengotor minor.

Semakin kecil ukuran

rata-rata partikel fase diam dan semakin sempit lapisan ukuran fase diam,
sehingga akan semakin baik kinerja KLT dalam hal efisiensinya dan
resolusinya.Tindakan melwatkan eluen sepanjang kolom disebut dengan istilah
mengelusi sampel.
Untuk mengetahui seberapa besar aktivitas antioksidan senyawa aktif
kurkumin dari ekstrak, fraksi, maupun isolat pada penelitian ini, harus dilakukan
pengujian secara kualitatif yang salah satunya dapat menggunakan metode DPPH.
Prinsip metode ini adalah berdasarkan reaksi penangkapan radikal DPPH oleh
senyawa antioksidan melalui mekanisme donasi atom hidrogen sehingga akan
menghasilkan DPPH-H (bentuk ion radikal) dan menyebabkan penurunan
absorbansi akibat terjadinya penurunan intensitas warna ungu dari DPPH.
Kecepatan reaksi dipengaruhi oleh sifat dari aktivitas antioksidan yang terdapat di
dalam sampel.
Besarnya aktivitas antioksidan ditandai dengan nilai EC50, yang
merupakan konsentrasi larutan sampel yang dibutuhkan untuk menghambat 50 %
radikal bebas DPPH. Semakin tinggi aktivitas antioksidan suatu senyawa, maka
semakin rendah nilai EC50 yang dihasilkan.
Dalam metode DPPH, digunakan spektrofotometer visibel dalam
menganalisis penurunan kadar DPPH yang terikat oleh senyawa oksidan senyawa

24

uji. Prinsip spektrofotometri berdasarkan pada absorbsi cahaya pada panjang


gelombang tertentu melalui suatu larutan yang memiliki konsentrasi tertentu.
Jumlah cahaya yang diabsorbsi oleh larutan sebanding dengan konsentrasi larutan.
Prinsip ini menaati hukum Lambert Beer, yang menghubungkan antara absorbsi
cahaya dengan konsentrasi pada suatu larutan.
O. Hipotesis
1. Fraksi aktif rimpang kunyit memiliki kandungan senyawa kurkuminoid .
2. Fraksi aktif rimpang kunyit memiliki aktivitas antioksidan memalui uji
penangkapan radikal DPPH.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
A. Jenis dan Rancangan Penelitian
Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian semi eksperimental
karena tidak ada perlakuan pada subjek uji dan bersifat eksploratif karena untuk
mencari senyawa aktif dalam tanaman rimpang kunyit.
B. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang dilakukan, antara lain : pembuatan simplisia,
ekstraksi, fraksinasi, dan isolasi.
C. Variabel
1. Variabel bebas
Variabel bebas dari penelitian ini adalah konsentasi larutan sampel
ekstrak dan fraksi aktif rimpang kunyit.
2. Variabel Terikat
Variabel Terikat pada penelitian ini adalah kadar kurkumin dan nilai
EC50.
3. Variabel Pengacau Terkendali

25

Variabel Pengacau Terkendali pada penelitian ini adalah termpat


pembelian rimpang kunyit.
4. Variabel Pengacau Tak Terkendali
Variabel Pengacau Tak Terkendali pada penelitian ini adalah usia
tanaman dan kondisi tanah.
D. Alat dan Bahan
1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian yaitu timbangan, krus platina, krus
silikat, Bunsen, krus kaca masir, cawan, labu ukur, pendingin, destilasi, LAB,
erlenmeyer 500 ml, penyaring, pipa kapiler, chamber, KLT, etanol, UV 254 nm
dan 365 nm, Kloroform : methanol (95:5), flakon, spektrofotometer visibel/UV
visibel, mikropipet 100 1000 L, tabung reaksi bertutup, tabung reaksi,
penangas air, kapas, pipet, gelas ukur, timbangan, pipet pasteur, corong pisah,
corong kaca, gelas becker, kertas saring.
2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam praktikum ini antara lain : HCl encer P, air
panas, air kloroform P, etanol (96%), toluen, uap ammonia, serbuk simplisia,
ekstrak kering, pereaksi vanillin asam sulfat, ekstrak kental, larutan kurkumin,
larutan DPPH, fraksi aktif rimpang kunyit, silika gel GF254, methanol, larutan
kurkumin 10 mg/ 10 ml metanol, Metanol p.a., kolom (silika gel GF 254), HCl 1%,
Pereaksi dargendroff, pereaksi mayer, Na2CO3, kloroform, asam cuka 5%, KOH,
H2O2, methanol, asetat glasial, toluen, etanol 80%, pereaksi FeCl3, NaOH 2%,
larutan Gelatin 1%, Asam 3,5 dinitrobenzoat, eter.
E. Prosedur Penelitian
1. Uji Kemurnian Simplisia
a. Penetapan kadar abu
Lebih kurang 2-3 gram zat yang telah digerus dan ditimbang seksama,
dimasukkan ke dalam krus platina atau krus silikat yang telah dipijarkan dan
ditara, diratakan. Dipijarkan perlahan-lahan hinga arang habis, didinginkan,

26

ditimbang. Jika dengan cara ini arang tidak dapat dihilangkan dengan air panas,
disaring melalui kertas saring bebas abu.Dipijarkan sisa dan kertas saring dalam
kurs yang sama. Filtrat dimasukkan ke dalam krus, diuapkan, dipijarkan hingga
bobot tetap, ditimbang. Kadar abu dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan
di udara.
b. Penetapan kadar abu yang tidak larut asam
Abu yang diperoleh pada penetapan kadar abu dididihkan dengan 25 ml
asam klorida encer P selama 5 menit.Bagian yang tidak larut dalam asam
dikumpulkan, disaring melalui krus masir atau kertas saring bebas abu. Dicuci
dengan air panas, dipijarkan hingga bobot tetap, ditimbang. Kadar abu yang tidak
larut asam dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara.
c. Penetapan kadar abu yang larut dalam air
Abu yang diperoleh pada penetepan kadar abu dididihkan dengan 25 ml
air selama 5 menit. Dikumpulkan bagian yang tidak larut, disaring melalui krus
kaca masit atau kertas saring bebas abu. Dicuci dengan air panas dan dipijarkan
selama 15 menit pada suhu tidak lebih dari 450 C, hingga bobot tetap, dtimbang.
Perbedaan bobot sesuai dengna jumlah abu yang larut dalam air. Kadar abu yang
larut dalam air dihitung terhadap bahan yang dikeringkan di udara.
d. Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Sebuk (4/18) dikeringkan di udara. Maserasi 5,0 gram serbuk dengan 100
ml air kloroform P dalam labu bersumbat. Selama 6 jam pertama sekali-kali
dikocok selama agar homogeny, selanjutnya dibiarkan selama 18 jam. Disaring,
20 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang
telah ditara, dipanaskan pada suhu 105 C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen
sari yang larut dalam air dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
e. Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol
Sebuk (4/18) dikeringkan di udara. Dimaserasi 5,0 gram serbuk dengan
100 ml etanol (95 %) dalam labu bersumbat. Dikocok sekali-sekali selama 6 jam
pertama agar homogen, selanjutnya dibiarkan selama 18 jam. Disaring cepat
dengan menghindarkan penguapan etanol (95 %). Diuapkan20 ml filtrat hingga
kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara, dipanaskan pada suhu
105 C hingga bobot tetap. Kadar dalam persen sari yang larut dalam etanol (95
%) dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.

27

f. Penetapan bahan organik asing


25-50 gram simplisia ditimbang, diratakan. Bahan organik asing
dipisahkan sesempurna mungkin. Dtimbang dan ditetapkan jumlahnya dalam
persen terhadap simplisia yang digunakan.
g. Penetapan kadar air dengan distilasi toluen
Sejumlah simplisia (10 gram serbuk) yang setara dengan kandungan air 2
sampai 4 ml dimasukkan ke dalam labu alas bulat 500 ml. 200 ml toluen
dimasukkan ke dalam labu alas bulat dan dihubungkan dengan destilator dan
pendingin tegak. Sejumlah toluen dituang dalam tabung penerima melalui
pendingin. Pemanas (heating mentle) dihidupkan, panas diatur hingga toluen
mendidih dan mulai ada tetesan toluen dan air. Kecepatan tetes destilasi diatur 4
tetes per detik, dilanjutkan destilasi sampai tidak ada lagi tetesan air (kira-kira 3
jam). Kadar air dihitung dalam % v/b.
2. Penapisan (Skrining) Fitokimia
a. Pembuatan Serbuk Simplisia
Bahan simpleks dikumpulkan terlebih dahulu kemudian dilakukan sortasi
basah lalu dicuci dan dikeringkan.
b. Uji Alkaloida
Dilakukan penimbangan 2 gram serbuk simpleks dan ditambahkan 1%
HCl kemudian dipanaskan selama 30 menit. Kemudian disaring dengan kapas ke
dalam 2 tabung yang berbebeda dan sama banya (tabung dinamai tabung A dan
B). Dari tabung A dibagi lagi menjadi dua, dan pada bagian pertama diberi
pereaksi Dargendroff dan bagian kedua diberi pereaksi Mayer.
Untuk uji basa tertier atau kuarterner, dilakukan penambahan dengan
Na2CO3 dan kloroform, lalu diaduk secara perlahan. Setelah kloroform memisah,
diambil dan ditambah asam cuka 5%. Dilakukan pengadukan dan dipisahkan
lapisan yang terbentuk diatasnya. Kemudian ditambahkan pereaksi dragendorff
untuk lapisan atas, dan ditambah asam klorida 1% untuk lapisan bawah. Setelah
ditambah asam klorida 1% ambil lapisan atas dan ditambah pereaksi dragendorff.
c. Uji Antrakinon
Ditimbang 300 mg serbuk simplisia ditambah KOH 5N dan H2O2 dan
dididihkan selama 2 menit. Lalu dilakukan penyaringan setelah dingin. Diambil 5

28

ml filtrat ditambah asam asetat glacial dan toluene. Dari situ terbentuk 2 lapisan
dan ambil 5 ml lapisan atas dan dimasukkan dalam tabung reaksi. Lalu tambahkan
0,5 1 ml KOH 5N.

d. Uji Polifenol
Ditimbang 2 gram serbuk simplisia ditambah 10 ml air dan ditimbang 2
gram serbuk simplisia dalam 100 ml etanol 80%. Kemudian dipanaskan selama 10
menit dan kemudian keduanya disaring dalam keadaan panas. Setelah dingin
keduanya ditambahkan 3 tetes pereaksi FeCl3.
e. Uji Tanin
Ditimbang 2 gram serbuk simplisia, ditambahkan 10 ml air. Dipanaskan
selama 30 menit lalu disaring. Diambil 5 ml filtrate ditambah NaCl 2% sebanyak
1 ml. bila terjadi endapan atau suspense lakukan penyaringan dan filtrate
ditambah 5 ml larutan gelatin 1%.
f. Uji Steroid
Diambil 2 ml filtrate hasil pemanasan 2 gram simplisia + 10 ml air
selama 30 menit ditambah 0,4 ml 3,5 dinitrobenzoat dan 0,6 ml KOH 1N dalam
methanol. 2 ml filtrate lain ditambah 2 ml kloroform. Lapisan atas dipipet dan
lapisan bawah ditambah 0,5 ml 3,5 dinitrobenzoat.
g. Uji Saponin
Menimbang 300 mg serbuk simplisia lalu diatambahkan 10 ml air,
dikocok selama 30 menit. Biarkan tabung tergak selama 30 menit. Diamati buih
yang terbentuk. Hasil pemanasan 2 gram serbuk simplisia ditambah 10 ml air
selama 30 menit disaring. Filtrate dimasukan pipa kapiler, lalu dalam posisi tegak,
cairan dibiarkan mengalir begitu saja. Lakukan hal yang sama untuk air suling,
dan digunakan sebagai pembanding.
h. Uji Atsiri
Menimbang 10 gram serbuk simplisia dan ditambahkan 20 ml eter, lalu
dikocok dan disaring. Filtrate di keringkan secara penguapan. Bila berbau
aromatic, tambahkan etanol dan diuapkan lagi sampai kering.

29

i. Uji Kualitatif secara KLT


Serbuk simpleks sebanyak 2-3 gram disari dengan petroleum eter 10 ml
50C selama 5 menit. Dari situ akan terbentuk sisa dan fraksi petroleum eter,
kemudian untuk sisa dilakukan penyarian kembali dengan kloroform:asam asetat
(99:1). Maka terbentuk fraksi CHCl3 dan HOAc sebagai larutan 1 selain itu
terbentuk

sisa

yang

kemudian

dilakukan

penyarian

kembali

dengan

methanol:kloroform:asam asetat (49,5:49,5:1) 10 ml, 90C dalam waktu 5 menit.


Lalu terbentuk fraksi MgOH-CHCl3-HOAc sebgai larutan 2 dan sisa yang akan
disaring dengan methanol:air (1:1) sebanyak 10 ml pada suhu 50C selama 5
menit. Terbentuklah fraksi methanol-air sebagai larutan 3 dan sisa dibuang.
3. Ekstraksi dan Uji Antioksidan Secara KLT
a. Ekstraksi
Timbang 50 g serbuk simplisia kering masukkan dalam Erlenmeyer 500
ml, tambahkan etanol 95% sebanyak 300 ml, diamkan selama 6 jam sembil
sesekali diaduk, kemudian didiamkan lagi tanpa pengadukan sampai 24 jam,
sesudah itu disaring, ambil filtrate hasil meserasi dan dipekatkan sapai kering.
Buat replikasi 2 X untuk satu kelompok. Ambil 0,1 g ekstrak kering larutkan
dalam 1 ml etanol lalu totolkan pada fase diam silika gel GF 254 sebanyak 5 uL
kemudian kembangkan dalam fase gerak:
a. Kloroform : methanol (95:5)
b. Toluen : etilasetat (93:7)
c. Kloroform : etanol : asam asetat glacial (94:5:1)
Sesudah pengembangan mencapai 10 cm diambil, keringkan dan
dideteksi menggunakan sinar UV 254 dan 365 nm, uap ammonia dan pereaksi
vanillin-asam sulfat kemudian keringkan pada suhu 105OC selama 5 menit.
b. Uji kualitatif aktivitas antioksidan secara KLT
Ekstrak kental sebanyak 1 tetes larutkan dalam 1 ml etanol, ditotolkan
pada pelat KLT menggunakan pipa kapiler. Buatlah pembanding dengan larutan
kurkumin. Selanjutnya dieluasi dalam chamber KLT. Eluasi setinggi 10 cm,
angkat dan biarkan mongering. Dibuat 2 x replikasi dengan pelat yang berbeda
untuk satu kelompok kecil. Kedua pelat KLT diperiksa dengan lampu UV 254nm
dan 365 nm, beri tanda letak bercak yang terdeteksi dan catat warnanya.
Seharusnya kedua pelat memperlihatkan profil kromatogram yang sama. Salah

30

satu pelat disemprot dengan larutan DPPH(harus di dalam lemari asam, gunakan
masker dan sarung tangan). Latar belakang pelat akan berwarna ungu, bercak
yang berwarna kuning menunjukkan adanya aktivitas antioksidan ;lama waktu
warna kuning bertahan mencerminkan kekuatan daya antioksidan senyawa pada
bercak kromatogram tersebut.
Perkiraan golongan senyawa yang aktif antioksidan tersebut dengan pelat
kromatogram yang satunya.
Sistem KLT:
Fase diam
: silika gel GF 254

v
))
v
Standar
: larutan kurkumin(1 mg/1 ml methanol)
Jumlah sampel :1 toto(10 Ul)
Deteksi
:UV 254 nm, UV 365 nm, vanillin-asam sulfat
4. Fraksinasi dan Uji Antioksidan Fraksi
a. Fraksinasi ekstrak
Fase gerak

: kloroform : methanol (95:5(

Dilakukan fraksinasi ekstrak untuk mendapatkan senyawa aktif dari


dalam ekstrak, secara Vaccum Liquid Chromatography (VLC). Siapkan alat
VLC lalu masukan silika gel GF

254

kedalam kolom dengan bantuan vacum

setinggi 5 cm. Ambil ekstrak kering yang sudah ditambah sedikit silika gel GF
254

kedalam kolom lalu masukan pelarut (fase gerak ekstrak yang menghasilkan

profil KLT ekstrak terbaik) kemudian lakukan fraksinasi. Fraksi yang diperoleh
dibuat profil KLTnya menggunakan sistem KLT seperti ekstrak. Fraksi yang
didapat dikelompokan berdasarkan profil KLTnya. Fraksi yang didapat diuapkan
sampai kering dan ditentukan beratnya.
b. Pembuatan Larutan DPPH
Timbang dengan seksama 19,6 mg DPPH (gunakan sarung tangan dan
makser, hindarkan kontaminasi ke tubuh). Larutkan ke dalam metanol p.a dan 1,0
ml DMSO sehingga diperoleh larutan DPPH dengan konsentrasi 19,6 mg/L.
Larutan tersebut ditutup dengan alumunium foil dan harus selalu dibuat baru.
c. Pembuatan Larutan Stok Kurkumin
Sebanyak 10,0 mg kurkumin dicampurkan ke dalam 1,0 ml DMSO, lalu
ditambahkan maetanol p.a sampai 10,0 ml.
d. Pembuatan Larutan Standar Kurkumin
Diambil sebanyak 0,1 ml stok kurkumin, kemudian ditambah metanol
sampai 5,0 ml.

31

e. Pembuatan Larutan Uji


Sejumlah 20 mg fraksi ditimbang, lalu ditambahkan 1,0 ml DMSO dan
ditambahkan metanol sampai 10,0 ml. Dari larutan tersebut Kemudian diambil 0,1
ml ; 0,2 ml ; 0,3 ml ; 0,5 ml dan 0,7 ml lalu dilarutkan dalam metanol hingga 5,0
ml.
f. Optimasi Metode
1) Penentuan panjang gelombang serapan maksimum (max) larutan DPPH
Larutan DPPH dimasukkan ke dalam kuvet yang sesuai kemudian
dilakukan scanning panjang gelombang mulai 400 600 nm. Panjang gelombang
dimana terjadi serapan maksimum ditetapkan sebagai maks yang akan
digunakan dalam pengukuran selanjutnya.
2) Penentuan reaction time
Sebanyak 3,8 ml larutan DPPH dimasukkan ke dalam tabung reaksi
bertutup kemudian ditambah dengan 0,2 ml larutan standar rutin. Campuran
larutan kemudian dikocok kuat. Larutan tadi dibaca absorbansinya dengan
spektrofotometer visibel pada maks hasil scanning, selama 45 menit sampai
diketahui terjadi penurunan absorbansi yang nyata.
g. Pengukuran Absorbansi Larutan Uji
Sebanyak 3,8 ml larutan DPPH dimasukkan ke dalam tbaung reaksi
bertutup kemudian ditambah dengan 0,2 ml larutan uji pada berbagai macam
konsentrasi larutan uji yang telah dibuat. Campuran larutan tadi kemudian
dikocok kuat dan didiamkan selama waktu reaksi (reaction time) yang telah
ditetapkan sebelumnya. Larutan dibaca absorbansinya dengan spektrofotometer
visibel pada maks hasil optimasi (sekitar 517 nm). Pengujian dilakukan dengan
5 kali replikasi.
h. Analisis Hasil
Aktivitas pengangkapan radikal DPPH (%S) dihitung dengan rumus :
A kontrolA Sampel
S=
x 100
A kontrol
Keterangan : A = Absorbansi
Hubungan regresi linier antara konsentrasi larutan sampel dan nilai %S
digunakan untuk menentukan nilai ES50.
i. Isolasi dan Uji Antioksidan Isolat
Fraksi aktif dari uji antioksidan dan dimurnikan secara KLT preparatif
menggunakan system KLT seperti KLT untuk fraksi aktif. 0,1 gram fraksi
dilarutkan dalam 1 ml etanol dalam flakon lalu di totolkan sepanjang plate @5ml

32

(hitung volume yang dibutuhkan. Plate dikeringkan lalu pita atau bercak diisolasi
pada KLT preparative dengan cara dikerok, lalu dilarutkan dalam etanol (4X5 ml).
Kemudian dipisahkan dengan cara disaring menggunakan sintered glass
filter. Filtrate dimasukan kedalam cawan porselen kering yang sudah ditimbang.
Dikeringkan dalam oven kemudian berat isolate kering ditentukan. Kemurnian
isolate diuji dengan 4 kali KLT masing-masing dengan system fase gerak yng
berbeda dengan polaritas mirip.
5. Isolasi dan Uji Antioksidan Isolat
Fraksi aktif dari uji antioksidan dan dimurnikan secara KLT preparatif
menggunakan system KLT seperti KLT untuk fraksi aktif. 0,1 gram fraksi
dilarutkan dalam 1 ml etanol dalam flakon lalu di totolkan sepanjang plate @5ml
(hitung volume yang dibutuhkan. Plate dikeringkan lalu pita atau bercak diisolasi
pada KLT preparative dengan cara dikerok, lalu dilarutkan dalam etanol (4X5 ml).
Kemudian dipisahkan dengan cara disaring menggunakan sintered glass
filter. Filtrate dimasukan kedalam cawan porselen kering yang sudah ditimbang.
Dikeringkan dalam oven kemudian berat isolate kering ditentukan. Kemurnian
isolate diuji dengan 4 kali KLT masing-masing dengan system fase gerak yng
berbeda dengan polaritas mirip.
F. Definisi Operasional
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia

nabati (tumbuhan)menggunakan pelarut yang sesuai kemudian

semua atau hampir semua pelarut diuapkan hingga bobot tetap.


Ekstrak kunyit adalah ekstrak yang diperoleh dari hasil ekstraksi serbuk simplisia
secara maserasi dari rimpang kunyit dengan penyari yang sesuai dan diuapkan
hingga bobot tetap.
Isolasi fraksi aktif adalah proses pemisahan suatu campuran yang mengandung
fraksi aktif dengan menggunakan metode kromatografi lapis tipis.
Fraksi aktif adalah fraksi yang mempunyai kemampuan daya antioksidan.

33

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
PERSIAPAN PEMBUATAN SIMPLISIA

34

Gambar 1. Pencucian kunyit


Gambar 2. Kunyit yang telah
dicuci bersih

Gambar 3. Kunyit yang telah diiris tipis-tipis

Gambar 4.kunyit yang telah


siap di keringkan

35

UNIT I
UJI KEMURNIAN SIMPLISIA

Gambar 5. Simplisia disaring

Gambar 6. Simplisia yang telah disaring

Gambar 7. Simplisia diuapkan

Gambar 8. Simplisia setengah kering Gambar 9. Simplisia yang telah dikeringkan

36

UNIT II
PENAPISAN (SKRINING) FITOKIMIA

Gambar 10.SaponifikasiGambar 11. Saponifikasi B Gambar12.Antrakinon

Gambar 13. Alkaloida1Gambar 14. Alkaloida 2

Gambar 15. Alkaloida B2

Gambar 16. Minyak Atsiri

Gambar 18. Steroid B

Gambar 17. Tanin

37

Gambar 19. Steroid A Gambar 20. Alkaloid B1Gambar 21. PolifenolB

Gambar 22. Polifenol A

Gambar 24. KLT II A

Gambar 23. KLT I

Gambar 25. KLT II B

38

Gambar 26. KLT II C

Gambar 27. KLT III A

39

UNIT III
EKSTRAKSI SIMPLISIA DAN UJI ANTIOKSIDAN SECARA
KUALITATIF

Gambar 28. Ekstraksi KLT 1

Gambar 29. Ekstraksi KLT 2

Gambar 30. Ekstraksi KLT 3

Gambar 31. DPPH

40

Gambar 33. Simplisia Di Rotary Evaporator


Gambar 32. Non DPPH

41

UNIT IV
FRAKSINASI DAN UJI ANTIOKSIDAN FRAKSI

Gambar 34. KLT F123, F456, F7


UNIT V
ISOLASI DAN UJI ANTIOKSIDAN ISOLAT

Gambar 35. KLT Preparatif

42

Gambar 36. Panjang Gelombang yang digunakan pada unit IV

43

UNIT I
UJI KEMURNIAN SIMPLISIA
A. HASIL
1. Uji Kemurnian Simplisia
DATA PENIMBANGAN
a. Penetapan kadar abu
Berat kertas
: 0,3 gram
Berat kertas + zat : 3,3 gram
Berat isi
: 3 gram
b. Penetapan kadar sari yang larut dalam air
Berat kertas

: 0,9 gram

Berat kertas + zat : 5,9 gram


Berat isi

: 5 gram

c. Penetapan kadar sari yang larut etanol


Berat kertas

: 0,2 gram

Berat kertas + zat : 5,2 gram


Berat isi

: 5 gram

d. Penetapan bahan organik asing


Berat kertas

: 1,5 gram

Berat kertas + zat : 31,5 gram


Berat isi

: 30 gram

Setelah dihilangkan pengotornya


Berat cawan

: 1,5 gram

Berat cawan+isi

: 30,93 gram

Berat sisa

: 28,93 gram

e. Penetapan kadar air dengan destilasi toluen


Berat kertas

: 0,9 gram

Berat kertas + zat : 10,9 gram


Berat isi

: 10 gram

Abu yang didapatkan dari penetapan kadar abu yaitu


Berat Kertas

: 0,25 gram

44

Berat Kertas+isi

: 0,51 gram

Berat sisa

: 0,26 gram, dibagi 2 untuk tahap 2 dan 3.

1. Penetapan kadar abu tidak larut asam


Berat abu

: 0,13 gram

Berat cawan porselen


: 33,19 gram
Setelah pemijaran, dilakukan penimbangan II

porselen+isi
: 33,34 gram
Pemijaran ke II, penimbangan III

Porselen+isi
: 33,32 gram
Pemijaran ke III, penimbangan IV
Porselen+isi

: 33,32 gram

2. Penetapan kadar abu larut air


Berat abu

: 0,13 gram

Berat cawan porselen


Pemijaran I, Penimbangan II

:37,78 gram

Porselen + isi
: 37,83 gram
Pemijaran II, Penimbangan III

Porselen+isi
: 37,91 gram
Pemijaran III, Penimbangan IV
Porselen+isi

: 37,91 gram

3. Berat Porselen
: 51,65 gram
Pemijaran, dilakukan penimbangan

Porselen+isi
: 51,89 gram
Pemijaran II, Penimbangan III
Porselen+isi

: 51,89 gram

4. Berat Porselen
: 59,90 gram
Setelah pemijaran I, ditimbang

Porselen+isi
Pemijaran II, ditimbang

: 60,13 gram

Porselen+isi

: 60,13

Perhitungan

45

0,26 g
100 =8,67
3g
0,13 g
100 2=8,67
Kadar abu tidak larut asam
:
3g
0,13 g
2 100 =8,67
Kadar abu larut air
:
3g
0,24 g 100

100 =24
Kadar sari larut air
:
5g
20
0,23 g 100

100 =23
Kadar sari larut etanol
:
5g
20
6. Penetapan bahan organik asing
:

1. Kadar abu
2.
3.
4.
5.

30 g28,93 g
100 =3,56
30 g
7. Penetapan kadar air dengan destilasi toluen :

0 ml
100 =0
10 g

PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum uji kemurnian simplisia yaitu mampu melakukan
uji kemurnian simplisia. Serbuk simplisia yang di uji adalah kunyit (Curcuma
Longa Linn) yang termasuk dalam famili Zingiberacea.
Uji Kemurnian adalah salah satu mutu umum suatu simplisia sebagai
bahan kefarmasian. Simplisia yang baik harus memnuhi persyaratan yang
tercantum dalam Materia Medika indonesi, jika tidak memnuhi persyaratan, maka
simplisia dinilai bermutu rendah. Uji kemurnian yang dilakukan antara lain

46

penetapan kadar abu, kadar abu yang tidak larut asam, kadar abu yang larut dalam
air, kadar sari yang larut dalam air, kadar sari yang larut dalam etanol, penetapan
kadar bahan organik asing dan penetapan kadar air dengan destilasi toluen.
Penetapan kadar abu bertujuan untuk menetapkan tingkat pengotoran
oleh logam-logam dan silikat. Abu merupakan residu yang terdiri atas asam
karbonat, fosfat, klorida dan sulfat serta Na, K, Mg, Cu dan Fe. Kadar abu
didapatkan dari simplisia yang dimasukan kedalam krus platina dan dipijarkan
sampai bobot tetap. Bobot tetap yaitu jika dalam dua kali penimbangan berturutturut berbeda, dimana perbedaannya tidak lebih dari 0,5 gram. Sebelum dipijarkan
simplisia digerus terlebih dahulu dengan tujuan untuk memperkecil ukuran
partikel dan memperluas permukaan sehingga proses pemijaran berlangsung
cepat. Tujuan pemijaran yaitu untuk memaksimalkan pembentukan abu. Pada saat
pemijaran semua bahan organik dan simplisia hangus terbakar, tetapi bahan
organik tidak. Dari hasil perhitungan, kadar abu yang diperoleh yaitu 8,67%,
sedangkan kadar abu teoritisnya yaitu tidak lebih dari 9%. Maka kadar abu kunyit
masih dianggap normal atau masih memenuhi syarat.
Penetapan kadar abu yang tidak larut asam bertujuan untuk mengetahui
adanya bahan pengotor dan silika yang tidak larut asam dengan menggunakan
larutan HCl. Abu yang diperoleh dari percobaan I dibagi 2 untuk percobaan II dan
III, maka penghitungan jumlah akhir dikali dengan 2. Abu yang sudah dibagi 2
dari percobaan I tadi dilarutkan dengan HCl encer agar abu cepat larut,
selanjutnya abu yang tidak larut disaring dan dipijarkan untuk menghilangkan
kandungan airnya lalu ditimbang sampai bobotnya tetap. Kadar abu yang tidak
larut asam diperoleh adalah 8,67% b/b dan hasil ini tidak sesuai dengan standar
yaitu tidak lebih dari 1,6% b/b. Simplisia yang mengandung banyak kadar abu
larut dalam asam akan sukar dicerna di dalam lambung, sehingga tidak aman
untuk dikonsumsi.
Penetapan kadar abu larut dalam air bertujuan untuk menentukan jumlah
kadar terendah abu yang masih bisa larut dalam air. Abu ditambahkan aquadest
dan didihkan dengan tujuan untuk mempercepat kelarutan, kemudian disaring dan
dipijarkan dengan suhu tidak lebih dari 450 C selama 15 menit hingga kering dan

47

bobotnya tetap, dari percobaan didapatkan kadar abu yang larut dalam air yaitu
3,67%, tetapi ddalam buku MMI standar kadar abu yang larut dalam air tidak
disebutkan.
Penetapan kadar sari yang larut dalam air bertujuan untuk mengetahui
kadar sari terendah yang larut dalam air. Serbuk di maserasi dengan kloroform,
maserasi merupakan salah satu teknik ekstraksi yang menggunakan prinsip like
disolve like yang bertujuan untuk mendapatkan campuran homogen dari
kloroform dan simplisia, serta untuk melarutkan serbuk. Prinsip dari maserasi
adalah penggojogan serbuk yang telah dikeringkan dalam pelarut tertentu hingga
diperoleh sari dan serbuk. Kloroform yang bersifat mudah menguap mempunyai
fungsi menghambat pertumbuhan mikroba yang mudah tumbuh di air. Larutan
kemudian disaring, diuapkan sampai kering hingga diperoleh bobot tetap. Pada
percobaan didapat kadar sari yang larut dalam air yaitu 24% dan hasil memenuhi
standar yaitu tidak kurang dari 15%. Aplikasi dari penetapan kadar sari yag larut
dalam air menjadi penting apabila simplisia yang diuji akan digunakan sebagai
infus atau digunakan langsung.
Penetapan kadar sari yang larut dalam etanol bertujuan untuk mengetahui
kadar sari terendah yang larut dalam etanol, tetapi mungkin tidak larut dalam air.
Digunakan pelarut etanol 95% yang mudah menguap dan menghambat
pertumbuhan mikroba. Selanjutnya dilakukan maserasi , yang dimana etanol akan
melarutkan zat aktif dari simplisia lalu menariknya keluar dari simplisia. Pada
percobaan ini didapatkan kadar sari yang larut dalam etanol yaitu sebanyak 23%
dan hasil memenuhi standar yaitu tidak kurang dari 10%.
Penetapan kadar bahan organik asing bertujuan untuk mengetahui
banyaknya cemaran bahan organik asing yang sering ditambahkan atau
penggantian (pemalsuan simplisia). Bahan organi asing tersebut dapat berupa
tanaman assam simplisia (tetapi bukan simplisia), seperti fragmen batang dan
ranting pada simplisia. Pada dasarnya suatu simplisia tidak 100%murni, bahan
organik asing yang mencemari masih diperbolehkan tetapiberjumlah sedikit dan
tidak merugikan. Praktikan mendapatkan bahwa terdapat pengotor-pengotor
seperti kunyit yang terlalu kering sehingga berwarna hitam, juga terdapat daun

48

lain (selain sampel). Pada percobaan ini didapat kadar pengotornya 3,56% dan
hasil tidak memenuhi standar yaitu tidak lebih dari 2%, simplisia tersebut tidak
murni dikarenakan kadar pengotornya lebih banyak dibandingkan standarnya.
Penetapan kadar air dengan destilasi toluen bertujuan untuk mengetahui
kadar air simplisia setelah didestilasi. Prinsip destilasi adalah pemisahan air dari
ekstrak kunyit dengan senyawa toluen berdasarkan perbedaan titik didih. Dari
percobaan ini didapatkan kadar air dengan destilasi toluen yaitu 0%, tidak
didapatkan kandungan air dalam simplisia kunyit karena dimungkinkan
ketidakseimbangan antara bobot jenis ekstrak dengan bobot jenis air, sedangkan
toluen sebagai pembanding apakah dalam ekstrak tersebut mengandung air atau
tidak. Pada farmakope herbal kadarnya tidak lebih dari 10% dan kadar yang
diperoleh sebesar 0%, sehingga simplisia tersebut cukup murni. Selain dengan
destilasi toluen, ada metode lain untuk penetapan kadar air yaitu metode titrasi
Karl Fischer W, metode bivoltametri dan metode gravimetri.
Uji-uji tersebut digunakan untuk mengetahui pencemaran simplisia.
Simplisia yang baik harus bebas dari pengotor-pengotor dan bahan-bahan asing.
Simplisia harus memenuhi standar umum sebagai bahan kefarmasian, sebagai
bahan dan produk konsumsi manusia dan sebagai bahan dengan kandungan kimia
yang bertanggung jawab terhadap respon biologis harus mempunyai spesifikasi
kimia, yaitu informasi komposisi senyawa kandungan.

Faktor-faktor yang mempengaruhi hasil penetapan kadar zat dan bahan


organik menyimpang dari literatur adalah :
Keaslian dan kebenaran identitas simplisia
Ketidakmurnian simplisia karena cemaran organik maupun
anorganik
Contoh cemaran-cemaran toksik yang mengotori simplisia :

Timbal (Pb), Merkuri (Hg), menyebabkan gangguan ginjal dan


pencernaan

49

Cadmium(Cd)

menimbulkan

gangguan

hati

menyebabkan kanker.

2. Penapisan(Skrining )Fitokimia
Data pengamatan
No
1

Nama Uji
Uji Alkaloida

Keterangan

Hasil

A1: Reagen
Dragendroff ada
endapan hitam,
larutan warna coklat

(+) ada endapan

A2: Reagen Mayer,


ada sedikit endapan
larutan warna kuning

(+) ada endapan

dan

arsen

50

Uji Antrakinon

Uji Polifenol

Uji Tanin

Uji Steroid

B1: Ada lapisan


bening kuning
(kloroform
memisahkan ada
endapan hitam
larutan warna coklat)

(+) ada endapan

B2: ada sedikit


endapan

(+) ada endapan

ketika filtrat ditetsi


asam asetat glasial
muncul buih (11
tetes). Hasilnya tidak
ada endapan warna
merah yang ada
warna bening di dasar

(-) tidak berwarna


merah

Simplisia + air ->


diteteskan dengan
besi III klorida 3,5%
tidak terjadi
perubahan warna
sesuai dengan teori,
tetapi coklat muda
mencapai coklat tua

(-) tak ada


perubahan
berwarna filtrat
berubah dari hijau
ke biru

simplisia + etanol
80% -> terdapat
endapan coklat hitam
tidak terjadi
perubahan warna
Filtrat ditambahkan
NaCl 2% terjadi
endapan natrium
setelah disaring
gelatin 1% tidak ada
endapan berupa
kuning bening
Pada percobaan ini
dengan penambahan
dinitrobenzoat dan
6,6 kalium hidroksida
1 N dalam metanol
tidak ada waena biruungu melainkan
coklat hitam

(-) tak ada


perubahan
berwarna filtrat
berubah dari hijau
ke biru

(-) tidak ada


endapan

(-) biru menjadi


ungu tidak ada

51

percobaan kedua
setelah diberi
kloroform muncul 2
lapisan coklat tua dan
bening
6

Uji Saponin

Tidak ada buih yang


nampak setelah
penggojokan pada
kapiler tidak nampak
perbedaan tinggi
yang signifikan

(-) tidak ada buih

(-) tidak
menunjukan
selisih di kapiler
7

Uji Minyak
Atsiri

Data pengamatan KLT

Setelah dipanaskan
dengan ester dan
ditambah etanol
dipanaskan hingga
kering muncul aroma
yang spesifik

(+) muncul aroma


yang spesifik

52

Gambar 37. KLT I

Gambar 40. KLT 2.C

Gambar 38. KLT 2A

Gambar 41. KLT 3.A

Gambar 39. KLT 2.B

Gambar 42. KLT 3.B

53

Gambar 43.KLT 3.C

Larutan I
Sampel Rf
Hrf
FlavonoidaRf
Hrf
Larutan II a
Sampel I Rf
Hrf
Sampel II Rf
Hrf
Sampel III Rf
Hrf
Larutan II b
Sampel I Rf
Hrf
Sampel II Rf
Hrf
Sampel III Rf
Hrf
Kumarin Rf
Hrf

: 6,1/10 = 0.61
: 0,61 X 100 = 61
: 5,5/10 = 0.55
: 0.55 X 100 = 55
: 9.6/10 = 0.96
: 0.96 X 100 = 96
: 9,5/10 = 0.95
: 0,95 X 100 = 95
: 9,4/10 = 0.94
: 0,94 X 100 = 94
: 8.9/10 = 0.89
: 0.89 X 100 = 89
: 8.4/10 = 0.84
: 0,84 X 100 = 84
: 8.6/10 = 0.86
: 0,86 X 100 = 86
: 8.4/10 = 0.84
: 0,84 X 100 = 84

54

Larutan II c
Sampel I Rf
Hrf
Sampel II Rf
Hrf
Sampel III Rf
Hrf
Larutan III a
Sampel I Rf
Hrf
Sampel II Rf
Hrf
Larutan III b
Sampel I Rf
Hrf
Kaedenolida Rf
Hrf
Larutan III c
Sampel I Rf
Hrf

: 8.1/10 = 0.81
: 0.81 X 100 = 81
: 7.8/10 = 0.78
: 0,78 X 100 = 78
: 7.5/10 = 0.75
: 0,75 X 100 = 75
: 8.1/10 = 0.81
: 0.81 X 100 = 81
: 8.2/10 = 0.82
: 0,82 X 100 = 82
: 9.5/10 = 0.95
: 0.95 X 100 = 95
: 9.5/10 = 0.95
: 0.95 X 100 = 95
: 0.6 /10 = 0.60
: 0.60 X 100 = 60

55

PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mengidentifikasi senyawa golongan
flavonoida, antrakinon, saponn (steroid dan titerpenoid), alkaloida, fenolik dan
polifenolik pada simplisia. Simplisia adalah bahan alamiah yang digunakan
sebagai obat yang belum mengalami pengolahan apapun juga atau juga bisa
dikatakan sebgai bahan yang telah dikeringkan. Skrining fitokimia bertujuan
untuk menentukan golongan metabolit sekunder yang mempunyai aktivitas
biologis yang ada dalam tumbuhan. Tujuan pedekatan skrining fitokimia adalah
mensurvei tumbuhan untuk mendapatkan kandungan bioaktif atau kandungan
yang berguna dalam pengobatan.
Uji kualitatif dilakukan untuk mengetahui ada atau tidaknya sauatu zat
dalam sampel. Menurut Soegiharjo (2013), kandungan kimia kunyit yaitu,
kurkuminoid, minyak atsiri berupa oleo resin (5 ml/kg). fraksi non polar
mengandung antara lain -kurkumine, germakrom, dan zekron, fraksi semi polar
mengandung Xantofil sel dan kurkuminoid dan amilum
a) Uji Kualitatif Secara Kimiawi
1) Pembuatan Serbuk Simpleks
Pembuatan serbuk simplek dilakukan dengan cara membeli
rimpang kunyit di Maguwoharjo. Rimpang kunyit (curcuma
domestica Rhizoma) dicuci dengan air mengalir, untuk menghilangkan
tanah dan kotoran, lalu dilap dan dipotong tipis-tipis 0,2 cm lalu
dikeringkan tanpa kontak langsung dengan cahaya matahari selama 3
hari. Setelah kering diblender hingga berbentuk serbuk2 halus dan
diayak untuk mempermudah penelitian.
2) Uji Alkaloida
Tujuan dari uji ini yaitu untuk mengidentifikasi adanya alkaloida
dari basa kuaterner dari sampel. Uji ini termasuk uji pengendapan.
Alkaloida merupakan golongan senyawa yang sangat heterogen
apabila dipandang secara kimiawi. Pertama-tama serbuk simpleks di

56

tambahkan HCl 1% 10 ml dan dipanaskan selama 30 meni, lalu


suspense disaring dan dibagi dua sama banyak (tabung 5 X A dan
tabung 5 X B). Fungsi penambahan HCl yaitu untuk membentuk
garam alkaloid dari alkaloid yang bersifat basa maka perlu
ditambahkan asam agar terbentuk garam. Garam ini yang nantinya
akan bereaksi dengan reagen membentuk endapan. Tabung A dan B
dibagi menjadi 2 yaitu A1, A2, B1, dan B2. Pada larutan A1
ditambahkan pereaksi dragendorf yang mengujikan hasil positif
berwarna cokelat dan terdapat endapan hitam. Pada A2 ditambahkan
dengan pereaksi Mayer menunjukan hasil positif berwarna kuning dan
terdapa sedikit endapan. Reaksi yang terjadi degan pereaksi Mayer
HgCl2 + 2KI HgI2 + KCl
HgCl2 + 2KI K2(HgI2)
Keterangan:
Pereaksi Mayer akan berikatan dengan alkaloid melalui ikatan
kordinasi antara atom N alkaloid dan Hg pereaksi Mayer sehingga
menghasilkan

senyawa

kompleks

nonpolar

yang

mengendap.

Alkaloida ada N dapat bereaksi dengan K+ danri kalium tetraiodida


membentuk kalium alkaloid. Reaksi yang terjadi dengan pereaksi
Dragendorf
Bi (NO3)3 + 3Ki BiI3 + 3KNO3
BiI3 + KI K(BiI4)
Keterangan pereaksi dragendorff mengandung bismuth nitrit dan
merkuri klorida dalam nitrit berais bereaksi dengan alkaloid, akan
membentuk K senyawa adisi yang tidak larut akan memeberi noda
berwarna jingga.
Keberadaan alkaloida dari basa tersier atau quarterner dapat
ditunjukan dengan pengasaman natrium karbonat hingga pH 8-9.
Fungsi natrium karbonit yaitu menambah alkaloid mnjadi bentuk basa
bebas yang dapat larut di kloroform kemudian ditambah kloroform.
Filtrate kloroform diambil dan ditambahkan asam cuka sehingga ph 5.

57

Asam cuka berfungsi mengubah alkaloid quarterner menjadi garam


yang larut dalam fase asam. Penambahan asam klorida di akhir untuk
mengguraikan alkaloid basa kuat atau menjadi garam yang larut dalam
fase asam. Hasil positif dari uji ini adalah terbentuknya edapan. Hasil
dari uji alkaloid praktikum pada B1 adalah positif karena terbentuk
edapan hitam larutan warna cokelat, dan B2 juga menunjukan hasil
positif terbentuk sedikit endapan. Namun hasil yang diperoleh tidak
sesuai dengan teori karena seharusnya rimpang kunyit tidak memiliki
alkaloid. Hal ini dapat diakibatkan oleh serbuk simplisia yang kuran
murni dan reagen yang digunakan sudah terkontaminasi. Fungsi
alkaloid dibidang kesehatan sebagai amasses
3) Uji Antrakinon
Bertujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa antrakinon.
Antrakinon merupakan senyawa organic aromatic dan merupakan
turunan dari antrasena. Pada percobaan ini digunakan uji brontager
yang dimodifikasi. Pertama timbang 300 mg serbuk simpleks
ditambah 10 ml KOH 0,5N dan 1ml hydrogen peroksida. Fungsi
penambahan KOH 0,5 N untuk hidrolisis glikosidan antroin menjadi
antrakinon sedangkan hirogen peroksida untuk mengoksidasi bentuk
antrakinon tereduksi dan memeberi suasana asam. Selanjutnya
penambahan asetat glacial bertujuan untuk menunjukan sampai pH 5.
Selanjutnya penambahan toluene mnyebabkan antrakinon larut di
toluene. Lapisan atas yang dipakai kemudian ditambahkan lagi dengan
KOH 0,5 N. hasil positif dari uji ini yaitu berwarna merah, namun
hasil yang didapat warna bening di dasar. Seharusnya kunyit memiliki
antrakinon karean dalam literature fungsi antrakinon sebagai
antiseptic.

4) Uji Polifenol

58

Bertujuan untuk mengidentifikasi adanya polifenol. Polifenol


berperan dalam memeberi warna pada suatu tumbuhan seperti warna
daun saat musim gugur pada uji kali ini dilakukan 2 percobaan.
Percobaan 2 serbuk simpleks ditambahkan dengan air dan dipanaskan
(tabung 1), tabung 2 dengan etanol 80%. Fungsi penambahan air
kerean untuk melarutkan glikosida dan pada pemberian etanol untuk
melarutkan polifenol. Setelah itu keduanya disaring panas-panas lalu
didinginkan dan masing- masing diberi pereaksi besi (III) klorida yang
bertujuan sebagai indicator yang menunjukan polifenol. Hasil
positifnya ditunjukan dengan adanya warna hijau biru yang juga
menunjukan adanya polifenol. Hasil yang didapat berwarna cokelat
tua pada tempat air dan warna hitam untuk simplisia + etanol 80%
menunjukan hasil negative. Hal ini sesuai dengan teori. Fungsi
polifenol sebagai anti virus dan anti oksidan.
5) Uji Tanin
Bertujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa tanin pada
tanaman kunyit. Tanin merupakan senyawa polifenol yang termasuk
dalam senyawa fenolik. Serbuk simpleks ditambah dengan ait dan
dipanaskan selama 30 menit, tujuan penambahan air karena tanin larut
dalam air (pelarut polar) sehingga dapat meningkatkan penggunaan
dari tanin gelatin sehingga reaksi ini lebih sensitif. Ketika ada
endapan harus disaring, karena endapan tersebut merupakan positif
palsu

karena

ada

protein

yang

mengendap,

disaring

untuk

memisahkan protein dengan tanin. Ditambahkan gelatin 1%


terbentuknya endapan menunjukan tanin. Adanya tanin akan
mengendapkan protein pada gelatin, tanin akan bereaksi dengan
gelatin membentuk kopolimer yang tidak larut dalam air. Hasil positif
uji yaitu terbentuknya endapan. Hasil yang didapat tidak terdapat
endapan (negative). Hal ini menunjukan tidak terdapat tanin di dalam
serbuk simpleks kunyit.
6) Uji Steroid

59

Bertujuan untuk mengidentifikasi adanya senyawa steroid pada


tanaman kunyit. Sernuk simplisia ditambah dengan air dan dipanaskan
selama 3o menit bertujuan untuk memisahkan senyawa steroid dengan
simpleks. Ditambahkan asam 3,5-dinitrobenzoat dan KOH 1N dalam
methanol. Dengan penambahan asam menyebabkan karbonil dalam
laktan tidak jenuh atau putus karena laktan tidak jenuh tersebut akan
bereaksi, penambahan kloroform berfungsi untuk melarurkan gugus
steroid. Hasil positif ditandai dengan terbentuknya warna biru-ungu
yang menunjukana adanya kardenoksida (glikosida jantung). Hasil
yang diperoleh adalah negative (-) dan terbentuk warna cokelat. Hal
ini sesuai dengan teori kerena kunyit tidak memiliki tanin. Fungsi
steroid / kardeoksida sebagai antioksidan.
7) Minyak Atsiri
Tujuan percobaan ini adalah untuk melihat ada tidaknya minyak
atsiri pada kunyit. Minyak atsiri merupakan senyawa minyak yang
berasal dari bahan tumbuhan. Serbuk simpleks ditambah eter, dikocok
dan disaring. Penambahan eter ini bertujuan untuk melarutkan minyak
atsiri dan minyak atsiri yang terkandung dalam simpleks ikut
menguap bersama eter sehingga baunya tercium aromatic kemudian
ditambahkan etanol dimana sifat etanol mudah menguap sehingga
apabila ada kandungan minyak atsiri akan tercium baunya. Hasil
positif ditentukan dengan tercium dari bau aromatic kunyit. Hasil ini
menunjukan adanya minyak atsiri pada rimpang kunyit.
8) Uji Saponin
Bertujuan untuk menunjukan adanya saponin dalam serbuk
simplisia simpleks. Masukkan

0,3 gram serbuk simpleks dalam

tabung reaksi dan tambahkan 10 ml air, tutup dan kocok kuat-kuat


selama 30 detik. Saponin memilki struktur steroid dan senyawa
glikosida, dan tersebar dalam tumbuhan tinggi (Soegihardjo, 2013).
Setelah 30 detik biarkan tabung dalam posisi tegak dalam 30 menit.

60

Jika positif akan terbentuk buih setinggi 3cm dari permukaan cairan.
Dapat dilakukan uji penegasan dengan menggunakan pipa kapiler. 2
gram serbuk simpleks ditambah air 10 ml dipanaskan 30 menit.
Setelah itu disaring dan filtrate dimasukan kedalam pipa kapiler
penuh-penuh

letakan kapiler secara vertical dan biarkan cairan

mengalir bebas. Lakukan pada air suling serupa sebagai pembanding.


Hasil positif bila cairan uji kurang fari tinggi air suling. Berdasarkan
percobaan tidak diperoleh buih dan tinggi filtrate pembanding kurang
dari pembanding, dimana sesuai dengan teori kunyit tidak
mengandung senyawa golongan saponin.
b) Uji Kualitatif Secara KLT
Tujuan percobaan ini untuk mengidentifikasikan kandungan kimia
simplisia secara kromatografi lapis tipis. (KLT) merupakan salah satu
metode yang paling banyak digunakan dan paling mudah untuk
memurnikan sejumlah kecil komponen (Henrich, et al. 2005)
Prinsip dari KLT adalah pemisahan senyawa berdasarkan
kepolaran terhadap afinitasnya antara fase diam dan fase gerak. Terdapat
dua fase pada uji KLT yaitu fase gerak dan fase diam. Fase diam yang
digunakan merupakan penyerap berukuran kecil dengan diameter
partikelnya antara 10-30 mikrometer. Fase diam dipilih berdasarkan
perbedaan kepolarannya dengan kepolaran senyawa uji. Apabila
kepolaran keduanya sama maka tidak akan terjadi pemisahan. Dalam uji
KLT pada praktikum ini, menggunakna fase terbalik dimana fase
diamnya bersifat polar dan fase geraknya bersifat nonpolar. Rf (retention
factor) merupakan parameter kromatografi, kromatogram kertas dan KLT
dimana nilai Rf dapat didefinisikan sebagai derajat retensi suatu
komponen dalam fase diam. Semakin besar nilai Rf dari sampel, maka
semakin besar pula jarak bergeraknya senyawa tersebut dalam plat
kromatografi lapis tipis. Nilai Rf dapat dijadikan bukti dalam

61

mengidentifikasi senyawa. Larutan yang digunakan pada uji KLT ini


adalah larutan I bersifat nonpolar. Larutan II bersifat semipolar dan
larutan III bersifat polar. Berikut ini hasil Rf pada uji KLT:
i.

Pada uji larutan I digunakan fase diam silica gel GF 254, fase
geraknya adalah etril-asetat-benzena (9:1) pembanding yakni
kumarin. Didapatkan Rf sampel 6,1 cm dan Rf flavonoid

ii.

sebesar 5,5 cm.


Pada uji larutan II A digunakn fase diam silica gel GF 254, fase
geraknya adalah n-buranol-asam asetat-air (3:1:4) dan fase
pembanding yakni tanin. Didapatkan Rf sampel1 9,6cm,

iii.

sampel2 9,5cm, dan sampel3 9,4cm.


Pada uji larutan II B digunakan fase diam silica gel GF 254,
fase

geraknya

adalah

etil

asetat-asam

formiat-air

(100:11:11:27) dan fase pembandingnya yaitu kumarin. Rf


sampel1 8,9 cm, sampel2 8,4 cm, dan sampel3 8,6dan Rf
iv.

kumarin sebesar 8,4cm


Pada uji larutan II C digunakan fase diam silica gel GF 254,
fase geraknya adalah etilasetat-metanol-air (100:13,5:10) dan
fase pembandinganya adalah antrakinon. Didapatkan Rf
sampel 1, 2, dan 3 secara berturut-turut adalah, 8,1cm, 7,8cm,

v.

dan 7,5cm.
Pada uji larutan III A digunakan fasa diam silica gel GF 254,
fase geraknya adalah butanol-asam asetat-air (5:1:4) dan fase
pembandingnya saponin dan kardenoksida. Rf sampel1 8,1 cm

vi.

dan Rf pada sampel2 8,2 cm.


Pada uji larutan III B digunakan fase diam silica gel GF 254,
fase geraknya adalah kloroform-metanol-air (64:50:10) dan 2
fase

vii.

pembanding.

Diketahui

sampel2

9,5cm

dan

Rf

kardenoksida sebesar 9,5cm.


Pada uji larutan III C digunakan fase diam selulosa. Fase
pembandingnya glikosida flavonoid, dan fase geraknya
butanol-asamasetat-air (4:3:5). Diperoleh Rf sampel sebesar
6cm.

62

Pada uji KLT alkaloid dilakukan dengan tujuan mengidentifikasi


kandungan kimia simplisia dengan KLT untuk alkaloid. Pada uji kulitatif
KLT dibuat 2 larutan, larutan 1 untuk uji alkaloida tertier dan larutan II
untuk uji alkaloida kuarterner. Fase diam digunakan silikan gel GF 254
serta fase geraknya sikloheksanan-dietilamina (9:1) v/v atau tertier
butanol kloroform dietil amina (2:7:1) v/v dan digunakna pendeteksi
yaitu dragendorf untuk memperjelas bercak. Dalam uji ini tidak
ditemukan hasil positif atau tidak terdapat alkaloid dalam uji ini. Pada
filter 1 penambahan HCl untuk menggarambakn alkaloid karena alkaloid
bersifat basa. NaNO3 berfungsi untuk menambahkan alkaloid menjadi
alkaloid basa larut kloroform

63

3. Ekstraksi dan Uji Antioksidan Secara KLT


a. Ekstraksi
i.

KLT 1(kloroform:methanol (95:5))


Sampel I

i.

Gambar 44..KLT 1
KLT 1(Kloroform:methanol(95:5))
Sampel I
1,3
=0,13
Rf 1
:
10
2,5
=0,25
Rf 2
:
10
4,3
=0,43
Rf 3
:
10
7,6
=0,76
Rf 4
:
10
Sampel II
1,3
=0,13
Rf 1
:
10
2,5
=0,25
Rf 2
:
10
4,2
=0,42
Rf 3
:
10
7,6
=0,76
Rf 4
:
10
Pembanding
4,0
=0,4
Rf 1
:
10

64

Gambar 45. KLT 2


ii.
KLT 2 (kloroform:etanol:asam asetat(94:5:1))
Sampel I
3,3
=0,33
Rf 1
:
10
4,6
=0,46
Rf 2
:
10
5,8
=0,58
Rf 3
:
10
8,1
=0,81
Rf 4
:
10
Sampel II
2,9
=0,29
Rf 1
:
10
4,8
=0,48
Rf 2
:
10
5,6
=0,56
Rf 3
:
10
8
=0,8
Rf 4
:
10

65

Pembanding
5,6
=0,56
Rf 1
:
10

Gambar
46. KLT 3
iii.
KLT 3(toluene
etil:asetat(93:7))
Sampel I
1,4
=0,14
Rf 1
:
10
6
=0,6
Rf 2
:
10
8
=0,8
Rf 3
:
10
Sampel II
1,1
=0,11
Rf 1
:
10
5,7
=0,57
Rf 2
:
10
7,8
=0,78
Rf 3
:
10
Pembanding

66

Rf 1

5,4
=0,54
10

b. Uji kualitatif aktivitas antioksidan secara KLT


i.
DPPH
Sampel I

Gambar 47. KLT DPPH


Sampel I
0,80
=0,08
Rf 1
:
10
1,90
=0,19
Rf 2
:
10
4,00
=0,4
Rf 3
:
10
7,75
=0,775
Rf 4
:
10
Sampel II
0,80
=0,08
Rf 1
:
10
2,00
=0,2
Rf 2
:
10
4,25
=0,425
Rf 3
:
10

67

Rf 4

7,650
=0,7650
10

Pembanding
Rf 1
Rf 2
ii.

2
=0,2
10
4,35
=0,435
:
10
:

NON DPPH

Gambar 48. KLT non

Sampel I
Rf 1
Rf 2
Rf 3

0,80
=0,08
10
2,10
=0,210
:
10
4,2
=0,42
:
10
:

68

PEMBAHASAN
Tujuan dari praktikum ini adalah mampu melakukan beberapa cara
penyarian simplisia dan mampu melakukan skrining bahan nabati yang bepotensi
antioksidan secara cepat dengan KLT simplisia kunyit.
Penyarian merupakan peristiwa perpindahan massa aktif yang semula
berada di dalam sel, ditarik oleh cairan penyari sehingga menyebabkan larutan zat
aktif tersebut berada dalam cairan penyari. Metode penyarian ada beberapa
macam yaitu denga metode pemanasan dan non pemanasan. Untuk bahan yang
tidak tahan panas digunakan maserasi dan remaserasi, perkolasi, sedangkn untuk
bahan

yang

tahan

dengan

pemanasan

digunakan

infudasi,

penyarian

berkesinambungan. dalam praktikum ini menggunakan metode maserasi. Metode


maserasi merupakan metode yang sederhana, yaitu dilakukan dengan cara
merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari. Pemilihan metode penyariam
dipengaruhi oleh sifat dan keadaan senyawa aktif dan keadaan nabati, dan juga
tujuan dari penyarian iti sendiri. Syarat larutan penyari yang baik yaitu stabil,
tidak ikut bereaksi dengan zat yang di dalam simplisia, selektif ( hanya dapat
menyari zat yang akan kita ambil), murah, mudah diperoleh, tidak mudah
menguap, tidak mudah terbakar, dan tidak merusak zat aktif yang akan kita sari.
Maserasi merupakan metode ekstraksi yang tanpa pemanasan. Maserasi
biasanya digunakan untuk simplisia yang tidak keras dan tidak kompak. Zat aktif
yang diinginkan adalah flavanoid, yang dianggap mampu sebagai antioksidan, zat
ini tidak tahan terhadap pemanasan, sehingga metode ekstraksi yang tepat adalah
maserasi. Jika menggunkan pemanasan maka kekuatan antioksidannya akan
menurun.
Prinsip metode maserasi yaitu cairan penyari akan menembus dinding
sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif, zat aktif akan

69

larut, dank arena adanya perbedaan konsentrasi antara larutan zat aktif didalam
dan diluar sel, maka larutan yang pekat akan didesak keluar. Peristiwa tersebut
berulang sehingga terjadi keseimbangan konsentrasi antara larutan di dalam sel
dan di luar sel.
Dalam percobaan ini menggunakan pelarut etanol 95%. Senyawa
flavanoid memiliki kepolaran yang rendah, dalam ekstraksinya dapat diekstraksi
dengan etanol, karena etanol memiliki range kepolaran yang lebar, sehingga dapat
melarutkan senyawa yang kurang polar. Proses maserasi menggunakan shaker,
penggunaan shaker bertujuan untuk meratakan cairan penyari yang sudah jenuh
oleh komponen zat terlarut sehingga terjadi gradient konsentrasi, tujuan lainnya
adalah meningkatkan kontak antara cairan penyari dengan sampel sehingga lebih
efektif.
Sebelum dipekatkan, ekstrak yang diperoleh dari hasil maserasi disaring
terlebih dahulu. Tujuannya adalah untuk memisahkan fase padat yang berupa
endapan dengan face cair yang merupakan cairan penyari yang didalamnya
mengandung zat aktif. Penyaringan ini akan didapatkan cairan tanpa residua tau
ampas

simplisia.

Filtrat

yang

didapatkan,

dipanaskan,

dengan

tujuan

menghilangkan pelarutnya yaitu etanol.


Setelah didapat filtarat yang berisi zat aktif, dilakukan pengujian
menggunkan KLT. Prinsip KLT adalah memisahkan komponen komponen
campuran atas dasar perbedaan absorbansi/partisi oleh fase diam di bawah
gerakan pengembang (fase gerak). Fase gerak yang digunakan adalah kloroform :
metanol (95:5), toluene : etil asetat (93:7), kloroform : etanol : asam asetat glacial
(94:5:1). Digunakan 3 fase gerak sekaligus untuk memperoleh fase gerak dengan
hasl terbaik, yaitu berdasarkan perbedaan kepolarannya dengan kepolaran
senyawanyang diuji. Apabila kepolaran keduanya sama, makan tidak akan
dihasilkan pemisahan (indeks kepolaran).dilihat dari pemisahan bercak yang
dihasilkan, pemisahan yang sempurna jarak yang dihasilkan tidak terlalu jauh
atau terlalu dekat. Fase gerak klorofom : etanol (95:5), menghasilkan pemisahan
yang sempurna, bersifat paling NP dibandingkan dengan fase gerak lainya (indeks
kepolaran paling kecil), dilihat dari nilai Rf yang dihasilkan, pada fase gerak

70

toluene : etil asetat (93:7), kloroform : etanol : asam asetat glasial (94:5:1)
diperoleh pemisahannya kurang sempurna, bercak satu dengan lainya terlalu
dekat, atau menumpuk pada bagian atas. Jadi fase gerak yang digunakan adalah
klorofom : etanol (95:5), sedangkan fase diamnya silica gel GF254.
Penotolan yang dilakukan dalam praktikum ini sebanyak 1 kali, karena
jika dilakukan berlebih maka akan menyebabkan tailing, penotolan yang terlau
pekat akan elusi tidak merata, masih ada yang tertahan. Setiap kali penotolan,
dibiarkan dulu sampai kering, karena dapat menyebabkan pelebaran bercak pada
fase diamnya. Penotolan satu dengan lainya harus diberi jarak agar tidak
mengganggu elusi satu dengan lainya, sehingga bercak sulit untuk diamati.
Setelah pengembangan mencapai 10cm, dikeringkan, dan dideteksi
dngan sinar UV 254 dan 365 nm, uap amoniak, dan pereaksi vanillin-asam sulfat.
Uap amoniak berfungsi sebgai pendeteksi flavanoid, karena mempunyai cicin
aromatk yang mampu mendeteksi. Vanillin-asamsulfat berfungsi sebagai
pendeteksi minyak atsiri. Keduanya merupakan golongan antioksidan.
Uji aktivitas antioksidan dilakukan dengan KLT. Antioksidan adalah
suatu senyawa yang berperan dalam menghambat oksidasi yang diperantarai oleh
oksigen. Mekanisme kerjanya yaitu dengan menangkap atau menstabilkan
electron yangt tidak berpasangan.
Terdapat dua fase dalam uji KLT yaitu fase diam dan fase gerak. Fase
diam yang digunakan adalah silika gel GF254, gel silica yang dapat berfluorosensi
pada panjang gelombang 254. Fase gerak yang dipilih yaitu kloroform : mmetanol
(95:5), dipilih berdasarkan profil KLT dan perbedaan kepolaran dengan kepolaran
senyawa uji. Standart yang digunakan sebagai pembanding adalah larutan
kurkumin.
DPPH (2,2-difenil-1-pikrilhidrazil) nerupakan radikal bebas yang dikenal
sebagai faktor utama dalam kerusakan biologis. Radikal bebas merupakan atom
atau molekul yang sifatnya tidak stabil, karena mempunyai satu atau lebih
ellektron yang tidak berpasangan. Untuk memperoleh pasangan elektron, senyawa
ini sangat reaktif dan dengan cara merusak jaringan yang ada. Bila reaksi ini terus

71

terjadi di alam tubuh, maka akan dapat menimbulkan penyakit seperti kanker,
jantung, dan penuaan dini.
DPPH ini digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan alam
penangkapan suatu radikal bebas. Jika suatu senyawa antioksidan direaksikan
dengan zat ini maka senyawa antioksidan akan menetralkkan radikal bebas ini
(DPPH), yang akan menjadi stabil. Uji aktivitas antioksidan ini dapat dilihat dari
perubahan warna yang terjadi,. Warna ungu (gelap) yang awalnya terbentuk lama
kelamaan akan memudar, akibat tereduksinya DPPH oleh antioksidan, menjadi
warna kuning. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut :

Gambar 49.Reaksi DPPH dengan antioksidan


Dalam praktikum ini yang berperan sebagai antioksidan adaolah
kurkumin. Kurkumin ini merupak golongan polifenol. Dalam kunyit, kurkuminoid
ada tiga jenis yaitu kurkumin, demetoksi kurkumin, dan bisdemetoksi kurkumin.
Berikut adalah strukturnya :

Gambar 50. Macam- macam kurkumin


Ekstrak kunyit yang digunakan dapat disimpulkan

mengandung

antioksidan, dapat dilihat dari bercak warna kuning, saat disemprot DPPH warna
menjadi ungu dan kembail lagi menjai kuning. Hal ini menandakan DPPH

72

bereaksi dengan senyawa antioksidan pada kunyit. System KLT yang tidak
disemprot DPPH digunakan sebagai pembanding, dengan melihat warna yang
terbentuk.
Hasil yang diperoleh dari proses ekstraksi, ditunjukan dengan nilai Rf
masing masing. Dengan fase gerak kloroform : metanol sampel 1 Rf 1: 0,13, Rf
2: 0,25, Rf 3: 0,43, Rf 4: 0,76; pada sampel 2 Rf 1: 0,13, Rf 2: 0,25, Rf 3: 0,42,
Rf 4: 0,76 ; pembanding Rf : 0,4. fase gerak kloroform : etanol : asam asetat
glasial sampel 1 Rf 1: 0,33, Rf 2: 0,46, Rf 3: 0,58, Rf 4: 0,81; pembanding Rf :
0,56. Fase gerak Toluen : etilasetat, sampel 1 Rf 1: 0,14, Rf 2: 0,6, Rf 3: 0,8;
pada sampel 2 Rf 1: 0,11, Rf 2: 0,17, Rf 3: 0,78; pembanding Rf : 0,54. Maka
yang digunaka adalah fase vgerak kloroform : metanol (95:5). Pada uji kualitatif
antioksidan dengan DPPH sampel 1 Rf 1: 0,08, Rf 2: 0,19, Rf 3: 0,4, Rf 4: 0,775;
sampel 2 Rf 1: 0,08, Rf 2: 0,2 , Rf 3: 0,425, Rf 4: 0,7650. Non DPPH sampel 1
Rf 1: 0,08, Rf 2: 0,210, Rf 3: 0,420, Rf 4: 0,765; pada sampel 2 Rf 1: 0,09, Rf 2:
0,220, Rf 3: 0,440, Rf 4: 0,790 ; pembanding Rf 1: 0,190, Rf 2 : 0,425. Persen
rendemen ekstrak yang diperoleh adalah 7,93%.
Hasil dari uji tabung yang dilakukan yaitu dengan menggunakan ekstak
warna yang terbentuk dari warna gelap lama kelamaan terjadi perubahan warna
menjadi lebih terang. Sedangkan perlakuan tanpa ekstrak, warna yang terbentuk
tetap tidak mengalami perubahan. Pada uji tabung yang ditambah dengan ekstrak
terjadi aktivitas antioksidan didalamnya yang ditunjukan dengan terjadinya
perubahan warna.
Kelebihan menggunkan metode DPPH adalah mudah dalam penggunaan,
waktu pengerjaan yang singkat, punya sensitivitas tinggi, dan radikal bebas yang
relatif stabil.

73

4. Fraksinasi Dan Uji Antioksidan Fraksi


Penimbangan Fraksi
Fraksinasi 1 dan 2
Beker I
: 100,2 g
Beker + Isi
: 152,6 g
Fraksinasi 3 dan 4
Beker III
: 63,6 g
Beker + Isi
: 129,2 g
Kromatografi Lapis Tipis (KLT)
KLT F1, 2, dan 3

Fraksinasi 5,6 dan 7


Beker II
: 126,2 g
Beker + Isi
: 272,2 g

Ekstrak
7,85 cm

F3
7,50
Gambar 51.KLT fraksi 1,2
dan 3
Fraksi 1 :
0,7
1,65
3,6
5,6 Fraksi
7,153 :
0,80
7,50
=0,750
Rf1 = F1 =0,0800,8
Rf1 = 7,3
1,9
3,8
10
10
1,90
=0,190
Rf2 =
Ekstrak =
10

F2

7,85
=0,785
10
3,80
=0,380
Rf3 =
10
7,30
=0,730
Rf4 =
10
Fraksi 2 :
0,7
=0,080
Rf1 =
10
1,65
=0,165
Rf2 =
10
3,60
=0,360
Rf3 =
10
5,60
=0,560
Rf4 =
10

74

7,15
=0,715
10
KLT F 4, 5 dan 6
Rf5 =

Pem
banding

0,4

1,3

3,4

5,9

cm

F6

0,3

1,1

Fraksi 4F:5
0,2
0,4
Rf1 = F4 =0,04
10
1,3
=0,13
Rf2 =
10
3,4
=0,34
Rf3 =
10
5,5
=0,55
Rf4 =
10
6,4
=0,64
Rf5 =
10
Fraksi 5 :
0,2
=0,02
Rf1 =
10
1,7
=0,17
Rf2 =
10
3,4
=0,34
Rf3 =
10

3,3

Gambar 52. KLT fraksi 4,5 dan 6


Pembanding :
1,7
3,4
0,4
=0,4
Rf1 =
10
1,3
=0,13
Rf2 =
10
3,4
=0,34
Rf3 =
10
5,9
=0,59
Rf4 =
10
7,2
=0,72
Rf5 =
10
Fraksi 6 :
0,3
=0,3
Rf1 =
10
1,1
=0,11
Rf2 =
10
3,3
=0,33
Rf3 =
10

KLT F 7
Kurkumin
1,2

Ekstrak
F7

0,5

0,5
Fraksi 7 :
0,5
=0,05
Rf1 =
10
1,2
=0,12
Rf2 =
10
3,2
=0,32
Rf3 =
10

3,4

1,3
3,4
Gambar
53.KLT
fraksi5,27

1,2

3,2

6,7

7,5

Kurkumin :
1,2
=0,12
Rf1 =
10
3,4
=0,34
Rf2 =
10

7,2

75

Ekstraksi :
0,5
=0,05
Rf1 =
10
1,3
=0,13
Rf2 =
10
3,4
=0,34
Rf3 =
10

Rf4 =
Rf5 =
Rf6 =

5,7
=0,57
10
6,7
=0,67
10
7,5
=0,75
10

Penimbangan
F 1,2
Beker + isi

1. Berat beker = 61,90 g


= 101,09 g

Beker + isi = 62,10 g

Beker kosong = 100,7 g

2. Berat beker = 49,60 g

= 0,89 g

Beker + isi = 49,80 g

F 3,4
Beker + isi

3. Berat beker = 64,30 g


= 64,93 g

Beker + isi = 65,50 g

Beker kosong = 63,60 g


= 1,33 g
F 5,6,7
Beker + isi

= 126,73 g

Beker kosong = 126,20 g


= 0,53 g

Absorbansi (Fotometrik)
Sampel
DPPH
Sampel
0,1 ml
DPPH
0,10,2
mlml
0,3
0,2 mlml
0,5 ml
0,7 ml

Abs
0,5524
Abs
0,2242
0,7019
0,1021
0,5605
0,0728
0,5936
0,0609
0,0709

Sampel I

Sampel II

76

0,3 ml
0,5 ml
0,7 ml

0,5739
0,5548
0,5897

Sampel III

Sampel IV

Sampel
Abs
DPPH
Sampel0,4968
Abs
0,1 ml
0,0248
DPPH
0,4982
0,2 ml
0,1 ml 0,0028
0,5183
0,3 ml
0,0015
0,2 ml
0,5178
0,5 ml
0,0234
0,3 ml
0,5111
0,7 ml
0,5 ml 0,0471
0,4681
0,7 ml
0,3958
Sam

10

11

12

pel
Abs

0,66

0,66

0,65

0,65

0,64

0,64

0,64

0,63

0,63

0,63

0,63

0,63

73

50

15

84

71

50

34

21

83
00
54
09
Operating Time : 45 menit

Tabel Konsentrasi dan %S


Rumus mencari konsentrasi
C1.V1 = C2.V2
Sampel I
20 mg dalam 10 ml = 2 mg/ml
Sampel
Konsentrasi
%S (%)

0,1 ml
0,04 mg/ml
15,43

0,2 ml
0,08 mg/ml
20,14

0,3 ml
0,12 mg/ml
18,24

0,4 ml
0,2 mg/ml
15,26

0,5 ml
0,28 mg/ml
16,90

0,2 ml
0,04 mg/ml
81,52

0,3 ml
0,06 mg/ml
86,86

0,5 ml
0,1 mg/ml
88,97

0,7 ml
0,14 mg/ml
87,16

0,2 ml
0,08 mg/ml
99,44

0,3 ml
0,12 mg/ml
99,70

0,5 ml
0,2 mg/ml
95,29

0,7 ml
0,28 mg/ml
90,52

Sampel II
20 mg dalam 10 ml = 2 mg/ml
Sampel
Konsentrasi
%S (%)

0,1 ml
0,02 mg/ml
59,41

Sampel III
20 mg dalam 10 ml = 2 mg/ml
Sampel
Konsentrasi
%S (%)

0,1 ml
0,04 mg/ml
95,00

77

Kurkumin
10 mg dalam 10 ml = 1 mg/ml
Sampel
Konsentrasi

0,1 ml
4 x 10-4

0,2 ml
8 x 10-4

0,3 ml
1,2 x 10-3

0,5 ml
2 x 10-3

0,7 ml
2,8 x 10-3

%S (%)

mg/ml
26,15

mg/ml
26,23

mg/ml
27,18

mg/ml
6,04

mg/ml
20,55

Kurva
Waktu vs Absorbansi

Kurva OT ( Waktu VS Absorbansi )


0.68
0.67
0.66
0.65
Absorbansi 0.64
0.63
0.62
0.61
0

10

20

30

40

50

60

Waktu (menit)

Gambar 54. Kurva waktu vs absorbansi sampel 1


Sampel II

70

78

Kurva Konsentrasi VS %S
100
f(x) = 180.79x + 67.77
R = 0.5

80
60
%S

Linear ()

40
20
0
0

0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16


Konsentrasi (mg/ml)

Gambar 55. Kurva konsentrasi vs % S sampel II

Sampel III

Kurva Konsentrasi VS %S
105
100
%S

f(x) = - 26.67x + 99.83


R = 0.46

95

Linear ()

90
85
0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

0.3

konsentrasi (mg/ml)

Gambar 56. Kurva waktu vs absorbansi sampel III

79

PEMBAHASAN
Tujuan dari percobaan ini adalah mampu melakukan salah satu
cara fraksinasi ekstrak tanaman untuk mendapatkan senyawa aktif dan
mampu menentukan nilai EC50 fraksi dari ekstrak tanaman kunyit (
curcumae domesticae rhizoma ).
Fraksinasi adalah proses pemisahan suatu kuantitas tertentu dari
campuran ( padat, cair, terlarut, suspensi, atau isotop ) dibagi dalam
beberapa jumlah kecil (fraksi) komposisi perubahan menurut kelandaian.
Antioksidan merupakan senyawa yang memiliki kemampuan menangkap
radikal bebas. Menurut Forrester 1986, radikal bebas adalah molekul
sangat reaktif karena memiliki elektron yang tidak berpasangan dalam
orbital luarnya sehingga untuk dapat stabil, radikal bebas mengikat
elektron molekul sel tersebut.
Metode uji antioksidan yang digunakan dalam praktium ini adalah
DPPH. DPPH atau 2,2 difenil 1 picryl hidrazil (C 18H12N2O5) merupakan
senyawa yang mampu melepaskan radikal bebas.

Gambar 57.Reaksi DPPH dan antioksidan


Prinsip kerja metode ini adalah reaksi antara senyawa antioksidan
dengan radikal DPPH melalui ini mekanisme donasi atom hidrogen yang
menyebabkan terjadinya peluruhan warna DPPH dari ungu tua menjadi
ungu muda pada panjang gelombang 514 nm. Dilakukan pengukuran

80

dengan spektrofotometer visibel, karena panjang gelombang maksimal


DPPH berada pada rentang panjang spektrofotometer visibel 400 800
nm. Selain itu, DPPH dapat dibaca pada spektrometer visibel karena DPP
memiliki gugus kromofor dan auksokrom.

Gambar 58. Gugus kromofor dan auksokrom DPPH


Kemampuan penangkapan radikal hidroksi

diukur

dengan

menghitung EC50 yang merupakan konsentrasi senyawa uji yang


dibutuhkan untuk mengurangi radikal bebas DPPH sebesar 50 %. EC 50
(effective concentration 50) merupakan kadar dimana kunyit memilki daya
antioksidan dan sebesar 50 % (mampu menangkap radikal hidroksil
sebanyak 50 %). Semakin kecil kadar senyawa oksidan yang dibutuhkan
untuk mencapai daya antioksidan 50 %, maka senyawa tersebut semakin
efektif sebagia oksidan.
Hubungan EC50, % daya antioksidan, dan absorbansi, yaitu :
Daya antioksidan dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
|Ko|ntrol|Sampel|
S=
x 100
|Kontrol|

Keterangan :
%S
= % aktivitas antioksidan
Abs = Absorbansi

81

Semakin kecil % daya antioksidan pada ekstrak maka akan


semakin besar kandungan antioksidan dalam ekstrak tersebut.
Pertama tama yang dilakukan dalam percobaan ini adalah
pembuatan fraksi ekstrak dengan alat VLC, lalu setelah itu ekstrak kering
dilakukan fraksinasi, hasil fraksinasi dimasukkan ke oven untuk
dikeringkan dan ditentukan beratnya. Fraksi I menjadi sampel I, Fraksi II
menjadi sampel II, dan fraksi III menjadi sampel III. Sampel I berbentuk
cair, sampel II semisolid dan sampel III solid. VLC (Vaccum Liquid
Chromatography)

merupakan

pemisahan

komponen

komponen

campuran dengan afinitas yang berbeda terhadap fase diam secara absorbsi
yang dipercepat dengan bantuan pompa vakum. Tidak dilakukan
pembuatan DPPH karena larutan DPPH sudah tersedia dilaboratorium.
Pembuatan larutan stok kurkumin dengan cara mengambil kurkumin
sebanyak 10,0 mg kemudian ditambah 1,0 ml DMSO lalu ditambahkan
metanol p.a. sampail 10,0 ml, lalu dibuat larutan standar kurkumin dengan
mengambil sebanyak 0,1 ml stok kurkumin, kemudian ditambahkan
metanol p.a. sampai 5,0 ml. Pembuatan larutan uji dengan menimbang
fraksi (sampel I, II, dan III) lalu ditambh 1,0 ml DMSO dan ditambahkan
metanol 10,0 ml. Dari larutan tersebut kemudian diambil 0,1 ml; 0,2 ml;
0,3 ml; 0,5 ml; dan 0,7 ml untuk kemudian dilarutkan didalam metanol di
add hingga 5,0 ml. Setelah itu perlu mencari maks larutan DPPH dengan
cara memasukan larutan DPPH kedalam kuvet lalu di scanning panjang
gelombang mulai 400 600 nm. Lalu didapatkan maks sebesar 514 nm.
Seharusnya syarat dalam literatur 2 dari maks literatur yang ditetapkan
yaitu 517 nm. Namun ada literatur lain yang masih memperbolehkan pasa
tersebut. Fungsi dari penentuan maks yaitu agar mengetahui pada
panjang gelombang berapa DDPH paling stabil dan dapat diabsorbansi
dengan maksimal. Lalu ditentukan pula reaction time, dilakukan selama 1
jam dan setiap 5 menit dilakukan pengukuran. Tujuan untuk menentukan
operating time adalah operating merupakan waktu yang optimum dimana
suatu senyawa uji maupun larutan stok bereaksi sempuran dengan DPPH.

82

Hasilnya dilihat dari nilai absorbansi yang stabil, didapatkan pada menit
ke 45.
Pada percobaan ini digunakan larutan kurkumin. Kurkumin
merupakan komponen utama senyawa kurkuminoid hasil metabolit
sekunder. Kurkumin ini sebagai antioksidan. Selain kurkumin, ada
kurkuminoid lainnya yaitu bis-demetoksi dan demetoksi.

Gambar 59. Macam- macam kurkumin


Tahap berikutnya adalah pengukuran absorbansi larutan uji dan
larutan kurkumin setelah ditambahkan DPPH dan divortex agar homogen,
lalu ditunggu operating time-nya dan ditutup dengan aluminium foil
karena larutan DPPH bersifat fotosensitif. Pengukuran ini menggunakan
spektrofotometri UV-Vis pada panjang gelombang maks 514 nm. Prinsip
dari spektrofotmeter ini adalah pengukuran serapan cahaya oleh sampel
pada x tertentu dimana akan terjadi perpindahan elektron dari ground state
ke excited state. Pada excited state elektron tidak stabil sehingga kembali
ke ground state, cahaya yang diteruskan akan ditangkap oleh detektor dan
terbaca absorbansinya. Yang harus digunakan spektrofotometer vis yang
bekerja pada panjang gelombang 400 800 nm.
Setelah dilakukan pengukuran larutan uji, dilakukan pengukuran
blanko tujuannya sebagai faktor koreksi. Dalam percobaan tidak dilakukan
validasi metode DPPH. Analisis hasil dilakukan untuk mengukur aktivitas
penangkapan radikal DPPH (%S) dihitung dengan rumus :
|Kontrol||Sampel|
S=
x 100
|Kontrol|
Hubungan regresi linier antara konsentrasi larutan sampel dan nilai
%S digunakan untuk menentukan nilai EC50.
Pada percobaan ini didapatkan %S sampel I/ Fraksi I 0,1 ml =
15,43 %; 0,2 ml = 20,14 %; 0,3 ml = 18,24 %; 0,5 ml = 15,26 %; 0,7 ml =
16,90 %; sampel II 0,1 ml = 59,41 %; 0,2 ml = 81,52 %; 0,3 ml = 86,86
%; 0,5 ml = 88,97 %; 0,7 ml = 87,16 %; sampel III 0,1 = 95,00 %; 0,2 ml

83

= 99,44 %; 0,3 ml = 99,70 %; 0,5 ml = 95, 29 %; 0,7 = 90,52 %;


Kurkumin 0,1 ml = 26,15 %; 0,2 ml = 26,23 %; 0,3 ml = 27,18 %; 0,5 ml
= 6,04 %; 0,7 ml = 20,55 %. Didapatkan nilai EC 50 fraksi dari ekstrak
tanaman kunyit pada sampel II dan sampel III. Sampel II memiliki
persamaan y = 180,793x + 67,767; nilai A = 67, 767, B = 180,793; r =
0,709 dengan nilai EC50 = -0,098. Sampel III memiliki persamaan y =
-26,67x + 99,83; nilai A = 99,83, B = -26,67; r = -0,68 dengan nilai EC50
= 1,87. Regresi yang didapat sangat buruk/ tidak bagus karena jauh dari
nilai 1. Dari data yang diperoleh yang memiliki EC50 hanya fraksi
II/sampel dan sampel III. Hasil yang didapat tidak bagus disebabkan
karena larutan DPPH yang digunakan sangat tidak stabil dalam jangka
waktu yang lama, sehingga pengukurannya terjadi perbedaan. Dan ada 2
sumber larutan DPPH yang digunakan, dan itu memberi nilai absorbansi
yang berbeda juga. Nilai r yang didapatkan sangatlah dari r = 1, sudah
terlihat bahwa data yang diperoleh sangatlah tidak akurat. Faktor lain yang
dapat menyebabkan ketidak tepatan hasil adalah adanya zat pengotor saat
pengukuran absorbansi.
Keuntungan metode DPPH adalah dapat digunakna untuk senyawa
senyawa yang tidak larut air. Sedangkan kekurangan dari metode ini
adalah hanya spesifik pada senyawa yang berwarna/ mempunyai gugus
kromofor dan auksokrom.
5. Isolasi Dan Uji Antioksidan Isolat

ISOLAT
III

84

ISOLAT
II

ISOLAT I

Gambar 60.KLT Isolasi fraksi 3


ISOLAT I
Rf

2,4
=0,24
10

4,75
=0,475
10

ISOLAT II
Rf

ISOLAT III
Rf

6,9
=0,69
10

Data konsentrasi dan % S :


1. Sampel 1
= 9,9 ml/10 ml
= 0,99 ml/ml
0,1 C1.V1
= C2.V2
0,99 ml/ml . 0,1 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0198 mg/ml
0,2 C1.V1 = C2.V2
0,99 ml/ml . 0,2 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0396 mg/ml
0,3 C1.V1 = C2.V2
0,99 ml/ml . 0,3 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0594 mg/ml
0,5 C1.V1 = C2.V2

85

0,99 ml/ml . 0,5 ml = C2 . 5ml


C2
= 0,099 mg/ml
0,7 C1.V1 = C2.V2
0,99 ml/ml . 0,7 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,1386 mg/ml
A kontrol A sampel
x 100
A kontrol
0,58470,5233
x 100
0,1 =
0,5847
=1,05 %
0,58470,6187
x 100
0,2 =
0,5847
= - 5,81 %

% S sampel 1 =

0,58470,5847
x 100
0,5847
=0 %
0,58470,0,6191
x 100
0,5 =
0,5847
= -5,88 %
0,58470,6061
x 100
0,7 =
0,5847
= -3,66 %
0,3 =

2. Sampel 2
0,1

0,2

0,3

0,5

0,7

= 6,8 mg/10 ml
=0,68 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,1 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0136 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,2 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,072 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,3 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,048 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,5 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,068 mg/ml
C1.V1 = C2.V2
0,68 ml/ml . 0,7 ml = C2 . 5ml

86

C2

0,0952 mg/ml

A kontrol A sampel
x 100
A kontrol
0,65430,6837
x 100
0,6543
= -4,5 %
0,65430,6859
x 100
0,6543
= -4,97 %
0,65430,6868
x 100
0,6543
= -4,97 %
0,65430,6853
x 100
0,6543
= -4,77 %
0,65430,6841
x 100
0,6543
= -4,55 %

% S sampel 2 =
0,1 =

0,2 =

0,3 =

0,5 =

0,7 =

3.

Sampel 3

= 14,6ml/10 ml

= 1,46 ml/ml
0,1 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,1 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0292 mg/ml
0,2 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,2 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0584 mg/ml
0,3 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,3 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,0875 mg/ml
0,5 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,5 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,146 mg/ml
0,7 C1.V1 = C2.V2
1,46 ml/ml . 0,7 ml = C2 . 5ml
C2
= 0,2044 mg/ml

87

A kontrol A sampel
x 100
A kontrol
0,58350,6162
x 100
0,5835
= -5,60 %
0,58350,6154
x 100
0,5835
= -5,47 %
0,58350,6149
x 100
0,5835
= -5,38 %
0,58350,6193
x 100
0,5835
= -6,14 %
0,58350,6606
x 100
0,5835
= -4,64 %

% S sampel 3 =
0,1 =

0,2 =

0,3 =

0,5 =

0,7 =

Maksimal yang digunakan adalah 516 nm


Table Konsentrasi (mg/ml) dan % S sampel 1 :
No Konsentrasi (mg/ml)
%S
1.
DPPH
2.
0,0198
-1,05 %
3.
0,0396
-5,81 %
4.
0,0594
0%
5.
0,099
-5,68 %
6.
0,1386
-3,66 %
Table Konsentrasi (mg/ml) dan % S Sampel 2 :
No Konsentrasi (mg/ml)
%S
1.
DPPH
2.
0,0136
-4,5 %
3.
0,0672
-4,83 %
4.
0,048
-4,97 %
5.
0,068
-4,77 %
6.
0,0952
-4,55 %
Table konsentrasi (mg/ml) dan % S Sampel 3 :
No Konsentrasi (mg/ml)
%S
1.
DPPH
2.
0,0292
-5,60 %
3.
0,0584
-5,47 %

88

4.
5.
6.

0,0075
0,146
0,2044

-5, 38 %
6,14 %
-4,64 %

Sampel 1 :
A= -0,671
B= -30,716
r= -0,452
y = bx +a
y= -30, 716 -0,671
Sampel 2 :
A= -4,355
B= -3,245
r= -0,326
y = bx +a
y= -3,245x-4,355
Sampel 3 :
A= -5,632
B= 2,093
r= 0,324
y = bx +a
y= 2,093x-5,632

Konsentrasi Isolat I VS %S
2
1
0
-1 0
-2
%S
-3
-4
-5
-6
-7

0.02 0.04 0.06 0.08 0.1 0.12 0.14 0.16


f(x) = - 30.72x - 0.67
R = 0.2

Konsentrasi

Gambar 61. Kurva konsentrasi Isolate I vs % S

Linear ()

89

Konsentrasi Isolat II VS %S
-3.6
-3.8 0

0.02

0.04

0.06

0.08

0.1

-4
%S

-4.2
-4.4
-4.6

Linear ()
f(x) = - 3.52x - 4.33
R = 0.13

-4.8
-5
Konsentrasi (mg/ml)

Gambar 62. Kurva konsentrasi Isolate II vs % S

Konsentrasi Isolat III VS %S


0
-1 0

0.05

0.1

0.15

0.2

0.25

-2
%S

-3

Linear ()

-4
-5
-6
-7

f(x) = 3.2x - 5.78


R = 0.17
konsentrasi (mg/ml)

Gambar 63. Kurva konsentrasi Isolate III vs % S

90

PEMBAHASAN
Tujuan praktikum ini adalah memahami prosedur isolasi senyawa aktif
dari bahan alam. Isolasi senyawa kimia dari bahan alam adalah suatu cara untuk
mengambil satu senyawa aktif yang terdapat dalam tanaman untuk mengetahui
senyawa yang berkhaziat dalam tumbuhan dan mendapatkan senyawa murni.
Tujuan dilakukan isolasi ini adalah untuk mengisolat senyawa metabolit sekunder
karena senyawa metabolit sekunder diyakini dan telah diteliti dapat memberikan
manfaat bagi kehidupan manusia. Senyawa yang akan diisolasi pada praktikum ini
adalah senyawa kurkuminoid.
Kurkuminoid terbukti memilki daya aktivitas antioksidan. Antioksidan
merupakan senyawa pemberi elektron. Senyawa ini memilki berat molekul kecil,
tetapi mampu menginaktifkan berkembangnya reaksi oksidasi, dengan cara
mencegah terbentuknya radikal. Antioksidan juga merupakan senyawa yang dapat
menghambat reaksi oksidasi, dengan mengikat radikal bebas dan molekul yang
sangat relative. Kurkuminoid sendiri adalah senyawa turunan fenolik dari hasil
isolasi rimpang knyit (Curcuma domestica).
Dilakukan isolasi kurkuminoid dari rimpang kunyit, proses isolasi
ini menggunakan metode kromatografi yang mempunyai prinsip pemisahan yang
memisahkan campuran senyawa atas komponen-komponennya berdasarkan

91

perbedaan kecepatan migrasi pada kedua fase yaitu fase diam dan fase gerak.
Metode kromatografi yang digunakan yaitu kromatografi lapis tipis (KLT)
preparative dengan fase diamnya

silica gel GF254 dan fase diamnya

kloroform:methanol (95:5). Proses isolasi yang terjadi berdasarkan perbedaan


daya serap dan daya pertisi serta kelarutan dari komponen-komponen kimia yang
akan berpengaruh mengikat kepolaran eluen, oleh Karen adaya serap absorben
terhadap komponen kimia tidak semu, maka komponen bergerak dengan
kecepatan yang berbeda sehingga hal inilah yang menyebabkan pemisahan.
Langkah awal adalah dengan melarutkan 0,1 gram fraksi yang memiliki 5
%S paling tinggi dan ditambahkan 1 ml etanol kemudian ditotolkan pada fase
diam dengan totolan kecil-kecil namun rata dan berdampingan tidak saling
menumpuk. Kemudian larutan fraksi ditimbang dihitung berapa volume yang
digunakan untuk KLT (yang ditotolkan) untuk menghitung rendemen akhir setelah
diuapkan. Kemudian dimasukan kedalam chamber yang berisi fase gerak
kloroform:methanol (95:5) dan dielusikan hingga batas 10 cm kemudian diamati
pemisahannya. Setelah didapatkan hasil, kemudian tiap lapisan dikerok lalu
dilarutkan dalam etanol, dan dipisahkan dengan cara disaring dengan sintered
glass filter. Kemudian isolate dimasukan kedalam cawan porselen, dibagi menjadi
2, yang satu diuap keringkan dan yang satu digunakan untuk uji antioksidan
dengan metode DPPH. Dari hasil percobaan didapatkan 3 lapisan masing-masing
memiliki nilai Rf 0,24 ; 0,475 ; dan 0,69.
Lapisan preparative normalnya dalah lapisan KLT yang lebih tebal dari
0,5 seperti pada umumnya dimana ketebalan maksimumnya adalah 2 mm.
meskipun beberapa pengerjaan melibatkan penggunaan yang tebalnya mencapai
10 mm. pembuatan lempeng KLT preparative haruslah resisten terhadap absorbs.
KLT prepaatif memilki perbedaan dengan KLT yang sebelumnya digunakan,
yaitu:
1. Sampel

ditotolkan

berupa

pita,

biasanya

bisa

memungkinkan ditotolkan selebar lempeng.


2. Biasanya multi elusi diperlukan untuk memperoleh resolusi
pemisahan yang baik dari komponen sampel.

92

Uji antioksidan kembali dilakukan dengan metode DPPH dengan


menggunakan larutan DPPH ( 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil). Metode DPPH secara
luas untuk menguji kemampuan senyawa yang berperan sebagai pendonor
electron atau hydrogen. Metode DPPH merupakan metode yang mudah, cepat,
dan sensitif untuk pengujian aktivitas antioksidan senyawa tertentu atau ekstrak
tanaman (Koleva, van Beek, Linssen, de Groot, dan Evstatieva, 2002; Prakash,
Rigelhof, dan Miller, 2010)
Metode yang paling sering digunakan untuk menguji aktivitas
antioksidan tanaman obat adalah metode uji dengan menggunakan radikal bebas
DPPH. Tujuan metode ini adalah mengetahui parameter konsentrasi yang
ekuivalen memberikan 50% efek aktivitas antioksidan (IC50). Hal ini dapat dicapai
dengan cara menginterpretasikan data eksperimental dari metode tersebut. DPPH
merupakan radikal bebas yang dapat bereaksi dengan senyawa yang dapat
mendonorkan atom hidrogen, dapat berguna untuk pengujian aktivitas antioksidan
komponen tertentu dalam suatu ekstrak.
Pembuatan dan penyimpanan DPPH dilakukan pada tempat yang sudah
ditutup oleh aluminium foil untuk menghindari kontak dengan cahaya langsung
karena DPPH yang bersifat fotosensitif akn rusak strukturnya bila terkena cahaya
langsung. Pada percobaan ini tidak lakukan embuatan dan pengukuran kurkumin
sebagai standar atau baku. Data yang digunakan adalah pengujian pada prakikum
sebelumnya. Langkah selanjutnya pembuatan sampel dengan hasil fraksi dan
etanol yang sudah dilarutkan kemudian dibuat 5 seri pengenceran untuk diukur
absorbansinya, 5 macam seri tersebut yaitu 0,1;0,2;0,3;0,5;0,7 ml. Kemudian
dilakukan OT untuk mengoptimalkan reaksi antara DPPH dan sampel. OT yang
digunakan adalah 45 menit sesuai dengan OT yang ditetapkan pada percobaan
sebelumnya. Larutan di vortex dulu sebelum OT untuk menghomogenkan. Tujuan
dilakukan pengenceran adalah memperkecil konsentrasi senyawa dalam larutan,
karena bila konsentrasi senyawa dalam larutan terlalu tinggi, ketika diukur
absorbansinya menggunakan spektrofotometri maka yang terukur hanya
absorbansi dari larutan yang berada di permukaan (paling depan) yang pertama

93

terkena cahaya, dan membuat senyawa bagian belakangnya tidak semua terkena
cahaya, sehingga hasil asorbansi yang diperoleh tidak valid.
Setelah itu dilakukan scanning panjang gelombang. maksimal yang
didapatkan adalah 516 nm. Selanjutnya dilakukan pengukuran blanko yang
bertujuan sebagai factor koreksi, untuk mengetahui apakah pelarut mempunya
absorbansi atau tidak, bila memilki absorbansi maka harus di auto zero terlebih
dahulu. Kemudian DPPH sebagai control dan sampei I,II dan III, apabila sudah
didapakan absorbansinya maka dapat dihitung dengan rumus:
|Kontrol||Sampel|
S=
x 100
|Kontrol|
Keterangan :
%S = % aktivitas antioksidan
Abs = Absorbansi
Parameter yang digunakan untuk interpretasi hasi dari metode DPPH
adalah nilai EC50. Nilai ini didefinisikan sebagai konsentrasi substrat yang
menyebabkan 50% hilangnya aktivitas DPPH. Nilai aktivitas antioksidan
diketahui melalui nilai EC50 yang dihasilkan. Semakin tinggi aktivitas
antioksidan suatu senyawa, maka semakin rendah nilai EC50 yang dihasilkan.
Aktivitas antioksidan dari suatu senyaewa dapat diketahui dari adanya penurunann
absorbansi DPPH yang terjadi akibat penambahan senyawa tersebut.
DPPH memberikan warna violet dengan panjang gelombang serapan
maksimal pada 517 nm. Penangkapan radikal bebas menyebabkan electron
menjadi berpasangan sehingga menyebabkan menghilangkan warna ungu yang
sebanding dengan jumlah electron yang diambil. Keberadaan senyawa antioksidan
dapat mengubah warna larutan DPPH dari ungu menjadi kuning (Dehpour,
Ebrahimzadeh, Fazel, dan Mohammad, 2009). Perubahan absorbansi akibat reaksi
ini telah digunakan secara luas untuk menguji kemampuan beberapa molekul
sebagai penangkap radikal bebas.
Berikut

adalah

struktur

DPPH

dengan

gugus

auksokrom

kromofornya sehingga dapat dideteksi dengan spektrofotometri visivel :

dan

94

Gambar 64. Gugus kromofor dan auksokrom

Gambar

Untuk penentuan nilai IC50 suatu sampel jangan lupa untuk mengoptimasi
dan memvalidasi metode yang dipakai. Optimasi metode berupa penentuan OT
dan lambda maksimum. Validasi metode dengan parameter akurasi, presisi,
linearitas, range, dan spesifisitas.
Menurut Ariyanto cit. Armala (2009), tingkat kekuatan antioksidan
senyawa uji menggunakan metode DPPH dapat digolongkan menurut nilai IC50
(Tabel I).

95

Berdasarkan data pengamatan hasil yang diperoleh


Nilai Rf yang diperoleh pada isolat I = 0,24 ; isolat II = 0,475 dan isolat
III = 0,69. Maka yang bersifat paling polar adalah isolat I.
Isolat I memiliki konsentrasi berturut-turut dari seri 1 ke seri 5 yaitu
0,0198 ; 0,0396 ; 0,09 ; 0,99 ; 0,1386 (dalam mg/ml). Dengan persen S nya yaitu
1,05% ; -5,81% ; 0% ; -5,88% ; -3,06%. Isolat II memiliki konsentrasi berturutturut 0,0136 ; 0,0272 ; 0,048 ; 0,068 ; 0,0952 (dalam mg/ml). Persen S nya yaitu
-4,15% ; -4,83% ; -4,97% ; -4,77% ; -4,55%. Isolat III memiliki konsentrasi
berturut-turut 0,0292 ; 0,0584 ; 0,0875 ; 0,146 ; 0,2044 (dalam mg/ml). Persen S
nya yaitu -5,60% ; -5,47% ; -5,38% ; -6,14% ; -4,64%.
Kurva dibuat dari persamaan regresi linear dengan x = konsentrasi dan y
= %S. Yaitu Y isolate I = -30,716x 0,671. Y isolate II = -3,245x 4,355. Dan Y
isolate III = 2,093x 5,632.
Sementara rendemen yang didapatkan yaitu isolat I = 2,50%, isolat II =
1,72% dan isolat III = 3,69%.
Dari data ini, tidak bisa digunakan untuk menghitung EC50 dari setiap
isolat (tidak sesuai dengan teori). Hal ini mungkin disebabkan kurang tepatnya
pengenceran, adanya kontaminan dan DPPH yang digunakan sudah tidak stabil
(rusak oleh cahaya) dan hanya stabil kurang lebih selama 8 jam, selain itu
pembersihan kuvet kurang maksimal sehingga mempengaruhi absorbansi. Pada
saat

memasukan

sampel

juga

harus

diperhatikan

adanya

gelembung

mempengaruhi abosrbansi sehingga mengakibatkan bias data.


Keuntungan metode DPPH adalah dapat digunakan untuk senyawasenyawa yang larut air, mudah, sederhana dan cepat. Kekurangan metode DPPH
adalah hanya spesifik pada senyawa yang berwarna atau mempunyai gugus

96

kromofor dan auksokrom. Sedangkan keuntungan metode KLT adalah sederhana,


mudah dan dapat dihentikan kapan saja, member fleksibelitas dalam memilih fase
gerak. Semua komponen sampel dapat dideteksi selama ada pembandingnya dan
sampel yang dibutuhkan sedikit serta kelemahannya yaitu tidak efektif pada skala
besar, karena akan menghabiskan banyak plat KLT dan biaya analisis meningkat.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
1. Uji kemurnian simplisia yang dilakukan yaitu penetapan kadar abu, penetapan
kadar abu yang tidak larut asam, penetapan kadar abu yang larut air, penetapan
kadar sari larut air, penetapan kadar sari yang larut dengan etanol, penetapan
bahan organik asing dan penetapan kadar air dengan destilasi toluen. Simplisia
memiliki nilai kemurnian yang cukup baik, karena dalam beberapa percobaan
memenuhi syarat ketetapan kadar yang seharusnya (menurut MMI).
2. Berikut hasil identifikasi simplisia :

Tidak ada flavonoid dalam simplisia kunyit, hal ini ditunjukan oleh hasil
dari identifikasi dengan KLT.

Senyawa gol antrakinon diidentifikasi dengan uji tabung dan hasilnya


tidak ditemukan adanya antrakinon.

Dalam uji saponin tidak ditemukan dengan kedua prosedur yang diberikan.

Dalam alkaloida ditemukan endapan sehingga diindikasikan terdapat


alkaloida. Meski dalam KLT nya tidak ditemukan.

97

Mengandung polifenol pada simplisia.

3. Untuk menyari senyawa aktif rimpang kunyit dilakukan dengan menggunakan


metode maserasi, yaitu dengan cara meredam simplisia dengan pelarut etanol
95%.
4. Skrining bahan nabati kunyit dengan metode KLT diperoleh hasil bahwa kunyit
memiliki senyawa antioksidan yaitu kurkumin.
5. Fraksinasi ekstrak tanaman kunyit (Curcumae Domesticae rhizoma) untuk
mendapat senyawa aktifnya dengan cara Vaccum Liquid Chromatography
6.

7.

(VLC).
Nilai EC50 yang didapatkan :
Sampel 2 : - 0,098 mg/ml
Sampel 3 : 1,87 mg/ml
Metode KLT preparative dapat digunakan sebagai salah satu teknik isolasi
senyawa aktif dari bahan alam. Dalam praktikum kali ini, data tidak dapat
digunakan untuk menghitung EC50.

B. SARAN
1. Diperlukan penelitian lebih lanjut untuk mengetahui seberapa besar efek
antioksidan yang ditimbulkan oleh isolat kunyit

dan mengetahui senyawa

manakah yang memberi efek antioksidan dari rimpang kunyit


2. Perlu pembuktian lebih lanjut isolat dengan elusidasi struktur menggunakan
spektrofotometri IR, H-NMR dan C-NMR.

98

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA
Achmad, S.A., 2000, Buku Materi Pokok Kimia Organik Bahan Alam, Karunika,
Jakarta, hal. 2, 4, 16.
Adijuwana, 2001, Teknik Spektroskopi Dalam Analisis Biologi, Pusat Antar
Universitas IPB, Bogor, hal. 34 35.
Arisandi, Y., dan Andriani,Y., 2009,Khasiat berbagai tanaman untuk pengobatan,
Eska Medika, Jakarta, hal. 256,259
Armala, M. M., 2009, Daya Antioksidan Fraksi Air Ekstrak Herba Kenikir
(Cosmos caudatus H. B. K.) dan Profil KLT, Skripsi, Fakultas Farmasi
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, hal. 39.
Chattopadhyay, I., Biswas, K., Bandyopadhyay, U. and Banerjee, R.K. (2004).
Tumeric and
Curcumin: Biological actions ans medicinal applications. Current Science.
87 (1) : 44 - 53.
Day, R.A., Underwood, A.L.,2010, Analisis Kimia Kuantitatif, Edisi 6, Penerbit
Erlangga, Jakarta, hal.2.

99

Dehpour, A.A., Ebrahimzadeh, M.A., Fazel, N.S., dan Mohammad, N.S., 2009,
Antioxidant Activity of Methanol Extract of Ferula Assafoetida and Its
Essential Oil Composition, Grasas Aceites, 60(4), 405-412.
Depkes RI, 1989, Materia Medika Indonesia, Depkes RI, Jakarta, hal.x
Dirjen POM, 1995, Farmakope Indonesia, edisi IV, Depkes RI, Jakarta, hal. 970971.
Faisal,

M.

(2012).

Spektrofotometri.

http://www.scribd.com/doc/53453920/Referensi-SpektrofotometerTerlengkap. diakses 10 Juni 2012.


Hendayana. Summer, 2010, Kimia Pemisahan: Methode Kromatografi dan
Elektrolisis Modern. PT. Remaja Rosdakarya, Bandung, Hal 1.
Hernani, 2006, Tanaman Berkhasiat Antioksidan, Penebar Swadaya, Jakarta, hal.
6.
Koleva, I.I., van Beek, T.A., Linssen, J.P.H., de Groot, A., dan Evstatieva, L.N.,
2002, Screening of Plant Extracts For Antioxidant Activity: A
Comparative Study on Three Testing Methods, Phytochemical Analysis, 13,
8-17.
Lestart, F., 2009, Bahaya Kimia, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta,
hal.189.
Molyneux, P., 2003, The Use of Stable Free Radical Diphenylpicryl Hydrazyl
(DPPH) for Estimating Antioxidant Activity, http://www.sjst.psu.ac.th/262.pdf/07-DPPH.pdf, diakses 2 November 2014.
Neal, M.J., 2005, Farmakologi Medis, Edisi 5, Penerbit Erlangga, Jakarta, hal.11.
Prakash, A., Rigelhof, F., dan Miller, E., 2010, Antioxidant Activity,
http://www.medallionlabs.com, diakses tanggal 2 September 2014.

100

Ryzki, A., 2013, Dasar-Dasar Farmakognosi Kelas X, Baiti Ilmina, Jakarta, hal.
22-27.
Said, A., 2010, Khasiat dan Manfaat Kunyit, PT.Sinar Wadja Lestari, Jakarta, Hal.
3-15.
Soegiharjo. C. J, 2013, Farmakogsi, PT. Intan Sejati, Klaten, Hal 35, 50, dan, 53.
Suharmiati, dan Maryani,H., 2003, Khasiat dan manfaat jati belanda: si
pelangsing dan peluruhkolestrol, Agromedra, Jakarta, hal.15-16.
Trilaksani, W., 2003, Antioksidan : Jenis, Sumber, Mekanisme Kerja dan Peran
Terhadap Kesehatan, Institute Pertanian Bogor, pp. 1 9.
Watson, D.G., 2009, Analisis Farmasi, Edisi 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC,
hal.368.
Winarto, W.P. 2008. Khasiat & Manfaat Kunyit. Jakarta: Tim Lentera.
Witt, S., Lalk, M., Hager, C., dan Voigt, B., 2010, DPPH-Test: Determination of
Scavenger

Properties,

http://www.baltic-analytics.de/index.

php?

id=7&L=1, diakses tanggal 2 September 2014.


Wonohardjo. Surdjani, 2013, Metode-Metode Pemisahan Kimia: Sebagai
Pengantar, Akademia Permata, Jakarta Barat, Hal 126 -127, 187.
Yuliani, S. dan Satuhu, S. 2012. Panduan Lengkap Minyak Asiri. Jakarta: Penebar
Swadaya.

You might also like