You are on page 1of 37

LAPORAN KASUS

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 13 TAHUN DENGAN DENGUE


HEMORRHAGIC FEVER GRADE II, GIZI BAIK

Oleh :
Magdalena Wibawati

G99141061

Pritami

G99141112

Pembimbing :
dr. Noor Alifah, Sp. A.

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD PANDAN ARANG
BOYOLALI
2015

HALAMAN PENGESAHAN
Presentasi kasus ini disusun untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret. Presentasi
kasus dengan judul :

SEORANG ANAK LAKI-LAKI 13 TAHUN DENGAN


DENGUE HEMORRHAGIC FEVER GRADE II, GIZI
BAIK

Hari/tanggal

: 10 Juli 2015

Oleh:

Magdalena Wibawati

G99141061 / F.10.15

Pritami

G99141112 / F.11.15

Mengetahui dan menyetujui,


Pembimbing Laporan Kasus

dr. Noor Alifah, Sp. A.

BAB I
STATUS PASIEN
I.

IDENTITAS PASIEN
Nama

: An. RK

Umur

: 13 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Agama

: Islam

Alamat

: Plosokerep, Boyolali

Tanggal masuk

: 5 Juli 2015

Tanggal Pemeriksaan : 6 Juli 2015


No. RM
II.

: 15493965

ANAMNESIS
Anamnesis dilakukan melalui alloanamnesis dengan ibu pasien dan
autoanamnesis di bangsal Edelweis pada pukul 13.00

A. Keluhan Utama
Demam
B. Riwayat Penyakit Sekarang
II

I
Selasa
30/6/15

Rabu
1/7/15

III

Kamis
2/7/15

IV

Jumat
3/7/15

Sabtu
4/7/15

VI

Minggu
5/7/15

Senin
6/7/15

Pasien mengeluhkan demam sejak 5 hari SMRS. Demam tinggi


mendadak dirasakan mulai jam 05.00 pada hari Selasa 30 Juni 2015 dan
dirasakan terus menerus tinggi hingga malam hari. Untuk mengobati
demam, pasien telah diberi obat turun panas namun kembali demam
setelah beberapa jam. Selain demam pasien juga mengeluhkan, nyeri
kepala, nyeri perut dan nafsu makan menurun.

I
15/6
2015
09.00

II
16/6
2015
09.00

III
17/6
2015
09.00

IV
18/6
2015
09.00

19/6
2015
09.00

4 hari SMRS, pasien berobat ke dokter umum dan diberi obat


penurun panas, namun keluhan demam belum berkurang sehingga pasien
berobat lagi ke RS Bayangkari keesokan harinya. Pasien mendapat obat
penurun panas dan obat anti nyeri, kemudian keluhan demam dan perut
nyeri sedikit berkurang, namun pasien merasa keluhan belum teratasi
sehingga pasien dibawa ke RSPA Boyolali. Sebelumnya pasien belum
pernah cek darah.
Saat dibawa ke rumah sakit, pasien tampak sakit sedang dan lemas.
Tidak ada demam (-), bintik-bintik kemerahan pada kulit (+), mimisan (-),
gusi berdarah (-), BAB berdarah/hitam (-), muntah darah (-), dan BAK
merah (-). Pasien tidak mengalami muntah (-), kejang (-), kesadaran
menurun (-). Pasien tidak mengeluh batuk (-), pilek (-), nyeri saat menelan
(-), sakit pada telinga (-), dan nyeri saat BAK (-).
BAK pasien 3-4 kali perhari, dengan jumlah 1 gelas belimbing,
warna kuning, tidak disertai darah, tidak disertai nyeri. Pasien belum BAB
sejak 5 hari SMRS.
C. Riwayat Penyakit Dahulu
Keluhan serupa

: disangkal

Riwayat alergi

: disangkal

D. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluhan serupa
Riwayat alergi makanan
Riwayat lingkungan sekitar terkena DBD

: disangkal
: disangkal
: (+) teman sekolah

E. Pemeliharaan Kehamilan dan Antenatal


Pemeriksaan di

: Bidan

Frekuensi

: Trimester I

: 1x/ 2 bulan

Trimester II

: 1x/ bulan

Trimester III

: 1x/bulan

Keluhan selama kehamilan: tidak ada


Obat-obatan yang diminum selama kehamilan : vitamin dan tablet
penambah darah
F. Riwayat Kelahiran :
Pasien lahir di bidan dengan berat badan lahir 3200 gram dan panjang
47 cm, lahir spontan, langsung menangis kuat segera setelah lahir, usia
kehamilan 38 minggu.
G. Riwayat Postnatal
Rutin ke puskesmas setiap bulan untuk menimbang badan dan
mendapat imunisasi.
H. Riwayat Imunisasi
Hb 0

: 0 bulan

BCG, Polio 1

: 1 bulan

DPT/Hb 1, Polio 2

: 2 bulan

DPT/Hb 2, Polio 3

: 3 bulan

DPT/Hb 3, Polio 4

: 4 bulan

Campak

: 9 bulan

Kesimpulan : imunisasi lengkap sesuai usia menurut Depkes.


J. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan
a. Pertumbuhan
Pasien lahir di bidan dengan berat badan

lahir 3200 gram dan

panjang 47 cm. Menurut ibu pasien, saat pasien diperiksa di posyandu


berat badan dan tinggi badan pasien selalu meningkat. Saat ini pasien
berusia 13 tahun dengan berat badan 32 kg dan tinggi badan 140 cm.
Kesan : Pertumbuhan sesuai usia.
b. Perkembangan
1 bulan

: tersenyum

2 bulan

: mengangkat kepala

3 bulan

: tengkurap sendiri

4 bulan

: meraih benda, berteriak

6 bulan

: duduk bersandar, mengambil mainan, mengoceh

9 bulan

: merangkak, bicara penggal kata

Saat ini pasien berusia 13 tahun, pasien dapat bergaul dengan teman
sebayanya dengan baik.
Kesan : Perkembangan sesuai usia.
K. Riwayat Makan dan Minum Anak
1. ASI diberikan sejak lahir, diberikan tiap kali menangis, lama
menyusui 10-15 menit, bergantian payudara kanan dan kiri.
2. Buah dan sayur : pisang sejak umur 6 bulan, sayur bayam, wortel,
lauk ati ayam, tahu, tempe, telur, daging, udang sejak usia 9 bulan.
3. Makanan padat dan bubur :
a. Bubur susu

: sejak usia 6 bulan

b. Nasi tim

: sejak usia 9 bulan

4. Saat ini pasien makan beraneka ragam nasi disertai lauk pauk seperti
tahu, tempe, telur, daging dan disertai sayur. Pasien makan tiga kali
sehari, 1 piring nasi setiap makan.
I. Pohon Keluarga
I

II
Tn. S, 39 tahun

Ny. H, 36 tahun

III
An. RK 13 tahun, 32 kg

III. PEMERIKSAAN FISIK


A. Keadaan Umum
Keadaan umum

: pasien tampak sakit sedang, compos mentis

Status gizi

: kesan gizi baik

B. Tanda vital
BB

: 32 kg

TB

: 140 cm

TD

: 100/70 mmHg

Nadi

: 80x/menit, reguler, isi tegangan cukup, simetris

RR

: 24x/menit

Suhu

: 36,5 C (per aksiler)

C. Kulit
Warna sawo matang, ikterik (-), petechiae (+), purpura (-)
D. Kepala
Bentuk mesocephal, rambut hitam sukar dicabut
E. Mata
Konjungtiva pucat (-/-), palpebra oedem (+/+) minimal, sklera ikterik
(-/-), pupil isokor (3mm/3mm), reflek cahaya (+/+), air mata (+/+)
F. Hidung
Bentuk normal, nafas cuping hidung (-/-), sekret (-/-), darah (-/-)
G. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
H. Telinga
Normotia, sekret(-), tragus pain (-), mastoid pain (-).
I. Tenggorok
Uvula ditengah, tonsil T1-T1 hipermis (-), faring hiperemis (-)
J. Leher
Trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak membesar, JVP tidak
meningkat

K. Thorax
Bentuk : normochest, retraksi (-), gerakan simetris kanan kiri
Pulmo :

Inspeksi

: Pengembangan dada kanan = kiri

Palpasi

: Fremitus raba kanan = kiri

Perkusi

: Sonor / Sonor di semua lapang paru

Batas paru-hepar

: SIC V kanan

Batas paru-lambung

: SIC VI kiri

Redup relatif

: SIC V kanan

Redup absolut

: SIC VI kanan (hepar)

Auskultasi

: Suara dasar vesikuler (+/+), Ronki basah


halus (-/-)

Cor :

Inspeksi

: iktus kordis tidak tampak

Palpasi

: iktus kordis tidak kuat angkat

Perkusi

: batas jantung kesan tidak melebar


Kiri atas

: SIC II LPSS

Kiri bawah

: SIC IV LMCS

Kanan atas

: SIC II LPSD

Kanan bawah : SIC IV LPSD


Auskultasi

: bunyi jantung I-II intensitas nomal, regular,


bising (-)

L. Abdomen
Inspeksi

: dinding perut sejajar dinding dada, spasme (-)

Auskultasi : Bising usus (+) normal


Perkusi

: timpani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (+) di epigastrium, hipokondriaka


dextra, ascites (-), hepar/lien tidak teraba, massa abdomen
(-), turgor kulit kembali cepat, pekak alih (-), pekak sisi (-),
lingkar perut 53 cm.

M. Urogenital : oedema skrotum (-), phymosis (-)


N. Anorektal :hiperemis (-)

O. Ekstremitas
Akral dingin -

Petechie

oedema

Capillary Refill Time<2 detik, Arteri Dorsalis Pedis teraba kuat


P. Perhitungan Status Gizi
Secara Antropometris
BB : 32 kg
Umur : 13 tahun
TB : 140 cm
BB :32x 100% = 71,1%
U

45

TB :140x 100% = 90,3 %


U

TB/U<P3 (severe stunted)

155

BB : 32x 100% = 96,96%


TB

BB/U= P3 (underweight)

P25< BB/TB<P50 (gizi baik)

33

(CDC, 2000)
Kesan Status gizi secara antropometris : gizi baik, underweight,
severe stunted.
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium darah tanggal 5 Juli 2015
Pemeriksaan
Hb
Hct
AL
AT
AE
MCV
MCH
MCHC

Hasil
13.8
44,1
3500
68
5,27
83,7
26,2
31,3

Satuan
g/dL
%
Ribu/ul
Ribu/ul
Juta/ul
/um
Pg
g/dL

RDW
Hitung Jenis
Netrofil segmen
Limfosit
Monosit
Imunoserologi
HBSAg
Widal
Typhi O
Typhi H
Paratyphi AH

15,1

60,9
25,5
13,6

%
%
%

Nonreaktif
Negatif
Negatif
Negatif

V. RESUME
Pasien mengeluhkan demam sejak 5 hari SMRS. Demam tinggi
mendadak dan dirasakan terus menerus tinggi hingga malam hari. Untuk
mengobati demam, pasien telah diberi obat turun panas namun kembali
demam setelah beberapa jam. Selain demam pasien juga mengeluhkan,
nyeri kepala, nyeri perut dan nafsu makan menurun. Pasien sudah berobat
ke dokter umum dan RS Bayangkari, namun keluhan belum berkurang
sehingga pasien dibawa ke RSPA Boyolali. Sebelumnya pasien belum
pernah cek darah. BAK dalam batas normal, pasien belum BAB sejak 5
hari SMRS.
Hasil pemeriksaan fisik keadaan umum tampak sakit sedang,
compos mentis. Hasil pemeriksaan tekanan darah 100/70 mmHg HR:
80x/menit RR: 24x/menit dan suhu per aksila: 36,5oC. Pada pemeriksaan
udem palpebra (+/+) minimal, pulmo SDV (+/+), abdomen nyeri tekan (+)
di region epigastrium dan hipokondriaka dextra, hepar/lien tidak teraba,
RL (+).
Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan AL: 3500/L, AT:
68.103/L, HCT: 44,1%
VI. DAFTAR MASALAH
1.
2.
3.

Riwayat demam tinggi


Sakit kepala
Nyeri perut

4.
5.
6.
7.

Udem palpebra (+/+) minimal


RL (+)
AL: 3,5. 103/L
AT: 68. 103/L

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Dengue Hemorraghic Fever Grade II
2. Typhoid fever
VIII. DIAGNOSIS KERJA
1. Dengue Hemorraghic Fever Grade III
2. Gizi baik, underweight, severe stunted
IX. PENATALAKSANAAN
Terapi
1. Rawat bangsal anak
2. IVFD Asering 5 ml/kgBB/jam = 160 ml/jam (via infus pump)
3. Inj. Antrain 1 amp/8 jam k/p
4. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
5. Inj. Ondansetron 1 amp/8 jam k/p
6. Paracetamol 3x1 tab k/p
Monitoring
KU dan VS per 4 jam
Lingkar perut per 24 jam
Awasi tanda-tanda syok atau perdarahan
Planning
Pemeriksaan hct/12 jam, AT dan PP/24 jam
Edukasi
Motivasi keluarga tentang penyakitnya
X. PROGNOSIS

Ad vitam

: dubia ad bonam

Ad sanam

: dubia ad bonam

Ad fungsionam

: dubia ad bonam

FOLLOW UP 6 Juli 2015


S : Demam (-) hari ke VI , lemas (+), sakit kepala (-), nyeri perut (-), petechiae
(+),mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB berdarah (-), muntah (-), kejang (-),
kesadaran menurun (-), muntah darah (-), BAB hitam (-), kelopak mata
bengkak (+).
O: KU sakit sedang, compos mentis
VS: TD : 100/70 mmHg

RR: 20x/menit

Nadi: 80x/menit

Suhu: 36,5 C

Kepala

: mesocephal

Mata

: Udem palpebra (+/+) minimal, Mata cekung (-/-),SI (-/-)

Hidung

: NCH (-/-), sekret (-/-)

Mulut

: Mukosa basah(+), sianosis (-)

Thorax

: Retraksi (-)

Cor

: Bunyi Jantung I-II normal, reguler, bising (-)

Pulmo

: Suara dasar vesikuler (+/+), ronki basah halus (-/-)

Abdomen :Inspeksi : DP//DD


Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi

: Tympani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium dan


hipocondriaca dextra, hepar dan lien tidak teraba,
turgor kembali cepat, ascites (-).

Anus

: Hiperemis (-)

Ekstremitas
Akral dingin -

edema

Capillary Refill Time< 2 detik


Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Monitoring :
KUVS/4 jam
Lingkar perut: 53 cm

Plan :
Cek HT/ 12 jam
Cek PP,AT/24 jam

Hasil Lab Darah 6 Juli 2015 pagi


Pemeriksaan
Hct
Hasil Lab Darah 6 Juli 2015 sore
Pemeriksaan

Hasil

Satuan
46.8

Hasil

Hct
Protein Plasma
AT

%
Satuan

45
5.0
46.000

%
u/L

Hasil Urinalisis 6 Juli 2015


Pemeriksaan
Fisis
Warna
Kejernihan
Bau
Kimia
Blood
Bilirubin
Urobilinogen
Benda keton
Reduksi
Protein
Nitrit
Leukosit
Berat jenis
pH
Sedimen
Epitel
Leukosit
Eritrosit
Silinder
Kristal
Lain-lain
Ass :

Hasil
kuning
jernih
khas
Negatif
Negatif
Normal
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
Negatif
1.010
6.5
1 (+)
1 (+)
1 (+)
Negative
Negative
Negative

Satuan

1. Dengue Hemorraghic Fever Grade II


2. Gizi baik
Terapi :
1. IVFD Asering 5 ml/kgBB/jam = 160 ml/jam (via infus pump)
2. Inj. Antrain 1 amp/8 jam k/p
3. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
4. Inj. Ondansetron 1 amp/8 jam k/p
5. Paracetamol 3x1 tab k/p

FOLLOW UP 7 Juli 2015


S: Demam (-) hari ke VII,lemas (+), sakit kepala (-), nyeri perut (-), petechiae
(+),mimisan (-), gusi berdarah (-), BAB berdarah (-), muntah (-), kejang (-),
kesadaran menurun (-), muntah darah (-), BAB hitam (-).
O: KU: sakit sedang, compos mentis
VS: TD: 100/70

Nadi: 78x/menit

RR: 20x/menit

Kepala

: mesocephal

Mata

: Udem palpebra (-/-), Mata cekung (-/-),SI (-/-)

Hidung

: NCH (-/-), sekret (-/-)

Suhu: 35,8 C

Mulut

: Mukosa basah(+), sianosis (-)

Thorax

: Retraksi (-)

Cor

: Bunyi Jantung I-II normal, reguler, bising (-)

Pulmo

: Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen : Inspeksi : DP//DD


Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi

: Tympani

Palpasi

: supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium dan


hipocondriaca dextra, hepar dan lien tidak teraba,
turgor kembali cepat, ascites (-).

Anus

Hiperemis (-)

Ekstremitas
Akral dingin -

edema

Capillary Refill Time< 2 detik


Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Monitoring :
KUVS/4 jam
Lingkar perut: 53 cm
Plan :
Cek HT/ 12 jam
Cek PP,AT/24 jam
Hasil Lab Darah 7 Juli 2015 pagi
Pemeriksaan

Hasil

Hct
Hasil Lab Darah 7 Juli 2015 sore
Pemeriksaan
Hct
Protein Plasma

Satuan
44.1

Hasil

%
Satuan

44.6
5.2

AT

41.000

u/L

Ass :
1. Dengue Hemorraghic Fever Grade II
2. Gizi baik
Terapi :
1. IVFD Asering 5 ml/kgBB/jam = 160 ml/jam (via infus pump)
2. Inj. Antrain 1 amp/8 jam k/p
3. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
4. Inj. Ondansetron 1 amp/8 jam k/p
5. Paracetamol 3x1 tab k/p

FOLLOW UP 8 Juli 2015


S: Demam (-), lemas (-), sakit kepala (-), nyeri perut (-), petechiae (+), mimisan
(-), gusi berdarah (-), BAB berdarah (-), muntah (-), kejang (-), kesadaran
menurun (-), muntah darah (-), BAB hitam (-)
O: KU: sakit sedang, compos mentis
VS: TD: 100/70

Nadi: 68x/menit

RR: 24x/menit

Kepala

: mesocephal

Mata

: Udem palpebra (-/-), Mata cekung (-/-),SI (-/-)

Hidung

: NCH (-/-), sekret (-/-)

Mulut

: Mukosa basah(+), sianosis (-)

Suhu: 36,4 C

Thorax

: Retraksi (-)

Cor

: Bunyi Jantung I-II normal, reguler, bising (-)

Pulmo

: Suara dasar vesikuler (+/+), suara tambahan (-/-)

Abdomen :Inspeksi : DP//DD


Auskultasi : BU (+) normal
Perkusi

: Tympani

Palpasi

: Supel, nyeri tekan (+) regio epigastrium dan


hipocondriaca dextra, hepar dan lien tidak teraba,
turgor kembali cepat, ascites (-).

Anus

Hiperemis (-)

Ekstremitas
Akral dingin -

edema

Capillary Refill Time< 2 detik


Arteri dorsalis pedis teraba kuat
Monitoring
KUVS/4 jam
Lingkar perut: 52 cm

Hasil Lab Darah 8 Juli 2015


Pemeriksaan

Hasil

Hct
Protein Plasma
AT

Satuan
38.5
4.8
82.000

Ass :
1. Dengue Hemorraghic Fever Grade II
2. Gizi baik
Tata Laksana :
1. IVFD Asering 5 ml/kgBB/jam = 160 ml/jam (via infus pump)
2. Inj. Antrain 1 amp/8 jam k/p
3. Inj. Ranitidin 1 amp/12 jam
4. Inj. Ondansetron 1 amp/8 jam k/p
5. Paracetamol 3x1 tab k/p

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

%
u/L

A. Definisi
Demam

dengue/DF dan

demam berdarah

dengue/DBD

(dengue

haemorrhagic fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus


dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot dan/atau nyeri sendi yang
disertai lekopenia, ruam, limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik.
Pada DBD terjadi perembesan plasma yang ditandai oleh hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit) atau penumpukan cairan di rongga tubuh. Sindrom
renjatan dengue (dengue shock syndrome) adalah demam berdarah dengue yang
ditandai oleh renjatan/syok. (Sudoyo, 2006).
B. Epidemiologi
Selama 5 tahun terakhir, insiden DBD meningkat setiap tahun. Insiden
tertinggi pada tahun 2007 yakni 71,78 per 100.000 penduduk, namun pada tahun
2008 menurun menjadi 59,02 per 100.000 penduduk. Walaupun angka kesakitan
sudah dapat ditekan namun belum mencapai target yang diinginkan yakni <20 per
100.000 penduduk (Depkes, 2008).
C. Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam group B arthropod borne virus (arbovirus) dan
sekarang dikenal sebagai genus Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus
merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari asam ribonukleat rantai
tunggal dengan berat molekul 4x106 (Sudoyo, 2006; Soedarmo, 2012).
Terdapat 4 serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3 dan DEN-4 yang
semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotype ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotype
terbanyak. Infeksi dengan salah satu serotipe akan menimbulkan antibodi seumur
hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungnan
terhadap serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal di daerah endemis dengue
dapat terinfeksi dengan 3 atau bahkan 4 serotipe selama hidupnya. Keempat jenis
serotipe virus dengue dapat ditemukan di berbagai daerah di Indonesia (Sudoyo,
2006; Soedarmo, 2012).
D. Patogenenis

Mekanisme

sebenarnya

tentang

patofisiologi,

hemodinamika,

dan

biokimiawi demam berdarah dengue belum diketahui secara pasti karena


kesukaran mendapatkan model binatang percobaan yang dapat dipergunakan
untuk menimbulkan gejala klinis DBD seperti pada manusia. Hingga kini
sebagaian besar masih menganut the secondary heterologous infection hypothesis
atau the sequential infection hypothesis yang menyatakan bahwa DBD dapat
terjadi apabila seseorang telah terinfeksi virus dengue pertama kali mendapatkan
infeksi kedua dengan virus serotype lain dalam jarak waktu 6 bulan sampai 5
tahun. (Soedarmo, 2012)

Gambar 1.5 Hipotesis secondary heterologus infections ( Soegijanto, 2006 )


Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes
Aegypti atau Aedes Albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES
meliputi sel kupffer hepar, endotel pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum
tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian menunjukkan bahwa sel-sel
monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini. Dalam
peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer (Soegijanto,
2006).

E. Manifestasi Klinis
Pada dasarnya ada empat sindrom klinis dengue yaitu (Pudjiadi, 2010):
1. Silent dengue atau Undifferentiated fever
Pada bayi, anak, dan dewasa yang terinfeksi virus dengue untuk
pertama kali gejala mungkin tidak bisa dibedakan dari infeksi virus
lainnya. Bercak maculopapular biasanya mengiringi demam dan muncul
gejala saluran pernafasan atas dan gejala gastrointestinal (WHO, 2011)
2. Demam dengue klasik
Demam dengue atau disebut juga dengan demam dengue klasik
lebih sering pada anak yang lebih tua, remaja, dan dewasa. Secara umum,
manifestasi berupa demam akut, terkadang demam bifasik disertai dengan
gejala

nyeri

kepala,

mialgia,

atralgia,

rash,

leukopenia,

dan

trombositopenia. Adakalanya, secara tidak biasa muncul perdarahan


gastrointestinal, hipermenorea, dan epistaksis masif. Pada daerah yang
endemis, insidensi jarang muncul pada penduduk lokal (WHO, 2011).
3. Demam berdarah Dengue ( Dengue Hemorrhagic fever)
Demam berdarah dengue lebih sering muncul pada anak usia kurang dari
15 tahun pada daerah yang hiperendemis. Hal ini dikaitkan dengan infeksi
virus dengue berulang. Demam berdarah dengue memiliki karakteristik
onset akut demam yang sangat tinggi, disertai dengan tanda dan gejala
yang sama dengan demam dengue. Gejala perdarahan yang muncul dapat
berupa tes torniquet yang positif, ptekie, perdarahan gastrointestinal yang
masif. Saat akhir dari fase demam, ada tendensi untuk berkembang
menjadi keadaan syok hipovolemik oleh karena adanya plasma leakage
(WHO, 2011).
Terdapat tanda bahaya, antara lain : muntah persisten, nyeri
abdomen, letargi, oligouria yang harus diketahui untuk mencegah syok.
Kelainan hemostasis dan adanya plasma leakage merupakan tanda utama
dari demam berdarah dengue. Trombositopenia dan peningkatan
hematokrit harus segera ditemukan sebelum muncul adanya tanda syok.
Demam berdarah dengue biasa terjadi pada anak dengan infeksi
sekunder virus dengue yang mana sudah pernah terinfeksi oleh virus
dengue DEN-1 dan DEN-3 (WHO, 2011)
4. Dengue Shock Syndrome (DSS)

Manifestasi yang tidak lazim melibatakn berbagai organ misalnya


hepar, ginjal, otak, dan jantung yang dikaitkan dengan infeksi dengue telah
dilaporkan meningkat pada berbagai kasus yang tidak memiliki bukti
terjadinya plasma leakage. Manifestasi tersebut dikaitkan dengan syok
yang berkepanjangan (WHO, 2011).

Gambar 1.6 Manifestasi Klinis Infeksi Virus Dengue (Trihadi, 2012)


Demam Dengue
Masa inkubasi antara 4 6 hari (berkisar 3 14 hari) disertai gejala
konstitusional dan nyeri kepala, nyeri punggung, dan malaise (WHO,2011).
Awal penyakit biasanya mendadak dengan adanya trias yaitu demam
tinggi, nyeri pada anggota badan dan ruam/rash (Soedarmo, 2012).
Anoreksi dan obstipasi sering dilaporkan, di samping itu perasaan tidak
nyaman di daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering
ditemukan. Gejala klinis lainnya meliputi fotofobia, berkeringat, batuk. Kelenjar
limfa servikal dilaporkan membesar pada 67-77% kasus atau dikenal sebagai
Castelanis sign yang patognomonik (Soedarmo, 2012).
Kelainan darah tepi demam dengue adalah leukopeni selama periode pra
demam dan demam, nutrofilia relatif dan limfopenia, disusul oleh neutropenia
relatif dan limfositosis pada periode puncak penyakit dan pada masa konvalesens.
Eusinofil menurun atau menghilang pada permulaan dan pada puncak penyakit,
hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode demam, sel plasma
meningkat

pada

periode

memuncaknya

penyakit

dengan

terdapatnya

trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu


(Soedarmo, 2012).

Pada daerah endemis, tes torniquet yang positif dan leukopenia ( < 5.000
cell/mm3) dapat membantu penegakan diagnosis dari infeksi dengue dengan
angka prediksi 70 80 %. Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan (WHO,
2011):
Hitung sel darah putih biasanya normal saat permulaan demam kemudian

leukopeni hingga periode demam berakhir


Hitung trombosit normal, demikian pula komponen lain dalam mekanisme
pembekuaan

darah.

Pada

beberapa

epidemi

biasanya

terjadi

trombositopeni
Serum biokimia/enzim biasanya normal, kadar enzim hati mungkin

meningkat.
Peningkatan hematokrit ringan oleh karena akibat dari dehidrasi dikaitkan

dengan demam yang tinggi, muntah, anoreksia, dan minimnya intake oral.
Penggunaaan analgesik, antipiretik, antiemetik, dan antibiotik dapat
mengintervensi peningkatan hasil laboratorium fungsi hepar dan

pembekuan darah.
Demam Berdarah Dengue
Pada awal perjalanan penyakit, DBD menyerupai kasus DD. Pada DBD
terdapat perdarahan kulit, uji tornikuet positif, memar dan perdarahan pada tempat
pengambilan darah vena. Petekia halus tersebar di anggota gerak, muka, aksila
sering kali ditemukan pada masa dini demam. Epistaksis dan perdarahan gusi
jarang dijumpai sedangkan perdarahan saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi
dan biasanya timbul setelah renjatan tidak dapat diatasi (Soedarmo, 2012).
Hati biasanya teraba sejak awal fase demam, bervariasi mulai dari teraba
2-4 cm dibawah lengkung iga kanan. Derajat pembesaran hati tidak berhubungan
dengan keparahan penyakit. Untuk menemukan pembesaran hati, harus dilakukan
perabaan setiap hari. Nyeri tekan di daerah hati sering kali ditemukan dan pada
sebagian kecil kasus dapat disertai ikterus. Nyeri tekan di daerah hati tampak
jelas pada anak besar dan ini berhubungan dengan adanya perdarahan (Soedarmo,
2012).
Pada pemeriksaan laboratorium dapat ditemukan adanya trombositopenia
sedang hingga berat disertai hemokonsentrasi. Fenomena patofisiologis utama
yang menentukan derajat penyakit dan membedakan DBD dari DD ialah

peningkatan permeabilitas pembuluh darah, menurunnya volume plasma,


trombositopenia, dan diatesis hemoragik (Soedarmo, 2012).
Dengue Shock Syndrome
Pada DSS dijumpai adanya manifestasi kegagalan sirkulasi yaitu nadi
lemah dan cepat, tekanan nadi menurun (<20mmHg), hipotensi, kulit dingin dan
lembab dan pasien tampak gelisah.
F. Diagnosis
Berdasarkan kriteria WHO 2011 untuk diagnosis Demam Berdarah Dengue:
a. Kriteria Klinis
1. Demam
Demam mendadak terus menerus 2-7 hari tanpa sebab yang jelas. Tipe
demam bifasik (saddleback).

Gambar 1.9 Demam Bifasik pada Demam Berdarah Dengue


2. Manifestasi perdarahan, dapat berupa: uji torniket (+), petechie,
ekhimosis

ataupun

purpura,

perdarahan

mukosa

traktus

gastrointestinal, epistaksis, perdarahan gusi, hematemesis dan melena


3. Hepatomegali
4. Kegagalan sirkulasi (tanda-tanda syok): ekstremitas dingin, nadi cepat
dan lemah, sistolik kurang 90 mmHg, dan tekanan darah menurun
sampai tidak terukur, kulit lembab, penyempitan tekanan nadi (< 20
mmHg), capillary refill time memanjang (>2 detik) dan pasien tampak
gelisah.
b. Kriteria Laboratoris
1. Trombositopenia (trombosit < 100.000 /ul)

2. Hemokonsentrasi (Peningkatan Ht 20% atau penurunan Ht 20%


setelah mendapat terapi cairan).
Penegakan diagnosis Demam Berdarah Dengue berdasarkan atas 2 kriteria
klinis ditambah trombositopenia dan hemokonsentrasi atau peningkatan
hematokrit.

Tabel 1. Pembagian derajat Demam Berdarah Dengue menurut WHO


DD/DBD Grade
Tanda dan Gejala
Demam
Demam disertai 2 keadaan
Dengue
berikut :
- Nyeri Kepala
- Nyeri retro-orbita
- Mialgia
- Rash
- Atralgia/Nyeri tulang
- Manifestasi perdarahan
- Tanpa disertai adanya
plasma Leakage
DBD
I
Demam disertai
manifestasi perdarahan
(torniquet tes +) dan
adanya plasma leakage
DBD
II
Grade I ditambah
perdarahan spontan
DBD
(DSS)

III

DBD
(DSS)

IV

Grade I atau II ditambah


adanya kegagalan
sirkulasi :
- pulsasi nadi yang
lemah,
- hipotensi,
- perbedaan sistole dan
diastole yang sempit
- kondisi umum gelisah
Grade III ditambah
dengan syok berat serta
nadi dan tekanan darah
yang tidak terukur

G. Pemeriksaan Penunjang

Laboratorium
Leukopenia
( < 5000 sel/mm3 )
Trombositopenia
( < 150.000 sel/mm3 )
Peningkatan Hematokrit
( 5 10 % )
Tidak ditemukan kebocoran
plasma

Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )
Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )

Trombositopenia
( < 100.000 sel/mm3 )
Hematokrit Meningkat
( > 20 % )

a. Pemeriksaan laboratorium
Trombositopeni dan hemokonsentrasi merupakan kelainan yang
selalu ditemukan pada DBD. Penurunan jumlah trombosit < 100.000/pl
biasa ditemukan pada hari ke-3 sampai ke-8 sakit, sering terjadi sebelum
atau bersamaan dengan perubahan nilai hematokrit. Hemokonsentrasi yang
disebabkan oleh kebocoran plasma dinilai dari peningkatan nilai
hematokrit.
Jumlah leukosit bisa menurun (leukopenia) atau leukositosis,
limfositosis relatif dengan limfosit atipik sering ditemukan pada saat
sebelum suhu turun atau syok. Hipoproteinemi akibat kebocoran plasma
biasa ditemukan. Adanya fibrinolisis dan ganggungan koagulasi tampak
pada pengurangan fibrinogen, protrombin, faktor VIII, faktor XII, dan
antitrombin III. PTT dan PT memanjang pada sepertiga sampai setengah
kasus DBD.
b. Pencitraan
Pada pemeriksaan radiologi dan USG kasus DBD, terdapat
beberapa kelainan yang dapat dideteksi yaitu, dilatasi pembuluh darah
paru, efusi pleura, kardiomegali dan efusi perikard, hepatomegali, cairan
dalam rongga peritoneum, penebalan dinding vesica felea.
c. Pemeriksaan Rumple leed test
Dinding kapiler yang oleh suatu sebab kurang kuat akan rusak oleh
pembendungan itu, darah dari dalam kapiler itu keluar dari kapiler dan
merembes ke dalam jaringan sekitarnya sehingga nampak sebagai bercak
merah kecil pada permukaan kulit (petechiae). Test dikatakan positif jika
terdapat lebih dari dikatakan positif 10 petechiae dalam lingkaran.
d. Pemeriksaan lainnya :
Ada beberapa pemeriksaan yang dapat dilakukan

untuk

mengetahui infeksi virus dengue yaitu (WHO, 2011):


- Isolasi Virus
Karakteristik serotypic/genotypic
- Deteksi Asam Nukleat Virus
Dengan RT-PCR (Reverse Transcripterase Polymerase Chain
-

Reaction)
Deteksi Antigen Virus
Deteksi antigen NS1.

Pemeriksaan serologis yang meliputi : Haemagglutinationinhibition (HI), Complement Fixation (CF), Neutralization Test
(NT), Ig M capture enzyme-linked immunosorbent assay
(MAC-ELISA), danpemeriksaan Ig G ELISA indirect

Gambar 1.10 Deteksi jumlah Ig M dan Ig G pada Demam Berdarah Dengue


H. Diagnosis Banding
Diagnosis banding Demam Dengue terdiri atas ( WHO, 2011) :
a.
Infeksi virus golongan Arbovirus : Chikungunya
b.
Penyakit virus lainnya
Misalnya : Measles, Rubella, dan berbagai virus lainnya, seperti : Epstein
c.

d.

barr virus, Enterovirus, Influenza, Hepatitis A, Hantavirus


Penyakit bakterial
Meningocuccaemia, Leptospirosis, Thypoid, Meliodosis,

Rackettsial

disease, Scarlet Fever


Penyakit parasit : Malaria

I. Komplikasi DBD
a. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan maupun tanpa syok.
b. Kelainan Ginjal
c. Edema paru
J. Penatalaksanaan DBD
Pengobatan DBD

bersifat

suportif

simptomatik

dengan

tujuan

memperbaiki sirkulasi dan mencegah timbulnya renjatan dan timbulnya Koagulasi


Intravaskuler Diseminata (KID).

Perbedaan patofisiologik utama antara Demam Dengue/Demam Berdarah


Dengue/Demam Syok sindrom dan penyakit lain, ialah adanya peningkatan
permeabilitas kapiler yang menyebabkan perembesan plasma, dan gangguan
hemostasis. Penatalaksanaan fase demam pada Demam Berdarah Dengue dan
Demam Dengue tidak jauh berbeda, bersifat simptomatik dan suportif yaitu
pemberian cairan oral untuk mencegah dehidrasi. Berikan nasihat kepada orang
tua agar anak diberikan minum banyak seperti air teh, susu, sirup, oralit, jus buah,
dan lain lain. Selain itu diberikan pula obat antipiretik golongan parasetamol.
Penggunaan antipiretik golongan salisilat tidak dianjurkan pada penanganan
demam. Parasetamol direkomendasikan untuk mempertahankan suhu di bawah 39
0

C dengan dosis 10 15 mg/KgBB/kali.


Rasa haus dan keadaan dehidrasi dapat timbul sebagai akibat demam

tinggi, anoreksia, dan muntah. Pasien perlu diberikan minum 50 ml/KgBB dalam
4 6 jam pertama. Setelah keadaan dehidrasi dapat teratasi, anak dapat diberikan
cairan rumatan 80 100 ml/KgBB/hari dalam 24 jam berikutnya. Bayi yang
masih minum ASI, tetap diberikan disamping larutan oralit. Bila terjadi kejang
demam, disamping diberikan antipiretik, diberikan pula antikonvulsif selama
masih demam.
Masa kritis ialah pada atau setelah hari sakit yang ke 3 5 yang
memperlihatkan penurunan tajam hitung trombosit dan peningkatan tajam
hematokrit yang menunjukkan adanya kehilangan cairan, Observasi tanda vital,
kadar hematokrit, trombosit dan jumlah urin 6 jam sekali (minimal 12 jam sekali)
perlu dilakukan. Kunci keberhasilan pengobatan DBD ialah ketepatan volume
replacement atau penggantian volume, sehingga dapat mencegah syok.
Cairan intravena diperlukan apabila :
1. Anak terus muntah, tidak mau minum, demam tinggi sehingga tidak
mungkin diberikan minum per oral
2. Nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
Pada pasien DBD derajat II apabila dijumpai demam tinggi, terus menerus
selama < 7 hari tanpa sebab yang jelas, disertai tanda perdarahan spontan, disertai
penurunan jumlah trombosit, dan peningkatan kadar hematokrit. Pada saat pasien
dating, berikan cairan kristaloid 7 ml/KgBB/jam. Monitor tanda vital dan kadar
hematokrit serta trombosit tiap 6 jam. Selanjutnya evaluasi 12 24 jam. Apabila

selama observasi keadaan umum membaik, yaitu anak tampak tenang, tekanan
nadi kuat, tekanan darah stabil, dan kadar PCV cenderung turun minimal dalam 2
kali pemeriksaan berturut turut, maka tetesan dikurangi menjadi 5
ml/KgBB/jam. Apabila dalam observasi selanjutnya tanda vital tetap stabil,
tetesan dikurangi menjadi 3 ml/KgBB/jam dan akhirnya cairan dihentikan dalam
24 48 jam. Apabila keadaan klinis pasien tidak ada perbaikan, yaitu : anak
tampak gelisah, nafas cepat, frekuensi nadi meningkat, deuresis kurang, tekanan
nadi < 20 mmHg memburuk, serta peningkatan PCV, maka tetesan dinaikkan
menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan setelah 12 jam, maka
tetesan di naikkan menjadi 10 ml/KgBB/jam. Apabila belum terjadi perbaikan
klinis setelah 12 jam, cairan dinaikkan menjadi 15 ml/KgBB/jam. Kemudian
dievaluasi 12 jam lagi. Apabila tampak distress pernafasan menjadi lebih berat
dan ht naik maka berikan koloid 10 20 ml/KgBB/jam, dengan jumlah maksimal
30 ml/KgBB. Namun bila Ht atau Hb turun, berikan tranfusi darah segar 10
ml/KgBB/jam.
Bila terdapat asidosis, dari cairan total dikeluarkan dan diganti dengan
larutan berisi 0,167 mol/liter Natrium bikarbonat (3/4 bagian berisi larutan NaCl
0,9 % + glukosa ditambah Natrium bikarbonat). Volume dan komposisi cairan
yang diperlukan sesuai seperti cairan untuk dehidrasi pada diare ringan sampai
sedang, yaitu cairan rumatan ditambah deficit 6 % (5 8 %) seperti tertera pada
tabel dibawah ini.
Tabel 2. Kebutuhan Cairan pada Dehidrasi Sedang ( Defisit Cairan 5 8 %)
Berat Waktu Masuk (Kg)
< 7 Kg
7 11 Kg
12 18 Kg
> 18 Kg

Jumlah Cairan tiap hari


220 ml/KgBB/hari
165 ml/KgBB/hari
132 ml/KgBB/hari
88 ml/KgBB/hari

Sindroma syok dengue adalah DBD dengan gejala gelisah, nafas cepat,
nadi teraba kecil, lembut atau tak teraba, tekanan nadi menyempit, bibir biru,
tangan dan kaki dingin, dan tidak ada produksi urin. Langkah yang harus
dilakukan adalah segera berikan infus kristaloid 20 ml/KgBB secepatnya dalam

30 menit dan oksigen 2 liter/menit. Untuk DSS berat 20 ml/KgBB/jam diberikan


bersama koloid 10 20 ml/KgBB/jam. Observasi tensi dan nadi tiap 15 menit,
hematokrit dan trombosit tiap 4 6 jam, serta periksa pula elektrolit dan gula
darah.
Apabila dalam waktu 30 menit syok belum teratasi, tetesan kristaloid
belum dilanjutkan 20 ml/KgBB, ditambah plasma atau koloid sebanyak 10 20
ml/KgBB maksimal 30 ml/KgBB. Koloid ini diberikan pada jalur infus yang sama
dengan kristaloid, diberikan secepatnya. Observasi keadaan umum, tekanan darah,
keadaan nadi tiap 15 menit, dan periksa hematokrit tiap 4 6 jam. Lakukan pula
koreksi terhadap asidosis, elektrolit, dan gula darah.
Apabila syok teratasi disertai penurunan kadar Hb/Ht, tekanan nadi > 20
mmHg, nadi kuat, maka tetesan cairan dikurangi menjadi 10 ml/KgBB/jam dan
dipertahankan hingga 24 jam atau sampai klinis stabil dan Ht menurun < 40%.
Selanjutnya cairan diturunkan menjadi 7 ml/KgBB sampai keadaan klinis dan Ht
stabil, kemudian secara bertahap diturunkan menjadi 5 ml/Kg/BB/jam dan
seterusnya 3 ml/Kg/BB/jam. Dianjurkan pemberian cairan tidak melebihi 48 jam
setelah syok teratasi. Apabila syok belum teratasi, sedangkan Ht menurun tapi
masih > 40%, berikan darah dalam volume kecil 10 ml/KgBB. Apabila tampak
perdarahan massif, berikan darah segar 20 ml/KgBB dan lanjutkan cairan
kristaloid 10 ml/Kg/BB/jam. Pemasangan CVP pada syok berat kadang
diperlukan, sedangkan pemasangan sonde lambung tidak dianjurkan
Bila pada syok DBD tidak berhasil diatasi selama 30 menit dengan
resusitasi kristaloid maka cairan koloid harus diberikan sebanyak 10 20
ml/kgBB/jam. Cairan koloid tersebut antara lain :
1. Dekstan
2. Gelatin
3. Hydroxy Ethyl Starch (HES)
4. Fresh Frozen Plasma (FFP)
Pemasangan CVP pada DBD tidak dianjurkan karena prosedur CVP
bersifat traumatis untuk anak dengan trombositopenia, gangguan vaskular dan
homeostasis sehingga mudah terjadi perdarahan dan infeksi, disamping prosedur
pengerjaannya juga tidak mudah dan manfaatnya juga tidak banyak.
Pemberian suspensi trombosit umumnya diperlukan dengan pertimbangan
bila terjadi perdarahan secara klinis dan pada keadaan KID. Bila diperlukan

suspensi trombosit maka pemberiannya diikuti dengan pemberian fresh frozen


plasma (FFP) yang masih mengandung faktor-faktor pembekuan untuk mencegah
agregasi trombosit yang lebih hebat. Bila kadar hemoglobin rendah dapat pula
diberikan packed red cell (PRC).
Setelah fase krisis terlampau, cairan ekstravaskular akan masuk kembali
dalam intravaskular sehingga perlu dihentikan pemberian cairan intravena untuk
mencegah terjadinya edem paru. Pada fase penyembuhan (setelah hari ketujuh)
bila terdapat penurunan kadar hemoglobin, bukan berarti perdarahan tetapi terjadi
hemodilusi sehingga kadar hemoglobin akan kembali ke awal seperti saat anak
masih sehat. Pada anak yang awalnya menderita anemia akan tampak kadar
hemoglobin rendah, hati-hati tidak perlu diberikan transfusi.

Penatalaksanaan DBD disesuaikan dengan derajat terlampir sebagai berikut:

Gambar 1.
Tatalaksana
infeksi virus
Dengue pada

Gambar 2. Tatalaksana tersangka DBD (rawat


Kasus tersangka DBD

inap) atau demam Dengue.

Gambar
3.

Tatalaksana kasus DBD derajat I dan II.

Gambar 4.

Tatalaksana Kasus DBD derajat III dan IV


atau DSS.

1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kriteria memulangkan pasien antara lain (Soedarmo, 2012) :


Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
Nafsu makan membaik
Tampak perbaikan secara klinis
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit diatas 50.000/ml dan cenderung meningkat
Tidak dijumpai adanya distress pernafasan (akibat efusi pleura atau asidosis).4

K. Prognosis
Bila tidak disertai renjatan dalam 24 36 jam, biasanya prognosis akan
menjadi baik. Kalau lebih dari 36 jam belum ada tanda perbaikan, kemungkinan
sembuh kecil dan prognosisnya menjadi buruk (Rampengan, 2008). Penyebab
kematian Demam Berdarah Dengue cukup tinggi yaitu 41,5 %. (Soegijanto,
2001). Secara keseluruhan tidak terdapat perbedaan antara jenis kelamin penderita
demam berdarah dengue, tetapi kematian lebih banyak ditemukan pada anak
perempuan daripada laki laki. Penyebab kematian tersebut antara lain
(Rampengan, 2008) :
1. Syok lama
2. Overhidrasi
3. Perdarahan masif
4. Demam Berdarah Dengue dengan syok yang disertai manifestasi yang
tidak syok
L. Pencegahan
Pencegahan yang dilakukan adalah dengan cara Pengendalian vector virus
dengue. Pengendalian vektor bertujuan (Purnomo, 2010) :
1. Mengurangi populasi vektor serendah rendahnya sehingga tidak berarti
lagi sebagai penular penyakit.
2. Menghindarkan terjadi kontak antara vektor dan manusia.
Cara efektif untuk pengendalian vektor adalah dengan penatalaksanaan
lingkungan yang termasuk perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan
pemantauan aktivitas untuk modifikasi faktor-faktor lingkungan dengan suatu
pandangan untuk mencegah perkembangan vektor dan kontak manusia-vektorpatogen. Pengendalian vektor dapat berupa (Purnomo, 2010):
1.
Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN)

a. Melakukan metode 4 M (menguras, Menutup dan Menyingkirkan,


dan monitor tempat perindukan nyamuk) minimal 1 x seminggu
bagi tiap keluarga,
b. 100% tempat penampungan air sukar dikuras diberi abate tiap 3

2.

bulan
c. ABJ (angka bebas jentik) diharapkan mencapai 95%
Foging Focus dan Foging Masal
a. Foging fokus dilakukan 2 siklus dengan radius 200 m dengan
selang waktu 1 minggu
b. Foging masal dilakukan 2 siklus diseluruh wilayah suspek KLB
dalam jangka waktu 1 bulan
c. Obat yang dipakai : Malation 96EC atau Fendona 30EC dengan

3.

4.
5.

menggunakan Swing Fog


Penyelidikan Epidemiologi
a. Dilakukan petugas puskesmas yang terlatih dalam waktu 3x24 jam
setelah menerima laporan kasus
b. Hasil dicatat sebagai dasar tindak lanjut penanggulangan kasus
Penyuluhan perorangan/kelompok untuk meningkatkan kesadaran
masyarakat.
Kemitraan untuk sosialisasi penanggulangan DBD.

DAFTAR PUSTAKA
Departemen Kesehatan. 2008. Profil Pengendalian Penyakit dan Penyelamatan
Lingkungan. Jakarta : Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Pudjiadi, Antonius H., dkk. 2010. Pedoman Pelayanan Medis Jilid 1. Jakarta :
Ikatan Dokter Anak Indonesia
Rampengan, T.H. 2008. Penyakit Infeksi Tropis pada Anak Edisi 2. Jakarta : EGC
Soedarmo, Sumarmo S. Poorwo, dkk. 2012. Buku Ajar Infeksi & Pediatri Tropis
Edisi Kedua. Jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia
Soegijanto, Soegeng. 2001. Penatalaksanaan Demam Berdarah Dengue pada
Anak. Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga
Surabaya

Soegijanto, Soegeng. 2006. Patogenesa dan Perubahan Patofisologi Infeki Virus


Dengue. Surabaya : Tropical Disease Center (TDC) Universitas Airlangga
Surabaya
Soegijanto, Soegeng. 2006. Demam Berdarah Dengue edisi 2. Surabaya :
Airlangga University Press
Sudoyo Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Edisi IV. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia
Trihadi, Djoko. 2012. Demam Berdarah Dengue. Semarang : Rumah Sakit Umum
Daerah Kota Semarang.
WHO. 2011. Conprehensive Guidelines for Prevention and Control of Dengue
and Dengue Haemorraghic Fever. India : WHO

You might also like