You are on page 1of 3

Review World Bank Participation Sourcebook

Chapter IV Poin Poin Praktik dalam Memberdayakan Orang


orang Miskin Berpartisipasi
Orang orang miskin, dalam bab ini, adalah sasaran dari metode pendekatan
Partisipatif yang sedikit berbeda dari pendekatan Partisipatif kepada pejabat
Pemerintah atau stakeholder lainnya, karena beberapa batasan di banyak
negara yang menghalangi orang orang miskin untuk berpartisipasi dalam
proses pembangunan negaranya. Di Indonesia sendiri, semenjak salah satu
sasaran Pembangunan Partisipatif sendiri adalah orang orang miskin, bab ini
menjadi sangat membantu untuk mengupas cara cara memberdayakan orang
miskin untuk berpartisipasi dalam pembangunan negara, dengan melihat
pengalaman yang telah dilakukan Bank Dunia di banyak negara.
Disebutkan dalam bab ini, bahwa untuk melibatkan orang orang miskin dalam
pengambilan

keputusan

dan

menyalurkan

sumberdaya

kepada

mereka,

membutuhkan syarat yaitu memperkuat kemampuan mereka untuk bertindak


atas diri mereka sendiri. Hal ini terjadi lewat investasi di bidang modal SDM
seperti pendidikan dan kesehatan, investasi di bidang modal sosial seperti
lembaga lembaga level lokal dan proses partisipatif, serta dukungan bagi
usaha - usaha pembangunan berbasis masyarakat yang direncanakan dan
diimplementasikan secara bottom up. Indonesia sendiri dalam UU SPPN no.
25/2004 sendiri telah mulai mendukung usaha usaha partisipasi masyarakat
dalam proses pembangunan negara, dan telah adanya pendekatan bottom up
pembangunan yang dilakukan untuk mengimbangi pendekatan top down
pembangunan

yang

selama

ini

dilaksanakan,

agar

masyarakat

memiliki

kesadaran untuk bertindak atas dirinya sendiri. Partisipasi Pembangunan sendiri,


beberapa

implementasinya

adalah

partisipasi

masyarakat

dalam

mengembangkan sistem pelayanan kesehatan mandiri yang telah semenjak dulu


dilakukan seperti posyandu dan imunisasi bayi dan balita, dan beberapa usaha
peningkatan kualitas kesehatan lingkungan yang dilakukan lewat kerja bakti.
Proses

partisipasi

ini

biasanya

dikoordinir

oleh

semacam

perkumpulan

masyarakat, seperti karang taruna, perkumpulan ibu ibu PKK, perkumpulan


bapak bapak, dsb.
Yang pertama kali dibahas dalam bab IV ini adalah mempelajari karakteristik
orang orang miskin. Langkah ini pada initinya mempelajari masalah orang

orang miskin, bagaimana mereka menanganinya. Manajer Penugasan (Task


Managers) mendapatkan pengertian dan pemahaman akan hal ini melalui
berbagai cara, misalnya wawancara, observasi, survei primer, dan survei
sekunder. Kemudian mereka juga diharapkan dapat mengerti apakah pengertian
dari kemiskinan, apakah prioritas hidup yang mereka punya, dan untuk menarik
partisipasi, disediakan insentif untuk keuntungan mereka. Terakhir adakan
tindakan dengan hasil yang jelas.
Yang kedua adalah tentang Partisipasi wanita. Diantara orang orang miskin,
wanita seringkali memiliki batasan batasan khusus tambahan yang membuat
mereka semakin tidak dapat berpartisipasi dengan bebas. Lalu juga disebutkan
bahwa biasanya, meskipun proyek partispatif tersebut ditujukan kepada para
wanita, mereka mendapat keuntungan partisipasi dibawah perkiraan semula,
atau bahkan tidak mendapat keuntungan sama sekali. Batasan batasan
tambahan para wanita yang mempersulit mereka berpartisipasi, yaitu (a) adat
dan kebudayaan, serta sikap yang membelenggu wanita ke dalam urusan
dalam rumah tangga saja, (b) bebasn kerja dan ekonomi wanita yang semakin
membatasi waktu merek untuk berpartisipasi, dan (c) hukum dan adat yang
menghalangi wanita untuk mendapatkan hak hak mereka untuk berpartisipasi.
Namun, jika kita dapat bekerjasama dengan wanita wanita dan kelompoknya
untuk berpartisipasi bersama, biasanya hasil partisipasinya jauh lebih baik
ketimbang saat kita mengajak partisipasi dari pihak pria saja.
Kemudian bahasan yang ketiga adalah kapasitas masyarakatnya sendiri. Para
Manajer Penugasan telah mencapai kesepakatan bahwa mengetahui kinerja dan
kapasitas organisasi dan organisasi atau lembaga masyarakat sangat penting
untuk medukung jalannya partisipasi. Organisasi dan lembaga masyarakat ini
dapat memberikan kemampuan yang potensial untuk menjalankan tindakan
tindakan pembangunan.
Setelah kita mengetahui kapasitas lembaga masyarakat, dijelaskan di bab IV
tentang NGO (Non Govermental Organization) yang dalam bab ini disebutkan
perannya sebagai lembaga jembatan antara pihak pemerintah dengan pihak
orang orang miskin (beserta lembaga masyarakatnya), dan pihak Bank Dunia.
NGO memiliki kekuatan dalam proses partisipasi, yaitu memiliki aura keberadaan
yang lebih tinggi, mengenali dengan baik karakter masyarakat targetnya, serta
dapat mengajak partisipasi masyarakat target dengan lebih baik. Kekurangannya
adalah seringkali NGO kesulitan mengelola dananya, dan terkadang mereka

bekerja dalam skala yang terlalu sempit, atau jarang berkomunikasi dengan NGO
lainnya dan kepada pemerintah.
Selanjutnya, bahasan keempat adalah tentang pengelolaan finansial proyek
partisipasi. Bahasan ini mengupas tiga metode yang telah dilakukan oleh Bank
Dunia agar para orang orang miskin memiliki peran yang lebih aktif dalam
mengelola sumberdayanya. Metode pertama melibatkan desentralisasi fiskal
untuk memberikan kontrol atas dana kepada pemerintahan lokal. Yang kedua
melibatkan dana sosial, sebagai mekanisme alternatif untuk memberikan
bantuan finansial kepada proyek proyek inisiatif lokal. Yang ketiga melibatkan
kontrak bolak balik dua arah yang membentuk basis untuk sistem plelayanan
finansial yang berkelanjutan.

You might also like