You are on page 1of 6

Nama : Citra Nur Hamidah

NIM: 071211733049
Prodi: Antropologi
Matkul : Hubungan antar SukuBangsa

REVIEW BUKU BUDAYA PASAR


BAB 7 Wanita Pengusaha di Pasar-pasar Jawa
Oleh : Jennifer Alexander
Analisis tentang hubungan antara perilaku ekonomi dan budaya sering terpusat pada
laporan mengenai kemampuan ekonomi kelompok-kelompok etnis tertentu. nilai-nilai budaya
yang melekat yang diterapkan oleh masyarakat Jawa misalnya. Betapa mengagumkan dengan
buruknya budaya Jawa dalam penerapan pada dunia perdagangan. Kelompok-kelompok kecil
orang jawa berbagai subkomunitas yang biasanya tidak kaya atau menguasai perdangan dan
industri.demonstrasi perbedaan antar budaya , yakni, bagaimana keberhasilan komunitaskomunitas ini berbeda dari orang Jawa pada umumnya.
Kelompok-kelompok orang jawa berdagang di pasar diantaranya mereka yang dominan
adalah pedagang ikan kering (ikan asin) di Semarang, pedagang batik dari Solo, dan pedagang
tembakau dari Magelang dan Madura. Komunitas-komunitas lain di bidang jasa, misalnya
peminjaman uang (rentenir) Kalang, pedagang keliling (tukang kredit dari Tasikmalaya), dan
pengelola toko dari Bawean. Beberapa diantaranya dikenal sebagai Muslim yang taat.
Pertalian historis antara Islam, perdagangan dan komunitas-komunitas pantai utaraserta
kenyataan bahwa orang Jawa telah menunaikan ibadah Haji sering dicatat, meskipun dalam
penghargaan yang berbeda. Deventer (1904) hingga Geertz (1963 ) menyatakan bahwa orang
jawa mengumpulkan kekayaannya untuk ongkos haji ke mekah menempatkan orang Jawa
terpisah dari sebagian masyarakat. Menyatakan bahwa agama mereka mendorong maupun
mengesahkan suatu pendekatan lebih rasional secara ekonomi dan kegiatan-kegiatan ekonomi.

Mereka juga menunjukkan dapat perjalanan keluar negeri yang dapat memodernisasikan
masyarakat dikampung halaman mengingatkan mereka akan kemungkinan ekonomi. Titik
analisis kuncinya adalah mendapatkannya melalui nilai-nilai keagamaannya yang membedakan
mereka dari orang Jawa lain. Komunitas yang relative kaya biasnya terkenal amat taat Bergama
adalah yang memiliki sikap terbuka terhadap perhitungan ekonomi, akumulasi kekayaan dan
hubungan-hubungan sosial yang menjadi kondusif yang sesuai dengan keberhasilan ekonomi.
Contoh sebagian besar orang Bawean pada 1850an mengirim banyak jamaah haji daripda daerah
lain. Mereka menyatakan bahwa kepedulian menabung adalah untuk maksut ingin naik haji.
Kemampuan kewirausahaan jelas dilihat daei sebagai karasteristik etnis khas. Nilai-nilai
ekonomi tertentu dari keanggotaan dalam komunitas budaya tertentu. keterlibatan orang Jawa
pada tanah, keuangan dan pasar tenaga kerja, sebagaimana orang Jawa dalam jumlah besar
sebagai pedagang menyebabkan tidak beralasan untuk menduga bahwa nilai-nilai yang sesuai
untuk keberhasilan ekonomi juga tidak terdapat dikalangan penduduk Jawa umumnya,
khususnya diatara jumlah terbesar kelompok pedangan wanita. Dalam banyak budaya, termasuk
budaya Jawa, hubungan antara identitas budaya dan keberhasilan ekonomi secara tidak
terletakkan agak lemah. Ini bukan pentingna hubungan budaya bersama bisa bersifat etnis,
kekeluargaan, regional dan keagamaan dalam memeperkuat identitas kelompok. Namun,
perbedaan-perbedaan subbudaya yang sering subtil menkankan terhadap identitas subbudayajelas
penting untuk mengalokasikan barang produksi di desa atau wilayah tertentu. semua masyarakat
ekonomi tidak lebih dan tidak kurang suatu fakta kasar daripada keluarga atau agama. Praktikpraktik seperti pembagian tenaga kerja gender, hubungan antara para pedagang , melakukan
tawar-menawar untuk menentukan harga dan lintasan barang yang tipikal merupakan aspek
budaya ekonomi yang membangun perekonomian Jawa. Banyak pedagang di Jawa adalah
wanita karena budaya bersifat matrifokal. Maka disini ekonomi adalah sebagai suatu
system budaya.
Sistem pasar :
Pasar adalah suatu system sosial yang menyalurkan pada hubungan-hubungan sosial.
Jawa yang membangun suatu rangkaian praktik sosial seperti system pasar. System pasar
meliputi tigas system yaitu dagang, pedagang, dan perdagangan (Alexander 1987).
dagang merupakan suatu system tukar menukar barang, memeriksa secara geografis

penyebaran pasar dan sirkulasi barang dagangan. pedagang (pengecer,pedagang besar,


pedagang perantara) yang dihubungkan oleh hubungan-hubungan yang melembagayang bersifat
ekonomi dan sosial. perdagangan merupakan alian informs yang terstuktur berdasarkan budaya
dan meneliti cara-cara yang mebuat para pedagang menghidupi diri mereka dengan memperoleh
informasi dan menyembunyikan dari orang lain. Gambaran yang paling utama tentang pasar
barang dagangan di pertanian Jawa adalah sangat bervariasinya barangyang tidak memenuhi
standar, sangat beragam nya nilai transaksi perorangan, amat banyak selling point dan jumlah
pedagang yang sangat besar tiga perempat adalah wanita.
Tipe-tipe pedang yakni ada dua kategori ; juragan dan bakul. juragan adalah pedagang
besar dan sering laki-laki atau orang Cina Indonesia, meskipun terdapat sejumlah besar kaum
wanita. Bakul adalah terutama wanita dengan keberhasilan berbeda yang memperdagangkan
berbagai produk pertanian dan industri. Bakul sebagai perantara, dalam arti lain yakni mereka
membeli semua barang yang akan mereka jual. Ada 2 bentuk hubungan dagang yang melembaga
yaitu langgangan tetep dan ngalap-nyaur. Langganan tetep yaitu perangkat penyaluran kredit
tanpa bunga. Yaitu kreditor member barang sampai ke batas tetap lalau utang harus di lunasi
akhir bulan. Ngalap-nyaur yaitu kredit berjangka pendek. Jadi pagi si bakul mengambil barang
lalu setelah tengah hari pasar tutup maka harus langung dibayarkan.
Para pedagang yang berhasil tidak hanya memerlukan keterampilan tawar-menawar dan
keahlian pasr lainnya yang menghasilkan keuntungan yang layak, tetapi juga keterampilan
pribadi untuk mengembangkan hubungan sosial yang ramah. informasi harga merupakan hal
yang paling langka di pasar-pasar Jawa. Karena barang-barang yang tidak terstandardisasi dan
variabel dalam pasokan, karena label harga-harga jarang dilekatkan pada barang atau bangku
pajangan karenatawar-menawar dengan berbisik merupakan suatu cara merundingkan
transaksi.
Seorang pedang yang baik lebih dikaitkan kepada wanita daripada laki-laki karena dalam
berdagang sangat diperlukan strategi untuk mengikat pembeli yakni dengan usaha seperti
keahlian tawar-menawar, memerlukan kesabaran, telaten, lihai berbicara untuk mengikat pembeli
dengan mengagungkan barang dagangan, melakukan percakapan yang ramah, berceloteh tiada
henti-hentinya bahkan kadang hingga tidak masuk akal (membujuk, merayu dan agresif). Sifatsifat ini memang kurang bernilai budaya, namun pentingnya untuk membawa keberhasilan.

Gender menciptakan perbedaan ?


Peran wanita yang menonjol di bidang ekonomi dan presentase tinggi para pedagang
wanita serta karakteristik sejumlah praktek dagangannya yang feminine meningkatkan
kemungkinan yang menarik bahwa budaya pasar bersifat gender. Peran gender dalam
masyarakat kejawaan telah menyesuaikan diri sejak dini dengan partisipasi penting dalam
hubungan pasar oleh kaum wanita. Dalam suatu persepktif komparatif, masyarakat kejawaan
memiliki sedikit gambaran mengenai tindakakn yang membatasi dan menghalangi kegiatan
ekonomi kaum wanita dimana-mana. Dalam masyarakat pertanian terdapat diskriminasi ekonomi
yang agak mutlak terhadap wanita. Misal dalam pewarisan tanah, anak perempuan mendapat
bagian kecil daripada anak laki-laki. Wanita, termasuk wanita menikah tidak terlalu dibatasi
kegiataanya sepanjang mereka kembali kerumah stiap malam, berusaha hamil, dan biasanya
kembali bekerja setelah melahirkan bayi. Karena memasak dan kegiatan kerumahtanggaan
lainnya dianggap kurang dihargai dalam budaya Jawa dan anak-anak sering diasuh orang lain,
tangung jawab rumah tangga tidak terlalu menghalangi karir dagang. Bertentangan denga
kecenderungan adanya peluang besar bagi wanita muda dalam pekerjaan di pabrik-pabrik, sangat
banyak wanita yang bekerja di pabrik dan mendapat upah buruk pabrik wanita lebih rendah
daripada laki-laki. Ini membuat banyak wanita melaukan kerja ganda agar mendapat upah ganda
pula.
Hubungan keluarga dan rumah tangga yang khas memudahkan wanita terjun ke bidang
dagang. Hal ini menunjukkan bahwa keluarga jawa bersifat matrifokal menurut penelitian
Hildred Gerrtz (1961).yaitu dimana hubungan ibu dan anak-anaknya yang hangat sedangkan
anak-anak dengan ayahnya yang bertentangan hamper saling menghindari. Misalnya, anak
perempuan sering kembali kerumah setelah perceraian (yang dahulu amat lazim terjadi) anakanak gadis sering belajar berdgang dari ibunya atau dari saudara-saudaranya.
Meskipun wanita kuat dalam bidang otonomi ekonomi, namun mereka secara sosial
ditundukkan kepada laki-laki. Hubungan-hubungan sosial yang bersifat hierarkis tampak nyata
secara budaya. Wanita desa diharapkan tunduk pada laki-laki dengan tutur bahasa dan tingkah
laku yang diharapkan laki-laki baik secara pribadi maupun di tempat umum. Tidak hanya formal,
wanita dibidang politik dan keagamaan sangat dibatasi, tetapi mereka juga subyek dari sanksisanksi hkum. Misalnya dalam rumah tangga, laki-laki sebagai kepala rumah tangga secara resmi,

tingkat upah aki-laki 50 persen lebih tinggi dan kaum wanita lebih sulit untuk mengambil
inisiatif perceraian. Penting tidak menyalah artikan pembatasan-pembatasan ini, dan ekonomi.
Tetapi kendala sosial ini tidak terlalu menggangu kegiatan ekonomi wanita dalam system pasar.
Hubungan antara gagasan orang Jawa tentang perilaku yang layak dan partisipasi
ekonomi wanita mencuat lebih kuat dibandingkan dengan yang terjadi dalam pembicaraanpembicaraan sebelumnya. Gambaran tentang kejawaan budaya Jawa yang secara positif
menguntungkan wanita dripada laki-laki dalam meraih karir dagang. Sebagian besar keuntungan
ini dianggap melanggar watak hierarkis budaya Jawa, dimana status laki-laki bersifat superior
berdasarkan kemampuan mereka mempertahankan kendali emosi dan keinginan mereka. Misal,
dalam domestikasi uang yaitu meskipun uang adalah ancaman potensial bagi hierarki namun
hal itu dapat dipadukan ke dalam hierarki dengan memperlakukannya sebagai bukti penghargaan
bawahan kepada atasan sebagai hadiah bahkan persembahan. Suatu yang layak berkenaan
dengan otoritas laki-laki yang menananmkan respek/rasa takut dalam diri istrinya untuk menjaga
perhatian setiap keinginan suamianya yang tidak perlu suami nyatakan. Seorang suami tidak
hanya senang member uang kepada istri namun, juga menguasakan seluruh transaksi dagang
kepada istri karena wanita lebih sedikit menuntut pemisahan asketis dari kepeduliankepedulian material dan wanita juga tidak perlu malu berada di pusat peristiwa. Bagi laki-laki
yang fanatik dengan martabatnya maka ia akan lebih kahwatir ketika keberhasilan wanita dalam
karir dagang karena bagi mereka dapat mengancam otoritas laki-laki. Namun laki-laki yang tidak
begitu memandang status, maka ia akan menyatakan sing wadon nek golek duwit ulet (wanita
ulet dalam mencari uang).
Sebagian besar perusahaan dagang Jawa terbukti dimiliki dan dikelola oleh laki-laki,
maka hal ini menunjukkan terkait peran wanita dalam perdagangan dan keluarga bangsawan
Solo. Seorang manajer misalnya, bahwa ia suka berunding dengan laki-laki karena para wanita
sangat agresif menggunakan kemampuan emosi dan keahlian tawar-menawarnya untuk meraih
posisi yang lebih menguntungkan. Namun ketika waita menjadi pegawai di kantor, mereka
sering terlalu lamban sedangkan para laki-laki penuh antusiasme. Namun ada pandangan bahwa
perdagangan di wilayah kekuasaan wanita yang pada tingkat luas di pegang laki-laki Jawa dan
para wanita, hal ini sekurang-kurangnya melegitimasi kegiatan dagang wanita dalam cara-cara
yang tidak mungkindalam masyarakat di mana perdagangan dianggap sebagai pekerjaan kaum

laki-laki. Namun pada orde baru, wanita sempat mendapat pekerjaan yang berupah bagus.
Dibandingkan Amerika, wanita Indonesia vbanyak yang menempati sebagai manajer dengan
jumlah yang signifikan dari pengusaha terkaya.
Pada kaum elite, posisi ekonomi relative dimiliki mayoritas wanita, terutama
kemampuan mereka untuk tidak tergantung, mungkin sudah merosot karena alasan bahwa
otonomi ekonomi wanita yang tampaknya juga meningkat bertentangan dengan nilai-nilai
budaya yang dicerminkan oleh kebijakan negara atau biasa diistilahkan dengan tradisional.
Kebijakan yang seolah-olah mengukuhkan strerotipe patriarchal dengan membatasi peran-peran
sosial dan politik wanita dengan lebih kaku bersama garis-garis keturunan yang spesifik. Namun
perkembangan sosial kontemporer mengiringi masyarakat Jawa ke keluarga inti dengan peranperan keluarga modern : rumah tangga di mana suami atau istri atau keduanya pegawai negeri
sering mendirikan perusahaan patungan untuk menggunakan kredit yang disubsidi yang
merupakan manfaat utama dari pekerjaan sebagai pegawai negeri.

Kata Bold : konsep penting

You might also like