You are on page 1of 3

AGEN KERATOLITIK PADA TATALAKSANA ACNE VULGARIS

1. Agen keratolitik
Agen keratolitik adalah zat-zat yang bersifat melunakkan atau menghilanglan
lapisan tanduk bagian luar dari epidermis kulit. Pengobatan acne vulgaris dapat
menggunakan agen-agen keratolitik ini, seperti asam salisilat, sulfur, serta resorsinol.
Selain sebagai agen keratolitik, zat-zat ini juga merupakan agen yang memiliki sedikit
sifat antibakteri. Asam salisilat memiliki aksi sebagai komedolitik serta antinflamasi.
Setiap agen telah ditetapkan sebagai senyawa yang aman dan efektif oleh FDA. Bahkan,
beberapa kombinasi menunjukan sifat sinergis, seperti pada sulfur dan resorcinol.
Zat yang bersifat lipofilik ini mampu berpenetrasi ke dalam unit pilosebasea dan
memberikan efek komeodolitik, meskipun tidak sekuat retinoid. Asam salisilat kerap
digunakan sebagai terapi topikal alternatif pada pasien yang tidak dapat menggunakan
retinoid maupun benzoil peroksida, atau sebagai tambahan terhadap modalitas terapi lain
yang lebih efektif. Beberapa efek samping yang mungkin ditimbulkan adalah Iritasi
lokal. Dosis : Asam salisilat Dosis: 1-3%; Sulfur Dosis: 4-8 %; Resorsinol Dosis 1-5%
( William D.James,2011)
a. Asam salsilat
1) Efek Keratolitik dan Desmolitik
Asam salisilat telah digunakan secara luas dalam terapi topikal sebagai
bahan keratolitik. zat ini merupakan bahan keratolitik tertua yang digunakan sejak
1874. Berbagai

penelitian menyimpulkan terdapat tiga faktor yang berperan

penting pada mekanisme keratolitik asam salisilat, yaitu menurunkan ikatan


korneosit, melarutkan semen interselular, dan melonggarkan serta mendisintegrasi
korneosit.
Asam salisilat bekerja sebagai pelarut organik dan menghilangkan ikatan
ko"alen lipid interselular yang berikatan dengan cornified envelope di sekitar
keratinosit. Mekanisme kerja zat ini adalah pemecahan struktur desmosom yang
menyebabkan disintegrasi ikatan antar sel korneosit. Terminologi desmolitik
lebih menggambarkan mekanisme kerja asam salisilat topikal. Efek desmolitik
asam salisilat meningkat seiring dengan peningkatan konsentrasi.
Asam salisilat topikal dalam konsentrasi yang lebih besar (20-60%),
menimbulkan destruksi pada jaringan sehingga kerap digunakan pada terapi
veruka dan kalus. Pengelupasan secara mekanik dapat meningkatkan efektivitas
kerja asam salisilat topikal. Pasien dapat diedukasi untuk mengusap kulit dengan
spon halus atau handuk basah saat mandi.
2) Efek Keratoplastik

Pada konsentrasi 0,5-2 %, asam salisilat memiliki efek stabilisasi stratum


korneum yang menyebabkan efek keratoplastik. Mekanisme pastinya belum
diketahui secara pasti, namun hal tersebut diduga merupakan fenomena adaptasi
homeopatik, yaitu asam salisilat menyebab kanrangsangan keratolitik lemah yang
menyebabkan peningkatan keratinisasi
3) Efek Anti-Pruritis
Asam salisilat memiliki efek anti-pruritus ringan. Efek ini dapat diamati
pada

konsentrasi

1-2

%.

Mekanisme

kerja asam

salisilat

sebagai

antipruritus belum diketahui secara pasti.


4) Efek antiinflamasi
Sediaan asam salisilat telah lama diketahui memiliki khasiat anti-inflamasi.
Sebagaimana diketahui, Asam salisilat menghambat biosistesis prostaglandin dan
memiliki efek anti-inflamasi pada sediaan topikal dengan konsentrasi 0,5-5%
5) Efek analgetik
Asam salisilat juga bersifat sebagai bahan analgesia.
6) Efek bakteriostatik dan Disinfektan
Efek bakteriostatik lemah asam salisilat tampak terutama terhadap golongan
Streptococcus spp., Staphylococcus spp., Escherechia coli dan Pseudomonas
aeruginosa. Solusio asam salisilat 1:1000 dapat digunakan sebagai kompres pada
luka.
7) Efek Fungistatik
Kepustakaan menyebutkan efek fungistatik ringan asam salisilat topikal
dapat diamati terhadap Trichophyton spp. Dan candida spp efek ini diamati pada
konsentrasi rendah 2-3g/L (<1%) Akan tetapi, beberapa referensi menyebutkan
kemungkinan efek desmolitik asam salisilat yang membantu penyembuhan
infeksi jamur superfisial, bukan efek fungistatik langsung.
8) Efek tabir surya
Asam salisilat dan turunannya dapat bekerja sebagai tabir surya. Mekanisme efek
tabir surya kimiawi tersebut melalui transformasi cincin benzen aromatik pada
pajaran ultraviolet (UV). Selain itu, asam salisilat juga memiliki efek absorpsi
sinar ultraviolet B terutama pada gelombang 300-310 nm. Sebagai tabir surya
kimiawi, asam salisilat diklasifikasikan dalam golongan non-PABA (para amino
benzoic acid). Daya proteksi asam salisilat sebagai tabir surya lebih rendah 40%
bila dibandingkan golongan PABA.
b. Resorsinol

Resorsinol merupakan zat yang mamiliki sifat keratolitik yang lebih kecil dari
asam salisilat. Saat digunakan dalam bentuk tunggal, FDA menggolongkan obat ini
dalam kategori 2 (tidak diketahui secara umum keamanan dan keefektifanya). FDA
merekomendasikan bahwa masing-masing resorsinol 2% dan resorsinol monoasetat
3% aman dan efektif ketika dikombiasikan dengan sulfur 3-8%. Resorsinol bersifat
iritan dan mensensitasi kulit, sehingga tidak direkomendasikan untuk digunakan
pada area yang luas atau kulit yang luka. Zat ini memproduksi bercak coklat yang
reversible.
c. Sulfur
Sulfur merupakan agen keratolitik yang juga memiliki sifat antibakteri. Zat ini
dapat secara cepat menghilangkan papula dan menghasilkan efek Peeling pada kulit.
Sulfur digunakan dalam sediaan koloid atau presipitasi pada konsentrasi 2-10%.
Namun demikian, sulfur dalam penggunaanya sering dikombinasi dengan asam
salisilat atau resorsinol untuk meningkatkan efek keratolitiknya.

You might also like