You are on page 1of 13

Tuberkulosis Peritoneal

A. Pendahuluan
Walaupun paru merupakan predileksi utama penyakit tuberkulosis (TB), namun bukan
merupakan satu-satunya tempat infeksi, sebab TB praktis dapat mengenai semua jaringan tubuh
manusia. Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral
yang disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga sering
mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastroinbtestinal, mesenterium dan organ
genetalia interna. Penyakit ini jarang bersiri sendiri dan biasanya merupakan kelanjutan proses
tuberkulosa di tempat lain terutama dari tuberkulosa paru, namun sering ditemukan bahwa pada
waktu diagnosa ditegakkan proses tuberkulosa di paru sudah tidak kelihatan lagi. Hal ini bisa
terjadi karena proses tuberkulosa di paru mungkin sudah menyembuh terlebih dahulu sedangkan
penyebaran masih berlangsung di tempat lain. Di negara yang sedang berkembang tuberkulosis
peritoneal masih sering dijumpai termasuk di Indonesia, sedangkan di negara Amerika dan
Negara barat lainnya walaupun sudah jarang ada kecendrungan meningkat dengan meningkatnya
jumlah penderita AIDS dan imigran. Karena perjalanan penyakitnya yang berlangsung secara
perlahan-lahan dan sering tanpa keluhan atau gejala yang jelas maka diagnosa sering tidak
terdiagnosa atau terlambat ditegakkan.
B. Isi
Anamnesis
Anamnesis adalah pengambilan data yang dilakukan oleh seorang dokter dengan cara
melakukan serangkaian wawancara dengan pasien atau keluarga pasien.
Yang ditanyakan saat anamnesis adalah:
Data umum identitas pasien
Keluhan utama pasien (meliputi lokasi, onset, durasi, dan faktor yang memperberat

keluhan)
Keluhan penyerta pasien
Riwayat penyakit sekarang
Riwayat penyakit dahulu
Riwayat penyakit keluarga
1

Riwayat kebiasaan sosial


Pemeriksaan Fisik
Dengan gejala adanya asites maka pemeriksaan fisik bisa dilakukan secara inspeksi untuk
melihat adanya asites, juga palpasi dengan menggunakan teknik undulasi, teknik shifting
dullness, dan puddle sign.1
Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Rontgen
Pemeriksaan sinar tembus pada system pencernaan mungkin dapat membantu jika didapat
kelainan usus kecil atau usus besar. 2
b.

Ultrasonografi

Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilihat adanya cairan dalam rongga peritoneum
yang bebas atau terfiksasi (dalam bentuk kantong-kantong), gambaran sonografi tuberculosis
yang sering dijumpai antara lain cairan yang bebas atau terlokalisasi dalam rongga abdomen,
abses dalam rongga abdomen, massa didaerah ileocaecal dan pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal, adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan
omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama.3
Mizzunoe dkk berhasil menggunakan USG sebagai alat Bantu biopsy secara tertutup dalam
menegakkan diagnosa peritonitis tuberkulosa .4

c. CT Scan
Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran yang khas,
namun secara umum ditemui adanya gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk
pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan adanya gejala klinik dari tuberculosis
peritoneal. Rodriguez E dkk yang melakukan suatu penelitian yang membandingkan tuberculosis
peritoneal dengankarsinoma peritoneal dan karsinoma peritoneal dengan melihat

gambaran CT Scan terhadap peritoneum parietalis. Adanya peritoneum yang licin dengan
penebalan yang minimal dan pembesaran yang jelas menunjukkan suatu peritoneum tuberculosis
sedangkan adanya nodul yang tertanam dan penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan
suatu perintoneal karsinoma.5
d. Peritonoskopi (Laparoskopi)
Peritonoskopi / laparoskopi merupakan cara yang relatif aman, mudah dan terbaik untuk
mendiagnosa tuberculosis peritoneal terutama bila ada cairan asites dan sangat berguna untuk
mendapat diagnosa pasien-pasien muda dengan simptom sakit perut yang tak jelas penyebabnya
dan cara ini dapat mendiagnosa tuberculosis peritoneal 85% sampai 95% dan dengan biopsy
yang terarah dapat dilakukan pemeriksaan histology dan bisa menemukan adanya gambaran
granuloma sebesar 85% hingga 90% dari seluruh kasus dan bila dilakukan kultur bisa ditemui
BTA hampir 75%. Hasil histology yang lebih penting lagi adalah bila didapat granuloma yang
lebih spesifik yaitu jika didapati granuloma dengan pengkejutan.6
Gambaran yang dapat dilihat pada tuberculosis peritoneal :7
1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai tersebar luas pada
dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai permukaan hati atau alat lain tuberkel
dapat bergabung dan merupakan sebagai nodul.
2. Perlengketan yang dapat bervariasi dari hanya sederhana sampai hebat(luas) diantara alat-alat
didalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini merubah letak anatomi yang normal. Permukaan
hati dapat melengket pada dinding peritoneum dan sulit untuk dikenali. Perlengketan diantara
usus mesenterium dan peritoneum dapat sangat ekstensif.
3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang kadangkadang berubah gambarannya menyerupai nodul.
4. Cairan asites sering dijumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak jernih lagi
tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat dijumpai.
Biopsi dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan lain yang
tersangka mengalami kelainan dengan menggunakan alat biopsy khusus sekaligus cairan dapat
dikeluarkan. Walupun pada umumnya gambaran peritonoskopi peritonitis tuberculosis dapat
3

dikenal dengan mudah, namun gambaran-gambarannya bisa menyerupai penyakit lain seperti
peritonitis karsinomatosis, karena itu biopsy harus selalu diusahakan dan pengobatan sebaiknya
diberikan jika hasil pemeriksaan patologi anatomi menyokong suatu peritonitis tuberkulosa.
Peritonoskopi tidak selalu mudah dikerjakan dan dari 30 kasus, 4 kasus tidak dilakukan
peritonoskopi karena secara teknis dianggap mengandung bahaya dan sukar dikerjakan.
Adanya jaringan perlengketan yang luas akan merupakan hambatan dan kesulitan dalam
memasukkan trokar dan lebih lanjut ruangan yang sempit di dalam rongga abdomen juga
menyulitkan pemeriksaan dan tidak jarang alat peritonoskopi terperangkap didalam suatu rongga
yang penuh dengan perlengketan, sehingga sulit untuk mengenal gambaran anatomi alat-alat
yang normal dan dalam keadaan demikian maka sebaiknya dilakukan laparotomi diagnostic.3
e. Laparatomi
Dahulu laparotomi eksplorasi merupakan tindakan diagnosa yang sering dilakukan, namun saat
ini banyak yang menganggap pembedahan hanya dilakukan dengan cara yang lebih sederhana
tidak meberikan kepastian diagnosa atau jika dijumpai indikasi yang mendesak seperti obstruksi
usus, perforasi, adanya cairan asites yang bernanah.2

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah tepi sering dijumpai adanya anemia penyakit kronis, leukositosis ringan
ataupun leukopenia , trombositosis, gangguan faal hati dan sering dijumpai laju endap darah
(LED) yang meningkat, sedangkan pada pemeriksaan tes tuberculin hasilnya sering negative.2
Pada pemeriksaan analisa cairan asites umumnya memperlihatkan exudat dengan protein > 3
gr/dl jumlah sel diatas 100-3000sel/ml. Biasanya lebih dari 90% adalah limfosit LDH biasanya
meningkat.7 Cairan asites yang perulen dapat ditemukan begitu juga cairan asites yang bercampur
darah (serosanguinous).
Pemeriksaan basil tahan asam (BTA) didapati hasilnya kurang dari 5 % yang positif dan dengan
kultur cairan asites ditemukan kurang dari 20% hasilnya positif.8
Perbandingan serum asites albumin (SAAG) pada tuberculosis peritoneal ditemukan rasionya <
1,1 gr/dl namun hal ini juga bisa dijumpai pada keadaan keganasan, sindroma neprotik, penyakit

pancreas , kandung empedu atau jaringan ikat sedangkan bila ditemukan >1,1 gr/dl ini
merupakan cairan asites akibat portal hipertensi.8
Penurunan pH cairan asites dan peningkatan kadar laktat dapat dijumpai pada tuberculosis
peritoneal dan dijumpai signifikan berbeda dengan cairan asites pada sirosis hati yang steril,
namun pemeriksaan PH dan kadar laktat cairan asites ini kurang spesifik dan belum merupakan
suatu kepastian karena hal ini juga dijumpai pada kasus asites oleh karena keganasan atau
spontaneous bacterial peritonitis.9
Pemeriksaan cairan asites lain yang sangat membantu, cepat dan non invasive adalah
pemeriksaan ADA (adenosin deminase actifity), interferon gamma (IFN ) dan PCR . Dengan
kadar ADA > 33 u/l mempunyai sensitifitas 100%. Spesifitas 95%, dan dengan Cutt off > 33 u/l
mengurangi false positif dari sirosis hati atau malignancy.7 Pada sirosis hati konsentrasi ADA
signifikan lebih rendah dari tuberculosis peritoneal.
Untuk ini pemeriksaan Gama interferon (INF) adalah lebih baik walaupun nilainya adalah
sama dengan pemeriksaan ADA, sedangkan pada pemeriksaan PCR hasilnya lebih rendah lagi
dibanding kedua pemeriksaan tersebut.10
Kadar ADA >36 u/l pada cairan asites dan > 54 u/l pada serum mendukung suatu diagnosis
tuberculosis peritoneal.
Perbandingan cairan asites dan serum (asscitic / serum ADA ratio) lebih tingggi pada
tuberculosis peritoneal dari pada kasus lain seperti sirosis, sirosis dengan spontaneous bacterial
peritonitis, Budd chiary dan Ratio > 0,984 menyokong suatu tuberculosis.10
Pemeriksaan lain adalah pemeriksaan CA-125. CA-125 (Cancer antigen 125) termasuk tumor
associated glycoprotein dan terdapat pada permukaan sel. CA-125 merupakan antigen yang
terkait karsinoma ovarium, antigen ini tidak ditemukan pada ovarium orang dewasa normal,
namun CA-125 ini dilaporkan, juga meningkat pada keadaan benign dan maligna, dimana kirakira 80% meningkat pada wanita dengan keganasan ovarium, 26% pada trimester pertama
kehamilan, menstruasi, endometriosis, myoma uteri daan salpingitis, juga kanker primer
ginekologi yang lain sepeerti endometrium, tuba falopi, endocervix, pancreas,ginjal,colon juga
pada kondisi yang bukan keganasan seperti gagal ginjal kronik, penyakit autoimum, pancreas,
sirosis hati, peradangan peritoneum seperti tuberculosis, pericardium dan pleura, namun
beberapa laporan yang menemukan peningkatan kadar CA-25 pada penderita tuberkulossis
peritoneal seperti yang dilaporkan oleh Sinsek H (Turkey 1996).10
5

Zain LH di Medan pada tahun 1996 menemukan dari 8 kasus tuberculosis peritoneal dijumpai
kadar CA-125 meninggi dengan kadar rata-rata 370,7 u/ml (66,2 907 u/ml) dan menyimpulkan
bila dijumpai peninggian serum CA-125 disertai dengan cairan asites yang eksudat, jumlah sel >
350/m3, limfosit yang dominan maka tuberculosis peritoneal dapat dipertimbangkan sebagai
diagnosa.10
Akhir-akhir ini Teruya J dkk pada tahun 2000 di Jepang menemukan peningkatan kadar CA 19-9
pada serum dan cairan asites penderita tuberculosis peritoneal dan setelah diobati selama 6
minggu dijumpai penurunan CA19-9 menjadi normal.10
Diagnosis Kerja
Tuberculosis Peritoneal
Tuberculosis peritonitis bisa terjadi pada semua umur baik laki-laki maupun perempuan, dan
paling sedikit 20% dari kasus asites.
Patologi
Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa:2,6
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang banyak, gejala
menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk ini perlengketan tidak
banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil berwarna putih kekuning-kuningan milier,
nampak tersebar di peritoneum atau pada alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar sampai sebesar
kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum berupa kongesti pembuluh
darah. Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum sehingga
merubah dinding perut menjadi tegang, Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan
terlihat kemerahan sehingga mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat
terkena sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.
2. Bentuk adhesif

Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak dibentuk. Pada jenis
ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas antara usus dan peritoneum sering
memberikan gambaran seperti tumor, kadang-kadang terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena
adanya perlengketan-perlengketan. Kadang-kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena
perlengketan dinding usus dan peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini
sering menimbulkan keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar.
3. Bentuk campuran
Bentuk ini kadang-kadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi melalui proses
eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam kantong-kantong
perlengketan tersebut. Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk
melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian bentuk
adhesive.2
Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan memperlihatkan jaringan granulasi
tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel datia langerhans, dan pengkejutan umumnya
ditemukan.2,7
Gambaran klinis pada pasien, mungkin ada tanda atau gejala seperti:11

Berat badan menurun, nafsu makan berkurang : sangat sering.


Nyeri perut (sering kali hanya samar-samar); demam, keringat malam, diare, hilangnya
siklus haid.
Massa dalam abdomen (sering kali agak lunak untuk diraba). Sering kali ada cairan
dalam abdomen (asites). Kadang-kadang ada begitu banyak cairan sehinggatidak teraba
ada massa, maka gejala utama adalah asites. Pada tuberculosis ileo-sekal hiperplastik
mungkin terdapat nyeri dan massa yang teraba pada daerah kanan bawah perut. Mungkin

tidak ada gejala di tempat lain. Hal ini dapat dikacaukan dengan kanker pada usus.
Serangan sumbatan usus dengan nyeri akut dan distensi abdomen.
Batuk dan sputum bila penyakit usus disebabkan oleh tertelannya sputum pada
tuberculosis paru (bentuk sekunder).

Diagnosis Banding

Kanker Ovarium
Kanker ovarium merupakan suatu diagnosa penting untuk dipertimbangkan dengan TB
peritonitis karena memiliki kemiripan gejala dan respon yang baik dengan perawatan medis.
Pasien wanita yang datang dengan asites, massa adneksa, dan peningkatan CA-125 biasanya
didiagnosis memiliki karsinoma ovarium lanjut.
Kanker ovarium dulu dikenal sebagai silent disease, karena gejala tidak jelas. Hal ini
menyebabkan banyak pasien yang datang dengan CA ovarium tingkat lanjut. Bukti saat ini
menunjukan bahwa salah satu dari ketiga gejala apabila sering timbul maka diperhatikan
mengarah pada kanker ovarium.13
nyeri panggul dan perut persisten
peningkatan ukuran perut atau kembung persisten (bukan kembung yang datang dan
pergi)
kesulitan makan, dan cepat merasa penuh.
Seperti ada contoh kasus perempuan 44 tahun dengan distensi abdominal, berat badan turun,
demam tidak terlalu tinggi. Hasil CA 125 adalah 909 U/ml. pemeriksaan menunjukkan
adanya asites dan lesi adneksa. Paru-paru normal dan tes Mantoux hasilnya negative,
dicurigai malignansi ovarium. Pemeriksaan cytology dari asites hasilnya negative untuk
malignant cells. Pemeriksaan histology dari laparotomi menunjukan granuloma kaseosa
dengan sel epitel dan sel datia langhans. Pengobatan dengan antituberkulosis bereaksi baik
dengan normalnya level CA 125, menunjukan bahwa pasien terkena peritoneal tuberkulosis.12
Terapi kanker ovarium terutama bersifat bedah yang melibatkan pembuangan uterus, tuba,
ovarium, dan omentum (tempat lazim penyebaran), maupun evaluasi sitologi peritoneum.
Sebanyak mungkin ovarium harus dibuang dari sisi lain pada stadium lebih lanjut penyakit ini.
Kebanyakan ahli onkologi ginekologi percaya bahwa terapi tambahan diharuskan untuk semua
pasien dalam bentuk kemoterapi, radioterapi intra peritoneum serta radiasi eksterna pelvis dan
abdomen. Laparoskopi dan laparostomi setelah terapi tambahan juga berguna untuk menevaluasi
keadaan penyakit dan individualisasi usaha terapi lebih lanjut.14

Etiologi
8

Bentuk bakteri Mycobacterium tuberculosis ini adalah basil tuberkel yang merupakan batang
ramping dan kurus, dapat berbentuk lurus ataupun bengkok yang panjangnya sekitar 2-4 mm dan
lebar 0,2 0,5 mm yang bergabung membentuk rantai. Besar bakteri ini tergantung pada kondisi
lingkungan.15
Mycobacterium tuberculosis tidak dapat diklasifikasikan sebagai bakteri gram positif atau bakteri
gram negatif, karena apabila diwarnai sekali dengan zat warna basa, warna tersebut tidak dapat
dihilangkan dengan alkohol, meskipun dibubuhi iodium. Oleh sebab itu bakteri ini termasuk
dalam bakteri tahan asam. Mycobacterium tuberculosis cenderung lebih resisten terhadap faktor
kimia dari pada bakteri yang lain karena sifat hidrofobik permukaan selnya dan pertumbuhan
bergerombol. Mycobacterium tuberculosis tidak menghasilkan kapsul atau spora serta dinding
selnya terdiri dari peptidoglikan dan DAP, dengan kandungan lipid kira-kira setinggi 60%. Pada
dinding sel mycobacteria, lemak berhubungan dengan arabinogalaktan dan peptidoglikan di
bawahnya. Struktur ini menurunkan permeabilitas dinding sel, sehingga mengurangi efektivitas
dari antibiotik. Lipoarabinomannan, suatu molekul lain dalam dinding sel mycobacteria,
berperan

dalam

interaksi

antara

inang

dan

patogen,

menjadikanMycobacterium

tuberculosis dapat bertahan hidup di dalam makrofag.15


Bakteri Mycobacterium memiliki sifat tidak tahan panas serta akan mati pada 6C selama 15-20
menit. Biakan bakteri ini dapat mati jika terkena sinar matahari langsung selama 2 jam. Dalam
dahak, bakteri mycobacterium dapat bertahan selama 20-30 jam. Basil yang berada dalam
percikan bahan dapat bertahan hidup 8-10 hari. Biakan basil ini apabila berada dalam suhu
kamar dapat hidup 6-8 bulan dan dapat disimpan dalam lemari dengan suhu 20C selama 2
tahun. Mycobacterim tahan terhadap berbagai khemikalia dan disinfektan antara lain phenol 5%,
asam sulfat 15%, asam sitrat 3% dan NaOH 4%. Basil ini dihancurkan oleh iodium tinctur dalam
5 menit, dengan alkohol 80 % akan hancur dalam 2-10 menit.15
Mycobacterium tuberculosis dapat tahan hidup di udara kering maupun dalam keadaan dingin
atau dapat hidup bertahun-tahun dalam lemari es. Hal ini dapat terjadi apabila kuman berada
dalam sifat dormant (tidur). Pada sifat dormant ini apabila suatu saat terdapat keadaan dimana
memungkinkan untuk berkembang, kuman tuberculosis ini dapat bangkit kembali.15

Epidemiologi
Tuberkulosis peritoneal lebih sering dijumpai pada wanita dibanding pria dengan perbandingan
1,5:1 dan lebih sering decade ke 3 dan 4. Tuberkulosis peritoneal dijumpai 2 % dari seluruh
9

Tuberkulosis paru dan 59,8% dari tuberculosis Abdominal. Di Amerika Serikat penyakit ini
adalah keenam terbanyak diantara penyakit extra paru sedangkan peneliti lain menemukan hanya
5-20% dari penderita tuberkulosis peritoneal yang mempunyai TB paru yang aktif.9
Pada saat ini dilaporkan bahwa kasus tuberculosis peritoneal di negara maju semakin meningkat
dan peningkatan ini sesuai dengan meningkatnya insiden AIDS di negara maju. 3 Di Asia dan
Afrika dimana tuberculosis masih banyak dijumpai, tuberculosis peritoneal masih merupakan
masalah yang penting. Manohar dkk melaporkan di Rumah Sakit King Edward III Durban Afrika
Selatan menemukan 145 kasus tuberculosis peritoneal selama periode 5 tahun (1984-1988)
sedangkan dengan cara peritonoskopi. Daldiono menemukan sebanyak 15 kasus di Rumah Sakit
Cipto Mangunkusumo Jakarta selama periode 1968-1972 dan Sulaiman di rumah sakit yang
sama periode 1975-1979 menemukan sebanyak 30 kasus tuberkulosa peritoneal begitu juga
Sibuea dkk melaporkan ada 11 kasus Tuberkulosis peritoneal di Rumah sakit Tjikini Jakarta
untuk periode 1975-1977. Sedangkan di Medan, Zain LH melaporkan ada 8 kasus selama
periode 1993-1995.9

Patofisiologi
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara:7
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran
perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang
diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu (infeksi laten Dorman
infection).2
Seperti diketahui lesi tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih dalam
fase laten dimana ia bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang
menjadi tuberkulosa pada setiap saat. Jika organism intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi secara
cepat.
10

Penatalaksanaan
Pada dasarnya pengobatannya sama dengan pengobatan tuberculosis paru, obat-obat seperti
Streptomisin, INH, Etambutol, Rifampicin dan Pirazinamid memberikan hasil yang baik, dan
perbaikan akan terlihat setelah 2 bulan pengobatan dan lamanya pengobatan biasanya mencapai
sembilan bulan sampai 18 bulan atau lebih.3
Beberapa penulis berpendapat bahwa kortikosteroid dapat mengurangi perlengketan peradangan
dan mengurangi terjadinya asites. Dan juga terbukti bahwa kortikosteroid dapat mengurangi
angka kesakitan dan kematian,namun pemberian kortikosteroid ini harus dicegah pada daerah
endemis dimana terjadi resistensi terhadap Mycobacterium tuberculosis.9
Alrajhi dkk yang mengadakan penelitian secara retrospektif terhadap 35 pasien dengan
tuberculosis peritoneal mendapatkan bahwa pemberian kortikosteroid sebagai obat tambahan
terbukti dapat mengurangi insidensi sakit perut dan sumbatan pada usus.
Pada kasus-kasus yang dilakukan peritonoskopi sesudah pengobatan terlihat bahwa partikel
menghilang namun di beberapa tempat masih dilihat adanya perlengketan.2

Prognosis
Peritonitis tuberkulosa jika dapat segera ditegakkan dan mendapat pengobatan umumnya akan
menyembuh dengan pengobatan yang adequate.
Pencegahan
Pada umumnya penyakit TBC menular melalui udara, dan biasanya bakteri mikobakterium
tuberkulosa terbawa pada saat seseorang batuk lalu mengeluarkan dahak, oleh karena itu
dibutuhkan kesadaran dari penderita TB untuk tidak sembarangan membuang sputumnya karena
dapat menular kepada siapa saja.11
Sebelum terjadi pada diri kita sebaiknya kita melakukan pencegahan, agar kita bisa terhindar dari

penyakit TBC tersebut. Adapun cara pencegahannya adalah sebagai berikut:11


Tidak meludah di sembarang tempat, usahakan meludah di tempat yang terkena sinar
matahari atau ditempat sampah.

11

Ketika ada seseorang ingin batuk atau bersin sebaiknya anda menutup mulut untuk

menjaga terjadinya penularan penyakit.


Kesehatan badan harus sering di jaga supaya sistem imun senantiasa terjaga dan kuat.
Jangan terlalu sering begadang karena kurang istirahat akan melemahkan sistem

kekebalan tubuh.
Jaga jarak aman terhadap penderita penyakit TBC
Sering-seringlah berolahraga supaya tubuh kita selalu sehat.
Lakukan imunisasi terhadap bayi untuk mencegah penyakit TBC
Jemur tempat tidur bagi penderita TBC, karena kuman TBC dapat mati apabila terkena
dengan sinar matahari.

C. Kesimpulan
Tuberculosis adalah penyakit yang di sebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis, suatu
bakteri basil tahan asam (BTA). Kebanyakan TB mengenai pada paru-paru, tetapi bisa
juga mengenai ekstra-pulmonal salah satunya terkena pada peritoneal. Berdasarkan
gejala-gejala yang dikeluhkan oleh pasien dan dengan beberapa pemeriksaan lainnya
maka perempuan tersebut didiagnosis menderita peritoneal TB, maka hipotesis diterima.

Daftar Pustaka
1. Saputra L. Intisari ilmu penyakit dalam. Tangerang: Penerbit Binarupa Aksara;
2004.p.135
2. Sulaiman A. Peritonitis tuberkulosa. Dalam : Sulaiman A, Daldiyono, Akbar N,Rani A
Buku ajar gastroenterologi hepatologi. Jakarta : Infomedika; 2003.p.456-61
3. Zain LH. Tuberkulosis peritoneal. Dalam : Noer S ed. Buku ajar ilmu penyakit dalam.
Jakarta: Balai penerbit FKUI; 2002.p. 403-6
4. Ahmad M. Tuberkulosis peritonitis : fatality associated with delayed diagnosis. Jakarta:
South Med J; 2005. p.406-408.
5. Sulaiman A. Peritonisis tuberculosa dalam : Hadi S, Thahir G, Daldiyono,Rani A, Akbar
N. Endoskopi dalam bidang Gastroentero Hepatologi. Jakarta : PEGI; 2000. p. 265-70
6. Ahmad M. Tuberkulosis peritonitis : fatality associated with delayed diagnosis. Jakarta:
South Med J ;2004. p.406-408
7. Spiro HM. Peritoneal tuberculosis : clinical gastroenterology. 4th ed. New York : Mc
Graw hill INC; 2005. p.551-2
12

8. Lyche KD. Miscelaneous disease of the peritoneum & mesentery in : Grendell Jh, Mc
Quaid KR, Friedman. Current diagnosis & treatment gastroenterology. New York :
Prentice Hall international ;2004. p. 144-5
9. Sandikci MU, Colacoglus, Ergun Y.Presentation and role of peritonoscopy and diagnosis
of tuberculous peritonitis. J Gastroenterol hepato ;2007.p.298-301
10. Fathy EM, EL Salam FA,Lashin AH et al A Comparative study of different procedures for
diagnosis

of

tuberculous

ascites.

Diunduh

dari:

http://tripod.com/ejimunology/prviuous/jan 99/jan99-9.html
11. Crofton J, Norman H, Miller F. Tuberkulosis klinis. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Widya
Medika; 2002.
12. Gosein MA, Narinesingh D, Narayansingh GV, Bhim NA, Sylvester PA. Peritoneal
tuberculosis mimicking ovarian carcinoma: an important differential diagnosis to
consider. Diunduh dari: http://www.biomedcentral.com/1756-0500/6/88
13. Know
the
symptoms
of
ovarian
cancer.
Diunduh

dari:

http://www.nhs.uk/Livewell/preventing-cancer/Pages/ovarian-cancer-symptoms.aspx
14. Sabiston. Buku ajar bedah. Edisi ke-2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 1999
15. Jawetz, Melnick, Adelberg. Mikrobiologi kedokteran. Edisi ke-23. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC; 2007

13

You might also like