Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Luka merupakan salah satu kasus tersering dalam Ilmu Kedokteran Forensik.
Luka bisa terjadi pada korban hidup maupun korban mati. Terdapatnya luka yang fatal
maupun tidak fatal memiliki nilai pembuktian. Banyak kasus yang memiliki sejumlah
luka eksternal dan internal, dan peran relatif mereka dalam menyebabkan kematian
perlu ditafsirkan. Arti penting dari trauma yang diamati pada penentuan penyebab, saat,
dan cara kematian.1
Kematian akibat trauma benda tumpul dan tajam terjadi dalam berbagai
skenario.1 Trauma tetap menjadi penyebab utama kematian pada individu berusia 1
sampai 44 tahun, dengan mayoritas cedera dapat dicegah. 2 Tabrakan kendaraan
bermotor adalah penyebab utama kematian trauma pada semua kelompok umur antara 1
sampai 65 tahun.2 Pada individu lebih dari 65 tahun, jatuh menjadi penyebab utama
kematian.2
Hampir semua kematian transportasi termasuk yang melibatkan tabrakan
kendaraan bermotor, pejalan kaki disambar kendaraan, kecelakaan pesawat, dan
kecelakaan kapal hasil dari trauma benda tumpul. Kematian lain yang dihasilkan dari
trauma benda tumpul melibatkan melompat atau jatuh dari ketinggian.3
Sebuah studi yang dilakukan di Kantor Dallas County Pemeriksa Medis
menunjukkan bahwa, dari 630 kematian dari cedera benda tajam (menusuk, mengiris,
memotong), 90% adalah kasus pembunuhan, bunuh diri 7,5%, dan 3,5% kecelakaan.1
Dalam menyelesaikan suatu perkara terutama suatu tindak pidana, tidak jarang
penyidik membutuhkan bantuan dari para ahli, salah satunya adalah seorang dokter
untuk ikut menegakkan dan membela kebenaran serta keadilan yang diwujudkan dalam
bentuk Visum et Repertum. Dokter diharapkan untuk memeriksa korban yang menderita
luka atas permintaan penyidik dan membantu mencari tahu penyebab luka tersebut yang
dapat disebabkan oleh tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul,
benda tajam, bahan kimia dan sebagainya. Pada pasal 133 ayat (1) KUHAP dan pasal
179 ayat (1) KUHAP dijelaskan bahwa penyidik berwenang meminta keterangan ahli
kepada ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau bahkan ahli lainnya.4
Dengan demikian, jelas bagi kita bahwa sebagai dokter, penting untuk
mengetahuicaramengenallukadanpenyebabtrauma.Sehinggatraumatologimenjadi
pokokpembahasandalamreferatini.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I. ANATOMI KULIT
Kulit adalah organ yang terletak paling luar dan membatasinya dari lingkungan
hidup merupakan organ yang esensial dan vital serta merupakan cermin kesehatan dan
kehidupan. Kulit juga sangat kompleks, elastis dan sensitif, bervariasi pada keadaan
iklim, umur, jenis kelamin, ras, dan juga bergantung pada lokasi tubuh. Kulit
mempunyai berbagai fungsi seperti sebagai perlindung, pengantar, penyerap, dan indera
perasa.5
Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna terang, dan gelap. Demikian
pula kulit bervariasi mengenai lembut, tipis dan tebalnya; kulit yang elastis dan longgar
terdapat pada palpebra, bibir dan preputium, kulit yang tebal dan tegang terdapat di
telapak kaki dan tangan dewasa. Kulit yang tipis terdapat pada muka, yang berambut
kasar terdapat pada kepala.5
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu lapisan
epidermis, lapisan dermis, dan lapisan subkutis. Tidak ada garis tegas yang memisahkan
dermis dan subkutis, subkutis ditandai dengan adanya jaringan ikat longgar dan adanya
sel dan jaringan lemak
Gambar 1:
Anatomi kulit
2015
1.1. Lapisan
Epidermis
Lapisan
epidermis
terdiri
atas
stratum
beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati, tidak berinti, dan protoplasmanya
telah berubah menjadi keratin (zat tanduk). Stratum lusidum terdapat langsung di
bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel-sel gepeng tanpa inti dengan
protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut eleidin. Lapisan tersebut
tampak lebih jelas di telapak tangan dan kaki.5
Stratum granulosum merupakan 2 atau 3 lapis sel-sel gepeng dengan
sitoplasma berbutir kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini
terdiri atas keratohialin. Stratum spinosum terdiri atas beberapa lapis sel yang
berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena adanya proses mitosis.
Protoplasmanya jernih karena banyak mengandung glikogen, dan inti terletak di
ditengah-tengah. Sel-sel ini makin dekat ke permukaan makin gepeng bentuknya.
Di antara sel-sel stratum spinosun terdapat jembatan-jembatan antar sel yang
terdiri atas protoplasma dan tonofibril atau keratin. Pelekatan antar jembatanjembatan ini membentuk penebalan bulat kecil yang disebut nodulus Bizzozero.
Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel Langerhans. Sel-sel stratum
spinosum mengandung banyak glikogen.5
Stratum germinativum terdiri atas sel-sel berbentuk kubus yang tersusun
vertical pada perbatasan dermo-epidermal berbasis seperti pagar (palisade).
Lapisan ini merupakan lapisan epidermis yang paling bawah. Sel-sel basal ini
mengalami mitosis dan berfungsi reproduktif. Lapisan ini terdiri atas dua jenis sel
yaitu sel-sel yang berbentuk kolumnar dengan protoplasma basofilik inti lonjong
dan besar, dihubungkan satu dengan lain oleh jembatang antar sel, dan sel
pembentuk melanin atau clear cell yang merupakan sel-sel berwarna muda,
dengan sitoplasma basofilik dan inti gelap, dan mengandung butir pigmen
(melanosomes).5
elastin
biasanya
bergelombang,
berbentuk
amorf
dan
mudah
besar, dengan inti terdesak ke pinggir sitoplasma lemak yang bertambah. Sel-sel
ini membentuk kelompok yang dipisahkan satu dengan yang lain oleh trabekula
yang fibrosa. Lapisan sel-sel lemak disebut panikulus adipose, berfungsi sebagai
cadangan makanan. Di lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah, dan getah bening. Tebal tipisnya jaringan lemak tidak sama bergantung
pada lokasinya. Di abdomen dapat mencapai ketebalan 3 cm, di daerah kelopak
mata dan penis sangat sedikit. Lapisan lemak ini juga merupakan bantalan.
Vaskularisasi di kulit diatur oleh 2 pleksus, yaitu pleksus yang terletak di bagian
atas dermis (pleksus superficial) dan yang terletak di subkutis (pleksus profunda).
Pleksus yang di dermis bagian atas mengadakan anastomosis di papil dermis,
pleksus yang di subkutis dan di pars retikulare juga mengadakan anastomosis, di
bagian ini pembuluh darah berukuran lebih besar. Bergandengan dengan
pembuluh darah teedapat saluran getah bening.5
II. DEFINISI TRAUMATOLOGI
Traumatologi adalah berasal dari kata trauma dan logos. Trauma berarti
kekerasan atas jaringan tubuh yang masih hidup (living tissue), sedangkan logos berarti
ilmu. Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari semua aspek yang berkaitan dengan
kekerasan terhadap jaringan tubuh manusia yang masih hidup.6
III. KLASIFIKASI TRAUMATOLOGI MEKANIK
Trauma mekanik adalah trauma yang paling umum terlihat dalam praktek
forensik.1 Trauma mekanik terbagi menjadi dua bagian yaitu karena kekerasan benda
tajam dan benda tumpul.6
A. Benda Tajam
Luka akibat benda tajam adalah kelainan pada tubuh yang disebabkan persentuhan
dengan benda atau alat bermata tajam dan/ atau berujung runcing sehingga
kontinuitas jaringan rusak atau hilang. Contoh alat : pisau dapur, pecahan kaca,
silet, pedang, keris, celurit, kapak, belati, bayonet dan lain-lain.7
Macam-macam kelainan akibat persentuhan dengan benda tajam:7
Luka iris (Incised wound): Luka akibat benda/ alat yang bermata tajam yang
terjadi dengan suatu tekanan ringan dan goresan pada permukaan tubuh.
Luka tusuk (Stab wound): Luka akibat benda/ alat yang berujung runcing dan
bermata tajam atau tumpul yang terjadi karena suatu tekanan tegak lurus atau
B. Benda Tumpul
Luka akibat benda tumpul adalah kelainan pada tubuh yang disebabkan
persentuhan dengan benda yang tidak bermata tajam dan memiliki konsistensi
keras atau kenyal, permukaan dapat halus ataupun kasar.7
Macam-macam kelainan akibat persentuhan dengan benda tumpul:7,8
Luka lecet (Abrasion): Suatu kerusakan yang mengenai lapisan atas dari
epidermis akibat kekerasan dengan benda yang mempunyai permukaan yang
kasar, sehingga epidermis menjadi tipis sebagian atau seluruh lapisannya
kerusakan.
Luka retak (Fracture): Luka pada kulit daerah tubuh yang ada tulang tepat
dibawah kulit tersebut. Misalnya: Kepala dan tulang kering.
konsumsi zat rekreasi (obat-obatan terlarang, alkohol, dll), dan status mental pasien.
Biasanya, pasien trauma muda tidak memiliki penyakit kronis sedangkan pada pasien
yang lebih tua, kondisi medisnya sebelum terjadi trauma dapat menyebabkan
komplikasi serius dalam penilaian sebelum di rumah sakit dan manajemen pasien yang
secara signifikan dapat mempengaruhi hasil.9
Tahap crash dimulai pada saat tumbukkan antara satu objek yang bergerak
dengan benda kedua. Objek kedua dapat bergerak atau stasioner dan dapat berupa
objek atau seseorang. Tiga benturan yang biasanya terjadi pada kecelakaan kendaraan:
(1) benturan kepada dua benda; (2) benturan kepada penumpang ke dalam kendaraan;
dan (3) benturan kepada organ vital dalam penumpang. Misalnya, ketika kendaraan
menyerang pohon, benturan pertama adalah tabrakan kendaraan dengan pohon.
Benturan kedua adalah penumpang kendaraan mengenai roda kemudi atau kaca. Jika
pasien tertahan dengan sabuk pengaman, benturan terjadi antara penumpang dengan
sabuk pengaman. Benturan ketiga adalah antara organ internal pasien dan atau dinding
dada, dinding perut, atau tengkorak.9
Tahap post-crash dimulai segera setelah energi dari kecelakaan yang diserap.
Timbulnya komplikasi dari trauma yang mengancam jiwa dapat menjadi lambat atau
cepat (atau komplikasi ini dapat dicegah atau dikurangi secara signifikan) tergantung
sebagian pada perawatan yang diberikan di tempat kejadian dan perjalanan ke rumah
sakit. Pada tahap postcrash, pemahaman suatu kinematika dari trauma, indeks
kecurigaan tentang cedera, dan keterampilan penilaian yang kuat semua menjadi
penting untuk hasil pasien.9
Suatu proses kejadian untuk menentukan kekuatan dan gerak apa yang terlibat
dan cedera apa yang mungkin dihasilkan dari kekuatan-kekuatan disebut kinematika.
Karena kinematika didasarkan pada prinsip-prinsip dasar fisika, pemahaman tentang
hukum yang bersangkutan fisika diperlukan. Hukum kekekalan energi dikombinasikan
dengan Hukum kedua Newton tentang gerak menjelaskan bahwa energi tidak dapat
diciptakan atau dimusnahkan, tetapi dapat diubah dalam bentuk. Konsep yang sama
berlaku untuk tubuh manusia ketika dalam keadaan diam dan berkontak dengan objek
bergerak seperti pisau, peluru, atau tongkat baseball.9
Energi kinetik adalah fungsi dari massa objek dan kecepatan. Meskipun mereka
tidak persis sama, berat korban digunakan untuk mewakili massa nya (m).1,9 Dan
Velocity (V) melambangkan kecepatan dan arah benda yang mengenai tubuh korban. 1,9
Hubungan antara berat dan kecepatan akan mempengaruhi energi kinetik yang
dirumuskan sebagai berikut:
Energi Kinetik = 0,5
Peningkatan
kecepatan
akan
menghasilkan energi kinetik yang lebih besar dibandingan peningkatan massa. Karena
lebih banyak energi yang akan di ubah akan memberi dampak cedera yang lebih berat
lagi. Kecepatan adalah eksponensial dan massa adalah linear, hal ini sangat penting
bahkan ketika ada perbedaan massa antara kedua benda. Yang dijelaskan sebagai
berikut:9
Massa x akselerasi = gaya = massa x
Gaya (energi) diperlukan untuk menempatkan struktur dalam gerakan. 9 Gaya ini
(energi) diperlukan untuk membuat kecepatan tertentu. Kecepatan disampaikan
tergantung pada berat (massa) dari struktur.9 Akselerasi adalah perubahan kecepatan
(Velocity) yang terjadi dalam suatu periode waktu (Time) atau di sebut sebagai
percepatan.1 Setelah energi ini diteruskan kepada struktur dan ditempatkan dalam
gerakan, gerakan akan tetap sampai energi yang menyerah (hukum pertama Newton
tentang gerak).9 Kehilangan energi ini akan menempatkan komponen lain dalam
gerakan (partikel jaringan) atau hilang sebagai panas (dihamburkan ke benda lain). 9
Keterkaitan antara kecepatan (Velocity) deformitas tubuh dan tingkat kompresi
(Compression) merupakan faktror penting dalam penyebab cedera. 1 Keparahan cedera
telah digambarkan sebagai produk dari dua faktor tersebut (Velocity x Compression).1
Sebagai contoh (Gambar 3) pertukaran energi dari kendaraan yang bergerak
untuk pejalan kaki meremukkan jaringan dan menanamkan kecepatan dan energi untuk
pejalan kaki untuk mengetuk korban jauh dari titik benturan.9
Gambar 3: Pertukaran
energi dari
kendaraan yang
bergerak untuk
pejalan kaki
meremukkan
jaringan dan
menanamkan
kecepatan dan energi
untuk pejalan kaki
untuk mengetuk
korban jauh dari
titik benturan. Cedera
pasien dapat
terjadi pada titik
benturan sebagai
pejalan kaki yang tertabrak kendaraan dan pejalan kaki sebagai yang dilemparkan ke tanah
atau ke kendaraan lain.
Sumber : Prehospital Trauma Life Support, 2014
Ketika tubuh manusia bertabrakan dengan benda padat, atau sebaliknya, jumlah
partikel jaringan tubuh yang dipengaruhi oleh benda padat menentukan jumlah
pertukaran energi yang terjadi. Transfer energi ini menghasilkan sejumlah kerusakan
(cedera) yang terjadi pada pasien. Jumlah partikel jaringan yang terkena ditentukan
oleh kepadatan (partikel per volume) dari jaringan dan ukuran bidang kontak dari
benturan.9
Kepadatan jaringan adalah (diukur dalam partikel per volume), semakin besar
jumlah partikel yang akan terkena benda bergerak dan, karena itu, semakin besar
tingkat dan jumlah total energi yang dipertukarkan. Meninju ke bantal bulu dan
meninju pada kecepatan yang sama ke dinding bata akan menghasilkan efek yang
berbeda pada tangan. Penyerapan energi lebih banyak dengan dinding bata padat
dibandingkan dengan bantal bulu yang kurang padat, yang menghilangkan gaya.
Secara sederhana, tubuh memiliki tiga jenis kepadatan: kerapatan udara (paru-paru dan
beberapa bagian dari usus), kepadatan air (otot dan organ tubuh yang paling padat,
misalnya hati, limpa), dan kepadatan padat (tulang). Oleh karena itu, jumlah
pertukaran energi (dengan cedera yang dihasilkan) akan tergantung pada jenis organ
dipengaruhi.9
Luas permukaan benturan dapat dimodifikasi dengan perubahan di daerah
permukaan benturan. Jumlah pertukaran energi yang akan menghasilkan kerusakan
pasien tergantung pada energi tekanan dari objek dan kepadatan jaringan di jalur
10
pertukaran
energi
tersebut.
Yang
dapat
dijelaskan
dalam
rumus
fisika
P= F
A
tekanan yaitu:9
tentang
Suatu energi tekanan (P) yang dihasilkan, dipengaruhi oleh suatu besar gaya (F)
dari objek penyebab trauma, dan luas permukaan objek (A) yang menyentuh
permukaan kulit. Semakin kecil luas permukaan objek yang bersentuhan dengan kulit,
akan menghasilkan energy tekanan yang lebih besar, sehingga objek tersebut dapat
menembus kulit dan membuat suatu luka terbuka. Dan bila semakin besar luas
permukaan objek yang bersentuhan dengan kulit, akan menghasilkan energy tekanan
yang lebih kecil, sehingga objek tersebut tidak dapat menembus permukaan kulit dan
tidak membuat suatu luka terbuka.9 Dalam kedua contoh, sebuah rongga luka (kavitasi)
pada pasien tersebut dibuat oleh kekuatan objek penyebabnya.9
Jenis kavitas disebabkan sebagai berikut:9
Rongga sementara disebabkan oleh peregangan jaringan yang terjadi pada
saat benturan. Karena sifat elastis dari jaringan tubuh, sebagian atau
seluruh isi rongga kembali sementara untuk posisi mereka sebelumnya.
Ukuran, bentuk, dan bagian dari rongga yang menjadi bagian dari
kerusakan permanen tergantung pada jenis jaringan, elastisitas jaringan,
dan berapa banyak pantulan jaringan yang terjadi. Contoh pada trauma
benda tumpul.
Rongga permanen yang tersisa setelah rongga sementara hilang dan
merupakan bagian yang terlihat dari kerusakan jaringan. Selain itu, ada
rongga hancur yang dihasilkan oleh kontak langsung dari objek kepada
jaringan. Contoh pada trauma benda tajam.
11
Gambar 4: Saat peluru berjalan melalui jaringan, energi kinetik yang ditransfer ke jaringan
yang berkontak, akan terjadi perlambatan dari jaringan untuk menghentikan peluru.
Sumber : Prehospital Trauma Life Support, 2014
Satu-satunya perbedaan yang nyata adalah penetrasi kulit. Jika seluruh energi
obyek terkonsentrasi pada satu area kecil dari kulit, kulit mungkin akan robek, dan
objek akan masuk ke dalam tubuh dan membuat pertukaran energi lebih terkonsentrasi
di sepanjang jalur tersebut. Hal ini dapat mengakibatkan kekuatan destruktif yang lebih
besar untuk satu daerah. Sebuah objek yang lebih besar yang energinya tersebar di area
yang jauh lebih besar dari kulit mungkin tidak menembus kulit. Kerusakan akan
didistribusikan di wilayah yang lebih besar dari tubuh, dan pola cedera akan kurang
terlokalisasi.9
4.1 TAJAM
Mekanisme terjadinya trauma tajam disebabkan oleh benda tajam. Benda yang
tajam dimaksud sebagai benda atau alat yang bermata tajam dan atau berujung
runcing atau dapat juga berujung runcing tetapi tidak bermata tajam. Bermata tajam
artinya dapat untuk mengiris, berujung runcing artinya dapat untuk menusuk atau
mengoyak.7
Mekanisme terjadinya luka iris karena mata tajam dari senjata tersebut
ditekankan lebih dahulu ke suatu bagian dari tubuh, kemudian digeser ke arah yang
sesuai dengan arah senjata, maka mempunyai ciri-ciri umum luka akibat senjata
tajam dengan panjang luka lebih besar dari dalamnya luka.7
Mekanisme terjadinya luka tusuk karena bagian ujung dari senjata tajam
ditembakkan pada satu bagian dari tubuh dengan arah tegak lurus atau miring dan
kemudian ditekan ke dalam tubuh sesuai arah senjata tersebut. Pada luka tusuk, sudut
luka dapat menunjukkan perkiraan benda penyebabnya, apakah berupa pisau bermata
satu atau bermata dua. Bila satu sudut luka lancip dan yang lain tumpul, berarti
benda penyebabnya adalah benda tajam bermata satu. Bila kedua sudut luka lancip,
luka tersebut dapat diakibatkan oleh benda tajam bermata dua. Benda tajam bermata
satu dapat menimbulkan luka tusuk dengan kedua sudut luka lancip apabila hanya
12
bagian ujung benda saja yang menyentuh kulit, sehingga sudut luka dibentuk oleh
ujung dan sisi tajamnya. Panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda
tajam penyebabnya, demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan
panjang benda tajam tersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan
gerakan korban.7
Mekanisme terjadinya luka bacok karena senjata tajam yang ukurannya relative
besar dan diayunkan dengan tenaga yang kuat sehingga mata tajam dari senjata
tersebut mengenai suatu bagian dari tubuh. Tulang-tulang dibawahnya biasanya
berfungsi sebagai bantalan sehingga ikut menderita luka.7
4.2 TUMPUL
Mekanisme terjadinya trauma tumpul disebabkan oleh benda tumpul.7 Benda
yang tumpul dimaksud sebagai benda yang tidak bermata tajam, yang mempunyai
konsistensi yang keras atau kenyal, permukaannya dapat halus ataupun kasar.7 Jika
benda tersebut dibenturkan, membentur maupun terbentur tubuh dengan keras, energi
mekanis akan terlokalisir dan akan menimbulkan rasa sakit dan kelainan atau
kerusakan pada tubuh.1,7 Timbul dan meluasnya cedera tergantung pada jumlah
kekuatan energi mekanis yang dikeluarkan dari benda tumpul tersebut.1 Pembagian
kekerasan karena benda tumpul
terkena dan jaringan atau organ yang terkena dan mengalami kerusakan (gambar 4).7
Menurut besar kecilnya tubuh yang terkena dibagi menjadi localized dan
generalized.7 Localized hanya mengenai sebagian kecil dari tubuh, merupakan akibat
kekerasan dari sesuatu benda dengan luas tertentu yang relative kecil. 7 Generalized
mengenai seluruh tubuh atau sebagian besar tubuh.7 Cara kejadiannya ada 3 macam
yaitu; terlempar, tergilas/tertindih, dan terkoyak.7
Menurut jaringan atau organ yang terkena dan mengalami kerusakan dibagi
menjadi bagian kulit, kepala, leher, dada, perut, dan anggota gerak.7
Kekerasan benda tumpul pada kulit dan jaringan dibawahnya, dapat terjadi luka
lecet, luka memar, dan luka robek. Mekanisme terjadinya luka lecet akibat benda
dengan permukaan yang kasar mengenai kulit sehingga lapisan kulit hilang sebagian
atau seluruhnya. Luka lecet dapat memberi petunjuk tentang benda yang
menyebabkannya, seperti kuku, aspal, tali, ban.7
Mekanisme terjadinya luka memar akibat benturan benda tumpul dengan
bagian tubuh yang mempunyai jaringan lemak di bawahnya dan berkulit tipis,
13
14
Kekerasan karena
benda tumpul
Menurut jaringan
atau organ yang
terkena dan
mengalami
kerusakan
Menurut besar
kecilnya tubuh
yang terkena
Localized
Genelarlized
Kulit
Serangan manusia
Terlempar
Terlempar
Kepala
Serangan
binatang
Tergilas/tertindih
Tergilas/tertindih
Tubrukan
Terkoyak
Terkoyak
Dada
Perut
Anggota gerak
V. TEMUAN KLINIS
5.1 Makroskopis
5.1.1 Luka benda tajam
Ciri-ciri umum dari luka akibat benda tajam :6
Garis batas luka biasanya teratur, tepinya rata dan sudutnya runcing.
15
16
Pembentukan hematom
12 jam
24 jam
36 jam
Hari ke 2-3
Hari ke 3-5
Minggu ke 1-2
17
18
Gambar 12: Luka tusuk yang menganga dengan ketegangan kulit sekitarnya yang signifikan
Sumber : Color Atlas of Forensic Medicine and Pathology, 2010
19
5.1.2
Gambar 14 :
Sumber : Elastoplast,
2015
20
Luka lecet dapat terjadi ante mortem atau post mortem. 7 Luka lecet
antemortem :7
21
Merah cerah
12-24 Jam
memproduksi
keropeng
Hari ke 4-7
Setelah 7 hari
Gambar 18:
penyembuhan
Tahapan
luka lecet
Sumber: Dreamstime, 2015
22
Merah
Biru
Hari ke 4
23
Hari ke 5-6
Kehijuan
Hari ke 7-12
Kekuningan
2 minggu
Kembali normal
Ketika
terjadi
luka memar
buluh
darah pecah,
darah
keluar
dan
hemoglobin
Gambar 23: Korban mati yang dipukuli dengan pipa logam, mengakibatkan beberapa laserasi
linear pada titik kulit kepala
Sumber: Forensic Pathology, 2005
Ciri-ciri
Tepi luka
Tajam
Tidak tajam
Sudut luka
Tajam
Tidak tajam
Permukaan luka
Rata
Tidak rata
Jembatan jaringan
Tidak ada
Ada
Ada
kecelakaan pejalan
mobil pada tulang
fraktur terbuka
Sumber:
Commons.wikimedia.org,
2015
5.2 Mikroskopis
Mengingat hasil makroskopik sangat variatif dan jauh dari ketepatan maka
perlu dilakukan pemeriksaan mikroskopik (histopatologi) pada korban mati.6
Traumatologi forensik dan histopatologi dibutuhkan untuk:11
Membuktikan cedera yang ditimbulkan
Menentukan apakah trauma itu dilakukan ketika hidup (intravital) atau
25
Hematoma dan demarkasi dari luka sekitarnya memiliki kriteria yang relatif
pasti, tapi apakah cedera adalah "segar" atau "tidak segar" tidak dapat ditentukan
dari pengihatan makroskopis. Evaluasi makroskopik kasar usia cedera dapat
ditingkatkan dengan cara histologis konvensional dan investigasi imunohistokimia.
Histologi konvensional menunjukkan reaksi seluler dengan metode pewarnaan
rutin (misalnya, H & E, PAS, biru Prusia, telur, Trichrome).12
Temuan ini hanya dapat dilihat, namun setelah waktu bertahan hidup atau
umur luka 30 menit. Hanya infiltrasi neutrofil bisa mulai lebih awal; deteksi serat
kolagen baru dan pembentukan jaringan granulasi terjadi kemudian. Meskipun
banyak penelitian penentuan umur pada luka, konvensional histologis penentuan
umur luka tetap dasar dari semua diagnosa usia luka.
Dalam ilmu kedokteran forensik, temuan histomorphological yang
membuktikan bahwa cedera telah ditimbulkan selama hidup. Ini berarti bahwa
perubahan tertentu tidak dapat ditimbulkan postmortem. Dalam konteks ini, berikut
ini telah diselidiki oleh Bertz:12
Ekskresi fibrin, yang dimulai cedera hampir segera setelah, tetapi yang juga
luka. Di sini, fokus terletak pada reaksi seluler: terjadinya granulosit neutrofil,
limfosit, makrofag, dan serat kolagen jaringan (fibroblas, fibrocytes). Reaksi
26
ini,
lemak,
otot,
tulang,
dan
jaringan saraf
dapat terluka.
Perhatian
khusus
juga
Gambar 25: Perdarahan segar dalam subkutan jaringan otot dari permukaan ekstensor dari
lengan kanan (mekanisme pertahanan diri terhadap cedera) berikut trauma tumpul akibat
pukulan dengan tongkat (HE 200)
27
Gambar 26: Perdarahan intrapulmonary luas dalam kasus memar paru (H & E 40)
Sumber: Forensic histopathology, 2011
Dalam kasus luka tusuk intravital, perdarahan eksternal dari bagian luka
tersebut terjadi, dimana partikel yang menempel pada objek menembus atau pisau
dapat dicuci. Selama perdarahan berlanjut atau berulang, factor terkait reaksi
penyembuhan luka dalam organisme harus dipertimbangkan (misalnya, sel, benang
fibrin).
Gambar 27: Luka tusukan dari pisau dan lintasan luka dari melalui epidermis dengan
sekitarnya perdarahan (H & E 40)
Sumber: Forensic histopathology, 2011
28
menjalankan
tugas
29
30
kami bahwa beberapa arteri utama dan / atau pembuluh vena di leher akan
terpotong, kami menemukan hanya robek pada sebagian arteri kecil, saraf,
kelenjar sublingual, dan otot. Dalam hal ini, kami mendefinisikan temuan-temuan
otopsi ini langka, atau lebih tepatnya, sebagai kejadian yang langka. Akibat luka
tusuk yang merupakan lesi anatomi individu tidak akan menyebabkan kematian.
Pada saat otopsi kami dapatkan bahwa luka yang mengancam nyawa adalah luka
tusuk yang terdapat di perut, dimana aorta abdominal terpotong. Hal ini
menyebabkan banyaknya kehilangan darah akut. Pada awal kematian, luka tusuk
pada paru-paru kiri terlibat, mengarah ke hemopneumothorax. Berkaitan dengan
kemungkinan pembunuhan, kita tidak menemukan luka iris atau luka tusuk pada
tubuh jenazah pria yang bisa digambarkan sebagai "pertahanan", atau seperti yang
bisa didapat saat mencoba melarikan diri. Selama penyelidikan polisi, bukti
kehadiran orang ketiga di dalam negeri insiden ini tidak ditemukan.
7.2.
Pendahuluan
Sebuah tinjauan literatur menunjukkan bahwa kematian akibat luka dengan
benda tajam kurang umum daripada yang disebabkan oleh benda tumpul, luka
tembak, asfiksia mekanik, dan keracunan obat. Frekuensi kematian ini berbeda di
negara dan wilayah yang berbeda. Cara yang paling umum yang menyebabkan
kematian oleh trauma akut adalah pembunuhan, diikuti oleh bunuh diri dan, yang
paling jarang, kecelakaan.
Menentukan perbedaan antara pembunuhan, bunuh diri, dan luka karena
kecelakaan merupakan masalah penting untuk forensik. Selain gantung diri dan
melukai diri dengan senjata api, melukai diri dengan benda tajam adalah metode
yang umum digunakan untuk bunuh diri, khususnya pada bagian tenggorokan dan
leher, yang mudah dicapai. Dalam beberapa kasus, membedakan antara jenis
kerusakan dalam cara kematian bisa sulit, terutama mengingat terkadang suasana
di TKP yang mungkin tidak khas bunuh diri.
Konsentrasi yang sangat tinggi dari struktur vital dan fasia yang terbungkus
di daerah kecil khas pada anatomi leher. Kumpulan vaskular, saraf, pernapasan,
dan anatomi menelan memungkinkan dapat cedera yang signifikan pada struktur
vital, serta komplikasi yang berpotensi fatal setelah trauma invasif. Ketika
melihat kmungkinan terjadi luka penetrasi ke leher, daerah ini dibagi menjadi
tiga zona untuk penilaian anatomi dan tujuan terapeutik. Zona I meliputi
31
wilayah antara klavikula dan tulang rawan krikoid. Zona II meliputi wilayah
antara kartilago krikoid dan angulus mandibula dan berisi arteri karotis dan
vertebralis, faring, vena jugularis internus, trakea, dan esofagus. Zona III
terletak antara angulus mandibula dan basis cranii, dan termasuk arteri karotis
superior dan arteri vertebralis dan faring. Dalam rangkaian dominan terjadinya
luka tusuk, zona I adalah daerah yang paling sering terluka (44%), diikuti oleh
zona II (29%) dan zona III (27%).
Dalam kasus lain bunuh diri dengan benda tajam, mungkin ada beberapa
luka dan di daerah anatomi yang berbeda dari tubuh manusia (leher, dada, perut)
dan terletak terpisah.
7.3.
Kronologis
Menurut laporan polisi dan penyidik kasus, seorang pria 30 tahun
ditemukan tewas di rumahnya dengan luka tusuk di perut, dada, dan leher
setelah berulang kali menusuk istrinya. Istri dari jenazah pria ditemukan di
ruang tamu rumah hidup, tak berdaya, dan dibawa ke sebuah rumah sakit
khusus; setelah operasi, sang istri stabil dan bertahan.
7.4.
Temuan-temuan otopsi
a) Pemeriksaan luar
Setelah pemeriksaan luar dari tubuh jenazah, ditemukan 3 luka
traumatis. Luka pertama berada di tulang pipi kanan. Ada memar melengkung,
hingga 1 cm, pucat kekuningan, kering, dan di bawah tingkat kulit di
sekitarnya. Di leher, di bawah angulus mandibula bilateral, hampir identik
dengan gagang kedua pisau tertanam pada sisi kiri dan kanan. Tepi tajam pisau
menghadap ke garis tengah. Pisau di sisi kiri leher yaitu mata pisau, 4 cm dari
gagang hingga masuk ke jaringan lunak, dan lebarnya 18 mm pada kulit.
Selama otopsi, ditemukan bahwa panjang tusukan pisau itu 4 cm. Pisau pada
sebelah kanan yang terlihat dari gagang sepanjang 56 mm. Lebar pisau di kulit
20 mm. Bagian logam pisau di dalam luka adalah 8,2 cm. Arah tusukan yaitu
gabungan dari depan ke belakang, dari bawah ke atas, dan kembali ke garis
tengah panjang yang dijelaskan bagian tusukan pisau. Struktur jaringan lunak
lokal, kelenjar sublingual dan strutur vaskular-saraf terpotong; tebing luka
yang diliputi dalam jaringan sekitarnya tanpa pembentukan kumpulan darah
internal. Setelah pisau sebelah kiri ditarik, didapat panjang luka 15 mm; pada
tepi atas berbentuk runcing, dan tepi bawah luka panjangnya 18 mm. Luka
32
33
34
b) Pemeriksaan dalam
Ketika pemeriksaan internal tubuh dilakukan, terdapat tiga temuantemuan. Pertama, membran tengkorak pucat merah muda, tanpa memar tulang
di atap tengkorak, dan alas yang kuat. Jaringan pembuluh darah basal lumayan
baik dengan konfigurasi anatomi. Kedua, rongga mulut bebas dari benda
asing. Laring dan tulang hyoid sehat. Saluran luka yang digambarkan tidak
35
mengenai servikal - trakea dan esofagus. Paru kiri kolaps ke hilus dari luka
yang dijelaskan dan membentuk kumpulan darah dan udara di rongga dada
sebelah kiri. pada dada terdapat luka penetrasi seperti yang telah dijelaskan di
bawah rusuk kiri ketiga. Ketiga, pada rongga perut terdapat luka seperti yang
telah dijelaskan dan juga pengumpulan darah. Tabir besar seperti yang telah
dijelaskan dan hati, limpa, dan ginjal anemis. Panggul dan tulang belakang
sehat. Otot ileopsoas kanan menunjukkan pemotongan di panggul kecil.
Sebagai hasil dari tes kimia tambahan sampel darah yang diambil dari
tubuh, kami mengkonfirmasi kurangnya etil alkohol, narkotika, dan obatobatan dalam jenazah.
c) Pemeriksaan otopsi
Pada pemeriksaan otopsi, beberapa luka traumatis ditemukan. Ada luka
tusuk di daerah perut sebelah kiri menembus ke dalam rongga perut.
Sebuah saluran luka terbentuk, mencapai otot lumbal kanan dengan celah
sepanjang jalurnya dari jaringan lunak dinding perut, omentum, usus, dan
dinding belakang aorta; ada juga perdarahan di rongga perut sekitar 1400
mL darah cair (cedera sesuai dengan pisau yang ditemukan menikam di
perut selama pemeriksaan TKP). Arah tusukan luka yaitu, depan ke
36
Ada total sepuluh luka tusuk dangkal pada dinding perut anterior. Empat
luka di sebelah kiri dan enam di kanan, dengan kedalaman, tarikan kulit,
7.5.
Diskusi
Dalam otopsi ini temuan-temuan kematian disebabkan oleh kehilangan darah
akut terutama cedera pada perut, pemotongan aorta abdominal, dan pendarahan masif
di dalam rongga perut. Luka traumatis yang terjadi akibat tabrakan dengan benda
tajam dan runcing, dan seluruhnya dengan penggunaan pisau. Dari deskripsi
karakteristik pisau, jelas dari tiga ukuran yang berbeda, kedua pisau di leher memiliki
parameter data yang sama, dan pisau yang ditusuk ke dalam perut lebih panjang dan
mata pisau yang lebih lebar. Ketiga pisau mirip dan kitchen set yang sama.
Luka tusuk yang terdapat pada tubuh dapat terjadi dalam waktu singkat dan
dengan cepat berturut-turut, tanpa bisa dinilai urutan yang tepat yang mana.
Pemeriksaan menunjukkan luka tusuk di permukaan perut dan berkelompok awalnya
disebabkan luka dalam di rongga perut, di mana pisau berhenti. Kemungkinan diikuti
luka yang terjadi pada kelenjar payudara kiri dan kemudian di leher, di mana dua
pisau lainnya ditemukan. Tusukan dalam waktu singkat menyebabkan perdarahan
akut pada rongga perut dan dada, yang menyebabkan penurunan intensitas dan
hilangnya kualitatif dan kuantitatif gerakan tubuh.
Luka tusuk dangkal di dinding perut anterior berkelompok dan bisa saja
disebabkan oleh penggunaan benda tajam dengan ujung runcing yang lemah, seperti
pisau yang ditemukan. Cedera perut mungkin disebabkan ketika sebuah pukulan berat
dengan tangan atau bagian atas mata pisau mengakibatkan tekanan dan penetrasi
pisau untuk kedalaman tertentu. Luka tusuk di sebelah kiri dada dan leher, di kedua
sisi (dan mungkin dua luka terakhir menurut lokasi dan orientasi dari saluran luka
mereka), menunjukkan bahwa luka-luka ini ditimbulkan pada waktu yang sama.
Cedera seperti mungkin ditimbulkan saat jenazah memegang pisau di kedua tangan
dan menusuknya ke leher. Luka-luka tersebut secara anatomis berada di bagian depan
37
tubuh, di wilayah yang dapat diakses kedua lengan, dan dari jenis yang dapat
dilakukan sendiri oleh korban, seperti dicatat oleh penulis. Hal ini penting untuk
diingat bahwa tidak ada bukti bahwa jenazah memiliki riwayat masalah kejiwaan.
Kasus ini, disajikan dalam makalah penelitian, adalah panduan mekanisme luka yang
langka, luka yang mengancam diri sendiri. Penggunaan banyak luka tusukan diri
sendiri secara sengaja ke leher, dada, dan perut telah dilaporkan oleh Kaliszan M et al
sebagai cara unik melakukan bunuh diri.
Berkaitan dengan kemungkinan pembunuhan, tidak ditemukan luka tusuk
pada tubuh jenazah yang bisa digambarkan sebagai "defensif". Sejumlah besar luka
yang ditemukan, menunjukkan fakta bahwa orang itu ragu-ragu dan bersedia untuk
melukai dirinya sendiri. Rasionalisasi ini didukung oleh penulis. Penyelidikan polisi
dalam kasus ini tidak menemukan bukti dari orang ketiga yang hadir pada saat
kejadian ini. Temuan lain bahwa dalam kasus-kasus bunuh diri yang disebabkan oleh
pisau "luka defensif" belum ditemukan, sedangkan ada "tanda ragu-ragu" yang
terletak di daerah mudah diakses dengan lengan.
7.6.
Kesimpulan Kasus
Meskipun dugaan kami bahwa arteri utama dan / atau pembuluh vena di leher
akan terpotong dan adanya dua luka tusuk di daerah ini, hanya arteri kecil, struktur
saraf, kelenjar sublingual, dan otot yang ditemukan rusak dalam tusukan. Kami
menggambarkan temuan otopsi ini langka - atau lebih tepatnya, sebagai kejadian
langka. Luka tusuk di leher, sebagai lesi anatomi independen, ternyata tidak
menyebabkan kematian. Pada otopsi ditemukan bahwa luka tusuk yang fatal adalah
luka yang berada di perut, di mana aorta abdominal terpotong. Hal ini menyebabkan
kehilangan darah akut. Dalam cara kematian, luka di paru-paru kiri terlibat, mengarah
ke hemopneumothorax. Berkaitan dengan kemungkinan pembunuhan, kita tidak
menemukan cedera atau luka tusuk pada tubuh jenazah yang bisa digambarkan
sebagai "defensif", atau luka yang bisa didapat ketika mencoba melarikan diri. Selama
penyelidikan polisi pada kasus ini, tidak ada bukti ditemukan bahwa ada orang ketiga
di tempat kejadian.
38
BAB III
PENUTUP
I. Kesimpulan
Traumatologi adalah ilmu yang mempelajari semua aspek yang berkaitan dengan
kekerasan terhadap jaringan tubuh manusia yang masih hidup. Dalam menyelesaikan
suatu perkara terutama suatu tindak pidana, tidak jarang penyidik membutuhkan
bantuan dari para ahli, salah satunya adalah seorang dokter untuk ikut menegakkan dan
membela kebenaran serta keadilan yang diwujudkan dalam bentuk Visum et Repertum.
Dokter diharapkan untuk memeriksa korban yang menderita luka atas permintaan
penyidik dan membantu mencari tahu penyebab luka tersebut yang dapat disebabkan
oleh tembakan, aliran listrik, persentuhan dengan benda tumpul, benda tajam, bahan
kimia dan sebagainya. Dengandemikian,jelasbagikitabahwasebagaidokter,penting
untukmengetahuicaramengenallukadanpenyebabtrauma.
II. Saran
Pada penulisan refarat kali ini penulis sadar bahwa hasil refarat masih jauh dari
kesempurnaan dan ada beberapa hal yang masih bisa di kembangkan kedepannya. Hasil
dari refarat ini masih merupakan secondary survey yakni mengumpulkan data dari
sumber yang sudah ada, dan untuk masa yang akan datang penulis dapat berupaya
untuk mengumpulkan data melalui cara primary survey atau melakukan penelitian
langsung dalam beberapa bidang terkait dengan traumatologi terutama dalam aspek
mikroskopis yang penulis sadar masih sangat terbatas dalam pembahasan kali ini.
39
40