You are on page 1of 19

Vaginosis Bakterial

Nurul Nurnita Afifah


030.08.187

Gardnerella vaginalis

Tidak mempunyai kapsul, tidak


bergerak dan berbentuk batang
gram negatif atau variabel
gram. Tes katalase, oksidase,
reduksi nitrat, indole, dan
urease semuanya negatif
kuman ini bersifat fakultatif,
dengan produksi akhir utama
pada fermentasi berupa asam
asetat
Untuk identifikasi yang penting
adalah hemolisis beta pada
darah manusia, reaksi katalase
negatif, tes hidrolisis hipurat
positif dengan glukosidase alfa,
dan produksi asam dari maltosa
dan glukosa bukan manitol.

Patogenis
Gardnerel
la
vaginosis
Asam
amino

pH

Amin

Kumankuman
anaerob
+ bakteri
vagina
fakultatif

Degeren
asi sel

Pelepasan
Bau

Sel
epitel
vagina

Duh
tubuh
vagina

Gambaran Klinis

adanya cairan vagina yang abnormal (terutama setelah


melakukan hubungan seksual)

adanya bau vagina yang khas yaitu bau amis/bau ikan (fishy
odor).1

Iritasi daerah vagina atau sekitar vagina (gatal, rasa


terbakar), kalau ditemukan lebih ringan daripada yang
disebabkan oleh Trichomonas vaginalis atau C.albicans

sekret vagina yang tipis dan sering berwarna putih atau


abu-abu, viskositas rendah atau normal, homogen, dan
jarang berbusa. Sekret tersebut melekat pada dinding
vagina dan terlihat sebagai lapisan tipis atau kelainan yang
difus

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan preparat basah


Dilakukan dengan meneteskan satu atau dua tetes cairan
NaCl 0,9% pada sekret vagina diatas objek glass
kemudian ditutupi dengan coverslip. Dan dilakukan
pemeriksaan mikroskopik menggunakan kekuatan tinggi
(400 kali) untuk melihat clue cells, yang merupakan sel
epitel vagina yang diselubungi dengan bakteri (terutama
Gardnerella vaginalis).6,13 Pemeriksaan preparat basah
mempunyai sensitifitas 60% dan spesifitas 98% untuk
mendeteksi bakterial vaginosis. Clue cells adalah
patognomotik pada vaginosis bakterial.1,2

Clue cell

Whiff test

Tes lakmus untuk pH

Kertas lakmus ditempatkan pada dinding lateral vagina. Warna kertas


dibandingkan dengan warna standar. pH vagina normal 3,8 - 4,2. Pada 8090% bakterial vaginosis ditemukan pH > 4,5.5,6,12 1,2,7

Pewarnaan gram sekret vagina

Whiff test dinyatakan positif bila bau amis atau bau amin terdeteksi dengan
penambahan satu tetes KOH 10-20% pada sekret vagina. Bau muncul
sebagai akibat pelepasan amin dan asam organik hasil alkalisasi bakteri
anaerob. Whiff test positif menunjukkan bakterial vaginosis. 1,2,7

Pewarnaan gram sekret vagina dari bakterial vaginosis tidak ditemukan


Lactobacillus sebaliknya ditemukan pertumbuhan berlebihan dari
Gardnerella vaginalis dan atau Mobilincus Spp dan bakteri anaerob
lainnya.1,2,7

Kultur vagina

Kultur Gardnerella vaginalis kurang bermanfaat untuk diagnosis bakterial


vaginosis. Kultur vagina positif untuk G. vaginalis pada bakterial vaginosis
tanpa grjala klinis tidak perlu mendapat pengobatan. 1,2,7

Diagnosis

Gardner dan Dukes (1980) menyatakan bahwa setiap


wanita dengan aktivitas ovum normal mengeluarkan
cairan vagina berwarna abu-abu, homogen, berbau
dengan pH 5 - 5,5 dan tidak ditemukan T.vaginalis,
kemungkinan besar menderita bakterial vaginosis. 2,7
WHO (1980) menjelaskan bahwa diagnosis dibuat atas
dasar ditemukannya clue cells, pH vagina lebih besar
dari 4,5, tes amin positif dan adanya G. vaginalis
sebagai flora vagina utama menggantikan Lactobacillus
Balckwell (1982) menegakkan diagnosis berdasarkan
adanya cairan vagina yang berbau amis dan
ditemukannya clue cells tanpa T. vaginalis. Tes amin
yang positif serta pH vagina yang tinggi akan
memperkuat diagnosis

Dengan hanya mendapat satu gejala, tidak dapat


menegakkan suatu diagnosis, oleh sebab itu
didapatkan kriteria klinis untuk bakterial vaginosis
yang sering disebut sebagai kriteria Amsel (1983)
yang berpendapat bahwa terdapat tiga dari empat
gejala, yaitu :1,2,7

Adanya sekret vagina yang homogen, tipis, putih,


melekat pada dinding vagina dan abnormal
pH vagina > 4,5
Tes amin yang positif, yang mana sekret vagina yang
berbau amis sebelum atau setelah penambahan KOH
10% (Whiff test).
Adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20
dari seluruh epitel)

Diagnosis Banding

Ada beberapa penyakit yang menggambarkan keadaan klinik yang mirip dengan
bakterial vaginosis, antara lain :1,2
Trikomoniasis

Trikomoniasis merupakan penyakit menular seksual yang disebabkan oleh


Trichomonas vaginalis. Biasanya penyakit ini tidak bergejala tapi pada beberapa
keadaan trikomoniasis akan menunjukkan gejala. Terdapat duh tubuh vagina berwarna
kuning kehijauan, berbusa dan berbau. Eritem dan edem pada vulva, juga vagina dan
serviks pada beberapa perempuan. Serta pruritos, disuria, dan dispareunia. 1,2

Pemeriksaan apusan vagina Trikomoniasis, mobilincus dan clue cell tidak pernah
ditemukan pada Trikomoniasis. Pemeriksaan mikroskopoik tampak peningkatan sel
polimorfonuklear dan dengan pemeriksaan preparat basah ditemukan protozoa untuk
diagnosis. Whiff test dapat positif pada trikomoniasis dan pH vagina 5 pada
trikomoniasis.1,2,4

Kandidiasis

Kandidiasis merupakan suatu infeksi yang disebabkan oleh Candida albicans atau
kadang Candida yang lain. Gejala yang awalnya muncul pada kandidiasis adalah
pruritus akut. Keputihan seringkali tidak ada dan hanya sedikit. Kadang dijumpai
gambaran khas berupa vaginal thrush yaitu bercak putih yang terdiri dari gumpalan
jamur, jaringan nekrosis epitel yang menempel pada vagina. Dapat juga disertai rasa
sakit pada vagina iritasi, rasa panas dan sakit saat berkemih. 1,2,4

Pada pemeriksaan mikroskopik, sekret vagina ditambah KOH 10% berguna untuk
mendeteksi hifa dan spora Candida. Keluhan yang paling sering pada kandidiasis
adalah gatal dan iritasi vagina. Sekret vagina biasanya putih dan tebal, tanpa bau dan
pH normal.

Kandidiasis

Trikomoniasis

V.Bakterialis

Gejala

Gatal, iritasi

Nyeri,iritasi

Berbau

Warna duh

Putih kental

Kuning/hijau

Abu-abu

Konsistensi

Tebal

Berbusa

Cair

Bau

Jamur

Amis/bau busuk

Amis
menyengat

pH

< 4,5

>5,0

>4,5

Mikroskopis

Leukositosis
80%

Leukosit
trikomonas

Leukosit,Clue
cell

Kultur

Perlu

Bermanfaat

Tidak perlu

Penatalaksanaan

Terapi sistemik

Metronidazol merupakan antibiotik yang paling sering digunakan yang


memberikan keberhasilan penyembuhan lebih dari 90%, dengan dosis 2 x 400 mg
atau 500 mg setiap hari selama 7 hari. Jika pengobatan ini gagal, maka diberikan
ampisilin oral (atau amoksisilin) yang merupakan pilihan kedua dari pengobatan
keberhasilan penyembuhan sekitar 66%). Mempunyai aktivitas sedang terhadap
G.vaginalis, tetapi sangat aktif terhadap bakteri anaerob, efektifitasnya
berhubungan dengan inhibisi anaerob. Metronidazol dapat menyebabkan mual
dan urin menjadi gelap.

Klindamisin 300 mg, 2 x sehari selama 7 hari. Sama efektifnya dengan


metronidazol untuk pengobatan bakterial vaginosis dengan angka kesembuhan
94%. Aman diberikan pada wanita hamil. Sejumlah kecil klindamisin dapat
menembus ASI, oleh karena itu sebaiknya menggunakan pengobatan intravagina
untuk perempuan menyusui.

Amoksilav (500 mg amoksisilin dan 125 mg asam klavulanat) 3 x sehari selama 7


hari. Cukup efektif untuk wanita hamil dan intoleransi terhadap metronidazol.

Tetrasiklin 250 mg, 4 x sehari selama 5 hari.

Doksisiklin 100 mg, 2 x sehari selama 5 hari.

Eritromisin 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.

Cefaleksia 500 mg, 4 x sehari selama 7 hari.

Terapi Topikal

Metronidazol gel intravagina (0,75%) 5 gram, 1 x sehari selama 5 hari.

Klindamisin krim (2%) 5 gram, 1 x sehari selama 7 hari.

Tetrasiklin intravagina 100 mg, 1 x sehari.

Triple sulfonamide cream.3,6 (Sulfactamid 2,86%, Sulfabenzamid 3,7% dan Sulfatiazol 3,42%), 2 x
sehari selama 10 hari, tapi akhir-akhir ini dilaporkan angka penyembuhannya hanya 15 45 %.

Pengobatan bakterial vaginosis pada masa kehamilan. Terapi secara rutin pada masa kehamilan tidak
dianjurkan karena dapat muncul masalah. 6,9 Metronidazol tidak digunakan pada trimester pertama
kehamilan karena mempunyai efek samping terhadap fetus.6,12 Salah satu efek samping penggunaan
Metronidazole ialah teratogenik pada trimester pertama.30 Dosis yang lebih rendah dianjurkan selama
kehamilan untuk mengurangi efek samping (Metronidazol 200-250 mg, 3 x sehari selama 7 hari untuk
wanita hamil). Penisilin aman digunakan selama kehamilan, tetapi ampisilin dan amoksisilin jelas tidak
sama efektifnya dengan metronidazol pada wanita tidak hamil dimana kedua antibiotik tersebut
memberi angka kesembuhan yang rendah. Metronidazole dapat melewati sawar placenta dan
memasuki sirkulasi ketuban dengan pesat. Studi reproduksi telah dilakukan pada tikus di dosis sampai
lima kali dosis manusia dan dinyatakan tidak ada bukti perburukan kesuburan atau efek bahaya ke janin
karena Metronidazole. Tidak ada efek fetotoxicity selama penelitian pemberian Metronidazole secara
oral untuk tikus yang hamil pada 20 mg / kg / hari, dosis manusia (750 mg / hari) berdasarkan mg / kg
berat badan.

Pada trimester pertama diberikan krim klindamisin vaginal karena klindamisin tidak mempunyai efek
samping terhadap fetus. Pada trimester II dan III dapat digunakan metronidazol oral walaupun mungkin
lebih disukai gel metronidazol vaginal atau klindamisin krim.

Untuk keputihan yang ditularkan melalui hubungan seksual. Terapi juga diberikan kepada pasangan
seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih dalam pengobatan.

Pengobatan secara oral atau lokal dapat digunakan untuk pengobatan pada wanita hamil dengan gejala
VB yang resiko rendah terhadap komplikasi obstertri. Wanita tanpa gejala dan wanita tanpa faktor resiko
persalinan preterm tidak perlu menjalani skrening rutin untuk pemngobatan bacterial vaginosis. Wanita
dengan resiko tinggi persalinan preterm dapat mengikuti skrining rutin dan pengobatan bacterial
vaginosis. Jika pengobatan untuk pencegahan terhadap komplikasi kehamilan dijalani, maka diharuskan
menggunakan metronidazole oral 2 kali sehari selama 7 hari. Topical (pada vagina) tidak
direkomendasikan untuk indikasi ini. Test skrining harus diulangi 1 bulan setelah pengobatan untuk
memastikan kesembuhan.2

Komplikasi

Pada kebanyakan kasus, bakterial vaginosis tidak menimbulkan komplikasi setelah pengobatan.
Namun pada keadaan tertentu, dapat terjadi komplikasi yang berat. Bakterial vaginosis sering
dikaitkan dengan penyakit radang panggul (Pelvic Inflamatory Disease/PID), dimana angka
kejadian bakterial vaginosis tinggi pada penderita PID. 7

Pada penderita bakterial vaginosis yang sedang hamil, dapat menimbulkan komplikasi antara
lain : kelahiran prematur, ketuban pecah dini, bayi berat lahir rendah, dan endometritis post
partum. Oleh karena itu, beberapa ahli menyarankan agar semua wanita hamil yang
sebelumnya melahirkan bayi prematur agar memeriksakan diri untuk screening vaginosis
bakterial, walaupun tidak menunjukkan gejala sama sekali. 2,7

Mekanisme vaginosis bakterialis menyebabkan BBLR belum diketahui, tetapi terdapat bukti
dengan adanya infeksi traktus genitalia bagian atas dapat membuat kelahiran prematur,
melalui proses inflamasi.1,2

Endometritis adalah radang pada dinding uterus yang umumnya disebabkan oleh partus.
Dengan kata lain endometritis didefinisikan sebagai inflamasi dari endometrium Derajat
efeknya terhadap fertilitas bervariasi dalam hal keparahan radang, waktu yang diperlukan intuk
penyembuhan lesi endometrium, dan tingkat perubahan permanen yang merusak fungsi dari
glandula endometrium dan/atau merubah lingkungan uterus dan/atau oviduk. Organisme
nonspesifik primer yang dikaitkan dengan patologi endometrial adalah Corynebacterium
pyogenes dan gram negatif anaerob. 3

Bakterial vaginosis disertai peningkatan resiko infeksi traktus urinarius. Prinsip bahwa
konsentrasi tinggi bakteri pada suatu tempat meningkatkan frekuensi di tempat yang
berdekatan. Terjadi peningkatan infeksi traktus genitalis atas berhubungan dengan bakterial
vaginosis.2.7

Prognosis

Prognosis bakterial vaginosis sangat baik,


karena infeksinya dapat disembuhkan.
Prognosis bakterial vaginosis dapat timbul
kembali pada 20-30% wanita walaupun tidak
menunjukkan gejala.
Pengobatan ulang dengan antibiotik yang
sama dapat dipakai.

Kesimpulan

Bakterial vaginosis adalah suatu keadaan yang abnormal pada


vagina yang disebabkan oleh pertumbuhan bakteri anaerob dalam
konsentrasi tinggi (Bacteroides Spp, Mobilincus Spp, Gardnerella
vaginalis, Mycoplasma hominis) menggantikan flora normal vagina
(Lactobacillus Spp) yang menghasilkan hidrogen peroksida
sehingga vagina yang tadinya bersifat asam (pH normal vagina 3,8
4,2) berubah menjadi bersifat basa.

Menurut Amsel, untuk menegakkan diagnosa dengan


ditemukannya tiga dari empat gejala, yakni : sekret vagina yang
homogen, tipis, putih dan melekat, pH vagina > 4,5, tes amin yang
positif; adanya clue cells pada sediaan basah (sedikitnya 20% dari
seluruh epitel) yang merupakan penanda bakterial vaginosis.

Pengobatan bakterial vaginosis biasanya menggunakan antibiotik


seperti metronidazol dan klindamisin. Untuk keputihan yang
ditularkan melalui hubungan seksual terapi juga diberikan kepada
pasangan seksual dan dianjurkan tidak berhubungan selama masih
dalam pengobatan.

Daftar Pustaka

Judanarso J. Vaginosis bakterial. In: Adhi djuanda, editor. Ilmu penyakit


kulit dan kelamin 4th edition . Jakarta: Balai penerbit FKUI ; 2006. P.38489

Farid. Vaginosis Bakterialis: Duh tubuh nan kelabu. serial on the


internet: about 3 p. available from:
http://www.majalah-farmacia.com/rubrik/one_news.asp?IDNews=545

Sylvia YM. Bakteri anaerob: yang erat kaitannya dengan problem di


klinik. Jakarta : EGC ; 2007.

Davey Patrick. Duh tubuh vagina dan uretritis. In : At a Glance


Medicine. Jakarta: Erlangga ; 2005. P.74-75.

Sweet RL. Gibbs RS. Infectious diseases of the female genital tract.
Baltimore: Williams and Wilkins. 1990.

Hiller SL. Holmes KK. Bacterial vaginosis. In : Holmes KK. Mardh PA.
Sparling PF et al eds. Sexually transmitted diseases. New York. Mc
Graw hill information services co. 1998 : 547-59.

Dewi AW. Studi prevalensi dan keberhasilan terapi vaginosis bakterialis


pada ibu hamil (dissertation). Semarang: Universitas Diponegoro; 2003

You might also like