You are on page 1of 16

1

MATERI
TINDAK PIDANA KORUPSI
TINJAUAN KONSEPSI & IMPLEMENTASINYA
Oleh

DR. ISMU GUNADI W. SH, MHum


A

LATAR BELAKANG MASALAH.


Bahwa Korupsi merupakan perilaku yang menyimpang oleh sebagian warga

masyarakat yang berlindung di balik kewenangan atau kekuasaannya dan atau tindakan
masyarakat tertentu yang melakukan perbuatan melawan hukum baik yang dapat
merugikan keuangan Negara / perekonomian negara maupun yang termasuk perbuatan
korupsi lainnya yang masih tergolong korupsi hal ini wajib di berantas secara tegas dan
konsisten serta terstruktur.
Sedangkan pengertian Korupsi bahasa latin Coruptio dalam bahasa Perancis Corruption
dan dalam bahasa Belanda Korruptie serta dalam bahasa Indonesia di sebut Korupsi
yang secara harfiah dapat di artikan sebagai Perbuatan jahat atau busuk.
Bahwa tindakan korupsi dalam bentuk lain dalam bahasa Inggris disebut Corruption yang
berarti the offering and accepting of Bribes jika di terjemahkan dalam bahasa Indonesia
berarti penawaran atau pemberian dan penerimaan hadiah yang berupa suap ( Gratifikasi )
menurut UU no. 31 th 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi di samping dapat
di artikan Decay yaitu kebusukan atau kerusakan, bahwa yang busuk atau rusak adalah
moralnya atau ahlak manusia yang berbuat korupsi 1.
Belum ada cara yang mudah dalam memberantas korupsi namun pemerintah tetap optimis
bahwa korupsi dapat di berantas, walaupun sampai saat ini perbuatan korupsi masih ada
dan terjadi di semua lini birokrasi baik Eksekutif, Legeslatif maupun Yudikatif, BUMN/D
maupun sektor Swasta yang menggunakan fasilitas Negara.
Bahwa hasil survey IPK ( index persepsi korupsi ) transparency International

terpusat di

Berlin Jerman Barat bahwa Indonesia termasuk salah satu Negara terkorup nomor 126 dari
180 negara dan kita berharap th 2013 dan seterusnya makin membaik serta kemudian tidak
ada korupsi lagi, oleh karena itu dalam pemberantasan korupsi kebijakan pemerintah di
samping melakukan penegakan hukum

perlu langkah Preventif guna mencegah

perbuatan-perbuatan yang koruptif sedini mungkin 2.


1

Syaiful Ahmad Dinar KPK & Korupsi


Baharudin Lopa, masalah korupsi dan pemecahannya Jakarta Kipas putih aksara 1977.

2 Di sampaikan dalam seminar sehari bertajuk Pemberantasan korupsi dengan mewujudkan

2
Dengan latar belakang dan uraian seperti tersebut diatas maka Pejabat negara dan
masyarakat perlu memahami terhadap modus , karakteristik dan perbuatan melawan
hukum tindak pidana korupsi serta bagaimana metode yang tepat dalam pengembalian
kekayaan negara dalam segala bentuk, untuk itu bahwa terhadap makalah ini akan di
sampaikan hal-hal sebagai berikut :
B

HAL-HAL YANG PERLU DIPAHAMI DI DALAM PEMBERANTASAN


TINDAK PIDANA KORUPSI.
Bahwa tindak pidana korupsi sebagai perilaku menyimpang dengan berbagai modus

baik untuk memperkaya diri sendiri , keluarga, orang lain maupun korporasi secara
melanggar hukum atau melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Hal tersebut mencakup tindakan seperti suap ( gratifikasi ) atau memberi hadiah dengan
cara menyalah gunakan kekuasaan atau kewenangannya pada jabatan dalam dinasnya,
Nepotisme ( kedudukan sanak saudaranya ) khususnya dalam pemberian jabatan atau
dalam bentuk perlindungan lain dengan alasan asal usul atau penyalah gunaan
wewenang / kekuasaan karena jabatan atau kedudukan dengan cara

menggunakan

sumber penghasilan Negara untuk kepentingan pribadinya, orang lain atau korporasi
maupun dalam bentuk tindakan koruptif lainnya 3 .
Oleh karena itu di dalam penanganan kasus korupsi tersebut yang perlu di pahami yakni
modus, karakteristik dan perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi sebagaimana
tersirat didalam UU no. 31 th 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi, di
samping peraturan perundang-undangan lainnya perlunya untuk di pahami karena tindak
pidana korupsi dapat terjadi di semua lini birokrasi yang memiliki aturan-aturan hukum
masing-masing di dalam institusinya oleh karena itu pertama yang perlu di bahas yakni
Modus dari tindak pidana korupsi seperi tersebut di bawah ini ;.
1.

Bahwa modus atau bentuk-bentuk penyimpangan dalam Tipikor sebagai berikut :


1)

Kebijakan , perintah , disposisi Pejabat bertentangan dengan aturan yang


berlaku.

2)

Merubah , menginterprestasikan aturan yang ada atau mengatur sendiri.

pemerintahan yang bersih dan bebas KKN th 2007 di Hotel Jayakarta Jakarta.
Sarworini kajian Sosiologis dalam memerangi tindak pidana korupsi terstruktur, Surabaya DarmaWangsa Press 1908 hal 72. Bahwa rumusan pengertian tindak pidana korupsi, dapat memberikan
Sumbangsih terhadap rumusan hukum positif yang menggambarkan bahwa korupsi menyangkut
segi moral, sifat dan keadaan yang jelek, penyalah gunaan Jabatan dalam instansi aparatur pemerintah , penyelewengan kekuasaan karena faktor ekonomi dan politik serta pemenpatan keluarga
orang atau kelompok ke dalam dinas dibawah kekuasaan. Syaiful Dinar KPK & Korupsi hal-8.

3
3)

Merubah ( mark up ) spesifikasi atau merubah harga.

4)

Mengurangi volume ( isi ) barang.

5)

Merubah , membuat dokuman / data-data fiktif ( palsu ) berupa catatan


keuangan, buku-buku dan bon-bon dsb.

2.

6)

Transaksi fiktif.

7)

Pemotongan anggaran yang tak semestinya.

8)

Membebankan kebutuhan pribadi ke dalam dinas.

9)

Pengadaan barang & jasa tidak prosedural ( fiktif ).

Kemudian yang dimaksud Karakteristik didalam tindak pidana korupsi adalah sebagai
berikut :
1)

Perbuatannya di dahului pelanggaran pidana umum.

2)

Menyalah gunakan wewenang / jabatan ( A Buse Of Power ).

3)

Merugikan keuangan Negara / perekonomian negara.

4)

Sistimatik dan terorganisir ( Organized crime ) tidak perorangan ( stand a lone ).

5)

Memiliki otoritas di bidang keuangan.

6)

Dikemas dengan bukti-bukti dan peraturan-peraturan yang seakan-akan sudah


prosedur dan benar sesuai aturan.

7)

Kasus tipikor cenderung terkait dengan peraturan perundang-undangan lain /


lihat modusnya.

8)

Terkadang keterkaitan dengan Bank , lembaga keuangan lain.

9)

Pelaku korupsi dominan oleh orang-orang intelektual .

10) Terdiri dari berbagai jenis tindak pidana korupsi seperti tipikor yang merugikan
keuangan negara , tipikor dengan cara menyuap ( gratifikasi) , tipikor dengan
cara pemerasan dan korupsi dalam bentuk lainnya ( hambat penyidikan ,
penuntutan dan pemeriksaan di pengadilan serta tidak memberikan keterangan
dengan benar hartanya dan harta kekayaan suami / istri dan anaknya. 4.
11) Bahwa Tindak pidana korupsi merupakan delik formil artinya adanya tindak
pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang
dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat.
3.

Disamping itu tidak kalah pentingnya adalah apa yang di maksud dengan perbuatan

melawan hukum oleh pejabat ( PNS, Penyelenggara Negara ) dalam tindak pidana korupsi
tersebut dan menurut Wiryono Projodikoro dalam bukunya Pokok-pokok Hukum Pidana
Indonesia menerangkan bahwa perbuatan melawan hukum dapat di bedakan menjadi 2
4

Di sampaikan dalam seminar sehari di Pusdik Serse Mega Mendung Bogor tahun 2011.

4
bagian yakni dalam arti sempit artinya bahwa perbuatan melawan hukum tertulis ( formal )
dan perbuatan melawan hukum dalam arti luas artinya bahwa perbuatan melawan hukum
dimaksud baik tertulis maupun tidak tertulis khusus perbuatan melawan hukum yang tidak
tertulis bahwa perbuatannya menyimpang dan tidak sesuai dengan nilai-nilai kehidupan
dalam masyarakat, kemudian perbuatan melawan hukum di dalam pasal 2 ayat 1 UU no.
31 th 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi mencakup perbuatan melawan
hukum dalam arti Formil maupun Materiil yakni meskipun perbuatan tersebut tidak diatur
dalam peraturan perundang-undangan namun perbuatan tersebut dianggap tercela dan
tidak sesuai rasa keadilan dalam masyarakat maka perbuatan tersebut dapat di pidana.
Bahwa unsur-unsur ( Elemen of crime ) yang di rumuskan dalam ketentuan UU tindak
pidana korupsi tentang perbuatan melawan hukum yakni manusia atau korporasi,
Menurut Baharudin Lopa terdapat sebelas penyebab terjadinya Tipikor yaitu :
1. Kerusakan Moral.
2. Kerusakan Sistim.
3. Rawan Sosial Ekonomi.
4. Ketidak tegasan dalam penegakan Hukum ( Law Enforcement ).
5. Seringnya pejabat minta sumbangan kepada Pengusaha.
6. Pungli.
7. Ketidak mengertian tentang Tipikor.
8. Penyelenggaraan Pemerintah dan pembangunan yang serba tertutup
9. Masih perlunya peningkatan mekanisme kontrol oleh DPR.
10. Masih lemahnya perundang-undangan.
11. Gabungan dari sejumlah faktor penyebab (aspek individu aspek organisasi dan
aspek peraturan perundangan lainnya).
ASPEK INDIVIDU.
1.

Sifat tamak ( serakah )

2.

Mental.

3.

Penghasilan yang selalu kurang.

4.

Gaya hidup konsumtif.

5.

Mengesampingkan ketentuan-2 / ajaran agama.

6.

Di lingkungan yang sering terjadi tindakan koruptif.

7.

Kekeliruan mengartikan Budaya dengan korupsi.

5
ASPEK ORGANISASI.
1.

Lemahnya sistem Wasdal.

2.

Pejabat cenderung menutupi tindakan korupsi.

3.

Sistem akuntabilitas tidak transparan.

4.

Job Discription tidak berjalan semestinya ( amburadul )

ASPEK PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN.


1.

Monolistik peraturan perundang-undangan atau tumpang tindih yang mengatur


masalah tertentu.

2.

Normanya kabur / tidak jelas / ganda.

3.

Tidak paham perbuatan melawan hukum oleh sebagian Pejabat

( PNS dan

Penyelenggara Negara ).
Bahwa kasus korupsi yang sekarang sedang mencuat seperti Kasus Suap Import
daging, suap oleh Advokat , kasus suap SKK Migas , kasus Hambalang dan kasus
pengadaan Simulator SIM maupun kasus korupsi besar lainnya.
Sementara ini kasus korupsi di Indonesia seperti tersebut diatas sudah dapat di golongkan
sebagai kejahatan luar biasa ( Extra Ordinary Crime) sehingga ketersediaan dan
keberadaan perangkat hukum yang canggih seperti alat-alat penyadap dan alatalat
lainnya, institusi penegak hukum yang sangat kuat dan bersih perlu di prioritaskan dan yang
salah satunya adalah Lembaga Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) yang perlu kita
dukung keberadaannya dan berdasarkan UU no. 30 th 2002 tentang KPK oleh karena itu ,
lembaga anti rasuah ini di berikan kewenangan yang lebih luas di dalam penegakan hukum
tindak pidana korupsi sehingga mampu menyelesaikan kasus-kasus besar korupsi dan
selalu mengungkap perbuatan korupsi oknum pejabat yang terjadi di Negara kita tercinta
ini..
Bahwa rakyat Indonesia sepakat bahwa korupsi harus di berantas dan di cegah secepat
mungkin karena korupsi sudah terbukti menyengsarakan rakyat dan bahkan sudah
merupakan pelanggaran hak-hak ekonomi dan sosial rakyat Indonesia 5.

Baharudin Lopa , masalah korupsi dan pemecahannya .


Jakarta Kipas putih aksara 1977, hal 171-172, Syauful Achmad Dinar, KPK dan Korupsi hal 9,
bahwa korupsi merupakan kejahatan kerah putih yang di lakukan secara systematis, tersembunyi dan
berlindung di balik peraturan formal. Tipikor bukan hanya merugikan keuangan Negara tetapi telah
melanggar hak sosial ekonomi masyarakat.

6
4 Bagaimanakah bentuk penyimpangan kasus korupsi
Menurut penelitian Direktorat III & WCC Bareskrim Polri tahun 2008 disampaikan
pada diskusi panel di Pusdik Serse Mega Mendung Bogor bahwa Modus operandi kasus
korupsi di lakukan dengan cara diantaranya terhadap kebijakan-2 pejabat / penyelenggara
negara bertentangan dengan ketentuan yang ada ( dalam bentuk segala kebijakan) dan
untuk kasus korupsi lainya seperti dalam hal pembanguan terjadi pembuatan dokumen fiktif
/ palsu dalam administrasi / keuangan, melakukan penggelapan uang potongan dalam
bentuk rabat serta keuntungan yang merupakan hak negara sebagaimana UU no. 1 th 2004
tentang Perbendaharaan Negara , contoh diantara kasus-kasus tipikor yang telah
terungkap seperti pemotongan prosentase dana dari hasil penjualan / lelang barang-barang
bekas milik negara ( BUMN / D ) penggunaan dana DAU di Depag RI, penggunaan uang
Jamsostek, penggunaan fasilitas BUMN maupun kasus-kasus besar korupsi yang terjadi di
negara Indonesia yang terungkap dan pelakunya di vonis sesuai hukum yang berlaku dan
telah di sita harta hasil korupsinya untuk di kembalikan kepada Negara
5

Untuk jenis perbuatan yang merupakan TIPIKOR.


Dalam tindak pidana Korupsi menurut UU no. 31 th 1999 jo UU no. 20 th 2001 tentang

pemberantasan tindak pidana korupsi bahwa perbuatan korupsi di bagi beberapa katagori
yaitu korupsi yang dapat merugikan keuangan negara (kekayaan negara dalam segala
bentuk) / perekonomian negara , korupsi yang tidak merugikan keuangan negara seperti
penyuapan

(gratifikasi ), menerima hadiah, pemerasan dan menjanjikan sesuatu kepada

pejabat / PNS dan penyelenggara negara maupun tindakan korupsi dalam bentuk lainnya,
seperti mencegah / merintangi , mengagalkan penyidikan, penuntutan mau-pun
pemeriksaan di pengadilan dan tindakan tidak memberikan keterangan dengan benar
tentang harta-hartanya, termasuk harta suami / istri dan anaknya.
Penegak hukum kasus korupsi ( kpk. Jaksa , polri ) perlu tegas dan konsisten dan tidak
tebang pilih
C.

Bahwa di dalam penegakan hukum ( Law Enforcement ) Tipikor di gunakan metode

Analisis Yuridis Komprehensif sebagai pemecahan permasalahan kasus-kasus Korupsi


yaitu dengan pendekatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan dengan melihat
modus operandinya dari pada kasus tipikor itu sendiri.
Misalnya :

Di sampaikan dalam diskusi panel tahun 2008, di Pusdik Serse Mega Mendung Bogor.

7
1.

Kasus Tipikor Dana Abadi Umat ( DAU ) haji Deppag RI , maka peraturan
perundang-undangan, adalah UU no. 31 / 1999 Jo UU no. 20/2001 ttg
pemberantasan Korupsi, UU no. 17 / 2003 ttg keuangan Negara RI. UU no.
9/2005 ttg pelaksanaan haji, maupun peraturan-peraturan lainnya.

2.

Kasus Tipikor Jamsostek, di samping UU Tipikor juga UU no. 13/2003 ttg Tenaga
kerja, UU no. 17/2003 ttg BUMN, UU no. 40/2007 ttg PT dan peraturan-peraturan
lainnya.

3.

Sedang terhadap kasus-kasus Tipikor jenis suap ( gratifikasi , peras dan tipikor
lainnya di samping UU tipikor ), juga UU yang menjadi dasar hukumnya dimana
pejabat / PNS dan penyelenggara negara / PNS ybs berdinas hal ini sebagai
pertanggung jawaban dan bukti adanya perbuatan melawan hukum bagi yang
bersangkutan.

4.

Dengan berlakunya UU no. 8 th 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan


tindak pidana pencucian uang maka dalam menangani kasus-kasus tindak
pidana korupsi ( Tipikor ) perlu mencantumkan ketentuan-ketentuan / pasal-pasal
di dalam UU no. 8 th 2010 guna mempermudah dan mempercepat menyita
barang hasil korupsinya yang di sembunyikan atau menghilangkan asal usul
barang hasil korupsinya dan oleh karena itu pertanyaannya dari manakah kasus
korupsi tersebut diketahui dan ditangani penyidik.
Bahwa penyelidikan dan penyidikan terhadap kasus Tipikor pada masing-masing
penyidik ( Jaksa, Polri dan KPK ) dengan cara antara lain :
a. Melalui laporan / pengaduan dari satuan pengawas internal ( SPI ) , pada
instansi yang bersangkutan.
b. Melalui pengawas eksternal ( BPK ) dengan pelaksanaan audit keuangan
negara.
c. Melalui lembaga PPATK .
d. Masyarakat yang mengetahui adanya tindakan korupsi.
e. Aparat penegak hukum y ang mengetahui dan ada bukti bukti bahwa telah
terjadi korupsi / terangkap tangan [ vide bukti petunjuk pasal 26 A UU no. 20
th 2001 tentang Perubahan UU no 31 th 1999 tentang Pemberantasan
Tipikor ].
Bahwa di luar kasus Tipikor seperti ( peras, suap / gratifikasi ) dan tertangkap
tangan maka penyidik / penyelidik melakukan upaya penyelidikan yang tajam
dalam artian pengumpulan barang bukti dan keterangan yang cukup ( pul baket

8
vide pasal 5 ayat 1 huruf a angka 2 KUHAP ) sehingga mempermudah dalam
proses penyidikan kasus tipikor selanjutnya dan kemudian di gelarkan kasus
tersebut jika cukup bukti dan menemukan unsur pidananya maka ditindak lanjuti
penyidikannya hingga tuntas dan kemudian diteruskan dengan pelimpahan
tersangka dan barang buktinya kepada Jaksa Penuntut Umum ( JPU ) guna di
sidangkan di pengadilan.
Untuk penegakan hukum perlu adanya peran serta dari seluruh elemen
masyarakat / LSM secara bersama-sama ikut mengawasi jalannya penegakan
hukum dari proses penyidikan hingga pemeriksaan di pengadilan serta tidak
kalah pentingnya peran serta mass media cetak ataupun elektronik guna
memblow up secara terus menerus supaya dapat terungkap dengan tuntas
seluruh pelaku Tipikornya dan menyita seluruh barang bukti hasil korupsinya
dengan memperhatikan prinsip-prinsip pembuktian pada sistim peradilan pidana
Indonesia 7.
D

Bahwa di dalam Penegakan hukum kasus korupsi , yang bertindak sebagai penyelidik

dan penyidiknya di samping dari Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) sebagaimana


di maksud di dalam UU no. 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK )
juga dari unsur penyidik Kejaksaan maupun penyidik Kepolisian hal ini sesuai dengan pasal
17 PP 27 tahun 1983 tentang Peraturan pelaksanaan KUHAP bahwa penyidik di dalam
tindak pidana tertentu adalah Jaksa. Polisi dan Pejabat lain yang di tentukan oleh UU. Jika
penyidik Polri yang menangani Tipikor maka sangat tergantung dengan jaksa penuntut
umum ( J PU ) dari Kejaksaan untuk sempurnanya dari hasil penyidikan terhadap kasus
korupsi tersebut dan Jaksa dalam kasus Tipikor juga diberikan kewenangan melakukan
penyidikan tindak pidana korupsi , untuk penyidik dari kejaksaan maka agak lebih mudah
untuk melimpahkan berkas perkara , tersangka dan barang buktinya ke pengadilan karena
baik penyidik Kejaksaan maupun Penuntut Umumnya adalah satu instansi yaitu Kejaksaan
Negara RI dan berbeda lagi jika penyidik yang menangai kasus tipikor tersebut dari Komisi
pemberantasan korupsi ( KPK) akan lebih mudah untuk di limpahkan berkas perkara ,
tersangka dan barang buktinya ke pengadilan tipikor karena undang-undang no. 30 th
2002 tentang Komisi Pembarantasan Korupsi memberikan kewenangan yang lebih besar
7

Soebakti , hukum pembuktian , hal 48 , Hakim dalam menjatuhkan putusannya minimal dua alat
Bukti yang syah ditambah keyakinan Hakim.
Alat-alat bukti yang syah yakni keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk dan keterangan
terdakwa.

9
di bandingkan kewenangan yang di berikan kepada penyidik Polri dan Kejaksaan , oleh
sebab itu penyidik KPK lah yang banyak mengungkap kasus-kasus korupsi besar seperti
tersebut di atas.
E

Terhadap pelaku tindak pidana korupsi & keuangan negara / Perekonomian Negara.
Bahwa yang dapat di jadikan sebagai pelaku tindak pidana korupsi berbeda dengan

tindak pidana umum sebagaimana yang di atur di dalam KUHP dan KUHAP , di dalam
tindak pidana korupsi bahwa pelaku di samping orang perorang atau kelompok orang maka
Korporasi tidak tertutup kemungkinan juga sebagai pelaku tindak pidana korupsi hal ini
dapat di lihat dari unsur-unsur perbuatan pidananya ( Element of crime ) seperti dapat di
lihat tersebut dalam pasal 2 ayat ( 1 ) UU no. 31 th 1999 tentang Pemberantasan tindak
pidana korupsi yaitu Setiap orang yang secara melawan hukum, melakukan perbuatan
memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan
keuangan negara, atau perekonomian negara di pidana dengan pidana penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda
paling sedikit 200 juta rupiah dan paling banyak 1 milyar rupiah, bahwa dengan melihat
unsur yang terdapat di pasal 2 tersebut di atas maka pelakunya adalah setiap orang tidak
harus PNS atau Penyelenggara Negara , tetapi orang yang berstatus swasta dapat di
kenakan pasal 2 ini, sedangkan pengertian korporasi adalah kumpulan orang atau
kekayaan yang terorganisasi baik yang merupakan badan hukum maupun bukan badan
hukum , dengan demikian Badan Hukum maupun non badan hukumpun dapat sebagai
subyek hukum dalam tindak pidana korupsi 8.
Sedangkan di dalam pasal 3 UU no. 31 th 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana
korupsi yang berbunyi setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi , menyalah gunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena Jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara di pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara
paling singkat 1 tahun dan paling lama 20 tahun dan denda paling sedikit 200 juta rupiah
dan atau denda paling sedikit 50 juta rupiah dan paling banyak 1 milyar rupiah , menyimak
di dalam pasal 3 tersebut bahwa subyek

delik ( pelaku tindak pidana korupsi ) adalah

harus Pejabat negara ( baik PNS atau penyelenggara negara ), dan terhadap pejabat
negara ini dapat di lihat di dalam UU no. 28 th 1999 tentang Penyelenggara Negara yang

Pasal 1 butir 1 UU no. 31 tahun 1999 tentang Pemberantasab tindak pidana korupsi.

10
bersih bebas dari korupsi , kolosi dan nepotisme ( KKN ) dan di dalam pasal 2
menyebutkan penyelenggara negara antara lain :
1.

Pejabat pada Lembaga tertinggi negara.

2.

Pejabat pada lembaga tinggi negara.

3.

Menteri.

4.

Gubernur.

5.

Perwakilan Negara di luar negeri / Duta besar.

6.

Wakil Gubernur, Bupati / Walikota.

7.

Pejabat

lain

yang

mempunyai

fungsi

strategis

yang

berhubungan

dengan

penyelenggaraan negara :
a.

Direksi, Komisaris, Pejabat struktural BUMN/D.

b.

Pimpinan Bank Indonesia dan pimpinan BPPN.

c.

Pimpinan Perguruan Tinggi Negeri.

d.

Pejabat eselon I dan pejabat lain yang disamakan di lingkungan Sipil , Militer dan
Polri.

e.

Jaksa.

f.

Penyidik

g.

Panitera.9.

Sedang Pegawai Negeri ( PNS ) menurut pasal 1 angka 1 UU no. 43 th 1999 tentang
Pokok kepegawaian adalah :

Setiap warga negara RI.

Telah memenuhi syarat-syarat yang ditentukan.

Diangkat oleh Pejabat yang berwenang.

Di serahi tugas dalam suatu jabatan negara.

Di gaji berdasarkan peraturan perundang-undangan.

Menurut pasal 1 butir 2 UU no. 31 th 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana


korupsi bahwa yang masih tergolong Pegawai Negeri meliputi :
a

Pegawai Negeri sebagaimana tentang UU Kepegawaian

Pegawai Negeri di maksud dalam KUHP.

Orang yang terima upah atau gaji dari Keuangan Negara atau daerah.

Orang yang terima upah atau gaji dari korporasi yang terima bantuan Keuangan
Negara atau daerah.

Pasal 2 UU no. 28 tahun 1999 tentang Penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas KKN

10

11
e.

Orang yang terima upah atau gaji dari korporasi lain yang pergunakan modal
atau fasilitas dari Negara dan masyarakat.

Karena salah satu unsur yang ada di ketentuan UU no. 31 th 1999 Jo UU no. 20 th
2001 tentang Perubahan pemberantasan Tipikor adalah penyelenggara negara dan
pegawai negeri ( PNS )
F

Keuangan Negara & Perekonomian Negara.


Di dalam tindak pidana korupsi di kenal dengan sebutan korupsi yang menimbulkan

kerugian keuangan negara / perekonomian negara [ vide pasal 2 dan 3 UU no. 31 th 1999 ]
dan di penjelasan umum dalam UU no. 31 th 1999 telah diuraikan bahwa Keuangan
negara adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang di pisahkan atau tidak
dipisahkan , termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala hak dan
kewajiban yang timbul karena :
a.

Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan pertanggung jawaban pejabat lembaga


negara baik di tingkat pusat maupun daerah.

b.

Berada dalam

penguasaan, pengurusan dan pertanggung jawaban BUMN/D,

Yayasan , Badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal pihak ketiga
berdasarkan perjanjian dengan negara.
Sedang Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian negara yang di susun
sebagai usaha bersama berdasarkan Azas Kekeluargaan atau usaha masyarakat secara
mandiri berdasar kebijakan pemerintah baik di pusat maupun daerah yang bertujuan
memberikan manfaat kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat 10.
Menurut pasal 1 butir 1 UU no. 17 th 2003 tentang Keuangan negara menyebutkan bahwa
keuangan negara adalah semua hak dan kewajiban negara yang dapat di nilai dengan
uang, serta segala sesuatu baik berupa uang maupun berupa barang yang dapat di jadikan
milik negara berhubunh dengan hak dan kewajiban tersebut 11.
Bahwa unsur-unsur keuangan negara / perekonomian negara tersebut telah di atur di
dalam pasal 2 dan pasal 3 UU no. 31 th 1999 tentang pemberantasan tindak pidana
korupsi.
G

10
11

Pembuktian terbalik.

Penjelasan Umum UU no. 31 th 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.


Pasal 1 butir 1 UU no. 17 th 2003 tentang Keuangan Negara.

11

12
Bahwa pembuktian terbalik oleh Tsk atau Tdw sebenarnya dalam KUHAP telah diatur
disamping dalam UU no. 31 th 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi .
Pada saat pemeriksaan dihadapan Penyidik
A.

Pasal 116 ayat (3) KUHAP bahwa tersangka wajib di beri kesempatan ajukan saksi
yang meringankan [ dalam bentuk keterangan saksi dan bukti].

B.

Pasal 28 UU no.31 th 1999 tentang Pemberantasan tindak pidana korupsi bahwa


tersangka wajib berikan keterangan hartanya dan harta istri / suami dan anakanaknya, harta setiap orang atau korporasi yang ada hubungannya dengan tindak
pidana korupsi yang di lakukan tersangka.

Pada saat pemeriksaan sidang Pengadilan .


A.

Pasal 37 A , UU no. 20 th 2001, bahwa terdakwa wajib memberikan keterangan


hartanya dan harta istri atau suami dan anaknya, harta setiap orang atau korporasi
yang ada hubungan dengan tindak pidana yang di lakukan oleh terdakwa.

B.

Pasal 38 B , UU no. 20 th 2001, bahwa terdakwa wajib buktikan sebaliknya terhadap


harta miliknya yang belum di dakwakan yang di duga berasal dari tidak pidana.

Pembuktian terbalik ini memberikan kesempatan kepada tersangka / terdakwa bahwa ybs
tidak melakukan korupsi ataupun bahwa barang yang didapat bukan merupakan hasil
perbuatan korupsi yang disangkakan / di dakwakan kepadanya.
Untuk alat-alat bukti yang syah berupa petunjuk sebagaimana di atur di dalam pasal 26 A
UU no. 20 th 2001 tentang Perubahan pemberantasan tindak pidana korupsi , bahwa alat
bukti yang syah berupa petunjuk khusus terhadap tindak pidana korupsi juga dapat di
peroleh :
a.

Alat bukti lain berupa informasi yang di ucapkan , di kirim , di terima atau di
simpan secara elektronik , dengan alat optik.

b.

Dokumen yang berupa rangkuman data atau informasi yang dapat di lihat, di
baca , di dengar atau tertuang di atas kertas maupun rekaman secara elektronik ,
berupa tulisan suara, gambar , foto , peta , huruf , tanda , angka atau perforasi
yang memiliki makna.

Bahwa bukti-bukti tersebut diatas sangat membantu didalam penegakan hukum Tipikor
yang di kenal sulit pengungkapannya.
H

Pengembalian kekayaan Negara.

12

13
Strategi di dalam penegakan hukum ( Law Enforcement ) tindak pidana korupsi
tidaklah cukup dengan hanya mengandalkan ketentuan-ketentuan UU no. 31 th 1999 Jo UU
no. 20 th 2001 tentang perubahan pemberantasan tindak pidana korupsi, oleh sebab itu
dalam rangka pengembalian uang negara dalam segala bentuk yang telah di jarah dan
disembunyikan oleh para pelaku korupsi maka strategi di dalam penegakan hukum
khususnya di dalam penyidikan ( KPK , Jaksa , Polri ) perlu menempatkan ketentuanketentuan atau pasal-pasal di dalam UU no. 8 th 2010 tentang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang baik terhadap pelaku pencucian Aktif , Pasif
maupun bagi mereka yang menikmati dari hasil tindak pidana pencucian uang tersebut ,
sehingga harta-harta / barang hasil korupsi yang di simpan / di titipkan di segala tempat
dapat terjangkau untuk di sita guna kepentingan penyidikan,penuntutan maupun
pemeriksaan di sidang pengadilan.
Sebagai contoh di dalam persidangan kasus tindak pidana korupsi pengadaan alat
simulator SIM a/n Tdw JKS dan kasus tindak pidana Impor daging a/n Ftnh maka penyidik
KPK menerapkan di samping pasal 2, 3 UU no. 31 th 1999 Jo UU no. 20 th 2001 juga
menerapkan pasal 2, pasal 3, pasal 4 UU no. 8 th 2010 tentang pencegahan dan
pemberantasan tindak pidana pencucian uang sehingga uang / kekayaan negara yang di
sembunyikan di segala tempat dan dalam segala bentuk mudah untuk dapat di sita untuk di
jadikan bukti di pengadilan dengan harapan setelah dinputus pengadilan yang telah
mempunyai kekuatan hukum tetap ( Inkracht ) pelakunya di hukum berat dan harta yang di
sita di kembalikan kepada negara.
I

Peran PPATK.
PPATK sebagai Financial Intelligence Unit , tidak memandang pelaku sebagai

birokrat , tehnokrat , legeslatif, eksekutif maupun yudikatif.


Di dalam pasal 3 UU no. 8 th 2010 tentang pencegahan dan pemberantasan tindak pidana
pencucian uang

menyebutkan Setiap orang yang menempatkan , mentrasfer ,

mengalihkan , membelanjakan , membayarkan , menghibahkan , ubah bentuk , menukar


dengan mata uang atau surat berharga atau perbuatan lain yang diketahui atau patut di
duga merupakan tindak pidana , dengan tujuan menyembunyikan dan menyamarkan asal
usul harta kekayaan di pidana karena pidana pencucian uang atau dapat di sebut tindak
pidana pencucian uang AKTIF dan yang di sebut sebagai tindak pidana pencucian uang
PASIF adalah setiap orang yang terima ,kuasai penempatan,pentransferan,pembayaran,
hibah termasuk mereka yang menikmati hasil dari tindak pidana pencucian uang seperti
13

14
tersebut dalam pasal 4 UU no 8 tahun 2010 tentang pencegahan pemberantasan tindak
pidana pencucian uang.
Kemudian wewenang PPATK ( Pusat Pelayanan dan Analisis Transaksi Keuangan ) adalah
mengumpulkan , menyimpan , menghimpun , menganalisis , mengevaluasi informasi yang
di peroleh dari penyedia jasa keuangan selanjutnya PPATK menyampaikan kepada
penyidik ( KPK; JAKSA, POLRI ) untuk di kembangkan dengan mencari bukti bukti lain
terhadap kasus tipikor tersebut 12.
J

Peran Bank.
Bank adalah salah satu tempat yang rawan sebagai praktek berbagai tindak pidana

kejahatan diantaranya perbuatan korupsi dan pencucian uang serta tindakan-tindakan lain
yang dilakukan adalah melalui berbagai bentuk transaksi
Bahwa data-data Nasabah Bank, pada umumnya tidak ada aturan yang baku sehingga
uang yang disimpan ke dalam bank tentunya tidak tertutup kemungkinan yang diperoleh
dari hasil kejahatan yang di tindak lanjuti dengan upaya pencucian uang supaya uang yang
di peroleh dari kejahatan tersebut uangnya menjadi uang yang syah ( halal ).
Oleh sebab itu dalam rangka pencegahan peran Bank Indonesia selaku Bank Central /
Bank Pengawas haruslah di optimalkan dengan cara koordinasi dengan Lembaga terkait
seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan ( PPATK ) , Badan Pengawas
Pusat Pasar Modal dan Lembaga Keuangan lainnya ( BAPEPAM ) .
Terhadap Industri Non Bank yang dapat pula di pergunakan sebagai sarana alat melakukan
kejahatan ( Korupsi , pencucian uang dsb ) tetap di perlukan pengawasan yang ketat
seperti di lakukan oleh Bank-bank dengan cara membuat keseragaman sistem administrasi
kependudukan melalui program E-KTP ( KTP Nasional ) hal ini dapat mempermudah
mencegah terhadap kegiatan nasabah yang berniat melakukan tindak kejahatan
cara

melakukan

transaksi

transaksi

fiktif

guna

menyembunyikan

13

, dengan

uang

hasil

kejahatannya / korupsi dsb.


K e s i m p u l a n.
Bahwa dari uraian dan pembahasan tsb di atas dapat di simpulkan;
1.

Bahwa dengan memahami materi tentang tindak pidana korupsi

seperti khususnya

Modus , Karakteristik dan perbuatan melawan hukum tindak pidana korupsi maka
12
13

Ibid hal 87
http/www.anneakira.com /pencucianuang.htm ( di akses pada 5 Juli 2012)
Philip Darwin, money laundring hal 98.

14

15
minimal sebagai bekal bagi seseorang untuk tidak berbuat korupsi ataupun sebagai
sarana pengawasan terhadap orang lain supaya tidak melakukan korupsi.
2.

Dalam penanganan TIPIKOR perlu penerapan ketentuan-ketentuan UU no. 8 th 2010


tentang Pencegahan dan pemberantasan TPPU dalam hal ini mempermudah melacak
dan menyita harta kekayaan negara yang telah di jarah dan di korupsi para pelaku
Tipikor.

S aran.
Bahwa dari kesimpulan tsb di atas dapat di sarankan ;
1.

Para Pejabat / PNS / Penyelenggara Negara perlu mendalami tentang materi hal-hal
yang berkait dengan tipikor khususnya tentang modus , kerakteristik dan perbuatan
melawan hukum Tipikor dengan pendalaman materi ini sebagai sarana untuk
mencegah dan pemberantasan jika terjadi tindakan korupsi .

2.

Perlu penerapan ketentuan terhadap UU no. 8 th 2010 tentang pencegahan dan


pemberantasan tindak pidana pencucian uang oleh aparat Gakkum, Tipikor dan,
supaya tidak ragu-ragu dalam melakukan penegakan hukum tipikor khususnya
terhadap tindakan penyitaan harta kekayaan hasil korupsi dalam segala bentuk yang
di simpan dimanapun keberadaanya.

P e n u t u p.
Demikian materi Pemberantasan Korupsi ini di sampaikan sebagai bahan masukan
bagi peserta seminar guna menambah wawasan ilmu pengetahuan khususnya hukum
pidana korupsi.

DAFTAR - PUSTAKA
Indriyanto Seno Adji , Korupsi kebijakan Aparatur Negara dan Hukum pidana, Jakarta, CV
Dirdit Media , 2007.
H. Setyono , kejahatan korporasi , analisis viktimologi dan pertanggung jawaban korporasi
dalam hukum pidana Indonesia , Malang , Penerbit Bayu Media Publishing , 2003

15

16

Syaiful Achmad Dinar, KPK & korupsi dalam studi kasus, Jakarta , Penerbit Cintya Press
2012.
Teguh Sulistya & Aria Zumetti, Hukum Pidana , Jakarta, Penerbit Rajawali Press 2011.
Ahmad Rifai, Penemuan Hukum dalam Perspektif Hukum progresif, Jakarta, Penerbit Sinar
Grafika 2010.
Satjipto Raharjo, Penegak Hukum Progresif, Jakarta, Penerbit Kompas 2010.
Piter Mahmud Marzuki, Pengantar Ilmu Hukum, Jakarta, Penerbit Kencana Prenada Media
Group, 2009.
Marwan Efendi, Sistem Peradilan Pidana, Penerbit Ciputat Jakarta , 2012
Fokus Media, Pemberantasan tindak pidana korupsi, Penertbit Bandung, 2005.
Philips Darwin, Money laundering, cara memahami dengan tepat dan benar pencucian
uang, Penerbit Sinar Ilmu, Jakarta 2012.

16

You might also like