You are on page 1of 38

REFERAT

PENYAKIT MENIERE

Pembimbing :
Dr. Anna Maria Suciaty, Sp.THT

Penyusun :
Aditya Prabawa
030.06.012

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT TELINGA HIDUNG DAN


TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT DR.H. MARZOEKI MAHDI BOGOR
PERIODE 5 JULI 2010 7 AGUSTUS 2010
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI JAKARTA
0

BAB I
PENDAHULUAN

Pada tahun 1861, dokter asal Prancis bernama Prosper Meniere menggambarkan sebuah
kondisi yang sekarang kondisi tersebut diabadikan dengan menggunakan namanya. Penyakit
Meniere adalah kelainan telinga bagian dalam yang menyebabkan timbulnya episode vertigo
(pusing berputar), tinnitus (telinga berdenging), perasaan penuh dalam telinga, dan gangguan
pendengaran yang bersifat fluktuatif. Adapun struktur anatomi telinga yang terkena dampaknya
adalah seluruh labirin yang meliputi kanalis semisirkularis dan koklea.
Pendapat ini kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan Cairn tahun 1938, dengan
ditemukannya hidrops endolimfa setelah memeriksa tulang temporal pasien dengan dugaan
menderita penyakit Meniere.
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.
Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden
penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia(1).
Serangan khas penyakit Meniere didahului oleh rasa penuh di satu telinga. Gangguan
pendengaran yang bersifat fluktuatif dan dapat juga disertai tinitus. Sebuah episode penyakit
Meniere umumnya melibatkan vertigo (berputar), ketidakseimbangan, mual dan muntah.
Serangan rata-rata berlangsung selama dua sampai empat jam. Setelah serangan yang parah,
kebanyakan pasien mengeluhkan kelelahan dan harus tidur selama beberapa jam. Ada beberapa

variabilitas dalam durasi gejala. Beberapa pasien mengalami serangan singkat sedangkan
penderita lainnya dapat mengalami ketidakseimbangan yang konstan.
Beberapa penyakit memiliki gejala yang mirip dengan penyakit Meniere. Dokter
biasanya menegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik telinga. Beberapa
pemeriksaan dilakukan seperti pemeriksaan audiometri, CT-Scan kepala atau MRI dilakukan
untuk menyingkirkan suatu tumor saraf kranial ke delapan (Vestibulocochlear) serta penyakit
lain dengan gejala serupa. Karena tidak adanya uji yang definitif untuk penyakit Meniere, maka
penyakit tersebut biasanya didiagnosis ketika semua penyebab lain telah disingkirkan(1,2).

BAB II
2

ANATOMI TELINGA

Gambar 1. Struktur anatomi telinga(3)

1. Telinga Luar
Telinga luar meliputi daun telinga ( pinna ) dan liang telinga sampai membrana timpani.
Daun telinga terdiri dari kulit dan tulang rawan elastin. Bentuk rawan ini unik dan dalam
merawat trauma telinga luar harus diusahakan untuk mempertahankan struktur ini. Kulit dapat
terlepas dari rawan di bawahnya oleh hematoma atau pus dan rawan yang nekrosis dapat
menimbulkan deformitas kosmetik pada pinna ( cauliflower ear ).
Liang telinga memiliki tulang rawan pada bagian lateral namun bertulang pada sebelah
medial. Seringkali terdapat penyempitan liang telinga pada perbatasan antara tulang dan rawan
ini. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang telinga
sementara prosesus mastoideus terletak di belakangnya. Liang telinga berbentuk menyerupai
3

huruf S dengan panjang sekitar 3 cm. Pada sepertiga bagian luar kulit liang telinga terdapat
banyak kelenjar serumen dan rambut sedangkan pada duapertiga dalamnya hanya sedikit
dijumpai kelenjar serumen.
Peradangan pada bagian telinga ini disebut otitis eksterna. Hal ini terjadi akibat infeksi
bakteri, virus maupun jamur disertai faktor predisposisi berupa kebiasaan mengorek telinga,
kondisi udara dan keadaan klinis tertentu yang menyebabkan penurunan dari sistem imunitas
seperti HIV/AIDS, penggunaan kortikosteroid jangka panjang, radioterapi dan diabetes
mellitus(3,4).
2. Telinga Tengah

Gambar 2. Struktur anatomi detail telinga luar, tengah dan dalam (3)

Telinga tengah yang terisi udara dapat dibayangkan sebagai kotak dengan enam sisi.
Dinding posteriornya jauh lebih luas daripada dinding anteriornya sehingga kotak tersebut
berbentuk baji. Promontorium pada dinding medial meluas ke arah lateral ke arah umbo dari
membrana timpani sehingga kotak tersebut lebih sempit pada bagian tengah.
Telinga tengah berbentuk kubus dengan :
-

Batas lateral : membrana timpani

Batas anterior : tuba eustachius

Batas inferior : bulbus jugularis

Batas posterior : aditus ad antrum, kanalis fasialis pars vertikalis

Batas superior : lantai fossa kranii media

Batas medial : kanalis semisirkularis horizontalis, kanalis fasialis, fenestra ovale, fenestra
rotundum dan promontorium
Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang telinga dan

terlihat obliq terhadap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida sedangkan bagian
bawah disebut pars tensa. Pars flaksida berlapis dua yaitu bagian luar merupakan lanjutan epitel
liang telinga dan bagian dalam dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti mukosa saluran
pernafasan. Pars tensa memiliki satu lapisan lagi ditengah yaitu lapisan yang terdiri dari serat
kolagen dan elastin yang berjalan secara radier di luar dan sirkuler di dalam. Bayangan
penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut umbo. Dari umbo bermula
suatu refleks cahaya ( cone of light ) ke arah bawah, yaitu ke arah pukul 7 untruk membrana
timpani kiri dan pukul 5 untuk membrana timpani kanan. Serabut sirkuler dan radier pada
5

membran timpani pars tensa inilah yang menyebabkan refeks cahaya yang berupa kerucut ini
yang kita nilai.
Di dalam telinga tengah terdapat tulang-tulang pendengaran yaitu maleus, inkus dan
stapes. Tulang pendengaran dalam telinga tengah saling berhubungan. Prosesus longus maleus
melekat pada membran timpani, maleus melekat pada inkus dan inkus melekat pada stapes.
Stapes terletak pada fenestra ovale yang berhubungan dengan kokhlea. Hubungan antara tulangtulang pendengaran adalah persendian.
Pada pars flaksida terdapat daerah yang disebut atik. Pada tempat ini terdapat aditus ad
antrum yang merupakan lubang yang menghubungkan telinga tengah dengan antrum mastoid.
Tuba eustachius termasuk telinga tengah yang menghubungkan daerah nasofaring dengan telinga
tengah. Tuba eustachius berfungsi untuk menjaga keseimbangan tekanan udara dalam cavum
tymphani. Bagian lateral berupa dinding dari tulang dan selalu terbuka, sedangkan di dinding
medial tersusun dari tulang rawan yang biasanya menutup kecuali bila menelan, mengunyah atau
menguap(3,4,5).
3. Telinga dalam

Gambar 3. Struktur anatomi telinga dalam(3)

Bentuk telinga dalam sedemikian kompleksnya sehingga disebut labirin. Telinga dalam
terdiri dari kokhlea yang berupa dua setengah lingkaran dan vestibuler yang dibentuk oleh
utrikulus, sakulus dan kanalis semisirkularis. Labirin (telinga dalam) mengandung organ
pendengaran dan keseimbangan, terletak pada pars petrosus os temporal. Labirin terdiri dari :

Labirin bagian tulang, terdiri dari : kanalis semisirkularis, vestibulum, dan koklea.

Labirin bagian membran, yang terletak didalam labirin bagian tulang, terdiri dari: kanalis

semisirkularis, utrikulus, sakulus, sakus dan duktus endolimfatikus serta koklea.


Antara labirin bagian tulang dan membran terdapat suatu ruangan yang berisi cairan
perilimfe yang berasal dari cairan serebrospinalis dan filtrasi dari darah. Didalam labirin bagian
membran terdapat cairan endolimfe yang diproduksi oleh stria vaskularis dan diresorbsi pada
sakkus endolimfatikus.
Ujung atau puncak kokhlea disebut helikotrema yang menghubungkan perilimfa skala
timpani dan skala vestibuli. Pada irisan melintang di kokhlea tampak skala vestibuli di sebelah
atas, skala timpani di sebelah bawah dan skala media ( duktus kokhlearis ) diantaranya. Skala
vestibuli dan skala timpani berisi perilimfe sedangkan sekala media berisi endolimfe. Dasar skala
vestibuli disebut sebagai membran Reissner sedangkan dasar skala media adalah membrana
basalis yang terletak organ korti di dalamnya. Pada skala media terdapat bagian yang berbentuk
lidah yang disebut membran tektoria dan pada membran basalis melekat sel rambut dalam, sel
rambut luar dan kanalis korti. Membran basilaris sempit pada basisnya ( nada tinggi ) dan
melebar pada apeksnya ( nada rendah ). Terletak diatas membrana basilaris dari basis ke apeks
adalah organ korti yang mengandung organel-organel penting untuk mekanisme saraf perifer
7

pendengaran. Organ korti terdiri dari satu baris sel rambut dalam ( 3.000 ) dan tiga baris sel
rambut luar ( 12.000 ). Ujung saraf aferen dan eferen menempel pada ujung bawah sel rambut.

Gambar 4. Struktur anatomi kokhlea(3)

Bagian vestibulum telinga dalam dibentuk oleh utrikulus, sakulus dan kanalis
semisirkularis. Utrikulus dan sakulus mengandung makula yang diliputi oleh sel-sel rambut.
Menutupi sel-sel rambut ini adalah suatu lapisan gelatinosa yang ditembus oleh silia dan pada
lapisan ini terdapat pula otolit yang mengandung kalsium dan dengan berat jenis yang lebih besar
daripada endolimfe. Karena pengaruh gravitasi maka gaya dari otolit akan membengkokkan silia
sel rambut dan akan menimbulkan rangsangan pada reseptor. Sakulus berhubungan dengan
utrikulus melalui suatu duktus sempit yang merupakan saluran menuju sakus endolimfatikus.
Makula utrikulus terletak pada bidang yang tegak lurus dengan makula sakulus. Ketiga kanalis
semisirkularis bermuara pada utrikulus. Masing-masing kanalis memiliki satu ujung yang
melebar yang membentuk ampula dan mengandung sel-sel rambut krista dan diselubungi oleh
8

lapisan gelatinosa yang disebut kupula. Gerakan dari endolimfe dalam kanalis semisirkularis
akan menggerakkan kupula yang selanjutnya akan membengkokkan silia sel-sel rambut krista
dan merangsang sel reseptor(3,5).

Gambar 5. Anatomi sistem vestibuler(3)

4. Pendarahan ( Vaskularisasi ) telinga


Telinga dalam memperoleh perdarahan dari a. auditori interna (a. labirintin) yang berasal
dari a.serebelli inferior anterior atau langsung dari a. basilaris yang merupakan suatu end
arteri dan tidak mempunyai pembuluh darah anastomosis. Setelah memasuki meatus
akustikus internus, arteri ini bercabang 3 yaitu :
a.

Arteri vestibularis anterior yang mendarahi makula utrikuli, sebagian makula sakuli,
krista ampularis, kanalis semisirkularis superior dan lateral serta sebagian dari utrikulus
dan sakulus.
9

b. Arteri vestibulokoklearis, mendarahi makula sakuli, kanalis semisirkularis posterior,


bagian inferior utrikulus dan sakulus serta putaran basal dari koklea.
c.

Arteri koklearis yang memasuki modiolus dan menjadi pembuluh-pembuluh arteri spiral
yang mendarahi organ Corti, skala vestibuli, skala timpani sebelum berakhir pada stria
vaskularis.

d. Aliran vena pada telinga dalam melalui 3 jalur utama. Vena auditori interna mendarahi
putaran tengah dan apikal koklea. Vena akuaduktus koklearis mendarahi putaran basiler
koklea, sakulus dan utrikulus dan berakhir pada sinus petrosus inferior. Vena akuaduktus
vestibularis mendarahi kanalis semisirkularis sampai utrikulus. Vena ini mengikuti duktus
dan masuk ke sinus sigmoid(3).

5. Persarafan ( innervasi ) telinga


N. akustikus bersama N. fasialis masuk ke dalam porus dari meatus akustikus internus
dan bercabang dua sebagai N. vestibularis dan N. koklearis. Pada dasar meatus akustikus
internus terletak ganglion vestibulare dan pada mediolus terletak ganglion spirale(3,4).

10

BAB III
FISIOLOGI PENDENGARAN DAN KESEIMBANGAN
1. Fisiologi Pendengaran

Gambar 6. Fisiologi pendengaran

Sampai tingkat tertentu daun telinga adalah suatu pengumpul suara sementara liang
telinga karena bentuk dan dimensinya dapat sangat memperbesar suara dalam rentang 2 sampai 4
KHz. Gelombang ini akan diteruskan ke telinga tengah dengan menggetarkan membran timpani.
Getaran ini akan diteruskan melalui rangkaian tulang-tulang pendengaran (maleus, inkus dan
stapes) yang akan mengamplifikasikan getaran melalui daya ungkit tulang pendengaran dan
perkalian perbandingan luas membran timpani dan foramen ovale. Tulang-tulang pendengaran
11

akan meningkatkan efisiensi dari getaran sebanyak 1,3 kali dan perbandingan luas permukaan
membran timpani dan foramen ovale akan mengamplifikasi pendengaran sebanyak 20 kali.
Energi getar yang telah diamplifikasi ini akan diteruskan ke stapes yang menggerakkan foramen
ovale sehingga perilimfe pada skala vestibuli akan bergerak. Getaran diteruskan melalui
membrana Reissner yang mendorong endolimfe sehingga akan menimbulkan gerak relatif antara
membran basilaris dan membran tektoria. Proses ini merupakan rangsangan mekanik yang
menyebabkan terjadinya defleksi stereosilia sel-sel rambut sehingga kanal ion terbuka dan terjadi
pelepasan ion-ion bermuatan listrik dari badan sel. Untuk suara dengan frekuensi tinggi akan
menyebabkan defleksi dominan pada bagian basis dari membrana basilaris sedangkan untuk
frekuensi sedang di tengah dan frekuensi rendah di apeks. Keadaan ini menimbulkan proses
depolarisasi sel-sel rambut sehingga melepaskan neurotransmiter ke dalam sinapsis yang akan
menimbulkan potensial aksi pada saraf auditoris, kemudian dilanjutkan ke nukleus auditorius
sampai ke korteks pendengaran di lobus temporalis ( area Broadmann 41 )(5,6).
2. Fisiologi keseimbangan

Gambar 7. Skema fisiologi keseimbangan

12

Keseimbangan dan orientasi tubuh seseorang terhadap lingkungan sekitarnya tergantung


dari input sensorik dari reseptor vestibuler di labirin, organ pengelihatan dan organ proprioseptif.
Gabungan informasi ketiga reseptor sensorik tersebut akan diolah di sistem saraf pusat sehingga
akan menimbulkan gambaran mengenai keadaan posisi tubuh pada suatu saat dan bagaimana
mengatur posisi tubuh seperti yang dikehendaki. Organ pengelihatan menerima rangsangan
melalui reseptor di retina yaitu di makula lutea. Rangsang tersebut diteruskan melalui n. optikus
( N.II ) sampai ke korteks visual di lobus oksipitalis. Fungsi pengelihatan memberikan informasi
tentang posisi dan gerak tubuh serta lingkungan sekitar. Organ proprioseptif menerima rangsang
gerak melalui reseptor muskuloskeletal terutama di daerah leher yang di salurkan melalui saraf
spinal kemudian medula spinalis, medula oblongata, thalamus dan berakhir di korteks sensoris
( post sentralis ). Organ vestibuler menerima rangsangan gerak dari reseptor di labirin yaitu pada
utrikulus, sakulus ( makula ) dan kanalis semisirkularis ( krista ampularis ). Sel-sel pada organ
otolit peka terhadap gerak linear sedangkan sel-sel pada kanalis semisirkularis peka terhadap
rotasi khususnya terhadap percepatan sudut ( perubahan dalam kecepatan sudut ). Kemudian
rangsang tersebut disalurkan melalui n. vestibularis ( N. VIII ) ke medula oblongata dan berakhir
di korteks serebri gyrus temporalis superior dekat pusat pendengaran. Sebagian rangsangan
disalurkan langsung ke serebelum dan sebagian lagi ke medula spinalis melalui traktus
vestibulospinal menuju ke motor neuron yang menginervasi otot-otot proksimal, kumparan otot
leher dan otot punggung ( postural ). Sistem ini berjalan dengan sangat cepat sehingga membantu
mempertahankan keseimbangan tubuh.
Rangsang yang diterima oleh reseptor ketiga sistem tersebut disalurkan melalui saraf
perifernya ke sistem saraf pusat sebagai pusat integrasi. Koordinasi antara ketiganya dan
beberapa pusat di otak seperti serebelum, ganglia basalis dan formatio retikularis akan
13

mempertahankan fungsi keseimbangan tubuh. Mekanisme kerjasama ketiga organ sensorik dan
susunan saraf pust tersebut berlangsung secara involunter. Mekanisme tersebut dapat berjalan
sadar apabila dalam keadaan tertentu misalnya berjalan di permukaan yang tidak rata, berlari dan
bermain ski. Dalam kehidupan sehari-hari, mekanisme tersebut berjalan secara terus menerus
untuk mempertahankan tonus otot-otot tubuh dan ekstremitas agar tubuh tetap dalam posisi tegak
atau mengubah posisi agar tidak jatuh pada keadaan tertentu. Susunan saraf pusat yang selalu
memberi perintah melalui jaras vestibulospinal untuk mengatur kontraksi otot dan ekstremitas
inferior untuk mempertahankan keseimbangan tubuh(6,7,8).

14

BAB IV
PEYAKIT MENIERE

IV.1

DEFINISI
Penyakit Meniere adalah suatu sindrom yang terdiri dari serangan vertigo, tinitus,

berkurangnya pendengaran yang bersifat fluktuatif dan perasaan penuh di telinga. Penyakit ini
merupakan salah satu penyakit yang menyebabkan manusia tidak mampu mempertahankan
posisi dalam berdiri tegak. Hal ini disebabkan oleh adanya hidrops ( pembengkakan ) rongga
endolimfa pada kokhlea dan vestibulum. Penyakit ini ditemukan oleh Meniere pada tahun 1861
dan dia yakin bahwa penyakit itu berada di dalam telinga. Namun para ahli saat itu menduga
bahwa penyakit itu berada di otak. Pendapat Meniere kemudian dibuktikan oleh Hallpike dan
Cairn tahun 1938, dengan ditemukannya hidrops endolimfa setelah memerika tulang temporal
pasien dengan dugaan menderita penyakit Meniere(1).

Gambar 8. Labirin pada telinga normal(1)

Gambar 9. Labirin yang berdilatasi


endolimfa) pada penyakit Meniere

(hidrops

(1)

15

Vertigo berasal dari bahasa Yunani yang berarti memutar. Pengertian vertigo adalah
sensasi gerakan atau rasa gerak dari tubuh atau lingkungan sekitar dapat disertai gejala lain,
terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alat keseimbangan tubuh. Vertigo mungkin
bukan hanya terdiri dari satu gejala pusing saja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang
terdiri dari gejala somatik ( nistagmus, unstable ), gejala otonom seperti pucat, keringat dingin,
mual, muntah dan pusing.
Tinitus merupakan gangguan pendengaran dengan keluhan selalu mendengar bunyi
namun tanpa ada rangsangan bunyi dari luar. Sumber bunyi tersebut berasal dari tubuh penderita
itu sendiri ( impuls sendiri ). Namun tinitus hanya merupakan gejala, bukan penyakit, sehingga
harus di cari penyebabnya.
Gangguan pendengaran biasanya berfluktuasi dan progresif dengan pendengaran yang
semakin memburuk dalam beberapa hari. Gangguan pendengaran pada penyakit Meniere yang
parah dapat mengakibatkan kehilangan pendengaran permanen(1,2,8).
IV.2

EPIDEMIOLOGI
Penyakit Meniere adalah salah satu penyebab tersering vertigo pada telinga dalam.

Sebagian besar kasus bersifat unilateral dan sekitar 10-20% kasus bersifat bilateral. Insiden
penyakit ini mencapai 0,5-7,5 : 1000 di Inggris dan Swedia.
Penyakit Meniere jarang ditemukan pada anak-anak. Pada sebagian besar kasus timbul
pada laki-laki atau perempuan usia dewasia. Paling banyak ditemukan pada usia 20 -50 tahun.
Kemungkinan ada komponen genetik yang berperan dalam penyakit Meniere karena ada riwayat
keluarga yang positif sekitar 21 % pada pasien dengan penyakit Meniere. Pasien yang dengan
16

resiko besar terkena penyakit Meniere adalah orang-orang yang memiliki riwayat alergi,
merokok, stres, kelelahan alkoholisme dan pasien yang rutin mengkonsumsi Aspirin.
Pada tabel di bawah ini akan menggambarkan tentang insidensi penyakit Meniere di
beberapa negara.

Insiden penyakit Meniere


Tahun

Negara

Kasus
(per juta penduduk)

1973

Swedia

114

1977

Jepang

160

1979

India

200

1985

Italia

85

1990

Amerika Serikat

153

Tabel 1. Insiden penyakit Meniere di beberapa negara(1)

17

Grafik 1. Grafik distribusi penyakit Meniere berdasarkan usia dan jenis kelamin(1)

IV.3

ETIOLOGI
Penyebab pasti penyakit Meniere belum diketahui. Namun terdapat berbagai teori

termasuk pengaruh neurokimia dan hormonal abnormal pada aliran darah yang menuju labirin
dan terjadi gangguan elektrolit dalam cairan labirin, reaksi alergi dan autoimun.
Penyakit Meniere masa kini dianggap sebagai keadaan dimana terjadi ketidakseimbangan
cairan telinga dalam yang abnormal dan diduga disebabkan oleh terjadinya malabsoprsi dalam
sakus endolimfatikus. Selain itu para ahli juga mengatakan terjadinya suatu robekan pada
membran di labirin kokhlea sehingga menyebabkan endolimfa dan perilimfa bercampur. Hal ini
menurut para ahli dapat menimbulkan gejala dari penyakit Meniere. Para peneliti juga sedang
melakukan penyelidikan dan penelitian terhadap kemungkinan lain penyebab penyakit Meniere
dan masing-masing memiliki keyakinan tersendiri terhadap penyebab dari penyakit ini, termasuk
faktor lingkungan seperti suara bising, infeksi virus HSV, penekanan pembuluh darah terhadap
18

syaraf (microvascular compression syndrome). Selain itu gejala penyakit Meniere dapat
ditimbulkan oleh trauma kepala, infeksi saluran pernafasan atas, aspirin, merokok, alkohol atau
konsumsi garam berlebihan. Namun pada dasarnya adalah belum ada yang tahu secara pasti apa
penyebab penyakit Meniere(9).
IV.4

PATOFISIOLOGI
Labirin membran
menegang

Tekanan osmotik
ruang ekstrakapiler
Tekanan endolimfa
meninggi

Membran ruptur
dan cairan kaya Na
dan K bercampur
Mual

Tekanan hidrostatik
ujung arteri

VERTIGO
HIDROPS ENDOLIMFA
Muntah

Tekanan osmotik
dalam kapiler

Keseimbangan cairan
perilimfe dan
endolimfe terganggu
Pelebaran
apeks kokhlea

Sumbatan sakus
endolimfatikus

Meluas ke tengah
dan basal kokhlea

Tuli saraf nada


rendah + tinitus

Patofisiologi Penyakit Meniere(9,10)


Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan oleh adanya hidrops endolimfa (peningkatan
endolimfa yang menyebabkan labirin membranosa berdilatasi) pada kokhlea dan vestibulum.
Hidrops yang terjadi dan hilang timbul diduga disebabkan oleh meningkatnya tekanan
hidrostatik pada ujung arteri, menurunnya tekanan osmotik dalam kapiler, meningkatnya tekanan
osmotik ruang ekstrakapiler, jalan keluar sakulus endolimfatikus tersumbat ( akibat jaringan
parut atau karena defek dari sejak lahir )
Hidrops endolimfa ini lama kelamaan menyebabkan penekanan yang bila mencapai
dilatasi maksimal akan terjadi ruptur labirin membran dan endolimfa akan bercampur dengan
19

perilimfa. Percampuran ini menyebabkan potensial aksi di telinga dalam sehingga menimbulkan
gejala vertigo, tinitus dan gangguan pendengaran serta rasa penuh di telinga. Ketika tekanan
sudah sama, maka membran akan sembuh dengan sendirinya dan cairan perilimfe dan endolimfe
tidak bercampur kembali namun penyembuhan ini tidak selalu sempurna.
Penyakit Meniere dapat menimbulkan :
1. Kematian sel rambut pada organ kori di telinga dalam
Serangan berulang penyakit meniere menyebabkan kematian sel rambut organ korti. Dalam
setahun dapat menimbulkam tuli sensorineural unilateral. Sel rambut vestibuler masih dapat
berfungsi, namun dengan tes kalori menunjukkan kemunduran fungsi.
2. Perubahan mekanisme telinga
Dimana disebabkan periode pembesaran kemudian penyusutan utrikulus dan sakulus kronik.
Pada pemeriksaan histopatologi tulang temporal ditemukan perubahan morfologi pada
membrana Reissner. Terdapat penonjolan ke dalam skala vestibuli terutama di daerah apeks
kokhlea ( Helikotrema ). Sakulus juga mengalami pelebaran yang dapar menekan utrikulus. Pada
awalnya pelebaran skala media dimulai dari apeks kokhlea kemudian dapat meluas mengenai
bagian tengah dan basal kokhlea. Hal ini dapat menjelaskan terjadinya tuli saraf nada rendah
pada penyakit ini(9,10).
IV.5

GEJALA KLINIS
Penyakit Meniere dimulai dengan satu gejala lalu secara progresif gejala lain bertambah.

Gejala-gejala klinis dari penyakit Meniere yang khas sering disebut Trias Meniere yaitu vertigo,
tinitus dan tuli sensorineural fluktuatif terutama di nada rendah. Serangan pertama dirasakan
20

sangat berat, yaitu vertigo disertai mual dan muntah. Setiap kali berusaha untuk berdiri pasien
akan merasa berputar, mual terus muntah lagi. Hal ini berlangsung beberapa hari sampai
beberapa minggu, kemudian keadaan akan berangsur membaik. Peyakit ini bisa sembuh tanpa
obat dan gejala penyakit bisa hilang sama sekali. Pada serangan kedua dan selanjutnya dirasakan
lebih ringan tidak seperti serangan pertama kali. Pada penyakit Meniere, vertigonya periodik dan
makin mereda pada serangan-serangan selanjutnya.
Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan dalam keadaan tidak
ada serangan pendengaran dirasakan baik kembali. Gejala lain yang menyertai serangan adalah
tinitus yang kadang menetap walaupun di luar serangan. Gejala yang lain menjadi tanda khusus
adalah perasaan penuh dalam telinga.
Vertigo periodik biasanya dirasakan dalam 20 menit hingga 2 jam atau lebih dalam
periode serangan seminggu atau sebulan yang diselingi periode remisi. Vertigo menyebabkan
nistagmus, mual, muntah. Pada setiap serangan biasanya disertai gangguan pendengaran dan
keseimbangan sehingga tidak dapat beraktivitas dan dalam keadaan tidak ada serangan
pendengaran akan pulih kembali. Dari keluhan vertigonya kita sudah dapat membedakan dengan
penyakit yang lainnya yang juga memiliki gejala vertigo seperti tumor N.VIII, sklerosis multipel,
neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).
Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama makin
kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap serangan. Pada
neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama menghilang. Pada VPPJ
keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi kepala dan keluhan yang dirasakan sangat berat
kadang disertai rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung lama.

21

Tinitus kadang menetap ( periode detik hingga menit ), meskipun diluar serangan. Tinitus
sering memburuk sebelum terjadi serangan vertigo. Tinitus sering dideskripsikan pasien sebagai
suara motor, mesin, bergemuruh, berdering, dengung, dan denging dalam telinga.
Gangguan pendengaran mungkin terasa hanya berkurang sedikit pada saat awal serangan,
namun seiring berjalannya waktu dapat terjadi kehilangan pendengaran yang tetap. Penyakit
Meniere mungkin melibatkan semua kerusakan saraf di semua frekuensi suara pendengaran
namun paling umum terjadi pada frekuensi yang rendah. Suara yang keras mungkin menjadi
tidak nyaman dan sangat mengganggu pada telinga yang terpengaruh.
Rasa penuh pada telinga dirasakan seperti saat kita mengalami perubahan tekanan udara
(menaiki dan menuruni bukit, pesawat terbang, dan sebagainya) namun perbedaannya rasa penuh
ini tidak hilang dengan perasat Valsava dan Toynbee. (1,8,11)
IV.6

DIAGNOSIS
Kondisi penyakit lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit Meniere,

dengan demikian kemungkinan penyakit lain harus disingkirkan dalam rangka untuk
menegakkan diagnosis yang akurat. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesis yang sangat hatihati.

Diagnosis penyakit ini dapat dipermudah dengan kriteria diagnosis :


1. Vertigo yang hilang timbul disertai tinitus dan rasa penuh pada telinga
2. Fluktuasi gangguan pendengaran berupa tuli sensorineural

22

3. Menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII


Beberapa diagnosis banding untuk penyakit Meniere adalah tumor N.VIII,
sklerosis multipel, neuritis vestibularis atau vertigo posisi paroksismal jinak (VPPJ).
Pada tumor N.VIII serangan vertigo periodik, mula-mula lemah dan semakin lama makin
kuat. Pada sklerosis multipel vertigo periodik dengan intensitas sama pada tiap serangan.
Pada neuritis vestibuler serangan vertigo tidak periodik dan makin lama menghilang.
Pada VPPJ keluhan vertigo datang akibat perubahan posisi kepala dan keluhan yang
dirasakan sangat berat kadang disertai rasa mual dan muntah namun tidak berlangsung
lama
4. Pemeriksaan fisik diperlukan untuk menguatkan diagnosis. Bila dari hasil pemeriksaan
fisik telinga kemungkinan kelainan telinga luar dan tengah dapat disingkirkan dan
dipastikan kelainan berasal dari telinga dalam misalnya dalam anamnesis didapatkan
keluhan tuli saraf fluktuatif dan ternyata dikuatkan dengan hasil pemeriksaan maka kita
sudah dapat mendiagnosis penyakit meniere, sebab tidak ada tuli saraf yang membaik
kecuali pada penyakit Meniere.

5. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis penyakit Meniere


adalah :

23

Pemeriksaan audiometri, menunjukan tuli sensorineural. Kemampuan pendengaran dalam


membedakan kata-kata yang mirip pengucapannya sering menghilang. Selain itu ditemukan
gambaran penurunan kemampuan pendengaran pada frekuensi rendah

Gambar 10. Audiogram penyakit Meniere telinga kanan stadium awal (1)

24

Gambar 11. Audiogram penyakit Meniere telinga kanan stadium menengah (1)

Gambar 12. Audiogram penyakit Meniere telinga kanan stadium akhir(1)

Elektronistagmografi ( ENG ) dan tes keseimbangan, untuk mengetahui secara objektif


kuantitas dari gangguan keseimbangan pada pasien. Pada sebagian besar pasien dengan
penyakit Meniere mengalami penurunan respons nistagmus terhadap stimulasi dengan air
panas dan air dingin yang digunakan pada tes ini.

Elektrokokleografi (ECOG), mengukur akumulasi cairan di telinga dalam dengan cara


merekam potensial aksi neuron auditoris melalui elektroda yang ditempatkan dekat dengan
kokhlea. Pada pasien dengan penyakit Meniere, tes ini juga menunjukkan peningkatan
tekanan yang disebabkan oleh cairan yang berlebih pada telinga dalam yang ditunjukkan
dengan adanya pelebaran bentuk gelombang dengan puncak yang multipel
25

Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA ), biasanya normal pada pasien dengan
penyakit Meniere, walaupun kadang terdapat penurunan pendengaran ringan pada pasien
dengan kelainan pada sistem saraf pusat

Magnetic Resonance Imaging ( MRI ) dengan kontras yang disebut gadolinium spesifik
memvisualisasikan n.VII. Jika ada bagian serabut saraf yang tidak terisi kontras
menunjukkan adanya neuroma akustik. Selain itu pemeriksaan MRI juga dapat
memvisualisasikan kokhlea dan kanalis semisirkularis(1,9,11).

IV.7

PENATALAKSANAAN
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan

pengobatan yang bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu diberikan anti emetik.
Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya

a. Diet dan perubahan gaya hidup


Diet rendah garam memiliki efek yang kecil terhadap konsentrasi sodium pada plasma,
karena tubuh telah memiliki sistem regulasi dalam ginjal untuk mempertahankan level sodium
dalam plasma. Untuk mempertahankan keseimbangan konsentrasi sodium, ginjal menyesuaikan
kapasitas untuk kemampuan transport ion berdasarkan intake sodium. Penyesuaian ini
diperankan oleh hormon aldosteron yang berfungsi mengontrol jumlah transport ion di ginjal
sehingga akan mempengaruhi regulasi sodium di endolimfe sehingga mengurangi serangan
penyakit Meniere.

26

Banyak pasien dapat mengontrol gejala hanya dengan mematuhi diet rendah garam (2000
mg/hari). Jumlah sodium merupakan salah satu faktor yang mengatur keseimbangan cairan
dalamm tubuh. Retensi natrium dan cairan dalam tubuh dapat merusak keseimbangan antara
endolimfe dan perilimfe di dalam telinga.
Garam natrium yang ditambahkan ke dalam makanan biasanya berupa ikatan natrium
chlorida atau garam dapur, monosodium glutamat (vetsin), natrium bikarbonat (soda kue),
natrium benzoat (daging kornet).
Pemakaian rokok, alkohol, coklat harus dihentikan. Kafein dan nikotin juga merupakan
stimulan vasoaktif dan dapat menyebabkan terjadinya vasokonstriksi dan penurunan aliran darah
arteri kecil yang memberi nutrisi saraf dari telinga tengah. Dengan menghindari kedua zat
tersebut dapat mengurangi gejala.
Olahraga yang rutin dapat menstimulasi sirkulasi aliran darah sehingga perlu untuk
dianjurkan ke pasien. Pasien juga harus menghindari penggunaan obat-obatan yang bersifat
ototoksik seperti aspirin karena dapat memperberat tinitus.
Selama serangan akut dianjurkan untuk berbaring di tempat yang keras, berusaha untuk
tidak bergerak, pandangan mata difiksasi pada satu objek tidak bergerak, jangan mencoba minum
walaupun ada perasaan mau muntah, setelah vertigo menghilang pasien diminta untuk bangun
secara perlahan karena biasanya setelah serangan akan terjadi kelelahan dan sebaiknya pasien
mencari tempat yang nyaman untuk tidur selama beberapa jam untuk memulihkan
keseimbangan.
b. Farmakologi

27

Untuk penyakit

ini

diberikan obat-obatan vasodilator

perifer, anti

histamin,

antikolinergik, steroid dan diuretik untuk mengurangi tekanan pada endolimfe. Obat-obat
antiiskemia dapat pula diberikan sebagai obat alternatif dan neurotonik untuk menguatkan
sarafnya selain itu jika terdapat infeksi virus dapat diberikan antivirus seperti acyclovir.
Tranzquilizer seperti diazepam ( valium ) dapat digunakan pada kasus akut untuk
membantu mengontrol vertigo, namun karena sifat adiktifnya tidak digunakan sebagai
pengobatan jangka panjang. Anti emetik seperti prometazin tidak hanya mengurangi mual dan
muntah tapi juga vertigonya. Diuretik seperti thiazide dapat membantu mengurangi gejala
penyakit Meniere dengan menurunkan tekanan dalam sistem endolimfe. Pasien harus diingatkan
untuk makan makanan yang mengandung kalium seperti pisang, tomat dan jeruk ketika
menggunakan diuretik yang menyebabkan kehilangan kalium.
c. Latihan
Rehabilitasi penting dilakukan sebab dengan melakukan latihan sistem vestibuler ini
sangat menolong. Kadang-kadang gejala vertigo dapat diatasi dengan latihan yang teratur dan
baik. Orang-orang yang karena profesinya menderita vertigo dapat diatasi dengan latihan yang
intensif sehingga gejala yang timbul tidak lagi mengganggu pekerjaan sehari-hari(1,9,12).
Ada beberapa latihan yaitu : Canalit Reposition Treatment (CRT) / Epley manouver dan BrandDarroff exercise. Dari beberapa latihan ini kadang memerlukan seseorang untuk membantunya
tapi ada juga yang dapat dikerjakan sendiri.
Dari beberapa latihan, umumnya yang dilakukan pertama adalah CRT jika masih terasa ada sisa
baru dilakukan Brand-Darroff exercise.

28

Latihan CRT / Epley manouver :

Gambar 13. CRT/Epley Manuver(13)

Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk, kepala menoleh ke kiri ( pada gangguan keseimbangan / vertigo telinga
kiri ) (1), kemudian langsung tidur sampai kepala menggantung di pinggir tempat tidur (2),
tunggu jika terasa berputar / vertigo sampai hilang, kemudian putar kepala ke arah kanan
perlahan sampai muka menghadap ke lantai (3), tunggu sampai hilang rasa vertigo, kemudian
duduk dengan kepala tetap pada posisi menoleh ke kanan dan kemudian ke arah lantai (4),
masing-masing gerakan ditunggu lebih kurang 30 60 detik. Dapat dilakukan juga untuk sisi
yang lain berulang kali sampai terasa vertigo hilang.
Latihan Brand-Darroff :

29

Gambar 14. Latihan Brand-Darroff(13)

Keterangan Gambar :
Pertama posisi duduk, arahkan kepala ke kiri, jatuhkan badan ke posisi kanan, kemudian
balik posisi duduk, arahkan kepala ke kanan lalu jatuhkan badan ke sisi kiri, masing-masing
gerakan ditunggu kira-kira 1 menit, dapat dilakukan berulang kali, pertama cukup 1-2 kali kiri
kanan, besoknya makin bertambah. Sebaiknya juga harus diperiksakan terlebih dahulu untuk
memastikan penyebab vertigo / gangguan keseimbangannya (13).

d. Penatalaksanaan bedah
Operasi yang direkomendasikan bila serangan vertigo tidak terkontrol antara lain :
-

Dekompresi sakus endolimfatikus

30

Gambar 15. Dekompresi sakus endolimfe(14)

Operasi ini mendekompresikan cairan berlebih di telinga dalam dan menyebabkan


kembali normalnya tekanan terhadap ujung saraf vestibulokokhlearis. Insisi dilakukan di
belakang telinga yang terinfeksi dan air cell mastoid diangkat agar dapat melihat telinga dalam.
Insisi kecil dilakukan pada sakus endolimfatikus untuk mengalirkan cairan ke rongga mastoid.
Secara keseluruhan sekitar 60 % pasien serangan vertigo menjadi terkontrol, 20 % tidak
memperoleh penurunan gejala, 20 % mengalami serangan yang lebih buruk. Fungsi pendengaran
tetap stabil namun jarang yang membaik dan tinitus tetap ada, 2 % mengalami tuli total dan
vertigo tetap ada.

Labirinektomi
Operasi ini mengangkat kanalis semisirkularis dan saraf vestibulokokhlear. Dilakukan

dengan insisi di telinga belakang dan air cell mastoid diangkat, bila telinga dalam sudah terlihat,
keseluruhan labirin tulang diangkat. Setelah satu atau dua hari pasca operasi, tidak jarang terjadi
vertigo berat. Hal ini dapat diatasi dengan pemberian obat-obatan. Setelah seminggu, pasien

31

mengalami periode ketidakseimbangan tingkat sedang tanpa vertigo, sesudahnya telinga yang
normal mengambil alih seluruh fungsi keseimbangan. Operasi ini menghilangkan fungsi
pendengaran telinga.
-

Neurektomi vestibuler

Gambar 14. Neurektomi vestibuler(14)

Bila pasien masih dapat mendengar, neurektomi vestibuler merupakan pilihan untuk
menyembuhkan vertigo dan pendengaran yang tersisa. Dilakukan insisi di belakang telinga dan
air cell mastoid di angkat, dilakukan pembukaan pada fossa duramater dan n.VIII dan dilakukan
pemotongan terhadap saraf keseimbangan. Pemilihan operasi ini mirip dengan labirinektomi.
Namun karena operasi ini melibatkan daerah intrakranial, sehingga harus dilakukan pengawasan
ketat pasca operasi. Operasi ini diindikasikan pada pasien di bawah 60 tahun yang sehat.
Sekitar 5 % mengalami tuli total pada telinga yang terinfeksi, paralisis wajah sementara
dapat terjadi selama beberapa hari hingga bulan, sekitar 85 % vertigo dapat terkontrol.
-

Labirinektomi dengan zat kimia


Merupakan operasi dimana menggunakan antibiotik (strepomisin atau gentamisin dosis

kecil) yang dimasukkan ke telinga dalam. Operasi ini bertujuan mengurangi proses

32

penghancuran saraf keseimbangan dan mempertahankan pendengaran yang masih ada. Pada
kasus penyakit Meniere, diberikan streptomisin intramuskular dapat menyembuhkan serangan
vertigo dan pendengaran dapat dipertahankan.
-

Endolymphe shunt
Operasi ini masih kontroversi karena banyak peneliti yang menganggap operasi ini

merupakan plasebo.
Ada dua tipe dari operasi ini yaitu :
a. Endolymphe subarakhnoid shunt : dengan menempatkan tuba diantara endolymphe dan
kranium
b. Endolymphe mastoid shunt : dengan menempatkan tuba antara sakus endolimfatikus dan

rongga mastoid(14,15).

IV.8

PROGNOSIS
Penyakit Meniere belum dapat disembuhkan dan bersifat progresif, tapi tidak fatal dan

banyak pilihan terapi untuk mengobati gejalanya. Penyakit ini berbeda untuk tiap pasien.
Beberapa pasien mengalami remisi spontan dalam jangka waktu hari hingga tahun. Pasien lain
mengalami perburukan gejala secara cepat. Namun ada juga pasien yang perkembangan
penyakitnya lambat.
33

Belum ada terapi yang efektif untuk penyakit ini namun

berbagai tindakan dapat

dilakukan untuk mencegah terjadinya serangan dan progresivitas penyakit. Sebaiknya pasien
dengan vertigo berat disarankan untuk tidak mengendarai mobil, naik tangga dan berenang(15)

BAB V
KESIMPULAN
Penyakit Meniere disebut juga idiopathic endolymphatic hydrops. Penyakit ini adalah
suatu kelainan telinga dalam dimana terjadi gangguan pendengaran, tinitus, vertigo periodik dan
rasa penuh di telinga.
Penyebab pasti penyakit Meniere belum dikerahui. Penambahan endolimfe diperkirakan
oleh adanya gangguan biokimia cairan endolimfe. Gejala klinis penyakit Meniere disebabkan
34

oleh adanya hidrops endolimfe (peningkatan tekanan endolimfe yang menyebabkan labirin
membranosa berdilatasi) pada kokhlea dan vestibulum. Terdapat trias atau sindroma Meniere,
yaitu vertigo, tinitus dan tuli sarag yang bersifat fluktuatif. Serangan pertama dirasakan sangat
berat disertai dengan mual, muntah dan kelelahan setelah serangan sehingga diperlukan tidur
dalam waktu lama untuk meredakan gejala vertigo.
Diagnosis dipermudah dengan dibakukannya kriteria diagnosis, yaitu trias Meniere dan
menyingkirkan kemungkinan penyebab dari sentral, misalnya tumor N.VIII. Kondisi penyakit
lain dapat menghasilkan gejala yang serupa seperti penyakit Meniere, dengan demikian
kemungkinan penyakit lain harus disingkirkan dalam rangka untuk menegakkan diagnosis yang
akurat. Evaluasi awal didasarkan pada anamnesis yang sangat hati-hati. Pemeriksaan fisik
diperlukan untuk konfirmasi diagnosis. Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk
membantu

diagnosis

adalah

Pemeriksaan

audiometri,

Elektronistagmografi

ENG),

Elektrokokleografi (ECOG), Brainstem Evoked Response Audiometry ( BERA ), Magnetic


Resonance Imaging ( MRI )
Pasien yang datang dengan keluhan khas penyakit Meniere awalnya hanya diberikan
pengobatan yang bersifat simptomatik, seperti sedatif dan bila perlu diberikan anti emetik.
Pengobatan paling baik adalah sesuai dengan penyebabnya. Pengobatan secara komprehensif
meliputi : diet dan pengaturan gaya hidup yaitu dengan diet rendah garam, tidak mengkonsumsi
rokok, alkohol, kafein, olahraga rutin. Rehabilitasi dan latihan sistem vestibuler. Pengobatan
medika mentosa dengan memberikan obat anti emetik, tranzquilizer dan diuretik.
Penatalaksanaan bedah dilakukan apabila vertigo berat dan tidak terkontrol.
DAFTAR PUSTAKA

1. Hain TC, Yacovino D. Meniere Disease. 2003. Available at : http://www.dizziness-andbalance.com/disorders/menieres/menieres_english.html. Accessed on July 26, 2010.
2. National Institut on Deafness and Other Communication Disordera. Menieres Disease.
Available at : http://www.nidcd.nih.gov/healthinfo/balance/menieresdisease.htm. Accesed on
July 27, 2010.

35

3. Ellis H. The Special Senses : The Ear. In : Clinical Anatomy, Applied Anatomy for Students
and Junior Doctor. 6th Ed. Massachusetts. Blackwell Publishing. 2006. 384-387.
4. Liston LS, Duvail AJ. Embriologi, Anatomi dan Fisiologi Telinga. Dalam : BOIES Buku Ajar
Penyakit THT Edisi 6. Editor: Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.27-38.
5. Soetirto I, Hendamin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Editor: Soepardi EA,
Iskandar N. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 10-16.
6. Sherwood L. Telinga : Pendengaran dan Keseimbangan. Dalam : Fisiologi Manusia dari Sel
ke Sistem Edisi 2. Jakarta : ECG.2006.176-189.
7. Anderson JH, Levine SC. Sistem Vestibularis. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT
Edisi 6. Editor: Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.39-45.
8. Bashiruddin J, Hadjar E, Alviandi W. Gangguan Keseimbangan. Dalam : Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Editor: Soepardi EA,
Iskandar N. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 94-101.
9. Hadjar E, Bashiruddin J. Penyakit Meniere. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga
Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Editor: Soepardi EA, Iskandar N. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2007. 102-103.
10. Paparella MM. Pathogenesis and Pathophysiology of Meniere Disease. Acta Otolaryngol
(Stockh)2006;(Suppl 485)26.
11. Levine SC. Penyakit Telinga Dalam. Dalam : BOIES Buku Ajar Penyakit THT Edisi 6.
Editor: Effendi H, Santosa K. Jakarta: EGC. 1997.136-137.
12. Rutka JA. Evaluation of vertigo. In: Blitzer A, Pillsbury HC, Jahn AF, Binder WJ, editors.
Office based surgery in otolaryngology. New York: Thieme;1998. p. 7178.
13. Diza M. Pengobatan Gangguan Keseimbangan ( Vertigo ).2009. Available at :
http://d132a.wordpress.com/2008/12/26/pengobatan-gangguan-keseimbangan-vertigo/.
Accessed on July 29, 2010.
14. Levenson, Mark J. Home of The Surgery Information Centre. Meniere Syndrome. 2009.
Available

at

http://www.earsurgery.org/site/pages/conditions/menieres-syndrome.php.

Accessed on July 27, 2010.


15. Becker W, Naumann HH, Pfalfz CR. A Pocket Reference Ear, Nose And Throat Disease .
Second Revised Edition. New York: Thieme; 2004. 100-101.
36

37

You might also like