Professional Documents
Culture Documents
mental, dialami 7-10 hari menjelang menstruasi dan menghilang beberapa hari
setelah menstruasi. Keluhan yang dialami bisa bervariasi dari bulan ke bulan, bisa
menjadi lebih ringan ataupun lebih berat dan berupa gangguan mental (mudah
tersinggung, sensitif) maupun gangguan fisik. Diperkirakan kurang lebih 85% wanita
usia produktif antara usia 25-35 tahun mengalami satu atau lebih gejala dari PMS.
Hanya 2-10% menunjukkan gejala PMS berat (Premenstrual Dysphoric
Disoder/PMDD).
Kemudian gejala gejala yang paling jelas dirasakan (pada umumnya) sebagai berikut :
Gelaja Fisik
-Kelemahan umum (lekas letih, pegal, linu)
-Acne (jerawat)
-Nyeri pada kepala, punggung, perut bagian bawah
-Nyeri pada payudara
-Gangguan saluran cerna misalnya rasa penuh/kembung, konstipasi, diare-
Perubahan nafsu makan, sering merasa lapar (food cravings)
Gejala Mental
-Mood menjadi labil (mood swings), iritabilitas (mudah tersinggung), depresi,
ansietas
-Gangguan konsentrasi
-Insomnia (sulit tidur)
Gejala fisik dan mental yang terjadi pada PMS bervariasi dari ringan maupun berat.
Penyebab PMS diduga melibatkan faktor hormonal, metabolisme serta akibat pola
hidup yang tidak sehat terutama faktor nutrisi.
• Terapkan pola nutrisi yang sehat (rendah lemak dan garam, tinggi protein,
vitamin dan mineral). Perbanyak porsi buah-buahan, sayur mayur, gandum yang
tinggi serat. Jika diperlukan, dapat ditambahkan makanan kesehatan (food
supplement) yang berupa multivitamin seperti kalsium yang dapat mengurangi
rasa kram, Vitamin E untuk mengurangi rasa nyeri pada payudara, keletihan
dan insomnia serta Vitamin B6 untuk mengatasi keletihan, iritabilitas dan
mood swings.
• Hindari makanan dengan kadar garam tinggi, makanan manis, kafein, alcohol.
• Selalu melakukan olahraga rutin.
• Tidur cukup minimal 8 jam/hari.
• Hindari rokok.
• Hindari stress berkepanjangan.
• Terapi relaksasi (hipnoterapi, terapi warna, meditasi, aromaterapi dsb).
DEFINISI
Pre Menstruation sindrom ( PMS ) adalah kumpulan gejala fisik, psikologis dan emosi
yang terkait dengan siklus menstruasi, yang timbul menjelang menstruasi, dan
sembuh setelah menstruasi selesai.
Gejala mulai dari yang ringan sampai berat, antara lain rasa bengkak dan nyeri di
payudara, pening, sakit kepala, pegal-pegal, depresi, berdebar-debar, sulit tidur,
emosi meningkat, sensitif, cepat tersinggung, gelisah, mudah marah, bengkak di
tungkai, diare, gatal-gatal, seriawan, demam ringan, mimisan dan lain-lain.
ETIOLOGI
Penyebab munculnya PMS ini memang belum jelas. Beberapa teori menyebutkan
antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon
estrogen dan progesteron; hormon estrogen yang berlebihan; perbedaan genetik
pada sensitifitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan
pengeluaran hormon seks dalam sel; faktor kejiwaan; masalah sosial; fungsi
serotonin dan lain-lain.
Poros Ginjal – TIAN GUI – meridian Chong Ren – Rahim merupakan rangkaian
pengendali fungsi reproduksi wanita.
Perubahan keharmonisan dan keseimbangan pada salah satu rangkaian poros ini akan
menngakibatkan berbagai keluhan dan penyakit wanita seperti menometrorhagi,
amone, haid yang tidak teratur, menarke lebih cepat, penuaan dini, abortus,
infertilitas, PMS dan lain-lain.
Wanita adalah mahluk sanguinus dan lebih emosional, keselarasan antara sanguinus
(darah) dan emosi (Qi/energi) menentukan keseimbangan fungsi organ-organ tubuh.
Siklus menstruasi yang terjadi secara periodik mempengaruhi keseimbangan darah
dan Qi; bila tubuh dapat beradaptasi dengan baik tidak timbul keluhan.
Apabila ketidak selarasan antara darah dan Qi yang terjadi pada proses menstruasi
sampai berdampak pada fungsi organ timbullah keluhan PMS.
TERAPI
Akupunktur sangat membantu mengatasi keluhan PMS, pengobatan dilakukan 5-7
hari sebelum datangnya menstruasi, berturut-turut tiga siklus.
Selain dibantu dengan akupunktur, juga perhatikan pola makan yang sehat, lakukan
olahraga dan aktivitas fisik secara teratur, hindari dan atasi stres. Bila ada
penyakit sistemik berobatlah segera.
Penanganan yang tepat mengurangi PMS seminimal mungkin, sehingga menstruasi
tidak lagi mengganggu aktifitas sehari-hari.
Lazimnya wanita memulai masa pubertas antara usia 9 tahun sampai 12 tahun. Pada masa ini
wanita mulai mengalami perkembangan tubuh secara fisik dan hormonal. Salah satu ciri
dimulainya masa pubertas pada wanita adalah adanya perdarahan yang terjadi secara
berulang-ulang setiap bulannya, pada rahim seorang wanita, akibat adanya proses peluruhan
dinding rahim atau yang biasa disebut dengan menstruasi.
Pada beberapa wanita masa menstruasi bisa menjadi masa-masa yang sangat menyiksa. Itu
akibat adanya gangguan-gangguan pada siklus menstruasi mereka. Adapun gangguan
menstruasi yang paling sering dikeluhkan oleh sebagian wanita antara lain PMS (pre
menstrual syndrome), nyeri haid, siklus haid tidak teratur, sampai perdarahan tidak normal
pada saat haid. Riset membuktikan bahwa 85% wanita menstruasi mengalami PMS.
Ironisnya, banyak wanita yang belum tahu apa sebenarnya PMS itu. Jadi apa yang dimaksud
dengan PMS? Dan bagaimana cara yang tepat untuk mengatasinya?
PMS
PMS (Premenstrual Syndrome) atau Sindrom Pra Menstruasi adalah gejala fisik,
psikis/emosional dan tingkah laku yang sering terjadi menjelang perdarahan
menstruasi/haid. Gejala-gejala PMS ini terjadi 7 - 14 hari sebelum datangnya haid dan akan
hilang bila mulai haid. PMS terjadi pada siklus menstruasi wanita di setiap usia, biasanya
pada wanita usia 14 - 50 tahun. Gejala PMS yang terjadi bervariasi dan berubah-ubah pada
tiap wanita dari bulan ke bulan. Berdasarkan riset dapat diidentifikasikan ada 180 gejala
umum PMS dan yang paling sering dilaporkan adalah :
PENYEBAB PMS
Penyebab pasti dari PMS masih terus diteliti, berdasar riset medis yang telah dilakukan,
penyebab PMS mengarah pada perubahan tingkat hormon yang terjadi pada masa sebelum
haid. Salah satunya adalah peranan dari hormon wanita yaitu Estrogen dan Progesteron.
PMS terjadi pada rentang waktu hidup antara pubertas dan menopause, masa ketika
ovarium bekerja untuk menghasilkan Hormon Estrogen dan Progesteron. Wanita yang tidak
berovulasi (misalnya sedang hamil) tidak mengalami PMS.
Riset menunjukan bahwa PMS cenderung lebih bermasalah: di awal dan akhir fase siklus
reproduksi (yaitu pada masa pubertas dan menjelang menopause), pada bulan yang diikuti
masa kehamilan serta pada bulan setelah kelahiran anak saat mulai kembali siklus
menstruasi. Ada beberapa teori penyebab PMS:
• Berhubungan dengan hipoglikemia (kadar gula darah rendah yang abnormal/hypothyroid)
• Berhubungan dengan hormon pituitari, prostagalandin, dan neurotransmitter di otak
• Karena kurang asupan vitamin B, Kalsium dan Magnesium
Penyebab adanya gangguan menstruasi bersifat multifaktor, namun ditengarai,
ketidakseimbangan hormonlah yang paling bertanggung jawab. Namun sebagai wanita, kita
tidak boleh menyerah begitu saja. Kini saatnya membuktikan kita mampu mengatasi
gangguan menstruasi dengan cara yang tepat. Untuk itu, wanita harus paham betul bahwa
akar masalah munculnya gangguan menstruasi adalah ketidakseimbangan hormon.
Tapi kini telah tersedia Femona®, kapsul herbal organik yang diformulasikan untuk
mencegah dan mengatasi gangguan menstruasi langsung pada akar masalahnya yaitu
ketidakseimbangan hormon. Namun demikian, Femona® bukan hormon (tidak diformulasikan
sebagai hormon) dan tidak mengandung hormon, tetapi memiliki peran besar dalam
menyeimbangkan hormon.
Tiap kapsul Femona® mengandung 600 mg Lepidium Peruvianum Chacon organik, yaitu
herbal sejenis umbi-umbian dari pegunungan Andes-Peru yang telah terbukti memiliki
khasiat medis tinggi, mengandung protein, vitamin dan mineral dalam jumlah yang signifikan,
serta mengandung zat-zat aktif (Alkaloida) alami yang berperan besar dalam
menyeimbangkan hormon tubuh. Anda pun tidak perlu khawatir untuk mengkonsumsi
Femona, karena Femona® telah lulus uji toksisitas, uji keamanan, uji pengawet dan diproses
dengan standar GMP (Good Manufacturing Practice).
Pre Menstrual Syndrome (PMS) adalah sekumpulan gejala berupa gangguan fisik &
mental, dialami 7-10 hari menjelang menstruasi dan menghilang beberapa hari
setelah menstruasi. Keluhan yang dialami bisa bervariasi dari bulan ke bulan, bisa
menjadi lebih ringan ataupun lebih berat dan berupa gangguan mental (mudah
tersinggung, sensitif) maupun gangguan fisik. Diperkirakan kurang lebih 85% wanita
usia produktif antara usia 25-35 tahun mengalami satu atau lebih gejala dari PMS.
Hanya 2-10% menunjukkan gejala PMS berat (Premenstrual Dysphoric
Disoder/PMDD). Etiologi
Apa yang menyebabkan seorang wanita mengalami PMS belum dapat diketahui
secara pasti. Banyak dugaan bahwa PMS terjadi akibat kombinasi dari berbagai
faktor yang kompleks dimana salah satunya adalah akibat perubahan hormonal yang
terjadi sebelum menstruasi. Terjadi penurunan kadar hormon estrogen setelah
ovulasi yang mempengaruhi neurotransmitter di otak terutama serotonin. Serotonin
memegang peranan dalam regulasi emosi. Meskipun demikian, diduga interaksi
kompleks antara hormon estrogen, progesterone dan serotonin dengan PMS masih
perlu diteliti lebih lanjut. Gangguan metabolisme dan pola hidup yang tidak sehat
(terutama faktor nutrisi) juga mungkin turut berperan dalam menyebabkan PMS.
Diduga terjadi gangguan metabolisme prostaglandin akibat kurangnya gamma
linolenic acid (GLA). Fungsi prostaglandin adalah untuk mengatur sistem reproduksi
(mengatur efek hormon estrogen, progesterone), sistem saraf (mengatur kerja
neurotransmitter) dan sebagai anti peradangan. Selain gangguan metabolisme, pola
nutrisi yang tidak seimbang berupa diet tinggi lemak, tinggi garam & gula, rendah
vitamin & mineral, sedikit serat dapat menimbulkan PMS. Konsumsi kafein (terdapat
dalam kopi, teh) serta alkohol yang berlebihan dapat memperberat gejala yang ada.
Gejala klinis
Terdapat kurang lebih 200 gejala yang dihubungkan dengan PMS namun gejala yang
paling sering ditemukan adalah iritabilitas (mudah tersinggung) dan disforia
(perasaan sedih). Gejala mulai dirasakan 7-10 hari menjelang menstruasi berupa
gejala fisik maupun psikis yang mengganggu aktivitas sehari-hari dan menghilang
setelah menstruasi.
Gelaja Fisik
-Kelemahan umum (lekas letih, pegal, linu)
-Acne (jerawat)
-Nyeri pada kepala, punggung, perut bagian bawah
-Nyeri pada payudara
-Gangguan saluran cerna misalnya rasa penuh/kembung, konstipasi, diare-
Perubahan nafsu makan, sering merasa lapar (food cravings)
Gejala Mental
-Mood menjadi labil (mood swings), iritabilitas (mudah tersinggung), depresi,
ansietas
-Gangguan konsentrasi
-Insomnia (sulit tidur)
Diagnosis
Dalam mendiagnosa PMS, adalah sangat penting untuk menyingkirkan apakah ada
penyakit lain yang mendasari timbulnya gejala yang dirasakan. PMS dapat diduga
pada wanita yang mengalami gangguan fisik ataupun mental beberapa saat sebelum
menstruasi yang berlangsung setiap siklus.
Ada 3 (tiga) elemen penting yang menjadi dasar diagnosa apakah seorang wanita
mengalami PMS yaitu jika ditemukan :
PMS harus dibedakan dengan perubahan yang biasa dirasakan sebelum menstruasi
(simple pre menstrual symptoms) yang tidak menimbulkan gangguan dalam
melaksanakan aktivitas sehari-hari misalnya rasa tegang pada payudara. Keadaan ini
adalah ciri khas dari siklus ovulasi normal yang terjadi setiap bulan. Terapi
Sebaiknya seorang wanita yang diduga menderita PMS mencatat keluhan yang
dirasakannya dalam sebuah diari yang disebut PMS diary. Dengan adanya catatan
tersebut dapat menegakkan diagnosa serta pengobatan. Tujuan dari pengobatan
PMS adalah untuk mengurangi bahkan menghilangkan gejala yang ada, mengurangi
akibat yang timbul dari PMS dalam aktivitas sehari-hari maupun hubungan
interpersonal, serta mengusahakan agar efek samping minimal dari terapi yang
diberikan. Adapun terapi yang dapat diberikan dapat berupa terapi farmakologi
dengan menggunakan obat-obatan untuk mengatasi rasa nyeri maupun terapi non
farmakologi seperti modifikasi pola hidup dan asupan nutrisi yang seimbang.
• Farmakologi
Obat-obatan yang biasa digunakan dalam mengobati PMS bertujuan untuk
mengurangi rasa nyeri/ketidaknyamanan yang dirasakan. Golongan obat-
obatan yang sering digunakan berasal dari golongan analgetik (parasetamol),
anti inflamasi non steroid (ibuprofen, natrium diklofenak, dan lainnya),
golongan minor tranquilizer (obat penenang), anti depresi dan kontrasepsi.
Pada banyak kasus penggunaan obat analgetik ringan sudah dapat mengatasi
gejala yang dialami namun penderita gastritis (maag) sebaiknya berhati-hati
dalam mengkonsumsi obat-obatan yang meringankan rasa nyeri karena dapat
mengakibatkan nyeri lambung-obat sebaiknya diminum setelah makan. Jika
gejala PMS lebih berat, sebaiknya penderita melakukan konsultasi dengan
dokter. Penggunaan obat penenang, anti depresi dan kontrapsepsi hanya
berdasarkan resep dokter dan harus di bawah pengawasan dokter yang
berwenang.
• Non-farmakologi
Terapi non farmakologi memegang peranan penting dalam penanganan PMS
berupa edukasi penderita, terapi suportif dan modifikasi gaya hidup.
Perubahan pola nutrisi memiliki efek yang bermakna karena berdasarkan
penelitian yang dilakukan oleh dr. Guy Abraham, penambahan nutrisi tertentu
disertai perubahan pola makan 1-2 minggu menjelang menstruasi dapat
mengurangi gejala PMS. Komposisi nutrisi yang dianjurkan bagi penderita
PMS adalah diet rendah lemak dan garam, mengandung protein, vitamin,
mineral (vitamin B, vitamin C, vitamin E, Ca, Mg, Zn) yang seimbang, serta
dianjurkan untuk mengurangi konsumsi kafein (kopi, teh). Para penderita PMS
sebaiknya melakukan olah raga secara teratur serta menghindari stres
berkepanjangan. Terapi suportif seperti hipnoterapi, terapi warna, meditasi
dan lainnya dapat membantu mengurangi gejala yang dirasakan.
a. Siklus endometrium
1. Fase menstruasi
2. Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan
disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale.
Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang tiga sampai
enam hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron,
LH (Luteinizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama
siklus dan kadar FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai
meningkat.
3. Fase proliferasi
4. Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang
berlangsung sejak sekitar hari kelima ovulasi, misalnya hari ke-10
siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari.
Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal dalam sekitar
empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Sejak saat ini, terjadi
penebalan 8-10 kali lipat, yang berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi
tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.
5. Fase sekresi/luteal
6. Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari
sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi,
endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai
ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi
kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.
7. Fase iskemi/premenstrual
8. Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai 10
hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi,
korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut.
Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri
spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium
fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah
dari lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
b. Siklus hipotalamus-hipofisis
Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron
darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi
hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya,
Gn-RH menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi
perkembangan folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen
mulai menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk
mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar hari ke-13
atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan implantasi ovum
pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar estrogen dan
progesteron menurun, maka terjadi menstruasi (Bobak, 2004).
c. Siklus ovarium
Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel primordial). Sebelum
ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam ovarium dibawah pengaruh FSH
dan estrogen. Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang
terpilih. Didalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang
kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak
aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, mensekresi baik hormon estrogen
maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan
kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat
bertahan dan akhirnya luruh (Bobak, 2004).
.1.3 Aspek Hormonal Dalam Siklus Menstruasi
1). Estrogen
2). Progesteron
Kadar progesteron adalah rendah selama fase folikuler, kurang dari 1 ng/ml
(3,8 nmol/l) dan kadar progesteron akan mencapai puncak yaitu antara 10-20
mg/ ml (32-64 nmol) pada pertengahan fase luteal. Selama fase luteal,
hampir semua progesteron dalam sirkulasi merupakan hasil sekresi langsung
korpus luteum.
Pengukuran kadar progesteron plasma banyak dimanfaatkan untuk memantau
ovulasi. Kadar progesteron di atas 4-5 ng/ml (12,7-15.9 nmol/l)
mengisyaratkan bahwa ovulasi telah terjadi. Perkembangan uterus yang sudah
dipengaruhi hormon estrogen selanjutnya dipengaruhi progesteron yang
dihasilkan korpus luteum menjadi stadium sekresi, yang mempersiapkan
endometrium mencapai optimal. Kelenjar mensekresi zat yang berguna untuk
makanan dan proteksi terhadap embrio yang akan berimplantasi. Pembuluh
darah akan menjadi lebih panjang dan lebar (Greenspan et. al., 1998).
3). Androgen
Setiap wanita yang haid adalah calon bagi premenstrual syndrome (PMS),
dengan hampir 50% dari semua wanita dalam usia reproduksi mengalami gejala-
gejala yang ringan atau berat. Meskipun para remaja mungkin menderita sindroma
itu. Gejala-gejala premenstrual syndrome (PMS) lebih berat pada wanita yang
berusia lebih tua. Seringkali para wanita dalam usia 30-an memperlihatkan
kesukaran-kesukaran prahaid untuk pertama kalinya (Health Media Nutrition
Series, 1996).
Penyebab pasti PMS tidak diketahui, tetapi beberapa teori menunjukkan adanya
kelebihan estrogen atau defisit progesteron dalam fase luteal dari siklus
menstruasi. Selama bertahun-tahun teori ini mendapat dukungan yang cukup banyak
dan terapi progesteron biasa dipakai untuk mengatasi PMS. Penelitian lebih lanjut
menunjukkan bahwa terapi progesteron kelihatan tidak efektif bagi kebanyakan
wanita, selain kadar progesteron pada penderita tidak menurun secara konsisten.
Bila kadar progesteron yang menurun dapat ditemukan hampir pada semua wanita
yang menderita PMS, maka dapat dipahami bahwa kekurangan hormon ini merupakan
sebab utama. Sebagian wanita yang menderita PMS terjadi penurunan kadar
progesteron dan dapat sembuh dengan penambahan progesteron, akan tetapi banyak
juga wanita yang menderita gangguan PMS hebat tapi kadar progesteronnya normal
(Shreeve, 1983 dan Brunner & Suddarth, 2001).
Teori lain menyatakan bahwa penyebab PMS adalah karena meningkatnya kadar
estrogen dalam darah, yang akan menyebabkan gejala depresi dan khususnya
gangguan mental. Kadar estrogen yang meningkat akan mengganggu proses kimia
tubuh termasuk vitamin B6 (Piridoksin) yang dikenal sebagai vitamin anti depresi
karena berfungsi mengontrol produksi serotonin. Serotonin penting sekali bagi otak
dan syaraf, dan kurangnya persediaan zat ini dalam jumlah yang cukup dapat
mengakibatkan depresi. (Shreeve, 1983, Hacker et, al., 2001 dan Brunner &
Suddarth, 2001 ).
Batas tertentu estrogen menyebabkan retensi garam dan air serta berat
badannya bertambah. Mereka yang mengalami akan menjadi mudah tersinggung,
tegang dan perasaan tidak enak. Gejala-gejala dapat dicegah bila pertambahan
berat badan dicegah. Peranan estrogen pada PMS tidak nyata, sebab ketegangan ini
timbul terlambat pada siklus tidak pada saat ovulasi waktu sekresi estrogen berada
pada saat puncaknya. Kenaikan sekresi vasopresin kemungkinan berperan pada
retensi cairan pada saat premenstruasi (Ganong, 1983).
Hormon lain yang dikatakan sebagai penyebab gejala PMS adalah prolaktin.
Prolaktin dihasilkan oleh kelenjar hipofisis dan dapat mempengaruhi jumlah
estrogen dan progesteron yang dihasilkan pada setiap siklus. Jumlah prolaktin yang
terlalu banyak dapat mengganggu keseimbangan mekanisme tubuh yang mengontrol
produksi kedua hormon tersebut. Wanita yang mengalami PMS tersebut kadar
prolaktin dapat tinggi atau normal. Wanita yang mempunyai kadar prolaktin cukup
tinggi dapat disembuhkan dengan menekan produksi prolaktin (Shreeve, 1983,
Hacker et, al., 2001 dan Brunner & Suddarth, 2001).
Lebih dari 150 gejala telah dihubungkan dengan premenstrual syndrome (PMS),
namun urutan serta kombinasi dari gejala-gejala dapat berbeda-beda diantara para
wanita. Jenis dan kuatnya gejala juga dapat berbeda-beda setiap bulan dan dapat
mencerminkan perubahan-perubahan gaya hidup atau stres (Health Media Nutrition
Series, 1996).
Gejala utama termasuk sakit kepala, keletihan, sakit pinggang, pembesaran dan
nyeri pada payudara, dan perasaan begah pada abdomen. Irritabilitas umum,
perubahan suasana hati, ketakutan akan kehilangan kontrol, makan sangat
berlebihan dan menangis tiba-tiba dapat juga terjadi. Gejala-gejala sangat beragam
dari satu wanita ke wanita lainnya dan dari satu siklus ke siklus berikutnya pada
wanita yang sama (Brunner & Suddarth, 2001).
Menurut Hacker et. al. (2001), gejala-gejala yang paling banyak ditemukan pada
PMS adalah perasaan bengkak, kenaikan berat badan, hilangnya efisiensi, sukar
konsentrasi, kelelahan, perubahan suasana hati, depresi, termasuk gangguan tidur
(insomnia).
Scott et. al. (2002) membagi gejala-gejala PMS berdasarkan fungsi yang
terganggu. Gangguan psikologik berupa irritabilitas, ketidakseimbangan emosional,
cemas, depresi dan perasaan bermusuhan. Gangguan kognitif dapat berupa
ketidakmampuan berkonsentrasi dan bingung. Gangguan somatik berupa mastalgia
(nyeri tekan pada payudara), kembug, sakit kepala, kelelahan dan insomnia serta
gangguan perilaku sosial berupa kecanduan karbohidrat dan membantah.
Tabel 2.1
Menurut Rayburn (2001), terapi PMS dibagi menjadi tiga kategori, yaitu :
Menurut Depkes RI (1993) wanita usia produktif merupakan wanita yang berusia
15-49 tahun dan wanita pada usia ini masih berpotensi untuk mempunyai keturunan.
Sedangkan menurut (BKKBN, 2001), wanita usia subur (wanita usia produktif)
adalah wanita yang berumur 18-49 tahun yang berstatus belum kawin, kawin ataupun
janda.
Menurut Karyadi (1999), PMS biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang
lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Akan tetapi ada
beberapa faktor yang meningkatkan resiko terjadinya PMS yang beberapa
diantaranya adalah berkaitan dengan karakter wanita itu sendiri. Menurut Oakley
(1998), setiap individu mempunyai karakteristik biografi yang berbeda,
karakteristik tersebut dapat mempengaruhi kondisi fisik, psikologis dan sosial
seseorang.
1. Umur
Faktor resiko yang paling berhubungan dengan PMS adalah faktor peningkatan
umur, penelitian menemukan bahwa sebagian besar wanita yang mencari pengobatan
PMS adalah mereka yang berusia lebih dari 30 tahun (Cornforth, 2000). Walaupun
ada fakta yang mengungkapkan bahwa sebagian remaja mengalami gejala-gelaja yang
sama dan kekuatan PMS yang sama sebagaimana yang dialami oleh wanita yang lebih
tua (Freeman, 2007).
Sedangkan dalam suatu penelitian pada tahun 1994 yang melibatkan 874 wanita
di Virginia menggambarkan bahwa wanita yang berusia antara 35-44 tahun lebih
jarang menderita PMS jika dibandingkan dengan wanita yang lebih muda (Deuster,
1999).
Pada masa ini hubungan sosial utama bagi anak sudah beralih pada
kelompok sebaya dan kelompok luar yang se-ide dengannya.
2. Pendidikan
Orang dengan pendidikan formal yang lebih tinggi cenderung akan mempunyai
pengetahuan yang lebih tinggi dibandingkan dengan orang yang mempunyai tingkat
pendidikan formal yang lebih rendah, karena akan lebih mampu dan mudah
memahami arti dan pentingnya kesehatan dan gangguan-gangguan kesehatan yang
mungkin terjadi. Pengetahuan akan mempengaruhi pola fikir seseorang, selain itu
kemampuan kognitif membentuk cara fikir seseorang, meliputi kemampuan untuk
mengerti faktor-faktor yang berpengaruh dalam kondisi sakit dan untuk
menerapkan pengetahuan tentang sehat dan sakit dalam praktek kesehatan personal
(Muhiman, 1996).
Menurut suatu penelitian terdapat perbedaan yang mencolok dimana wanita yang
tidak menamatkan pendidikan menengah lebih sering melaporkan adanya gejala
premenstrual syndrome (PMS) dari pada mereka yang berpendidikan menengah dan
perguruan tinggi atau mereka yang telah menamatkan perguruan tinggi (Deuster,
1999).
3. Pendapatan
Kemiskinan dan kesehatan mempunyai hubungan yang berarti. Pendapatan wanita
yang sedikit membuat status kesehatan rendah dan mempunyai kesulitan yang lebih
besar untuk mengakses pelayanan kesehatan dibandingkan dengan wanita yang
berpendapatan tinggi (Youngkin & Davis, 1998).
4. Pekerjaan
Wanita yang bekerja mengalami berbagai stres ditempat kerja, baik stres yang
bersifat fisik karena beberapa kondisi lingkungan kerja fisik yang berada diatas
nilai ambang batas yang diperkenankan, atau juga dapat ditambah oleh adanya stres
yang bersifat non fisik (psikososial), yang dapat berpengaruh terhadap kondisi
kesehatannya (Mulyono dkk, 2001).
Zaman sekarang ini, semakin banyak wanita yang memilih untuk beraktivitas di
luar rumah. Kondisi ini akan berhubungan erat dengan semakin banyaknya stres yang
menyerang wanita. Stres ini berasal dari internal maupun eksternal diri wanita
tersebut. Stres merupakan predisposisi pada timbulnya beberapa penyakit,
sehingga diperlukan kondisi fisik dan mental yang baik untuk menghadapi dan
mengatasi serangan stres tersebut.
5. Status Perkawinan
Perkawinan adalah suatu hubungan hukum sebagai pertalian sah untuk jangka
waktu selama mungkin, antara seorang pria dan seorang wanita yang telah memenuhi
syarat-syarat perkawinan (Ensiklopedi Nasional Indonesia, 1990)
Sebuah penelitian pada tahun 1994 yang berjudul Biological, Social and
Behavioral Factors Associated with Premenstrual Syndrome yang melibatkan 874
wanita di Virginia menemukan fakta bahwa mereka yang telah menikah cenderung
mempunyai resiko yang lebih kecil untuk mengalami PMS (3,7%) dari pada mereka
yang tidak menikah (12,6%) (Deuster, 1999).
Penyebab munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa teori menyebutkan
antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon
estrogen dan progesteron. Teori lain bilang, karena hormon estrogen yang
berlebihan. Para peneliti melaporkan, salah satu kemungkinan yang kini sedang
diselidiki adalah adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem
pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel.
Kemungkinan lain, itu berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan,
masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita.
Sindrom ini biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap
perubahan hormonal dalam siklus haid. Akan tetapi ada beberapa faktor yang
meningkatkan risiko terjadinya PMS. Pertama, wanita yang pernah melahirkan (PMS
semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami
kehamilan dengan komplikasi seperti toksima). Kedua, status perkawinan (wanita
yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan yang belum). Ketiga,
usia (PMS semakin sering dan mengganggu dengan bertambahnya usia, terutama
antara usia 30 - 45 tahun). Keempat, stres (faktor stres memperberat gangguan
PMS).
Kelima, diet (faktor kebiasaan makan seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat,
minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala PMS). Keenam,
kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin
C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat. Kebiasaan merokok dan
minum alkohol juga dapat memperberat gejala PMS. Ketujuh, kegiatan fisik (kurang
berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS).
Tipe dan gejalanya Tipe PMS bermacam-macam. Dr. Guy E. Abraham, ahli kandungan
dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi PMS menurut
gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. Delapan puluh persen gangguan PMS
termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C 40%, dan PMS D 20%.
Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D
secara bersamaan.
Setiap tipe memiliki gejalanya sendiri. PMS tipe A (anxiety) ditandai dengan gejala
seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita
mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid. Gejala ini
timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron: hormon
estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon
progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti
mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium.
Penderita PMS A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan
mengurangi atau membatasi minum kopi.
PMS tipe C (craving) ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi makanan yang
manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada
umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul
gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang
terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin
dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh
stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial
(omega 6), atau kurangnya magnesium.
PMS tipe D(depression) ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah,
gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi),
bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri.
Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3%
dari selururh tipe PMS benar-benar murni tipe D.
Ada pula kram perut Pada hari pertama atau satu hari menjelang datang bulan,
banyak wanita yang mengeluh sakit perut atau tepatnya kram perut. Gangguan kram
perut ini tidak termasuk PMS walaupun ada kalanya bersamaan dengan gejala PMS.
Kram pada waktu haid atau nyeri haid merupakan suatu gejala yang paling sering.
Gangguan nyeri yang hebat, atau dinamakan dismenorea, sangat mengganggu
aktivitas wanita, bahkan acap kali mengharuskan penderita beristirahat bahkan
meninggalkan pekerjaannya selama berjam-jam atau beberapa hari.
Pencegahan PMS (sindrom pra-menstruasi) dapat dilakukan melalui diet yang tepat
dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
* Batasi kosumsi makanan tinggi gula, tinggi garam, daging merah(sapi dan kambing), alkohol, kopi,
teh, coklat, serta minuman bersoda.
* Kurangi rokok atau berhenti merokok.
* Batasi konsumsi protein (sebaiknya sebanyak 1,5 gr/kg berat badan per orang).
* Meningkatkan konsumsi ikan, ayam, kacang-kacangan, dan biji-biji-bijian sebagai sumber protein.
* Batasi konsumsi makanan produk susu dan olahannya (keju, es krim, dan lainnya) dan gunakan
kedelai sebagai penggantinya.
* Batasi konsumsi lemak dari bahan hewani dan lemak dari makanan yang digoreng.
* Meningkatkan konsumsi sayuran hijau.
* Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung asam lemak esensial linoleat seperti minyak
bunga matahari, minyak sayuran.
* Konsumsi vitamin B kompleks terutama vitamin B6, vitamin E, kalsium, magnesium juga omega-6
(asam linolenat gamma GLA).
Di samping diet, perhatikan pula hal-hal berikut ini untuk mencegah munculnya PMS:
* Melakukan olahraga dan aktivitas fisik secara teratur.
* Menghindari dan mengatasi stres.
* Menjaga berat badan. Berat badan yang berlebihan dapat meningkatkan risiko menderita PMS.
* Catat jadwal siklus haid Anda serta kenali gejala PMS-nya.
* Perhatikan pula apakah Anda sudah dapat mengatasi PMS pada siklus-siklus datang bulan
berikutnya.
A. Definisi
Hipertiroidisme (Tiroktosikosis) merupakan suatu keadaan di mana didapatkan kelebihan
hormon tiroid karena ini berhubungan dengan suatu kompleks fisiologis dan biokimiawi yang
ditemukan bila suatu jaringan memberikan hormon tiroid berlebihan. Hipertiroidisme adalah
keadaan tirotoksikosis sebagai akibat dari produksi tiroid, yang merupakan akibat dari
fungsi tiroid yang berlebihan. Hipertiroidisme (Hyperthyrodism) adalah keadaan
disebabkan oleh kelenjar tiroid bekerja secara berlebihan sehingga menghasilkan hormon
tiroid yang berlebihan di dalam darah.
Krisis tiroid merupakan suatu keadaan klinis hipertiroidisme yang paling berat mengancam
jiwa, umumnya keadaan ini timbul pada pasien dengan dasar penyakit Graves atau Struma
multinodular toksik, dan berhubungan dengan faktor pencetus: infeksi, operasi, trauma, zat
kontras beriodium, hipoglikemia, partus, stress emosi, penghentian obat anti tiroid,
ketoasidosis diabetikum, tromboemboli paru, penyakit serebrovaskular / strok, palpasi
tiroid terlalu kuat.
2. Hormon Tiroid
Hormon yang terdiri dari asam amino yang mengawal kadar metabolisme. Penyakit Grave,
penyebab tersering hipertiroidisme, adalah suatu penyakit otoimun yang biasanya ditandai
oleh produksi otoantibodi yang memiliki kerja mirip TSH pada kelenjar tiroid. Otoantibodi
IgG ini, yang disebut immunooglobulin perangsang tiroid (thyroid-stimulating
immunoglobulin), meningkatkan pembenftukan HT, tetapi tidak mengalami umpan balik
negatif dari kadar HT yang tinggi. Kadar TSH dan TRH rendah karena keduanya berespons
terhadap peningkatan kadar HT.
Penyebab penyaldt Grave tidak diketahui, namun tampaknya terdapat predisposisi genetik
terhadap penyakit otoimun, Yang paling sering terkena adalah wanita berusia antara 20an
sampai 30an.
Gondok nodular adalah peningkatan ukuran kelenjar tiroid akibat peningkatan kebutuhan
akan hormon tiroid. Peningkatan kebutuhan akan hormon tiroid terjadi selama periode
pertumbuhan atau kebutuhan metabolik yang tinggi misalnya pada pubertas atau kehamilan.
Dalarn hal ini, peningkatan HT disebabkan oleh pengaktivan hipotalamus yang didorong oleh
proses metabolisme tubuh sehingga disertai oleh peningkatan TRH dan TSH. Apabila
kebutuhan akan hormon tiroid berkurang, ukuran kelenjar tiroid biasanya kembali ke
normal. Kadang-kadang terjadi perubahan yang ireversibel dan kelenjar tidak dapat
mengecil. Kelenjar yang membesar tersebut dapat, walaupun tidak selalu, tetap
memproduksi HT dalm jumlah berlebihan. Apabila individu yang bersangkutan tetap
mengalami hipertiroidisme, maka keadaan ini disebut gondok nodular toksik.
Dapat terjadi adenoma, hipofisis sel-sel penghasil TSH atau penyakit hipotalamus, walaupun
jarang.
B. Klasifikasi
C. Penyebab Hipertiroidisme
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan
keduanya.
1. Penyebab Utama
• Penyakit Grave
• Toxic multinodular goitre
• Solitary toxic adenoma
2. Penyebab Lain
• Tiroiditis
• Penyakit troboblastis
• Ambilan hormone tiroid secara berlebihan
• Pemakaian yodium yang berlebihan
• Kanker pituitari
• Obat-obatan seperti Amiodarone
D. Gejala-gejala Hipertiroidisme
• Peningkatan frekuensi denyut jantung.
• Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin.
• Peningkatan laju metabolisme basal, peningkatan pembentukan panas,
intoleran terhadap panas, keringat berlebihan.
• Penurunan berat, peningkatan rasa lapar (nafsu makan baik).
• Peningkatan frekuensi buang air besar.
• Gondok (biasanya), yaitu peningkatan ukuran kelenjar tiroid.
• Gangguan reproduksi.
• Tidak tahan panas.
• Cepat letih.
• Tanda bruit.
• Haid sedikit dan tidak tetap.
• Pembesaran kelenjar tiroid.
• Mata melotot (exoptalmus).
E. Diagnosa
F. Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis tirotoksik
(thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien hipertiroid
yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi pada pasien
hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam jumlah
yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor, hipertermia
(sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati, kematian.
G. Penatalaksanaan
1. Konservatif
Tata laksana penyakit Graves
a. Obat Anti-Tiroid. Obat ini menghambat produksi hormon tiroid. Jika dosis
berlebih, pasien mengalami gejala hipotiroidisme. Contoh obat adalah sebagai
berikut :
• Thioamide
• Methimazole dosis awal 20 -30 mg/hari
• Propylthiouracil (PTU) dosis awal 300 – 600 mg/hari, dosis maksimal 2.000
mg/hari
• Potassium Iodide
• Sodium Ipodate
• Anion Inhibitor
2. Surgical
a. Radioaktif iodine
Tindakan ini adalah untuk memusnahkan kelenjar tiroid yang hiperaktif.
b. Tiroidektomi
Tindakan Pembedahan ini untuk mengangkat kelenjar tiroid yang membesar.
C. Penyebab
Hipertiroidisme dapat terjadi akibat disfungsi kelenjar tiroid, hipofisis, atau
hipotalamus. Peningkatan TSH akibat malfungsi kelenjar tiroid akan disertai
penurunan TSH dan TRF karena umpan balik negatif HT terhadap pelepasan
keduanya.
Hipertiroidisme akibat rnalfungsi hipofisis memberikan gambamn kadar HT
dan TSH yang finggi. TRF akan Tendah karena uinpan balik negatif dari HT dan TSH.
Hipertiroidisme akibat malfungsi hipotalamus akan memperlihatkan HT yang finggi
disertai TSH dan TRH yang berlebihan.
1. Penyebab Utama
a. Penyakit Grave
b. Toxic multinodular goitre
c. ’’Solitary toxic adenoma’’
2. Penyebab Lain
a. Tiroiditis
b. Penyakit troboblastis
c. Ambilan hormone tiroid secara berlebihan
d. Pemakaian yodium yang berlebihan
e. Kanker pituitari
f. Obat-obatan seperti Amiodarone
D. Gejala-gejala
1. Peningkatan frekuensi denyut jantung
2. Peningkatan tonus otot, tremor, iritabilitas, peningkatan kepekaan terhadap
katekolamin
E. Diagnosa
Diagnosa bergantung kepada beberapa hormon berikut ini :
Pemeriksaan darah yang mengukur kadar HT (T3 dan T4), TSH, dan TRH akan
memastikan diagnosis keadaan dan lokalisasi masalah di tingkat susunan saraf
pusat
atau kelenjar tiroid.
1. TSH(Tiroid Stimulating Hormone)
2. Bebas T4 (tiroksin)
3. Bebas T3 (triiodotironin)
4. Diagnosa juga boleh dibuat menggunakan ultrabunyi untuk
memastikan pembesaran kelenjar
tiroid
5. Tiroid scan untuk melihat
pembesaran kelenjar tiroid
6. Hipertiroidisme dapat disertai penurunan kadar lemak
serum
7. Penurunan kepekaan terhadap insulin, yang dapat menyebabkan hiperglikemia
F. Komplikasi
Komplikasi hipertiroidisme yang dapat mengancam nyawa adalah krisis
tirotoksik (thyroid storm). Hal ini dapat berkernbang secara spontan pada pasien
hipertiroid yang menjalani terapi, selama pembedahan kelenjar tiroid, atau terjadi
pada
pasien hipertiroid yang tidak terdiagnosis. Akibatnya adalah pelepasan HT dalam
jumlah yang sangat besar yang menyebabkan takikardia, agitasi, tremor,
hipertermia
(sampai 106 oF), dan, apabila tidak diobati, kematian
Penyakit jantung Hipertiroid, oftalmopati Graves, dermopati Graves, infeksi
karena agranulositosis pada pengobatan dengan obat antitiroid. Krisis tiroid:
mortalitas
ASUHAN KEPERAWATAN
Konsep asuhan keperawatan pada klien hipertiroidisme merujuk pada konsep yang
dikutip dari Doenges (2000), seperti dibawah ini :
A. Pengkajian
1. Aktivitas atau istirahat
a. Gejala : Imsomnia, sensitivitas meningkat, Otot lemah, gangguan koordinasi,
Kelelahan berat
b. Tanda : Atrofi otot
2. Sirkulasi
a. Gejala : Palpitasi, nyeri dada (angina)
b. Tanda : Distritmia (vibrilasi atrium), irama gallop, murmur, Peningkatan
tekanan darah dengan tekanan nada yang berat. Takikardia saat istirahat.
Sirkulasi kolaps, syok (krisis tirotoksikosis)
3. Eliminasi
Gejala : Perubahan pola berkemih ( poliuria, nocturia), Rasa nyeri / terbakar,
kesulitan berkemih (infeksi), Infeksi saluran kemih berulang, nyeri tekan
abdomen, Diare, Urine encer, pucat, kuning, poliuria ( dapat berkembang menjadi
oliguria atau anuria jika terjadi hipovolemia berat), urine berkabut, bau busuk
(infeksi), Bising usus lemah dan menurun, hiperaktif ( diare )
4. Integritas / Ego
a. Gejala : Stress, tergantung pada orang lain, Masalah finansial yang
berhubungan dengan kondisi.
b. Tanda : Ansietas peka rangsang
5. Makanan / Cairan
a. Gejala : Hilang nafsu makan, Mual atau muntah. Tidak mengikuti diet :
peningkatan masukan glukosa atau karbohidrat, penurunan berat badan lebih
dari periode beberapa hari/minggu, haus, penggunaan diuretik ( tiazid )
b. Tanda : Kulit kering atau bersisik, muntah, Pembesaran thyroid ( peningkatan
kebutuhan metabolisme dengan pengingkatan gula darah ), bau halitosis atau
manis, bau buah ( napas aseton)
6. Neurosensori
a. Gejala : Pusing atau pening, sakit kepala, kesemutan, kebas, kelemahan pada
otot parasetia, gangguan penglihatan
b. Tanda : Disorientasi, megantuk, lethargi, stupor atau koma ( tahap lanjut),
gangguan memori ( baru masa lalu ) kacau mental. Refleks tendon dalam
(RTD menurun; koma). Aktivitas kejang ( tahap lanjut dari DKA)
7. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Abdomen yang tegang atau nyeri (sedang / berat), Wajah meringis dengan
palpitasi, tampak sangat berhati-hati.
8. Pernapasan
a. Gejala : Merasa kekurangan oksigen, batuk dengan / tanpa sputum purulen
(tergantung adanya infeksi atau tidak)
b. Tanda : sesak napas, batuk dengan atau tanpa sputum purulen (infeksi),
frekuensi pernapasan meningkat
9. Keamanan
a. Gejala : Kulit kering, gatal, ulkus kulit
b. Tanda : Demam, diaforesis, kulit rusak, lesi atau ulserasi, menurunnya
kekuatan umum / rentang gerak, parastesia atau paralysis otot termasuk otototot
pernapasan (jika kadar kalium menurun dengan cukup tajam )
10. Seksualitas
a. Gejala : Rabas wanita ( cenderung infeksi ), masalah impotent pada pria ;
kesulitan orgasme pada wanita
b. Tanda : Glukosa darah : meningkat 100-200 mg/ dl atau lebih. Aseton plasma :
positif secara menjolok. Asam lemak bebas : kadar lipid dengan kolosterol
meningkat