You are on page 1of 21

PENDAHULUAN

Gizi buruk adalah Keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang
ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang berada pada <-3SD tabel
baku WHO-NCHS dan < - 3 SD juga pada tabel Z-score. Gizi buruk secara klinis
terdiri atas marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor.1,2,3
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori
dan indikator yang digunakan dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada
ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sering
digunakan di Indonesia adalah World Health Organization National Centre for
Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi
dibagi menjadi empat :Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk
kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi
kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein
Calori Malnutrition). Keempat, Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk
marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwashiorkor.3
Kurang Energi Protein (KEP) diberi nama internasional Calori Protein
Malnutrition (CPM) dan kemudian diganti dengan Protein Energy Malnutrition
(PEM). 3 Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi
dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun
2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi
buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak
sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini
berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih
dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh
karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.

KEP pada balita sangat berbeda sifatnya dengan KEP orang dewasa. Pada
balita, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama

penyakit infeksi, kematian anak dan mengakibatkan rendahnya tingkat


kecerdasan.3
Salah satu cara untuk menanggulangi masalah gizi kurang dan gizi buruk
adalah dengan menjadikan tatalaksana gizi buruk sebagai upaya menangani setiap
kasus yang ditemukan. Pada saat ini seiring dengan perkembangan ilmu dan
teknologi tatalaksana gizi buruk menunjukkan bahwa kasus ini dapat ditangani
dengan dua pendekatan. Gizi buruk dengan komplikasi (anoreksia, pneumonia
berat, anemia berat, dehidrasi berat, demam tinggi dan penurunan kesadaran)
harus dirawat di rumah sakit, Puskesmas perawatan, Pusat Pemulihan Gizi (PPG)
atau Therapeutic Feeding Center (TFC), sedangkan gizi buruk tanpa komplikasi
dapat dilakukan secara rawat jalan. 3
Penyakit-penyakit penyerta yang sering terjadi adalah Infeksi Saluran
Pernafasan Akut (ISPA), diare persisten, cacingan, tuberculosis, malaria, dan
HIV/AIDS.3
Penanganan gizi buruk di sesuaikan dengan masing-masing kondisi
(kondisi I,II,III,IV, dan V). Dimulai dengan fase stabilisasi awal dan lanjutan, fase
transisi, fase rehabilitasi, dan fase tindak lanjut.6
Berikut akan dibahas refleksi kasus mengenai gizi buruk kondisi 3, yaitu
gizi buruk disertai diare dengan dehidrasi ringan sedang dan bronkopneumonia.

KASUS
Tanggal pemeriksaan : 27 November 2014
Nama

: An. SQ

Tanggal lahir

: 29 November 2012 (2 tahun )

Alamat

: Poso

Nama orang tua : Ny. Halmin


Pekerjaan
: PNS (Guru)
Alamat
: Poso
Anamnesis:
Keluhan Utama: BAB cair dan sesak nafas
Riwayat penyakit sekarang: BAB cair sejak 3 hari yang lalu sebelum masuk
rumah sakit, frekuensi >5x, warna kuning, darah (-), lendir (-), busa (-), sedikit
berampas, volume banyak, bau tinja biasa. BAK biasa. Mual (-), muntah (-),
demam (-). Selain itu pasien mengalami sesak nafas dan diperberat oleh batuk
sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, batuk berlendir, lendir
berwarna putih,darah (-), beringus (-).
Riwayat penyakit dahulu:
-

Sebelumnya pasien sering batuk dan sesak nafas.


Post operasi PDA (Patent Ductus Arteriosus) 6 bulan yang lalu.
Pasien pernah mendapat terapi gizi buruk sebelumnya namun tidak tuntas
(hanya sampai masa transisi).

Riwayat penyakit keluarga: Di keluarga tidak ada yang mengalami sakit serupa
Riwayat kelahiran: Anak ke 2 dari 2 bersaudara, G2P1A0, lahir cukup bulan
spontan di rumah di bantu oleh bidan, anak lahir tidak langsung menangis, berat
badan lahir 3.200 gram, panjang badan lahir (?).
Anamnesis makanan:
-

Anak tidak pernah mendapatkan ASI.


3

Susu formula: 0-sekarang


Bubur saring: >3 bulan
Nasi: > 1 tahun

Kepandaian/kemajuan bayi:
-

Tengkurap: 1 tahun 8 bulan


Sekarang pasien belum bisa duduk, belum bisa berdiri, belum bisa
berjalan.

Riwayat imunisasi:
Imunisasi tidak lengkap, (pasien tidak mendapat imunisasi Hep B)
Pemeriksaan fisis:
Kondisi Umum
: Sakit berat
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi
: Gizi buruk (< -3 SD)
Tanda-Tanda Vital
Nadi
Suhu
Pernapasan
Kulit

Berat Badan
: 5 kg
Tinggi Badan : 69 cm
Lingkar Lengan : 11 cm

: 82 kali/menit
: 36,70C
: 44kali/menit
: Warna kuning langsat, tidak ditemukan ruam, turgor kulit
kembali lambat.

Kepala

: Bentuk bulat,rambut berwarna cokelat kemerahan kusam,


mudah dicabut, tipis dan tidak mengkilap, botak dibagian
belakang, konjungtiva

anemis, sklera tidak ikterus,

refleks kornea positif kanan dan kiri, pupil bulat isokor


diameter 3 mm, mata cowong (+), tatapan sayu. tulang
pipi tampak menonjol. Hidung sekret (-), pernapasan
cuping hidung (+). Telinga tidak ada sekret, bibir tidak
sianosis, bibir kering.
Tonsil
Tenggorokan-Leher
sulit dinilai, Tidak ad :Pembesaran kelenjar tiroid dan kelenjar getah bening, Tonsil
Dada
Paru-Paru

sulit dinilai
: Terdapat pectus carinatum, retraksi subcostal (+).
: Inspeksi
: pergerakan dada simetris, retraksi
subcostal (+).

Palpasi

: tidak ada massa, taktil fremitus kiri


dan kanan sama.

Jantung

Perkusi

: sonor kanan dan kiri

Auskultasi

: bunyi napas brokovesikuler, wheezing


(-/-), ronkhi (+/+) basah halus.
: iktus kordis tampak

: Inspeksi
Palpasi

: iktus kordis teraba pada ICS V


midclavicula sinistra

Abdomen

Perkusi

: pekak

Auskultasi

: bunyi jantung I dan II murni, reguler,


bising jantung (-).
: permukaan cembung

: Inspeksi
Auskultasi

: peristaltik + kesan meningkat

Perkusi

: timpani

Palpasi

: nyeri tekan (-), massa (-), hepar dan


limpa tidak teraba.

Turgot

: > 2 detik

Ekstremitas
Atas

: Akral hangat , edema (-), hipotrofi.

Bawah

: Akral hangat, edema (-) hipotrofi.

Tulang

: Deformitas tidak ada

SKOR DEHIDRASI:
Kriteria
Keadaan umum

Gelisah, rewel

Mata

Cekung

Mulut

Kering

Air mata

Tidak ada

Turgor

2
5

Rasa haus
Haus, ingin minum banyak
Merupakan tanda dehidrasi ringan sedang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG: RESUME
Pasien perempuan berusia 2 tahun datang dengan keluhan BAB cair sejak
3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, frekuensi >5x, warna kuning, sedikit
berampas, volume banyak, bau tinja biasa. Selain itu pasien mengalami sesak
nafas dan batuk sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, batuk
berlendir, lendir berwarna putih.
Pasien pernah mempunyai riwayat PDA (Patent Ductus Arteriosus) saat
lahir pasien tidak langsung menangis. Pasien tidak pernah mendapatkan ASI sejak
lahir. Sejak lahir sampai sekarang pasien mengkonsumsi susu formula. Pasien
tidak mendapat imunisasi Hep B. Pasien juga mengalami keterlambatan
pertumbuhan (<-3SD) dan keterlambatan perkembangan.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan nafas cepat, yaitu 44x/menit. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan turgor kembali lambat, bentuk kepala bulat,rambut
berwarna cokelat kemerahan kusam, mudah dicabut, tipis dan tidak mengkilap,
botak dibagian belakang, konjungtiva anemis, mata cowong (+), tatapan sayu.
tulang pipi tampak menonjol. pernapasan cuping hidung (+). Bibir kering. Pada
bagian dada terdapat pectus carinatum, retraksi subcostal (+), auskultasi paru
didapatkan bunyi ronkhi (+/+) basah halus. Abdomen permukaan cembung,
peristaltik + kesan meningkat, otot-otot hipotrofi. Skor dehidrasi didapatkan
dehidrasi ringan sedang.
DIAGNOSIS KERJA: Gizi buruk tipe kwashiorkor kondisi 3 dengan diare
disertai

dehidrasi

ringan

sedang

dan

bronkopneumonia
TERAPI :

IVFD D5% 8 tetes/menit


02 2L/menit
Injeksi ceftriaxone 2x125 mg IV
Vitamin A 100.000 IU
6

Zink 1x10 mg
Tatalaksana
Gizi

Buruk

Rencana

III/

fase

stabilisasi

( muntah/diare/dehidrasi)
- 50 ml glukosa/larutan gula pasir 10% melalui oral/NGT
- 2 jam pertama berikan Resomal secara oral/NGT setiap 30 menit,dosis
-

25 cc (5 ml/kgBB). Jika membaik:


10 jam berikutnya teruskan pemberian resomal 25-50 cc berselang
seling dengan F75 setiap 2 jam 55 cc. (Resomal 5-10 ml/kgBB/ setiap

pemberian)
Catat denyut nadi dan frekuensi nafas
Bila sudah rehidrasi: Diare (-): Hentikan resomal teruskan F75 setaip
2 jam. Diare (+): setiap diare berikan resomal anak <2 tahun: 50-100

ml/setiap diare. Anak >2tahun: 100-200ml/setiap diare.


Bila anak masih menetek berikan ASI anatar pemberian F75
Kemudian lanjutkan pemberian menjadi setiap 3 jam dan jika kondisi
tetap membaik lanjutkan pemberian F75 menjadi setiap 4 jam.

FOLLOW UP

Tanggal 28 November 2014


S :Keadaan Umum : sakit berat
Panas (+), Buang air besar 1 kali berwarna kuningdan cair, batuk (+),
sesak (+), retraksi subcostal (+), pernafasan cuping hidung (+).
O :N : 110 x/menit
S : 39C
R : 52 x/menit
BB: 5 kg
A: Gizi buruk tipe kwashiorkor kondisi 3 dan bronkopneumonia
P:

IVFD RL 8 tetes/menit
Oksigen 2 Liter/menit
Injeksi ceftriaxone 2x125 mg IV
Zink 1x10 mg
Tatalaksana Gizi Buruk Rencana

III/

fase

stabilisasi

( muntah/diare/dehidrasi) Hari ke dua


Pasien Menolak terapi gizi buruk (pemberian f75)

DISKUSI
Pasien ini didiagnosis sebagai gizi buruk karena berdasarkan tabel z-score
BB/U didapatkan hasilnya di bawah 3SD. Hal ini sesuai dengan kriteria untuk
menentukan gizi buruk, yaitu ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U)
yang berada pada <-3SD tabel baku WHO-NCHS dan < - 3 SD juga pada tabel Zscore.

Gejala klinik kekurangan energi protein (KEP) berdasarkan jenis KEP


yang dialami oleh seorang anak. Gejala klinik dari masing-masing kekurangan
energi protein sebagai berikut:
1. Kwasiorkor
Kwasiorkor

adalah

suatu

kondisi

kekurangan

intake

protein,

yang

menyebabkan manifestasi klinik sebagai berikut:


Edema umumnya di seluruh tubuh terutama pada kaki (dorsum pedis)
Wajah membulat dan sembab
Otot-otot mengecil (hipotrofi)
Perubahan status mental: cengeng, rewel kadang apatis
Anak sering menolak segala jenis makanan (anoreksia)
Pembesaran hati
Sistem imun menurun, sehingga sering disertai infeksi dan anemia
Rambut berwarna kusam dan mudah dicabut
Gangguan kulit berupa bercak merah yang meluas dan berubah menjadi

hitam terkelupas (crazy pavement dermatosis)


Pandangan mata anak nampak sayu

Gambar 1. Kwasiorkor
Dari manifestasi klinis yang ditemuka pada pasien, pasien merupakan gizi buruk
tipe kwasiorkor.
2. Marasmus
Marasmus adalah suatu kondisi kekurangan intake kalori, yang menyebabkan
manifestasi klinik sebagai berikut:

Anak tampak sangat kurus, tinggal tulang terbungkus kulit


9

Wajah seperti orangtua


Cengeng, rewel
Perut cekung
Kulit keriput, jaringan lemak subkutis sangat sedikit sampai tidak ada
Sering disertai diare kronik atau konstipasi/susah buang air, serta penyakit
kronik

Gambar 2. Marasmus
3. Marasmik kwasiorkor
Marasmik kwasiorkor adalah gabungan antara marasmus dan kwasiorkor
dengan BB/TB <-3 SD disertai edema yang tidak mencolok.
Gejala klinik ditemukan yang ditemukan adalah anak cengeng, rambut
hitam dan tidak rapuh, muka seperti orang tua dan sembab, terdapat atrofi otot,
ada edema pretibial.
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara
garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan
yang kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi.
Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan
kondisi sosial ekonomi. Selain itu, kadang-kadang bencana alam, perang,

10

maupun kebijaksanaan politik maupun ekonomi yang memberatkan rakyat


akan menyebabkan hal ini. Kemiskinan sangat identik dengan tidak
tersedianya makan yang adekuat. Data Indonesia dan negara lain
menunjukkan bahwa adanya hubungan timbal balik antara kurang gizi dan
kemiskinan. Kemiskinan merupakan penyebab pokok atau akar masalah
gizi buruk. Proporsi anak malnutrisi berbanding terbalik dengan
pendapatan. Makin kecil pendapatan penduduk, makin tinggi persentasi
anak yang kekurangan gizi. Namun pada pasien ini tidak ada hubungan
dengan kondisi sosial ekonomi, karena termasuk golongan ekonomi
menengah ke atas.
2. Anak tidak cukup mendapat makanan bergizi seimbang
Makanan alamiah terbaik bagi bayi yaitu Air Susu Ibu, dan sesudah
usia 6 bulan anak tidak mendapat Makanan Pendamping ASI (MP-ASI)
yang tepat, baik jumlah dan kualitasnya akan berkonsekuensi terhadap
status gizi bayi. Pasien ini tidak mendapatkan ASI ekslusif sejak lahir
hanya mendapakan susu formula sejak lahir sampai sekarang. MP-ASI
yang baik tidak hanya cukup mengandung energi dan protein, tetapi juga
mengandung zat besi, vitamin A, asam folat, vitamin B serta vitamin dan
mineral lainnya. MP-ASI yang tepat dan baik dapat disiapkan sendiri di
rumah.
3. Pola makan yang salah
Dari suatu penelitian mempelajari mengapa dari sekian banyak
bayi dan balita di suatu desa miskin hanya sebagian kecil yang gizi buruk,
padahal orang tua mereka semuanya petani miskin. Dari penelitian ini
diketahui pola pengasuhan anak berpengaruh pada timbulnya gizi buruk.
Anak yang diasuh ibunya sendiri dengan kasih sayang, apalagi ibunya
berpendidikan, mengerti soal pentingnya ASI, manfaat posyandu dan
kebersihan, meskipun sama-sama miskin, ternyata anaknya lebih sehat.
Pasien merupakan anak kedua, dan jarak usia antara pasien dan kakak
pasien yang pertama tidak terlalu jauh hanya 1 tahun, hal itu menyebabkan
pola pengasuhan pasien yang tidak maksimal walaupun ibunya
berpendidikan.

11

4. Sering sakit (frequent infection)


Menjadi penyebab terpenting kedua kekurangan gizi, apalagi di
Negara-negara terbelakang dan yang sedang berkembang seperti
Indonesia, dimana kesadaran akan kebersihan/personal hygine yang masih
kurang, serta ancaman endemisitas penyakit tertentu, khususnya infeksi
kronik seperti misalnya tuberkulosis (TB) masih sangat tinggi. Kaitan
infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar
diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat.
Kondisi infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi
malnutrisi sendiri akan memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan
sehingga memudahkan terjadinya infeksi. Pasien juga mempunyai riwayat
PDA (Patent Ductus Arteriosus) yang menyebabkan pasien sering sakit
sebelumnya.

Gambar 3. Alur pemeriksaan anak gizi buruk

12

Pada

kasus

ini,

terdapat

penyakit

penyerta

yaitu

terdapat

bronkopneumonia dan diare akut. Jadi, anak ini masuk dalam kelompok gizi
buruk dengan komplikasi yang merupakan indikasi dirawat di rumah sakit.
Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja bersamasama akan memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan bila kedua faktor
tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk taraf gizi
dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi
penyakit infeksi. Mikroorganisme yang tidak terlalu berbahaya pada anak-anak
dengan gizi baik, akan bisa menyebabkan kematian pada anak-anak dengan gizi
buruk. Hal ini terjadi karena pada gizi buruk protein kurang karena asupan yang
tidak adekuat menyebabkan sistem imun terganggu.
Gizi buruk terdiri atas 5 kondisi sesuai dengan keadaan dan gejala klinik
pasien saat dinyatakan sebagai pasien gizi buruk. Pembagian gizi buruk dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan masing-masing kondisi pada gizi buruk
Tanda-Tanda

Kondisi I

Renjatan/Syok
Letargi/tidak sadar
Muntah/diare/dehidrasi

+
+
+

Kondisi II

Kondisi

Kondisi

Kondisi V

+
+

III
+

IV
+
-

Pada kasus ini, anak termasuk dalam gizi buruk tipe kwarshiorkor kondisi III
karena anak masuk dengan tanpa syok karena nadi 82 x/menit dan respirasi
44x/menit. Pasien masih dalam keadaan sadar. Tetapi pasien mengalami diare
dengan dehidrasi ringan-sedang dan bronkopneumonia.
Penatalaksanaan gizi buruk (protein energi malnutrisi) terdiri atas 10 langkah
sebagai berikut:

Tabel 2. 10 langkah penatalaksanaan gizi buruk

13

1. Fase stabilisasi (hari 1-2)


Pada fase ini energi yang dibutuhkan adalah 80-100 kkal/kgBB/hari,
protein 1-1,5 gr/kgBB/hari, dan cairan 130 ml/kgBB/hari atau 100
ml/kgBB/hari bila ada edema berat. Terapi yang diberikan pada fase ini adalah:

Mengatasi hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa dalam darah pada

anak gizi buruk < 3 mmol/liter atau 54 mg/dl. Tanda-tanda hipoglikemia


14

adalah letargi, tidak sadar, dan nadi lemah. Gejala lain berkeringat dan pucat
tapi sangat jarang dijumpai pada anak gizi buruk. Biasa gejalanya hanya
diawali oleh mengantuk saja. Cara mengatasi hipoglikemia:
1) Jika pasien masih sadar: berikan cairan glukosa 10% atau glukosa oral 10%
atau NGT 50 ml.
2) Jika pasien tidak sadar: berikan cairan glukosa 10% (IV) dan bolus
sebanyak 5 mL/kgBB. Selanjutnya larutan glukosa 10% atau gula pasir 10
% secara oral atau NGT bolus 50 mL.
3) Jika pasien syok: Berikan cairan IV berupa RL dan dekstrose/glukosa 10%
dengan perbandingan 1:1 (= RL D 5%) sebanyak 15 mL/kgBB selama1 jam
pertama atau 5 tetes/menit/kgBB.
Pasien ini masih dengan keadaan sadar, jadi diberikan glukosa oral 10%.

Mengatasi dehidrasi
Pada kasus ini terdapat tanda dehidrasi, yaitu anak rewel, haus, dan mata
cekung. Jadi harus dilakukan penanganan pada dehidrasi.
ReSoMal 5 ml x 5 Kg = 25 ml/30 menit
Dalam 2 jam pertama
Catat nadi dan pernapasan setiap 30 menit
Membaik

Memburuk
Segera infus lihat rencana I
tanpa pemberian bolus glukosa

10 jam berikutnya:
Teruskan pemberian ReSoMal 5-10 ml/kgBB/setiap pemberian
berselang seling dengan F-75 setiap 1 jam
ReSoMal 25 ml dan F-75 55 ml
Catat nadi dan pernapasan/jam
Bila sudah rehidrasi:
diare (-): hentikan ReSoMal teruskan F-75 setiap 2 jam
diare (+): setiap diare berikan ReSoMal:
diare/muntah
50-100 ml/setiap
diare (<dapat
2 tahun)
Bila
berkurang,
menghabiskan F-75, ubah

100-2000
ml/setiap
diare
(>
2
tahun)
pemberian F-75/3 jam (70 ml)
Bila tidak ada diare dan anak dapat menghabiskan F-75, ubah
pemberian F-75/4 jam (90 ml)
Bila anak masih menetek, berikan ASI antara pemberian F-75

15

Pada pasien ini tidak terjadi hipotermia


Mengobati infeksi
Infeksi ditangani pada fase stabilisasi dan transisi. Pada kasus ini
karena terdapat penyakit penyerta yaitu bronkhopneumonia jadi anak
harus diberikan antibiotik.
Tabel 3. Petunjuk Pemberian Antibiotika
Tidak ada komplikasi

Kotrimoksazol per oral (25 mg


sulfametoksazol+5mg
trimetoprim/kgBB) setiap 12 jam

selama 5 hari
Komplikasi (Renjatan, hipoglikemia, Gentamisin IV
hipotermia, dermatosis dengan kulit mg/kgBB)

atau

setiap

IM

kali

(7,5
sehari

kasar atau infeksi saluran nafas atau selama 7 hari, ditambah:


infeksi

saluran

kencing

atau Ampisilin IV atau IM (50 mg/kg)

letargis/tampak sakit)

setiap 6 jam selama 2 hari, ikuti


dengan

Amoksisilin

oral

(15

mg/kg) setiap 8 jam selama 5 hari


Bila tidak membaik dalam 48 jam, Kloramfenikol IV atau IM (25
ditambahkan

mg/kg) setiap 8 jam selama 5 hari


(beri setiap 6 jam bila diperkirakan

Bila

ada

infeksi

khusus

meningitis)
yang Antibiotik khusus

membutuhkan tambahan antibiotik


beri

Memperbaiki kekurangan zat gizi mikro


Pada pasien ini diberikan vitamin A hanya hari pertama karena pada
pasien tidak terdapat kelainan mata (seperti: konjungtivitis) dan tidak
pernah sakit campak dalam 3 bulan terakhir. Dosis yang diberikan pada
anak ini adalah 200.000 SI (1 kapsul merah).
Tabel 4. Dosis vitamin A

16

Tabel 5. Jadwal pemberian vitamin A

2. Fase transisi (hari 3-7)


Fase transisi energi yang dibutuhkan adalah 100-150 kkal/kgBB/hari,
protein 2-3 gr/kgBB/hari, dan cairan 150 ml/kgBB/hari. Pada fase transisi F-75
diubah menjadi F-100. Sebelum diganti ke F-100, diberikan dulu 1 hari F-100
dengan volume seperti F-75. dosis F-100/4 jam sesuai dengan BB. Dosisnya
dimulai dari dosis rendah, kemudian 4 jam dosisnya dinaikkan 10 ml sampai
dosis maksimal. F-100 diberikan dari hari ke 3-7.
3. Fase rehabilitasi
Kebutuhan energi pada fase ini adalah 150-220 kkal/kgBB/hari, protein 46 gr/kg, dan cairan 150-200 ml/kgBB/hari. Pada fase rehabilitasi tetap
diberikan F-100 sesuai dengan dosis pada fase transisi, tapi harus perhatikan
kondisi anak. Pada fase ini F-100 diberikan bersama dengan makanan padat
sesuai dengan BB anak. Pemberian F-100 pada fase ini diberikan selama
minggu 2-6.
Kurangi pemberian F-100 bila ada tanda bahaya sebagai berikut:
17

Denyut nadi dan frekuensi nafas meningkat


Vena jugularis terbendung
Edema meningkat
Tablet Fe dapat diberikan pada fase rehabilitasi selama 4 minggu.
Tabel 6. Dosis Fe

4. Fase tindak lanjut


Dimulai pada minggu 7-26 minggu. Memberikan makanan dengan porsi kecil
dan sering, sesuai dengan umur anak. anak pada fase tindak lanjutnya
seharusnya diberikan makanan seperti dibawah ini:
Berikan ASI sesuai keinginan anak
Berikan nasi lembek yang ditambah telur/ayam/ikan/tempe/tahu/daging

sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak.
Berikan makanan tersebut 3 x sehari
Berikan juga makanan selingan 2 x sehari diantara waktu makan seperti:
bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.

18

Pada pasien ini hanya diberikan terapi gizi buruk sampai fase stabilisasi,
yaitu sampai hari II, karena keluarga pasien menolak pemberian F-75 dengan
alasan batuk pasien semakin bertambah dan tidak ada kenaikan berat badan jika
diberi terapi gizi seperti yang pernah dialami sebelumnya di rumah sakit tempat
pasien pernah dirawat sebelumnya.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien gizi buruk adalah mudah
terinfeksi, hipotermia, hipoglikemia, gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
mengganggu kecerdasan anak, dan dapat menyebabkan kematian. Pada pasien
komplikasinya adalah ditemukan penyakit infeksi yaitu bronkhopneumonia, diare,
dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Pada kasus ini prognosis yang dialami oleh pasien adalah buruk untuk
kondisi gizinya karena tidak diterapi gizi buruk yang sesuai akibat penolakan
pemberian f75 dan terapi hanya sampai pada fase stabilisasi saja. Otomatis
komplikasi yang dialami, yaitu bronkopneumonia juga prognosisnya buruk,
karena kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar
diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi

19

infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan
terjadinya infeksi.

DAFTAR PUSTAKA

20

1. Pusat data dan informasi departemen kesehatan Republik Indonesia 2006.


Glosarium

data

&

informasi

kesehatan.

Available

from:

URL:http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Glosarium%202006.pdf.
2. WHOSevere
Acute
Malnutrition:http://www.who.int/nutrition/topics/malnutrition/en/
3. Anonim.
Gizi
buruk.
Available

from.

URL:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20850/4/Chapter
%20II.pdf
4. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995.
5. Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New
Yorkl. 17th edition. Saunders.
6. Kementerian kesehatan republik indonesia. Bagan tatalaksana anak gizi
buruk buku I. Jakarta; Departemen kesehatan: 2003.
7. Kementerian kesehatan republik indonesia. Bagan tatalaksana anak gizi
buruk buku II. Jakarta; Departemen kesehatan: 2003.
8. Benny.
Penatalaksanaan
PEM.
Available

from:

URL:

http://www.scribd.com/doc/50591154/Lapkas-Pediatri-Benny

21

You might also like