Professional Documents
Culture Documents
Gizi buruk adalah Keadaan kurang zat gizi tingkat berat yang disebabkan
oleh rendahnya konsumsi energi dan protein dalam waktu cukup lama yang
ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U) yang berada pada <-3SD tabel
baku WHO-NCHS dan < - 3 SD juga pada tabel Z-score. Gizi buruk secara klinis
terdiri atas marasmus, kwasiorkor, dan marasmus-kwasiorkor.1,2,3
Menurut Depkes (2002), status gizi merupakan tanda-tanda penampilan
seseorang akibat keseimbangan antara pemasukan dan pengeluaran zat gizi yang
berasal dari pangan yang dikonsumsi pada suatu saat berdasarkan pada kategori
dan indikator yang digunakan dalam menetukan klasifikasi status gizi harus ada
ukuran baku yang sering disebut reference. Baku antropometri yang sering
digunakan di Indonesia adalah World Health Organization National Centre for
Health Statistic (WHO-NCHS). Berdasarkan baku WHO - NCHS status gizi
dibagi menjadi empat :Pertama, gizi lebih untuk over weight, termasuk
kegemukan dan obesitas. Kedua, Gizi baik untuk well nourished. Ketiga, Gizi
kurang untuk under weight yang mencakup mild dan moderat, PCM (Protein
Calori Malnutrition). Keempat, Gizi buruk untuk severe PCM, termasuk
marasmus, marasmik-kwasiorkor dan kwashiorkor.3
Kurang Energi Protein (KEP) diberi nama internasional Calori Protein
Malnutrition (CPM) dan kemudian diganti dengan Protein Energy Malnutrition
(PEM). 3 Kurang energi dan Protein (KEP) pada anak masih menjadi masalah gizi
dan kesehatan masyarakat di Indonesia. Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar tahun
2010, sebanyak 13,0% berstatus gizi kurang, diantaranya 4,9% berstatus gizi
buruk. Data yang sama menunjukkan 13,3% anak kurus, diantaranya 6,0% anak
sangat kurus dan 17,1% anak memiliki kategori sangat pendek. Keadaan ini
berpengaruh kepada masih tingginya angka kematian bayi. Menurut WHO lebih
dari 50% kematian bayi dan anak terkait dengan gizi kurang dan gizi buruk, oleh
karena itu masalah gizi perlu ditangani secara cepat dan tepat.
KEP pada balita sangat berbeda sifatnya dengan KEP orang dewasa. Pada
balita, KEP dapat menghambat pertumbuhan, rentan terhadap penyakit terutama
KASUS
Tanggal pemeriksaan : 27 November 2014
Nama
: An. SQ
Tanggal lahir
Alamat
: Poso
Riwayat penyakit keluarga: Di keluarga tidak ada yang mengalami sakit serupa
Riwayat kelahiran: Anak ke 2 dari 2 bersaudara, G2P1A0, lahir cukup bulan
spontan di rumah di bantu oleh bidan, anak lahir tidak langsung menangis, berat
badan lahir 3.200 gram, panjang badan lahir (?).
Anamnesis makanan:
-
Kepandaian/kemajuan bayi:
-
Riwayat imunisasi:
Imunisasi tidak lengkap, (pasien tidak mendapat imunisasi Hep B)
Pemeriksaan fisis:
Kondisi Umum
: Sakit berat
Tingkat Kesadaran : Compos Mentis
Status Gizi
: Gizi buruk (< -3 SD)
Tanda-Tanda Vital
Nadi
Suhu
Pernapasan
Kulit
Berat Badan
: 5 kg
Tinggi Badan : 69 cm
Lingkar Lengan : 11 cm
: 82 kali/menit
: 36,70C
: 44kali/menit
: Warna kuning langsat, tidak ditemukan ruam, turgor kulit
kembali lambat.
Kepala
sulit dinilai
: Terdapat pectus carinatum, retraksi subcostal (+).
: Inspeksi
: pergerakan dada simetris, retraksi
subcostal (+).
Palpasi
Jantung
Perkusi
Auskultasi
: Inspeksi
Palpasi
Abdomen
Perkusi
: pekak
Auskultasi
: Inspeksi
Auskultasi
Perkusi
: timpani
Palpasi
Turgot
: > 2 detik
Ekstremitas
Atas
Bawah
Tulang
SKOR DEHIDRASI:
Kriteria
Keadaan umum
Gelisah, rewel
Mata
Cekung
Mulut
Kering
Air mata
Tidak ada
Turgor
2
5
Rasa haus
Haus, ingin minum banyak
Merupakan tanda dehidrasi ringan sedang.
PEMERIKSAAN PENUNJANG: RESUME
Pasien perempuan berusia 2 tahun datang dengan keluhan BAB cair sejak
3 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, frekuensi >5x, warna kuning, sedikit
berampas, volume banyak, bau tinja biasa. Selain itu pasien mengalami sesak
nafas dan batuk sejak 2 hari yang lalu sebelum masuk rumah sakit, batuk
berlendir, lendir berwarna putih.
Pasien pernah mempunyai riwayat PDA (Patent Ductus Arteriosus) saat
lahir pasien tidak langsung menangis. Pasien tidak pernah mendapatkan ASI sejak
lahir. Sejak lahir sampai sekarang pasien mengkonsumsi susu formula. Pasien
tidak mendapat imunisasi Hep B. Pasien juga mengalami keterlambatan
pertumbuhan (<-3SD) dan keterlambatan perkembangan.
Pada pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan nafas cepat, yaitu 44x/menit. Pada
pemeriksaan fisik didapatkan turgor kembali lambat, bentuk kepala bulat,rambut
berwarna cokelat kemerahan kusam, mudah dicabut, tipis dan tidak mengkilap,
botak dibagian belakang, konjungtiva anemis, mata cowong (+), tatapan sayu.
tulang pipi tampak menonjol. pernapasan cuping hidung (+). Bibir kering. Pada
bagian dada terdapat pectus carinatum, retraksi subcostal (+), auskultasi paru
didapatkan bunyi ronkhi (+/+) basah halus. Abdomen permukaan cembung,
peristaltik + kesan meningkat, otot-otot hipotrofi. Skor dehidrasi didapatkan
dehidrasi ringan sedang.
DIAGNOSIS KERJA: Gizi buruk tipe kwashiorkor kondisi 3 dengan diare
disertai
dehidrasi
ringan
sedang
dan
bronkopneumonia
TERAPI :
Zink 1x10 mg
Tatalaksana
Gizi
Buruk
Rencana
III/
fase
stabilisasi
( muntah/diare/dehidrasi)
- 50 ml glukosa/larutan gula pasir 10% melalui oral/NGT
- 2 jam pertama berikan Resomal secara oral/NGT setiap 30 menit,dosis
-
pemberian)
Catat denyut nadi dan frekuensi nafas
Bila sudah rehidrasi: Diare (-): Hentikan resomal teruskan F75 setaip
2 jam. Diare (+): setiap diare berikan resomal anak <2 tahun: 50-100
FOLLOW UP
IVFD RL 8 tetes/menit
Oksigen 2 Liter/menit
Injeksi ceftriaxone 2x125 mg IV
Zink 1x10 mg
Tatalaksana Gizi Buruk Rencana
III/
fase
stabilisasi
DISKUSI
Pasien ini didiagnosis sebagai gizi buruk karena berdasarkan tabel z-score
BB/U didapatkan hasilnya di bawah 3SD. Hal ini sesuai dengan kriteria untuk
menentukan gizi buruk, yaitu ditandai dengan berat badan menurut umur (BB/U)
yang berada pada <-3SD tabel baku WHO-NCHS dan < - 3 SD juga pada tabel Zscore.
adalah
suatu
kondisi
kekurangan
intake
protein,
yang
Gambar 1. Kwasiorkor
Dari manifestasi klinis yang ditemuka pada pasien, pasien merupakan gizi buruk
tipe kwasiorkor.
2. Marasmus
Marasmus adalah suatu kondisi kekurangan intake kalori, yang menyebabkan
manifestasi klinik sebagai berikut:
Gambar 2. Marasmus
3. Marasmik kwasiorkor
Marasmik kwasiorkor adalah gabungan antara marasmus dan kwasiorkor
dengan BB/TB <-3 SD disertai edema yang tidak mencolok.
Gejala klinik ditemukan yang ditemukan adalah anak cengeng, rambut
hitam dan tidak rapuh, muka seperti orang tua dan sembab, terdapat atrofi otot,
ada edema pretibial.
Gizi buruk dipengaruhi oleh banyak faktor yang saling terkait. Secara
garis besar penyebab anak kekurangan gizi disebabkan karena asupan makanan
yang kurang atau anak sering sakit / terkena infeksi.
Asupan yang kurang disebabkan oleh banyak faktor antara lain:
1. Tidak tersedianya makanan secara adekuat
Tidak tersedinya makanan yang adekuat terkait langsung dengan
kondisi sosial ekonomi. Selain itu, kadang-kadang bencana alam, perang,
10
11
12
Pada
kasus
ini,
terdapat
penyakit
penyerta
yaitu
terdapat
bronkopneumonia dan diare akut. Jadi, anak ini masuk dalam kelompok gizi
buruk dengan komplikasi yang merupakan indikasi dirawat di rumah sakit.
Gangguan gizi dan infeksi sering saling bekerja sama, dan bila bekerja bersamasama akan memberikan dampak yang lebih buruk dibandingkan bila kedua faktor
tersebut masing-masing bekerja sendiri-sendiri. Infeksi memperburuk taraf gizi
dan sebaliknya, gangguan gizi memperburuk kemampuan anak untuk mengatasi
penyakit infeksi. Mikroorganisme yang tidak terlalu berbahaya pada anak-anak
dengan gizi baik, akan bisa menyebabkan kematian pada anak-anak dengan gizi
buruk. Hal ini terjadi karena pada gizi buruk protein kurang karena asupan yang
tidak adekuat menyebabkan sistem imun terganggu.
Gizi buruk terdiri atas 5 kondisi sesuai dengan keadaan dan gejala klinik
pasien saat dinyatakan sebagai pasien gizi buruk. Pembagian gizi buruk dapat
dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 1. Perbedaan masing-masing kondisi pada gizi buruk
Tanda-Tanda
Kondisi I
Renjatan/Syok
Letargi/tidak sadar
Muntah/diare/dehidrasi
+
+
+
Kondisi II
Kondisi
Kondisi
Kondisi V
+
+
III
+
IV
+
-
Pada kasus ini, anak termasuk dalam gizi buruk tipe kwarshiorkor kondisi III
karena anak masuk dengan tanpa syok karena nadi 82 x/menit dan respirasi
44x/menit. Pasien masih dalam keadaan sadar. Tetapi pasien mengalami diare
dengan dehidrasi ringan-sedang dan bronkopneumonia.
Penatalaksanaan gizi buruk (protein energi malnutrisi) terdiri atas 10 langkah
sebagai berikut:
13
Mengatasi hipoglikemia
Hipoglikemia adalah keadaan dimana kadar glukosa dalam darah pada
adalah letargi, tidak sadar, dan nadi lemah. Gejala lain berkeringat dan pucat
tapi sangat jarang dijumpai pada anak gizi buruk. Biasa gejalanya hanya
diawali oleh mengantuk saja. Cara mengatasi hipoglikemia:
1) Jika pasien masih sadar: berikan cairan glukosa 10% atau glukosa oral 10%
atau NGT 50 ml.
2) Jika pasien tidak sadar: berikan cairan glukosa 10% (IV) dan bolus
sebanyak 5 mL/kgBB. Selanjutnya larutan glukosa 10% atau gula pasir 10
% secara oral atau NGT bolus 50 mL.
3) Jika pasien syok: Berikan cairan IV berupa RL dan dekstrose/glukosa 10%
dengan perbandingan 1:1 (= RL D 5%) sebanyak 15 mL/kgBB selama1 jam
pertama atau 5 tetes/menit/kgBB.
Pasien ini masih dengan keadaan sadar, jadi diberikan glukosa oral 10%.
Mengatasi dehidrasi
Pada kasus ini terdapat tanda dehidrasi, yaitu anak rewel, haus, dan mata
cekung. Jadi harus dilakukan penanganan pada dehidrasi.
ReSoMal 5 ml x 5 Kg = 25 ml/30 menit
Dalam 2 jam pertama
Catat nadi dan pernapasan setiap 30 menit
Membaik
Memburuk
Segera infus lihat rencana I
tanpa pemberian bolus glukosa
10 jam berikutnya:
Teruskan pemberian ReSoMal 5-10 ml/kgBB/setiap pemberian
berselang seling dengan F-75 setiap 1 jam
ReSoMal 25 ml dan F-75 55 ml
Catat nadi dan pernapasan/jam
Bila sudah rehidrasi:
diare (-): hentikan ReSoMal teruskan F-75 setiap 2 jam
diare (+): setiap diare berikan ReSoMal:
diare/muntah
50-100 ml/setiap
diare (<dapat
2 tahun)
Bila
berkurang,
menghabiskan F-75, ubah
100-2000
ml/setiap
diare
(>
2
tahun)
pemberian F-75/3 jam (70 ml)
Bila tidak ada diare dan anak dapat menghabiskan F-75, ubah
pemberian F-75/4 jam (90 ml)
Bila anak masih menetek, berikan ASI antara pemberian F-75
15
selama 5 hari
Komplikasi (Renjatan, hipoglikemia, Gentamisin IV
hipotermia, dermatosis dengan kulit mg/kgBB)
atau
setiap
IM
kali
(7,5
sehari
saluran
kencing
letargis/tampak sakit)
Amoksisilin
oral
(15
Bila
ada
infeksi
khusus
meningitis)
yang Antibiotik khusus
16
sapi/wortel/bayam/kacang hijau/santan/minyak.
Berikan makanan tersebut 3 x sehari
Berikan juga makanan selingan 2 x sehari diantara waktu makan seperti:
bubur kacang hijau, pisang, biskuit, nagasari, dan sebagainya.
18
Pada pasien ini hanya diberikan terapi gizi buruk sampai fase stabilisasi,
yaitu sampai hari II, karena keluarga pasien menolak pemberian F-75 dengan
alasan batuk pasien semakin bertambah dan tidak ada kenaikan berat badan jika
diberi terapi gizi seperti yang pernah dialami sebelumnya di rumah sakit tempat
pasien pernah dirawat sebelumnya.
Komplikasi yang dapat terjadi pada pasien gizi buruk adalah mudah
terinfeksi, hipotermia, hipoglikemia, gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
mengganggu kecerdasan anak, dan dapat menyebabkan kematian. Pada pasien
komplikasinya adalah ditemukan penyakit infeksi yaitu bronkhopneumonia, diare,
dan gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
Pada kasus ini prognosis yang dialami oleh pasien adalah buruk untuk
kondisi gizinya karena tidak diterapi gizi buruk yang sesuai akibat penolakan
pemberian f75 dan terapi hanya sampai pada fase stabilisasi saja. Otomatis
komplikasi yang dialami, yaitu bronkopneumonia juga prognosisnya buruk,
karena kaitan infeksi dan kurang gizi seperti layaknya lingkaran setan yang sukar
diputuskan, karena keduanya saling terkait dan saling memperberat. Kondisi
19
infeksi kronik akan menyebabkan kurang gizi dan kondisi malnutrisi sendiri akan
memberikan dampak buruk pada sistem pertahanan sehingga memudahkan
terjadinya infeksi.
DAFTAR PUSTAKA
20
data
&
informasi
kesehatan.
Available
from:
URL:http://www.depkes.go.id/downloads/publikasi/Glosarium%202006.pdf.
2. WHOSevere
Acute
Malnutrition:http://www.who.int/nutrition/topics/malnutrition/en/
3. Anonim.
Gizi
buruk.
Available
from.
URL:http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/20850/4/Chapter
%20II.pdf
4. Soetjiningsih. Tumbuh kembang anak. Jakarta: EGC; 1995.
5. Behrman, Kliegman, Jenson. 2004. Kernicteru. Textbook of Pediatrics. New
Yorkl. 17th edition. Saunders.
6. Kementerian kesehatan republik indonesia. Bagan tatalaksana anak gizi
buruk buku I. Jakarta; Departemen kesehatan: 2003.
7. Kementerian kesehatan republik indonesia. Bagan tatalaksana anak gizi
buruk buku II. Jakarta; Departemen kesehatan: 2003.
8. Benny.
Penatalaksanaan
PEM.
Available
from:
URL:
http://www.scribd.com/doc/50591154/Lapkas-Pediatri-Benny
21