You are on page 1of 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Program pemerintah dalam rangka mempercepat tercapainya Indonesia sehat 2010 maka
pemerintah mendirikan berbagai upaya kesehatan antara lain dalam bentuk upaya kesehatan
masyarakat tingkat dasar yaitu mendayagunakan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan yang
ditujukan kepada masyarakat seperti puskesmas. Ada enam jenis pelayanan tingkat dasar yang
harus di laksanakan oleh puskesmas yakni promosi kesehatan, kesehatan ibu dan anak, keluarga
berencana, kesehatan lingkungan, pemberatasan penyakit menular, dan pengobatan dasar. Upaya
tersebut tentang dalam Undang-Undang no 4 tahun 1984 tentang wabah penyakit menular
( SKN 2004)
Demam Berdarah Dengue ( DBD) adalah penyakit yang terutama terdapat pada anak remaja atau
orang dewasa dengan tanda-tanda klinis berupa demam, nyeri otot atau nyeri sendi yang disertai
luekopenia, dengan atau tanpa ruam. Dan limfadenopati, demam bifasik, sakit kepala yang hebat,
nyeri pada pergerakan bola mata, gangguan rasa mengecap, trombositopenia ringan dan ptekie
spontan.
Tanda dan gejala awal Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah demam mendadak selama 2-7
hari tanpa sebab yang jelas, tampak jelas, lesu, seering terasa nyeri ulu hati dan tampak bintikbintik merah pada kulit selanjutnya penderita gelisah, tangan dan kakinya dingin berkeringat,
disertai muntah
Mengingat bahayanya penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) ini sangat dibutuhkan peran
serta seluruh komponen yang ada tidak terkecuali tenaga kesehatan dan keluarga. Dukungan
keluarga sangat penting karena keluaraga merupakan unit terkecil dalam kelompok masyarakat
tapi unit utama dalam pelayanan kesehatan karena masalah kesehatan keluaraga saling berkaitan
dan saling mempengaruhi anatara sesame anggota keluraga dan akan mempengaruhi pula
keluraga-keluarga disekitarnya atau masyarakat secara keseluruhan
1

Menurut ahli kesehatan H.L. belum derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor:
Lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan dan keturunan.
Saat ini diketahui bahwa permasalahan penyakit terbanyak yang terdapat di wilayah kerja
puskesmas didominasi oleh penyakit-penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan
lingkungan.
Di samping itu upaya pengobatan penyakit dan upaya perbaikan lingkungan dikerjakan secara
terpisah dab belum terintegrasi dengan upaya terkait lainnya. Petugas paramedis atau medis
mengupayakan pengobatan tanpa memperhatikan kondisi perumahan atau pemukiman pasien,
disisi lain petugas kesling mengupayakan kesehatan lingkungan tanpa memperhatikan
permasalahan penyakit atau kesehatan masyarakat.

1.2 Tujuan
Umum
Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang
dilakukan secara terpadu, terarah dan tersusun secara terus menerus.
Khusus

Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat (pasien dank lien) serta


masyarakat disekitarnya akan pentingnya lingkungan dan perilaku hidup bersih
dan sehat.

Masyarakat mampu memacahkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan


kesehatan lingkungan

Terciptanya keterpaduan antar program-program kesehatan dan antar


sektorbterkaitr yang dilkasanakan puskesmas, dengan pendekatan secara holistic
terhadap penyakit-penyakit bebbasis lingkungan.

Meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit-penyakit berbasis lingkungan


melalui pemantauan wilayah setempat (PWS) secara terpadu ( PWS terhadap
lingkungan dan penyakit ).

1.3 Sasaran

Penderita penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan lingkungan yang


datang ke puskesmas

Masyarakat umum (klien) yang mempunyai masalah kesehatan lingkungan yang


datang ke puskesmas

Lingkungan penyebab masalah bagi penderita atau klien dan masyarakat


sekitarnya

BAB II
3

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1` Tinjauan Umum Klinik Sanitasi

2.1.1 Klinik Sanitasi


2.1.1.1 Pengertian
Klinik sanitasi merupakan suatu wahana untuk mengatasi masalah kesehatan masyarakat melalui
upya terintegrasi antara keseshatan lingkungan, pemberantasan penyakit dengan bimbingan,
penyuluhan dan bantuan teknis dari petugas puskesmas. Klinik sanitasi bukan sebagai unit
pelayanan yang berdiri sendiir, tetapi sebagai bagian integral dari kegiatan puskesmas,
bekerjasama dengan program yang lain dari sector terkait di wilayah kerja puskesmas.

2.1.1.2 Petugas Klinik Sanitasi


Adalah tenaga kesehatan lingkungan atau tenaga kesehatan lain atau tenaga pelaksana yang
ditunjuk pleh pimpinan puskesmas untuk melaksanakan kegiatan klinik sanitasi

2.1.1.3 Pasien
Penderita penyakit yang diduga berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang dirujuk oleh
petugas Medis ke ruang klinik sanitasi atau yang ditemukan di lapangan baik oleh petugas medis
atau paramedic maupun petugas survey.

2.1.1.4 Klien

Masyarakat yang berkunjung ke puskesmas ayau yang menemui petugas klinik sanitasi bukan
sebagai penderita penyakit tetapi untuk berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan
kesehatan lingkungan.

2.1.1.5 Ruang Klinik Sanitasi


Adalah suatu ruangan atau tempat dalam gedung puskesmas yang dipergunakan untuk
penyuluhan dan konsultasi oleh petugas klinik sanitasi terhadap pasien dank lien.

2.1.1.6 Bengkel Sanitasi


Adalah suatu ruangan atau dipergunakan untuk membuat, merawat, memperbaiki sarana air
bersih dan sanitasi dan menyimpan peralatan yang berkaitan dengan kegiatan kesehatan
lingkungan, serta melatih keterampilan bagi masyarakat

2.1.1.7 konseling
Adapun hubungan komunikasi antara dua orang atau lebih antara petugas konseling dan pasien
atau klien yang memutuskan untuk bekerjasama sehingga pasien atau klien dapat mengenali dan
memecahkan masalah kesehatan lingkungan secara mandiri maupun dengan bantuan pihak lain.
Tujuan diadakan konseling klinik sanitasi adalah :
Umum
Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang
dilakukan secara terpadu, terarah dan tersusun secara terus menerus.
Khusus

Meningkatnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat (pasien dank lien) serta


masyarakat disekitarnya akan pentingnya lingkungan dan perilaku hidup bersih
dan sehat.

Masyarakat mampu memacahkan masalah kesehatan yang berhubungan dengan


kesehatan lingkungan

Terciptanya keterpaduan antar program-program kesehatan dan antar


sektorbterkaitr yang dilkasanakan puskesmas, dengan pendekatan secara holistic
terhadap penyakit-penyakit bebbasis lingkungan.
5

Meningkatkan kewaspadaan dini terhadap penyakit-penyakit berbasis lingkungan


melalui pemantauan wilayah setempat (PWS) secara terpadu ( PWS terhadap
lingkungan dan penyakit ).

2.1.1.8 Kunjungan Rumah


Adalah kegiatan yang dilakukan petugas Klinik Sanitasi ke rumah pasien atau klien untuk
melihat keadaan rumah dan lingkungan sebagai tindak lanjut dari kunjungan pasien atau klien ke
puskesmas ( ruang klinik sanitasi) atau tindak lanjut dari penemuan pasien atau klien di lapangan

2.1.1.9 keluarga Binaan


Adalah keluarga pasien, tetangga pasien atau keluarga klien yang perlu difasilitasi untuk
mengatasi masalah perilaku hidup bersih dan sehat, penyakit berbasis lingkungan, dan masalah
kesehatan lingkungan.

2.1.1.10 Keluarga Resiko Tinggi


Adalah keluarga yang mempunyai peluang untuk tertular dan menderita penyakit berbasis
lingkungan.

2.1.2 Kegiatan Klinik Sanitasi


2.1.2.1 Kegiatan Dalam Gedung
Adalah upaya pelayanan klinik sanitasi yang dilakukan di dalam atau di lingkungan gedung
puskesmas. Semua pasien yang mendaftar di loket, setelah mendapat kartu status, seterusnya
diperiksa oleh petugas paramedis atau medis puskesmas. Apabila didapatkan penderita penyakit
yang berhubungan erat dengan faktor lingkungan, maka yang bersangkutan di rujuk ke ruang
Klinik Sanitasi. Kalau klien setelah mendaftar di loket mereka langsung ke ruang klinik sanitasi
untuk mendapatkan bimbingan teknis. Di ruangan klinik sanitasi atau tenaga kesling akan
melakuakan wawancara dan konseling yang hasilnya ditulis dalam kartu Status Kesehatan
6

Lingkungan. Selanjutnya sanitarian atau petugas kesling membuat janji kunjungan ke rumah
pasien atau klien.

2.1.2.2 Kegiatan Luar Gedung


Adalah kunjungan rumah atau lokasi sebagai tindak lanjut kunjungan pasien atau klien ke
puskesmas ( klinik sanitasi). Kun jungan ini sebenarnya merupak kegiatan rutin yang lebih
dipertajam sasarannya, sesuai hasil wawancara pasien atau klien dengan sanitarian pada waktu
puskesmas.
Dalam kunjungan ini, sanitarian diharapkan mengikut sertakan kadar kesling, ketua pokmair,
ketua kelompok dasa wisma, perangkat desa, tokoh masyarakat dn sebagainya. Hal ini
dimaksudkan agar masyarakat dapat mengetahui permaslahan lingkungan yang dihadapi dan
nakhirnya menyelesaikan masalah itu secara mandiri

2.2 Penyakit Demam Berdarah

2.2.1 Definisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nymauk aedes aegypti
dengan

manifestasi

klinis

demam,

nyeri

otot

atau

nyeri

sendi

yang

disertai

leucopenia,limfadenopati, trombositopenia dan diatesis hemoragik. Pada demam berdarah


dengue

terjadi

perembesan

plasma

yang

ditandai

oleh

hemokonsentrasi

(peningkatan hematokrit ) atau penumpukan caiaran di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok.

2.2.2 Epidemiologi
Frekuensi

Pada tahun 1998, kemungkinan ada 90 kasus demam berdarah di Amerika Serikat.
Perkiraan saat ini adalah 100 kasus per tahun, namun jumlah sebenarnya dari kasus demam
berdarah ini diyakini akan lebih tinggi karena pelaporan yang bersifat sukarela, disamping itu
banyak dokter di AS tidak menyadari bahwa pasien menderita dengue atau mengalami gejala
dengue karena terkadang gejala klinisnya tidak spesifik. 4
Pada tahun 1999, lebih dari 300 kasus demam berdarah dilaporkan dari Nuevo Laredo,
Tamaulipas, Meksiko. Nuevo Laredo terletak tepat di seberang Sungai Rio Grande dari Laredo,
Texas. Pada saat itu, dilaporkan tidak ada kasus demam berdarah di Laredo di lebih dari 12
tahun. Ditemukan nyamuk Aedes di kedua kota. Menurut tinjauan Departemen Kesehatan Texas
catatan 494 pasien dari 5 situs rawat jalan dan bisa mengkonfirmasi 11 kasus demam berdarah.
langkah-langkah pengurangan nyamuk yang dilembagakan di Laredo, dan penyedia layanan
kesehatan telah diberitahu mengenai kasus demam berdarah. Dalam paruh kedua tahun 1999,
penyedia layanan kesehatan Laredo-area perawatan diidentifikasi 161 kasus yang dicurigai
demam berdarah dan 18 kasus telah diuji serologis. Laporan ini menggarisbawahi perlunya
penyedia layanan kesehatan untuk waspada terhadap demam berdarah dan manifestasinya. 4
Diperkirakan orang di 110 negara tropis dan subtropis di seluruh dunia berisiko terinfeksi
dengue. Setiap tahun, sekitar 50-100 juta orang terinfeksi dengan demam berdarah, dan 250.000
individu memiliki resiko tinggi terkena demam berdarah dengue. Setiap tahun, sekitar 500.000
orang dirawat di rumah sakit, dan 24.000 mengakibatkan kematian yang disebabkan dengue di
seluruh dunia. 4
Demam berdarah dengue tersebar diwilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah air. Insiden DBD
di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk aedes (terutama A. Aegypti dan A.
albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi yang lingkungan
dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih
(bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya). 4

Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue
yaitu:
1) vector: perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector lingkungan ,
transportasi vector dari satu tempat ke tempat lainnya
2) pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk,

usia,

dan

jenis

kelamin

3). Lingkungan: curah hujan, suhu, sanitasi, dan kepadatan penduduk.

2.2.3 Faktor Resiko


Infeksi virus dengue pada manusia menyebabkan gejala dengan spectrum luas, berkisar
dari demam biasa sampai penyakit perdarahan yang serius. Pada area endemic, infeksi dengue
memiliki gejala klinis yang tidak spesifik, terutama pada anak-anak. Gejala yang tampak hanya
seperti infeksi virus pada umumnya.
Faktor resiko yang penting dan berpengaruh terhadap proporsi pasien yang mengalami
gejala-gejala yang berat selama transmisi endemic di antaranya strain dan serotype virus yang
menginfeksi, status imunitas dan setiap individu, usia penderita, faktor genetic dari pasien
( WHO, 1997; Gubler,1998)

2.2.4 Etiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang
disebabkan oleh virus , menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem
pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan, dapat menimbulkan kematian.
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue termasuk genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari
asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. 3
Terdapat 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini
terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah,
sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2. Terdapat reaksi silang

antara serotipe dengue dengan Flavivirus lainnya seperti yellow fever, Japanese encephalitis, dan
West Nile Virus. 3
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia sepreti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primata. Survey epidemiologi ada hewan ternak didapatkan
antibody terhadap virus dengue [ada hewan kuda, babi, dan sapi. Penelitian pada atrhtopoda
menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomya) dan
Toxorhynchites. 3
Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit
kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam merah terang, petechie
dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti hampir
seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual,
muntah-muntah atau diare.
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari pembuluh
darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik atau
simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam Berdarah
Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi klinik demam
bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit.
Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah:

Sayap dan badannya belang-belang atau bergaris-garis putih

Berkembang biak di air jernih yang tidak beralasakan tanah seperti bak mandi, WC,
barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman, tempat minum burung.

Jarak terbang 100 meter

Nyamuk betina bersifat : multiple biters ( mengigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat ).

Tahan dalam suhu panas dan kelembaban tinggi

2.2.5 Cara Penularan


10

Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan.
Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti makrofag,
monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik.
Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu
masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan
menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ
lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk.6
Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan
kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari.
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selamahidupnya 6,10

2.2.6 Gejala Utama


1. Demam
Demam tinggi yang mendadak, terus menerus berlangsung selama 2 7 hari, naik
turun (demam bifosik). Kadang kadang suhu tubuh sangat tinggi sampai 40 0C dan
dapat terjadi kejan demam. Akhir fase demam merupakan fase kritis pada demam
berdarah dengue. Pada saat fase demam sudah mulai menurun dan pasien seakan sembuh
hati hati karena fase tersebut sebagai awal kejadian syok, biasanya pada hari ketiga
dari demam.10

2. Tanda tanda perdarahan


Jenis perdarahan terbanyak adalah perdarahan bawah kulit seperti petekie, purpura,
ekimosis dan perdarahan conjuctiva. petekie merupakan tanda perdarahan yang sering
ditemukan. Muncul pada hari pertama demam tetapi dapat pula dijumpai pada hari ke
11

3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.10
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari haya sekedar
diraba sampai 2 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali tidak sejajar
dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar berhubungan
dengan adanya perdarahan.10
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam
turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral
teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan
atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk
setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3
7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab dingin dan lembab terutama pada
ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah
kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.10
5.

Pemeriksaan laboratorium didapatkan penurunan trombosit sampai kurang dari


100.000 /mm pada hari ke III-V dan meningkatnya nilai hematokrit (>40%)

12

2.2.7 Patofisiologi
a. Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20%
pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler,
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator
kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi
dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan
DSS melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi.
Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan
trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang
abnormal.3

b. Sistim respon imun


Setelah virus dengue masuk dalam tubuh manusia, virus berkembang biak dalam sel
retikuloendotelial yang selanjutnya diikuiti dengan viremia yang berlangsung 5-7 hari.
13

Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti
netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya
adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada
infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect). 3

Gambar 5. Tingkat Antibodi terhadap Infeksi Virus Dengue


c. Perubahan Patofisiologi DBD
Patofisiologi DBD dan DSS seringkali mengalami perubahan, oleh karena itu muncul
banyak teori respon imun seperti berikut. Pada infeksi pertama terjadi antibodi yang
memiliki aktifitas netralisasi yang mengenali protein E dan monoclonal antibodi
terhadap NS1, Pre M dan NS3 dari virus penyebab infeksi akibatnya terjadi lisis sel yang
telah terinfeksi virus tersebut melalui aktifitas netralisasi atau aktifasi komplemen.
Akhirnya banyak virus dilenyapkan dan penderita mengalami penyembuhan, selanjutnya
terjadilah kekebalan seumur hidup terhadap serotip virus yang sama tersebut, tetapi
apabila terjadi antibodi yang nonnetralisasi yang memiliki sifat memacu replikasi virus
dan keadaan penderita menjadi parah; hal ini terjadi apabila epitop virus yang masuk
tidak sesuai dengan antibodi yang tersedia di hospes. Pada infeksi kedua yang dipicu
oleh virus dengue dengan serotipe yang berbeda terjadilah proses berikut : Virus dengue
tersebut berperan sebagai super antigen setelah difagosit oleh monosit atau makrofag.
Makrofag ini menampilkan Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa
muatan polipeptida spesifik yang berasal dari Mayor Histocompatibility Complex (MHC
II). Antigen yang bermuatan peptida MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan
TH-2) dengan perantaraan TCR ( T Cell Receptor ) sebagai usaha tubuh untuk bereaksi
terhadap infeksi tersebut, maka limfosit T akan mengeluarkan substansi dari TH-1 yang
14

berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony Stimulating
Factor). Dimana IFN gama akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan
TNF alpha. IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga mempunyai efek pada
endothelial sel termasuk di dalamnya pembentukan prostaglandin dan merangsang
ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1). 3

Gambar 6. Respon Imun


Sedangkan CSF (Colony Stimulating Factor) akan merangsang neutrophil, oleh
pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan mudah mengadakan adhesi.
Neutrophil yang beradhesi dengan endothel akan mengeluarkan lisosim yang akan
menyebabkan dinding endothel lisis dan akibatnya endothel terbuka. Neutrophil juga membawa
superoksid yang termasuk dalam radikal bebas yang akan mempengaruhi oksigenasi pada
mitochondria dan siklus GMPs. Akibatnya endothel menjadi nekrosis, sehingga terjadi
kerusakan endothel pembuluh darah yang mengakibatkan terjadi gangguan vaskuler sehingga
terjadi syok. Antigen yang bermuatan MHC I akan diekspresikan dipermukaan virus sehingga
dikenali oleh limfosit T CD8+, limfosit T akan teraktivasi yang bersifat sitolitik, sehingga semua
sel mengandung virus dihancurkan dan juga mensekresi IFN gama dan TNF alpha. 3,9
15

2.2.8 Patogenesis

Gambar 7. Patogenesis Perdarahan pada DBD


Virus dengue masuk ke dalam tubuh manusia lewat gigitan nyamuk Aedes aegypti atau
Aedes albopictus. Organ sasaran dari virus adalah organ RES meliputi sel kupffer hepar, endotel
pembuluh darah, nodus limfaticus, sumsum tulang serta paru-paru. Data dari berbagai penelitian
menunjukkan bahwa sel-sel monosit dan makrofag mempunyai peranan besar pada infeksi ini.
Dalam peredaran darah, virus tersebut akan difagosit oleh sel monosit perifer. Virus DEN
mampu bertahan hidup dan mengadakan multifikasi di dalam sel tersebut. Infeksi virus dengue
dimulai dengan menempelnya virus genomnya masuk ke dalam sel dengan bantuan organelorganel sel, genom virus membentuk komponen-komponennya, baik komponen perantara
maupun komponen struktural virus. Setelah komponen struktural dirakit, virus dilepaskan dari
dalam sel. Proses perkembangan biakan virus DEN terjadi di sitoplasma sel. Semua flavivirus
memiliki kelompok epitop pada selubung protein yang menimbulkan cross reaction atau
reaksi silang pada uji serologis, hal ini menyebabkan diagnosis pasti dengan uji serologi sulit
ditegakkan. Kesulitan ini dapat terjadi diantara ke empat serotipe virus DEN. Infeksi oleh satu
serotip virus DEN menimbulkan imunitas protektif terhadap serotip virus tersebut, tetapi tidak
ada cross protektif terhadap serotip virus yang lain. Secara in vitro antibodi terhadap virus
16

DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. 3,9
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E
(envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M. Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif.
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda :
a. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.

2.2.9 Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue


Derajat Penyakit Infeksi Virus Dengue
Untuk menentukan penatalaksanaan pasien infeksi virus dengue, perlu diketahui klasifikasi derajat
penyakit seperti tertera pada table dibawah ini:
Tabel 1. Klasifikasi Derajat Penyakit Infeksi Dengue
DD/DBD
Derajat
Gejala

17

Laboratorium

DD

Demam disertai 2 atau lebih tanda:


sakit kepala, nyeri retro-orbital,
mialgia, artralgia

DBD

DBD

II

DBD

III

DBD

IV

Leukopenia
Trombositopenia,

Serologi
Dengue

tidak

ditemukan

bukti

kebocoran

Gejala diatas ditambah uji bendung

plasma
Trombositopenia

positif

(<100.000/l),

Gejala di atas ditambah perdarahan

kebocoran plasma
Trombositopenia

spontan

(<100.000/l),

Gejala di atas ditambah kegagalan

kebocoran plasma
Trombositopenia

sirkulasi (kulit dingin dan lembab

(<100.000/l),

serta gelisah)
Syok berat disertai dengan tekanan

kebocoran plasma
Trombositopenia

darah dan nadi tidak terukur

(<100.000/l),

bukti

bukti

bukti

bukti

Positif

ada

ada

ada

ada

kebocoran plasma

2.2.10 Upaya Pananggulangan DBD puskesmas


Program penanggulangan DBD di puskesmas Tanah Garam dilaksanakan berdasarkan pedoman
Departemen Kesehatan terdiri dari kegiatan penyelidikan epidemiologi (PE) dan penanggulangan
focus

A. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian kasus infeksi dengue atau
kasus suspek infeksi dengue lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di
tempat tinggal penderita dan rumah atau bangunan sekitar, ternasuk tempat-tempat umum
18

dalam radius sekurang-kurangnya 100 meter. Tujuan dilakukan PE adalah untuk


mengetahui potensi penularan dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan
penanggulangan yang perlu dilakukan di wilayah sekitar tempat tinggal penderita.
Langkah-langkah kegiatan PE
1. Petugas puskesmas atau coordinator DBD menemukan atau menerima laporan
adanya penderita DBD kemudian dilakukan pencatatan dalam Buku Catatan
Harian Penderita DBD
2. Persiapan peralatan survey, seperti : tensimeter, thermometer, senter, formulir PE
dan surat tugas.
3. Memberitahukan kepala kades atau lurah dan ketua RT/RW setempat bahawa
akan dilaksanakan PE. Pemberitahuan juga diteruskan kepada masyarakat di
lokasi setempat agar masyarakat membantu kelancaran pelaksanaan PE
4. Pada saat pelaksanaan PE

Petugas Puskesmas melakukan wawancara dengan keluaraga penderita


dengue yang sudah dikonfirmasikan dari rumah sakit atau unit pelayanan
kesehatan lainnya. Bila ditemukan penderita demam tanpa sebab yang
jelas, maka dilakukan pemeriksaan kulit (petekie)dan di uji tourniquet
untuk mencari kemungkinan adanya kasus susupek infeksi dengue.

Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air dan tempattempat lain yang dapat menjadi tempat perkembanganbiakan nyamuk
Aedes aegypti baik didalam maupun di luar rumah atau bangunan.

Hasil pemeriksaan adanya penderita dengue lainnya dan pemeriksaan


jentik dicatat dalam formulir PE. Hasil PE segera dilaporkan kepada
Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota untuk tindak lanjut lapangan
dikoordinasikan dengan Kades/Lurah setempat

Bila hasil PE positif (ditemukan 1 atau lebeih penderita infeksi dengue


lainnya dan atau lebih penderita infeksi dengue lainnya dan atau 3
penderita suspek infeksi dengue, dan ditemukan jentik 5% maka
dilakuakan penanggulangan focus. Bila hasil PE positif dilakukan
penyuluhan PSN 3M plus dan larvasidasi selektif.
19

B. Penanggulangan Fokus
Adalah kegiatan tindak lanjut dari PE, bertujuan untuk memberantas nyamuk penular
DBD. Bila hasil PE memenuhi 2 kriteria PE positif, maka dilakukan penanggulangan
fokus yang dilaksanakan mencakup radius minimal 200 meter, terdiri dari pemberantasan
sarangan nyamuk (PSN 3M plus) larvasidasi, penyuluhan dan atau pengabutan
panas( fogging) dan ataua pengabutan dingin (ULV), pengasapan dilakuakn sebanayak 2
siklus dengan interval `1 minggu. Bila tidak ditemukan penderita lainnya tetapi
ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat

dalam PSN 3M plus.

Larvasidasi dan penyuluhan. Sedangkan bila tidak ditemukan penderita lainnya dan tidak
ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat kegiatan PSN DBD
dan larvasidasi ini merupakan kegiatan berbasis masyarakat yang dipimpin oleh ketua
RT/RW, tokoh masyarakat dan kadee. Penyuluhan akan dilaksanakan oleh petugas
kesehatan/kader atau kelompok kerja( pokja) DBD dea/kelurahan berkoordinasi dengan
petugas pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh individu, keluarag dan
masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi setempat.

c. Gerakan PSN DBD


Adalah kegiatan terencana yang dilakukan oleh seluruh masyarakat bersama pemerintah
dan pemerintah daerah, bersifat terus menerus dan berkesinambungan untuk mencegah
penyakit DBD. Tujuannya adalah memberantas tempat-tempat perkembiangkan nyamuk
aedes melalui peran serta seluruh masyarakat. Selain itu, melalui gerrakan PSN ini
diharapkan semua keluarga mengenali gejala DBD sehingga segera memeriksakan
kepada petugas kesehatan bila ada anggota keluarganya yang diduga menderita DBD,
kemudian melaporkan kepada RT, Kepala Desa/Kelurahan jika ada kasus DBD agar
dapat ditindak lanjuti, dan [ada akhirnya membantu kelancaran mendukung kegiatan
pengendalian vector DBD
a. Pergerakan PSN DBD di rumah (tempat pemukiman)
o Kegiatan oleh masyarakat, setiap minggu: pemeriksaan jentik dan
penyuluhan oleh pada kader, kerja bakti membersihkan lingkungan oleh
20

masyarakat. Setiap bulan: pertemuan ketua RT/RW dengan PKK dan


tokoh masyarakat untuk membahas hasil pemeriksaan jentik oleh kader.
Hasilnya kemudian dilaporkan ke Kepala Desa/ Lurah, selanjutnya
Kepala Desa/Lurah membahas laporan ketua RW dan tindak lanjut
umpan balik pemeriksaan jentik berkala (PJB) dari puskesmas.
o Peran puskesmas
Petugas puskesmas melakukan PJB setiap 3 bulan dengan cara
memeriksa 100 rumah yang secara acak untuk mengetahui hasil
penggerakan PSN DBD oleh KADER. Hasil PJB di analisa dengan
menggunakan indicator ABJ, lalu hasil PJB ini dilaporkan kepada Camat
dan di umpan balikan kepada Lurah untuk di tindak lanjut.
b. Penggerakan PSN DBD di tempat-tempat umum
o Kegiatan di sekolah dan tempat-tempat umum
Kegiatan PSN DBD di sekolah di koordinasikan oleh kepala sekolah
melalui pengawasan terhadap kegiatan kebersihan sekolah dan PSN 3M
yang dilakukan oleh petugas kebersihan sekolah. PSN 3M dilakukan
sekurang-kurangnya seminggu sekali dan pembinaan PSN DBD
diintegrasikan dalam proses belajar mengajar, baik intra maupun
ekstrakurikuler seperti program Usaha Kesehatan Sekolah

(UKS)

penggerakan PSN DBD di tempat-tempat umum lainnya dilaksanakan


dan dikoordinasikan oleh penanggung jawab tempat-tempat umum yang
bersangkutan dengan melakukan kegiatan kebersihan lingkungan dan
PSN 3M sekurang-kurangnya seminggu sekali.
o Peran Puskesmas
Petugas puskesmas memberikan bimbingan teknis kepada sekolah
melalui kegiatan UKS dan kepada TTU melalui kegiatan rutin
pengawasan lingkungan TTU. Selain itu dilakukan pula pemantauan
jentik berkala (PJB) pada semua sekolah dan tempat-tempat umum yang
ada di wilayah kerja puskesmas setiap 3 bulan dengan cara memeriksa
setiap tewmpat-tempay yang potensial untuk perkembangan nyamuk
21

Aedes. Hasil dari PJB dilaporkan kecamat dan di umpah balikan kepada
Kepala Sekolah dan penaggung jawab TTU.

2.2.11 Upaya Pemberantasan Deman Berdarah Dengue


Kegiatan pemberantasan DBD terdiri dari kegiatan pokok dan kegiatan penunjang. Kegiatan
pokok meliputi pengamatan dan penatalaksanaan penderita, pemberntasan vector, penyuluhan
kepada masyarakat dan evaluasi. 7
Cara memberantas nyamuk dewasa6
1. Fogging (Pengasapan) Nyamuk Aedes aegypti dapat diberabtas dengan fogging
(pengasapan) racun serangga, termasuk racun serangga yang dipergunakan sehari-hari di
rumah tangga. Melakukan pengasapan saja tidak cukup, karena dengan pengasapan itu
yang mati hanya nyamuk ( dewasa ) saja. Selama jentiknya tidak dibasmi, setiap hari
akan muncul nyamuk yang baru menetes dari tempat perkembangbiakannya karena itu
cara yang tepat adalah memberantas jentiknya yang dikenal dengan istilah PSN DBD
yaitu singkatan dari pemberantasan sarang nyamuk demam berdarah dengue.

Klasifikasi fogging :
1) Fogging tertutup adalah pada saat fogging dilakukan semua pintu dan jendela
ditutup rapat-rapat. Dilakukan sekitar jam 7.00-10.00 dan jam 15.00-18.00
2) Fogging terbuka adalah pada saat fogging atau pengasapan dilakukan semua pintu
dan jendela dibuka lebar-lebar. Dilakukan sekitar jam 7.00- 10.00 dan jam
15.00-18.00
3) Fongging focus adalah fogging yang dilakukan dititik focus dan sekitarnya
dengan jarak radius 100 meter atau 20 rumah sekitarnya. Dilakukan dan siklus
dengan jarak seminggu, diikuti abatisasi. Gogging focus dilakukan setelah
penyelidikan epidemiologi positif.

22

Syarat PE atau penyelidikan epidemiologi (+)


1) Dalam radius 100 meter dari rumah penderita DBD ada 2 kasus DBD lainnya
2) Dalam radius 100 meter dari rumah penderita DBD ditemukan ada kasus demam
tanpa sebab jelas
3) Dalam radius 100 meter dari rumah penderita DBD ditemukan 1 kasus meninggal
karena sakit DBD
2. Cara memberantas jentik Aedes aegypti
PSN DBD dilakukan dengan cara 3M yaitu :
1) Menguras tempat-tempat penampungan air sekurang-kurang seminggu sekali
2) Menutup rapat-rapat tempat penampungan air
3) Menguburkan, mengumpulkan, memanfaatkan, atau menyingkirkan barangbarang bekas yang dapat menampung air hujan seperti kaleng bekas, plastik bekas
dan lain-lain
Selain itu ditambah dengan cara lainnya ( yang dikeenal dengan istilah 3M plus , seperti :
1) Ganti air vas bung, minuman burung dan tempat-tempat lainnya seminggu sekali
2) Perbaiki saluran dan talang air yang tidak lancer atau rusak
3) Tutup lubang-lubang pada potongan bamboo, pohon dan alin-lain misalnya
dengan tanah
4) Bersihkan atau keringkan tempat-tempat yang dapat menapung air seperti pelepah
pisang atau tanaman lainnya termasuk tempat-tempat lain yang dapat menampung
air hujan di pekarangan, kebun, pemakaman, rumah-rumah kosong dan lain-lain
5) Lakukan larvasidasi, yaitu membubuhkan bubuk pembunuh jentik ( Abate 1G,
Altosid 1,3 G dan sumilaev 0,5 G (DBD)) di tempat-tempay yang sulit dikuras
atau di daerah yang sulit air
23

6) Pelihara ikan pemakan jentik nyamuk


7) Pasang kawat kasa di rumah
8) Pencahayaan dan ventilasi memadai
9) Jangan biasakan menggantungkan pakaian dalam rumah
10) Tidur menggunakan kelambu
11) Gunakan obat nyamuk (bakar, gosok) dan lain-lain untuk mencegah gigitan
nyamuk
Perlindungan perseorangan:
Memberikan ajaran untuk

mencegah gigitan nyamuk Aedes aegypti yaitu dengan

meniadakan sarang nyamuknya di dalam rumah. Yaitu dengan melakukan penyemprotan


dengan obat anti serangga yang dapat di beli ditoko seperti baygon, raid dan lain-lain

1) Pemberantasan vector jangka panjang (pencegahan)


Satu cara pokok untuk pemberantasan vector jangka panjang ialah usaha
peniadaan sarang nyamuk, vas bunga di kosongkan tiap minggu, menguras bak
mandi sekali seminggu yaitu dengan menggosok dinding bagian dalam dari bak
mandi tersebut, tempat-tempat persediaan air agar dikosongkan lebih dahulu
sebelum di isi kembali.maksudnya agar larva-larva dapat di singkirkarkan. Dalam
usaha jangka panjang untuk daerah dengan vector tinggi dan riwayat wabah DBD
makan kegiatan Puskesmas lebih lanjut yaitu : Abatesasi untuk membunuh larva
dan nyamuk, Fogging dengan malathion atau fonitrothion.
2) Pemberantasan vector dalam keadaan wabah. Kegiatan Puskesmas adalah
membantu : a. TIM Provinsi/Dati II untuk survey larva dan nyamuk.
b. Membantu penyiapan rumah penduduk untuk di fogging
3. Larvasidasi
24

Adalah menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat-tempat penampungan air.


Bila menggunakan Abate disebut Abatisasi. Cara melakukan larvasidasi:
1) Menggunakan bubuk Abate 1G ( bahan aktif : Temephos 1%)- takaran
penggunaan bubuk Abate 1G dan sebagai berikut: untuk 100 liter cukup
dengan 10 gram bubuk Abate 1G dan sterusnya. Bila tidak ada alat
untuk menakar, gunakan sendok makan, satu sendok makan peres
(yang diratakan di atsnya) berisi 10 gram Abate 1G. Selanjutnya tinggal
membagikan atau menambahkannya sesuai dengan banyaknya air yang
akan diabatisasi. Takaran tidak perlu tepat betul
2) Menggunakan Altosid 1,3 G (bahan aktif: Metopren 1,3%)- takaran
penggunaan Altosid 1,3 G adalah sebagai berikut : untuk 100 liter air
cukup dengan 2,5 gram bubuk Altosid 1,3 G atau 5 gram untuk 200 liter
air. Gunakan takaran khusus yang sudah tersedia dalam setiap kantong
Altosid 1,3 G. Bila tiba adaalat penakar, gunakan sendok the, satu
sendok the peres (yang diratakan atasnya) beris 5 gram Altosid 1,3 G.
Selanjutnya tinggal membagikan atau menambahkannya sesuai dengan
banyaknya air. Takaran tidak perlu tepat betul.
3) Menggunakan Sumilarv 0,5 G (DBD) ( bahan aktif:piriproksifen 0,5
%)- takaran penggunaan Sumilarv 0,5 G ( DBD) adalah sebagai berikut:
untuk 100 liter air cukup dengan 0,25 gram Sumilarv 0,5 G( DBD) atau
0,5 gram untuk 200 liter air. Gunakan takaran khusus yang tersedia
( sendok terkecil ukuran kurang lebih 0,5 gram ). Takaran tidak perlu
tepat betul
Penyuluhan dan penggerakan masyarakat untuk PSN ( pemberantasan sarang nyamuk ).
Penyuluhan/informasi tentang demam berdarah dan pencegahannya dilakukan melalui jalur-jalur
informasi yang ada:7
1. Penyuluhan kelompok :PKK, organisasi social masyarkat lain, kelompok agama, gur,
murid sekolah, pengelola tempat umum/instansi dll
25

2. Penyuluhan perorangan:
1). Kepada ibu-ibu pengunjung posyandu
2). Kepada penderita/keluarga =nya di Puskesmas
3) Kunjungan rumah oleh Kader/Petugas Puskesmas
3. Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk.II dan
Pusat) menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim penularan
(musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kePala Wilayah stempat.
Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam kegiatan di
wilayah dalam rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat puskesmas,
usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya
diintergrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan.

Cara Melakukan Penyuluhan Kelompok


a. Penyuluhan kelompok dapat dilaksanakan di kelompok Dasawisma, p[ertemuan
arisan atau pada pertemuan Warga, RT/RW, pertemuan dalam kegiatan keagamaan
atau pengajian, dan sebagainya
b. Langkah-langkah dalam melakukan penyuluhan kelompok

2.2.12 Tatalaksana
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus
tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
26

dipertahankan, maka dibutuhkan suplemen cairan melalui intravena untuk mencegah


dehidrasi dan hemokonsentrasi secara bermakna.
Perhimpunan Dokter Ahli Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI) bersama dengan Divisi
Penyakit Tropik dan Infeksi dan Divisi Hematologi dan Onkologi Medik Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia telah menyusun protocol penatalaksanaan DBD pada pasien dewasa
berdasarkan criteria:

Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi
Praktis dalam pelaksanaannya
Mempertimbangkan cost effectiveness.

Protokol ini terbagi dalam 5 kategori:

Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok

Protokol 1 ini digunakan sebagai penunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai
petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit bila:
27

Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila

keadaan penderita memburuk segera kembali ke Unit Gawat Darurat.


Hb, Ht normal tetapi trombosit < 100.000 dianjurkan untuk dirawat
Hb, Ht meningkat dan trombosit normal atau turun juga dianjurkan untuk dianjurkan
untuk dirawat

Protokol 2 (Gambar 5)
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat

Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di
ruang gawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut:
1500 + {20 x (BB dalam kg 20)}
Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + {20 x (55 20)} = 2200 ml. Setelah
pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:

Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan

tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo dilakukan tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.

Protokol 3 (Gambar 1)
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
28

Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak
5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan
kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan.
Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hemtokrit turun, frekuensi nadi turun,
tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam
pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam
kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <20
mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan
perbaikan maka jumlah cairan dikurang menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infuse dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila
dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka
pasien ditangani sesuai dengan protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila
syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.

Protokol 4 (Gambar 2)
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan
saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak
4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti
keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta hemostasis harus
segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.

29

Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratories didapatkan tandatanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya
diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit
<100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.

Protokol 5
Tatalaksana SIndrom Syok Dengue pada dewasa
Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus
diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan
intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh
kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena
keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak
tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan
renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi
cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar
natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah
15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan
tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume
yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit kemudian keadaan tetap
stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan tanda-tanda
vital dan hematokrit tetap stabil serta dieresis cukup maka pemberian cairan per infus harus
dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi,
30

ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi,
edema parau atau gagal jantung dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit
masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam
pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan
telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah dieresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.
Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk
pemantauan perjalanan penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian
cairan kristaloid dpaat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah
20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. BIla nilai
hematokrit meningkat berarti pembesaran plasma masih berlangsung maka pemberian cairan
kristaloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan
(internal

bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat

diulang sesuai kebutuhan.


Sebelum cairan koloid diberikan maka sebaiknya kita harus mengetahui sifat-sifat cairan
tersebut. Pemberian koloid sendiri mula-mula diberikan dengan tetesan cepat 10-20 ml/kgBB
dan dievaluasi setelah 10-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi maka untuk memantau
kecukupan cairan dilakukan pemasangan kateter vena sentral, dan pemberian koloid dapat
ditambah hingga jumlah maksimum 30 ml/kgBB (maksimal 1-1,5 /hari) dengan sasaran
tekanan vena sentral 15-18 cmH20. Bila keadaan tetap belum teratasi harus diperhatikan dan
dilakukan koreksi terhadap gangguan asam basa, elektrolit, hipoglikemia, anemia, KID, infeksi
sekunder. Bila tekanan vena sentral penderita sudah sesuai dengan target tetapi renjatan tetap belum
teratasi maka dapat diberikan obat inotropik/vasopresor.
Prinsip pengobatan meliputi: atasi segera hipovolemi, lanjutkan penggantian cairan yang masih
terus keluar dari pembuluh darah selama 12-24 jam , atau paling lama 48 jam, koreksi keseimbangan
asam-basa, beri darah segar bila ada perdarahan hebat

31

Lampiran gambar
Gambar 1
5 % defisit cairan

Terapi awal cairan intravena


Kristaloid 6-7 ml/kg/jam

PERBAIKAN:
Ht dan frekuensi nadi turun,
tekanan darah membaik,
produksi urin meningkat

Evaluasi
3-4 jam

TIDAK MEMBAIK
Ht mningkat, tekanan darah

menurun < 20 mmHg


pruduksi urin menurun

Kurangi infus
kristaloid 5
ml/kg/jam

TANDA VITAL
DAN
HEMATOKRIT
MEMBURUK

PERBAIKA
N

PERBAIKA
N

Infus Kristaloid 10
ml/kg/jam

TIDAK
MEMBAIK

Kurangi infus
kristaloid 3
ml/kg/jam

Infus kristaloid
15 ml/kg/jam

PERBAIKA
N

KONDISI
MEMBURUK
Tanda syok

Terapi cairan
dihentikan 2448 jam

32

Tatalaksana sesuai Protokol


syok dan perdarahan

PERBAIKAN

Gambar 2
KASUS DBD
Perdarahan Spontan dan Masif:
-Epistaksis tidak terkendali
-Hematemesis melena
-Perdarahan otak
Syok (-)

Hb, Ht, Trombo, Leuko, Pemeriksaan


Hemostasis (KID)
Golongan darah, Uji cocok serasi

KID (-)
Transfusi komponen darah:
*PRC (Hb<10 g%)
*FFP
*TC (Tromb. <100.000)
*Pemantauan Hb, Ht, Tromb. Tiap 46 jam
*Ulang pemeriksaan hemostasis 24
jam kemudian

KID (+)
Transfusi komponen darah:
*PRC (Hb<10 g/dL)
*FFP
*TC (Trombo<100.000)
**Heparinisasi 5000-10000/24 jam
drip
*Pemantauan Hb, Ht, Tromb. Tiap 46 jam
*Ulang pemeriksaan hemostasis 24
jam kemudian

33

BAGAN I
TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD
PERSANGKAAN DBD
Demam tinggi
mendadak, terus
menerus 2-7 hari,
ISPA atas (-)

(+)

(+)

tanda syok
muntah terus
menerus
kejang
kesadaran menurun
muntah darah
berak hitam
(+)

(-)
UJI TORNIQUET

(-)

Periksa
trombosi
t
Trombosi
t<
100.000
Rawat inap

Trombosi
t
100.000
Rawat
jalan*
Minum
banyak 1,52 l/hari,
parasetamol
, kontrol tiap
hari sampai
demam
turun

* Perhatian: Pesan pada


orang tua: Bila timbul
tanda-tanda syok, yaitu:
gelisah, lemah, kaki tangan
dingin, sakit perut, berak
hitam, bak kurang (tanda
bahaya)

Segera bawa ke rumah


sakit

Rawat jalan*

34

Klinis sesuai
DBD
Ht naik

Parasetamol
Kontrol tiap
hari sampai
demam hilang
Bila hari ke3 masih
panas nilai:
Ht, trombosit
dan gejala
klinis

35

s
BAGAN II
TATALAKSANA TDBD DERAJAT I DAN DERAJAT II TANPA
PENINGKATAN HEMATOKRIT / Ht < 42 vol%

DBD derajat I atau derajat II tanpa peningkatan Ht / Ht <


42 vol%
Gejala klinis:
Demam 2-7 hari
Uji Torniquet (+) atau
perdarahan spontan
Lab:
Ht tak meningkat / Ht < 42
vol%
Trombositopenia (ringan)
Pasien tidak dapat minum

Pasien masih dapat minum


Beri minum banyak 1-2 l/hari atau satu
sendok makan tiap 5 menit
Jenis minuman: air putih, teh manis, sirup,
jus buah, susu, oralit
Bila suhu >38oC beri parasetamol,
kompres hangat

Pasien muntah terusmenerus


Pasang infuse NaCl
0,9%:Dekstrosa 5% (1:3),
tetesan rumatan

Bila kejang beri diazepam sesuai BB

Periksa Hb,Ht, trombosit tiap


6-12 jam
Ht naik atau trombosit
turun

Ht tidak naik
Monitor gejala klinis dan
laboratorium

Infus ganti RL (tetesan


disesuaikan (lihat
bagan III)

Perhatikan tanda syok


Evaluasi tiap hari
Ukur
diuresis
tiapdan
hari
Perbaikan
klinis
laboratorium
Awasi perdarahan
PULANG (KRITERIA PULANG):
Periksa
Hb, Ht,
trombosit
6Tidak
demam
selama
24 jam tiap
tanpa
12 jam
antipiretik
Nafsu makan membaik
Secara klinis tampak perbaikan
Hematokrit stabil
Tiga hari setelah syok teratasi
Jumlah trombosit >50.000/uL
Tidak dijumpai distress pernapasan
(disebabkan oleh efusi pleura atau
asidosis

36

BAGAN III
TATALAKSANA TDBD DERAJAT II DENGAN PENINGKATAN Ht
20% / Ht 42 vol%
Infus : RL/RD/RA 6-7 ml/kgBB/jam
PULANG (lihat kriteria
pulang)

Perbaikan

Tidak ada
perbaika
n

Tidak gelisah

Gelisah

Nadi kuat

Distress pernapasan

Tekanan darah stabil

Frekuensi nadi naik

Diuresis cukup (1-2


ml/kgBB/jam)

Ht tetap tinggi / naik


Diuresis kurang /
Masuk
tidak ada
protokol
syok

Tetesan dikurangi
Tanda vital
Ht turun (2 kali
memburuk
pemeriksaan)
Ht meningkat
5
ml/kgBB/jam
Perbaikan
Sesuaikan
tetesan
3 ml/kgBB/jam

37
IVFD stop pada 2448 jam
Bila tanda vital dan Ht
stabil, diuresis cukup

PULANG (Lihat
kriteria pulang)

BAGAN IV. TATALAKSANA SYOK PADA DBD


Oksigenasi (O2 2-4 l/menit)
Cairan: a. ICU: RL/RA/NaCl 0,9% dan atau
koloid
Non ICU: RL/RA/NaCl 0,9%
20 ml/kgBB secepatnya (bolus dalam 30
EVALUASI 30 menit
menit)
Pantau tanda vital,
catat balans cairan selama
SYOK
pemberian cairan
TERATASI****
Kesadaran membaik

SYOK TIDAK
TERATASI
Kesadaran menurun

Nadi teraba kuat

Nadi terasa lembut

Tekanan nadi > 20


mmHg

Tekanan nadi < 20


mmHg
Distres
pernafasan/sianosis
Lanjutkan RL/RA/NaCl 0,9% 15-20
ml/kgBB dan atau
koloid
10-20
Kulit
dingin
dan
ml/kgBB (sesuai dengan
dosis
lembab
maksimal koloid **)
Ekstremitas
dingin,
ATAU Plasma
10-20 ml/kgBB
Diuresis < 1
O2 2-4 l/menit
ml/kgBB/jam
Hb, Ht, trombosit,
lekosit
AGD-elektrolit
Ureum, kreatinin
Atas
indikasi
Gol.darah, cross match
Pantau tanda vital dan balans
EVALUASI
cairan

Tidak sesak
nafas/sianosis
Ekstremitas hangat
RL/RA/NaCl 0,9% 10
Diuresis cukup 1
ml/kgBB/jam
ml/kgBB/jam
O2 2-4 l/menit
Hb, Ht, trombosit, lekosit
AGD-elektrolit
Ureum, kreatinin
indikasi

Atas

Klinis baik,
Ht stabil
Gol.darah,
cross
match
dalam 2 kali
Pantau tanda
vital dan balans
pemeriksaan:
cairan
Kristaloid 5
Kristaloid
ml/kgBB/jam
3 (setiap
pemeriksaan
ml/kgBB/jam
6 jam)
24-48 jam setelah
syok teratasi, tanda
vital/Ht stabil,
diuresis cukup

TERATASI****

TIDAK TERATASI

Ht turun

Ht tetap tinggi /
naik

Transfusi darah
segar 10 ml/kgBB

Koloid 20
ml/kgBB
EVALUASI

TERATASI****

TIDAK TERATASI
Pertimbangkan
pemakaian inotropik
dan koloid HES BM
100.000-300.000
kD

INFUS STOP

38

BAB III
STUDI KASUS

Petugas Kesehatan Lingkungan mendapatkan laporan tentang adanya kasus DBD


didaerah Payo. Seorang wanita berusia 41 tahun dilaporkan Positif Demam Berdarah Dengue
dan saat ini pasien sudah pulang dari RSUD Solok.
Untuk menanggulangi kasus Demam Berdarah Dengue maka Petuga Kesehatan
Lingkungan dan Survelens mengadakab Penyelidikan Epidemiologi di sekitar rumah penderita
Demam Berdarah Dengue

From Penyelidikan Epidemiologi


Nama Penderita : Yurnita
Nama Kk

: Yuli Petris

Alamat

: Payo

Kelurahan

: Tanah Garam

Kecamatan

: Lubuk Sikarah

No
1
2
3

Nama KK

Umur

Yuli Petris
Janwar
A.Efendi

(thn)
42 thn
50 thn
35 thn

Jandra

36 thn

Jentik

Penderita

(-/+)
-

yangdemam
Yurnita
-

Umur

Ket

(thn)
41 thn
Tidak pakai
Bak Mandi
Tidak pakai
Bak Mandi

Roslaini

58 thn

Hasil Labor :
-

Hemaglobin : 16
39

Leukosit

: 14.300

Tromosit

: 60.000

Hematokrit : 48

Keterangan :
-

BAK (Bak mandi ada jentik)

(-) tidak ada jentik

Kesimpulan :
Jika ada kasus panas >3 minggu dan ada jentik, perlu diberikan pengasapan
apabila panas 1 minggu tidak ada jentik maka tidak perlu diberikan pengasapan

BAB IV
40

HASIL DAN PEMBAHASAN

Pada upaya penatalaksanaan dan penanggulangan Demam Berdarah Dengue di


Puskesmas Tanah Garam telah sesuai dengan pedoman.
Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian kasus infeksi dengue atau
kasus suspek infeksi dengue lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di tempat
tinggal penderita dan rumah atau bangunan sekitar, ternasuk tempat-tempat umum dalam radius
sekurang-kurangnya 100 meter. Tujuan dilakukan PE adalah untuk mengetahui potensi penularan
dan penyebaran DBD lebih lanjut serta tindakan penanggulangan yang perlu dilakukan di
wilayah sekitar tempat tinggal penderita.
Dari hasil penyelidikan epidemiologi (PE) tidak didapatkan 1 rumah dengan adanya
jentik nyamuk, dan sekitar rumah pasien dapat ditemukan barang-barang bekas seperti kaleng
dan ban,dan lain-lain dapat menampung air hujan. Pasien Demam Berdarah Dengue yang telah
dilaporakn sebelumnya dikatakan hasil PE Positif.
Kegiatan tindak lanjut dari PE, bertujuan untuk memberantas nyamuk penular DBD. Bila
hasil PE memenuhi 2 kriteria PE positif, maka dilakukan penanggulangan fokus yang
dilaksanakan mencakup radius minimal 100/200 meter, terdiri dari pemberantasan sarangan
nyamuk (PSN 3M plus) larvasidasi, penyuluhan dan atau pengabutan panas( fogging) dan ataua
pengabutan dingin (ULV), pengasapan dilakuakn sebanayak 2 siklus dengan interval `1 minggu.
Bila tidak ditemukan penderita lainnya tetapi ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan
masyarakat dalam PSN 3M plus. Larvasidasi dan penyuluhan. Sedangkan bila tidak ditemukan
penderita lainnya dan tidak ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat
kegiatan PSN DBD dan larvasidasi.
menaburkan bubuk pembunuh jentik ke dalam tempat-tempat penampungan air. Bila
menggunakan Abate disebut Abatisasi

BAB V
41

KESIMPULAN
Kesimpulan
Seseorang akan terinfeksi virus Dengue dan menderita demam berdarah apabila digigit
oleh nyamuk Aedes Aegypti pembawa virus Dengue. Virus yang masuk akan bereplikasi dalam
sel dan menetap dalam sitoplasma serta dapat keluar dari sel untuk menginfeksi sel sel lain.
Tubuh kita akan membentuk respon imun terhadap virus dan akan menghancurkan sel yang
terinfeksi virus tersebut dan melisiskan sel tersebut untuk keluar dan menginfeksi sel sel lain.
Dalam hal ini, trombosit yang terinfeksi virus Dengue akan mengalami lisis dan mengakibatkan
terjadinya trombositopenia. Hal ini akan berakibat fatal dan mengakibatkan penderita DBD harus
diobservasi di RS agar tidak terjadi perdarahan hebat. Penanganan DBD sebenarnya seperti
infeksi virus lainnya yaitu self limiting disease.
Kegiatan tindak lanjut dari PE, bertujuan untuk memberantas nyamuk penular DBD. Bila
hasil PE memenuhi 2 kriteria PE positif, maka dilakukan penanggulangan fokus yang
dilaksanakan mencakup radius minimal 100/200 meter, terdiri dari pemberantasan sarangan
nyamuk (PSN 3M plus)

DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization, 2005. Dengue, Dengue Hemorrhagic Fever, and Dengue
Shock Syndrome in the Context of the Integrated Management of Childhood Illness.
World Health Organization.
42

2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
1985
3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo,
A. et. al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI, 2006. p. 1774-9
4. Puspanjono, MT dkk. Comparison of serial blood lactate level between dengue shock
syndrome and dengue hemorrhagic fever (evaluation of prognostic value) . Paediatrica
Indonesiana, Vol 47, No 4, Juli 2007.
5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana
pelayanan kesehatan, 2005. p. 19-34
6. Soegijanto S , 2004 . Demam berdarah dengue. Airlangga University Press Surabaya. Hal
99.
7. Prober, Charles G. Ilmu Kesehatan Anak NELLSON Jilid 2, edisi bahasa Indonesia edisi
15. Jakarta: 1999.
8. Sumarmo, S, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed.
Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2002.
9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue Haemorhagic Fever (DHF). 2010. Available
from: URL: http :// doctorfile.wordpress.com (diakses 29 Mei 2013).

10. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi, Suharyono.
TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA. Depkes &
Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan
Hidup 2001
11. Tierney L. M., McPhee S. J., PapadakisM. A. 2006 Current Medical Diagnosis and Treatment.
45th ed. New York: The McGraw Hills Company: 2006. P 1377-8.

12. Mansjoer A., Triyanti K., Savitri R., Wardhani W. I., Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.
Jil 1. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI: 2001. P 428-9.

13. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demem Berdarah Dengue. Dalam: Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiatiti S (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009 .p. 2773-9

14. Moore suzanne. Dengue fever. available at : http://emedicine.medscape.com/article/215840overview#a0199. accesed on : april 1 2011. updated on : october 23 2009
DBD
dengan
penyakit
lain.

15. Kemiripan

Available

at

http://koranindonesiasehat.wordpress.com/2009/12/09/kemiripan-demam-berdarah-dengue-denganpenyakit-lainnya. Accessed in 1st april, 2011

16. T. pohan, robert sinto. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah dengue. Available at:
http://www.dexa43

medica.com/images/publication_upload090324152955001237863562medicinus_maretmei_2009.pdf. Accessed: 2 april 2011

17. Saleha Sungkar Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Dalam: Andi A (Editor). Demam
Berdarah Dengue. Edisi 5. Jakarta: Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia; 2002 .p. 31-43

44

Mm

hn

45

xmkmmmm

46

47

48

49

50

You might also like