Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Menurut ahli kesehatan H.L. belum derajat kesehatan masyarakat dipengaruhi oleh 4 faktor:
Lingkungan, perilaku manusia, pelayanan kesehatan dan keturunan.
Saat ini diketahui bahwa permasalahan penyakit terbanyak yang terdapat di wilayah kerja
puskesmas didominasi oleh penyakit-penyakit yang berhubungan dengan masalah kesehatan
lingkungan.
Di samping itu upaya pengobatan penyakit dan upaya perbaikan lingkungan dikerjakan secara
terpisah dab belum terintegrasi dengan upaya terkait lainnya. Petugas paramedis atau medis
mengupayakan pengobatan tanpa memperhatikan kondisi perumahan atau pemukiman pasien,
disisi lain petugas kesling mengupayakan kesehatan lingkungan tanpa memperhatikan
permasalahan penyakit atau kesehatan masyarakat.
1.2 Tujuan
Umum
Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang
dilakukan secara terpadu, terarah dan tersusun secara terus menerus.
Khusus
1.3 Sasaran
BAB II
3
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
2.1.1.3 Pasien
Penderita penyakit yang diduga berkaitan dengan kesehatan lingkungan yang dirujuk oleh
petugas Medis ke ruang klinik sanitasi atau yang ditemukan di lapangan baik oleh petugas medis
atau paramedic maupun petugas survey.
2.1.1.4 Klien
Masyarakat yang berkunjung ke puskesmas ayau yang menemui petugas klinik sanitasi bukan
sebagai penderita penyakit tetapi untuk berkonsultasi tentang masalah yang berkaitan dengan
kesehatan lingkungan.
2.1.1.7 konseling
Adapun hubungan komunikasi antara dua orang atau lebih antara petugas konseling dan pasien
atau klien yang memutuskan untuk bekerjasama sehingga pasien atau klien dapat mengenali dan
memecahkan masalah kesehatan lingkungan secara mandiri maupun dengan bantuan pihak lain.
Tujuan diadakan konseling klinik sanitasi adalah :
Umum
Meningkatnya derajat kesehatan masyarakat melalui upaya preventif dan kuratif yang
dilakukan secara terpadu, terarah dan tersusun secara terus menerus.
Khusus
Lingkungan. Selanjutnya sanitarian atau petugas kesling membuat janji kunjungan ke rumah
pasien atau klien.
2.2.1 Definisi
Penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue yang disebarkan oleh nymauk aedes aegypti
dengan
manifestasi
klinis
demam,
nyeri
otot
atau
nyeri
sendi
yang
disertai
terjadi
perembesan
plasma
yang
ditandai
oleh
hemokonsentrasi
(peningkatan hematokrit ) atau penumpukan caiaran di rongga tubuh. Sindrom renjatan dengue
adalah demam berdarah dengue yang ditandai oleh renjatan atau syok.
2.2.2 Epidemiologi
Frekuensi
Pada tahun 1998, kemungkinan ada 90 kasus demam berdarah di Amerika Serikat.
Perkiraan saat ini adalah 100 kasus per tahun, namun jumlah sebenarnya dari kasus demam
berdarah ini diyakini akan lebih tinggi karena pelaporan yang bersifat sukarela, disamping itu
banyak dokter di AS tidak menyadari bahwa pasien menderita dengue atau mengalami gejala
dengue karena terkadang gejala klinisnya tidak spesifik. 4
Pada tahun 1999, lebih dari 300 kasus demam berdarah dilaporkan dari Nuevo Laredo,
Tamaulipas, Meksiko. Nuevo Laredo terletak tepat di seberang Sungai Rio Grande dari Laredo,
Texas. Pada saat itu, dilaporkan tidak ada kasus demam berdarah di Laredo di lebih dari 12
tahun. Ditemukan nyamuk Aedes di kedua kota. Menurut tinjauan Departemen Kesehatan Texas
catatan 494 pasien dari 5 situs rawat jalan dan bisa mengkonfirmasi 11 kasus demam berdarah.
langkah-langkah pengurangan nyamuk yang dilembagakan di Laredo, dan penyedia layanan
kesehatan telah diberitahu mengenai kasus demam berdarah. Dalam paruh kedua tahun 1999,
penyedia layanan kesehatan Laredo-area perawatan diidentifikasi 161 kasus yang dicurigai
demam berdarah dan 18 kasus telah diuji serologis. Laporan ini menggarisbawahi perlunya
penyedia layanan kesehatan untuk waspada terhadap demam berdarah dan manifestasinya. 4
Diperkirakan orang di 110 negara tropis dan subtropis di seluruh dunia berisiko terinfeksi
dengue. Setiap tahun, sekitar 50-100 juta orang terinfeksi dengan demam berdarah, dan 250.000
individu memiliki resiko tinggi terkena demam berdarah dengue. Setiap tahun, sekitar 500.000
orang dirawat di rumah sakit, dan 24.000 mengakibatkan kematian yang disebabkan dengue di
seluruh dunia. 4
Demam berdarah dengue tersebar diwilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran diseluruh wilayah tanah air. Insiden DBD
di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.
Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vector nyamuk aedes (terutama A. Aegypti dan A.
albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi yang lingkungan
dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang berisi air jernih
(bak mandi, kaleng bekas, dan tempat penampungan air lainnya). 4
Beberapa factor diketahui berkaitan dengan peningkatan transmisi biakan virus dengue
yaitu:
1) vector: perkembangbiakan vector, kebiasaan menggigit, kepadatan vector lingkungan ,
transportasi vector dari satu tempat ke tempat lainnya
2) pejamu: terdapatnya penderita di lingkungan keluarga, mobilisasi dan paparan terhadap
nyamuk,
usia,
dan
jenis
kelamin
2.2.4 Etiologi
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit menular berbahaya yang
disebabkan oleh virus , menyebabkan gangguan pada pembuluh darah kapiler dan sistem
pembekuan darah sehingga mengakibatkan perdarahan, dapat menimbulkan kematian.
Penyakit Demam Berdarah Dengue adalah penyakit infeksi virus Dengue yang ditularkan
oleh nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk Aedes albopictus. Virus Dengue termasuk genus
Flavivirus, famili Flaviviridae. Flavivirus merupakan virus dengan diameter 30 nm terdiri dari
asam ribonukleat rantai tunggal dengan berat molekul 4x106. 3
Terdapat 4 serotipe yaitu DEN 1, DEN 2, DEN 3 dan DEN 4. Keempat serotipe virus ini
terdapat di Indonesia dan dilaporkan bahwa serotipe virus DEN 3 sering menimbulkan wabah,
sedang di Thailand penyebab wabah yang dominan adalah virus DEN 2. Terdapat reaksi silang
antara serotipe dengue dengan Flavivirus lainnya seperti yellow fever, Japanese encephalitis, dan
West Nile Virus. 3
Dalam laboratorium virus dengue dapat bereplikasi pada hewan mamalia sepreti tikus,
kelinci, anjing, kelelawar, dan primata. Survey epidemiologi ada hewan ternak didapatkan
antibody terhadap virus dengue [ada hewan kuda, babi, dan sapi. Penelitian pada atrhtopoda
menunjukan virus dengue dapat bereplikasi pada nyamuk genus Aedes (stegomya) dan
Toxorhynchites. 3
Penyakit ini ditunjukkan dengan adanya demam secara tiba-tiba 2-7 hari, disertai sakit
kepala berat, sakit pada sendi dan otot (myalgia dan arthralgia) dan ruam merah terang, petechie
dan biasanya muncul dulu pada bagian bawah badan menyebar hingga menyelimuti hampir
seluruh tubuh. Radang perut bisa juga muncul dengan kombinasi sakit di perut, rasa mual,
muntah-muntah atau diare.
Manifestasi klinik terwujud sebagai akibat adanya kebocoran plasma dari pembuluh
darah perifer ke jaringan sekitar. Infeksi virus Dengue dapat bersifat asimtomatik atau
simtomatik yang meliputi panas tidak jelas penyebabnya (Dengue Fever, DF), Demam Berdarah
Dengue (DBD), dan demam berdarah dengan renjatan (DSS) dengan manifestasi klinik demam
bifasik disertai gejala nyeri kepala, nyeri sendi, nyeri otot, dan timbulnya ruam pada kulit.
Ciri-ciri nyamuk Aedes aegypti adalah:
Berkembang biak di air jernih yang tidak beralasakan tanah seperti bak mandi, WC,
barang-barang yang menampung air seperti kaleng, pot tanaman, tempat minum burung.
Nyamuk betina bersifat : multiple biters ( mengigit beberapa orang karena sebelum
nyamuk tersebut kenyang sudah berpindah tempat ).
Virus yang ada di kelenjar ludah nyamuk ditularkan ke manusia melalui gigitan.
Kemudian virus bereplikasi di dalam tubuh manusia pada organ targetnya seperti makrofag,
monosit, dan sel Kuppfer kemudian menginfeksi sel-sel darah putih dan jaringan limfatik.
Virus dilepaskan dan bersirkulasi dalam darah. Di tubuh manusia virus memerlukan waktu
masa tunas intrinsik 4-6 hari sebelum menimbulkan penyakit. Nyamuk kedua akan
menghisap virus yang ada di darah manusia. Kemudian virus bereplikasi di usus dan organ
lain yang selanjutnya akan menginfeksi kelenjar ludah nyamuk.6
Virus bereplikasi dalam kelenjar ludah nyamuk untuk selanjutnya siap-siap ditularkan
kembali kepada manusia lainnya. Periode ini disebut masa tunas ekstrinsik yaitu 8-10 hari.
Sekali virus dapat masuk dan berkembang biak dalam tubuh nyamuk, nyamuk tersebut akan
dapat menularkan virus selamahidupnya 6,10
3,4,5 demam. Perdarahan lain yaitu, epitaxis, perdarahan gusi, melena dan
hematemesis.10
3. Hepatomegali
Pada umumnya dapat ditemukan pada permulaan penyakit bervariasi dari haya sekedar
diraba sampai 2 4 cm di bawah arcus costa kanan. Derajat hepatomegali tidak sejajar
dengan beratnya penyakit, namun nyeri tekan pada daerah tepi hepar berhubungan
dengan adanya perdarahan.10
4. Syok
Pada kasus ringan dan sedang, semua tanda dan gejala klinis menghilang setelah demam
turun disertai keluarnya keringat, perubahan pada denyut nadi dan tekanan darah, akral
teraba dingin disertai dengan kongesti kulit. Perubahan ini memperlihatkan gejala
gangguan sirkulasi, sebagai akibat dari perembasan plasma yang dapat bersifat ringan
atau sementara. Pada kasus berat, keadaan umum pasien mendadak menjadi buruk
setelah beberapa hari demam pada saat atau beberapa saat setelah suhu turun, antara 3
7, terdapat tanda kegagalan sirkulasi, kulit terabab dingin dan lembab terutama pada
ujung jari dan kaki, sianosis di sekitar mulut, pasien menjadi gelisah, nadi cepat, lemah
kecil sampai tidak teraba. Pada saat akan terjadi syok pasien mengeluh nyeri perut.10
5.
12
2.2.7 Patofisiologi
a. Sistim vaskuler
Patofisiologi primer DBD dan DSS adalah peningkatan akut permeabilitas vaskuler yang
mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga menimbulkan
hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Volume plasma menurun lebih dari 20%
pada kasus-kasus berat, hal ini didukung penemuan post mortem meliputi efusi pleura,
hemokonsentrasi dan hipoproteinemi. Tidak terjadinya lesi destruktif nyata pada vaskuler,
menunjukkan bahwa perubahan sementara fungsi vaskuler diakibatkan suatu mediator
kerja singkat. Jika penderita sudah stabil dan mulai sembuh, cairan ekstravasasi diabsorbsi
dengan cepat, menimbulkan penurunan hematokrit. Perubahan hemostasis pada DBD dan
DSS melibatkan 3 faktor: perubahan vaskuler, trombositopeni dan kelainan koagulasi.
Hampir semua penderita DBD mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan
trombositopeni, dan banyak diantaranya penderita menunjukkan koagulogram yang
abnormal.3
Akibat infeksi virus ini muncul respon imun baik humoral maupun selular, antara lain anti
netralisasi, antihemaglutinin, anti komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya
adalah IgG dan IgM, pada infeksi dengue primer antibodi mulai terbentuk, dan pada
infeksi sekunder kadar antibodi yang telah ada meningkat (booster effect). 3
berfungsi sebagai imuno modulator yaitu INF gama, Il-2 dan CSF (Colony Stimulating
Factor). Dimana IFN gama akan merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan
TNF alpha. IL-1 sebagai mayor imunomodulator yang juga mempunyai efek pada
endothelial sel termasuk di dalamnya pembentukan prostaglandin dan merangsang
ekspresi intercellular adhesion molecule 1 (ICAM 1). 3
2.2.8 Patogenesis
DEN mempunyai 4 fungsi biologis: netralisasi virus; sitolisis komplemen; Antibody Dependent
Cell-mediated Cytotoxity (ADCC) dan Antibody Dependent Enhancement. 3,9
Virion dari virus DEN ekstraseluler terdiri atas protein C (capsid), M (membran) dan E
(envelope), sedang virus intraseluler mempunyai protein pre-membran atau pre-M. Glikoprotein
E merupakan epitop penting karena : mampu membangkitkan antibodi spesifik untuk proses
netralisasi, mempunyai aktifitas hemaglutinin, berperan dalam proses absorbsi pada permukaan
sel, (reseptor binding), mempunyai fungsi biologis antara lain untuk fusi membran dan perakitan
virion. Antibodi memiliki aktifitas netralisasi dan mengenali protein E yang berperan sebagai
epitop yang memiliki serotip spesifik, serotipe-cross reaktif atau flavivirus-cross reaktif.
Antibodi netralisasi ini memberikan proteksi terhadap infeksi virus DEN. Antibodi monoclonal
terhadap NS1 dari komplemen virus DEN dan antibodi poliklonal yang ditimbulkan dari
imunisasi dengan NS1 mengakibatkan lisis sel yang terinfeksi virus DEN. Antibodi terhadap
virus DEN secara in vivo dapat berperan pada dua hal yang berbeda :
a. Antibodi netralisasi atau neutralizing antibodies memiliki serotip spesifik yang dapat
mencegah infeksi virus.
b. Antibodi non netralising serotipe memiliki peran cross-reaktif dan dapat meningkatkan
infeksi yang berperan dalam patogenesis DBD dan DSS.
17
Laboratorium
DD
DBD
DBD
II
DBD
III
DBD
IV
Leukopenia
Trombositopenia,
Serologi
Dengue
tidak
ditemukan
bukti
kebocoran
plasma
Trombositopenia
positif
(<100.000/l),
kebocoran plasma
Trombositopenia
spontan
(<100.000/l),
kebocoran plasma
Trombositopenia
(<100.000/l),
serta gelisah)
Syok berat disertai dengan tekanan
kebocoran plasma
Trombositopenia
(<100.000/l),
bukti
bukti
bukti
bukti
Positif
ada
ada
ada
ada
kebocoran plasma
A. Penyelidikan Epidemiologi
Penyelidikan Epidemiologi (PE) adalah kegiatan pencarian kasus infeksi dengue atau
kasus suspek infeksi dengue lainnya dan pemeriksaan jentik nyamuk penular DBD di
tempat tinggal penderita dan rumah atau bangunan sekitar, ternasuk tempat-tempat umum
18
Melakukan pemeriksaan jentik pada tempat penampungan air dan tempattempat lain yang dapat menjadi tempat perkembanganbiakan nyamuk
Aedes aegypti baik didalam maupun di luar rumah atau bangunan.
B. Penanggulangan Fokus
Adalah kegiatan tindak lanjut dari PE, bertujuan untuk memberantas nyamuk penular
DBD. Bila hasil PE memenuhi 2 kriteria PE positif, maka dilakukan penanggulangan
fokus yang dilaksanakan mencakup radius minimal 200 meter, terdiri dari pemberantasan
sarangan nyamuk (PSN 3M plus) larvasidasi, penyuluhan dan atau pengabutan
panas( fogging) dan ataua pengabutan dingin (ULV), pengasapan dilakuakn sebanayak 2
siklus dengan interval `1 minggu. Bila tidak ditemukan penderita lainnya tetapi
ditemukan jentik, maka dilakukan penggerakan masyarakat
Larvasidasi dan penyuluhan. Sedangkan bila tidak ditemukan penderita lainnya dan tidak
ditemukan jentik, maka dilakukan penyuluhan kepada masyarakat kegiatan PSN DBD
dan larvasidasi ini merupakan kegiatan berbasis masyarakat yang dipimpin oleh ketua
RT/RW, tokoh masyarakat dan kadee. Penyuluhan akan dilaksanakan oleh petugas
kesehatan/kader atau kelompok kerja( pokja) DBD dea/kelurahan berkoordinasi dengan
petugas pencegahan DBD yang dapat dilaksanakan oleh individu, keluarag dan
masyarakat yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
(UKS)
Aedes. Hasil dari PJB dilaporkan kecamat dan di umpah balikan kepada
Kepala Sekolah dan penaggung jawab TTU.
Klasifikasi fogging :
1) Fogging tertutup adalah pada saat fogging dilakukan semua pintu dan jendela
ditutup rapat-rapat. Dilakukan sekitar jam 7.00-10.00 dan jam 15.00-18.00
2) Fogging terbuka adalah pada saat fogging atau pengasapan dilakukan semua pintu
dan jendela dibuka lebar-lebar. Dilakukan sekitar jam 7.00- 10.00 dan jam
15.00-18.00
3) Fongging focus adalah fogging yang dilakukan dititik focus dan sekitarnya
dengan jarak radius 100 meter atau 20 rumah sekitarnya. Dilakukan dan siklus
dengan jarak seminggu, diikuti abatisasi. Gogging focus dilakukan setelah
penyelidikan epidemiologi positif.
22
2. Penyuluhan perorangan:
1). Kepada ibu-ibu pengunjung posyandu
2). Kepada penderita/keluarga =nya di Puskesmas
3) Kunjungan rumah oleh Kader/Petugas Puskesmas
3. Penyuluhan melalui media massa: TV, radio, dll (oleh Dinas Kesehatan Tk.II dan
Pusat) menggerakkan masyarakat untuk PSN penting terutama sebelum musim penularan
(musim hujan) yang pelaksanaannya dikoordinasikan oleh kePala Wilayah stempat.
Kegiatan PSN oleh masyarakat ini seyogyanya diintegrasikan ke dalam kegiatan di
wilayah dalam rangka program Kebersihan dan Keindahan Kota. Di tingkat puskesmas,
usaha/kegiatan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) demam berdarah ini seyogyanya
diintergrasikan dalam program Sanitasi Lingkungan.
2.2.12 Tatalaksana
Tidak ada terapi yang spesifik untuk demam berdarah dengue, prinsip utama
adalah terapi suportif. Dengan terapi suportif yang adekuat, angka kematian dapat
diturunkan hingga kurang dari 1%. Pemeliharaan volume cairan sirkulasi merupakan
tindakan yang paling penting dalam penanganan kasus DBD. Asupan cairan pasien harus
tetap dijaga, terutama cairan oral. Jika asupan cairan oral pasien tidak mampu
26
Penatalaksanaan yang tepat dengan rancangan tindakan yang dibuat sesuai atas indikasi
Praktis dalam pelaksanaannya
Mempertimbangkan cost effectiveness.
Protokol 1
Penanganan Tersangka (Probable) DBD dewasa tanpa syok
Protokol 1 ini digunakan sebagai penunjuk dalam memberikan pertolongan pertama pada
penderita DBD atau yang diduga DBD di Instalasi Gawat Darurat dan juga dipakai sebagai
petunjuk dalam memutuskan indikasi rawat.
Seseorang yang tersangka menderita DBD Unit Gawat Darurat dilakukan pemeriksaan
Hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), dan trombosit bila:
27
Hb, Ht dan trombosit normal atau trombosit antara 100.000-150.000, pasien dapat
dipulangkan dengan anjuran atau berobat jalan ke Poliklinik dalam waktu 24 jam
berikutnya (dilakukan pemeriksaan Hb, Ht Lekosit dan trombosit tiap 24 jam) atau bila
Protokol 2 (Gambar 5)
Pemberian cairan pada tersangka DBD dewasa di ruang rawat
Pasien yang tersangka DBD tanpa perdarahan spontan dan masif dan tanpa syok maka di
ruang gawat diberikan cairan infus kristaloid dengan jumlah seperti rumus berikut ini:
Volume cairan kristaloid per hari yang diperlukan, sesuai rumus berikut:
1500 + {20 x (BB dalam kg 20)}
Contoh volume rumatan untuk BB 55 kg: 1500 + {20 x (55 20)} = 2200 ml. Setelah
pemberian cairan dilakukan pemeriksaan Hb, Ht tiap 24 jam:
Bila Hb, Ht meningkat 10-20% dan trombosit <100.000 jumlah pemberian cairan
tetap seperti rumus di atas tetapi pemantauan Hb, Ht trombo dilakukan tiap 12 jam.
Bila Hb, Ht meningkat >20% dan trombosit <100.000 maka pemberian cairan sesuai
dengan protocol penatalaksanaan DBD dengan peningkatan Ht >20%.
Protokol 3 (Gambar 1)
Penatalaksanaan DBD dengan peningkatan hematokrit >20%
28
Meningkatnya Ht > 20% menunjukkan bahwa tubuh mengalami defisit cairan sebanyak
5%. Pada keadaan ini terapi awal pemberian cairan adalah dengan memberikan infus cairan
kristaloid sebanyak 6-7 ml/kg/jam. Pasien kemudian dipantau setelah 3-4 jam pemberian cairan.
Bila terjadi perbaikan yang ditandai dengan tanda-tanda hemtokrit turun, frekuensi nadi turun,
tekanan darah stabil, produksi urin meningkat maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 5
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan tetap
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infus dikurangi menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila dalam
pemantauan keadaan tetap membaik maka pemberian cairan dapat dihentikan 24-48 jam
kemudian.
Apabila setelah pemberian terapi cairan awal 6-7 ml/kgBB/jam tadi keadaan tetap tidak
membaik, yang ditandai dengan hematokrit dan nadi meningkat, tekanan nadi menurun <20
mmHg, produksi urin menurun, maka kita harus menaikkan jumlah cairan infus menjadi 10
ml/kgBB/jam. Dua jam kemudian dilakukan pemantauan kembali dan bila keadaan menunjukkan
perbaikan maka jumlah cairan dikurang menjadi 5 ml/kgBB/jam tetapi bila keadaan tidak
menunjukkan perbaikan maka jumlah cairan infuse dinaikkan menjadi 15 ml/kgBB/jam dan bila
dalam perkembangannya kondisi menjadi memburuk dan didapatkan tanda-tanda syok maka
pasien ditangani sesuai dengan protocol tatalaksana sindrom syok dengue pada dewasa. Bila
syok telah teratasi maka pemberian cairan dimulai lagi seperti terapi pemberian cairan awal.
Protokol 4 (Gambar 2)
Penatalaksanaan Perdarahan Spontan pada DBD dewasa
Perdarahan spontan dan masif pada penderita DBD dewasa adalah: perdarahan
hidung/epistaksis yang tidak terkendali walaupun telah diberikan tampon hidung, perdarahan
saluran cerna (hematemesis dan melena atau hematoskesia), perdarahan saluran kencing
(hematuria), perdarahan otak atau perdarahan tersembunyi dengan jumlah perdarahan sebanyak
4-5 ml/kgBB/jam. Pada keadaan seperti ini jumlah dan kecepatan pemberian cairan tetap seperti
keadaan DBD tanpa syok lainnya. Pemeriksaan tekanan darah, nadi, pernafasan dan jumlah urin
dilakukan sesering mungkin dengan kewaspadaan Hb, Ht, dan thrombosis serta hemostasis harus
segera dilakukan dan pemeriksaan Hb, Ht dan trombosit sebaiknya diulang setiap 4-6 jam.
29
Pemberian heparin diberikan apabila secara klinis dan laboratories didapatkan tandatanda koagulasi intravaskuler diseminata (KID). Transfusi komponen darah diberikan sesuai
indikasi. FFP diberikan bila didapatkan defisiensi faktor-faktor pembekuan (PT dan aPTT yang
memanjang), PRC diberikan bila nilai Hb kurang dari 10 g/dl. Transfusi trombosit hanya
diberikan pada pasien DBD dengan perdarahan spontan dan masif dengan jumlah trombosit
<100.000/mm3 disertai atau tanpa KID.
Protokol 5
Tatalaksana SIndrom Syok Dengue pada dewasa
Bila kita berhadapan dengan Sindrom Syok Dengue (SSD) maka hal pertama yang harus
diingat adalah bahwa renjatan harus segera diatasi dan oleh karena itu penggantian cairan
intravaskuler yang hilang harus segera dilakukan. Angka kematian sindrom syok dengue sepuluh
kali lipat dibandingkan dengan penderita DBD tanpa renjatan, dan renjatan dapat terjadi karena
keterlambatan penderita DBD mendapatkan pertolongan/pengobatan, penatalaksanaan yang tidak
tepat termasuk kurangnya kewaspadaan terhadap tanda-tanda renjatan dini, dan penatalaksanaan
renjatan yang tidak adekuat.
Pada kasus SSD cairan kristaloid adalah pilihan utama yang diberikan. Selain resusitasi
cairan, penderita juga diberikan oksigen 2-4 liter/menit. Pemeriksaan-pemeriksaan yang harus
dilakukan adalah pemeriksaan darah perifer lengkap (DPL), hemostasis, analisis gas darah, kadar
natrium, kalium dan klorida, serta ureum dan kreatinin.
Pada fase awal, cairan kristaloid diguyur sebanyak 10-20 ml/kgBB dan dievaluasi setelah
15-30 menit. Bila renjatan telah teratasi (ditandai dengan tekanan darah sistolik 100 mmHg dan
tekanan nadi lebih dari 20 mmHg, frekuensi nadi kurang dari 100 kali per menit dengan volume
yang cukup, akral teraba hangat, dan kulit tidak pucat serta dieresis 0,5-1 ml/kgBB/jam) jumlah
cairan dikurangi menjadi 7 ml/kgBB/jam. Bila dalam waktu 60-120 menit keadaan tetap stabil
pemberian cairan menjadi 5 ml/kgBB/jam. Bila dalam 60-120 menit kemudian keadaan tetap
stabil pemberian cairan menjadi 3 ml/kgBB/jam. Bila 24-48 jam setelah renjatan tanda-tanda
vital dan hematokrit tetap stabil serta dieresis cukup maka pemberian cairan per infus harus
dihentikan (karena jika reabsorpsi cairan plasma yang mengalami ekstravasasi telah terjadi,
30
ditandai dengan turunnya hematokrit, cairan infus terus diberikan maka keadaan hipervolemi,
edema parau atau gagal jantung dapat terjadi).
Pengawasan dini kemungkinan terjadinya renjatan berulang harus dilakukan terutama
dalam waktu 48 jam pertama sejak terjadi renjatan (karena selain proses patogenesis penyakit
masih berlangsung, ternyata cairan kristaloid hanya sekitar 20% saja yang menetap dalam
pembuluh darah setelah 1 jam saat pemberian). Oleh karena untuk mengetahui apakah renjatan
telah teratasi dengan baik, diperlukan pemantauan tanda vital yaitu status kesadaran, tekanan
darah, frekuensi nadi, frekuensi jantung dan napas, pembesaran hati, nyeri tekan daerah
hipokondrium kanan dan epigastrik, serta jumlah dieresis. Diuresis diusahakan 2 ml/kgBB/jam.
Pemantauan kadar hemoglobin, hematokrit, dan jumlah trombosit dapat dipergunakan untuk
pemantauan perjalanan penyakit.
Bila setelah fase awal pemberian cairan ternyata renjatan belum teratasi, maka pemberian
cairan kristaloid dpaat ditingkatkan menjadi 20-30 ml/kgBB, dan kemudian dievaluasi setelah
20-30 menit. Bila keadaan tetap belum teratasi, maka perhatikan nilai hematokrit. BIla nilai
hematokrit meningkat berarti pembesaran plasma masih berlangsung maka pemberian cairan
kristaloid merupakan pilihan, tetapi bila nilai hematokrit menurun, berarti terjadi perdarahan
(internal
bleeding) maka penderita diberikan transfusi darah segar 10 ml/kgBB dan dapat
31
Lampiran gambar
Gambar 1
5 % defisit cairan
PERBAIKAN:
Ht dan frekuensi nadi turun,
tekanan darah membaik,
produksi urin meningkat
Evaluasi
3-4 jam
TIDAK MEMBAIK
Ht mningkat, tekanan darah
Kurangi infus
kristaloid 5
ml/kg/jam
TANDA VITAL
DAN
HEMATOKRIT
MEMBURUK
PERBAIKA
N
PERBAIKA
N
Infus Kristaloid 10
ml/kg/jam
TIDAK
MEMBAIK
Kurangi infus
kristaloid 3
ml/kg/jam
Infus kristaloid
15 ml/kg/jam
PERBAIKA
N
KONDISI
MEMBURUK
Tanda syok
Terapi cairan
dihentikan 2448 jam
32
PERBAIKAN
Gambar 2
KASUS DBD
Perdarahan Spontan dan Masif:
-Epistaksis tidak terkendali
-Hematemesis melena
-Perdarahan otak
Syok (-)
KID (-)
Transfusi komponen darah:
*PRC (Hb<10 g%)
*FFP
*TC (Tromb. <100.000)
*Pemantauan Hb, Ht, Tromb. Tiap 46 jam
*Ulang pemeriksaan hemostasis 24
jam kemudian
KID (+)
Transfusi komponen darah:
*PRC (Hb<10 g/dL)
*FFP
*TC (Trombo<100.000)
**Heparinisasi 5000-10000/24 jam
drip
*Pemantauan Hb, Ht, Tromb. Tiap 46 jam
*Ulang pemeriksaan hemostasis 24
jam kemudian
33
BAGAN I
TATALAKSANA KASUS TERSANGKA DBD
PERSANGKAAN DBD
Demam tinggi
mendadak, terus
menerus 2-7 hari,
ISPA atas (-)
(+)
(+)
tanda syok
muntah terus
menerus
kejang
kesadaran menurun
muntah darah
berak hitam
(+)
(-)
UJI TORNIQUET
(-)
Periksa
trombosi
t
Trombosi
t<
100.000
Rawat inap
Trombosi
t
100.000
Rawat
jalan*
Minum
banyak 1,52 l/hari,
parasetamol
, kontrol tiap
hari sampai
demam
turun
Rawat jalan*
34
Klinis sesuai
DBD
Ht naik
Parasetamol
Kontrol tiap
hari sampai
demam hilang
Bila hari ke3 masih
panas nilai:
Ht, trombosit
dan gejala
klinis
35
s
BAGAN II
TATALAKSANA TDBD DERAJAT I DAN DERAJAT II TANPA
PENINGKATAN HEMATOKRIT / Ht < 42 vol%
Ht tidak naik
Monitor gejala klinis dan
laboratorium
36
BAGAN III
TATALAKSANA TDBD DERAJAT II DENGAN PENINGKATAN Ht
20% / Ht 42 vol%
Infus : RL/RD/RA 6-7 ml/kgBB/jam
PULANG (lihat kriteria
pulang)
Perbaikan
Tidak ada
perbaika
n
Tidak gelisah
Gelisah
Nadi kuat
Distress pernapasan
Tetesan dikurangi
Tanda vital
Ht turun (2 kali
memburuk
pemeriksaan)
Ht meningkat
5
ml/kgBB/jam
Perbaikan
Sesuaikan
tetesan
3 ml/kgBB/jam
37
IVFD stop pada 2448 jam
Bila tanda vital dan Ht
stabil, diuresis cukup
PULANG (Lihat
kriteria pulang)
SYOK TIDAK
TERATASI
Kesadaran menurun
Tidak sesak
nafas/sianosis
Ekstremitas hangat
RL/RA/NaCl 0,9% 10
Diuresis cukup 1
ml/kgBB/jam
ml/kgBB/jam
O2 2-4 l/menit
Hb, Ht, trombosit, lekosit
AGD-elektrolit
Ureum, kreatinin
indikasi
Atas
Klinis baik,
Ht stabil
Gol.darah,
cross
match
dalam 2 kali
Pantau tanda
vital dan balans
pemeriksaan:
cairan
Kristaloid 5
Kristaloid
ml/kgBB/jam
3 (setiap
pemeriksaan
ml/kgBB/jam
6 jam)
24-48 jam setelah
syok teratasi, tanda
vital/Ht stabil,
diuresis cukup
TERATASI****
TIDAK TERATASI
Ht turun
Ht tetap tinggi /
naik
Transfusi darah
segar 10 ml/kgBB
Koloid 20
ml/kgBB
EVALUASI
TERATASI****
TIDAK TERATASI
Pertimbangkan
pemakaian inotropik
dan koloid HES BM
100.000-300.000
kD
INFUS STOP
38
BAB III
STUDI KASUS
: Yuli Petris
Alamat
: Payo
Kelurahan
: Tanah Garam
Kecamatan
: Lubuk Sikarah
No
1
2
3
Nama KK
Umur
Yuli Petris
Janwar
A.Efendi
(thn)
42 thn
50 thn
35 thn
Jandra
36 thn
Jentik
Penderita
(-/+)
-
yangdemam
Yurnita
-
Umur
Ket
(thn)
41 thn
Tidak pakai
Bak Mandi
Tidak pakai
Bak Mandi
Roslaini
58 thn
Hasil Labor :
-
Hemaglobin : 16
39
Leukosit
: 14.300
Tromosit
: 60.000
Hematokrit : 48
Keterangan :
-
Kesimpulan :
Jika ada kasus panas >3 minggu dan ada jentik, perlu diberikan pengasapan
apabila panas 1 minggu tidak ada jentik maka tidak perlu diberikan pengasapan
BAB IV
40
BAB V
41
KESIMPULAN
Kesimpulan
Seseorang akan terinfeksi virus Dengue dan menderita demam berdarah apabila digigit
oleh nyamuk Aedes Aegypti pembawa virus Dengue. Virus yang masuk akan bereplikasi dalam
sel dan menetap dalam sitoplasma serta dapat keluar dari sel untuk menginfeksi sel sel lain.
Tubuh kita akan membentuk respon imun terhadap virus dan akan menghancurkan sel yang
terinfeksi virus tersebut dan melisiskan sel tersebut untuk keluar dan menginfeksi sel sel lain.
Dalam hal ini, trombosit yang terinfeksi virus Dengue akan mengalami lisis dan mengakibatkan
terjadinya trombositopenia. Hal ini akan berakibat fatal dan mengakibatkan penderita DBD harus
diobservasi di RS agar tidak terjadi perdarahan hebat. Penanganan DBD sebenarnya seperti
infeksi virus lainnya yaitu self limiting disease.
Kegiatan tindak lanjut dari PE, bertujuan untuk memberantas nyamuk penular DBD. Bila
hasil PE memenuhi 2 kriteria PE positif, maka dilakukan penanggulangan fokus yang
dilaksanakan mencakup radius minimal 100/200 meter, terdiri dari pemberantasan sarangan
nyamuk (PSN 3M plus)
DAFTAR PUSTAKA
1. World Health Organization, 2005. Dengue, Dengue Hemorrhagic Fever, and Dengue
Shock Syndrome in the Context of the Integrated Management of Childhood Illness.
World Health Organization.
42
2. Staf Pengajar Ilmu Kesehatan Anak FKUI. Buku Kuliah 2 Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta:
1985
3. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demam berdarah dengue. Dalam: Sudoyo,
A. et. al. (editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II. Edisi 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan IPD FKUI, 2006. p. 1774-9
4. Puspanjono, MT dkk. Comparison of serial blood lactate level between dengue shock
syndrome and dengue hemorrhagic fever (evaluation of prognostic value) . Paediatrica
Indonesiana, Vol 47, No 4, Juli 2007.
5. Departemen Kesehatan RI. Pedoman tatalaksana klinis infeksi dengue di sarana
pelayanan kesehatan, 2005. p. 19-34
6. Soegijanto S , 2004 . Demam berdarah dengue. Airlangga University Press Surabaya. Hal
99.
7. Prober, Charles G. Ilmu Kesehatan Anak NELLSON Jilid 2, edisi bahasa Indonesia edisi
15. Jakarta: 1999.
8. Sumarmo, S, dkk. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Infeksi Dan Penyakit Tropis, Ed.
Pertama, Ikatan Dokter Anak Indonesia, Jakarta, 2002.
9. Anonim. Demam Berdarah Dengue (DBD) / Dengue Haemorhagic Fever (DHF). 2010. Available
from: URL: http :// doctorfile.wordpress.com (diakses 29 Mei 2013).
10. Hadinegoro, Sri Rezeki H. Soegianto, Soegeng. Suroso, Thomas. Waryadi, Suharyono.
TATA LAKSANA DEMAM BERDARAH DENGUE DI INDONESIA. Depkes &
Kesejahteraan Sosial Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular & Penyehatan Lingkungan
Hidup 2001
11. Tierney L. M., McPhee S. J., PapadakisM. A. 2006 Current Medical Diagnosis and Treatment.
45th ed. New York: The McGraw Hills Company: 2006. P 1377-8.
12. Mansjoer A., Triyanti K., Savitri R., Wardhani W. I., Setiowulan W. Kapita Selekta Kedokteran.
Jil 1. 3rd ed. Jakarta: Media Aesculapius FKUI: 2001. P 428-9.
13. Suhendro, Nainggolan L, Chen K, Pohan HT. Demem Berdarah Dengue. Dalam: Sudoyo A,
Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiatiti S (Editor). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5.
Jakarta: Interna Publishing; 2009 .p. 2773-9
14. Moore suzanne. Dengue fever. available at : http://emedicine.medscape.com/article/215840overview#a0199. accesed on : april 1 2011. updated on : october 23 2009
DBD
dengan
penyakit
lain.
15. Kemiripan
Available
at
16. T. pohan, robert sinto. Diagnosis dan terapi cairan pada demam berdarah dengue. Available at:
http://www.dexa43
17. Saleha Sungkar Pemberantasan Demam Berdarah Dengue. Dalam: Andi A (Editor). Demam
Berdarah Dengue. Edisi 5. Jakarta: Penerbitan Ikatan Dokter Indonesia; 2002 .p. 31-43
44
Mm
hn
45
xmkmmmm
46
47
48
49
50