Professional Documents
Culture Documents
FORENSIK KLINIK
Oleh :
Angelin Rittho Papayungan 112014053
Penguji :
Dr. dr. Yuli Budiningsih, Sp.F
DAFTAR ISI............................................................................................................................ 1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................................ 2
BAB II RINGKASAN KASUS............................................................................................... 3
2.1 Identitas Korban........................................................................................................ 3
2.2 Anamnesis................................................................................................................. 3
2.3 Pemeriksaan Fisik Umum......................................................................................... 4
2.4 Diagnosis................................................................................................................... 4
2.5 Tatalaksana................................................................................................................ 4
2.6 Kesimpulan............................................................................................................... 4
BAB III PEMBAHASAN KASUS.......................................................................................... 7
4.1 Prosedur Medikolegal............................................................................................... 6
4.1.1 Pihak yang Berwenang Meminta VeR............................................................ 6
4.1.2 Visum et Repertum......................................................................................... 7
4.2 Aspek Medikolegal pada Penganiayaan................................................................... 8
4.3 Traumatologi...11
BAB IV VISUM ET REPERTUM........................................................................................... 14
BAB V DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................. 16
BAB I
PENDAHULUAN
Ilmu kedokteran forensik (Legal Medicine), merupakan salah satu cabang dari ilmu
kedokteran. Ilmu kedokteran forensik didefinisikan sebagai pemanfaatan/penerapan ilmu
kedokteran untuk peradilan/penegakan hukum dan keadilan.
Kita ketahui sendiri, bahwa peristiwa yang melanggar hukum banyak terjadi di masyarakat.
Hal ini sangat merugikan dan membuat resah masyarakat yang lain karena pelanggaran hukum
ini sering sekali menyangkut tubuh dan nyawa manusia, sehingga korban yang ditimbulkannya
ada yang masih hidup, namun ada pula yang sudah meninggal. Untuk menyelesaikan masalah
hukum ini, diperlukan penyidikan dan pengusutan dengan bantuan berbagai ahli sesuai bidang
yang terkait dengan peristiwa tersebut. Oleh karena seorang dokter merupakan seorang yang
dianggap ahli atas tubuh manusia, diharapkan dokter dapat membantu mengungkapkan kasus
pelanggaran hukum yang berhubungan dengan manusia dengan memanfaatkan ilmu
kedokteran yang dimilikinya seoptimal mungkin dan dengan sejujur-jujurnya karena hal ini
telah diatur dalam undang-undang. Oleh karena ketentuan ini diatur oleh undang-undang,
sehingga apabila seorang dokter lalai memberikan bantuan, maka ia dapat diancam dengan
pidana penjara.
Bantuan yang diberikan oleh dokter dapat berupa pemeriksaan pada korban hidup, mati,
atau bagian tubuh/benda yang diduga berasal dari tubuh manusia untuk dapat menemukan
kelainan. Jika kelainan ditemukan, misalnya pada korban hidup, lalu dicari kemungkinan
penyebabnya dan dampak kelainan tersebut terhadap kesehatan korban. Jika korban mati,
menentukan perkiraan saat kematian, cara, sebab, dan mekanisme kematian. Selain itu,
kewajiban dokter juga membuat keterangan ahli yang telah diatur dalam pasal 133 KUHAP.
BAB II
RINGKASAN KASUS
No. Polisi
Instansi
Tanggal
: 04 November 2015
Permintaan
Identitas Korban
No. Rekam Medis
: 408-90-97
Nama
: Ny. SW
Agama
: Islam
Pekerjaan
Kewarganegaraan
: Indonesia
Alamat
Waktu pelaporan
: 5 November 2015
2.2 Anamnesis
Anamnesis dilakukan terhadap korban (autoanamnesis).
Korban mengaku pada tanggal 4 November 2015, pukul dua puluh tiga lebih tiga puluh
menit Waktu Indonesia Barat, wajahnya ditampar oleh pelaku dengan tangan kosong sebanyak
empat kali, kemudian korban ditendang pada daerah dada sebanyak satu kali, dan korban
dicekik serta dibenturkan kepalanya ketembok satu kali oleh pelaku yang sama. Pelaku
merupakan pacar korban.
Kejadian bermula saat korban kembali ke rumah, sudah ada pacar yang duduk dalam
keadaan mabuk sambil menelfon. Kemudian korban keluar tetapi pelaku menarik korban dan
mengancam akan bunuh diri dengan pisau. Korban berusaha merebut pisau dan membujuk
pelaku masuk ke dalam rumah. Saat akan tidur pelaku menuduh korban bersama lelaki lain.
Korban dan pelaku bertengkar dan terjadi penganiayaan yang dilakukan pelaku.
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
Nadi
Pernapasan
Suhu
Diagnosis
Hematoma at regio facial
Soft tissue swelling at regio parietal
Vulnus excoriatum at regio ante brachii dextra
Tatalaksana
Pembuatan visum et repertum
Kesimpulan
Pada pemeriksaan korban perempuan usia tiga puluh dua tahun ini ditemukan luka memar
pada wajah dan dada serta luka lecet pada tangan kiri akibat kekerasan tumpul. Luka-luka
tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan
atau pencaharian untuk sementara waktu.
BAB III
PEMBAHASAN KASUS
Prosedur Medikolegal
Munurut KUHAP pasal 133 ayat (1) yang berwenang mengajukan permintaan
keterangan ahli adalah penyidik. Penyidik pembantu juga mempunyai wewenang tersebut
sesuai dengan pasal 11 KUHAP.1
Mengenai kepangkatan pembuat surat permintaan visum et repertum telah diatur dalam
Peraturan Pemerintah no 27 tahun 1983 yang menyatakan penyidik Polri berpangkat serendahrendahnya Pembantu Letnan Dua, sedangkan pada wilayah kepolisian tertentu yang
komandannya adalah seorang bintara (Sersan), maka ia adalah penyidik karena jabatannya
tersebut. Kepangkatan bagi Penyidik pembantu adalah bintara serendah-rendahnya sersan dua.
Untuk mengetahui apakah suatu Surat permintaan pemeriksaan telah ditanda tangani oleh yang
berwenang, maka yang penting adalah bahwa si penandatang menandatangani surat tersebut
selaku penyidik.1
Menurut KUHP pasal 133 ayat (1) , yang berwenang melakukan pemeriksaan forensik
yang menyangkut tubuh manusia dan membuat Keterangan Ahli adalah dokter ahli kedokteran
kehakiman (forensik), dokter dan ahli lainnya. sedangkan dalam penjelasan KUHAP tentang
pasal tersebut dikatakan bahwa yang dibuat oleh dokter ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan ahli sedangkan yang dibuat oleh selain ahli kedokteran kehakiman disebut
keterangan.1
Permintaan Keterangan Ahli oleh penyidik harus dilakukan secara tertulis, dan hal ini
secara tegas telah diatur dalam KUHAP pasal 133 ayat (2), terutama untuk korban mati.
Korban yang masih hidup sebaiknya diantar oleh petugas kepolisian guna pemastian
identitasnya. Surat permintaan keterangan ahli ditujukan kepada instansi kesehatan atau
instansi khusus untuk itu, bukan kepada individu dokter yang bekerja di dalam instansi
tersebut.1
Temuan Pada Kasus:
Pada kasus ini, permintaan pembuatan visum et repertum disampaikan dalam bentuk
tertulis melalui surat permintaan visum. Keterangan surat permintaan visum adalah sebagai
berikut:
No polisi
: 70/VER/XI/2015/SEK Mtr
Instansi
Tanggal
: 5 November 2015
Permintaan
Hal ini sesuai dengan ketentuan dari pasal 133 ayat (2) KUHAP yang berbunyi,
Permintaan keterangan ahli sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan secara tertulis,
yang dalam surat itu disebutkan dengan tegas untuk pemeriksaan luka atau pemeriksaan mayat
dan atau pemeriksaan bedah mayat pada kasus ini, permintaan visum dilakukan secara
tertulis.2
Sebagai pihak yang diminta bantuannya oleh pihak berwenang, dokter wajib membantu
untuk memberikan keterangan berupa VeR sesuai pasal 179 KUHAP, Setiap orang yang
diminta pendapatnya sebagai ahli kedokteran kehakiman atau dokter atau ahli lainnya wajib
memberikan keterangan ahli demi keadilan. Jika dokter menolak untuk melakukan keterangan
ahli dapat dikenakan sanksi sesuai pasal 216 ayat (1) KUHP, Barang siapa dengan sengaja
tidak menuruti perintah atau permintaan yang dilakukan menurut undang-undang oleh pejabat
yang tugasnya mengawasi sesuatu, atau oleh pejabat berdasarkan tugasnya, demikian pula yang
diberi kuasa untuk mengusut atau memeriksa tindak pidana; demikian pula barang siapa
dengan
sengaja
mencegah,
menghalang-halangi
atau menggagalkan
tindakan
guna
menjalankan ketentuan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan dua minggu
atau denda paling banyak sembilan ribu rupiah. Keterangan ahli dalam surat pada pasal 184
KUHAP ayat (1) tersebut sepadan dengan yang dimaksud dengan Visum et Repertum dalam
Statsbald 350 tahun 1937.2
Temuan Pada Kasus Di Atas
Dengan jelas disebutkan pada perihal bahwa dimintakan visum et repertum luka dalam perkara
kebenaran adanya luka yang dialami korban tersebut. Berdasarkan isi surat permintaan sudah
memenuhi pasal 133 KUHAP ayat 1 dan ayat 2.
Aspek Medikolegal Pada Penganiayaan
Untuk mengetahui peyebab luka/sakit dan derajat parahnya luka atau sakit pada korban
hidup maka diperlukan pemeriksaan kedokteran forensik. Hal ini dimaksudkan utuk memenuhi
rumusan delik dalam KUHP. Oleh karena itu, catatan medik pada setiap pasien harus lengkap
hasil pemeriksaannya, terutama korban yang diduga tindak pidana. Hal ini diperlukan untuk
pembuatan visum et repertum.2
Korban dengan luka ringan dapat merupakan hasil dari tindak pidana penganiayaan
ringan, seperti yang tertuang dalam Pasal 352 KUHP yang berbunyi:2
(1) Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau pencarian,
diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama tiga bulan atau
pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat ditambah sepertiga
bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang bekerja padanya atau menjadi
bawahannya.
(2) Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
Pada korban dengan luka sedang, dapat pula merupakan hasil dari tindak penganiayaan,
seperti yang disebutkan pada Pasal 351 KUHP
diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda
paling banyak 4500 rupiah dan Pasal 353 KUHP ayat (1) yaitu: Penganiayaan dengan
rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana pejara palig lama 4 tahun.2
Hasil dari tindak penganiayaan tersebut dengan akibat luka berat diatur dalam pasal 351
ayat (2) yang berbunyi: Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah
diancam dengan pidana pejara paling lama 5 tahun atau Pasal 353 ayat (2) yaitu Jika
perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikarenakan pidana pejara palig
lama tujuh tahun. Sementara, jika korban dengan luka berat merupakan akibat penganiayaan
berat, undang-undang mengaturnya dalam Pasal 354 ayat (1) yang berbunyi Barang siapa
dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam, karena melakukan penganiayaan berat,
dengan pidana penjara paling lama delapan tahun atau Pasal 355 ayat (1) yaitu
Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencaa lebih dahulu, diancam degan pidana
penjara paling lama dua belas tahun.2
Sementara dalam KUHP, yang dimaksud penganiayaan ringan adalah penganiayaan
yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan jabatan atau halangan
pekerjaan, seperti bunyi Pasal 352 KUHP. Umumnya, korban datang tanpa luka, atau dengan
luka lecet atau memar kecil di lokasi yang tidak berbahaya atau tidak menurunkan fungsi alat
tubuh tertentu. Luka-luka ini dimasukkan ke kategori luka ringan atau luka derajat satu.2
Hoge Road pada tanggal 25 Juni 1894 menjelaskan pengertian penganiayaan yang tidak
disebutkan di KUHP, bahwa menganiaya adalah dengan sengaja menimbulkan sakit atau luka.
Dalam hal ini, semua keadaan yang lebih berat dari luka ringan dimasukkan ke dalam
kategori luka sedang (luka derajat dua) dan luka berat (luka derajat tiga). Luka sedang adalah
keadaan yang terletak di antara luka ringan dan luka berat.2
Penentuan derajat luka ini penting utuk membuat visum et repertum, sehingga dokter
harus memeriksa dengan teliti korban yang datang. Uraian yang dibuat meliputi keadaan umum
sewaktu datang, letak, jenis dan sifat luka serta ukuran, pemeriksaan khusus/penunjang,
tindakan medik yang dilakukan, riwayat perjalanan penyakit, dan keadaan akhir saat
perawatan. Secara objektif, dapat dimasukkan gejala yang ditemukan pada korban.2
PASAL-PASAL YANG BERHUBUNGAN DENGAN KASUS LUKA2
Pasal 89 KUHP
Membuat orang pingsan atau tidak berdaya disamakan dengan menggunakan kekerasan.
Pasal 90 KUHP
Korban dengan luka berat seperti yang disebutkan pada pasal 90 KUHP adalah sebagai berikut:
Luka berat berarti:
1) Jatuh sakit atau mendapat luka yang tidak member harapan akan sembuh sama sekali,
atau yang menimbulkan bahaya maut;
2) Tidak mampu terus-menerus untuk menjalankan tugas jabatan atau pekerjaan
pencarian;
3) Kehilangan salah satu pancaindra;
4) Mendapat cacat berat;
5) Menderita sakit lumpuh;
6) Terganggunya daya piker selama empat minggu lebih;
7) Gugur atau matinya kandungan seorang perempuan.
Penganiayaan ini diatur dalam KUHP pasal 351, yaitu sebagai berikut:
1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah,
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun.
4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.
10
Kulit di sekitar luka akibat kekerasan benda tajam biasanya tidak menunjukkan adanya
luka lecet atau luka memar, kecuali bila bagian gagang turut membentur kult.
Pada luka tusuk, panjang luka biasanya tidak mencerminkan lebar benda tajam
penyebabnya demikian pula panjang saluran luka biasanya tidak menunjukkan panjang benda
tajam bersebut. Hal ini disebabkan oleh faktor elastisitas jaringan dan gerakan korban. 3
Luka Akibat Kekerasan Benda Tumpul
Luka jenis ini disebabkan benda yang memiliki permukaan tumpul.3
a. Memar
Memar adalah suatu perdarahan pada jaringan bawah kulit karena pecahnya kapiler dan
vena. Luka memar sering kali member petujuk tentang bentuk benda penyebab lukanya, misal
jejas ban (marginal haemorrhage). Faktor yang mempegaruhi letak, bentuk, dan luas luka
memar yaitu besarnya kekerasan, jenis benda penyebab, kondisi dan jenis jaringan, usia, jenis
kelamin, corak dan warna kulit, kerapuhan pembuluh darah, dan penyakit. Perubahan warna
pada luka memar dapat secara kasar digunakan untuk memperkirakan usianya. Saat
timbul,memar berwarna merah, kemudian berubah menjadi ugu atau hitam, setelah 4 sampai 5
hari akan berwarna hijau kemudian berubah menjadi kuning dalam 7 sampai 10 hari, dan
menghilang dalam 14 sampai 15 hari. Dalam medikolegal, interpretasi luka memar merupakan
hal penting.3
b. Luka Lecet
Luka lecet terjadi akibat cedera pada epidermis yang bersentuhan dengan benda yang
memiliki permukaan kasar atau runcing, contohnya pada kejadian kecelakaan lalu lintas, tubuh
terbentur aspal jalan, atau sebaliknya benda tersebut yang bergerak dan bersentuhan dengan
kulit. Luka lecet dapat diklasifikasi sebagai luka lecet gores (scratch), luka lecet serut (graze),
luka lecet tekan (impression, impact abrasion), dan luka lecet geser (friction abrasion)
berdasarkan mekanisme terjadinya luka.3
terangkat.3
Luka lecet serut
12
Luka ini serupa dengan luka lecet gores, tetapi penampangnya lebih luas, sehingga
deskripsi luka meliputi ukuran panjang dan lebar luka. Arah luka ditentukan dengan
Kesimpulan
Pada pemeriksaan korban perempuan usia tiga puluh dua tahun ini ditemukan luka memar
pada wajah dan dada serta luka lecet pada tangan kiri akibat kekerasan tumpul. Luka-luka
tersebut tidak menimbulkan penyakit atau halangan dalam menjalankan pekerjaan jabatan
atau pencaharian untuk sementara waktu.
13
BAB IV
Visum et Repertum
DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN
MEDIKOLEGAL
RUMAH SAKIT DR. CIPTO MANGUNKUSUMO
Jalan Diponegoro no 71 Jakarta Pusat 10430
Kotak Pos 1086Telp. 3918301, 31930808 (Hunting), Fax 3148991
Yang bertanda tangan di bawah ini dr. Angelin Rittho Papayungan, dokter pada Departemen
Ilmu Kedokteran Forensik dan Medikolegal Rumah Sakit Umum Pusat Nasional dr. Cipto
Mangunkusumo, atas permintaan tertulis dari Kepolisian Resort Metropolitan Jakarta Timur
Sektor Matraman, dengan nomor surat 70/ VER/ XI/ 2015/ Sek Mtr, tanggal lima November
dua ribu lima belas, dengan ini menerangkan bahwa pada tanggal lima november dua ribu lima
belas, pukul dua belas lebih tiga puluh menit Waktu Indonesia Barat bertempat di Rumah Sakit
Umum Pusat Nasional dr. Cipto Mangunkusumo, telah melakukan pemeriksaan atas korban
dengan nomor registrasi: 4089097 yang menurut surat tersebut adalah:-----------------------------Nama
: Ny. SW--------------------------------------------------------------------------------Umur
: 32 tahun-------------------------------------------------------------------------------Jenis Kelamin
: Perempuan ---------------------------------------------------------------------------Agama
: Islam ----------------------------------------------------------------------------------Kebangsaan
: Indonesia -----------------------------------------------------------------------------Pekerjaan
: Ibu Rumah Tangga -----------------------------------------------------------------Alamat
: Pisangan baru RT/RW 002/008 Kel. Pisangan, Jakarta Timur---------------------------------------------------------HASIL PEMERIKSAAN----------------------------------------1. Korban datang dalam keadaan sadar, dengan keadaan umum tampak sakit ringan.----------2. Korban mengaku pada tanggal empat November dua ribu lima belas, pukul dua puluh tiga
lebih tiga puluh menit Waktu Indonesia Barat, wajahnya ditampar oleh pelaku dengan
tangan kosong sebanyak empat kali, kemudian korban ditendang pada daerah dada
sebanyak satu kali, dan korban dicekik serta dibenturkan kepalanya ketembok satu kali oleh
pelaku yang sama. Pelaku merupakan pacar korban-----------------------------------------------Korban mengaku sebelum korban ditampar, pelaku hendak melakukan percobaan bunuh
diri menggunakan pisau tetapi korban merebut pisau dari tangan korban sehingga melukai
tangan kiri korban.--------------------------------------------------------------------------------------Setelah kejadian, korban tidak mengeluhkan adanya pusing, gangguan pendengaran, mual
dan muntah.----------------------------------------------------------------------------------------------3. Pada korban ditemukan :-------------------------------------------------------------------------------1. Korban dalam keadaan sadar penuh; tekanan darah seratus sepuluh per tujuh puluh
milimeter air raksa; denyut nadi delapan puluh empat kali per menit; frekuensi nafas
dua puluh kali per menit.--------------------------------------------------------------------------2. Pada dahi sisi kiri, nol koma lima sentimeter dari garis pertengahan depan, tiga
sentimeter di atas alis, terdapat memar berwarna keunguan berukuran dua sentimeter
kali tiga sentimeter.---------------------------------------------------------------------------------3,Pada dahi sisi............
14
BAB V
15
DAFTAR PUSTAKA
1.
2.
3.
16