Professional Documents
Culture Documents
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
WHO memperkirakan terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia,
dimana sepertiganya terdapat di Asia Tenggara. Angka kebutaan di indonesia
tertinggi bila dibandingkan dengan negara-negara di Asia Tenggara. Menurut
data Survei Kesehatan Rumah Tangga-Survei Kesehatan Nasional (SKRTSUSKESNAS) tahun 2001, prevalensi katarak di Indonesia sebesar 4,99%.
Prevalensi katarak di Jawa dan Bali sebesar 5,84% lebih tinggi dibandingkan
dengan daerah Indonesia lainnya. Pada usia 55-64 tahun didapatkan hampir
40% mempunyai kekeruhan pada lensa, 5% diantaranya adalah katarak
mature, pada usia 65-74 tahun didapatkan 70% mempunyai kekeruhan pada
lensa, 18% diantaranya adalah katarak mature. Pada usia 79-84 tahun lebih
dari 90% mempunyai kekeruhan pada lensa dan hampir separuhnya katarak
mature.
Hasil Survei Kesehatan Indera Penglihatan dan Pendengaran tahun 19931996 menunjukkan angka kebutaan di Indonesia menduduki peringkat ketiga
di dunia, yaitu mencapai 1,5% dari jumlah penduduk. Penyebab utama
kebutaan adalah katarak (0,78%), glaukoma (0,20%), kelainan refraksi
(0,14%), kelainan di retina (0,13%), serta kelainan di kornea (0,10%).
Berdasarkan data di atas tampak bahwa penyakit pada kornea menempati
urutan lima besar penyebab kebutaan di Indonesia. Data WHO tahun 2004
menyebutkan bahwa ulkus kornea merupakan masalah kesehatan masyarakat
yang utama dalam pembangunann dunia yang dapat menyebabkan morbiditas
berkepanjangan, kehilangan penglihatan, dan dibanyak kasus menyebabkan
kehilangan kedua mata.
Menurut Murillo Lopez (2006), Sekitar 25.000 orang Amerika terkena
keratitis bakteri per tahun. Kejadian keratitis bakteri bervariasi, dengan lebih
sedikit pada negara-negara industri yang secara signifikan lebih sedikit
memiliki jumlah pengguna lensa kontak. Insiden keratitis jamur bervariasi
sesuai dengan lokasi geografis dan berkisar dari 2% dari kasus keratitis di
I.2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 Anatomi dan Fisiologi mata
Mata adalah sistem optik yang memfokuskan berkas cahaya pada
fotoreseptor, yang mengubah energi cahaya menjadi impuls saraf.
(Putz, 2006)
diproduksi
prosessus
siliaris
untuk
mencukupi
terhambat,
tekanan
akan
meningkat
dan
ini
adalah
lapisan
tunggal
sel
epitel
kuboidal
10
akson berhubungan
dengan
kolikuli
superior,
11
dekat.
Relaksasi otot
siliarismemperkuat tarikan
12
II.2 Definisi
Mata adalah suatu struktur bulat berisi cairan yang dibungkus oleh tiga
lapisan. Dari bagian paling luar hingga paling dalam, lapisan-lapisan tersebut
adalah (1) sklera/kornea; (2) koroid/badan siliaris/iris; dan (3) retina.
Kornea berfungsi sebagai membran pelindung dan "jendela" yang
dilalui oleh berkas cahaya saat menuju retina. Sifat tembus cahaya kornea
disebabkan oleh strukturnya yang uniform, avaskular, dan deturgesens.
Deturgesens, atau keadaan dehidrasi relatif jaringan kornea, dipertahankan
oleh "pompa" bikarbonat aktif pada endotel dan oleh fungsi sawar epitel dan
endotel. Endotel lebih penting daripada epitel dalam mekanisme dehidrasi,
dan kerusakan pada endotel jauh lebih serius dibandingkan kerusakan pada
epitel. Kerusakan sel-sel endotel menyebabkan edema kornea dan hilangnya
sifat transparan, yang cenderung bertahan lama karena terbatasnya potensi
perbaikan
fungsi
endotel.
Kerusakan
pada
epitel
biasanya
hanya
menyebabkan edema lokal sesaat pada stroma kornea yang akan menghilang
dengan regenerasi sel-sel epitel yang cepat. Penguapan air dari film air mata
prakornea menyebabkan film air mata menjadi hipertonik proses tersebut dan
penguapan langsung adalah faktor-faktor yang menarik air dari stroma kornea
superfisial
untuk
mempertahankan
keadaan
dehidrasi.Macam-macam
penyakit mata dengan keluhan mata terlihat putih keruh diantaranya :Katarak,
ulkus kornea, keratitis kornea, glaukoma, uveitis. (Eva, 2009)
II.3 Pendekatan klinis terhadap keluhan mata terlihat putih keruh
1)Katarak
Katarak merupakan keadaan dimana terjadi kekeruhan pada serabut
atau bahan lensa didalam kapsul lensa. Kekeruhan ini akibat gangguan
metabolisme normal lensa yang dapat timbul pada saat perkembangan
serat lensa masih berlangsung atau sesudah serat lensaberhenti dalam
perkembangannya dan telah memulai proses degenerasi.
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut :
a.
b.
c.
d.
13
14
15
16
a. Mata merah
b. Tajam penglihatan berkurang
Pemeriksaan fisik :
Penyebab
Pseudomona
Strepetococ
Bentuk
Tergaung
Warna
s
Pneumonia
Sentral
+
Kuning
Sentral
+
Hijau/kuning
Hipopion
Bentuk
Sensibilitas
Perforasi
Virus
Sentral
Abses
Jamur
Alergi
Sentral
Satelit
Sentral
Infiltrat
infiltrat
+
+
-/+
+
Nanah
Nanah
Tenang
Abses
N
N
<<
>>
Mudah
Mudah
Jarang
Mudah
Tabel 1. Gambaran banding tukak kornea
Difus
N
Negatif
B. Pemeriksaan penunjang :
a. Tes fluoresein
Pada ulkus kornea, didapatkan hilangnya sebagian permukaan
kornea. Untuk melihat adanya daerah yang defek pada kornea.
(warna hijau menunjukkan daerah yang defek pada kornea,
sedangkan warna biru menunjukkan daerah yang intak).
b. Pewarnaan gram dan KOH
Untuk menentukan mikroorganisme penyebab ulkus, oleh jamur.
c. Kultur
Kadangkala dibutuhkan untuk mengisolasi organisme kausatif
pada beberapa kasus. (Ilyas, 2005)
17
18
3).
Keratitis
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang
pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Akibat
terjadinya kekeruhan pada media kornea ini, maka tajam penglihatan akan
menurun. Mata akan merah yang terjadi akibat injeksi pembuluh darah
perikorneal yang dalam atau injeksi siliar. Keratitis selain disebabkan oleh
infeksi dapat juga diakibatkan beberapa faktor lainnya seperti mata yang
kering, keracunan obat, alergi ataupun konjungtivitis kronis.
A. Pendekatan klinis
Anamnesis :
a) Nyeri mata
b) Gangguan penglihatan
Pemeriksaan fisik :
a) Sekret purulen
b) Injeksi siliar
c) Kadang hipopion (suatu massa sel darah putih yang terkumpul di
bilik mata anterior)
d) Opasitas kornea berwarna putih yang sering dapat dilihat dengan
mata telanjang
19
B. Pemeriksaan penunjang :
a. Keratitis Bakterial
Ini merupakan keratitis akibat infeksi staphylococ. Berbentuk
seperti keratitis pungtata, terutama di bagian bawah kornea.
Pemeriksaan Laboratorium
a) Pemeriksaan kultur bakteri dilakukan dengan menggores ulkus
kornea dan bagian tepinya dengan menggunakan spatula steril
kemudian ditanam di media cokelat, darah dan agar Sabouraud,
kemudian dilakukan pengecatan dengan Gram.
b) Biopsy kornea dilakukan jika kultur negatif dan tidak ada
perbaikan secara klinis dengan menggunakan blade kornea bila
ditemukan infiltrat dalam di stroma.
Terapi
Dapat diberikan inisial antibiotik spektrum luas sambil
menunggu hasil kultur bakteri. Berikut tabel pengobatan inisial
antibiotik yang dapat diberikan:
20
b. Keratitis Fungi
a) Pemeriksaan yang dapat dilakukan yaitu pemeriksaan kerokan
kornea (sebaiknya dengan spatula Kimura) yaitu dari dasar dan
tepi ulkus dengan biomikroskop. Dapat dilakukan pewarnaan
KOH, Gram, Giemsa atau KOH + Tinta India.
b) Biopsi jaringan kornea dan diwamai dengan Periodic Acid Schiff
atau Methenamine Silver.
Terapi
Obat-obat anti jamur yang dapat diberikan meliputi:
a) Polyenes termasuk natamycin, nistatin, dan amfoterisin B.
b) Azoles (imidazoles dan triazoles) termasuk ketoconazole,
Miconazole,
flukonazol,
itraconazole,
econazole,
dan
clotrimazole.
c. Keratitis Virus
a) Pemeriksaan Penunjang
Usapan
epitel
dengan
Giemsa
multinuklear
noda
dapat
21
kornea. Epitel sehat melekat erat pada kornea namun epitel yang
terinfeksi mudah dilepaskan. Debridement dilakukan dengan
aplikator berujung kapas khusus. Obat siklopegik seperti atropine
1% atau homatropin 5% diteteskan kedalam sakus konjungtiva,
dan ditutup dengan sedikit tekanan. Pasien harus diperiksa setiap
hari dan diganti penutupnya sampai defek korneanya sembuh
umumnya dalam 72 jam.
Terapi Obat. IDU (Idoxuridine) analog pirimidin (terdapat dalam
larutan 1% dan diberikan setiap jam, salep 0,5% diberikan setiap
4 jam). Vibrabin: sama dengan IDU tetapi hanya terdapat dalam
bentuk salep. Trifluorotimetidin (TFT): sama dengan IDU,
diberikan 1% setiap 4 jam. Asiklovir (salep 3%), diberikan setiap
4 jam.Asiklovir oral dapat bermanfaat untuk herpes mata berat,
khususnya pada orang atopi yang rentan terhadap penyakit herpes
mata dan kulit agresif.
Terapi Bedah, keratoplasti penetrans mungkin diindikasikan untuk
rehabilitasi penglihatan pasien yang mempunyai parut kornea
yang berat, namun hendaknya dilakukan beberapa bulan setelah
penyakit herpes non aktif. (Eva, 2009)
4) Glaukoma
Glaukoma merupakan sekelompok penyakit kerusakan saraf optik
(neuropati optik) yang biasanya disebabkan oleh efek peningkatan tekanan
okular pada papil saraf optik. Iskemia tersendiri pada papil saraf optik juga
penting. Hilangnya akson menyebabkan defek lapang pandang dan
hilangnya tajam penglihatan jika lapang pandang sentral terkena.
Gambar 19. Glaukoma akut kongestif (Ilyas, 2010)
22
fisik
:Penilaian
dugaan
glaukoma
memerlukan
23
24
25
26
perubahan
morfologi
yang
akan
terlihat
pada
jumlahnya.
b. Water fissure: pola rarial dari fissure yang terisi cairan yang akan
terlihat diantara fiber.
c. Lamella yang terpisah: tidak sesering water fissureI, ini berisi suatu
zona cairan diantara lamella (biasanya antara lamella clear dan fiber
kortikal).
d. Cuneiform cataract: ini sering ditemukan dengan opaksitas radier
dari lensa peripheral seperti jari-jari roda. Posterior subcapsular
katarak (PSCs), merupakan terjadinya kekeruhan di sisi belakang
lensa.
Katarak ini menyebabkan silau, pandangan kabur pada kondisi
cahaya terang, serta pandangan baca menurun. Banyak ditemukan pada
pasein diabetes, pasca radiasi, dan trauma. (Ilyas, 2005)
2. Ulkus atau tukak kornea
Kornea merupakan bagian anterior dari mata, yang harus dilalui
cahaya, dalam perjalanan pembentukan bayangan di retina, karena jernih,
sebab susunan sel dan seratnya tertentu dan tidak ada pembuluh darah.
Biasan cahaya terutama terjadi di permukaan anterior dari kornea.
27
progresif, regresi
3. Keratitis
28
kornea
untuk
memusnahkan
bakteri
dan
neutrofil
yang
29
yang berkurang.Sebaliknya,
tekanan
intraokular dapat
pupil,
resistensi
ini
meningkat
dan
gradien
tekanan
30
31
menurun. Benda yang terletak di bagian sentral masih terlihat jelas akan
tetapi yang terletak di perifer tidak terlihat sama sekali. Pada keadaan
ini lapang penglihatan secara perlahan-lahan menyempit. Bila keadaan
ini berlanjut penglihatan akan terus berkurang sehingga dapat menjadi
buta sama sekali.
Tekanan bola mata biasanya lebih dari 25 dan terus-menerus
merusak saraf optik sehingga disebut sebagai maling penglihatan.
Glaukoma sudut terbuka tidak memberikan keluhan dengan tekanan
bola mata yang tinggi perlahan-lahan merusak serabut saraf optik,
walaupun tekanan bola mata sudah teratasi penglihatan yang telah
hilang tidak dapat diperbaiki lagi.
Pada pemeriksaan gonioskopi pemeriksaan sudut bilik mata
dengan goniolens dapat dilihat sudut bilik mata depan tempat
mengalirnya cairan mata keluar terbuka lebar. Bila sudut ini terbuka
lebar sedangkan tekanan bola mata tinggi maka dapat diduga
pembendungan cairan mata keluar berada jauh di dalam atau di
belakang sudut pengeluaran ini. Daerah penyaringan keluar cairan mata
ini disebut anyaman trabekulum.
Pada glaukoma sudut terbuka primer tidak terlihat kelainan pada
anyaman trabekula akan tetapi mungkin terdapat kerusakan fungsi sel
32
primer
sudut
terbuka
atau
sekunder. Gambaran
33
Dalam banyak hal antigen luar berasal dari mikroba yang infeksius.
Sehubungan dengan hal ini peradangan uvea terjadi lama setelah proses
infeksinya yaitu setelah munculnya mekanisme hipersensitivitas.
Radang iris dan badan siliar menyebabkan rusaknya Blood
Aqueous Barrier sehingga terjadi peningkatan protein, fibrin, dan sel-sel
radang dalam humor akuos yang tampak pada penyinaran miring
menggunakan sentolop atau akan lebih jelas bila menggunakan slit lamp,
berkas sinar yang disebut fler (aqueous Flare).
Fibrin dimaksudkan untuk menghambat gerakan kuman akan tetapi
justru mengakibatkan perlekatan-perlekatan misalnya perlekatan iris pada
permukaan lensa (sinekia posterior).
Sel-sel radang yang terdiri atas limfosit, makrofag, sel plasma
dapat membentuk presipitat keratik yaitu sel-sel radang yang menempel
pada permukaan endotel kornea. Apabila presipitat keratik ini besar,
berminyak disebut mutton fat keratic precipitate. Akumulasi sel-sel radang
dapat pula terjadi pada tepi pupil disebutKoeppe noduies, bila di
permukaan iris disebut Busacca nodules, yang bisa ditemukan juga pada
permukaan lensa dan sudut bilik mata depan.
Pada iridosiklitis yang berat sel radang dapat sedemikian banyak
hingga menimbulkan hipopion.Otot sfingter pupil mendapat rangsangan
karena radang dan pupil akan miosis dan dengan adanya timbunan fibrin
serta sel-sel radang dapat terjadi seklusio maupun oklusio pupil.
Bila terjadi seklusio dan oklusio pupil total, cairan di dalam bilik
mata belakang tidak dapat mengalir sama sekali mengakibatkan tekanan
dalam bilik mata belakang lebih besar dari tekanan dalam bilik mata depan
sehingga iris tampak menggelembung ke depan yang disebut iris bombe
(bombans).
Gangguan produksi humor akuos terjadi akibat hipofungsi badan
siliar menyebabkan tekanan bola mata turun. Eksudat protein, fibrin, dan
sel-sel radang dapat berkumpul di sudut bilik mata depan, terjadi
penutupan kanal Schlemm sehingga terjadi glaukoma sekunder.
34
Pada fase akut terjadi glaukoma sekunder karena gumpalangumpalan pada sudut bilik depan, sedang pada fase lanjut glaukoma
sekunder terjadi karena adanya seklusio pupil. Naik turunnya tekanan bola
mata disebutkan pula sebagai akibat peran asetilkolin dan prostaglandin.
(Eva, 2009)
II.5Penegakkan diagnosis
1. Katarak
Pemeriksaan penunjang :
a. Keratometri
b. Oftalmoskop
c. A-Scan Ultrasound (Echography)
d. Hitung sel endotel (James, 2006)
2. Ulkus atau tukak kornea
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesa, pemeriksaan
fisik dan pemeriksaan klinis dengan menggunakan slit lamp dan
pemeriksaan laboratorium. Anamnesis pasien penting pada penyakit
kornea, sering dapat diungkapkan adanya riwayat trauma, benda asing,
abrasi, adanya riwayat penyakit kornea yang bermanfaat, misalnya
keratitis akibat infeksi virus herpes simplek yang sering kambuh.
Hendaknya pula ditanyakan riwayat pemakaian obat topikal oleh pasien
seperti kortikosteroid yang merupakan predisposisi bagi penyakit bakteri,
fungi, virus terutama keratitis herpes simplek. Juga mungkin terjadi
imunosupresi akibat penyakit sistemik seperti diabetes, AIDS, keganasan,
selain oleh terapi imunosupresi khusus.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan gejala obyektif berupa adanya
injeksi siliar, kornea edema, terdapat infiltrat, hilangnya jaringan kornea.
Pada kasus berat
Ketajaman penglihatan
Tes refraksi
Tes air mata
Pemeriksaan slit-lamp
Keratometri (pengukuran kornea)
Respon reflek pupil
Pewarnaan kornea dengan zat fluoresensi
35
Tonometer Schiotz
Tonometer nonkontak
Tonometer aplanasi
Oftalmoskop
Perimetri
Pemeriksaan gonioskopi (Ilyas, 2007)
5. Uveitis
Pemeriksaan ditujukan untuk menentukan kaitan sistemik dan
sebagian diarahkan oleh jenis uveitis yang terjadi. Uveitis anterior
kemungkinan besar dikaitkan dengan spondilitis ankilosa dan penentuan
36
dari
metode
yang
kuno
hingga
tehnik
hari
ini
37
Penyulit
yang
dapat
terjadi
pada
pembedahan
ini
(phaco)
maksudnya
membongkar
dan
38
yang
39
40
kuman
penyebabnya.
Perban
memang
larutan
murni
trikloralasetat.
Panas
(heat
41
42
kornea.
Epitelsehat
melekat
erat
pada
kornea,
tetapi
epitel
menimbulkan
keratitis
kimiawi.Obat
sikloplegik,
seperti
kulityang
agresif
(eczema
herpeticum).
Dosis
untuk
penyakitaktif adalah 400 mg lima kali per hari pada pasien yangtidak
luluh imun (nonimmunocompromised) dan 800 mg limakali per hari
pada pasien atopik atau imun lemah. Dosisprofilaksis penyakit rekurens
adalah 400 mg dua kali perhari. Dapat juga digunakan Famciclovir atau
valacyclovir.
Replikasi virus pada pasien imunokompeten, khususnya bila
terbatas di epitel kornea, biasanya sembuh sendiri dan pembentukan
parutnya minimal. Dalam hal ini penggunaan kortikosteroid topikal
tidak diperlukan, bah-kan berpotensi sangat merusak. Sayangnya,
kekhawatiran akan terjadinya parut permanen akibat peradangan
kornea, terutama bila terdapat penyakit stromal, sering memicu
penggunaan kortikosteroid topikal ini didasarkan pada anggapan yang
43
kortikosteroid
topikal
karena
hebatnya
respons
penetrans
mungkin
diindikasikan
untuk
Pascabedah,
infeksi
herpes
rekurens
dapat
timbul
44
dipakai secara efektif untuk menutup perforasi kecil, dan graft "pelekat"
lamelar berhasil baik pada kasus-kasus tertentu. Keratoplasti la-melar
memiliki
keuntungan
dibanding
keratoplasti
penetrans
karena
45
46
ini
dapat
ditolong
dengan
tindakan
bedah
yang
47
Infeksi
Perdarahan
Perabahan tekanan bola mata yang tidak diharapkan.
Hilangnya penglihatan.
G. Bedah filtrasi
Bedah filtrasi dilakukan tanpa perlu pasien dirawat dengan
memberi anestesi lokal dan kadang-kadang sedikit obat tidur. Dengan
memakai alat sangat halus diangkat sebagian kecil sklera sehingga
terbentuk satu lubang. Melalui celah sklera yang dibentuk cairan mata
akan keluar sehingga tekanan bola mata berkurang, yang kemudian
diserap di bawah konjungtiva. Pasca bedah pasien harus memakai
penutup mata dan mata yang dibedah tidak boleh kena air. Untuk
sementara pasien pascabedah glaukoma dilarang bekerja berat.
H. Trabekulektomi
Pada glaukoma masalahnya adalah terdapatnya hambatan filtrasi
(pengeluaran) cairan mata keluar bola mata yang tertimbun dalam mata
sehingga tekanan bola mata naik.
Bedah trabekulektomi merupakan teknik bedah untuk mengalirkan cairan melalui saluran yang ada. Pada trabekulektomi ini cairan
mata tetap terbentuk normal akan tetapi pengaliran keluarnya dipercepat
atau salurannya diperluas. Bedah trabekulektomi membuat katup sklera
sehingga cairan mata keluar dan masuk di bawah konjungtiva. Untuk
mencegah jaringan parut yang terbentuk diberikan 5 fluoruracil atau
mitomisin. Dapat dibuat lubang filtrasi yang besar sehingga tekanan
bola mata sangat menurun.
Pembedahan ini memakan waktu tidak lebih dari 30 menit.
Setelah pembedahan perlu diamati pada 4-6 minggu pertama. Untuk
48
ahli
berusaha
membuat
alat
yang
dapat
seperti
hidrostat
Tahan terhadap kemungkinan penutupan
Minimal terjadinya hipotensi
Desain yang menghindarkan migrasi dan infeksi
Bersifat atraumatik.
Bedah glaukoma disertai katarak (bedah gabungan)
Glaukoma umumnya terdapat pada usia lanjut di mana lensa mata
juga telah mulai keruh (katarak). Penglihatan yang kabur akibat katarak
pengobatannya adalah dengan pembedahan sedangkan glaukoma juga
dapat diatasi tekanan bola matanya yang tinggi dengan pembedahan.
Pada keadaan ini maka pembedahan akan memberikan hasil yang
bermanfaat untuk keduanya.
J. Siklodestruksi
Telah dibicarakan upaya mengalirkan cairan bola mata yang
berlebihan dengan melakukan tindakan bedah filtrasi. Tindakan lain
adalah mengurangkan produksi cairan mata oleh badan siliar yang
masuk ke dalam bola mata. Diketahui bahwa cairan mata ini
dikeluarkan terutama oleh pembuluh darah di badan siliar dalam bola
mata. Pada siklodestruksi dilakukan pengrusakan sebagian badan siliar
sehingga pembentukan cairan mata berkurang. Tindakan ini jarang
49
terjaga,
biasanya
mampu
mengontrol
peradangan
anterior.
Prednisolone acetate adalah suatu suspensi dan harus dikocok selama 3040 menit sebelum tiap-tiap penggunaan. Homatropin 2-5%, dua sampai
empat kali sehari, membantu mencegah terbentuknya sinekia dan
meredakan rasa tidak nyaman akibat spasme siliaris.
Peradangan noninfeksi intermediet, posterior, dan difus berespons
baik terhadap penyuntikan triamcinolone acetonide sub-Tenon, biasanya 1
mL (40 mg), pada daerah superotemporal. Triamcinolone acetonide
intraokular, 0,1 mL (4 mg), atau prednisone oral, 0,5-1,5 mg/kg/hari juga
efektif. Corticosteroid-sparing agent seperti methotrexate, azathioprine,
mycophenolate mofetil, cylcosporine, tacrolimus, cyclophosphamide, atau
chlorambucil sering diperlukan pada peradangan noninfeksi bentuk berat
atau kronik, terutama bila ditemukan adanya keterlibatan sistemik. (James,
2006)
II.7 Farmakodinamik terapi medikamentosa
1. Katarak
Anestetik lokal untuk suntikan
Lidocaine, procaine, dan mepivacaine adalah anestetik lokal yang
umum dipakai untuk operasi mata. Obat yang bekerja lebih lama seperti
bupivacaine dan etidocaine sering dicampur dengan anestetik lokal lain
untuk memperpanjang efeknya. Anestetik lokal sangat aman bila dipakai
50
dengan hati-hati, tetapi dokter harus sadar akan potensi toksik sistemik bila
terjadi penyerapan cepat dari tempat suntikan, pada kelebihan dosis, atau
penyuntikkan intravena yang tidak disengaja.
Penambahan hialuronidase memudahkan penyebaran anestetik dan
mempercepat mulai kerjanya sampai 1 menit. Dengan alasan ini,
hialuronidase sering dipakai pada penyuntikan retrobulbar sebelum
ekstraksi katarak. Anestetik suntikan paling banyak dipakai ahli
oftalmologi untuk pasien-pasien tua, yang rentan terhadap aritmia jantung
oleh karena itu epinephrine tidak boleh digunakan pada konsentrasi lebih
dari 1:200.000.
1) Lidocaine Hydrochloride (Xylocaine)
Karena mula kerjanya yang cepat dan efeknya yang lama (1-2
jam), lidocaine menjadi anestetik lokal yang paling banyak dipakai.
Anestetik ini kira-kira dua kali lebih poten dibandingkan procaine.
Larutan 1%, tanpa epinefrin, dapat dipakai dengan aman sampai 30 mL.
Pada operasi katarak, 15-20 mL umumnya lebih dari cukup. Dosis
maksimal yang aman adalah 4,5 mg/kg tanpa epinefrin dan 7 mg/kg
dengan epinefrin. Untuk anestesi bedah katarak, dilakukan
penyuntikan intracamera (ke dalam bilik mata) larutan lidocainc
1%, tanpa pengawet.
2) Procaine Hydrochloride (Novocaine)
Sediaan: Larutan, 1%, 2%, dan 10%.
Dosis: Kira-kira 50 mL larutan 1% dapat disuntikkan tanpa
menimbulkan efek sistemik. Dosis maksimum yang aman adalah 10
mg/kg. Lama kerja: 45-60 menit.
3) Mevilepivacaine Hydrochloride (Carbocaine, dll.)
Sediaan: Larutan, 1%, 1,5%, 2%, dan 3%.
Dosis: Infiltrasi dan blok saraf, sampai 20 mL larutan 1% atau2%.
Lama kerja: Kira-kira 2 jam. Catalan: Carbocaine sama potennya
dengan lidocaine. Obat ini biasanya dipakai pada pasien yang alergi
terhadap lidocaine. Dosis maksimum yang aman adalah 7 mg/kg.
4) Bupivacaine Hydrochloride (Marcaine, Sensorcaine)
51
yang
mengganggu
tidak
responsif
sintesis
DNA
terhadap
virus.
idoxuridine.
Metabolit
Vidarabine
utama
adalah
Vidarabine
dapat
menyebabkan
toksisitas
selular
dan
52
steroid
sistemik.
Setiap
pasien
yang
menerima
terapi
53
Dapat
terjadi
blokade
pupil.
Dengan
semakin
54
55
56
kali digunakan sebagai obat pengganti pada pasien yang tidak tahan
obat penyekat beta.
Toksisitas: Mulut kering, rasa menyengat, dan kemerahan merupakan
efek samping yang paling sering ditemukan.
5) Obat Penyekat Adrenergik-Beta (Simpatolitik)
a. Timolol Maleate (Timoptic; Timoptic XE, Betimol)
Sediaan: Larutan, 0,25% dan 0,5%; gel, 0,25% dan 0,5%.
Dosis: 1 tetes larutan 0,25% atau 0,5% di setiap mata, satu atau dua
kali sehari bila perlu. Satu tetes gel sekali sehari.
Catatan: Timolol maleate adalah obat penyekat adrenergik-beta nonselektif yang diberikan secara topikal untuk pengobatan glaukoma
sudut terbuka, glaukoma afakik, dan beberapa jenis glaukoma
sekunder. Satu kali pakai dapat menurunkan tekanan intraokular
selama 12-24 jam. Timolol ternyata efektif pada beberapa pasien
glaukoma berat yang tidak dapat terkontrol dengan obat-obat anti
glaukoma lain yang telah ditoleransi maksimal. Obat ini tidak
mempengaruhi ukuran pupil atau ketajaman penglihatan. Meskipun
timolol biasanya ditoleransi baik, pemberiannya harus hati-hati pada
pasien-pasien yang diketahui kontraindikasi terhadap penggunaan
sistemik obat penyekat adrenergik-beta (mis., asma, gagal jantung).
b. Betaxolol Hydrochloride (Betoptic; Betoptic S)
Sediaan: Larutan, 0,25% (Betoptic S) dan 0,5%.
Dosis: 1 tetes satu atau dua kali sehari.
Catatan: Betaxolol mempunyai efikasi sebanding dengan timolol
dalam pengobatan glaukoma. Selektivitas relatif terhadap reseptorP1 mengurangi risiko efek samping pulmoner, khususnya pada
pasien dengan penyakit jalan napas reaktif.
6) Penghambat Anhidrase Karbonat; Diberikan per Oral
Penghambatan
anhidrase
karbonat
pada
corpus
ciliare
57
58
59
60
Dosis: Pada keratitis epitel herpetik, pakai empat kali sehari, selama 710 hari.
Catatan: Vidarabine efektif terhadap virus herpes simplex, tetapi tidak
terhadap virus DNA atau RNA lainnya. Obat ini efektif untuk beberapa
pasien
yang
mengganggu
tidak
responsif
sintesis
DNA
terhadap
virus.
idoxuridine.
Metabolit
Vidarabine
utama
adalah
Vidarabine
dapat
menyebabkan
toksisitas
selular
dan
dan
cytomegalovirus.
Awalnya
obat
ini
61
Organisme
Terapi awal
Terapi alternatif
Moxifloxacin,
Ciprofloxacin,
gatifloxacin, atau
levofloxacin, ofloxacin,
tobramycin dan
gentamicin, ceftadizime,
Kokus gram-positif:
cefazolin
Moxifloxacin,
atau vancomycin
Levofloxacin, ofloxacin,
bentuk-lancet dengan
gatifloxacin, atau
penicillin G,
kapsul = 5 pneumoniae
cefazolin
vancomycin, atau
ceftaxidime
Kokus gram-positif:
Vancomycin
methacillin-resistant S
aureus (MRSA)
Batang gram-positif:
Amikacine,
moxifloxacin,
bervariasi
atau
Mycobacterium
gatifloxacin
Fluoroquinolone lain
fortuiturn, spesies
Nocardia, spesies
Actinomyces.
Organisme gram-positif
Cefazolin,
Fluoroquinolone lain,
moxifloxacin,
penicillin G,
atau
vancomycin, atau
Kokus gram-negatif3
gatifloxacin
Ceftriaxone3
ceftazidime
Penicillin G, cefazolin, atau
Batang grarn-
Moxifioxacin,
vancomycin
Fluoroquinolone lain,
negatif: kurus =
gatifloxacin,
polymixin B, atau
Pseudomonas
ciprofloxacin,
carbenicillin
tobramycin, atau
Batang gram-negatif:
gentamicin
Moxifloxacin,
Tobramycin atau
gatifloxacin, atau
gentamicin dan
persegi = Moraxella
ciprofioxacin
cefazolin, atau
penicillin G
62
Moxifloxacin,
Ceftazidime,
gatifloxacin, atau
gentamicin, atau
tobramycin
Natamycin atau
carbenicilSin
Amphotericin B,'nystatin,
voriconazole
miconazole. atau
Organisme mirip-ragi =
Voriconazole atau
flucytosine
Amphotericin B, nystatin,
Candida sp"
amphotericin B
miconazole, atau
Organisme mirip-hifa =
Natamycin atau
flucytosine
Amphotericin B atau
ulkus fungi
voriconazole
nystatin
Tabel 3.Pengobatan keratitis bakterial, fungal dan ameba
BAB III
PENUTUP
III.1Kesimpulan
63
Gangguan mata dengan keluhan mata terlihat putih keruh disebut juga
dengan opasifikasi lensa mata.Penyakit pada mata dengan keluhan tersebut
diantaranya glaukoma, katarak, uveitis, keratitis, dan ulkus kornea.(James,
2006)
Katarak ialah setiap kekeruhan pada lensa. Penuaaan merupakan
penyebab katarak terbanyak, tetapi banyak juga faktor lain yang mungkin
terlibat, antara lain: trauma, toksin, penyakit sistemik (mis, diabetes),
merokok, dan herediter. (Eva, 2009)
Glaukoma adalah penyakit yang disebabkan tekanan bola mata yang
tinggi. Tekanan bola mata yang tinggi mengakibatkan kerusakan akson saraf
optik dan akan mengakibatkan kebutaan yang progresif. Dibedakan berdasar
anatomi 2 bentuk glaukoma, yaitu glaukoma sudut terbuka dan glaukoma
sudut tertutup. (Ilyas, 2007)
Uveitis ialah suatu peradangan pada iris (iritis, iridoksiklis), copus
ciliare (uveitis intermediet, siklitis, uveitis perifer, atau pars planitis), atau
koroid (koroiditis) (Eva, 2009).Penyebab uveitis bisa bermacam-macam,
bisa disebabkan karena infeksi seperti toksoplasmosis, jamur, infeksi
pascaoperasi, dll.Penyebab lainnya bisa disebabkan karena penyakit
sistemik dan penyakit ocular. (James, 2006)
Keratitis merupakan kelainan akibat terjadinya infiltrasi sel radang
pada kornea yang akan mengakibatkan kornea menjadi keruh. Keratitis
selain dapat disebabkan oleh infeksi dapat juga diakibatkan beberapa faktor
lainnya seperti mata yang kering, keracunan obat, alergi ataupun
konjungtivitis kronis.
Tukak atau ulkus kornea diakibatkan oleh infeksi kuman yang dapat
menular seperti bakteri, virus, dan jamur, selain daripada itu juga
disebabkan reaksi toksis degenerative, alergik, dan penyakit kolagen
vascular.Tukak kornea dibagi dalam bentuk tukak kornea sentral dan tukak
kornea marginal.(Ilyas, 2005)
III.2 Saran
Demikian yang dapat kami paparkan mengenai materi yang
menjadi pokok bahasan dalam referat ini, ternyata masih banyak
64
DAFTAR PUSTAKA
65
Eva, Paul Riordan. Whitcher, John P. Editor : Susanto, Diana. Alih bahasa :
Pendit, U Brahm. Vaughan & Asbury : Ophtalmologi Umum. 2009. Jakarta.
EGC
Hamurwono, G Bambang. Marlianas, Marias. Marsetio, Mardiono. Dkk. Editor
Ilyas, Sidarta. Mailangkay. Dkk. 2002. Ilmu Penyakit Mata. Sagung Seto.
Jakarta
Ilyas, Sidharta. 2005. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Edisi 3. Jakarta. Balai
Penerbit FKUI.
Ilyas, Sidharta. 2007. Glaukoma. Jakarta. Sagung Seto.
James, Bruces. Chew, Chris. Bron, Anthony. 2006. Lecture Notes Oftalmologi.
Edisi 9. Jakarta. Erlangga
Putz, R. Pabst, R. 2006. Atlas Anatomi Manusia Sobotta . Edisi 22. Jakarta. EGC
Ilyas, Sidharta. 2010. Atlas Ilmu Penyakit Mata. Edisi 2. Jakarta. Sagung Seto