Professional Documents
Culture Documents
abstrak
P&E sering dilihat sebagai dua hal yang terpisah, padahal memiliki fungsi yang saling
berkaitan. Masing-masing memiliki jenis informasi kinerja yang berbeda-beda, namun saling
melengkapi untuk memberikan gambaran yang utuh tentang kinerja dan capaian
program.P&E keduanya dibutuhkan agar dapat mengatur implementasi kebijakan, program,
dan proyek dengan lebih baik. Pengimplementasian sistem P&E dapat menguatkan
manajemen sektor publik. Pengimplementasian sistem P&E membutuhkan komitmen dari
pemimpin dan stafnya.
menyediakan secara rutin informasi untuk status dan kinerja pelaksanaan program, 8). P&E
dapat membantu menginisiasikan pencapaian tujuan dan objektif, 9). P&E dapat mendorong
pengelola untuk mengidentifikasi dan mengambil tindak dalam memperbaiki kekurangan
dan 10). P&E dapat mendukung agenda pembangunan menuju kepada prinsp pelaksanaan
akuntabilitas yang lebih baik.
Sistem P&E yang handal akan meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Apa
insentifnya bagi pemerintah daerah ? ketika kinerja pemerintah daerah tinggi maka para
stakeholders ( pemerintah, pemerintah daerah, Pengelola program (SKPD, Dinas),
Lembaga legislatif (DPRD), Masyarakat sipil (masyarakat, NGO, media, sektor privat) dan
pihak Donor, juga akan merasa bangga dan merasa dukungannya tidak sia sia. Namun
dampak yang paling besar adalah dukungan masyarakat yang tinggi karena kinerja
pemerintah daerah yang tinggi.
Pemantauan dan evaluasi itu berbeda dan terpisah, namun terkait satu sama lain.
Namun untuk penerapan P&E yang sukses, masih banyak faktor yang harus diperhatikan.
Faktor itu antara lain : 1). Dibutuhkan komitmen kepemimpinan dalam mencapai kinerja
organisasi pemerintah daerah yang lebih baik, 2) Adanya pengalokasian sumber daya
dalam membangun sistem P&E, 3) Adanya sumber daya yang berkomitmen dalam
meningkatkan performa sektor publik. Ini berarti bahwa penerapan P&E yang sukses
dibutuhkan komitmen, sumberdaya daerah dan komitmen para stakeholders untuk
mendukung baik dari penilaian kesiapan P&E sampai pada membuat dan menjalakan
keberlanjutan dari sistem P&E (Jadi syarat kinerja pemerintahan yang lebih baik adalah
kombinasi dari kapasitas institusional dan political will ).
Filosofi dasar yang membentuk pentingnya P&E dipemerintah daerah
adalah
konsep mengukur dan menilai. Suatu kinerja pemerintah daerah yang tidak bisa diukur
(teristimewa secara kuantitatif) akan memberikan banyak pertanyaan dan kurang
menyakinkan. memang ukuran ukuran secara numerik bukan segalanya. Namun ketika kita
mampu mendapatkan indikator dan data dari suatu tujuan yang abstrak maka kita akan
mampu menilai dimana posisi kita saat ini dan bagaimana meningkatkan posisi dimasa
depan. Untuk pentingnya pengukuran dalam konteks P&E, maka dapat direnungkan kata
kata bijak dibawah ini : 1) If you do not measure results, you can not tell success from
failure, 2). If you can not see success, you can not reward it, 3) If you can not reward
success, you are probably rewarding failure, 4) If you can not see success, you can not
learn from it, 5) If you can not recognize failure, you can not correct it, 6) If you can
demonstrate
results,
you
can
win
public support.
Ada
beberapa
aktivitas
utama
yang
membutuhkan
pemantauan.
Setiap
aktifitas
utama
dalam
proyek/program/kebijakan
yang
perlu
informasi
pemantauan, yaitu: 1) Status pencapaian tujuan dan objektif, 2). Pelaporan kepada
pemerintah, stakeholder dan donor, 3) Pengendalian proyek, program, dan kebijakan, dan 4)
Pengalokasian sumber daya.
kinerja
proyek,
program,
atau
kebijakan
pada
apa
yang
goals (impact) (tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan akses pada pekerjaan yang lebih
baik bagi mereka).
Setelah ke-5 tahapan berhasil dirumuskan dan dijalankan pada diperlukan suatu
analisis tentang pemantauan hasil. sebagai contoh : kesehatan anak. Pada level
pemantauan kebijakan maka indikator yang bisa digunakan adalah apakah kebijakan
yang dibuat menurunkan tingkat kematian bayi. Pada level pemantauan program maka
indikator yang bisa digunakan adalah apakah program pelayanan pra-natal (pra kelahiran)
dimanfaatkan oleh ibu hamil. Pada level pemantauan proyek maka indikator yang bisa
digunakan adalah apakah proyek tentang penyebaran informasi tentang pelayanan pranatal (pra kelahiran) yang baik tersedia di 6 desa yang menjadi sasaran.
Contoh lain : Pendidikan anak perempuan. Pada level pemantauan kebijakan maka
indikator yang bisa digunakan adalah apakah kebijakan yang dibuat menaikkan capaian
pendidikan anak perempuan. Pada level pemantauan program maka indikator yang bisa
digunakan adalah apakah ada peningkatan jumlah anak perempuan di SLTP yang lulus /
mengikuti ujian matematika dan IPA. Pada level pemantauan proyek maka indikator yang
bisa digunakan adalah apakah jumlah anak perempuan di 8 desa yang menjadi sasaran,
dapat menyelesaikan tingkat SD dengan tepat waktu?.
Pendekatan Baru dalam Pemantauan
Terdapat
perbedaan
yang
mendasar
dari
pemantauan
tradisional
dengan
pemantauan
bagaimana
sebuah
proyek,
program,
dan kebijakan
tersebut ?, jawabannya tidak. Nah disinilah letak keunggulan dari pemantauan berbasis hasil
(outcomes dan impact).
Konsep pemantauan berbasis hasil (outcomes dan impact) bersifat tuntas pada
tujuan. Pemantauan berbasis hasil (outcomes dan impact) akan menilai suksesnya program
puskesmas jika puskesmas itu bisa memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat,
artinya langsung bisa digunakan. Namun bukan sampai disitu pemantauannya, pemantauan
akan dilanjutkan dengan bagaimana korelasi keberadaan program puskesmas itu dengan
tingkat kesehatan masyarakat disekitar. Apakah masyarakat sekitar semakin sehat, semakin
tinggi angka harapan hidup, semakin kecil tingkat kematian bayi, semakin tinggi
pengetahuan kesehatan atau tidak.
Definisi Evaluasi Berbasis Hasil (EBH)
Evaluasi adalah sebuah penilaian dari perencanaan, intervensi yang sedang berjalan
atau sudah selesai untuk melihat revelansinya, ketepatgunaan (efisiensi), efektivitas,
dampak dan keberlangsungan. Tujuannya adalah untuk memasukkan pelajaran yang
didapat (feedback), ke dalam proses pengambilan keputusan. Evaluasi berbasis hasil
(EBH) adalah penilaian dari kegiatan yang telah direncanakan, sedang berlangsung, atau
telah
dilaksanakan
untuk
menilai
relevansi,
efisiensi,
efektivitas,
dampak,
dan
digunakan adalah mengkaji seberapa jauh daerah baru dapat memberikan kesejahtraan
yang sama. Pada level evaluasi proyek maka indikator yang bisa digunakan adalah
mengkaji praktek pertanian petani di daerah baru.
Memang merancang atau membuat terlebih mengimplementasikan evaluasi berbasis
hasil, bukan perkara mudah. Namun seperti pepatah bijak mengatakan bahwa Better to
have an approximate answer to the right question, than an exact answer to the wrong
question. (John W. Tukey) atau Better to be approximately correct than precisely wrong.
(Bertrand Russell).
Elemen Kunci untuk Sukses dalam Pengembangan Sistim P&E
Pengembangan sistem Pemantauan dan Evaluasi (P&E) yang efektif adalah dengan
melihat bahwa P&E bukanlah suatu sistem yang terpisah pisah, namun haruslah dilihat
sebagai satu kesatuan yang saling komplementer (saling mengisi atau saling melengkapi).
Sifat komplementer ini dapat dijelaskan sebagai berikut : ketika tujuan pemantauan adalah
menjelaskan tujuan program maka tujuan evaluasi adalah menganalisis mengapa hasil bisa
dicapai atau tidak bisa dicapai. Ketika `tujuan pemantauan adalah mengkaitkan aktivitas dan
sumber daya dengan tujuan yang akan dicapai maka tujuan evaluasi adalah menilai
efektivitas dari masing masing aktivitas terhadap program yang disusun. Ketika `tujuan
pemantauan adalah menurunkan tujuan menjadi kinerja pelaksanaan dan target maka
tujuan evaluasi adalah mengkaji proses pelaksanaanya. Ketika `tujuan pemantauan adalah
secara reguler mengumpulkan data dari indikator suatu target dan membandingkan hasil
dengan target maka tujuan evaluasi adalah mengekplorasi potensi dampak sampingannya.
Dan ketika `tujuan pemantauan melaporkan kemajuan dan masalah pada pengelolaan
program maka tujuan evaluasi adalah menyediakan informasi pembelajaran, capaian dan
penjelasan terkait serta menawarkan rekomendasi.
Dengan sistem P&E maka kita dapat menilai kapasitas suatu negara/daerah dalam
pengembangan sistim P&E. Namun sukses atau tidaknya pengembangan sistem P&E di
suatu daerah / negara akan tergantung dari beberapa faktor penting yaitu : 1). Apakah ada
mandat/permintaan yang jelas untuk P&E? (Hukum? Masyarakat sipil?), 2). Apakah ada
kepemimpinan yang kuat pada level tinggi pemerintah?, 3). Apakah sumber daya dan
pengambilan kebijakan dihubungkan dengan penganggaran?, 4). Bagaimana kualitas
informasi yang dapat digunakan untuk pengambil keputusan manajemen dan kebijakan? 5).
Bagaimana keterlibatan pihak masyarakat sipil sebagai partner bagi pemerintah?, 6).
Apakah ada inovasi yang dapat digunakan sebagai pilot program?
Namun secara ideal, ada 10 (sepuluh) langkah atau tahap dalam sistem P&E yang
sukses yaitu : 1) pelaksanaan Readness assessment, 2) kesepakatan tentang hasil yang
akan dipantau dan dievaluasi, 3) pemilihan indikator kunci untuk memantau hasil, 4).
Baseline data pada indikator (ada dimana posisi kita sekarang?), 5). Perencanaan untuk
perbaikan (pemilihan target hasil), 6).Pemantauan hasil, 7). Peran evaluasi, 8) pelaporan
dari hasil penemuan anda, 9) penggunaan hasil penemuan, 10) membuat keberlanjutan dari
sistem P&E pada organisasi anda.
Langkah 1. Readiness Assessment (Penilaian kesiapan)
Penilaian kesiapan merupakan. identifikasi terhadap kecukupan prasyarat dan syarat
untuk hadirnya sistim P&E yang sukses. Identifikasi kecukupan prasyarat dan syarat ini,
sebenarnya mencerminkan penilaian kemampuan sebuah negara atau daerah dalam
memantau dan mengevaluasi tujuan pembangunannya. Penilaian kesiapan ini sangat
penting dan merupakan tahap pertama dari sistim P&E yang sukses. dan berkelanjutan.
Pentingnya tahap ini disebabkan penilaian kesiapan akan memberikan panduan terhadap
insentif dan hal yang kurang dalam memantau dan mengevaluasi tujuan pembangunan
secara efektif. Penilaian kesiapan juga berperan dalam memberikan pengertian atas peran
dan tanggung jawab dari instansi dan individu terkait dengan P&E terhadap kebijakan,
program, dan proyek yang disusun atau dimilikinya. Dengan adanya penilaian kesiapan
maka peran dan tanggungjawab Kantor kepala daerah, Bappeda, SKPD dan Instansi
Pemeriksa akan menjadi jelas. Disamping itu penilaian kesiapan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi isu yang terkait dengan kapasitas (dan yang kurang) dalam melakukan
P&E program pemerintah.
Agar Penilaian kesiapan berjalan dengan baik maka perlu dipastikan bahwa
Penilaian kesiapan akan didukung oleh para stakeholders yang memang peduli terhadap
penyusunan sistem P&E berbasis hasil yang sukses. Untuk itu perlu dianalisis tentang
aspek politik (ada atau tidaknya permintaan masyarakat terhadap penyusunan sistem P&E
berbasis hasil), perlu dianalisis tentang aspek Institusional (kepedulian legislatif dalam
mendukung penyusunan sistem P&E berbasis hasil melalui kerangka kerja legal), perlu
dianalisis
tentang
aspek
Personal/internal
(keinginan
untuk
meningkatkan
kinerja
stakeholder yang tidak punya agenda terselubung. artinya : ia benar benar ingin
menciptakan sistem P&E berbasis hasil yang sukses didaerah, institusi atau negara.
Setelah champion (pencetus ide dan pendukung utama) dipilih maka langkah
selanjutnya adalah menilai kesiapan atas peran dan tanggungjawab serta struktur yang
sudah ada untuk memantau dan mengevaluasi tujuan pembangunan. Langkah ini
menyangkut pertanyaan tentang : Apa peran kantor kepala daerah (biro-biro)?, Apa peran
Bappeda?, Apa peran SKPD?, Apa peran dari pihak legislatif?, Apa peran dari Lembaga
Pemeriksa?, Apa peran dari masyarakat sipil?, Apa peran dari BPS? dan peran stakeholders
lainnya.
Pelaksanaan kesiapan penilaian juga harus didukung oleh penilaian sumber
informasi yang handal. Untuk itu perlu dinilai tentang siapakah yang menghasilkan data
dalam suatu negara? Pemerintah nasional (Kementrian/Lembaga Pusat (Keuangan,
Bappenas, TNP2K, UKP4, dll), Kementrian Teknis/Sektor, BPK/BPKP, Badan Pusat Statistik)
atau Pemerintah Propinsi atau Kabupaten/Kota (Bappeda, SKPD, BPS Daerah, LSM, dan
Donor). atau sumber sumber relevan lainnya ? ini harus dinilai kesiapannya sehingga ketika
sistem P&E berbasis hasil jalan maka sudah jelas sumber dan jenis data yang harus diambil
untuk dianalisis.
Selanjutnya, penilaian juga harus diarahan pada penggunaan data P&E berbasis
hasil di pelaksanaan roda pemerintahan. Apakah data P&E berbasis hasil akan digunakan
pada level Penyiapan anggaran,Alokasi sumber daya, Pembuatan kebijakan/program,
Legislasi
dan
akuntabilitas,
Perencanaan,
Manajemen
fiskal
atau
Evaluasi
Kebijakan/Program. Perlu juga dinilai kesiapan dari kapasitas pihak yang melakukan P&E
berbasis hasil, yaitu tentang : Kemampuan teknis, Kemampuan manajerial, Sistem data dan
kualitasnya, Teknologi yang tersedia, Sumber daya fiskal yang tersedia, dan Pengalaman
institusional.
Selain hal hal diatas maka hal terakhir yang perlu dinilai kesiapanny adalah tentang
keterbatasan yang ada untuk memulai proses penyusunan sistem P&E. Keterbatasan atau
kekurangan ini mencakup : Kurangnya sumber daya fiskal, Kurangnya political will,
Kurangnya champion, Kurangnya expertise dan pengetahuan, Kurangnya strategi dan
Kurangnya pengalaman utama.
Tahap 2: Kesepakatan tentang Hasil yang akan dipantau dan dievaluasi
Untuk menciptakan kesepakatan tentang hasil yang akan dipantau atau dievaluasi,
maka langkah pertana adalah menentukan atau merumuskan hasil (outcomes + impact /
goals).
Konsep
menentukan
hasil
yang
akan
dicapai,
mengandung
arti
cara
memformulasikan concern (kepedualian) dari stakeholders menjadi hasil yang dapat diukur
dan diinginkan. Hasil (outcomes) biasanya lebih abstrak dan biasanya tidak dapat secara
langsung diukur (biasanya hanya dilaporkan saja). Namun agar hasil terukur maka perlu
dibentuk indikator indikator yang valid dan reliabel untuk mengukur hasil yang dirumuskan.
Pertanyaan mendasar yang kemudian timbul adalah mengapa dalam sistem P&E,
aspek menekankan pada hasil itu penting ? Karena pertama, hasil akan menegaskan
objektif dari tindakan pemerintah (know where you are going before you get moving).
Kedua, hasil adalah sesuatu yang menciptakan benefit atau manfaat dan ketiga, indikator
hasil akan memberitahu ketika sebuah kebijakan/program sukses dilaksanakan atau tidak.
Namun secara fundamental bahwa pentingnya penekanan pada hasil mengandung makna
seperti pada kalimat bijak : If you dont know where youre going, any road will get you
there.
Pemilihan ukuran hasil dapat dianalisis secara pragmatis dengan menjawab
pertanyaan sebagai berikut : Adakah tujuan pembangunan daerah dan sektoral yang
dinyatakan secara eksplisit?, Apakah janji politik telah dibuat untuk menjelaskan performa
pemerintah?, Apakah polling data dari masyarakat dapat menjelaskan sesuatu?, Apakah
ada kebijakan-kebijakan dengan kekuatan hukum?, isu tentang MDGs, dan Apakah bantuan
pembangunan yang dihubungkan dengan tujuan tertentu? Untuk mengembangkan hasil
(outcomes) maka perlu dididentifikasi aspek indikator, baseline dan target (buat tabel untuk
mengidentifikasinya).
Tahap 3: Pemilihan Indikator Kunci untuk memantau hasil
Pemilihan indikator kunci untuk memantau hasil sangatlah penting. Mengapa hasil
(outcomes atau impact) butuh indikator? dan mengapa harus ada indikator kunci ? kedua
masalah pokok ini merupakan salah satu faktor yang penting dalam pemantauan hasil.
Pertama, perlu dijelaskan bahwa hasil (outcomes atau impact) masih bersifat luas dan
abstrak (misalnya : kesejahtraan masyarakat), hal ini perlu dicarikan indikator yang sanggup
secara valid dan reliabel mengukur hasil yang ingin dicapai. jadi indikator hasil tidaklah
sama dengan hasil.
indikator dan sebuah indikator hasil mengidentifikasi pengukuran numerik yang dapat
memberikan informasi
ke arah
pencapaian hasil yang diinginkan. Atau biasanya disebut indikator proksi (Proxy indicators).
Indikator proksi adalah indikator perkiraan yang menjelaskan/terkait dengan indikator yang
ingin kita ukur. Indikator proksi digunakan ketika data untuk mengukur langsung indikator
tidak tersedia atau tidak dapat dikumpulkan pada waktu yang ada. Sebagai Contoh : Jenis
atap atau jumlah televisi sebagai ukuran proxy dari meningkatnya pendapatan rumah
tangga.
Bagi Pelaksana Program, untuk mengembangkan indikator hasil yang tepat, perlu
menjawab pertanyaan ini: Bagaimana kita mendefinisikan sukses? Bagaimana sukses
yang ingin kita lihat? dan bagaimana kita mengukurnya? . Ada satu konsep yang dapat
digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan dan memilih indikator maupun
indikator kunci, yaitu konsep CREAM. Clear berarti indikator haruslah tepat dan tidak
ambigu/bermakna ganda. Relevant berarti bahwa indikator haruslah cocok untuk subjek
yang diamati atau yang akan diukur, Economic berarti bahwa indikator bisa tersedia dengan
biaya yang wajar, ketika mengukur atau mendapatkan informasi. Adequate berarti bahwa
indikator harus menyediakan dasar yang cukup untuk menilai kinerja. Dan Monitorable
berarti bahwa indikator harus dapat divalidasi oleh lembaga lain.
Untuk mengaplikasikan konsep pemilihan indikator maka kita dapat membuat
cheklist untuk menilai apakah indikator yang diajukan layak atau tida layak digunakan.
Untuk itu setiap indikator harus lulus dengan seleksi pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut : 1) Apakah paling dapat merefleksikan hasil secara langsung?, 2). Apakah cukup
tepat unruk memastikan pengukuran tujuan?, 3). Apakah menggunakan metode
pengumpulan data yang paling praktis dan cost-effective?, 4). Apakah sensitif pada
perubahan hasil, tetapi relatif tidak terpengaruh oleh perubahan yang lain?, 5). Apakah
mungkin dilakukan disaggregasi jika dibutuhkan?
Disamping pertanyaan pertanyaan diatas maka proses pemilihan indikator juga
harus
memperhatikan
hal
hal
sebagai
berikut
1).
Pilih
beberapa
indikator
proyek/program/kebijakan untuk satu hasil yang diharapkan. 2). Pastikan kepentingan dari
beberapa stakeholders yang terkait masuk menjadi bahan pertimbangan. 3). Relevansi
indikator bersifat dinamis satu saat mungkin perlu menambah dengan yang baru dan
mengganti yang lama. 4). Memiliki setidaknya ada tiga periode pengukuran sebelum
mempertimbangkan untuk mengganti indikator anda.
Dalam proses pemilihan indikator hasil, pertanyaan yang sering muncul juga adalah
Berapa Jumlah Indikator Bisa Dikatakan Cukup?. Jawabannya adalah jumlah minimum yang
dapat menjawab pertanyaan ini: Apakah hasil yang diharapkan sudah tercapai?. Ketika
jumlah indikator telah dianggap cukup untuk mengukur hasil maka indikator yang digunakan
sudah cukup dan tidak perlu ditambahkan lagi. Ini berlaku hukum parsimony (hukum hemat),
hukum ini berbunyi jika beberapa indikator secara valid dan realibel serta cukup untuk
mengukur konstruk maka tidak perlu ditambah lagi dengan indikator lainnya.
Untuk memilih indikator hasil, disamping ditentukan sendiri berdasarkan kriteria
CREAM, indikator bisa juga menggunakan indikator indikator baku yang telah ditentukan
oleh beberapa lembaga internasional seperti : Millennium Development Goals (MDGs),
UNDP Sustainable Human Development, World Bank Rural Development Handbook dan
IMF Macroeconomic indicators. Namun juga dapat digunakan indikator yang telah
ditetapkan secara nasional. Metode ini disebut Pre-Designed Indicators. namun metode ini
memiliki pro dan kontra. Kelebihan metode ini adalah : 1). Dapat dikumpulkan dalam jenis
bukan metode pengumpulan data. Misalanya Apa jenis sumber data yang terkait dengan
indikator kinerja dalam hal peningkatan keselamatan transportasi jalan raya?
Dalam membangun informasi baseline maka untuk setiap indikator kinerja
dibutuhkan minimal berisi tentang informasi mengenai : sumber data, metode pengumpulan
data, siapa yang melakukan pengumpulan data, frekuensi dalam pengumpulan data, biaya
dalam pengumpulan data, tingkat kesulitan dalam pengumpulan data dan siapa yang
menganalisis dan melaporkan data yang dikumpulkan.
Untuk sumber data, bisa berasal dari dua sumber utama yaitu : data primer, yaitu
data yang dikumpulkan langsung oleh organisasi anda, misalnya, melalui pengumpulan data
reguler, survei, observasi langsung, dan wawancara. Sedangkan data sekunder, adalah data
yang telah dikumpulkan oleh orang lain, awalnya untuk tujuan lain. Contohnya termasuk
data survei yang dikumpulkan oleh lembaga lain, Survei Demografi Kesehatan, atau data
dari pasar keuangan. Data sekunder sering dapat menghemat uang dalam memperoleh
data yang Anda butuhkan, tapi tetap hati-hati dalam penggunaannya.
Untuk metode pengumpulan, sangat bervariatif, mulai dari metode yang informal
(kurang terstruktur) ke metode yang formal (sangat terstruktur). Metode-metode tersebut
adalah (diurut dari yang paling informal/ kurang terstruktur sampai yang formal / terstruktur) :
1) diskusi dengan individu terkait, 2) interview dengan komunitas, 3) kunjungan lapangan, 4)
data dari manajemen information system dan administrasi, 5) interview informan kunci, 6)
observasi pelaku, 7) FGD pelaku kunci, 8) observasi langsung, 9) kuestionare, 10) survey
cross section, 11) survey panel, 11) sensus, 12) eksperimen lapangan. Metode nomor 5 s/d
9 adalah metode yang relatif semi informal dan semi formal (berada di tengah dua bentuk
metode pengumpulan data).
Beberapa karakteristik metode pengumpulan data: 1) klasifikasi review of program
record (biaya : rendah, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: beberapa,
waktu untuk mengkompilasi data : tergantung pada jumlah data yang dibutuhkan, tingkat
respon : tinggi, jika catatan berisi data yang banyak). 2) klasifikasi self-administered
questionare (biaya : moderate, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data:
tidak ada atau beberapa, waktu untuk mengkompilasi data : moderate, tingkat respon :
tergantung pada bagaimana data didistribusikan). 3) klasifikasi interview (biaya : moderat
sampai tinggi, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: moderat sampai
tinggi, waktu untuk mengkompilasi data : moderate, tingkat respon :umumnya moderate
sampai tinggi). 4) klasifikasi review of program record (biaya : tergantung pada ketersediaan
dari pengamat yang berbiaya renah, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul
data: moderate sampai tinggi, waktu untuk mengkompilasi data : pendek sampai moderat,
tingkat respon : tinggi). Untuk disain metode pengumpulan data, maka hal hal yang penting
dilakukan adalah 1). Menentukan bagaimana mendapatkan data yang dibutuhkan dari
apakah pengumpulan data, layak dan efektif dalam hal biaya (cost less)?.
Untuk mengembangkan baseline data dalam suatu wilayah kebijakan maka
diperlukan keakuratan atas keterkaitan antara outcomes (hasil), indikator, dan baseline.
Sebagai contoh : Outcomes dirumuskan : akses anak usia sekolah pada program PAUD
meningkat. Kemudian dapat dibuatkan indikator : (1) % anak anak yang tinggal di perkotaan
yang memenuhi syarat terdaftar di pendidikan pra-sekolah (untuk baseline :75% anak
diperkotaan yang berumur 3-5 pada tahun 1999) . (2) % anak anak yang tinggal dipedesaan
yang memenuhi syarat terdaftar di pendidikan pra-sekolah (untuk baseline : 40 % anak
dipedesaan yang berumur 3-5 p-ada tahun 2000). Contoh lainnya adalah : outcomes
dirumuskan : hasil pembelajaran pada anak anak sekolah dasar meningkat. Indikator : %
penilaian pada siswa tingkat 6 sebesar 70% atau lebih pada ujian standart mata pelajaran
matematika dan IPA. Sedangkan baseline : (a) 75 % pada tahun 2002 mendapatkan nilai 70
% atau lebih baik di bidang matematika, (b) 61 % pada tahun 2002 mendapat nilai 70 %
atau lebih baik di matapelajaran IPA. Dari kedua contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa
baseline akan memudahkan pemerintah daerah atau SKPD dalam menentukan target yang
akan dicapai.
Tahap 5. Perencanaan untuk Perbaikan Pemilihan Target Hasil
Pada dasarnya, pemilihan target hasil diturunkan dari baseline. Jangan membuat
target suatu indikator secara intuitif atau emosional sehingga menjadi tidak objektif atau
rasional. Menurut defenisi, target adalah tingkatan pada indikator yang bisa dikuantifikasikan
pada sebuah negara atau organisasi yang ingin dicapai pada suatu titik waktu tertentu.
Sebagai contoh; ekspor pada sektor pertanian akan meningkat sebesar 20% dalam tiga
tahun berikutnya di atas baseline.
Untuk mengidentifikasi Tingkat Hasil yang Diharapkan atau yang Diinginkan dari
Proyek, Program atau Kebijakan, maka kita membutuhkan Pemilihan Target Kinerja. Secara
prinsip, rumus target kinerja adalah Target Kinerja (Tingkat kinerja yang diinginkan untuk
dicapai dalam waktu tertentu) = Tingkat Indikator Baseline + Tingkat Kenaikan yang
diinginkan (Mengasumsikan input, aktivitas dan keluaran
diharapkan). Contoh Sasaran Terkait Pembangunan
mudah dan sederhana maka outcomes (hasil) tidak bertumbuh atau berkembang dengan
baik.
Hal ini juga menunjukkan adanya capacity idle dalam pencapaian kinerja hasil.
Artinya : perencanaan yang dihasilkan akan menggunakan sumberdaya ekonomi yang tidak
berkerja dalam skala penuh dan efisien. Contoh : baseline (75% anak di perkotaan yang
berumur 3-5 tahun pada tahun 1999) sedangkan target tahun 2006, perencana hanya
menerapkan 80% anak di perkotaan berumur 3-5 tahun pada tahun 2006). Atau baseline :
40% anak di pedesaan yang berumur 3-5 tahun pada tahun 2000, sedangkan targetnya
hanya 45 % anak di perdesaan berumur 3-5 tahun pada tahun 2006. Namun contoh ini
tidak absolut, bisa saja kemampuan daerah hanya seperti itu, atau itulah yang maksimum
bisa dicapai. Namun contoh yang diajukan, ingin menunjukkan salah satu bentuk penetapan
pertumbuhan yang mudah (kecil).
Tahap 6.` Pemantauan Hasil
Pada dasarnya, klasifikasi pemantauan dapat dibagi menjadi dua bagian utama,
yaitu 1). Implementasi pemantauan (menyangkut penerapan cara atau strategi pemantauan
pada aspek input, aktivitas dan output suatu kegiatan / program /proyek). Strategi dan
tahapan ini (seharusnya) ditemukan dalam rencana kerja jangka pendek/menengah/panjang
2) pemantauan hasil (memantau outcomes dan impact atas kegiatan / program /proyek).
Jadi sistem pemantauan berbasis hasil, akan memantau seluruh tahapan implementasi
(input, aktivitas, output) maupun hasil dari satu program/kebijakan (outcome dan capaian).
Untuk mengimplementasikan sistem pemantauan hasil ini maka haruslah secara efisien,
efektif dan produktif serta profesional memanfaatkan komponen-komponen manajemen
anggaran, perencanaan SDM, dan rencana aktivitas. Implementasi dari pemantauan ini,
akan memantau strategi-strategi
mencapai hasil. Untuk itu diperlukan juga suatu Result Plan (rencana hasil).
Untuk mengembangkan Result Plan (rencana hasil) maka terlebih dahulu
mengembangkan atau mengidentifikasi berbagai outcomes yang akan dicapai. Setelah itu
dikembangkan rencana dalam menilai bagaimana institusi akan mencoba untuk mencapai
hasil-hasil tersebut. Dalam hal ini yang dikembangkan adalah mengidentifikasi aktivitas dan
penugasan tanggung jawab. Namun perlu diingat bahwa melaksanakan aktivitas ini tidak
sama dengan mencapai tujuan/hasil. (result plan vs mencapai tujuan /hasil (proses). Result
Plan (rencana hasil) juga mengandung prinsip dasar utama yaitu menerjemahkan Hasil
Menjadi Aksi. Usaha ini didasari pada tahapan penting yaitu memilih aktivitas (Aktivitas
merupakan tindak aksi yang digunakan untuk mengatur dan mengimplementasikan
program, memanfaatkan sumber daya, serta men-deliver pelayanan pemerintah). Seluruh
aktivitas yang dipilih dapat --atau bisa juga tidak-- membawa kita untuk mencapai hasil yang
diinginkan, jika aktivitas yang kita pilih, tidak mencapai hasil yang kita inginkan maka
sebaiknya dilakukan feedback atau evaluasi untuk menilai kembali aktivitas tersebut.
Untuk membangun sistem pemantauan yang baik maka minimal ada beberapa
prinsip yang harus dipenuhi, yaitu : 1). Adanya kebutuhan informasi hasil pada level proyek,
program, dan kebijakan . 2) Informasi hasil harus mencakup aspek horizontal dan vertikal
organisasi. 3) Permintaan informasi hasil pada masing-masing level harus diidentifikasi. 4)
Diperlukan kejelasan tanggung jawab pada masing-masing level: Data apa yang
dikumpulkan, Kapan data dikumpulkan, Bagaimana data dikumpulkan (metodologi), Siapa
yang mengumpulkan data, Siapa yang menganalisa data, Untuk siapa data ini dikumpulkan
dan Siapa yang melaporkan data. Disamping prinsip tersebut maka untuk penerapan Sistem
Pemantauan yang sukses, dibutuhkan aspek 1). Kepemilikan (Ownership) (siapa yang
bertanggungjawab), 2). Pengelolaan (Management), 3). Pemeliharaan (Maintenance) dan
4). Kredibilitas (Credibility).
Unsur data datau informasi sangat penting dalam membangun sistem pemantauan.
Data yang diolah akan menghasikan informasi. Informasi ini haruslah dikelola dengan baik.
Untuk itu, sistem pengelolaan informasi minimal membutuhkan: 1) dokumentasi 2).
pengelolaan informasi management information system (MIS,) yang mencakup : Prosedur
pengumpulan data/informasi, Pendokumentasian dan pengelolaan data, Analisis data,
Pelaporan data, Pemanfaatan hasil laporan dan Tindak-lanjut laporan. Kriteria Kunci untuk
Data Kinerja Berkualitas adalah 1). Memenuhi syarat Reliability (Metode Pengumpulan data
bersifat stabil dan konsisten dari waktu ke waktu). 2) memenuhi syarat Validity
(Data
mengukur kinerja yang ingin kita ukur secara jelas dan langsung). 3) memenuhi syarat
Timeliness Frekuensi (Bagaimana data sering dikumpulkan), Currency (Bagaimana data
dikumpulkan pada waktu dekat ini?) dan Relevansi (data yang dibutuhkan dapat tersedia
untuk mendukung keputusan manajemen).
Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data juga sangat berperan dalam
mendapatkan data yang berkualitas, itu itu diperlukan uji instrumen. hal ini disebabkan:
1).Kita tidak akan pernah tahu seberapa bagus pendekatan pengumpulan data yang dipilih
sampai kita mengujinya. 2) Pengujian menjadi proses pembelajaran bagaimana membuat
instrumen atau prosedur menjadi lebih baik, sebelum pengumpulan data digunakan secara
penuh. 3) Menghindari pengujian dapat berdampak pada kesalahan. Kesalahan akan
menambah biaya institusi: uang dan waktu serta reputasi di mata publik.
Sistem pemantauan kinerja,membutuhkan suatu kerangka Kerja Sistim Pemantauan
Kinerja dalam usaha untuk memantau hasil. Untuk itu perlu adanya analisis kinerja data,
yang mengsinkronkan antara hasil/ tujuan dengan indikator, baseline, target, strategi
pengumpulan data, anaisis data dan rencana pelaporannya. Sistem pemantauan kinerja
yang baik akan diperhadapkan pada Quality Assurance Challenges.
menyangkut : 1) Apa yang akan dikumpulkan, dan metode apa yang digunakan; kedua hal
ini akan menjelaskan apa saja yang praktis dan realistis dalam konteks program dan
negara/daerah. 2) Seberapa banyak data yang relevan untuk proyek, program, atau
kebijakan yang saat ini tersedia? 3) Seberapa banyak dari data yang tersedia yang cocok
dengan kebutuhan institusi?.
Tahap 7.` Peran Evaluasi
Evaluasi dapat bermanfaat : 1) Sebagai sumber yang bermanfaat bagi pengambilan
keputusan.
2)
Untuk
mencari
sebab/penjelasan
dari
suatu
masalah.
3)
Untuk
mengidentifikasi isu pada masalah yang dihadapi, contoh: anak putus sekolah. 4)
Pengambilan keputusan berdasarkan alternatif terbaik. 5) Mendukung reformasi sektor
publik dan 6). Membantu membangun konsensus diantara para pemangku kepentingan
tentang bagaimana merespon suatu masalah.
Evaluasi mencakup beberapa level dari suatu program/ proyek. Level itu adalah 1).
Level
Strategi
(Apakah
kita
telah
melakukan
hal
yang
benar
apakah
Rasional/Justifikasinya benar? apakah memiliki dasar teori yang benar ?) 2). Level
Operation ( Apakah kita telah melakukan sesuatu dengan benar? apakah terdapat
Ketepatgunaan
dalam
mendapatkan
hasil
yang
diharapkan
apakah
terdapat
di
satu
negara/daerah
dalam
pencegahan
penyakit
tertentu.
2)
meningkatkan kualitas pasokan air di wilayah perkotaan diimplentasikan sesuai yang telah
dimaksudkan? (Ada jika kegiatan yang diajukan telah dilaksanakan). 7) Performa: Apakah
hasil luaran dan dampak yang direncanakan dari sebuah kebijakan dicapai? (Menetapkan
hubungan antara masukan, aktivitas, luaran dan dampak). 8). Kesesusaian penggunaan alat
kebijakan : Apakah pemerintah telah menggunakan alat kebijakan yang tepat dalam
menyediakan subsidi dan bantuan bagi penduduk desa yang harus pindah ke tempat baru
karena pembangunan bendungan baru? (menetapkan apakah pemerintah memilih
instrumen yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuannya).
Pertanyaan lain yang penting dalam melakukan evaluasi, yaitu : Kapan Saat yang
Tepat untuk Melakukan Evaluasi?, jawabanya adalah 1) Saat hasil pengukuran reguler
memperlihatkan bahwa kinerja pelaksanaan menyimpang jauh dari yang direncanakan. 2)
Saat kita ingin menentukan peran masing-masing desain dan implementasi pada hasil
proyek, program atau kebijakan, yaitu ketika kekuatan disain dan implementasi rendah. Atau
secara detail, `Saat yang Tepat untuk Melakukan Evaluasi adalah ketika : 1). Diperlukan
justifikasi untuk alokasi sumber daya dan alokasi dana untuk memiliki proyek, program, dan
kebijakan yang berbeda, 2) Keputusan dibuat untuk menentukan apakah dilakukan ekspansi
atau tidak 3) Ada periode panjang dimana tidak ditemukan perbaikan dalam suatu masalah,
4) Proyek-proyek, program-program atau berbagai kebijakan yang mirip/serupa dilaporkan
dengan hasil yang berbeda-beda. 5) Terdapat tekanan politik yang bertentangan diantara
pembuat keputusan dalam kementrian atau parlemen, 6) Masyarakat protes terhadap
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan 7). Untuk mengindentifikasi isu atau masalah
yang muncul, misal: anak putus sekolah.
Ada beberapa jenis evaluasi. Minimal ada 6 (enam) jenis evaluasi yaitu : 1)
Performance Logic Chain (Menanyakan pertanyaan-pertanyaan tentang logika dasar
sebab akibat dari proyek, program atau kebijakan (asumsi sebab dan efek), Menanyakan
tentang alasan/justifikasi urutan aktivitas dari proyek, program atau kebijakan, Menanyakan
mengenai hal yang logis mengenai mencapai efek yang dimaksudkan berdasarkan riset dan
pengalaman sebelumnya.) 2) Pre-Implementation Assessment
sebuah proyek, program, atau implementasi strategi kebijakan untuk menjamin bahwa tiga
standar terpenuhi, yaitu a). Tujuan didefinisikan dengan baik , b) Rencana implementasi
yang masuk akal dan c). Tujuan penggunaan sumber daya didefinisikan dengan baik dan
sesuai dengan capaian tujuan. 3) Case Study (Studi kasus adalah metode untuk
mempelajari sebuah situasi rumit. Studi kasus juga berdasarkan dari pemahaman
komprehensif dari situasi tersebut. Minimal ada 6 (enam) jenis studi kasus yaitu : a).
Illustrative. b) Exploratory, c) Program Implementation, d) Cumulative, e) Program Effects,
f).Critical Instance). 4) .Process Implementation (Menyediakan informasi detail mengenai
apakah program berjalan dengan seharusnya (apakah kita melakukan dengan benar?,
Menyediakan informasi detail tentang fungsi program kepada pihak yang terkait untuk
melakukan replikasi atau ekpansi program awal dan Menyediakan umpan balik secara terus
menerus untuk membantu pengelolaan program). 5) Meta-Evaluation (Mengumpulkan
seluruh penelitian yang diketahui untuk mendapatkan kepercayaan diri lebih dalam hasil
penemuan dan generalisasi, Mengidentifikasi dimana terdapat evaluasi kredibel yang
mendukung temuan suatu topik dan Membandingkan berbagai penelitian yang berbeda
dengan hasil yang berbeda mengenai suatu topik dengan kriteria umum yang telah
ditetapkan). 6).Impact Evaluation (Menyediakan informasi tentang bagaimana dan
mengapa dampak yang dimaksudkan dan tidak dimaksudkan dari proyek, program atau
hasil kebijakan dapat tercapai).
Tahap 8. Melaporkan Temuan
Menganalisa dan Melaporkan Data menyangkut : 1) Memberikan informasi tentang
status proyek, program, dan kebijakan, 2) Menyediakan petunjuk/indikasi tentang masalah
terkait program. 3) Menciptakan peluang untuk pertimbangan perbaikan dalam strategi
implementasi proyek/program/kebijakan. 4) Menyediakan informasi penting antar waktu
dalam bentuk tren dan arahan dan 5).Membantu mengkonfirmasi atau menolak teori yang
digunakan sebagai landasan.
Sebelum melaporkan hasil atau temuan maka diawali dengan tahapan Menganalisa
Hasil Data yang berisi tentang Mengukur perubahan antar waktu (Membandingkan masa
sekarang dan masa lalu untuk melihat tren dan perubahan lainnya). Dalam tahapan
menganalisis hasil data maka semakin banyak data yang anda dapat, semakin yakin anda
dengan trend yang dibuat. Untuk meramalkan trend dapat menggunakan perangkat statistik,
khususnya analisis yang dapat dijadikan dasar dalam merumuskan trend, misalnya; analisis
regresi. Untuk melaporkan hasil temuan maka sebaiknya laporkan hasil data dalam bentuk
perbandingan antara data awal dan data dasar (baseline). Sedangkan laporan yang dibuat
dapat berupa : 1) data Pengeluaran/Pendapatan, 2) Angka-angka mentah, 3) Persentase, 4)
Tes statistik, 5) Unit organisasional, 6) Lokasi Geografis, 7) Demografis dan 8) Kepuasan
Klien (Tinggi, Menengah, Rendah).
Salah satu elemen dari pelaporan temuan adalah presentasi. Presentasi biasanya
menampilkan data atau informasi tentang hasil temuan yang dianggap penting. Untuk itu,
Presentasikan Data haruslah dalam Format yang Jelas dan Mudah Dipahami. Untuk
mendapatkan hasil presentasi yang baik maka: 1). Tampilkan data yang paling penting saja,
2) Gunakan lampiran atau laporan terpisah untuk data yang lebih detail. 3) Gunakan
presentasi visual (diagram, grafis, tabel, peta) untuk menunjukkan poin-poin kunci dan 4)
Hindari data sampah . 5). Kombinasikan informasi kualitatif bersama dengan kuantitatif, 6).
Saat perbandingan menunjukkan tren atau nilai yang aneh, sedapat mungkin berikan
penjelasan.7) Laporkan catatan penjelasan internal (perubahan, masalah, dll). 8) Laporkan
peluang
untuk
perbaikan
dalam
strategi
implementasi
Melibatkan komunitas masyarakat sipil dan grup warg, 9) Membagi dan membandingkan
hasil temuan dengan mitra pembangunan.
Tahap 10. Menjaga Kelangsungan Sistem P&E didalam Organisasi Anda
Untuk menjaga kelangsungan sistem P&E didalam organisasi maka diperlukan
identifikasi komponen atau faktor faktor yang penting bagi kelangsungan sistem P&E.
Komponen Penting dalam Sistem Pemantauan & Evaluasi yaitu 1) Permintaan (Struktur
pelaporan yang jelas, Hasil dari sistem P&E tersedia bagi pemerintah, masyarakat sipil dan
untuk donor , Terhubungkan dengan perencanaan dan penganggaran, Kesadaran
pemerintah/pengelola
program
akan
arti
penting
informasi
ini
dan
Bentuk
dan
dapat
diakses.
Kegagalan
dari
sebuah
program
harus
mendapat
sanksi .Masalah-masalah yang dihadapi oleh sebuah program harus didokumentasi, diakui
dan ditangani. 5) Kapasitas (Kemampaun teknis yang mencukupi dalam pengumpulan data
dan analisanya. Skill manajerial dalam penetapan tujuan strategis dan pengembangan
organisasi .Adanya pengelolaan sistem informasi (MIS). Dukungan anggaran dan
Pengalaman insitutional. 6). Insentif (Insentif perlu diperkenalkan untuk mendorong
penggunaan informasi kinerja: Sukses diakui dan diberikan reward,Masalah yang ada
ditangani ,Pembawa pesan tidak dihukum , Pembelajaran organisasi menjadi pertimbangan
dan Penghematan anggaran dihargai ).
Untuk menjaga kelangsungan sistem P&E didalam organisasi maka ada beberapa
hal yang harus dipahami yaitu : 1). agar sistem P&E berjalan dengan sukses maka harus
dipastikan adanya Permintaan untuk peningkatan kapasitas tidak pernah berakhir. 2) Perlu
adanya lembaga pengkoordinasi P&E, 3) Bangun pemahaman dengan DPRD bahwa sistem
P&E membutuhkan sumber daya yang berkelanjutan. 4) Carilah setiap kesempatan untuk
menghubungkan hasil informasi hasil untuk anggaran dan keputusan mengalokasi sumber
daya. 5) Mulailah dengan usaha-usaha rintisan untuk menunjukkan pemantauan berbasis
hasil yang efektif: mulailah dengan strategi kantong (misalnya pulau inovasi) sebagai lawan
dari pendekatan menyeluruh pemerintah. 6) Pantaulah kemajuan baik pelaksanaan dan
capaian hasil. dan 7) Lengkapi pemantauan performa dengan evaluasi untuk memastikan
pemahaman yang lebih baik terhadap hasil publik sektor
Kesimpulan
berdasarkan pembahasan diatas maka kesimpulan dapat diambil kesimpulan yaitu
P&E sering dilihat sebagai dua hal yang terpisah, padahal memiliki fungsi yang saling
berkaitan. Masing-masing memiliki jenis informasi kinerja yang berbeda-beda, namun saling
melengkapi untuk memberikan gambaran yang utuh tentang kinerja dan capaian
program.P&E keduanya dibutuhkan agar dapat mengatur implementasi kebijakan, program,
dan proyek dengan lebih baik. Pengimplementasian sistem P&E dapat menguatkan
manajemen sektor publik. Pengimplementasian sistem P&E membutuhkan komitmen dari
pemimpin dan stafnya.