You are on page 1of 22

Pentingnya Sistem Pemantauan

(monitoring) dan Evaluasi (evaluation)


Berbasis Hasil (outcomes) di Pemerintah
Daerah (MONEV)
Pentingnya Sistem Pemantauan (monitoring) dan Evaluasi (evaluation) Berbasis
Hasil (outcomes) di Pemerintah Daerah (MONEV)

Dr. Joubert B Maramis, SE. MSi


(Dosen Fakultas Ekonomi Universitas Sam Ratulangi Manado)
email : barensmaramis@yahoo.com / Hp. 08582322566
(Artikel ini bersumber dari materi ajar dan pengalaman saya ketika menjadi pemateri/
Pengajar / Tutorial dalam capacity building keuangan daerah, Program PEACH, Kerjasama
World Bank, UGM, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Fakultas Ekonomi Universitas Sam
Ratulangi, Manado, yang dilakukan di beberapa kabupaten / kota di Sulawesi Utara,
tahun 2012)

abstrak
P&E sering dilihat sebagai dua hal yang terpisah, padahal memiliki fungsi yang saling
berkaitan. Masing-masing memiliki jenis informasi kinerja yang berbeda-beda, namun saling
melengkapi untuk memberikan gambaran yang utuh tentang kinerja dan capaian
program.P&E keduanya dibutuhkan agar dapat mengatur implementasi kebijakan, program,
dan proyek dengan lebih baik. Pengimplementasian sistem P&E dapat menguatkan
manajemen sektor publik. Pengimplementasian sistem P&E membutuhkan komitmen dari
pemimpin dan stafnya.

kata Kunci : Sistem Pemantauan (monitoring), Evaluasi (evaluation), Berbasis Hasil

Pentingnya Pemantauan dan Evaluasi (monitoring dan evaluation) (P&E)


Ada beberapa alasan atau argumen tentang pentingnya Pemantauan dan Evaluasi
(P&E) di pemerintah daerah. Alasan atau argumen itu antara lain : 1). P&E dapat
menyediakan informasi penting tentang kinerja sektor publik, 2). P&E dapat menyediakan
gambaran tentang status proyek, program atau kebijakan, 3). P&E dapat mempromosikan
kredibilitas dan kepercayaan publik dari pelaporan hasil program, 4). P&E dapat membantu
memformulasikan dan menjustifikasi permintaan anggaran, 5). P&E dapat mengidentifikasi
potensi dari program yang menjanjikan, 6). P&E dapat memfokuskan perhatian terhadap
pencapaian hasil yang penting untuk organisasi dan stakeholder. 7). P&E dapat

menyediakan secara rutin informasi untuk status dan kinerja pelaksanaan program, 8). P&E
dapat membantu menginisiasikan pencapaian tujuan dan objektif, 9). P&E dapat mendorong
pengelola untuk mengidentifikasi dan mengambil tindak dalam memperbaiki kekurangan
dan 10). P&E dapat mendukung agenda pembangunan menuju kepada prinsp pelaksanaan
akuntabilitas yang lebih baik.
Sistem P&E yang handal akan meningkatkan kinerja pemerintah daerah. Apa
insentifnya bagi pemerintah daerah ? ketika kinerja pemerintah daerah tinggi maka para
stakeholders ( pemerintah, pemerintah daerah, Pengelola program (SKPD, Dinas),
Lembaga legislatif (DPRD), Masyarakat sipil (masyarakat, NGO, media, sektor privat) dan
pihak Donor, juga akan merasa bangga dan merasa dukungannya tidak sia sia. Namun
dampak yang paling besar adalah dukungan masyarakat yang tinggi karena kinerja
pemerintah daerah yang tinggi.
Pemantauan dan evaluasi itu berbeda dan terpisah, namun terkait satu sama lain.
Namun untuk penerapan P&E yang sukses, masih banyak faktor yang harus diperhatikan.
Faktor itu antara lain : 1). Dibutuhkan komitmen kepemimpinan dalam mencapai kinerja
organisasi pemerintah daerah yang lebih baik, 2) Adanya pengalokasian sumber daya
dalam membangun sistem P&E, 3) Adanya sumber daya yang berkomitmen dalam
meningkatkan performa sektor publik. Ini berarti bahwa penerapan P&E yang sukses
dibutuhkan komitmen, sumberdaya daerah dan komitmen para stakeholders untuk
mendukung baik dari penilaian kesiapan P&E sampai pada membuat dan menjalakan
keberlanjutan dari sistem P&E (Jadi syarat kinerja pemerintahan yang lebih baik adalah
kombinasi dari kapasitas institusional dan political will ).
Filosofi dasar yang membentuk pentingnya P&E dipemerintah daerah

adalah

konsep mengukur dan menilai. Suatu kinerja pemerintah daerah yang tidak bisa diukur
(teristimewa secara kuantitatif) akan memberikan banyak pertanyaan dan kurang
menyakinkan. memang ukuran ukuran secara numerik bukan segalanya. Namun ketika kita
mampu mendapatkan indikator dan data dari suatu tujuan yang abstrak maka kita akan
mampu menilai dimana posisi kita saat ini dan bagaimana meningkatkan posisi dimasa
depan. Untuk pentingnya pengukuran dalam konteks P&E, maka dapat direnungkan kata
kata bijak dibawah ini : 1) If you do not measure results, you can not tell success from
failure, 2). If you can not see success, you can not reward it, 3) If you can not reward
success, you are probably rewarding failure, 4) If you can not see success, you can not
learn from it, 5) If you can not recognize failure, you can not correct it, 6) If you can
demonstrate

results,

you

can

win

public support.
Ada

beberapa

aktivitas

utama

yang

membutuhkan

pemantauan.

Setiap

proyek/program/kebijakan yang menggunakan sumber daya publik untuk mencapai tujuan

peningkatan kesejahteraan masyarakat perlu dipantau. program atau proyek pemerintah


daerah membutuhkan informasi baik dari perencanaan, pelaksanaan maupun evaluasi. Ada
beberapa

aktifitas

utama

dalam

proyek/program/kebijakan

yang

perlu

informasi

pemantauan, yaitu: 1) Status pencapaian tujuan dan objektif, 2). Pelaporan kepada
pemerintah, stakeholder dan donor, 3) Pengendalian proyek, program, dan kebijakan, dan 4)
Pengalokasian sumber daya.

Konsep Pemantauan Berbasis hasil


Pemantauan berbasis hasil (yang selanjutnya pemantauan) adalah proses
berkelanjutan dalam mengumpulkan dan menganalisa informasi untuk membandingkan
bagaimana

kinerja

proyek,

program,

atau

kebijakan

pada

apa

yang

diharapkan/direncanakan. Pemantauan sebagai suatu proses tentunya memiliki beberapa


tahapan yang harus dilalui.
Pemantauan suatu kegiatan / proyek / program yang dilakukan oleh pemerintah
daerah / SKPD / Satker, dapat dilihat dari 5 tahapan yaitu : 1). Input, 2).activities , 3) output,
4) outcomes, 5) goals (impact). Input mencakup aspek dana, manusia dan sumber daya
lainnya. Aktivitas menyangkut pelaksanaan proyek/program untuk menghasilkan keluaran.
Output menyangkut keluaran proyek /program. Outcomes menyangkut dampak /efek antara
pada pemanfaat (masyarakat atau stakeholders). Sedangkan impact (goals) menyangkut
peningkatan kesejahtraan masyarakat (bersifat jangka panjang). Yang dimaksud dengan
hasil adalah pada level 4 dan 5, yaitu pada level outcomes dan impact/goals. sedangkan
yang dimaksud dengan implementasi yaitu pada level 1, 2 dan 3 (input, aktivitas dan
output).
Sebagai contoh, pertama : Pemantauan program /proyek tentang Oral Rehydration
Therapy (ORT), maka jika diaplikasikan pada 5 tahapan itu maka perumusan terhadap tiap
tahapan adalah 1). Input (Dana, persediaan ORT, pelatif, dll), 2).activities (kampanye melalui
media untuk melatih / mendidik ibu dan tenaga kesehatan tentang ORT) , 3) output
(meningkatnya pengetahuan dan akses ibu pada ORT), 4) outcomes (Meningkatnya ORT
dalam upaya untuk mengatasi kasus Diare), 5) goals (impact) (tingkat kematian dan
kesakitan anak menurun).
Sebagai contoh, kedua : Pemantauan program /proyek tentang tingkat melek huruf,
maka jika diaplikasikan pada 5 tahapan itu maka perumusan terhadap tiap tahapan adalah
1). Input (Fasilitas,instruktur, material dll), 2).activities (kursus / pelatihan membaca) , 3)
output (jumlah orang dewasa yang lulus program pemberantasan buta huruf), 4) outcomes
(meningkatnya angka melek huruf, lapangan pekerjaan yang lebih luas bagi mereka), 5)

goals (impact) (tingkat pendapatan yang lebih tinggi dan akses pada pekerjaan yang lebih
baik bagi mereka).
Setelah ke-5 tahapan berhasil dirumuskan dan dijalankan pada diperlukan suatu
analisis tentang pemantauan hasil. sebagai contoh : kesehatan anak. Pada level
pemantauan kebijakan maka indikator yang bisa digunakan adalah apakah kebijakan
yang dibuat menurunkan tingkat kematian bayi. Pada level pemantauan program maka
indikator yang bisa digunakan adalah apakah program pelayanan pra-natal (pra kelahiran)
dimanfaatkan oleh ibu hamil. Pada level pemantauan proyek maka indikator yang bisa
digunakan adalah apakah proyek tentang penyebaran informasi tentang pelayanan pranatal (pra kelahiran) yang baik tersedia di 6 desa yang menjadi sasaran.
Contoh lain : Pendidikan anak perempuan. Pada level pemantauan kebijakan maka
indikator yang bisa digunakan adalah apakah kebijakan yang dibuat menaikkan capaian
pendidikan anak perempuan. Pada level pemantauan program maka indikator yang bisa
digunakan adalah apakah ada peningkatan jumlah anak perempuan di SLTP yang lulus /
mengikuti ujian matematika dan IPA. Pada level pemantauan proyek maka indikator yang
bisa digunakan adalah apakah jumlah anak perempuan di 8 desa yang menjadi sasaran,
dapat menyelesaikan tingkat SD dengan tepat waktu?.
Pendekatan Baru dalam Pemantauan
Terdapat

perbedaan

yang

mendasar

dari

pemantauan

tradisional

dengan

pemantauan berbasis hasil. Pemantauan tradisional berfokus pada implementation


monitoring, yang mencakup tracking inputs (Rp, sumber daya, strategi), aktivitas (apa
yang terjadi di tempat), dan output (barang dan jasa yang diproduksi). Pendekatan ini
berfokus pada

pemantauan

bagaimana

sebuah

proyek,

program,

dan kebijakan

diimplementasikan . Dan biasanya digunakan untuk menilai kepatuhan terhadap rencana


kerja dan anggaran. Namun pemantauan berbasis hasil mencakup pengumpulan informasi
bagaimana kinerja pemerintah yang efektif. Pemantauan berbasis hasil menunjukkan jika
proyek, program, atau kebijakan mencapai tujuannya.
Jadi perbedaan fundamental adalah terletak pada sampai sejauh mana pemantauan
yang dilakukan. Jika pendekatan tradisional hanya sampai ke output maka pemantauan
hasil sampai pada outcomes dan impact. Perbedaan ini dapat dijelaskan dengan contoh
sebagai berikut : misalnya program pendirian puskesmas di suatu daerah. Jika berdasarkan
pemantauan tradisional, program pendirian puskesmas telah berhasil jika terbangunnya satu
unit puskesmas di daerah tersebut. Namun pertanyaan selanjutnya, apakah puskesmas itu
bisa jalan jika tidak ada dokter, obat, peralatan medis, jalan akses dan aspek penunjang
lainnya ? apakah tersedianya bangunan puskesmas, tanpa fasilitas dan SDM bisa
meningkatkan tingkat kesehatan atau menurunkan tingkat kesakitan masyarakat didaerah

tersebut ?, jawabannya tidak. Nah disinilah letak keunggulan dari pemantauan berbasis hasil
(outcomes dan impact).
Konsep pemantauan berbasis hasil (outcomes dan impact) bersifat tuntas pada
tujuan. Pemantauan berbasis hasil (outcomes dan impact) akan menilai suksesnya program
puskesmas jika puskesmas itu bisa memberikan pelayanan kesehatan pada masyarakat,
artinya langsung bisa digunakan. Namun bukan sampai disitu pemantauannya, pemantauan
akan dilanjutkan dengan bagaimana korelasi keberadaan program puskesmas itu dengan
tingkat kesehatan masyarakat disekitar. Apakah masyarakat sekitar semakin sehat, semakin
tinggi angka harapan hidup, semakin kecil tingkat kematian bayi, semakin tinggi
pengetahuan kesehatan atau tidak.
Definisi Evaluasi Berbasis Hasil (EBH)
Evaluasi adalah sebuah penilaian dari perencanaan, intervensi yang sedang berjalan
atau sudah selesai untuk melihat revelansinya, ketepatgunaan (efisiensi), efektivitas,
dampak dan keberlangsungan. Tujuannya adalah untuk memasukkan pelajaran yang
didapat (feedback), ke dalam proses pengambilan keputusan. Evaluasi berbasis hasil
(EBH) adalah penilaian dari kegiatan yang telah direncanakan, sedang berlangsung, atau
telah

dilaksanakan

untuk

menilai

relevansi,

efisiensi,

efektivitas,

dampak,

dan

keberlangsungannya. Evaluasi berbasis hasil. Sedangkan tujuan Evaluasi berbasis hasil


(EBH) adalah mendapatkan lessons learned ke dalam proses pengambilan keputusan.
Untuk cakupan / lingkup evaluasi yang berkualitas, setidaknya mencakup 4 (empat)
dimensi utama yaitu : 1) pertanyaan tentang Why questions (what caused the changes we
are monitoring) 2) pertanyaan tentang how questions ( what was the sequence or process
that led to successful (or not) outcomes. 3) pertanyaan tentang compliance /Accountability
questions (did the promised activities actually take place and as they were planned?). 4)
pertanyaan tentang process / implementation questions (was the implementation process
followed as anticipated and with what consequences.
Setelah ke-4 cakupan evaluasi dirumuskan dan dijalankan pada diperlukan suatu
analisis tentang evaluasi hasil. sebagai contoh : Penyediaan air minum. Pada level evaluasi
kebijakan maka indikator yang bisa digunakan adalah membandingkan model model
untuk penyediaan layanan air minum. Pada level evaluasi program maka indikator yang
bisa digunakan adalah menilai pengelolaan fiskal pemerintah daerah dari hasil penyediaan
air minum. Pada level evaluasi proyek maka indikator yang bisa digunakan adalah
menilai peningkatan restribusi air di dua kabupaten.
Sebagai contoh yang lain : Penyediaan lokasi baru. Pada level evaluasi kebijakan
maka indikator yang bisa digunakan adalah membandingkan strategi untuk pengembangan
lokasi tempat tinggal di daerah baru. Pada level evaluasi program maka indikator yang bisa

digunakan adalah mengkaji seberapa jauh daerah baru dapat memberikan kesejahtraan
yang sama. Pada level evaluasi proyek maka indikator yang bisa digunakan adalah
mengkaji praktek pertanian petani di daerah baru.
Memang merancang atau membuat terlebih mengimplementasikan evaluasi berbasis
hasil, bukan perkara mudah. Namun seperti pepatah bijak mengatakan bahwa Better to
have an approximate answer to the right question, than an exact answer to the wrong
question. (John W. Tukey) atau Better to be approximately correct than precisely wrong.
(Bertrand Russell).
Elemen Kunci untuk Sukses dalam Pengembangan Sistim P&E
Pengembangan sistem Pemantauan dan Evaluasi (P&E) yang efektif adalah dengan
melihat bahwa P&E bukanlah suatu sistem yang terpisah pisah, namun haruslah dilihat
sebagai satu kesatuan yang saling komplementer (saling mengisi atau saling melengkapi).
Sifat komplementer ini dapat dijelaskan sebagai berikut : ketika tujuan pemantauan adalah
menjelaskan tujuan program maka tujuan evaluasi adalah menganalisis mengapa hasil bisa
dicapai atau tidak bisa dicapai. Ketika `tujuan pemantauan adalah mengkaitkan aktivitas dan
sumber daya dengan tujuan yang akan dicapai maka tujuan evaluasi adalah menilai
efektivitas dari masing masing aktivitas terhadap program yang disusun. Ketika `tujuan
pemantauan adalah menurunkan tujuan menjadi kinerja pelaksanaan dan target maka
tujuan evaluasi adalah mengkaji proses pelaksanaanya. Ketika `tujuan pemantauan adalah
secara reguler mengumpulkan data dari indikator suatu target dan membandingkan hasil
dengan target maka tujuan evaluasi adalah mengekplorasi potensi dampak sampingannya.
Dan ketika `tujuan pemantauan melaporkan kemajuan dan masalah pada pengelolaan
program maka tujuan evaluasi adalah menyediakan informasi pembelajaran, capaian dan
penjelasan terkait serta menawarkan rekomendasi.
Dengan sistem P&E maka kita dapat menilai kapasitas suatu negara/daerah dalam
pengembangan sistim P&E. Namun sukses atau tidaknya pengembangan sistem P&E di
suatu daerah / negara akan tergantung dari beberapa faktor penting yaitu : 1). Apakah ada
mandat/permintaan yang jelas untuk P&E? (Hukum? Masyarakat sipil?), 2). Apakah ada
kepemimpinan yang kuat pada level tinggi pemerintah?, 3). Apakah sumber daya dan
pengambilan kebijakan dihubungkan dengan penganggaran?, 4). Bagaimana kualitas
informasi yang dapat digunakan untuk pengambil keputusan manajemen dan kebijakan? 5).
Bagaimana keterlibatan pihak masyarakat sipil sebagai partner bagi pemerintah?, 6).
Apakah ada inovasi yang dapat digunakan sebagai pilot program?
Namun secara ideal, ada 10 (sepuluh) langkah atau tahap dalam sistem P&E yang
sukses yaitu : 1) pelaksanaan Readness assessment, 2) kesepakatan tentang hasil yang
akan dipantau dan dievaluasi, 3) pemilihan indikator kunci untuk memantau hasil, 4).

Baseline data pada indikator (ada dimana posisi kita sekarang?), 5). Perencanaan untuk
perbaikan (pemilihan target hasil), 6).Pemantauan hasil, 7). Peran evaluasi, 8) pelaporan
dari hasil penemuan anda, 9) penggunaan hasil penemuan, 10) membuat keberlanjutan dari
sistem P&E pada organisasi anda.
Langkah 1. Readiness Assessment (Penilaian kesiapan)
Penilaian kesiapan merupakan. identifikasi terhadap kecukupan prasyarat dan syarat
untuk hadirnya sistim P&E yang sukses. Identifikasi kecukupan prasyarat dan syarat ini,
sebenarnya mencerminkan penilaian kemampuan sebuah negara atau daerah dalam
memantau dan mengevaluasi tujuan pembangunannya. Penilaian kesiapan ini sangat
penting dan merupakan tahap pertama dari sistim P&E yang sukses. dan berkelanjutan.
Pentingnya tahap ini disebabkan penilaian kesiapan akan memberikan panduan terhadap
insentif dan hal yang kurang dalam memantau dan mengevaluasi tujuan pembangunan
secara efektif. Penilaian kesiapan juga berperan dalam memberikan pengertian atas peran
dan tanggung jawab dari instansi dan individu terkait dengan P&E terhadap kebijakan,
program, dan proyek yang disusun atau dimilikinya. Dengan adanya penilaian kesiapan
maka peran dan tanggungjawab Kantor kepala daerah, Bappeda, SKPD dan Instansi
Pemeriksa akan menjadi jelas. Disamping itu penilaian kesiapan dapat digunakan untuk
mengidentifikasi isu yang terkait dengan kapasitas (dan yang kurang) dalam melakukan
P&E program pemerintah.
Agar Penilaian kesiapan berjalan dengan baik maka perlu dipastikan bahwa
Penilaian kesiapan akan didukung oleh para stakeholders yang memang peduli terhadap
penyusunan sistem P&E berbasis hasil yang sukses. Untuk itu perlu dianalisis tentang
aspek politik (ada atau tidaknya permintaan masyarakat terhadap penyusunan sistem P&E
berbasis hasil), perlu dianalisis tentang aspek Institusional (kepedulian legislatif dalam
mendukung penyusunan sistem P&E berbasis hasil melalui kerangka kerja legal), perlu
dianalisis

tentang

aspek

Personal/internal

(keinginan

untuk

meningkatkan

kinerja

pemerintah) dan juga aspek ekonomi (persyaratan donor/partner, karena penyusunan


sistem P&E berbasis hasil memang membutuhkan biaya atau pembiayaan yang cukup
besar).
Namun agar penyusunan sistem P&E berbasis hasil bisa disetujui dan didukung oleh
stakeholders maka haruslah dicarikan motivator utama (pencetus ide dan pendukung
utama), siapa pendukung utama dan apa motivasinya. Misalnya : Pemerintah (dengan
motivasi reformasi sosial), Lembaga Legislatif (dengan motivasi Budget yang efektif),
Masyarakat sipil (dengan motivasi Tuntutan untuk pemerintah yang akuntabel) dan
stakeholder lainnya. Untuk mendapatkan pencetus ide dan pendukung utama ini, pilihlah

stakeholder yang tidak punya agenda terselubung. artinya : ia benar benar ingin
menciptakan sistem P&E berbasis hasil yang sukses didaerah, institusi atau negara.
Setelah champion (pencetus ide dan pendukung utama) dipilih maka langkah
selanjutnya adalah menilai kesiapan atas peran dan tanggungjawab serta struktur yang
sudah ada untuk memantau dan mengevaluasi tujuan pembangunan. Langkah ini
menyangkut pertanyaan tentang : Apa peran kantor kepala daerah (biro-biro)?, Apa peran
Bappeda?, Apa peran SKPD?, Apa peran dari pihak legislatif?, Apa peran dari Lembaga
Pemeriksa?, Apa peran dari masyarakat sipil?, Apa peran dari BPS? dan peran stakeholders
lainnya.
Pelaksanaan kesiapan penilaian juga harus didukung oleh penilaian sumber
informasi yang handal. Untuk itu perlu dinilai tentang siapakah yang menghasilkan data
dalam suatu negara? Pemerintah nasional (Kementrian/Lembaga Pusat (Keuangan,
Bappenas, TNP2K, UKP4, dll), Kementrian Teknis/Sektor, BPK/BPKP, Badan Pusat Statistik)
atau Pemerintah Propinsi atau Kabupaten/Kota (Bappeda, SKPD, BPS Daerah, LSM, dan
Donor). atau sumber sumber relevan lainnya ? ini harus dinilai kesiapannya sehingga ketika
sistem P&E berbasis hasil jalan maka sudah jelas sumber dan jenis data yang harus diambil
untuk dianalisis.
Selanjutnya, penilaian juga harus diarahan pada penggunaan data P&E berbasis
hasil di pelaksanaan roda pemerintahan. Apakah data P&E berbasis hasil akan digunakan
pada level Penyiapan anggaran,Alokasi sumber daya, Pembuatan kebijakan/program,
Legislasi

dan

akuntabilitas,

Perencanaan,

Manajemen

fiskal

atau

Evaluasi

Kebijakan/Program. Perlu juga dinilai kesiapan dari kapasitas pihak yang melakukan P&E
berbasis hasil, yaitu tentang : Kemampuan teknis, Kemampuan manajerial, Sistem data dan
kualitasnya, Teknologi yang tersedia, Sumber daya fiskal yang tersedia, dan Pengalaman
institusional.
Selain hal hal diatas maka hal terakhir yang perlu dinilai kesiapanny adalah tentang
keterbatasan yang ada untuk memulai proses penyusunan sistem P&E. Keterbatasan atau
kekurangan ini mencakup : Kurangnya sumber daya fiskal, Kurangnya political will,
Kurangnya champion, Kurangnya expertise dan pengetahuan, Kurangnya strategi dan
Kurangnya pengalaman utama.
Tahap 2: Kesepakatan tentang Hasil yang akan dipantau dan dievaluasi
Untuk menciptakan kesepakatan tentang hasil yang akan dipantau atau dievaluasi,
maka langkah pertana adalah menentukan atau merumuskan hasil (outcomes + impact /
goals).

Konsep

menentukan

hasil

yang

akan

dicapai,

mengandung

arti

cara

memformulasikan concern (kepedualian) dari stakeholders menjadi hasil yang dapat diukur
dan diinginkan. Hasil (outcomes) biasanya lebih abstrak dan biasanya tidak dapat secara

langsung diukur (biasanya hanya dilaporkan saja). Namun agar hasil terukur maka perlu
dibentuk indikator indikator yang valid dan reliabel untuk mengukur hasil yang dirumuskan.
Pertanyaan mendasar yang kemudian timbul adalah mengapa dalam sistem P&E,
aspek menekankan pada hasil itu penting ? Karena pertama, hasil akan menegaskan
objektif dari tindakan pemerintah (know where you are going before you get moving).
Kedua, hasil adalah sesuatu yang menciptakan benefit atau manfaat dan ketiga, indikator
hasil akan memberitahu ketika sebuah kebijakan/program sukses dilaksanakan atau tidak.
Namun secara fundamental bahwa pentingnya penekanan pada hasil mengandung makna
seperti pada kalimat bijak : If you dont know where youre going, any road will get you
there.
Pemilihan ukuran hasil dapat dianalisis secara pragmatis dengan menjawab
pertanyaan sebagai berikut : Adakah tujuan pembangunan daerah dan sektoral yang
dinyatakan secara eksplisit?, Apakah janji politik telah dibuat untuk menjelaskan performa
pemerintah?, Apakah polling data dari masyarakat dapat menjelaskan sesuatu?, Apakah
ada kebijakan-kebijakan dengan kekuatan hukum?, isu tentang MDGs, dan Apakah bantuan
pembangunan yang dihubungkan dengan tujuan tertentu? Untuk mengembangkan hasil
(outcomes) maka perlu dididentifikasi aspek indikator, baseline dan target (buat tabel untuk
mengidentifikasinya).
Tahap 3: Pemilihan Indikator Kunci untuk memantau hasil
Pemilihan indikator kunci untuk memantau hasil sangatlah penting. Mengapa hasil
(outcomes atau impact) butuh indikator? dan mengapa harus ada indikator kunci ? kedua
masalah pokok ini merupakan salah satu faktor yang penting dalam pemantauan hasil.
Pertama, perlu dijelaskan bahwa hasil (outcomes atau impact) masih bersifat luas dan
abstrak (misalnya : kesejahtraan masyarakat), hal ini perlu dicarikan indikator yang sanggup
secara valid dan reliabel mengukur hasil yang ingin dicapai. jadi indikator hasil tidaklah
sama dengan hasil.

Setiap hasil perlu untuk diterjemahkan dalam satu atau beberapa

indikator dan sebuah indikator hasil mengidentifikasi pengukuran numerik yang dapat
memberikan informasi

untuk mendeteksi kemajuan (atau tiada kemajuan)

ke arah

pencapaian hasil yang diinginkan. Atau biasanya disebut indikator proksi (Proxy indicators).
Indikator proksi adalah indikator perkiraan yang menjelaskan/terkait dengan indikator yang
ingin kita ukur. Indikator proksi digunakan ketika data untuk mengukur langsung indikator
tidak tersedia atau tidak dapat dikumpulkan pada waktu yang ada. Sebagai Contoh : Jenis
atap atau jumlah televisi sebagai ukuran proxy dari meningkatnya pendapatan rumah
tangga.
Bagi Pelaksana Program, untuk mengembangkan indikator hasil yang tepat, perlu
menjawab pertanyaan ini: Bagaimana kita mendefinisikan sukses? Bagaimana sukses

yang ingin kita lihat? dan bagaimana kita mengukurnya? . Ada satu konsep yang dapat
digunakan sebagai panduan dalam mengembangkan dan memilih indikator maupun
indikator kunci, yaitu konsep CREAM. Clear berarti indikator haruslah tepat dan tidak
ambigu/bermakna ganda. Relevant berarti bahwa indikator haruslah cocok untuk subjek
yang diamati atau yang akan diukur, Economic berarti bahwa indikator bisa tersedia dengan
biaya yang wajar, ketika mengukur atau mendapatkan informasi. Adequate berarti bahwa
indikator harus menyediakan dasar yang cukup untuk menilai kinerja. Dan Monitorable
berarti bahwa indikator harus dapat divalidasi oleh lembaga lain.
Untuk mengaplikasikan konsep pemilihan indikator maka kita dapat membuat
cheklist untuk menilai apakah indikator yang diajukan layak atau tida layak digunakan.
Untuk itu setiap indikator harus lulus dengan seleksi pertanyaan-pertanyaan sebagai
berikut : 1) Apakah paling dapat merefleksikan hasil secara langsung?, 2). Apakah cukup
tepat unruk memastikan pengukuran tujuan?, 3). Apakah menggunakan metode
pengumpulan data yang paling praktis dan cost-effective?, 4). Apakah sensitif pada
perubahan hasil, tetapi relatif tidak terpengaruh oleh perubahan yang lain?, 5). Apakah
mungkin dilakukan disaggregasi jika dibutuhkan?
Disamping pertanyaan pertanyaan diatas maka proses pemilihan indikator juga
harus

memperhatikan

hal

hal

sebagai

berikut

1).

Pilih

beberapa

indikator

proyek/program/kebijakan untuk satu hasil yang diharapkan. 2). Pastikan kepentingan dari
beberapa stakeholders yang terkait masuk menjadi bahan pertimbangan. 3). Relevansi
indikator bersifat dinamis satu saat mungkin perlu menambah dengan yang baru dan
mengganti yang lama. 4). Memiliki setidaknya ada tiga periode pengukuran sebelum
mempertimbangkan untuk mengganti indikator anda.
Dalam proses pemilihan indikator hasil, pertanyaan yang sering muncul juga adalah
Berapa Jumlah Indikator Bisa Dikatakan Cukup?. Jawabannya adalah jumlah minimum yang
dapat menjawab pertanyaan ini: Apakah hasil yang diharapkan sudah tercapai?. Ketika
jumlah indikator telah dianggap cukup untuk mengukur hasil maka indikator yang digunakan
sudah cukup dan tidak perlu ditambahkan lagi. Ini berlaku hukum parsimony (hukum hemat),
hukum ini berbunyi jika beberapa indikator secara valid dan realibel serta cukup untuk
mengukur konstruk maka tidak perlu ditambah lagi dengan indikator lainnya.
Untuk memilih indikator hasil, disamping ditentukan sendiri berdasarkan kriteria
CREAM, indikator bisa juga menggunakan indikator indikator baku yang telah ditentukan
oleh beberapa lembaga internasional seperti : Millennium Development Goals (MDGs),
UNDP Sustainable Human Development, World Bank Rural Development Handbook dan
IMF Macroeconomic indicators. Namun juga dapat digunakan indikator yang telah
ditetapkan secara nasional. Metode ini disebut Pre-Designed Indicators. namun metode ini
memiliki pro dan kontra. Kelebihan metode ini adalah : 1). Dapat dikumpulkan dalam jenis

proyek/program/kebijakan yang serupa. 2). Mengurangi biaya dalam mengembangan sistem


pengukuran yang berbeda dan unik untuk setiap program. 3). Dapat meningkatkan proses
harmonisasi pada persyaratan-persyaratan pemberi donor. Sedangkan kelemahannya
adalah : 1). Seringkali tidak dapat mewakili tujuan-tujuan spesifik yang dimiliki oleh satu
negara. 2). Seringkali dipandang sebagai sebuah pemaksaan datang dari atas ke bawah.
3). Tidak meningkatkan partisipasi dan rasa memiliki dari stakeholder kunci 4). Kadang
indikator tersebut saling berlawanan.
Untuk aplikasinya dilapangan, maka kesuksesan pemilihan indikator ini harusnya
dimulai dari perencanaan dasar. Diperlukan tindakan nyata dari lembaga pemerintah untuk
menyusun indikator-indikator sendiri yang sesuai dengan kebutuhan. Namun memang perlu
disadari bahwa menyusun indikator-indikator merupakan satu proses, ini berarti : perlu ada
proses pembelajaran yang berkelanjutan dan usaha untuk menemukan indikator-indikator
final. Oleh karena itu memang dibutuhkan waktu. Namun untuk kepentingan pembelajaran
maka pihak institusi pemerintah daerah dan jajaran perlu menetapkan indikator hasil dengan
menggunakan konsep CREAM dan berani melakukan uji coba secara langsung dilapangan.
Tahap 4. Baseline Data pada Indikator Ada dimana kita sekarang?
Baseline pada dasarnya mencerminkan posisi nyata saat ini. Mengetahui dimana
posisi kita saat ini, yang dihubungkan dengan tujuan yang akan dicapai, akan sangat
berguna untuk menentukan langkah selanjutnya dimasa depan. Hal ini sesuai dengan
pepatah lama yang menyetakan Jika Kita tidak tahu di mana kita berada, Kita akan
mengalami kesulitan menentukan di mana Kita pergi. Posisi ini memberikan gambaran
tentang hal hal seperti ; Dimana posisi kesejahtraan masyarakat saat ini ? Dimana posisi
kemiskinan saat ini ? dan indikator indikator sektor publik lainnya.
Untuk menentukan posisi saat ini maka diperlukan data dan informasi yang
berkenaan dengan posisi / indikator yang akan diutarakan. Strategi dalam mengumpulkan
data dan melaporkan hasil temuan dapat menunjukkan bagaimana kinerja sektor publik.
Secara defenisi, sebuah baseline kinerja adalah informasi (kuantitatif atau kualitatif) yang
menyediakan data pada tahap awal atau sebelum periode pemantauan. Di mana baseline
ini digunakan untuk: 1). Mempelajari tentang tingkat terakhir/saat ini dan pola kinerja pada
indikator, dan 2) Sebagai pembanding untuk menaksir kinerja kebijakan, program dan
proyek selanjutnya.
Untuk membangun baseline kinerja yang valid dan reliabel, maka data yang
digunakan untuk menunjukkan posisi itu, menjadi sesuatu yang sangat krusial. Sumber data
yang valid dan reliabel menjadi salah satu syarat valid dan reliabelnya baseline kinerja yang
akan dibuat. Pada dasarnya sumber data adalah siapa atau apa yang menyediakan data -

bukan metode pengumpulan data. Misalanya Apa jenis sumber data yang terkait dengan
indikator kinerja dalam hal peningkatan keselamatan transportasi jalan raya?
Dalam membangun informasi baseline maka untuk setiap indikator kinerja
dibutuhkan minimal berisi tentang informasi mengenai : sumber data, metode pengumpulan
data, siapa yang melakukan pengumpulan data, frekuensi dalam pengumpulan data, biaya
dalam pengumpulan data, tingkat kesulitan dalam pengumpulan data dan siapa yang
menganalisis dan melaporkan data yang dikumpulkan.
Untuk sumber data, bisa berasal dari dua sumber utama yaitu : data primer, yaitu
data yang dikumpulkan langsung oleh organisasi anda, misalnya, melalui pengumpulan data
reguler, survei, observasi langsung, dan wawancara. Sedangkan data sekunder, adalah data
yang telah dikumpulkan oleh orang lain, awalnya untuk tujuan lain. Contohnya termasuk
data survei yang dikumpulkan oleh lembaga lain, Survei Demografi Kesehatan, atau data
dari pasar keuangan. Data sekunder sering dapat menghemat uang dalam memperoleh
data yang Anda butuhkan, tapi tetap hati-hati dalam penggunaannya.
Untuk metode pengumpulan, sangat bervariatif, mulai dari metode yang informal
(kurang terstruktur) ke metode yang formal (sangat terstruktur). Metode-metode tersebut
adalah (diurut dari yang paling informal/ kurang terstruktur sampai yang formal / terstruktur) :
1) diskusi dengan individu terkait, 2) interview dengan komunitas, 3) kunjungan lapangan, 4)
data dari manajemen information system dan administrasi, 5) interview informan kunci, 6)
observasi pelaku, 7) FGD pelaku kunci, 8) observasi langsung, 9) kuestionare, 10) survey
cross section, 11) survey panel, 11) sensus, 12) eksperimen lapangan. Metode nomor 5 s/d
9 adalah metode yang relatif semi informal dan semi formal (berada di tengah dua bentuk
metode pengumpulan data).
Beberapa karakteristik metode pengumpulan data: 1) klasifikasi review of program
record (biaya : rendah, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: beberapa,
waktu untuk mengkompilasi data : tergantung pada jumlah data yang dibutuhkan, tingkat
respon : tinggi, jika catatan berisi data yang banyak). 2) klasifikasi self-administered
questionare (biaya : moderate, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data:
tidak ada atau beberapa, waktu untuk mengkompilasi data : moderate, tingkat respon :
tergantung pada bagaimana data didistribusikan). 3) klasifikasi interview (biaya : moderat
sampai tinggi, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul data: moderat sampai
tinggi, waktu untuk mengkompilasi data : moderate, tingkat respon :umumnya moderate
sampai tinggi). 4) klasifikasi review of program record (biaya : tergantung pada ketersediaan
dari pengamat yang berbiaya renah, jumlah pelatihan yang dibutuhkan untuk pengumpul
data: moderate sampai tinggi, waktu untuk mengkompilasi data : pendek sampai moderat,
tingkat respon : tinggi). Untuk disain metode pengumpulan data, maka hal hal yang penting
dilakukan adalah 1). Menentukan bagaimana mendapatkan data yang dibutuhkan dari

masing-masing sumber. 2) menyiapkan instrumen pengumpulan data. 3) mengembangkan


prosedur untuk penggunaan instrumen pengumpulan data.
Aspek lain yang penting dalam membangun baseline data untuk suatu indikator
adalah aspek kepraktisan. kepraktisan menyangkut apakah data yang terkait dengan
indikator cukup praktis untuk dimanfaatkan? . Untuk itu, maka indikator yang dapat
digunakan adalah apakah data untuk mengukur Kualitas saat ini tersedia?, apakah data
dapat diperoleh secara teratur dan tepat waktu? dan

untuk pengumpulan data primer,

apakah pengumpulan data, layak dan efektif dalam hal biaya (cost less)?.
Untuk mengembangkan baseline data dalam suatu wilayah kebijakan maka
diperlukan keakuratan atas keterkaitan antara outcomes (hasil), indikator, dan baseline.
Sebagai contoh : Outcomes dirumuskan : akses anak usia sekolah pada program PAUD
meningkat. Kemudian dapat dibuatkan indikator : (1) % anak anak yang tinggal di perkotaan
yang memenuhi syarat terdaftar di pendidikan pra-sekolah (untuk baseline :75% anak
diperkotaan yang berumur 3-5 pada tahun 1999) . (2) % anak anak yang tinggal dipedesaan
yang memenuhi syarat terdaftar di pendidikan pra-sekolah (untuk baseline : 40 % anak
dipedesaan yang berumur 3-5 p-ada tahun 2000). Contoh lainnya adalah : outcomes
dirumuskan : hasil pembelajaran pada anak anak sekolah dasar meningkat. Indikator : %
penilaian pada siswa tingkat 6 sebesar 70% atau lebih pada ujian standart mata pelajaran
matematika dan IPA. Sedangkan baseline : (a) 75 % pada tahun 2002 mendapatkan nilai 70
% atau lebih baik di bidang matematika, (b) 61 % pada tahun 2002 mendapat nilai 70 %
atau lebih baik di matapelajaran IPA. Dari kedua contoh diatas, dapat disimpulkan bahwa
baseline akan memudahkan pemerintah daerah atau SKPD dalam menentukan target yang
akan dicapai.
Tahap 5. Perencanaan untuk Perbaikan Pemilihan Target Hasil
Pada dasarnya, pemilihan target hasil diturunkan dari baseline. Jangan membuat
target suatu indikator secara intuitif atau emosional sehingga menjadi tidak objektif atau
rasional. Menurut defenisi, target adalah tingkatan pada indikator yang bisa dikuantifikasikan
pada sebuah negara atau organisasi yang ingin dicapai pada suatu titik waktu tertentu.
Sebagai contoh; ekspor pada sektor pertanian akan meningkat sebesar 20% dalam tiga
tahun berikutnya di atas baseline.
Untuk mengidentifikasi Tingkat Hasil yang Diharapkan atau yang Diinginkan dari
Proyek, Program atau Kebijakan, maka kita membutuhkan Pemilihan Target Kinerja. Secara
prinsip, rumus target kinerja adalah Target Kinerja (Tingkat kinerja yang diinginkan untuk
dicapai dalam waktu tertentu) = Tingkat Indikator Baseline + Tingkat Kenaikan yang
diinginkan (Mengasumsikan input, aktivitas dan keluaran
diharapkan). Contoh Sasaran Terkait Pembangunan

pada tingkat terbatas dan

1. Tujuan: Kesejahteraan Ekonomi


Target Hasil: Menurunkan 20% proporsi orang yang hidup dalam kemiskinan ekstrem pada
tahun 2012 terhadap baseline
2. Tujuan: Pembangunan Sosial
Target Hasil: Meningkatkan sebesar 20% angka partisipasi Pendidikan Menengah di Prop
Jawa Timur pada 2012 terhadap baseline
Target Hasil: Menurunkan 20% kejadian tingkat hepatitis untuk bayi pada tahun 2012
terhadap baseline.
3. Tujuan: Keberlanjutan Lingkungan
Target Hasil: Mengimplementasikan strategi nasional untuk pengelolaan hutan lestari pada
tahun 2012
Untuk mendapatkan target indikator kinerja yang baik, maka perencana haruslah
mempertimbangkan faktor-Faktor tertentu, ketika Memilih Target Indikator. Faktor faktor itu
antara lain : 1). Pemahaman yang jelas tentang situasi pada baseline (c/: rata-rata 3 tahun
terakhir, tahun lalu, tren rata-rata, dll). 2) Pendanaan dan tingkat sumber daya personil yang
diharapkan selama periode sasaran. 3) Jumlah sumber daya dari luar diharapkan untuk
melengkapi sumber daya yang dimiliki oleh program. 4) Pertimbangan politik. dan
5).Kapasitas kelembagaan.
Disamping faktor-faktor tadi maka prinsip-prinsip dalam Pertimbangan dalam
Menetapkan Sasaran Indikator adalah : 1) Agar lebih terarah maka sebaiknya, hanya satu
target yang diinginkan untuk setiap indikator . 2) Jika indikator adalah indikator baru
(sebelumnya tidak digunakan) berhati-hatilah dalam setting target yang tegas (gunakan
kisaran). 3) Kebanyakan target tahunan yang ditetapkan, tetapi beberapa prakteknya bisa
diatur triwulan-an; yang lain nya ditetapkan untuk periode yang lebih lama (tidak lebih dari 5
tahun). 4). Dibutuhkan waktu untuk mengamati efek dari perbaikan. 5). Target tidak harus
dalam bentuk satu nilai numerik tunggal, bisa dalam bentuk kisaran. 6). Pertimbangkan
kinerja sebelumnya. 7). Memanfaatkan informasi baseline . 8) Target harus layak,
mempertimbangkan semua sumber daya (input) yang tersedia.
Namun kenyataan dilapangan, banyak perencana yang bermain untuk penetapan
target. Bentuk permainan ini adalah ketika perencana: 1) Menetapkan target yang
sederhana (mudah) sehingga mereka pasti akan dipenuhi. 2). menyesuaikan target dengan
kebutuhan untuk memenuhi kinerja yang ingin dicapai. 3). Memilih target yang tidak sensitif
secara politis. Konsekuensi dari hal ini adalah target menjadi mudah dan kebanyakan bisa
tercapai, tanpa banyak mengeluarkan usaha, biaya dan waktu ekstra. Konsekuensinya
adalah tercapainya kondisi kinerja yang fatamorgana. Artinya, jika dilihat dari pencapaian
kinerja, tampaknya sangat bagus

karena 100% tercapai, namun karena ukuran target

mudah dan sederhana maka outcomes (hasil) tidak bertumbuh atau berkembang dengan

baik.

Hal ini juga menunjukkan adanya capacity idle dalam pencapaian kinerja hasil.

Artinya : perencanaan yang dihasilkan akan menggunakan sumberdaya ekonomi yang tidak
berkerja dalam skala penuh dan efisien. Contoh : baseline (75% anak di perkotaan yang
berumur 3-5 tahun pada tahun 1999) sedangkan target tahun 2006, perencana hanya
menerapkan 80% anak di perkotaan berumur 3-5 tahun pada tahun 2006). Atau baseline :
40% anak di pedesaan yang berumur 3-5 tahun pada tahun 2000, sedangkan targetnya
hanya 45 % anak di perdesaan berumur 3-5 tahun pada tahun 2006. Namun contoh ini
tidak absolut, bisa saja kemampuan daerah hanya seperti itu, atau itulah yang maksimum
bisa dicapai. Namun contoh yang diajukan, ingin menunjukkan salah satu bentuk penetapan
pertumbuhan yang mudah (kecil).
Tahap 6.` Pemantauan Hasil
Pada dasarnya, klasifikasi pemantauan dapat dibagi menjadi dua bagian utama,
yaitu 1). Implementasi pemantauan (menyangkut penerapan cara atau strategi pemantauan
pada aspek input, aktivitas dan output suatu kegiatan / program /proyek). Strategi dan
tahapan ini (seharusnya) ditemukan dalam rencana kerja jangka pendek/menengah/panjang
2) pemantauan hasil (memantau outcomes dan impact atas kegiatan / program /proyek).
Jadi sistem pemantauan berbasis hasil, akan memantau seluruh tahapan implementasi
(input, aktivitas, output) maupun hasil dari satu program/kebijakan (outcome dan capaian).
Untuk mengimplementasikan sistem pemantauan hasil ini maka haruslah secara efisien,
efektif dan produktif serta profesional memanfaatkan komponen-komponen manajemen
anggaran, perencanaan SDM, dan rencana aktivitas. Implementasi dari pemantauan ini,
akan memantau strategi-strategi

dan cara yang digunakan instansi pelaksana untuk

mencapai hasil. Untuk itu diperlukan juga suatu Result Plan (rencana hasil).
Untuk mengembangkan Result Plan (rencana hasil) maka terlebih dahulu
mengembangkan atau mengidentifikasi berbagai outcomes yang akan dicapai. Setelah itu
dikembangkan rencana dalam menilai bagaimana institusi akan mencoba untuk mencapai
hasil-hasil tersebut. Dalam hal ini yang dikembangkan adalah mengidentifikasi aktivitas dan
penugasan tanggung jawab. Namun perlu diingat bahwa melaksanakan aktivitas ini tidak
sama dengan mencapai tujuan/hasil. (result plan vs mencapai tujuan /hasil (proses). Result
Plan (rencana hasil) juga mengandung prinsip dasar utama yaitu menerjemahkan Hasil
Menjadi Aksi. Usaha ini didasari pada tahapan penting yaitu memilih aktivitas (Aktivitas
merupakan tindak aksi yang digunakan untuk mengatur dan mengimplementasikan
program, memanfaatkan sumber daya, serta men-deliver pelayanan pemerintah). Seluruh
aktivitas yang dipilih dapat --atau bisa juga tidak-- membawa kita untuk mencapai hasil yang
diinginkan, jika aktivitas yang kita pilih, tidak mencapai hasil yang kita inginkan maka
sebaiknya dilakukan feedback atau evaluasi untuk menilai kembali aktivitas tersebut.

Untuk membangun sistem pemantauan yang baik maka minimal ada beberapa
prinsip yang harus dipenuhi, yaitu : 1). Adanya kebutuhan informasi hasil pada level proyek,
program, dan kebijakan . 2) Informasi hasil harus mencakup aspek horizontal dan vertikal
organisasi. 3) Permintaan informasi hasil pada masing-masing level harus diidentifikasi. 4)
Diperlukan kejelasan tanggung jawab pada masing-masing level: Data apa yang
dikumpulkan, Kapan data dikumpulkan, Bagaimana data dikumpulkan (metodologi), Siapa
yang mengumpulkan data, Siapa yang menganalisa data, Untuk siapa data ini dikumpulkan
dan Siapa yang melaporkan data. Disamping prinsip tersebut maka untuk penerapan Sistem
Pemantauan yang sukses, dibutuhkan aspek 1). Kepemilikan (Ownership) (siapa yang
bertanggungjawab), 2). Pengelolaan (Management), 3). Pemeliharaan (Maintenance) dan
4). Kredibilitas (Credibility).
Unsur data datau informasi sangat penting dalam membangun sistem pemantauan.
Data yang diolah akan menghasikan informasi. Informasi ini haruslah dikelola dengan baik.
Untuk itu, sistem pengelolaan informasi minimal membutuhkan: 1) dokumentasi 2).
pengelolaan informasi management information system (MIS,) yang mencakup : Prosedur
pengumpulan data/informasi, Pendokumentasian dan pengelolaan data, Analisis data,
Pelaporan data, Pemanfaatan hasil laporan dan Tindak-lanjut laporan. Kriteria Kunci untuk
Data Kinerja Berkualitas adalah 1). Memenuhi syarat Reliability (Metode Pengumpulan data
bersifat stabil dan konsisten dari waktu ke waktu). 2) memenuhi syarat Validity

(Data

mengukur kinerja yang ingin kita ukur secara jelas dan langsung). 3) memenuhi syarat
Timeliness Frekuensi (Bagaimana data sering dikumpulkan), Currency (Bagaimana data
dikumpulkan pada waktu dekat ini?) dan Relevansi (data yang dibutuhkan dapat tersedia
untuk mendukung keputusan manajemen).
Instrumen dan Prosedur Pengumpulan Data juga sangat berperan dalam
mendapatkan data yang berkualitas, itu itu diperlukan uji instrumen. hal ini disebabkan:
1).Kita tidak akan pernah tahu seberapa bagus pendekatan pengumpulan data yang dipilih
sampai kita mengujinya. 2) Pengujian menjadi proses pembelajaran bagaimana membuat
instrumen atau prosedur menjadi lebih baik, sebelum pengumpulan data digunakan secara
penuh. 3) Menghindari pengujian dapat berdampak pada kesalahan. Kesalahan akan
menambah biaya institusi: uang dan waktu serta reputasi di mata publik.
Sistem pemantauan kinerja,membutuhkan suatu kerangka Kerja Sistim Pemantauan
Kinerja dalam usaha untuk memantau hasil. Untuk itu perlu adanya analisis kinerja data,
yang mengsinkronkan antara hasil/ tujuan dengan indikator, baseline, target, strategi
pengumpulan data, anaisis data dan rencana pelaporannya. Sistem pemantauan kinerja
yang baik akan diperhadapkan pada Quality Assurance Challenges.

Dalam hal ini

menyangkut : 1) Apa yang akan dikumpulkan, dan metode apa yang digunakan; kedua hal
ini akan menjelaskan apa saja yang praktis dan realistis dalam konteks program dan

negara/daerah. 2) Seberapa banyak data yang relevan untuk proyek, program, atau
kebijakan yang saat ini tersedia? 3) Seberapa banyak dari data yang tersedia yang cocok
dengan kebutuhan institusi?.
Tahap 7.` Peran Evaluasi
Evaluasi dapat bermanfaat : 1) Sebagai sumber yang bermanfaat bagi pengambilan
keputusan.

2)

Untuk

mencari

sebab/penjelasan

dari

suatu

masalah.

3)

Untuk

mengidentifikasi isu pada masalah yang dihadapi, contoh: anak putus sekolah. 4)
Pengambilan keputusan berdasarkan alternatif terbaik. 5) Mendukung reformasi sektor
publik dan 6). Membantu membangun konsensus diantara para pemangku kepentingan
tentang bagaimana merespon suatu masalah.
Evaluasi mencakup beberapa level dari suatu program/ proyek. Level itu adalah 1).
Level

Strategi

(Apakah

kita

telah

melakukan

hal

yang

benar

apakah

Rasional/Justifikasinya benar? apakah memiliki dasar teori yang benar ?) 2). Level
Operation ( Apakah kita telah melakukan sesuatu dengan benar? apakah terdapat
Ketepatgunaan

dalam

mendapatkan

hasil

yang

diharapkan

apakah

terdapat

Ketepatgunaan dalam mengoptimalkan sumber daya ? apakah terdapat Kepuasan Klien?)


3). Level Learning ( Apakah ada cara lain yang lebih baik untuk digunakan ? Bagaimana
Cara-cara alternatif ? bagaimana Praktik terbaiknya ? dan apa pelajaran yang didapat.
Untuk menciptakan standart evaluasi yang baik maka evaluasi minimal harus
memenuhi karakteristik sebagai berikut : 1) Impartiality (tidak parsial), 2) Usefulness, 3)
Stakeholders Involvement, 4) Value for Money, 5) Feedback/ Dissemination, 6) Technical
Adequacy. Evaluasi juga memiliki kemampuan yang luas, yang dapat dilihat dari
kemampuan evaluasi untuk menjawab pertanyaan dasar. Ada 8 (delapan) Tipe Pertanyaan
yang Dapat Dijawab oleh Evaluasi, yaitu : 1). Deskriptif: Menjelaskan konten informasi yang
disampaikan

di

satu

negara/daerah

dalam

pencegahan

penyakit

tertentu.

2)

Normatif/penyesuaian: Berapa hari selama setahun persediaan air minum daerah


memenuhi standar yang ditetapkan? (lihat bagaimana proyek, program atau kebijakan telah
memenuhi kriteria yang di tentukan). 3) Korelasional : Apakah hubungan antara tingkat
melek huruf dengan jumlah guru terdidik di satu daerah? (tunjukkan hubungan antara dua
situasi atau kondisi, tapi tidak menyebutkan efek sebab akibat secara spesifik). 4) Sebab
dan Akibat: Apakah pengenalan bibit hibrida baru menyebabkan peningkatan hasil panen?
(tetapkan hubungan sebab akibat dari dua situasi atau kondisi). 5) Logika Program: Apakah
rangkaian/aktivitas yang direncanakan meningkatkan jumlah anak perempuan yang tetap
bersekolah? (digunakan untuk menilai apakah desain telah memiliki urutan hubungan yang
tepat), 6) Implementasi/Proses:

Apakah sebuah proyek, program atau kebijakan untuk

meningkatkan kualitas pasokan air di wilayah perkotaan diimplentasikan sesuai yang telah

dimaksudkan? (Ada jika kegiatan yang diajukan telah dilaksanakan). 7) Performa: Apakah
hasil luaran dan dampak yang direncanakan dari sebuah kebijakan dicapai? (Menetapkan
hubungan antara masukan, aktivitas, luaran dan dampak). 8). Kesesusaian penggunaan alat
kebijakan : Apakah pemerintah telah menggunakan alat kebijakan yang tepat dalam
menyediakan subsidi dan bantuan bagi penduduk desa yang harus pindah ke tempat baru
karena pembangunan bendungan baru? (menetapkan apakah pemerintah memilih
instrumen yang sesuai untuk mencapai tujuan-tujuannya).
Pertanyaan lain yang penting dalam melakukan evaluasi, yaitu : Kapan Saat yang
Tepat untuk Melakukan Evaluasi?, jawabanya adalah 1) Saat hasil pengukuran reguler
memperlihatkan bahwa kinerja pelaksanaan menyimpang jauh dari yang direncanakan. 2)
Saat kita ingin menentukan peran masing-masing desain dan implementasi pada hasil
proyek, program atau kebijakan, yaitu ketika kekuatan disain dan implementasi rendah. Atau
secara detail, `Saat yang Tepat untuk Melakukan Evaluasi adalah ketika : 1). Diperlukan
justifikasi untuk alokasi sumber daya dan alokasi dana untuk memiliki proyek, program, dan
kebijakan yang berbeda, 2) Keputusan dibuat untuk menentukan apakah dilakukan ekspansi
atau tidak 3) Ada periode panjang dimana tidak ditemukan perbaikan dalam suatu masalah,
4) Proyek-proyek, program-program atau berbagai kebijakan yang mirip/serupa dilaporkan
dengan hasil yang berbeda-beda. 5) Terdapat tekanan politik yang bertentangan diantara
pembuat keputusan dalam kementrian atau parlemen, 6) Masyarakat protes terhadap
kebijakan yang dikeluarkan pemerintah dan 7). Untuk mengindentifikasi isu atau masalah
yang muncul, misal: anak putus sekolah.
Ada beberapa jenis evaluasi. Minimal ada 6 (enam) jenis evaluasi yaitu : 1)
Performance Logic Chain (Menanyakan pertanyaan-pertanyaan tentang logika dasar
sebab akibat dari proyek, program atau kebijakan (asumsi sebab dan efek), Menanyakan
tentang alasan/justifikasi urutan aktivitas dari proyek, program atau kebijakan, Menanyakan
mengenai hal yang logis mengenai mencapai efek yang dimaksudkan berdasarkan riset dan
pengalaman sebelumnya.) 2) Pre-Implementation Assessment

(Evaluasi awal dari

sebuah proyek, program, atau implementasi strategi kebijakan untuk menjamin bahwa tiga
standar terpenuhi, yaitu a). Tujuan didefinisikan dengan baik , b) Rencana implementasi
yang masuk akal dan c). Tujuan penggunaan sumber daya didefinisikan dengan baik dan
sesuai dengan capaian tujuan. 3) Case Study (Studi kasus adalah metode untuk
mempelajari sebuah situasi rumit. Studi kasus juga berdasarkan dari pemahaman
komprehensif dari situasi tersebut. Minimal ada 6 (enam) jenis studi kasus yaitu : a).
Illustrative. b) Exploratory, c) Program Implementation, d) Cumulative, e) Program Effects,
f).Critical Instance). 4) .Process Implementation (Menyediakan informasi detail mengenai
apakah program berjalan dengan seharusnya (apakah kita melakukan dengan benar?,
Menyediakan informasi detail tentang fungsi program kepada pihak yang terkait untuk

melakukan replikasi atau ekpansi program awal dan Menyediakan umpan balik secara terus
menerus untuk membantu pengelolaan program). 5) Meta-Evaluation (Mengumpulkan
seluruh penelitian yang diketahui untuk mendapatkan kepercayaan diri lebih dalam hasil
penemuan dan generalisasi, Mengidentifikasi dimana terdapat evaluasi kredibel yang
mendukung temuan suatu topik dan Membandingkan berbagai penelitian yang berbeda
dengan hasil yang berbeda mengenai suatu topik dengan kriteria umum yang telah
ditetapkan). 6).Impact Evaluation (Menyediakan informasi tentang bagaimana dan
mengapa dampak yang dimaksudkan dan tidak dimaksudkan dari proyek, program atau
hasil kebijakan dapat tercapai).
Tahap 8. Melaporkan Temuan
Menganalisa dan Melaporkan Data menyangkut : 1) Memberikan informasi tentang
status proyek, program, dan kebijakan, 2) Menyediakan petunjuk/indikasi tentang masalah
terkait program. 3) Menciptakan peluang untuk pertimbangan perbaikan dalam strategi
implementasi proyek/program/kebijakan. 4) Menyediakan informasi penting antar waktu
dalam bentuk tren dan arahan dan 5).Membantu mengkonfirmasi atau menolak teori yang
digunakan sebagai landasan.
Sebelum melaporkan hasil atau temuan maka diawali dengan tahapan Menganalisa
Hasil Data yang berisi tentang Mengukur perubahan antar waktu (Membandingkan masa
sekarang dan masa lalu untuk melihat tren dan perubahan lainnya). Dalam tahapan
menganalisis hasil data maka semakin banyak data yang anda dapat, semakin yakin anda
dengan trend yang dibuat. Untuk meramalkan trend dapat menggunakan perangkat statistik,
khususnya analisis yang dapat dijadikan dasar dalam merumuskan trend, misalnya; analisis
regresi. Untuk melaporkan hasil temuan maka sebaiknya laporkan hasil data dalam bentuk
perbandingan antara data awal dan data dasar (baseline). Sedangkan laporan yang dibuat
dapat berupa : 1) data Pengeluaran/Pendapatan, 2) Angka-angka mentah, 3) Persentase, 4)
Tes statistik, 5) Unit organisasional, 6) Lokasi Geografis, 7) Demografis dan 8) Kepuasan
Klien (Tinggi, Menengah, Rendah).
Salah satu elemen dari pelaporan temuan adalah presentasi. Presentasi biasanya
menampilkan data atau informasi tentang hasil temuan yang dianggap penting. Untuk itu,
Presentasikan Data haruslah dalam Format yang Jelas dan Mudah Dipahami. Untuk
mendapatkan hasil presentasi yang baik maka: 1). Tampilkan data yang paling penting saja,
2) Gunakan lampiran atau laporan terpisah untuk data yang lebih detail. 3) Gunakan
presentasi visual (diagram, grafis, tabel, peta) untuk menunjukkan poin-poin kunci dan 4)
Hindari data sampah . 5). Kombinasikan informasi kualitatif bersama dengan kuantitatif, 6).
Saat perbandingan menunjukkan tren atau nilai yang aneh, sedapat mungkin berikan
penjelasan.7) Laporkan catatan penjelasan internal (perubahan, masalah, dll). 8) Laporkan

catatan penjelasan eksternal. 8) Rangkum temuan-temuan penting. Namun bagaiman jika


hasil temuan buruk? bagaimana mempresentasikannnya ? Sebuah hasil pengukuran sistem
yang baik dimaksudkan untuk mengemukakan masalah-masalah (sistem peringatan dini).
Laporan pada kinerja seharusnya menyertakan penjelasan tentang hasil yang buruk dan
mengidentifikasi langkah-langkah perencanaan untuk memperbaiki masalah. Jika argumen
yang buruk tadi, diperoleh dari data primer maka penting untuk lindungi sang pembawa
pesan.
Untuk format pelaporan hasil, sebaiknya melaporkan kondisi Hasil Aktual Versus
Target. Atau untuk menjelaskan indikator hasil maka perlu dibuat perbandingan antara tahun
dasar, kondisi saat ini (baseline) dan target. Contoh : indikator hasil = Tingkat Hepatitis.
Dengan tahun dasar 2000 sebesar 30 %, baseline (2013) sebesar 25% dan target (2014)
sebesar 35%.

Jadi secara ringkas kegunaan dari menganalisis dan melaporakan data

adalah menyangkut : 1) Menyediakan informasi tentang status proyek, program dan


kebijakan, 2) Menyediakan indikasi/petunjuk mengenai masalah yang dihadapi, 3)
Menciptakan

peluang

untuk

perbaikan

dalam

strategi

implementasi

proyek/program/kebijakan, 4) Menyediakan informasi penting antar waktu mengenai


pelaksanaan dan capaian proyek/program/kebijakan.
Tahap 9. Menggunakan Hasil Temuan
Menggunakan hasil temuan, sebagai bahan pertimbangan dalam perencanaan atau
keputusan atau kebijakan dimasa depan, sangtlah penting. Ini adalah fungsi feedback dari
sistem P&E.Namun menimal ada 10 (sepuluh) Kegunaan Temuan-temuan Hasil yaitu : 1)
Memenuhi kebutuhan pemerintah sebagai pengelola program dan tuntutan publik tentang
akuntabilitas . 2) Membantu merumuskan dan memberikan dasar atas perencanaan dan
penganggaran . 3) Membantu dalam membuat keputusan mengenai alokasi sumber daya
operasional. 4) Memicu pemeriksaan mendalam tentang masalah kinerja apa yang muncul
dan koreksi yang diperlukan . 5). Membantu memotivasi pengelola program untuk terus
membuat perbaikan terhadap kinerja program. 6) Mengawasi kinerja kontraktor dan
penerima bantuan. 7) Menyediakan data khusus untuk evaluasi program secara mendalam.
8) Membantu menyediakan pelayanan publik lebih efisien. 9) Mendukung upaya-upaya
strategis dan perencanaan jangka panjang (dengan menyediakan informasi dasar dan
kemajuan terakhir). 10) Membangun komunikasi publik yang lebih baik.
Ada 9 (sembilan) Strategi Penyampaian Temuan Pemantauan dan Evaluasi yaitu ; 1)
Memberdayakan dan memanfaatkan media internal maupun eksternal, 2) Menetapkan
perundang-undangan Kebebasan Informasi , 3) Membentuk E-Government, 4) Menambah
informasi dalam situs internal dan eksternal, 5) Menerbitkan laporan anggaran tahunan, 6)

Melibatkan komunitas masyarakat sipil dan grup warg, 9) Membagi dan membandingkan
hasil temuan dengan mitra pembangunan.
Tahap 10. Menjaga Kelangsungan Sistem P&E didalam Organisasi Anda
Untuk menjaga kelangsungan sistem P&E didalam organisasi maka diperlukan
identifikasi komponen atau faktor faktor yang penting bagi kelangsungan sistem P&E.
Komponen Penting dalam Sistem Pemantauan & Evaluasi yaitu 1) Permintaan (Struktur
pelaporan yang jelas, Hasil dari sistem P&E tersedia bagi pemerintah, masyarakat sipil dan
untuk donor , Terhubungkan dengan perencanaan dan penganggaran, Kesadaran
pemerintah/pengelola

program

akan

arti

penting

informasi

ini

dan

Bentuk

pertanggunggjawaban pemerintah kepada masyarakat.) 2) Pembagian tugas dan


tanggung jawab yang jelas (Menetapkan jalur organisasi otoritas formal (yang jelas) untuk
mengumpulkan, menganalisis, dan pelaporan informasi kinerja,Menerbitkan panduan yang
jelas tentang siapa yang bertanggung jawab terhadap sistem komponen dan prosedur P&E ,
Membangun sebuah sistem yang terintegrasi antar unit dalam satu level maupun antar
tingkatan pemerintah untuk pengumpulan data dan analisis dan Membangun sistem
permintaan untuk hasil informasi pada setiap tingkat dimana informasi dikumpulkan dan
dianalisa.) 3) .Informasi yang kredibel dan bermanfaat (Sistem harus mampu
memproduksi hasil informasi yang memberikan informasi baik atau buruk dan potensi
penjelasannya. Pembuat dan penghasil informasi harus dilindungi dari tindakan balasan
politik. Informasi yang dihasilkan sistem P&E harus transparan dan tunduk pada verifikasi
independen . Pengumpulan data dan prosedur analisis harus dapat divalidasi oleh kantor
pemeriksa dan/atau lembaga legislatif. 4)

Akuntabilitas (Organisasi masyarakat sipil

memainkan peran dengan mendorong transparansi informasi.Media, sektor swasta, dan


parlemen semua memiliki peran untuk memastikan bahwa informasi yang tepat waktu,
akurat,

dan

dapat

diakses.

Kegagalan

dari

sebuah

program

harus

mendapat

sanksi .Masalah-masalah yang dihadapi oleh sebuah program harus didokumentasi, diakui
dan ditangani. 5) Kapasitas (Kemampaun teknis yang mencukupi dalam pengumpulan data
dan analisanya. Skill manajerial dalam penetapan tujuan strategis dan pengembangan
organisasi .Adanya pengelolaan sistem informasi (MIS). Dukungan anggaran dan
Pengalaman insitutional. 6). Insentif (Insentif perlu diperkenalkan untuk mendorong
penggunaan informasi kinerja: Sukses diakui dan diberikan reward,Masalah yang ada
ditangani ,Pembawa pesan tidak dihukum , Pembelajaran organisasi menjadi pertimbangan
dan Penghematan anggaran dihargai ).
Untuk menjaga kelangsungan sistem P&E didalam organisasi maka ada beberapa
hal yang harus dipahami yaitu : 1). agar sistem P&E berjalan dengan sukses maka harus
dipastikan adanya Permintaan untuk peningkatan kapasitas tidak pernah berakhir. 2) Perlu

adanya lembaga pengkoordinasi P&E, 3) Bangun pemahaman dengan DPRD bahwa sistem
P&E membutuhkan sumber daya yang berkelanjutan. 4) Carilah setiap kesempatan untuk
menghubungkan hasil informasi hasil untuk anggaran dan keputusan mengalokasi sumber
daya. 5) Mulailah dengan usaha-usaha rintisan untuk menunjukkan pemantauan berbasis
hasil yang efektif: mulailah dengan strategi kantong (misalnya pulau inovasi) sebagai lawan
dari pendekatan menyeluruh pemerintah. 6) Pantaulah kemajuan baik pelaksanaan dan
capaian hasil. dan 7) Lengkapi pemantauan performa dengan evaluasi untuk memastikan
pemahaman yang lebih baik terhadap hasil publik sektor
Kesimpulan
berdasarkan pembahasan diatas maka kesimpulan dapat diambil kesimpulan yaitu
P&E sering dilihat sebagai dua hal yang terpisah, padahal memiliki fungsi yang saling
berkaitan. Masing-masing memiliki jenis informasi kinerja yang berbeda-beda, namun saling
melengkapi untuk memberikan gambaran yang utuh tentang kinerja dan capaian
program.P&E keduanya dibutuhkan agar dapat mengatur implementasi kebijakan, program,
dan proyek dengan lebih baik. Pengimplementasian sistem P&E dapat menguatkan
manajemen sektor publik. Pengimplementasian sistem P&E membutuhkan komitmen dari
pemimpin dan stafnya.

You might also like