Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang
Jaundice dapat diartikan sebagai diskolorasi kuning pada kulit, membran mukosa,
dan sklera akibat peningkatan kadar bilirubin dalam darah. Pada orang dewasa,
akan tampak kuning bila kadar bilirubin serum >2 mg/dL, sedangkan pada
neonatus bila kadar bilirubin >5 mg/dL.
Jaundice merupakan kondisi yang paling sering yang ditemukan pada
neonatus. Diskolorasi kuning pada kulit dan sklera pada ikterus neonatorum
merupakan
hasil
dari
akumulasi
unconjugated
bilirubin.
Unconjugated
Tujuan dari penulisan referat ini adalah untuk mempelajari mengenai ikterus
neonatorum, baik dari definisi, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, gejala klinis,
anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang, terapi, komplikasi,
prognosis, serta pencegahannya.
BAB II
Bilirubin merupakan produk akhir katabolisme heme, yang sebanyak 75% berasal
dari hemoglobin dan 25% dari heme di hepar (enzim sitokrom, katalase, dan heme
bebas), mioglobin otot, serta eritropoesis yang tidak efektif di sumsum tulang.4
Tempat konversi dari heme ke dalam bentuk bilirubin adalah di dalam
retikulo-endotelial
sistem
(RES),
dan
bersama
dengan
bilirubin,
molekul
karbonmonoksida (CO) dan besi (Fe) dihasilka sebagai produk dari katabolisme.
Adanya CO pada ekspirasi dan pengukuran CO-hemoglobin dapat menunjukan
kuantitas dari pembentukan bilirubin di bayi yang baru lahir. Pembentukan ini
menunjukan rata-rata produksi bilirubin pada bayi matur sehat adalah 6-8
mg/kgBB/hari, dan pada orang dewasa sehat ialah sebesar 3-4 mg/kgBB/hari.4,5
tetrapirol linier. Besi mengalami beberapa kali reaksi reduksi dan oksidasi, reaksi ini
memerlukan oksigen dan NADPH. Pada akhir reaksi dibebaskan Fe3+ yang dapat
digunakan kembali, karbon monoksida yang berasal dati atom karbon jembatan
metena dan biliverdin. Biliverdin, suatu pigmen bewarna hijau dan larut air akan
direduksi oleh biliverdin reduktasi yang menggunakan NADPH sehingga rantai
metenil menjadi rantai metilen antara cincin pirol III IV dan membentuk pigmen
bewarna kuning yaitu bilirubin. Perubahan warna pada memar dari warna keunguan
akan secara perlahan berubah warna menjadi kekuningan merupakan petunjuk reaksi
degadrasi ini.6
perkilogram berat badannya, karena jumlah eritrosit mereka lebih banyak, dan umur
hidup eritrositnya lebih pendek.6
Bilirubin dari jaringan retikuloendotel adalah sukar larut dalam air, sehingga
memerlukan molekul karier, yaitu albumin, untuk transport bilirubin dari tempatnya
diproduksi dalan sistem retikuloendotelial ke dalam hati untuk dieksresi. Rata rata
konsentrasi albumin serum pada bayi baru lahir cukup bulan adah 3 sampai 3,5 g/dl,
albumin dapat mengikat bilirubin pada konsentrasi maksimum sekitar 25-30 mg/dl.
Bayi baru lahir mempunyai kapasitan ikatan plasma yang rendah terhadap bilirubin
karena konsentrasi albumin yang rendah dan kapasitas ikatan molar yang kurang.
Dalam 100 ml plasma hanya lebih kurang 25 mg bilirubin yang dapat diikat kuat pad
albumin, bilirubin yang melebihi jumlah ini hanya terikat longgar hingga mudah
lepas dan berdifusi ke jaringan. Bilirubin yang bebas dapat masuk ke dalam otak dan
merusak jaringan saraf.6
Bilirubin dalam serum terdapat 4 bentuk yang berbeda, yaitu :7
1. Bilirubin tak terkonjugasi yang terikat dengan albumin dan membentuk
sebagian besar bilirubin tak terkonjugasi dalam serum.
2. Bilirubin beba.s
3. Bilirubin terkonjugasi yaitu bilirubin yang siap diekskresikan melalui
ginjal / sistem bilier
4. Bilirubin terkonjugasi yang terikat dengan albumin serum (-bilirubin).
diglukoronida
transferase
dan
merubah
formasi
menjadi
bilirubin
10
Ikterus neonatorum adalah keadaan klinis pada bayi yang ditandai oleh
pewarnaan ikteus pada kulit dan sklera skibat akumulasi bilirubin tak
terkonjugasi yang berlebih. Ikterus terlihat secara klinis pada anak dan orang
dewasa bila konsentrasi serum bilirubin >2 mg/dl. Pada neonatus, ikterus baru
terlihat secara klinis bila kadar bilirubin serum 5-7 mg/dl.7,8
Kadar bilirubin serum total (BST) > 5 mg/dl (86 mol/L) disebut dengan
hiperbilirubinemia. Hiperbilirubinemia umumnya normal, hanya 10% yang
berpotensi menjadi patologis (ensefalopati bilirubin).9
4.2 Epidemiologi
Ikterus neonatorum merupakan hal yang paling sering terjadi karena hampir
semua bayi baru lahir mengasilkan bilirubin tak terkonjugasi serum lebih dari 1,8
mg/dl pada minggu pertama kehidupan.10
Insidensi terjadinya ikterus neonatorum adalah 25% 60% dari semua
neonatus cukup bulan dan 80% dari semua neonatus kurang bulan.11
Di Indonesia, didapatkan data ikterus neonatorum dari beberapa rumah sakit
pendidikan. Sebuah studi cross-sectional yang dilakukan di Rumah Sakit Umum
Pusat Rujukan Nasional Cipto Mangunkusomo selama tahun 2003, menemukan
prevalensi ikterus pada bayi baru lahir sebesar 58% untuk kadar di atas 5 mg/dL
dan 29,3% dengan kadar bilirubin di atas 12 mg/dL pada miggu pertama
kehidupan. Insidens ikterus neonatorum di RS Dr. Soetomo Surabaya sebesar
30% pada tahun 2000 dan 13% pada tahun 2002.1
4.3 Etiologi
Hiperbilirubinemia dapat disebabkan karena proses fisiologis ataupun patologis.
Risiko hiperbilirubinemia meningkat pada bayi yang mendapat ASI, bayi kurang
bulan, dan bayi mendekati cukup bulan. Bayi yang diberi ASI memiliki kadar
bilirubin serum yang lebih tinggi dibandingkan yangg mendapat susu formula,
11
yang mungkin disebabkan oleh karena frekuensi menyusui yang tidak adekuat,
kehilangan berat badan/dehidrasi.7
Secara umum, peningkatan kadar bilirubin umum terjadi pada setiap bayi baru
lahir terjadi karena : 12
-
Hemolisis yang disebabkan oleh jumlah sel darah merah lebih banyak
dan berumur lebih pendek.
Ibu diabetes
Asidosis
Hipoksia/asfiksia
12
b. Ikterus pascahepatik
Bendungan pada saluran emepedu akan mengakibatkan peninggian
bilirubin konjugasi yang larut dalam air. Akibatnya bilirubin akan
mengalami regurgitasi kembali ke dalam sel hati dan terus memasuki
peredaran darah, masuk ke ginjal dan diekskresikan oleh ginjal sehingga
ditemukan bilirubin dalam urin. Sebaliknya karena ada bendungan,
bilirubin ke dalam saluran cerna berkurang sehingga tinja akan bewarna
dempul karena tidak mengandung sterkobilin.7
c. Ikterus hepatoseluler
Terjadi kerusakan hepatosit yang menyebabkan konjugasi bilirubin
terganggu
sehingga
bilirubin
direk
akan
meningkat
dan
juga
dalam
uptake
bilirubin,
dan
obat-obatan
yang
Faktor Perinatal
Faktor Neonatus
13
Trauma lahir
(selfahematom)
nfeksi (bakteri, virus,
protozoa)
Komplikasi
laki laki
Prematuritas
BBLR
Obat (steptomisin,
kloramfenikol,
kehamilian (DM,
ketuban pecah dini,
inkompatibilitas
ABO dan Rh)
Pemberian ASI
sulfisoxazol)
Rendahnya asupan
ASI
Hipoalbuminemia
pada bayi kurang
bulan
Ikterus Fisiologis
14
b.
Ikterus Patologis7
Keadaan ini harus dicurigai jika kriteria ikterus fisiologis tidak terpenuhi.
Kriteria ikterus non fisiologis :
15
1.
1.
2.
Total bilirubin serum >15 mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi susu
formula
3.
Total bilirubin serum >17 mg/dl pada bayi cukup bulan dan diberi ASI
4.
Ikterus klinis >8 hari pada bayi cukup bulan dan >14 pada bayi kurang
bulan.
5.
c.
Ikterus pada bayi yang mendapat ASI (breastmilk jaundice dan breast feeding
jaundice)7,9
Pada sebagian bayi yang mendapat ASI eksklusif, dapat terjadi ikterus
yang berkepanjangan yang terjadi pada akhir minggu pertama kehidupan dan
puncaknya terjadi pada minggu ke-2 dan ke-3 kehidupan. Hal ini dapat terjadi
karena adanya faktor tertentu dalam ASI yang diduga meningkatkan absorpsi
bilirubin dalam usus halus. Mekanisme yang terjadi pada ikterus ini temasuk
intake ASI yang kurang sehingga mengakibatkan dehidrasi, penurunan
ekskresi bilirubin fekal akibat terlambatnya pembentukan flora usus pada bayi
yang mendapat ASI, terhambatnya uridine diphosphoglucoronic acid
glucoronl trasnferase (UDPGA) oleh hasil metabolisme progesteron yaitu
pregnane-3-alpha 20 beta-diol yang ada dalam ASI ibu, dan inherent
kandungan ASI seperti asam lemak bebas yang tidak di esterifikasi yang
secara kompetitif menginhibisi konjugasi dari bilirubin.9,13
16
Bila tidak ditemukan faktor resiko lain, ASI tidak perlu dihentikan dan
frekuensi ditambah. Bila keadaan umum bayi baik, aktif, minum kuat, tidak
ada tatalaksana khusus meskipun ada peningkatan kadar bilirubin.12
Breastfeeding jaundice
Breastmilk jaundice
Awitan (hari)
usia 2-5
5-10
Lama (hari)
10
>30
Volume ASI
kurang
sering
ASI
BAB
normal
Kadar bilirubin
Pengobatan
Berhubungan dengan
transfusi tukar
4.6
Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis pada pasien ikterus neonatorum dapat dilihat dari
perubahan warna kulit menjadi kuning yang dimulai dari wajah dan dahi secara
visual. Kemudian secara gradual akan menyebar ke badan dan ekstrimitas (sefalokaudal), dan jaundice akan hilang secara berkebalikan.10
17
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis ikterus neonatorum, perlu dilakukan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan dibantu dengan pemeriksaan penunjang.
Anamnesis 11,14
-
Riwayat postnatal. Perlu ditanyakan warna BAB, bagaimana asupan ASI nya.
18
Tanda hipotiroidisme dan warna dari ikterus (kuning oranye : indirek dan hijau
zaitun : direk) juga perlu diperhatikan.11
WHO dalam panduannya menerangkan cara menenjukkan cara menentukan
ikterus secara visual sebagai berikut : 12
-
19
Tekan kulit bayi dengan lembut dengan jari untuk mengetahui warna
di bawah kulit dan jaringan subkutan.
20
Hiperbilirubinemia Indirek
Golongan darah dan rhesus bayi dan ibu
Pemeriksaan Coombs
Hitung retikulosit
Hiperbilirubinemia Direk
Pemeriksaan fungsi
hati
Penapisan TORCH
USG abdomen
Biopsi hati
Sepsis berlanjut
21
22
23
profilaksis
adalah
dengan
pemberian
anti-D
globulin
hidrops
fetalis.
Hasil
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan
24
pemeriksaan
laboratorium
didapatkan
hiperbilirubinemia
tak
adanya
sepsis,
meningitis,
hemolisis,
hipoksia,
hipotermi,
25
Fase awal , bayi dengan ikterus berat akan tampak letargis, hipotonik,
dan refleks hisap buruk. High picth cry dan muntah dapat terjadi.
Biasanya gejala ini terdeteksi pada hari ke-4 kehidupan.
Fase intermediet, diatandai dengan moderate stupor, iritabilitas, dan
hipertoni (opistotonus dan retrocollis).
Selanjutnya bayi akan demam, high pitch cry, kemudian menjadi
hipotoni
Manifestasi klinis pada kernikterus akan berkembang menjadi bentuk
athetoid cerebral palsy yang berat, retardasi mental, gangguan pendengaran,
displasia dental enamel, diskolorasi gigi, paralisis upward gaze.7
Kernikterus dapat dicegah dengan mencegah tingginya kadar bilirubin
indirek dan dengan mencegah kondisi atau obat obatan yang dapat
menggantikan albumin berikatan bilirubin. Tanda dini kernikterus dapat
diterapi dengan transfusi tukar.15
4.10
Manajemen
Manajemen untuk ikterus neonatorum dapat dilakukan dengan cara strategi
pencegahan, penggunaan farmakologi, fototerapi, dan transfusi tukar.14
1. Strategi Pencegahan
American Academy of Pediatric pada tahun 2004 telah mengeluarkan
strategi praktis dalam pencegahan dan penanganan hiperbilirubinemia bayi
baru lahir.14
a.
Pencegahan primer14
Menganjurkan ibu untuk menyusui bayinya paling sedikit 8-12
kali pehari untuk beberapa hari pertama.
Tidak memberikan cairan tambahan rutin seperti dekstrose atau air
pada bayi yag mendapat ASI dan tidak mengalami dehidrasi.
b.
Pencegahan sekunder14
26
diakukan
pemeriksaan
antibodi
direk
dan
kultur
urin.
Pemeriksaan
tambahan
untuk
Bayi sakit dan ikterus pada atau umur lebih dari 3 minggu harus
dilakukan
pemeriksaan
bilirubin
total
dan
direk
untuk
27
a. Imunoglobulin intravena ;
Saat ini, obat yang merupakan standar dari pengobatan
hiperbilirubinemia adalah imunoglobulin intravena (IVIG). IVIG akan
menurunkan kebutuhan tranfusi tukar pada neonatus dengan penyakit
isoimmune hemolytic (76-78%) Dosisnya 500 mg/kg diberikan 2-3 jam,
dan bila perlu diulang dalam 12 jam. IVIG direkomendasikan pada
neonatus yang serum bilirubin totalnya tetap meningkat walaupun sudah
mendapat fototerapi intensif, dan digunakan pada bayi dengan Rh
28
29
30
31
32
Gambar ix. Panduan Fototerapi pada bayi usia kehamilan >35 minggu
Dalam perawatan bayi dengan fototerapi, yang perlu diperhatikan
adalah : 11
a. Yang terbaik adalah lampu biru dengan panjang gelombang 425
-475 nm.
b. Bayi tidak perlu diberi pakaian kecuali popok dan penutup mata.
Penutup mata harus pas tapi tidak boleh terlalu kencang atau
menutupi cuping hidung.
c. Lampu harus berada 5-8 cm di atas inkubator dan 50 cm diatas
bayi.
d. Pertahankan lingkungan suhu netral, pantau suhu dan ukur setiap
hari.
33
34
maka terapi sinar dapat dihentikan bila bilirubin serum total turun sampai
dibawah 13-14 mg/dl. Unutuk bayi dengan penyakit hemolitik atau dengan
keadaan lain yang diterapi sinar di usia dini dan dipulangkan sebelum bayi
berusia 3-4 hari, direkomendasikan untuk pemeriksaan ulang bilirubin 24
jam setelah bayi dipulangkan.9
Pada bayi dengan breastmilk jaundice dapat ditatalaksana dengan :9
Pemantauan jumlah ASI yang diberikan apakah sudah mencukupi atau
belum
Pemberian ASI sejak lahir dan secara teratur minimal 8 kali sehari
Pemberian air putih, air gula dan formula pengganti tidak diperlukan
Pemantauan kenaikan berat badan serta frekuensi BAB dan BAK
Jika kadar bilirubin mencapai 15 mg/dL, perlu dilakukan penambahan
volume cairan dan stimulasi produksi ASI
dengan melakukan
peremasan payudara.
Jika kadar bilirubin mencapai 20 mg/dL, perlu dilakukan terapi sinar
jika terapi lain tidak berhasil
Pemeriksaan komponen ASI dilakukan jika hiperbilirubinemia
menetap lebih dari 6 hari, kadar bilirubin meningkat melebihi 20
mg/dL, atau terjadi riwayat breastmilk jaundice pada anak yang
sebelumnya.
4. Transfusi Tukar
Transfusi tukar adalah suatu tindakan pengambilan sejumlah kecil
darah yang dilanjutkan dengan pengembalian darah dari donor dalam
jumah yang sama yang dilakukan berulang-ulang sampai sebagian besar
darah penderita tertukar (Friel,1982). Prosdur ini untuk menceegah
terjadiny kernikterus, perubahan neurologi (spastic athetosis) akibabat
deposit bilirubin indirek di dalam basal gangliat dan nukeli batang otak.
Pada bayi dengan isoimunisasi, transfusi tukar memiliki manfaat
tambahan, karena membantu mengeluarkan antibodi maternal dari
35
36
Pertimbangkan
terapi sinar
Terapi
sinar
Transfusi
tukar
Transfusi
tukar dan
terapi sinar
25- 48
>12 mg/dl
>15 mg/dl
>20mg/dl
>25mg/dl
49 72
>15 mg/dl
>18 mg/dl
>25mg/dl
>30 mg/dl
>72
> 17 mg/dl
>20 mg/dl
>25 mg/dl
>30 mg/dl
Berat
Terapi sinar
Transfusi
Tukar
Terapi sinar
Transfusi
tukar
Hingga 1000
gram
5-7
10
4-6
8-10
1001-1500
gram
7-10
10-15
6-8
10-12
1500 2000
gram
10
17
8-10
15
>2000 gram
10-12
18
10
17
Tabel iv. Tatalaksana hiperbilirubinemia pada neonatus kurang bulan sehat dan sakit16
Golongan darah untuk transfusi tukar11
37
3.
adalah
penting
untuk
persiapan
kelahiran
bayi
yang
4.
Bila
darah
disiapkan
setelah
kelahiran,
dilakukan
juga
5.
memastikan bahwa tidak ada antibodi anti A dan anti B yang muncul.
Pada penyakit hemolitik isoimun yang lain, darah donor tidak boleh
6.
7.
38
d.
e.
55%.
Pastikan bayi tetap hangat, tersedia cukup oksigen, penghisap lendir,
alat resusitasi, dan peralatan tertentu. Koreksi gangguan asam basa,
f.
g.
h.
vena umbilikal
Jika menggunakan metode continous, dapat digunakan kateter arteri da
i.
39
badan bayi, jangan melebiki 10% dari perkiraan volume darah bayi.
Darah dibuang melalui pipa pembuangan dengan mengatur klep pada
three way stepcock. Jika ada pemeriksaan yang belum lengkap dapat
mL/kgBB/menit.
Setalah darah masuk ke tubuh ditunggu selama 20 detik, agar beredar
dalam sirkulasi.
Hisap dan masukkan darah berulang kali dengan cara yang sama
neonatal monitoring
Setelah transfusi tukar selesai, darah bayi diambil untuk pemeriksaan
pasca transfusi tukar.
40
Prognosis
Dengan menggunakan kriteria patologis, sepertiga bayi (semua umur
kehamilan) yang penyakit hemolitiknya tidak diobati dan kadang
bilirubinnya lebih dari 20 mg/dl, akan mengalami kernikterus. Kernikterus
didapatkan pada 8% bayi dengan hemolisis Rh yang memiliki konsentrasi
bilirubin serum 19-24 mg/dl., 33 pada bayi dengan konsentrai biliruin 25-29
mg/dl, dan 73% pada bayi dengan konsentrasi bilirubin 30-40 mg/dl.17
Tanda-tanda neurologis yang jelas mempunyai prognosis jelek, ada
75% atau lebih bayi-bayi yang dengan demikian meninggal, dan 8% yang
bertahan hidup menderita koreoatetosis bilateran dengan spasme otot
involunter. Bayi yang berisiko harus menjalani skrining pendengaran.17
41
BAB V
KESIMPULAN
Ikterus adalah gambaran klinis berupa pewarnaan kuning pada kulit dan
mukosan karena adanya deposisi produk akhir katabilisme heme yaitu bilirubin. Pada
kebanyakan kasus ikterus neonatoum, kadar bilirubin tidak berbahaya dan tidak
memerlukan pengobatan. Sebagian besar tidak memiliki penyebab dasar atau yang
disebut ikterus fisiologi yang akan menghilang pada akhir minggu pertama kehidupan
pada bayi cukup bulan. Sebagian kecil memiliki penyebab seperti hemolisi, yang
disebut juga ikterus patologis.
Tujuan
utama
dalam
penatalaksanaan
ikterun
neonatorum
adalah
mengendalikan agar kadar bilirubin serum tidak mencapai nilai yang dapat
menimbulkan kernikterus atau ensefalopati bilirubin, sertta megobati penyebab
langsung ikterus. Dianjurkan agar dilakukan fototerapi, dan jika tidak berhasil
transfusi tukar dapat dilakukan untuk mempertahan kadar maksimum blilirubin total
dalam serum dibawah kadar maksimum pada bayi preterm dn bayi cukup bulan yang
sehat.
42
DAFTAR PUSTAKA
1. Moore Keith, Dalley Arthur, Agur Anne. Clinically Oriented Anatomy.6th ed.
Lippincott Williams & Wilkins : Philadelpia.2010.hal 263-65
2. Sherwoon Lauralee. Sistem Pencernaan. Dalam Fisiologi Manusia dari Sel ke
Sistem. Ed 2. EGC : Jakarta. 1996. Hal 565-8
3. Brunicardi FC, Andersen DK, Biliar TR et al. Schwartz Principles of Surgery 9 th
edition. New york : McGraw-Hill.2010. hal 135-1150.
4. Martiz Iesje. Iketerus. Dalam : Buku Ajar Gastroenterolgi Hepatologi. Juffrie M,
Supar Yati S S, Oswart H, Arief S, Rosalina I, Sri M N, editor. Edisi 1. Jakarta:
IDAI. 2010. Hal 263-84
6. Murray KR, Granner DK, Rodwell VW. Harpers Illustrated Biochemestry 27th
edition. New york : McGraw-Hill. 2006 :126-35
7. Kosim MS, Yunanto A, Dewi R, Sarosa GI, Usman A. Buku Ajar Neonatologi edisi
pertama. Jakarta: IDAI, 2012. hal.147-69
8. Camilia R.M, Cloherty J.P. Neoanatal Hyperbilirubinemia. Dalam : Cloherty J.P et al.
Manual of Neonatal Care. 7th ed. Lippincott Williams & Wilkins. 2010. Hal 185-221.
Pada
Laman
http://books.google.co.id/books?
id=gvGMSd8agLkC&printsec=frontcover&hl=id#v=onepage&q&f=false
. Diakses pada 14 Mei 2013
43
9. Rohsiswatmo Rinawati. Indikasi Terapi Sinar pada Bayi Menyusui yang Kuning.
Dalam : Indonesia Menyusui. Suradi R, Hegar B, Sacharin MAN, Ananta Y,
Nyoman Pratiwi IGA, ed. Jakarta : Balai Penerbit IDAi. 2010. hal 67-75
10.
Hansen
Thor.
Nonatal
Jaundice.
2012.
Pada
laman
http://emedicine.medscape.com/article/974786-overview#showall.
44
18.
Hal
401-7.
Dapat
diakses
di
http://medind.nic.in/ibv/t10/i5/ibvt10i5p401.pdf
45