You are on page 1of 19

TUGAS THT-KL

HIDUNG TERSUMBAT: PATOFISIOLOGI, DIAGNOSIS, DIAGNOSIS


BANDING, DAN PENATALAKSANAAN

Oleh :
ALFIAN NOOR H K
G 99141171
Pembimbing :
dr. Anthonius Cristanto, M. Kes, Sp.THT-KL

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN TELINGA HIDUNG


TENGGOROKAN KEPALA LEHER (THT-KL)
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS / RSUD DR. MOEWARDI
RSUD PANDAN ARANG BOYOLALI
2015

A. Kumpulan Keluhan Utama di Bidang THT-KL


1. Keluhan utama pada telinga berupa :
a. Gangguan pendengaran/pekak (tuli)
b. Suara berdenging/berdengung (tinitus)
c. Rasa pusing yang berputar (vertigo)
d. Rasa nyeri dalam telinga (otalgia)
e. Keluar cairan dari telinga (otore)
f. Telinga terasa penuh
g. Benda asing dalam telinga (corpal)
h. Telinga gatal (itching)
i. Sakit kepala (cephalgia)
j. Sakit kepala sebelah (migraine)
2. Keluhan utama pada hidung berupa :
a. Hidung tersumbat (obsruksi nasal)
b. Pilek/keluar cairan dari hidung (rhinorrea)
c. Bersin (sneezing)
d. Rasa nyeri di daerah muka dan kepala
e. Perdarahan dari hidung/mimisan (epistaksis)
f. Gangguan penghidu (anosmia/hiposmia)
g. Benda asing di dalam hidung (corpal)
h. Suara sengau (nasolalia)
i. Hidung berbau (foetor ex nasal)
3. Keluhan utama kelainan di tenggorokan berupa :
a. Nyeri tenggorokan
b. Nyeri menelan (odinofagia)
c. Sulit menelan (disfagia)
d. Dahak di tenggorok
e. Rasa sumbatan di leher
f. Suara serak (hoarseness)
g. Benda asing di dalam tenggorokan (corpal)
h. Amandel (tonsil)
i. Bau mulut (halitosis)
j. Tenggorok kering
k. Batuk
4. Keluhan lain di kepala leher berupa :
a. Sesak napas
b. Benjolan di leher
B. Anatomi, Fisiologi dan Histologi Hidung
1. Anatomi Hidung
Hidung luar berbentuk piramid dengan bagian-bagiannya dari atas ke
bawah, sebagai berikut :

a.
b.
c.
d.
e.
f.

Pangkal hidung (bridge)


Batang hidung (dorsum nasi)
Puncak hidung (hip)
Ala nasi
Kolumela
Lubang hidung (nares anterior)

Bentuk segi tiga :


Atas

--- sempit

Bawah --- lebar

Lubang depan disebut:


Nares anterior.A

Lubang belakang disebut:


Nares posterior

Vestibulum nasi dilapisi kulit dengan vibrissae.

Hidung luar di bentuk oleh :


a. Tulang : os nasal, proc frontalis os maksila, proc nasalis os frontal
b. Tulang rawan : kartilago nasalis lateralis superior, kartilago nasalis
lateralis inferior, kartilago ala minor, tepi anterior kartilago septum
c. Otot

M. NASALIS : Terletak di atas ala nasi dan berjalan dari medial ke


lateral. Paling berkembang.
Fungsi => Mempunyai efek kompresi hidung, memanjangkan hidung
dan kontraksi nostril (antagonis m. procerus).
M. DILATOR NARES : terletak pada ala nasi bagian lateral.
Fungsi => melebarkan ala nasi.
M. DEPRESOR SEPTI NASI: terletak di atas bibir atas dekat septum
nasi.
Fungsi => menurunkan tip hidung dan membuka nostril pada saat
inspirasi maksimal.
M. PROCERUS: terletak pada akar hidung.
Fungsi => Menggerakkan kulit di atas glabella. Bila kontraksi dapat
menger-nyitkan dahi, mempunyai efek memendekkan hidung.
d. Jaringan ikat
2. Anatomi Rongga Hidung (kavum nasi)

Mempunyai 4 dinding, yaitu :


a. Dinding medial : septum hidung
1) Tulang : lamina perpendikularis os etmoid, vomer, krista maksilaris os
maksila, krista nasalis os palatina
2) Tulang rawan :kartilago septum (lamina quadriangularis), kolumella
b. Dinding lateral
1) Sel ager nasi
2) Konka:
a) Konka inferior :
Konka yang paling besar. Di bawahnya terdapat meatus inferior,
tempat bermuara duktus nasolakrimalis.
b) Konka media :
Dibawahnya terdapat meatus medius. Tempat bermuara sinus
frontalis, sinus
sfenoid.
c) Konka superior :

maksilaris, sinus etmoid anterior dan

sinus

di bawahnya terdapat meatus superior, tempat muara sinus etmoid


posterior.
d) Konka suprema :
terletak paling atas, paling kecil dan sering tidak ada (rudimenter).
3) Meatus : inferior (terdapat muara duktus naso lakrimal), medius
( terdapat muara sinus frontal,maksila, etmoid anterior), superior
(terdapat muara sinus etmoid posterior, sinus sfenoid)
c. Dinding inferior
Dasar rongga hidung, dibentuk oleh os maksila dan os palatum
d. Dinding superior atau atap hidung
Dibentuk oleh os kribriformis (memisahkan rongga tengkorak rongga
hidung)

3. Perdarahan Hidung

a. Arteri
Bgn atas : a. etmoid anterior dan a. etmoid posterior ( cabang dari a.
oftalmika dari a. carotis interna )

Bgn bawah : a. palatina mayor, a. sfenopalatina memasuki hidung dari


belakang ujung konka media
Bgn depan : cabang dari a. fasialis
Bgn depan septum : anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina,
a. etmoid anterior, a. labialis superior, a. palatina mayor Pleksus
kiesselbach (littles area) letaknya superfisial dan mudah cedera oleh
trauma sering jadi sumber epistaksis bagi anak-anak
b. Vena
Berjalan berdampingan dgn arteri nama yg sama
Bgn luar hidung danvestibulum bermuara ke v. oftalmika sinus
kavernosus
Vena di hidung tidak mempunyai katup memudahkan penyebaran
infeksi ke intracranial
4. Persarafan Hidung

Bgn depan dan atas rongga hidung : persarafan sensoris n. etmoidalis


anterior (cabang dari n. oftalmikus)
Rongga hidung lainnya : n. maksila (ganglion sfenopalatinum)

N. olfaktorius reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius


5. Sinus Paranasal

a. sinus frontalis
terletak dalam tlg. frontal
asimetrik, punya septa
dipisahkan tlg yang tipis dgn. atap orbita dan kav.kranialis
a. supra orbitalis (cab.a.oftalmika) lewat celah pd. atap supraorbitalis.
b. sinus sfenoidalis

a. dalam os sfenoid
b. asimetrik
c. dipisah oleh septum intersfenoidaslis
d. dapat meluas ke sayap besar os sfenoid, prosesus pterigoideus, bgn.
basiler os oksipital
e. batas :
atas

: fosa kranii media + s. tursica

bawah

: atap nasofaring (tebal)

lateral

: sinus kavernosus + a. karotis interna.

belakang : fosa kranii post (pons serebri)


c. sinus maksilaris
terbesar, dalam os maksila
batas:
depan

: tulang pipi (facial maxilla)

belakang : pmk. infra temporalis

medial

: dinding lateral kavum nasi

atap

: orbita

dasar

: prosesus alveolaris os maksila

apeks sinus maksilaris meluas / masuk ke dalam os zigomatikus.


bila dilihat dari rongga mulut, letak sinus sesuai dgn. gigi molar 1,2,3
akar gigi dapat sangat dekat dengan rongga sinus.
dasar sinus maksilaris lebih rendah dari dasar kavum nasi.

d. sinus etmoidalis
terdiri dari 3 - 18 sel
tergantung muara saluran :
1. sel etmoidalis anterior
2. sel etmoidalis posterior
batas :
lateral

: lamina papyracea dan tulang lakrimal

medial

: konka media + konka superior

atas

: dinding atas tlg. etmoid dan tlg. frontal

depan

: prosesus frontalis os maksila dan os nasal

belakang : sinus sfenoidalis

6. Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan (respiratori) dan mukosa
penghidu (olfaktori).Mukosa pernafasan biasanya berwarna merah muda,
sedangkan pada daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia
dan diantaranya terdapat sel sel goblet.Pada bagian yang lebih terkena
aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia
menjadi sel epital skuamosa.Dalam keadaan normal mukosa berwarna
merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous
blanket) pada permukaannya.Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar
mukosa dan sel goblet.
Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran
udara lambat atau lemah.Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet,
yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.
Silia memiliki struktur mirip rambut, panjangnya sekitar mikron,
terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah
aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara
lambat.Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi
akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai
daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan
benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi
silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan
hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh
pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior
dan sepertiga bagian atas septum.Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu

dan

tidak

bersilia

(pseudostratified

columnar

non

ciliated

epithelium).Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel

basal dan sel reseptor penghidu.Epitel organ pernafasan yang biasa berupa
toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung,
bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu,
dan derajat kelembaban udara.Mukoa pada ujung anterior konka dan septum
sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa
silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus
inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler.Sel-sel
meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki
silia yang panjang dan tersusun rapi.
Secara ringkas, histologi hidung adalah sebagai berikut:
a. Mukosa pernafasan (respiratori) epitel torak berlapis semu + silia +
sel goblet (pseudo stratified columnar epitelium) fungsi mendorong
lendir ke arah nasofaring untuk membersihkan diri dan mengeluarkan
benda asing yg masuk ke hidung
b. Mukosa penghidu : (atap rongga hidung, konka superior, sepertiga atas
septum) epitel torak berlapis semu tidak bersilia ( pseudostratified
columnar non ciliated epitelium)
7. Fisiologi Hidung
Jalan nafas ( aliran udara membentuk arkus/lengkungan):
a. Inspirasi : udara masuk dari nares anterior naik setinggi konka media
turun ke nasofaring
b. Ekspirasi : udara dari koana naik setinggi konka media di depan
memecah sebagian ke nares anterior dan sebagian kembali ke belakang
membentuk pusaran dan bergabung dgn aliran dari nasofaring
c. Pengaturan udara (air conditioning) mengatur kelembapan (oleh
mukous blanket) dan suhu ( oleh banyaknya pembuluh darah dibawah
epitel , permukaan konka dan septum yg luas)

d. Penyaring dan pelindung, dari debu dan bakteri ( oleh : rambut /


vibrissae, silia, mucous blanket, lisozym), dibantu oleh adanya refleks
bersin untuk mengeluarkan partikel yg besar
e. Penghidu : partikel bau mencapai mukosa olfaktorius dgn cara berdifusi
dgn palut lendir atau bila menarik nafas kuat
f. Resonansi suara : Sumbatan hidung rinolalia (suara sengau)
g. Membantu proses bicara. konsonan nasal (m, n, ng) rongga mulut
tertutup dan hidung terbuka, palatum mole turun untuk aliran udara
h. Refleks nasal : Pada mukosa hidung ada reseptor refleks yg berhubungan
dengan sal cerna, kardiovaskuler, pernafasan : mis : iritasi mukosa
hidung bersin dan nafas berhenti, bau tertentu sekresi kel liur,
lambung dan pancreas
C. Mekanisme Patofisiologi Hidung Tersumbat
Hidung merupakan salah satu bagian dari sistem. Hidung yang merupakan
bagian konduksi dari sistem respirasi, berfungsi sebagai pintu masuk udara dari
lingkungan menuju alveolus. Apabila dalam suatu kasus, saluran hidung
seseorang mengecil atau tertutup oleh cairan, massa, ataupun segala bentuk
yang dapat menjadi penghalang udara masuk, maka orang tersebut akan
merasakan keluhan hidung tersumbat (hidung buntu). Pada kasus tersebut
pasien, akan cenderung menggunakan rongga mulut sebagai pintu masuk udara
menggantikan peran rongga hidung sebagai konduktor system respirasi.
Adapun beberapa penyakit atau kelainan yang dapat menyebabkan keluhan
hidung tersumbat, diantaranya adalah polip hidung, kelainan septum, rhinitis
alergi, dan rhinitis vasomotor.
D. Anamnesis, Pemeriksaan Fisik dan Pemeriksaan Penunjang Hidung
Tersumbat
Untuk mendiagnosis pasien dengan keluhan hidung tersumbat, diperlukan
anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang yang baik.
1. Anamnesis

Anamnesis adalah hal yang sangat membantu dalam penegakan diagnosis


pasien dengan keluhan hidung tersumbat. Dalam anamnesis banyak sekali
hal yang perlu ditanyakan, diantaranya:
- Sejak kapan
- Makin lama makin tersumbat/ tidak
- Disertai keluhan-keluhan lain/ tidak
(gatal-gatal, bersin-bersin, rinorhea, mimisan, berbau)
- Obstruksi hilang timbul/ tidak
- .Hidung tersumbat menetap, makin lama makin berat/ tidak
- Keluhan hidung tersumbat pada segala posisi tidur/ tidak
- Riwayat alergi
2. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik pada pasien dengan hidung tersumbat meliputi:
a. Pemeriksaan Rinoskopi Anterior
1) Lakukan tamponade kurang lebih selam 5 menit dengan kapas yang
dengan lidokain 2% dan efedrin.
2) Angkat tampon hidung
3) Inspeksi, mulai dari:
a) cuping hidung (vestibulum nasi)
b) bangun di rongga hidung
c) meatus nasal
d) konka nasal
e) septum nasi
f)

keadaan rongga hidung : normal/ tidak; sempit/ lebar; ada


pertumbuhan abnormal: polip, tumor, benda asing

g) adakah discharge dalam rongga hidung


b. Pemeriksaan Rinoskopi Posterior
1) Penyemprotan pada ronggga mulut dengan lidokain spray 2%, dan
tunggu beberapa menit
2) Masukkan kaca laring pada daerah ishmus faucium arah ke kranial

3) Evaluasi bayangan-bayangan di rongga hidung posterior (nasofaring)


4) Lihat bayangan di nasofaring :
a) Fossa rossenmuler
b) Torus tubarius
c) Muara tuba auditiva eustachii
d) Adenoid
e) Konka superior
f)

Septum nasi posterior

g) choana
c. Pemeriksaan Transiluminasi / Diapanaskopi Sinus
Jika didapatkan nyeri tekan sinus atau gejala-gejala lain yang
menunjukkan sinusitis, pemeriksaan transiluminasi / diapanaskopi sinus
kadang dapat membantu diagnosis meskipun kurang sensitive dan
spesifik.

3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diajukan harus sesuai dengan arahan penyakit
pasien yang didapatkan pada saat anamnesis dan pemeriksaan. Pemeriksaan
penunjang ini dilakuka untuk mengkonfirmasi dan menegakkan diagnosis
penyakit.
Untuk mengkonfismasi masa abnormal di hidung dilakukan pemeriksaan
nasoendoskopi. Apabila masa tersebut dicurigai sebagai sel kanker, maka
dapat dilakukan pemeriksaan biopsi.
Pada kasus sinusitis, dapa dilakukan pemeriksaan radiologi untuk
mengetahui keparahan sinusitis dan letak sinus yang terinfeksi.
Sedangkan untuk menegakkan rhinitis alergi, dapat dilakukan pemeriksaan
alergi.
E. Diagnosis Banding Penyakit dengan Keluhan Utama Hidung Tersumbat

Kuantitas

Rinitis Alergi

KNF

Polip

Sinusitis

intermiten

Persisten, sangat

Persisten, porgresif

Intermiten /

keluhan
Rongga

progresif
Lender jernih

Massa di nasofaring

hidung

Nyeri

persisten
Massa dengan warna

Lendir berba

cenderung putih

+/-

+/-

wajah, dan
nyeri sinus
Riwayat
Alergi
Riwayat
Atopi

F. Obat-obat Penyakit dengan Keluhan Utama Tinitus


Berikut ini adalah obat-obatan yang dapat dipakai untuk meringankan atau
menghilangkan tinitus berdasarkan Formularium Nasional:
1. Analgesik Non Narkotika
a. Asam mefenamat
Asam mefenamat merupakan salah satu jenis obat anti inflamasi nonsteroid. Obat ini berfungsi meredakan rasa sakit tingkat ringan hingga
menengah, serta mengurangi inflamasi atau peradangan. Asam
mefenamat

berfungsi

menghambat

enzim

yang

memroduksi

prostaglandin. Prostaglandin adalah senyawa yang dilepas tubuh dan


menyebabkan rasa sakit serta inflamasi. Dengan menghalangi produksi
prostaglandin, asam mefenamat akan mengurangi rasa sakit dan
inflamasi.
Dosis: tab 250 mg x 3 / hari; tab 500mg x3 / hari
b. Ibuprofen
Ibuprofen adalah sejenis obat yang tergolong dalam kelompok
antiperadangan non-steroid (nonsteroidal anti-inflammatory drug) dan
digunakan untuk mengurangi rasa sakit. Ibuprofen juga tergolong dalam
kelompok analgesik dan antipiretik. Obat ini dijual dengan merk dagang
Advil, Motrin, Nuprin, dan Brufen.Aktivitas analgesik (penahan rasa
sakit)

Ibuprofen

bekerja

dengan

cara

menghentikan

Enzim

Sikloosigenase yang berimbas pada terhambatnya pula sintesis


Prostaglandin yaitu suatu zat yang bekerja pada ujung-ujung syaraf yang
sakit.
Dosis: tab 200 mg x 3 / hari; 400 mg x 3 / hari
c. Natrium Diklofenak
Diklofenak adalah golongan obat non steroid dengan aktivitas anti
inflamasi, analgesik dan antipiretik. Aktivitas diklofenak dengan jalan
menghambat

enzim

siklo-oksigenase

sehingga

prostaglandin terhambat.
Dosis: tab 25 mg x 3 / hari; tab 50 mg x 3 / hari
d. Parasetamol

pembentukan

Parasetamol atau asetaminofen adalah obat analgesik dan antipiretik


yang populer dan digunakan untuk melegakan sakit kepala, sengalsengal dan sakit ringan, serta demam. Digunakan dalam sebagian besar
resep obat analgesik selesma dan flu. Ia aman dalam dosis standar, tetapi
karena mudah didapati, overdosis obat baik sengaja atau tidak sengaja
sering terjadi. Berbeda dengan obat analgesik yang lain seperti aspirin
dan ibuprofen, parasetamol tak memiliki sifat antiradang. Jadi
parasetamol tidak tergolong dalam obat jenis NSAID. Dalam dosis
normal, parasetamol tidak menyakiti permukaan dalam perut atau
mengganggu gumpalan darah, ginjal, atau duktus arteriosus pada janin.
Dosis: 500 mg x 3 / hari
2. Antialergi
a. Setirizin
Setirizin merupakan antihistamin potensial yang memiliki efek sedasi
(kantuk) ringan dengan sifat tambahan anti alergi. Antihistamin masih
menjadi pilihan pertama pengobatan alergi khususnya alergi rinitis.
Dosis: tab 10 mg x 3 / hari
b. Loratadin
Dosis: tab 10 mg x 3 / hari
3. Kortikosteroid
a. Deksametason
Dexamethasone adalah obat anti inflamasi dan anti alergi yang sangat
kuat.
Dosis : tab 0,5 mg x 3 / hari
b. Hidrokortison
Hidrokortison asetat adalah suatu senyawa antiradang dari golongan
kortikosteroid.
Dosis : tab 10 mg x 3 / hari
4. Dekongestan
- Efedrin
Efedrin adalah amina simpatomimetik yang beraksi sebagai agonis
reseptor adrenergik. Aksi utamanya adalah pada beta-adrenergik reseptor,
yang merupakan bagian dari sistem saraf simpatik. Efedrin memiliki dua
mekanisme aksi utama. Pertama, efedrin mengaktifkan -reseptor dan reseptor pasca-sinaptik terhadap noradrenalin secara tidak selektif. Kedua,
efedrin juga dapat meningkatkan pelepasan dopamin dan serotonin dari
ujung saraf.

Dosis: 50 mg/ml

DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of
otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC, hal; 174, 240-247, 1997.

Bagian Ilmu Kesehatan THT-KL Fakultas Kedokteran UNS/ RSUD Dr Moewardi.


2011. Buku Keterampilan Klinis. Surakarta
Jones R, 2004, Ear, Nose and Throat Problem. In: Oxford Textbook of Primary
Medical Care. Clinical Management, Publish In United States. Vol. 2. p:
724-8
Soepardi EA, Iskandar I, Bashiruddin J, Restuti RD. 2008. Buku Ilmu Kesehatan
Telinga Hidung Tenggorok Kepala & Leher. Edisi Keenam. Jakarta: Balai
Penerbit FK UI.

You might also like