Professional Documents
Culture Documents
Oleh :
ALFIAN NOOR H K
G 99141171
Pembimbing :
dr. Anthonius Cristanto, M. Kes, Sp.THT-KL
a.
b.
c.
d.
e.
f.
--- sempit
sinus
3. Perdarahan Hidung
a. Arteri
Bgn atas : a. etmoid anterior dan a. etmoid posterior ( cabang dari a.
oftalmika dari a. carotis interna )
a. sinus frontalis
terletak dalam tlg. frontal
asimetrik, punya septa
dipisahkan tlg yang tipis dgn. atap orbita dan kav.kranialis
a. supra orbitalis (cab.a.oftalmika) lewat celah pd. atap supraorbitalis.
b. sinus sfenoidalis
a. dalam os sfenoid
b. asimetrik
c. dipisah oleh septum intersfenoidaslis
d. dapat meluas ke sayap besar os sfenoid, prosesus pterigoideus, bgn.
basiler os oksipital
e. batas :
atas
bawah
lateral
medial
atap
: orbita
dasar
d. sinus etmoidalis
terdiri dari 3 - 18 sel
tergantung muara saluran :
1. sel etmoidalis anterior
2. sel etmoidalis posterior
batas :
lateral
medial
atas
depan
6. Mukosa Hidung
Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan
fungsional dibagi atas mukosa pernafasan (respiratori) dan mukosa
penghidu (olfaktori).Mukosa pernafasan biasanya berwarna merah muda,
sedangkan pada daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.
Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar rongga hidung dan
permukaannya dilapisi oleh epitel torak berlapis semu yang mempunyai silia
dan diantaranya terdapat sel sel goblet.Pada bagian yang lebih terkena
aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang kadang terjadi metaplasia
menjadi sel epital skuamosa.Dalam keadaan normal mukosa berwarna
merah muda dan selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous
blanket) pada permukaannya.Palut lendir ini dihasilkan oleh kelenjar
mukosa dan sel goblet.
Lamina propria dan kelenjar mukosa tipis pada daerah dimana aliran
udara lambat atau lemah.Jumlah kelenjar penghasil secret dan sel goblet,
yaitu sumber dari mucus, sebanding dengan ketebalan lamina propria.
Silia memiliki struktur mirip rambut, panjangnya sekitar mikron,
terletak pada permukaan epitel dan bergerak serempak secara cepat ke arah
aliran lapisan, kemudian membengkok dan kembali tegak secara
lambat.Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang
penting. Dengan gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi
akan didorong ke arah nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai
daya untuk membersihkan dirinya sendiri dan juga untuk mengeluarkan
benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan pada fungsi
silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan
hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh
pengeringan udara yang berlebihan, radang, sekret kental dan obat obatan.
Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior
dan sepertiga bagian atas septum.Mukosa dilapisi oleh epitel torak berlapis
semu
dan
tidak
bersilia
(pseudostratified
columnar
non
ciliated
epithelium).Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel
basal dan sel reseptor penghidu.Epitel organ pernafasan yang biasa berupa
toraks bersilia, bertingkat palsu, berbeda-beda pada berbagai bagian hidung,
bergantung pada tekanan dan kecepatan aliran udara, demikian pula suhu,
dan derajat kelembaban udara.Mukoa pada ujung anterior konka dan septum
sedikit melampaui internum masih dilapisi oleh epitel berlapis torak tanpa
silia, lanjutan dari epitel kulit vestibulum. Sepanjang jalur utama arus
inspirasi epitel menjadi toraks bersilia pendek dan agak ireguler.Sel-sel
meatus media dan inferior yang terutama menangani arus ekspirasi memiliki
silia yang panjang dan tersusun rapi.
Secara ringkas, histologi hidung adalah sebagai berikut:
a. Mukosa pernafasan (respiratori) epitel torak berlapis semu + silia +
sel goblet (pseudo stratified columnar epitelium) fungsi mendorong
lendir ke arah nasofaring untuk membersihkan diri dan mengeluarkan
benda asing yg masuk ke hidung
b. Mukosa penghidu : (atap rongga hidung, konka superior, sepertiga atas
septum) epitel torak berlapis semu tidak bersilia ( pseudostratified
columnar non ciliated epitelium)
7. Fisiologi Hidung
Jalan nafas ( aliran udara membentuk arkus/lengkungan):
a. Inspirasi : udara masuk dari nares anterior naik setinggi konka media
turun ke nasofaring
b. Ekspirasi : udara dari koana naik setinggi konka media di depan
memecah sebagian ke nares anterior dan sebagian kembali ke belakang
membentuk pusaran dan bergabung dgn aliran dari nasofaring
c. Pengaturan udara (air conditioning) mengatur kelembapan (oleh
mukous blanket) dan suhu ( oleh banyaknya pembuluh darah dibawah
epitel , permukaan konka dan septum yg luas)
g) choana
c. Pemeriksaan Transiluminasi / Diapanaskopi Sinus
Jika didapatkan nyeri tekan sinus atau gejala-gejala lain yang
menunjukkan sinusitis, pemeriksaan transiluminasi / diapanaskopi sinus
kadang dapat membantu diagnosis meskipun kurang sensitive dan
spesifik.
3. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang diajukan harus sesuai dengan arahan penyakit
pasien yang didapatkan pada saat anamnesis dan pemeriksaan. Pemeriksaan
penunjang ini dilakuka untuk mengkonfirmasi dan menegakkan diagnosis
penyakit.
Untuk mengkonfismasi masa abnormal di hidung dilakukan pemeriksaan
nasoendoskopi. Apabila masa tersebut dicurigai sebagai sel kanker, maka
dapat dilakukan pemeriksaan biopsi.
Pada kasus sinusitis, dapa dilakukan pemeriksaan radiologi untuk
mengetahui keparahan sinusitis dan letak sinus yang terinfeksi.
Sedangkan untuk menegakkan rhinitis alergi, dapat dilakukan pemeriksaan
alergi.
E. Diagnosis Banding Penyakit dengan Keluhan Utama Hidung Tersumbat
Kuantitas
Rinitis Alergi
KNF
Polip
Sinusitis
intermiten
Persisten, sangat
Persisten, porgresif
Intermiten /
keluhan
Rongga
progresif
Lender jernih
Massa di nasofaring
hidung
Nyeri
persisten
Massa dengan warna
Lendir berba
cenderung putih
+/-
+/-
wajah, dan
nyeri sinus
Riwayat
Alergi
Riwayat
Atopi
berfungsi
menghambat
enzim
yang
memroduksi
Ibuprofen
bekerja
dengan
cara
menghentikan
Enzim
enzim
siklo-oksigenase
sehingga
prostaglandin terhambat.
Dosis: tab 25 mg x 3 / hari; tab 50 mg x 3 / hari
d. Parasetamol
pembentukan
Dosis: 50 mg/ml
DAFTAR PUSTAKA
Adams, George L. Boies: buku ajar penyakit THT (Boeis fundamentals of
otolaryngology). Edisi ke-6. Jakarta: EGC, hal; 174, 240-247, 1997.