You are on page 1of 38

LAPORAN TUTORIAL

SKENARIO B BLOK 16

Disusun oleh
KELOMPOK 2
Tutor : dr. Diyaz Syauki Ikhsan
Fathia Permata Sari

04091001005

Abdul Hakim Rambe

04091001006

Zindha Nurul Hafiiz

04091001007

Engki Aditya Putra

04091001017

Elisha Rosalyn R

04091001020

Reggy Ambardy Dwi Putra

04091001046

Abdurrahman Hadi

04091001047

Muhammad Rizky Felani

04091001048

Suryadi Voonatta

04091001086

Endi Sudrajad

04091001119

Louis Edwin W

04091001120

Friselima Nuransi Mandiangan

04091001123

PENDIDIKAN DOKTER UMUM


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas ridho dan karunianya-Nya
laporan tugas tutorial skenario B blok 16 ini dapat terselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas tutorial yang merupakan bagian
dari sistem pembelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim penyusun laporan ini tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua
pihak yang telah membantu dalam penyusunan laporan tugas tutorial ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik pembaca
yang bersifat membangun akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan
tim penyusun lakukan.
Tim Penyusun

DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR .........................................................................................
DAFTAR ISI .......................................................................................................
SKENARIO.........................................................................................................
KLARIFIKASI ISTILAH....................................................................................
IDENTIFIKASI MASALAH...............................................................................
ANALISIS MASALAH......................................................................................
HIPOTESIS..........................................................................................................
KERANGKA KONSEP.......................................................................................
SINTESIS............................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................

SKENARIO
Rachmad, laki-laki, usia 24 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa bicara dan
tidak bisa diam. Rachmad hanya bisa bergumam dengan kata-kata yang tidak
dimengerti oleh orang tuanya dan orang lain. Bila dipanggil sering kali tidak
bereaksi terhadap panggilan. Rachmad juga selalu bergerak kesana kemari tanpa
tujuan. Senang bermain dengan bola, tetapi tidak suka bermain dengan anak lain.
Rachmad anak pertama dari ibu berusia 22 tahun. Lahir spontan pada kehamilan 38
minggu. Selain hamil ibu sehat dan periksa kehamilan dengan teratur ke bidan.
Segera setelah lahir langsung menangis. Berat badan waktu lahir 3.200 gram.
Rachmad bisa tengkurap pada usia 4 bulan dan berjalan pada usia 12 bulan
Tidak ada riwayat kejang. Tidak ada anggota keluarga yang menderita kelainan
seperti ini.
Pemeriksaan Fisik dan Pengamatan :
Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada pemeriksa. Tidak
menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak kesana kemari tanpa
tujuan.
Ketika diberikan bola, dia menyusun bola-bola secara berjejer, setelah selesai lalu
dibongkar, kemudian disusun berjejer lagi, dan dilakukan berulang-ulang.
Tidak mau bermain dengan anak lain. Dia menarik tangan ibunya tiap kali dirinya
memerlukan bantuan.
Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif). Tidak melihat ke benda yang ditunjuk.
Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain.
Pemeriksaan fisik umum, neurologis dan laboratorium dalam batas normal. Tes
pendengaran normal

KLARIFIKASI ISTILAH
1.

Bergumam dengan kata-kata yang tidak dimengerti : mengeluarkan katakata yang tidak jelas

2.

Disforia : tidak bisa diam atau aktivitas berlebih

3.

Apatis : tidak bereaksi terhadap panggilan, tidak ada perasaan emosi

4.

Selalu bergerak kesana kemari : hiperaktivitas; kondisi fisik dimana


seseorang terlalu aktif secara abnormal

5.

Tidak mau kontak mata : tidak mau melihat mata lawan bicara

6.

Tidak menoleh ketika dipanggilan namanya : tidak ada respon terhadap


panggilan

7.

Tidak bisa bermain pura-pura : ketidakmampuan menggunakan daya hayal


(imajinasi)

IDENTIFIKASI MASALAH
1.

Rachmad, laki-laki 24 bulan, dibawa ke klinik karena belum bisa bicara dan
tidak bisa diam.

2.

Rachamd hanya bisa bergumam dengan kata-kata yang tidak dimengerti.

3.

Bila dipanggil sering tidak bereaksi terhadap panggilan, selalu bergerak


kesana kemari tanpa tujuan, senang bermain dengan bola, tetapi tidak suka
bermain dengan anak lain.

4.

Riwayat kehamilan :

Rachmad anak pertama dari ibu usia 22 tahun

Lahir spontan pada kehamilan 38 minggu

Selama hamil ibu sehat dan periksa teratur ke bidan

Segera setelah lahir langsung menangis

Berat badan waktu lahir 3.200 gram

Rachmad bisa tengkurap pada usia 4 bulan, bisa berjalan pada usia
12 bulan

5.

Hasil pemeriksaan fisik dan pengamatan

Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada pemeriksa.
Tidak menoleh ketika dipanggil namanya. Anak selalu bergerak kesana
kemari tanpa tujuan.

Ketika diberikan bola, dia menyusun bola-bola secara berjejer, setelah


selesai lalu dibongkar, kemudian disusun berjejer

lagi, dan dilakukan

berulang-ulang.

Tidak mau bermain dengan anak lain. Dia menarik tangan ibunya tiap kali
dirinya memerlukan bantuan.

Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif). Tidak melihat ke benda yang


ditunjuk. Tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh orang lain.

ANALISIS MASALAH
1.

Bagaimana perkembangan fisiologis anak usia 2 tahun? Sintesis

2.

Mengapa pada usia 2 tahun Rachmad belum bisa bicara dan hanya
bisa bergumam dengan kata-kata yang tidak dimengerti?
Penyebab umum keterlambatan bicara:
Gangguan pendengaran

Anak yang

mengalami

pembicaraan

disekitarnya.

gangguan pendengaran
Terdapat

beberapa

kurang mendengar
penyebab

gangguan

pendengaran, bisa karena infeksi, trauma atau kelainan bawaan

Kelainan organ bicara


Kelainan ini meliputi lidah pendek, kelainan bentuk gigi dan mandibula
(rahang bawah), kelainan bibir sumbing (palatoschizis/cleft palate), deviasi
septum nasi, adenoid atau kelainan laring. Pada lidah pendek terjadi
kesulitan menjulurkan lidah sehingga kesulitan mengucapkan huruf t, n
dan l. Kelainan bentuk gigi dan mandibula mengakibatkan suara desah
seperti f, v, s, z dan th. Kelainan bibir sumbing bisa
mengakibatkan penyimpangan resonansi berupa rinolaliaaperta, yaitu terjadi
suara hidung pada huruf bertekanan tinggi seperti s, k, dan g.

Retardasi Mental
Redartasi mental adalah kurangnya kepandaian seorang anak dibandingkan
anak lain seusianya. Redartasi mental merupakan penyebab terbanyak dari
gangguan bahasa. Pada kasus redartasi mental, keterlambatan berbahasa
selalu disertai keterlambatan dalam bidang pemecahan masalah visuo-motor.

Genetik herediter dan kelainan kromosom

Gangguan karena kelainan genetik yang menurun dari orang tua. Biasanya
juga terjadi pada salah satu atau ke dua orang tua saat kecil. Biasanya
keterlambatan. Menurut Mery GL anak yang lahir dengan kromosom 47
XXX terdapat keterlambatan bicara sebelum usia 2 tahun dan membutuhkan
terapi bicara sebelum usia prasekolah. Sedangkan Bruce Bender
berpendapat bahwa kromosom 47 XXY mengalami kelainan bicara ekpresif
dan reseptif lebih berat dibandingkan kelainan kromosom 47 XXX.
Kelainan sentral (otak)

Gangguan

berbahasa

sentral

adalah

ketidak

sanggupan

untuk

menggabungkan kemampuan pemecahan masalah dengan kemampuan


berbahasa yang selalu lebih rendah. Ia sering menggunakan mimik untuk
menyatakan kehendaknya seperti pada pantomim. Pada usia sekolah, terlihat
dalam bentuk kesulitan belajar.

Autisme
Gangguan bicara dan bahasa yang berat dapat disebabkan karena autism.
Autisme adalah gangguan perkembangan pervasif pada anak yang ditandai
dengan adanya gangguan dan keterlambatan dalam bidang kognitif, bahasa,
perilaku, komunikasi dan interaksi sosial.

Mutism selektif
Mutisme selektif biasanya terlihat pada anak berumur 3-5 tahun, yang tidak
mau bicara pada keadaan tertentu, misalnya di sekolah atau bila ada orang
tertentu. Atau kadang-kadang ia hanya mau bicara pada orang tertentu,
biasanya anak yang lebih tua. Keadaan ini lebih banyak dihubungkan
dengan kelainan yang disebut sebagai neurosis atau gangguan motivasi.
Keadaan ini juga ditemukan pada anak dengan gangguan komunikasi sentral
dengan intelegensi yang normal atau sedikit rendah.

Alergi makanan
Alergi makanan ternyata juga bisa mengganggu fungsi otak, sehingga
mengakibatkan gangguan perkembangan salah satunya adalah keterlambatan
bicara pada anak. Gangguan ini biasanya terjadi pada manifestasi alergi pada
gangguan pencernaan dan kulit. Bila alergi makanan sebagai penyebab

biasanya keterlambatan bicara terjadi usia di bawah 2 tahun, di atas usia 2


tahun anak tampak sangat pesat perkembangan bicaranya.
Deprivasi Lingkungan

Dalam keadaan ini anak tidak mendapat rangsang yang cukup dari
lingkungannya. Apakah stimulasi yang kurang akan menyebabkan gangguan
berbahasa? Penelitian menunjukkan sedikit keterlambatan bicara, tetapi
tidak berat. Bilamana anak yang kurang mendapat stimulasi tersebut juga
mengalami kurang makan atau child abuse, maka kelainan berbahasa dapat
lebih berat karena penyebabnya bukan deprivasi semata-mata tetapi juga
kelainan saraf karena kurang gizi atau penelantaran anak.
Berbagai macam keadaan lingkungan yang mengakibatkan keterlambatan
bicara adalah :

Lingkungan yang sepi


Bicara adalah bagian tingkah laku, jadi ketrampilannya melalui meniru.
Bila stimulasi bicara sejak awal kurang, tidak ada yang ditiru maka akan
menghambat kemampuan bicara dan bahasa pada anak.

Status ekonomi sosial


Menurut penelitian Mc Carthy, orang tua guru, dokter atau ahli hukum
mempunyai anak dengan perkembangan bahasa yang lebih baik
dibandingkan anak dengan orang tua pekerja semi terampil dan tidak
terampil.

Teknik pengajaran yang salah


Cara dan komunikasi yang salah pada anak sering menyebabkan
keterlambatan perkembangan bicara dan bahasa pada anak, karena
perkembangan mereka terjadi karena proses meniru dan pembelajaran
dari lingkungan.

Sikap orang tua atau orang lain di lingkungan rumah yang tidak
menyenangkan
Bicara bisa mengekspresikan kemarahan, ketegangan, kekacauan dan
ketidak senangan seseorang, sehingga anak akan menghindari untuk
berbicara

lebih

banyak

menyenangkan tersebut.

untuk

menjauhi

kondisi

yang

tidak

Harapan orang tua yang berlebihan terhadap anak


Sikap orang tua yang mempunyai harapan dan keinginan yang
berlebihan

terhadap

anaknya,

dengan memberikan

latihan

dan

pendidikan yang berlebihan dengan harapan anaknya menjadi superior.


Anak akan mengalami tekanan yang justru akan menghambat
kemampuan bicarnya.

Bilingual ( 2 bahasa)
Pemakaian 2 bahasa kadang juga menjadi penyebab keterlambatan
bicara, namun keadaan ini tidak terlalu mengkawatirkan. Umumnya
anak akan memiliki kemampuan pemakaian 2 bahasa secara mudah dan
baik. Smith meneliti pada kelompok anak bilingual tampak mempunyai
perbendaharaan yang kurang dibandingkan anak dengan satu bahasa,
kecuali pada anak dengan kecerdasan yang tinggi.

Keterlambatan fungsional
Dalam keadaan ini biasanya fungsi reseptif sangat baik, dan anak hanya
mengalami gangguan dalam fungsi ekspresif: Ciri khas adalah anak
tidak menunjukkan kelainan neurologis lain.

3.

Gangguan apa yang menyebabkan anak usia 2 tahun tidak bisa


bicara?
Terjadi pertumbuhan abnormal:

Pada sel saraf integratif di korteks frontalis

Pematangan mielin terlalu cepat di daerah frontalis dan


temporalis
Perkembangan sinaps yang tidak sempurna

Sedangkan fungsi dari lobus frontalis dan temporalis adalah untuk proses
berbahasa dan kognitif, seperti are Broca dan area Wernicke. Maka dari itu,
pertumbuhan abnormal pada kedua daerah tersebut menyebabkan Rachmad
mengalami keterlambatan berbicara.
4.

Mengapa Rachmad tidak bisa diam dan selalu bergerak kesana


kemari tanpa tujuan?
Penyebabnya diduga berhubungan dengan:

Peningkatan fungsi serotonin dan dopamin dalam otak.

Gangguan pada lobus frontalis dan ganglia basalis yang berprean dalam
representasi dalam Action plans, motoric plans, dan working memory,
sehingga terjadi gangguan pengaturan motorik.

5.

Mengapa anak ini hanya senang bermain dengan bola dan tidak suka
bermain dengan anak lain?
Karena pada anak dengan gangguan autistik, terdapat gangguan interaksi
sosial timbal-balik, yang termanifestasi dalam sedikitnya 2 dari beberapa gejala
berikut ini:
a.

Kelemahan dalam penggunaan perilaku nonverbal, seperti


kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam interaksi
sosial. Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan teman sebaya
sesuai dengan tingkat perkembangannya.

b.

Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan empati


dengan orang lain.

c.

Kurang

mampu

mengadakan

hubungan

sosial

dan

emosional yang timbal balik.


Permainan yang bersifat timbal balik mungkin tidak akan terjadi. Sebagian
anak autisme tampak acuh tak acuh atau tidak bereaksi terhadap pendekatan
orangtuanya, sebagian lainnya malahan merasa cemas bila berpisah dan melekat
pada orangtuanya.
Anak autisme gagal dalam mengembangkan permainan bersama temantemannya, mereka lebih suka bermain sendiri. Keinginan untuk menyendiri
yang sering tampak pada masa kanak akan makin menghilang dengan
bertambahnya usia. Walaupun mereka berminat untuk mengadakan hubungan
dengan teman, sering kali terdapat hambatan karena ketidakmampuan mereka
untuk memahami aturan-aturan yang berlaku dalam interaksi sosial. Kesadaran
sosial yang kurang inilah yang mungkin menyebabkan mereka tidak mampu
untuk memahami ekspresi wajah orang, ataupun untuk mengekspresikan
perasaannya, baik dalam bentuk vokal maupun ekspresi wajah. Kondisi tersebut
menyebabkan anak autisme tidak dapat berempati kepada orang lain yang
merupakan suatu kebutuhan penting dalam interaksi sosial yang normal.

Kemampuannya untuk bermainnya juga terbatas pada bermain sendiri


(solitary play) dan permainan tersebut cenderung terbatas dan diulan-gulang
secara kaku. Pada pertengahan masa kanak-kanak, anak penyandang autisme
menunjukkan kecenderungan untuk tidak berteman, tidak kooperatif dan kurang
mampu berempati pada orang lain. Respon sosial mereka terkesan aneh dan
kurang pada tempatnya sehingga mereka mengalami masalah dalam
penyesuaian sosialnya. Aktivitasnya bersifat ritualistik dan rutin serta mereka
mengalami stress jika terjadi perubahan dari aktivitas biasa yang dilakukan.
Ada beberapa terori yang menjelaskan kenapa Rachmad tidak bisa
bermain dengan teman sebayanya dan tidak bisa melakukan kontak mata:
Peningkatan homo vanilic acid (metabolit utama dari dopamine)

dalam cairan serebrospinal disertai dengan peningkatan penarikan diri dan


stereotipik.
Temuan lain, penurunan sel purkinje di serebelum mungkin

menyebabkan kelainan atensi, kesadaran dan proses sensorik

Ditemukan kelainan pada lobus temporalis penarikan diri.

Adanya gangguan komunikasi pada penderita autistic

Faktor neurokimiawi adanya peningkatan opioid endogen


(enchepalin dan endhorpine) yang mengakibatkan anak anak tersebut merasa
nyaman dengan dirinya sendiri.
Teori Emphatizing Systemizing teori ini menyimpulkan

bahwa pada anak autistic tedapat gangguan pada otak yang membuat
kecenderungan otak untuk membentuk sistem sendiri untuk anak tersebut
(Systemizing) sehingga sistem ini menutupi kemampuan anak untuk
berempati pada lingkungan sekitarnya (Emphatizing). Akibatnya anak
tersebut merasa lebih asik bermain sendiri daripada bergaul dengan orang
lain.
6.

Apa interpretasi anak yang tidak menoleh ketika dipanggil?


Pada anak-anak yang mengalami autisme terjadi gangguan komunikasi yaitu
kurangnya respon emosional terhadap ungkapan verbal dan non-verbal orang
lain

7.

Apakah hubungan usia ibu saat melahirkan dengan kondisi anak


sekarang ini?
Secara jelas belum bisa dipastikan apakah ada kaitan langsung atau tidak,
namun melahirkan masa muda termasuk salah satu faktor resiko terjadinya
kelahiran premature, bayi lahir dengan kondisi cacat (fisik ataupun psikis), dan
berbagai komplikasi lainnya.

8.

Apa interpretasi hasil pemeriksaan fisik dan pengamatan? Sintesis

9.

Apa diagnosis banding kasus ini? Sintesis

10.

Pemeriksaan tambahan apakah yang diperlukan untuk kasus ini?


Sintesis

11.

Apa diagnosis kerja dan bagaimana cara mendiagnosis kasus ini?


Sntesis

12.

Apakah etiologi dan faktor resiko kasus ini? Sintesis

13.

Bagaimana patogenesis dan patofisiologi kasus ini? Sintesis

14.

Bagaimana penatalaksaan pada kasus ini? Sintesis

15.

Bagaimana prognosis kasus ini?


Prognosis ditentukan oleh :

Ada atau tidaknya penyakit otak yang mendasari

Dapat bebicara sebelum 5 tahun

Intelligence

jika dilakukan terapi dengan adekuat prognosis pada kasus ini adalah dubia
ad bonam, dengan mengingat umur Rachmad yang masih 2 tahun.
16.

17.

Apa kompliksi pada kasus ini?

Self injury

Gangguan sosial, komunikasi dan perilaku yang menetap


Bagaimana kompetensi dokter umum untuk kasus ini?

Tingkat Kemampuan 2
Mampu membuat diagnosis klinik berdasarkan pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan-pemeriksaan tambahan yang diminta oleh dokter (misalnya :
pemeriksaan laboratorium sederhana atau X-ray). Dokter mampu merujuk
pasien secepatnya ke spesialis yang relevan dan mampu menindaklanjuti
sesudahnya

HIPOTESIS
Rachmad, laki-laki, 2 tahun mengalami gangguan pervasif karena menderita autism.

KERANGKA KONSEP

Rachamd, Laki-laki,
2 tahun

Gangguan
Interaksi Sosial

Gangguan
Komunikasi

Tidak bereaksi
terhadap
panggilan
Tidak suka
bermain dengan
anak lain
Tidak mau kontak
mata &
tersenyum
Tidak menunjuk
benda yang
ditanyakan

Belum bisa bicara


Hanya bisa
bergumam
Tidak bisa
bermain purapura

AUTISME MASA
KANAK

Gangguan
Perilaku yang
Terbatas dan
Berulang
Tidak bisa diam
Menyusun bola
secara berjejer,
setelah selesai
lalu dibongkar,
kemudian
disusun berjejer
lagi
Tidak melihat ke
benda yang
ditunjuk

SINTESIS
1.

PERKEMBANGAN ANAK
Periode perkembangan anak :
o

Prenatal Period (pembuahan lahir)

Infancy & Toddlerhood (0 3 tahun)

Early Childhood (3 6 tahun)

Middle Childhood (6 11 tahun)

Area perkembangan anak :

Fisik

Kognitif

Sosial-emosional

Tumbuh kembang anak usia 0-3 tahun ;


Golden age brain growth spurts: periode

pertumbuhan dan perkembangan otak secara cepat

Usia dimana fisik anak tumbuh paling cepat

Perlu adanya stimulasi yang tepat agar tumbuh


kembang optimal

Tahap perkembangan fisik


Kemampuan fisik 0-3 bulan :

mengangkat

kepala

45o

dan

menggerakkan kepala ke kanan-kiri

melihat wajah orang

terkejut

tersenyum.

Kemampuan fisik 3-6 bulan :

tengkurap

mengangkat kepala 90o

menggenggam pensil

meraih benda yang dekat

memegang tangan sendiri

melihat benda-benda kecil (detil benda)

duduk

Kemampuan fisik 6-9 bulan :

duduk

belajar berdiri

merangkak

memindahkan benda dari satu tangan ke


tangan yang lain

meraup benda-benda kecil

tepuk tangan

makan kue sendiri

Kemampuan fisik 9-12 bulan :

mengangkat badan untuk berdiri

berdiri dengan berpegangan kursi

berjalan dengan dibantu

meraih benda

memasukkan benda ke mulut

mengeksplorasi lingkungan

Kemampuan fisik 12-18 bulan :

berdiri tanpa berpegangan

membungkuk untuk mengambil mainan

berjalan mundur 5 langkah

menaiki tangga

menumpuk 2 kubus

memasukkan kubus ke dalam kotak

memegang alat tulis walaupun belum


tepat

Kemampuan fisik 18-24 bulan :

berjalan dengan stabil

tepuk tangan

melambai

menumpuk 4 kubus

mengambil benda kecil menggunakan


jempol dan telunjuk

memegang alat tulis

melempar dan menggelindingkan bola

belajar makan dan minum sendiri

Kemampuan fisik 24-36 bulan :

menaiki tangga

menendang bola kecil

mencoret-coret

melepas pakaian sendiri

makan sendiri

Tahap perkembangan kognitif dari Piaget

Usia 0 3 tahun: Tahap Sensorimotor

Terbagi 6 sub tahapan

Sub tahap 1 (0 1 bulan): use of relexes


bayi berlatih mengontrol refleks
contoh: bayi mengisap puting ibu yang didekatkan ke mulutnya

Sub tahap 2 (1 4 bulan): primary circular reaction


bayi mengulangi perilaku menyenangkan yang awalnya didapat
secara tidak sengaja (contoh: mengisap jempol)

aktivitas masih terfokus pada tubuhnya sendiri, belum sampai melihat


dampak perilakunya terhadap lingkungan
mulai beradaptasi terhadap benda yang berbeda (contoh: cara
mengisap dot berbeda dari cara mengisap puting)
mulai bereaksi terhadap suara
Sub tahap 3 (4 8 bulan): secondary circular reactions

mulai tertarik pada lingkungan, tidak lagi terfokus pada tubuhnya saja
memanipulasi dan mempelajari objek
mengulang-ulang tindakan yang memberikan hasil menarik (contoh:
menggoyang mainan rattle)
Sub tahap 4 (8 12 tahun): coordination of secondary

schemes
perilaku lebih bertujuan
menggunakan pengalaman yang diperoleh sebelumnya untuk
mengatasi masalah baru
mulai dapat mengantisipasi kejadian
contoh: bayi merangkak ke seberang ruangan untuk mengambil
mainan

Sub tahap 5 (12 18 tahun): tertiary circular reactions


menunjukkan rasa ingin tahu yang besar
bereksperimen untuk melihat hasil dari tindakannya
trial-and-error
contoh: anak menginjak mainan karet yang berbunyi, kemudian ia
memencetnya untuk mengetahui apakah mainan itu akan berbunyi lagi

Sub tahap 6 (18 24 bulan): mental combinations


representational ability: menggunakan simbol (kata-kata, angka)
untuk merepresentasikan objek/ kejadian dalam ingatan
dapat mengantisipasi dampak dari tindakan
tidak lagi trial-and-error

Tahapan perkembangan bahasa:

crying (0 1,5 bulan)

cooing (1,5 3 bulan)

speech sounds (3 6 bulan)

babbling (6 10 bulan)

first word (10 14 bulan)

single words (10 18 bulan)

first sentence of two words (18 24 bulan)

up to 1000 words (36 bulan)

Tahap perkembangan sosio-emosional


Tumbuh Kembang Anak Usia 0 3 Tahun: Sosial-Emosional
Tahap 1 perkembangan psikososial (Erik Erikson)

basic trust vs mistrust (0 18 bulan)

trust virtue hope: anak yakin bahwa ia dapat memenuhi


kebutuhannya dan mencapai keinginannya

mistrust memandang dunia tidak adil & tidak bersahabat, sulit


menjalin hubungan

kuncinya: pengasuhan yang sensitif, responsif, dan konsisten

Usia 8 bulan
stranger anxiety
separation anxiety
Tahap 2 perkembangan psikososial:

Autonomy vs shame & doubt (18 bulan 3 tahun)

Pergeseran dari kontrol eksternal menjadi kontrol diri

Virtue: will

Tahap Perkembangan Aspek Sosial-Emosinal (Sroufe, 1979)


Usia 0 3 bulan:

Mampu menerima stimulasi

Menunjukkan minat dan rasa ingin tahu

Tersenyum kepada orang lain


Usia 3 6 bulan:

Bayi dapat mengantisipasi hal yang akan terjadi dan kecewa

apabila tidak terjadi

Sering tersenyum, bersuara, dan tertawa

Mulai berinteraksi dua arah antara bayi dan pengasuh


Usia 6 9 bulan

Bayi bermain social games dan berusaha mendapatkan response

dari orang lain

berbicara dan menyentuh bayi lain agar mereka brespons

Ekspresi emosi lebih beragam senang, takut, marah, terkejut


Usia 9 12 bulan

Semakin lekat dengan pengasuh

Menunjukkan rasa takut terhadap orang asing

Lebih jelas dalam mengkomunikasikan emosi


Usia 12 18 bulan:

Mengeksplorasi lingkungan dengan orang yang dekat secara

emosional
Apabila telah menguasai lingkungan, anak merasa lebih percaya

diri
Usia 18 36 bulan:

Semakin khawatir berpisah dari pengasuh

2.

INTERPRETASI PEMERIKSAAN FISIK DAN PENGAMATAN


Hasil Pengamatan

Interpretasi

Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata

Gangguan dalam perilaku non-verbal

dan tersenyum kepada pemeriksa


Tidak menoleh ketika dipanggil namanya
Anak selalu bergerak kesana-kemari tanpa

sebagai bentuk interaksi social timbal-balik


Gangguan interaksi sosial
Gerakan motorik yang streotipik dan

tujuan
Menyusun bola secara berjejer, setelah

berulang, hiperkinetis
Anak memiliki cara bermain yang berbeda

selesai dibongkar, lalu disusun lagi, lalu

dengan anak pada umumnya, dimana

dibongkar lagi, begitu seterusnya

aktivitas dan permainannya kaku,

berulang, dan monoton


Tidak mau bermain dengan anak lain
Menarik tangan ibu tiap kali perlu bantuan

Gangguan kualitatif pada interaksi sosial


Gangguan komunikasi dan berbahasa

Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif)

Gangguan dalam hal permainan imajinatif

Tidak melihat benda yang ditunjuk, tidak

Gangguan interaksi social timbal-balik

bisa menunjuk benda yang ditanyakan oleh


orang lain
Anak sadar, tetapi tidak mau kontak mata dan tersenyum kepada pemeriksa
Karakteristik perilaku pada anak autis yaitu adanya gangguan pada interaksi
social: kontak mata yang abnormal, tidak punya senyum social. Mekanisme:
Rusaknya area temporalis (salah satu fungsi utamanya adalah

untuk mengatur emosi) Perilaku social yang diharapkan menghilang.


Kegagalan untuk mengembangkan empati dan ketidakmampuan

mereka untuk berespon terhadap minat, emosi, dan perasaan orang lain.
reseptor tipe B untuk GABA di korteks singulata yang

merupakan region yang berfungsi for evaluation of social relationship and


emotions.
Tidak menoleh ketika dipanggil namanya

Kurang respon terhadap stimuli sensorik contoh terhadap suara


Mengabaikan ucapan yang diarahkan kepadanya Tidak menoleh ketika
dipanggil namanya.

Anak selalu bergerak kesana-kemari tanpa tujuan


Merupakan salah satu manifestasi dari gangguan pada anak autistic, dimana
ditemukan hiperkinesis.Penyebabnya diduga berhubungan dengan:

Peningkatan fungsi serotonin dan dopamin dalam otak.

Gangguan pada lobus frontalis dan ganglia basalis yang berprean


dalam representasi dalam Action plans, motoric plans, dan working memory,
sehingga terjadi gangguan pengaturan motorik.

Menyusun bola secara berjejer, setelah selesai dibongkar, lalu disusun lagi, lalu
dibongkar lagi, begitu seterusnya

Hal ini dapat dijelaskan dengan hipotesis hyper-systemizing yang


menjelaskan bahwa individu autis cenderung bersifat sistematis logis,
sehingga individu ini dapat mengembangkan suatu aturan operasi untuk
menangani hal-hal internal, namun sangat kurang ber-empati dalam
menyikapi kejadian yang tercipta dari lingkungan luar.

Teori-teori ini dapat menjelaskan mengapa seorang anak autis


memiliki prilaku yang cenderung kaku, rutin serta sistematis seperti
membariskan mainan mereka.

Tidak mau bermain dengan anak lain

Hal ini menunjukkan adanya gangguan interaksi sosial penderita


dalam beraktivitas bersama-sama dengan orang lain yang ditandai dengan
tidak aktifnya daerah otak yang memproses ekspresi wajah ( lobus
temporalis) dan emosi (amigdala) selama melakukan tugas tersebut.
Kerusakan lobus temporalis menyebabkan anak kehilangan perilaku sosial
yang diharapkan, kegelisahan, perilaku motorik berulang dan kumpulan
perilaku terbatas.

Selain itu, terdapat suatu teori yang berusaha menjelaskan


keadaan ini, yaitu teori emphatizing-systemizing. Teori ini menyimpulkan
bahwa pada penderita autis yang kebanyakan adalah anak laki-laki, terdapat
gangguan pada otak anak yang membuat kecenderungan otak untuk
membentuk sistem sendiri bagi anak tersebut ( systemizing ) sehingga
sistem ini menutupi kemampuan anak untuk berempati pada lingkungan
sekitarnya ( emphatizing ). Akibatnya, anak merasa lebih asik bermain
sendiri daripada bergaul dengan orang lain.

Menarik tangan ibu tiap kali perlu bantuan

Manifestasi ini berhubungan dengan deficit dan penyimpangan


yang jelas dalam dalam perkembangan bahasa pada anak autis. Anak autis
enggan untuk berbicara,oleh karena itu dia cenderung untuk mengambil
tangan pendampingnya bila menginginkan sesuatu.

Tidak bisa bermain pura-pura (imajinatif)

Gangguan dalam hal permainan imajinatif/ khayalan

Tidak melihat benda yang ditunjuk, tidak bisa menunjuk benda yang ditanyakan
oleh orang lain
Hal

ini

kemungkinan

akibat

dari

Kegagalan

untuk

mengembangkan empati dan ketidakmampuan mereka untuk berespon


terhadap minat, emosi, dan perasaan orang lain.
3.

DIAGNOSIS BANDING
Kriteria

Autisme

Usia

0-3 tahun
Anak laki-laki >

Jenis Kelamin

Retardasi

Gangguan

Mental
<18 tahun

Berbahasa Reseptif
<2 tahun
Laki-laki dan

perempuan
Sangat buruk,

perempuan sama

Kemampuan

biasanya belum bisa

Beterampilan

Komunikasi

berbicara sesuai

berbahasa buruk

usianya
Sangat buruk,

Interaksi
Sosial

bertatapan mata
sangat sulit dilakukan
perilaku dan interest

Perilaku

nya sangat terbatas,


diulang-ulang dan
stereotipik

4.

Buruk

Interaksi sosial

Baik, seperti anak

buruk

normal

Terdapat
gangguan

Tidak ada gangguan

motorik

AUTISME
Definisi
Autisme merupakan gangguan perkembangan pervasif yang ditandai oleh
adanya kelainan dan/atau hendaya perkembangan yang muncul sebelum usia 3
tahun, dan dengan ciri kelainan fungsi dalam tiga bidang: interaksi sosial,
komunikasi, dan perilaku yang terbatas dan berulang.
Etiologi

Penyebab autis belum diketahui secara pasti. Beberapa ahli menyebutkan


autis disebabkan karena multifaktorial. Beberapa peneliti mengungkapkan
terdapat gangguan biokimia, ahli lain berpendapat bahwa autisme disebabkan
oleh gangguan psikiatri/jiwa. Ahli lainnya berpendapat bahwa autisme
disebabkan oleh karena kombinasi makanan yang salah atau lingkungan yang
terkontaminasi zat-zat beracun yang mengakibatkan kerusakan pada usus besar
yang mengakibatkan masalah dalam tingkah laku dan fisik termasuk autis.
Beberapa

teori

yang

didasari

beberapa

penelitian

ilmiah

telah

dikemukakan untuk mencari penyebab dan proses terjadinya autis. Beberapa


teori penyebab autis adalah : Genetik (heriditer), teori kelebihan Opioid, teori
Gulten-Casein (celiac), kolokistokinin, teori oksitosin Dan Vasopressin, teori
metilation, teori Imunitas, teori Autoimun dan Alergi makanan, teori Zat darah
penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar, teori Infeksi karena virus
Vaksinasi, teori Sekretin, teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas
Intestinal/Leaky Gut), teori paparan Aspartame, teori kekurangan Vitamin,
mineral nutrisi tertentu dan teori orphanin Protein: Orphanin.
Beberapa teori penyebab Autis
a.

Genetik dan heriditer

b.

Teori Kelebihan Opioid

Unsur Opioid-like

Kekurangan enzyme Dipeptidyl peptidase

Dermorphin Dan Sauvagine

Opioids dan secretin

Opioids dan glutathione

Opioids dan immunosuppression

c.

Gluten/Casein Teori Dan Hubungan gangguan Celiac

IgA urine

Teori Gamma Interferon

Teori Metabolisme Sulfat

d.

Kolokistokinin

e.

Oksitosin Dan Vasopressin

f.

Metilation

g.

Imunitas Teori Autoimun dan Alergi makanan

h.

Zat darah penyerang kuman ke Myelin Protein Basis dasar

i.

Teori Infeksi Karena virus Vaksinasi

j.

Teori Sekretin

k.

Teori kelainan saluran cerna (Hipermeabilitas Intestinal/Leaky


Gut)

l.

Paparan Aspartame

m.

Kekurangan Vitamin, mineral nutrisi tertentu

n.

Orphanin Protein: Orphanin FQ/NOCICEPTIN ( OFQ/N)


Walaupun paparan logam berat (air raksa) terjadi pada setiap anak, namun

hanya sebagian kecil saja yang mengalami gejala autism. Hal ini mungkin
berkaitan dengan teori genetik, salah satunya berkaitan dengan teori
Metalotionin. Beberapa penelitian anak autism tampaknya didapatkan
ditemukan adanya gangguan netabolisme metalotionin.
Metalotionon adalah merupakan sistem yang utama yang dimiliki oleh
tubuh dalam mendetoksifikasi air raksa, timbal dan logam berat lainnya. Setiap
logam berat memiliki afinitas yang berbeda terhada metalotionin. Berdasarkan
afinitas tersebut air raksa memiliki afinitas yang paling kuar dengan terhadam
metalotianin dibandingkan logam berat lainnya seperti tenbaga, perak atau zinc.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilaporkan para ahli
menunjukkan bahwa gangguan metalotianin disebabkan oleh beberapa hal di
antaranya adalah : defisiensi Zinc, jumlah logam berat yang berlebihan,
defisiensi sistein, malfungsi regulasi element Logam dan kelainan genetik,
antara lain pada gen pembentuk netalotianin
Perdebatan yang terjadi akhir akhir ini berkisar pada kemungkinan
penyebab autis yang disebabkan oleh vaksinasi anak. Peneliti dari Inggris
Andrew Wakefield, Bernard Rimland dari Amerika mengadakan penelitian
mengenai hubungan antara vaksinasi terutama MMR (measles, mumps rubella )
dan autisme. Banyak penelitian lainnya yang dilakukan dengan populasi yang
lebih besar dan luas memastikan bahwa imunisasi MMR tidak menyebabkan
Autis. Beberapa orang tua anak penyandang autisme tidak puas dengan

bantahan tersebut. Bahkan Jeane Smith seorang warga negara Amerika bersaksi
didepan kongres Amerika : kelainan autis dinegeri ini sudah menjadi epidemi,
dia dan banyak orang tua anak penderta autisme percaya bahwa anak mereka
yang terkena autis disebabkan oleh reaksi dari vaksinasi.
Penelitian dalam jumlah besar dan luas tentunya lebih bisa dipercaya
dibandingkan laporan beberapa kasus yang jumlahnya relatif tidak bermakna
secara umum. Namun penelitian secara khusus pada penyandang autis, memang
menunjukkan hubungan tersebut meskipun bukan merupakan sebab akibat..
Banyak pula ahli melakukan penelitian dan menyatakan bahwa bibit autis
telah ada jauh hari sebelum bayi dilahirkan bahkan sebelum vaksinasi
dilakukan. Kelainan ini dikonfirmasikan dalam hasil pengamatan beberapa
keluarga melalui gen autisme. Patricia Rodier, ahli embrio dari Amerika bahwa
korelasi antara autisme dan cacat lahir yang disebabkan oleh thalidomide
menyimpulkan bahwa kerusakan jaringan otak dapat terjadi paling awal 20 hari
pada saat pembentukan janin. Peneliti lainnya, Minshew menemukan bahwa
pada anak yang terkena autisme bagian otak yang mengendalikan pusat memory
dan emosi menjadi lebih kecil dari pada anak normal. Penelitian ini
menyimpulkan bahwa gangguan perkembangan otak telah terjadi pada semester
ketiga saat kehamilan atau pada saat kelahiran bayi.
Karin Nelson, ahli neorology Amerika mengadakan menyelidiki terhadap
protein otak dari contoh darah bayi yang baru lahir. Empat sampel protein dari
bayi normal mempunyai kadar protein yang kecil tetapi empat sampel
berikutnya mempunyai kadar protein tinggi yang kemudian ditemukan bahwa
bayi dengan kadar protein otak tinggi ini berkembang menjadi autis dan
keterbelakangan mental. Nelson menyimpulkan autis terjadi sebelum kelahiran
bayi.
Saat ini, para pakar kesehatan di negara besar semakin menaruh perhatian
terhadap kelainan autis pada anak. Sehingga penelitian terhadap autism semakin
pesat dan berkembang. Sebelumnya, kelainan autis hanya dianggap sebagai
akibat dari perlakuan orang tua yang otoriter terhadap anaknya. Kemajuan
teknologi memungkinkan untuk melakukan penelitian mengenai penyebab autis
secara genetik, neuroimunologi dan metabolik. Pada bulan Mei 2000 para

peneliti di Amerika menemukan adanya tumpukan protein didalam otak bayi


yang baru lahir yang kemudian bayi tersebut berkembang menjadi anak autis.
Temuan ini mungkin dapat menjadi kunci dalam menemukan penyebab utama
autis sehingga dapat dilakukan tindakan pencegahannya.
Faktor Resiko
Karena penyebab Autis adalah multifaktorial sehingga banyak faktor yang
mempengaruhi, Sehingga banyak teori penyebab yang telah diajukan oleh
banyak ahli.Hal ini yang menyulitkan untuk memastikan secara tajam faktor
resiko gangguan autis.Faktor resiko disusun oleh para ahli berdasarkan banyak
teori penyebab autris yang telah berkembang.Terdapat beberapa hal dan keadaan
yang membuat resiko anak menjadi autis lebih besar.Dengan diketahui resiko
tersebut tentunya dapat dilakukan tindakan untuk mencegah dan melakukan
intervensi sejak dini pada anak yang beresiko. Adapun beberapa resiko tersebut
dapat diikelompokkan dalam beberapa periode, seperti periode kehamilan,
persalinan dan periode usia bayi.
1) PERIODE KEHAMILAN
Perkembangan

janin

dalam

kehamilan

sangat

banyak

yang

mempengaruhinya.Pertumbuhan dan perkembangan otak atau sistem


susunan saraf otak sangat pesat terjadi pada periode ini, sehingga segala
sesuatu gangguan atau gangguan pada ibu tentunya sangat berpengaruh.
Gangguan pada otak inilah nantinya akan mempengaruhi perkembangan dan
perilaku anak kelak nantinya, termasuk resiko terjadinya autisme.
Beberapa keadaan ibu dan bayi dalam kandungan yang harus lebih
diwaspadai dapat berkembang jadi autism adalah infeksi selama persalinan
terutama infeksi virus.Perdarahan selama kehamilan harus diperhatikan
sebagai keadaan yang berpotensi mengganggu fungsi otak janin.Perdarahan
selama kehamilan paling sering disebabkan karena placental complications,
diantaranya placenta previa, abruptio placentae, vasa previa, circumvallate
placenta, and rupture of the marginal sinus.Kondisi tersebut mengakibatkan
gangguan transportasi oksigen dan nutrisi ke bayi yang mengakibatkan
gangguan pada otak janin.Perdarahan awal kehamilan juga berhubungan

dengan kelahiran prematur dan bayi lahir berat rendah.Prematur dan berat
bayi lahir rendahtampaknya juga merupakan resiko tinggi terjadinya autis.
Perilaku lain yang berpotensi membahayakan adalah pemakaian obat-obatan
yang diminum, merokok dan stres selama kehamilan terutama trimester
pertama. Adanya Fetal Atopi atau Maternal Atopi, yaitu kondisi alergi pada
janin yang diakibatkan masuknya bahan penyebab alergi melalui
ibu.Menurut pengamatan penulis, hal ini dapat dilihat adanya Gerakan bayi
gerakan refluks oesefagial (hiccupps/cegukan) yang berlebihan sejak dalam
kandungan terutama terjadi malam hari.Diduga dalam kedaaan tersebut bayi
terpengaruh pencernaan dan aktifitasnya oleh penyebab tertentu termasuk
alergi ataupun bahan-bahan toksik lainnya selama kehamilan.
Infeksi saluran kencing, panas tinggi dan Depresi.Wilkerson dkk telah
melakukan penelitian terhadap riwayat ibu hamil pada 183 anak autism
dibandingkan 209 tanpa autism.Ditemukan kejadian infeksi saluran kencing,
panas tinggi dan depresi pada ibu tampak jumlahnya bermakna pada
kelompok ibu dengan anak autism.
2) PERIODE PERSALINAN
Persalinan adalah periode yang paling menentukan dalam kehidupan bayi
selanjutnya. Beberapa komplikasi yang timbul selama periode ini sangat
menentukan kondisi bayi yang akan dilahirkan. Bila terjadi gangguan dalam
persalinan maka yang paling berbahaya adalah hambatan aliran darah dan
oksigen ke seluruh organ tubuh bayi termasuk otak.Organ otak adalah organ
yang paling sensitif dan peka terhadap gangguan ini, kalau otak terganggu
maka sangat mempengaruhi kualitas hidup anak baik dalam perkembangan
dan perilaku anak nantinya.
Gangguan persalinan yang dapat meningkatkan resiko terjadinya autism
adalah : pemotongan tali pusat terlalu cepat, Asfiksia pada bayi (nilai
APGAR SCORE rendah < 6), komplikasi selama persalinan, lamanya
persalinan, letak presentasi bayi saat lahir dan berat lahir rendah ( < 2500
gram).
3) PERIODE USIA BAYI
Dalam kehidupan awal di usia bayi, beberapa kondisi awal atau gangguan
yang terjadi dapat mengakibatkan gangguan pada optak yang akhirnya dapat

beresiko untuk terjadinya gangguan autism. Kondisi atau gangguan yang


beresiko untuk terjadinya autism adalah prematuritas, alergi makanan,
kegagalan kenaikan berat badan, kelainan bawaan : kelainan jantung
bawaan, kelainan genetik, kelainan metabolik, gangguan pencernaan : sering
muntah, kolik, sulit buang air besar, sering buang air besar dan gangguan
neurologi/saraf : trauma kepala, kejang, otot atipikal, kelemahan otot.
Epidemiologi

Prevalensi 1:100 ditahun 2001 (Nakita, 2002)

: = 3-5 : 1

Patogenesis dan Patofisiologi


Autism adalah gangguan perkembangan yang dikarakteristikkan oleh
kelakuan repetitif dan defisitnya kemampuan bersosial dan komunikasi.
Beberapa studi terhadap populasi penderita autism menghasilkan beberapa
hipotesis.
1.
Jaras otak
Keabnormalan sistem saraf di otak biasanya dihubungkan dengan autism.
Studi terhadap otak penderita autism telah menunjukan terjadinya
abnormalitas tersering pada struktur limbic system, sirkuit cerebellum, dan
pola pertumbuhan otak.
a.
Sistem limbic
Keabnormalitasan secara histologi yang sering dijumpai adalah sel
neuron yang kecil dan padat di amigdala, hipokampus dan mammilary
bodies. Dijumpai juga neuron yang besar di diagonal band of Broca pada
septum ada anak kecil. Malformasi korteks juga diteliti dan malformasi
ini mengindikasikan adanya keabnormalitasan dari migrasi neural.
b.
Cerebellum
Terdapat jumlah sel purkinje yang sedikit pada kortex cerebellum.
c.
Pola pertumbuhan otak
Anak autism punya kecenderungan memiliki kepala kecil saat lahir yang
diikuti dengan penambahan ukuran yang eksesif pada usia antara 1 dan 2
bulan dan 6 dan 24 bulan. Berdasarkan studi secara patologi didapatkan
bahwa white matter mengalami ukuran yang tidak proporsional sehingga

mengakibatkan perubahan fungsi koneksi antar neuron terspesialisasi


d.

yang menghasilkan disorganisasi.


Gambaran fungsi otak
Pada studi stimulasi auditori menunjukan bahwa terjadi penurunan
perfusi pada girus temporal superior kiri yang mengindikasikan akan
mengakibatkan terjadi pola abnormal terhadap fungsi pada area ini.
Diketahui bahwa area ini berhubungan dengan kemampuan berbahasa,

maka gangguan berbahasa pada pasien autistic dimungkinkan karena ini.


Pada studi lain yang mana pasien disuruh mengenali ekspresi wajah,
ditemukan tidak terjadinya aktivasi pada daerah gyrus fusiform pada pasien
autism.
2.
a.

Secara Molekuler
Serotonin
Telah dilaporkan bahwa terjadi rendahnya kadar serotonin pada sinaps
CNS pada penderita autism. PET studi menggunakan radiolabel
serotonin precursor menemukan terjadi penurunan sintesis serotonin di
kortex, thalamus, dan dentate nucleus yang kemudian akan mengganggu
proses perkembangan pada area-area ini.
Secara manipulasi farmakologi pada populasi autism menunjukan
penurunan secara akut dari 5 hydroxytryptamine (5-HT) bisa
menyebabkan terjadinya eksaserbasi anxiety, perilaku self-injured, dan
stereotipe pada subjek autistic.
Data terkini menyarankan penggunaan serotonin reuptake inhibitor
berguna untuk mengontrol tingkat keparahan menyeluruh dan perilaku
repetitif.
Ditemukan juga hiperserotoninemia platelet pada penderita autism.
Beberapa studi menjelaskan ada hubungan antara peningkatan kadar
serotonin ini dengan tingkat keparahan impairment cognitif, stereotip

b.

dan gangguan perilaku.


Sistem oksitosin/vasopressin
Pada anak penderita autism memiliki kadar oxitosin plasma yang lebih
renda dibanding teman sebayanya dan gagal untuk meningkat seiring
bertambah

usia.

Hal

ini

mengakibatkan

terjadinya

gangguan

bersosialisasi dan pergerakan repetitif.


c.
Genetik
Berdasarkan screening genom lokus yang berhubungan dengan austisme
terdapat pada kromosom 1,2,3,5,6,7,13,15,16,17,19, dan X. Kromosom

2 dan 7 merupakan kromosom dengan kemungkinan lokus yang


tersering.
Karakteristik Anak Autistic
(1)

Gangguan kualitatif pada interaksi social


a.

Anak

autistic

seringkali

tidak

terlihat

mengenali

atau

membedakan orang-orang yang paling penting dalam kehidupannya.


b.

Gagal dalam hubungan keakraban dengan orang tua.

c.

Tidak memiliki senyum social

d.

Tidak mau digendong

e.

Kontak mata kurang

f.

Hampir tidak menunjukkan cemas perpisahan saat ditinggal


dalam lingkungan baru yang asing dengan orang asing

g.

Jika telah masuk sekolah Mereka terlihat gagal dalam bermain


dengan teman sebaya dan membuat persahabatan, kejanggalan dan
ketidaksesuaian social mereka, dan terutama kegagalan mereka untuk
mengembangkan empati

(2)

Gangguan komunikasi dan bahasa


a.

Terjadi deficit dan penyimpangan dalam bahasa

b.

Enggan bicara dan kelainan bicara

c.

Keterlambatan bahasa,

d.

beberapa anak mungkin mengeluarkan bunyi klik, suara, pekikan


dan suku kata tanpa arti dalam cara yang stereotipik tanpa terlihat minat
untuk berkomunikasi

e.

Tidak punya atau kurang ketrampilan bahasa reseptif :


verbal mungkin lebih banyak berkata dibanding yang

dimengerti
kata yang mungkin keluar adalah di luar perbendaharaan kata

o
anak
o

pembicaraan mengandung ekolalia atau frasa stereotipik di


luar konteks sering disertai pembalikkan kata

sekitar 50% anak tidak pernah menggunakan pembicaraan

yang berguna
(3)

Perilaku stereotipik
a.

Tidak dapat meniru dan menggunakan pantomime


abstrak

b.

Permainan jika ada kaku, berulang dan monoton

c.

Anak autistic sering kali memutarkan, membanting, dan


membariskan benda-benda dan menjadi terlekat pada benda mati.

d.

Gerakan yang tidak ada arti (kelainan gerakan). Tahan


terhadap transmisi dan perubahan

(4)

Ketidakstabilan mood dan afek


a.

Beberapa anak autis menunjukkan perubahan emosional yang


tiba-tiba, dengan ledakan tertawa atau tangisan tanpa terlihat alasan dan
tidak mengekspresikan pikiran yang sesuai dengan afek.

(5)

Respon terhadap stimuli sensorik


a.

Anak autis mungkin responsive secara berlebihan


atau kurang responsive terhadap stimuli sensorik (contohnya suara dan
nyeri).

b.

Mereka mungkin secara selektif mengabaikan


ucapan yang diarahkan kepadanya dan sehingga mereka sering disangka
tuli.

c.

Tetapi mereka mungkin menunjukkan minat yang


itdak lazim terhadap bunyi detik jam tangan.

d.

Banyak

yang

memiliki

ambang

nyeri

atau

perubahan respon terhadap nyeri. Malahan anak autistic mungkin


melukai dirinya sendiri secara parah dan tidak menangis.
(6)

Gejala perilaku lain


a.

Hiperkinesis,

b.

agresivitas, temper tantrum

c.

prilaku melukai diri sendiri, seperti : membenturkan kepala,


menggigit, mencakar, dan menarik rambut

d.

rentang perhatian pendek

e.

ketidakmampuan untuk memusatkan pada pekerjaan

f.

insomnia

Cara Mendiagnosis
Kriteria autistik menurut DSM IV, yaitu:
B.

Harus ada total 6 gejala dari (1), (2) dan (3),


dengan minimal 2 gejala dari (1) dan masing-masing 1 gejala dari (2) dan
(3):
(1)

Kelemahan kwalitatif dalam interaksi sosial, yang termanifestasi


dalam sedikitnya 2 dari beberapa gejala berikut ini:
a.

Kelemahan dalam penggunaan perilaku non-verbal,


seperti kontak mata, ekspresi wajah, sikap tubuh, gerak tangan dalam
interaksi sosial.

b.

Kegagalan dalam mengembangkan hubungan dengan


teman sebaya sesuai dengan tingkat perkembangannya.

c.

Kurangnya kemampuan untuk berbagi perasaan dan


empati dengan orang lain.

d.

Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan


emosional yang timbal balik.

(2)

Kelemahan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus


ada 1 dari gejala berikut ini:
a.

Perkembangan bahasa lisan (bicara) terlambat atau


sama sekali tidak berkembang dan anak tidak mencari jalan untuk
berkomunikasi secara non-verbal.

b.

Bila anak bisa bicara, maka bicaranya tidak digunakan


untuk berkomunikasi.

c.

Sering menggunakan bahasa yang aneh, stereotype dan


berulang-ulang.

d.

Kurang mampu bermain imajinatif (make believe play)


atau permainan imitasi sosial lainnya sesuai dengan taraf
perkembangannya.

(3)

Pola perilaku serta minat dan kegiatan yang terbatas, berulang.


Minimal harus ada 1 dari gejala berikut ini:
a.

Preokupasi terhadap satu atau lebih kegiatan dengan


fokus dan intensitas yang abnormal atau berlebihan.

b.

Terpaku pada suatu kegiatan ritualistik atau rutinitas

c.

Gerakan-gerakan fisik yang aneh dan berulang-ulang


seperti menggerak-gerakkan tangan, bertepuk tangan, menggerakkan
tubuh.

d.

Sikap tertarik yang sangat kuat atau preokupasi dengan


bagian-bagian tertentu dari obyek.

C.

Keterlambatan atau abnormalitas muncul sebelum


usia 3 tahun minimal pada salah satu bidang (1) interaksi sosial, (2)
kemampuan bahasa dan komunikasi, (3) cara bermain simbolik dan
imajinatif.

D.

Bukan disebabkan oleh Sindroma Rett atau


Gangguan Disintegratif Masa Anak.

Ceklis Deteksi Dini Autis (CHAT/Checklist for Autism in Toddlers)


A
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
B.
1.

Alo Anamnesis
Apakah anak senang diayun-ayun atau diguncangguncang naik turun di paha anda ?
Apakah anak tertarik (memperhatikan) anak lain ?
Apakah anak suka memanjat-manjat, seperti
memanjat tangga ?
Apakah anak suka bermain cilukba, petak
umpet ?
Apakah anak pernah bermain seolah-olah membuat
secangkir teh menggunakan mainan berbentuk
cangkir dan teko, atau permainan lain ?
Apakah anak pernah menunjuk atau meminta
sesuatu dengan menunjukkan jari ?
Apakah anak pernah menggunakan jari untuk
menunjuk ke sesuatu agar anda melihat ke sana?
Apakah anak dapat bermain dengan mainan yang
Kecil (mobil atau kubus) ?
Apakah anak pernah memberikan suatu benda
untuk menunjukkan sesuatu ?
Pengamatan
Selama pemeriksaan apakah anak menatap (kontak

Ya

Tidak

Ya

Tidak

2.

3.
4.

5.

mata) dengan pemeriksa ?


Usahakan menarik perhatian anak, kemudian
pemeriksa menunjuk sesuatu di ruangan pemeriksa
an sambil mengatakan : Lihat itu ada bola (atau
mainan lain)!.
Perhatikan mata anak, apakah ia melihat ke benda
yang ditunjuk, bukan melihat tangan pemeriksa ?
Usahakan menarik perhatian anak, berikan mainan
gelas/cangkir dan teko. Katakan pada anak : Buat
kan secangkir susu buat mama!
Tanyakan pada anak : Tunjukkan mana gelas!
(Gelas dapat diganti dengan nama benda lain yang
dikenal anak dan ada di sekitar kita). Apakah anak
menunjukkan benda tersebut dengan jarinya? Atau
sambil menatap wajah anda ketika menunjuk ke
suatu benda?
Apakah anak dapat menumpuk beberapa kubus/
balok menjadi suatu menara ?

Tatalaksana
Di era modern ini, terdapat berbagai pilihan terapi autis. Di antaranya sebagai
berikut:
a.

Applied Behavioral Analysis (ABA)


ABA adalah jenis terapi yang telah lama dipakai , telah dilakukan penelitian
dan didisain khusus untuk anak dengan autisme. Sistem yang dipakai adalah
memberi pelatihan khusus pada anak dengan memberikan positive
reinforcement (hadiah/pujian). Jenis terapi ini bias diukur kemajuannya.
Saat ini terapi inilah yang paling banyak dipakai di Indonesia.

b.

Terapi Wicara
Hampir semua anak dengan autisme mempunyai kesulitan dalam bicara dan
berbahasa. Biasanya hal inilah yang paling menonjol, banyak pula individu
autistic yang non-verbal atau kemampuan bicaranya sangat kurang.
Kadang-kadang bicaranya cukup berkembang, namun mereka tidak mampu
untuk memakai bicaranya untuk berkomunikasi/berinteraksi dengan orang
lain.
Dalam hal ini terapi wicara dan berbahasa akan sangat menolong.

c.

Terapi Okupasi

Hampir

semua

anak

autistik

mempunyai

keterlambatan

dalam

perkembangan motorik halus. Gerak-geriknya kaku dan kasar, mereka


kesulitan untuk memegang pinsil dengan cara yang benar, kesulitan untuk
memegang sendok dan menyuap makanan kemulutnya, dan lain sebagainya.
Dalam hal ini terapi okupasi sangat penting untuk melatih mempergunakan
otot -otot halusnya dengan benar.
d.

Terapi Fisik
Autisme adalah suatu gangguan perkembangan pervasif. Banyak diantara
individu autistik mempunyai gangguan perkembangan dalam motorik
kasarnya.
Kadang-kadang tonus ototnya lembek sehingga jalannya kurang kuat.
Keseimbangan tubuhnya kurang bagus. Fisioterapi dan terapi integrasi
sensoris akan sangat banyak menolong untuk menguatkan otot-ototnya dan
memperbaiki keseimbangan tubuhnya.

e.

Terapi Sosial
Kekurangan yang paling mendasar bagi individu autisme adalah dalam
bidang komunikasi dan interaksi . Banyak anak-anak ini membutuhkan
pertolongan dalam ketrampilan berkomunikasi 2 arah, membuat teman dan
main bersama ditempat bermain. Seorang terqapis sosial membantu dengan
memberikan fasilitas pada mereka untuk bergaul dengan teman-teman
sebaya dan mengajari cara-caranya.

f.

Terapi Bermain
Meskipun terdengarnya aneh, seorang anak autistik membutuhkan
pertolongan dalam belajar bermain. Bermain dengan teman sebaya berguna
untuk belajar bicara, komunikasi dan interaksi social. Seorang terapis
bermain bisa membantu anak dalam hal ini dengan teknik-teknik tertentu.

g.

Terapi Perilaku
Anak autistik seringkali merasa frustrasi. Teman-temannya seringkali tidak
memahami mereka, mereka merasa sulit mengekspresikan kebutuhannya,
Mereka banyak yang hipersensitif terhadap suara, cahaya dan sentuhan. Tak
heran bila mereka sering mengamuk. Seorang terapis perilaku terlatih untuk
mencari latar belakang dari perilaku negatif tersebut dan mencari solusinya

dengan merekomendasikan perubahan lingkungan dan rutin anak tersebut


untuk memperbaiki perilakunya.
h.

Terapi Perkembangan
Floortime, Son-rise dan RDI (Relationship Developmental Intervention)
dianggap sebagai terapi perkembangan. Artinya anak dipelajari minatnya,
kekuatannya

dan tingkat

perkembangannya,

kemudian

ditingkatkan

kemampuan sosial, emosional dan Intelektualnya. Terapi perkembangan


berbeda dengan terapi perilaku seperti ABA yang lebih mengajarkan
ketrampilan yang lebih spesifik.
i.

Terapi Visual
Individu autistik lebih mudah belajar dengan melihat (visual learners/visual
thinkers). Hal inilah yang kemudian dipakai untuk mengembangkan metode
belajar komunikasi melalui gambar-gambar, misalnya dengan metode PECS
(Picture Exchange Communication System). Beberapa video games bisa
juga dipakai untuk mengembangkan ketrampilan komunikasi.

j.

Terapi Biomedik
Terapi biomedik dikembangkan oleh kelompok dokter yang tergabung
dalam DAN! (Defeat Autism Now). Banyak dari para perintisnya
mempunyai anak autistik. Mereka sangat gigih melakukan riset dan
menemukan bahwa gejala-gejala anak ini diperparah oleh adanya gangguan
metabolisme yang akan berdampak pada gangguan fungsi otak. Oleh karena
itu anak-anak ini diperiksa secara intensif, pemeriksaan, darah, urin, feses,
dan rambut. Semua hal abnormal yang ditemukan dibereskan, sehingga otak
menjadi bersih dari gangguan. Terrnyata lebih banyak anak mengalami
kemajuan bila mendapatkan terapi yang komprehensif, yaitu terapi dari luar
dan dari dalam tubuh sendiri (biomedis).

DAFTAR PUSTAKA
1.

Dorland, W.A. Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. ed :


Hartanto, Huriawati, dkk. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

2.

Konsil Kedokteran Indonesia. 2006. Standar Kompetensi Dokter.


Jakarta, hal : 57.

3.

Maramis WF. Retardasi Mental dalam Catatan Ilmu Kedokteran


Jiwa, Airlangga University Press, Surabaya, 1994. Hal: 385-402

4.

Sadock BJ, Sadock VA. Mental Retardation in Kaplan &


Sadocks Synopsis of Psychiatry, Lippincott & William, London. p:1161-79

5.

Maslim R. Retardasi Mental.dalam Buku Saku Diagnosis


Gangguan Jiwa-Rujukan Ringkas dari PPDGJ III. Jakarta. Hal.119-21

6.

Papalia, Dianne E., Olds, Sally W., & Feldman, Ruth D. (2007).
Human Development, 10th ed. McGraw-Hill, New York.

7.

www.episentrum.com

8.

www.infodokterku.com

You might also like