Professional Documents
Culture Documents
Pembimbing :
Dr. Firmansyah, Sp. PD
Disusun oleh :
Franscisca Dini 406111008
DIABETES MELITUS
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi ...........................................................................................................3
Epidemiologi ..................................................................................................3
Patofisiologi Insulin .......................................................................................5
Klasifikasi ......................................................................................................6
Etiologi ...........................................................................................................7
Patofisiologi .................................................................................................10
Gejala Klinis ................................................................................................11
Diagnosa ......................................................................................................13
Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................16
Penatalaksanaan ...........................................................................................17
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)...................................................................26
Pemicu Sekresi Insulin ........................................................................26
Penambah Sensitivitas terhadap Insulin ..............................................32
Penghambat Glukoneogenesis ............................................................33
Penghambat glukosidase ...............................................................34
Insulin ..........................................................................................................36
Komplikasi DM ...........................................................................................40
Komplikasi Akut ..........................................................................................41
Hipoglikemi ........................................................................................41
Ketoasidosis Diabetik .........................................................................42
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non-ketotik ...............................44
Asidosis Laktat ....................................................................................47
Komplikasi Kronik .......................................................................................48
Makroangiopati ...................................................................................48
Mikroangipati ......................................................................................49
Neuropati .............................................................................................52
Pengendalian DM .........................................................................................54
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
DIABETES MELITUS
DIABETES MELITUS
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan
rahmat-Nya kepada penulis sehingga referat dengan judul DIABETES
MELITUS ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Referat
ini
disusun
dalam
rangka
memenuhi
tugas
akhir
DIABETES MELITUS.
DIABETES MELITUS
BAB I
PENDAHULUAN
DIABETES MELITUS
Urbanisasi
Hidup santai
DIABETES MELITUS
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Menurut WHO, diabetes merupakan penyakit kronis yang timbul karena
produksi insulin tidak cukup di pankreas, ataupun, keadaan dimana tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin merupakan hormon yang
mengatur regulasi gula darah. Hiperglikemia merupakan efek yang paling sering
timbul pada diabetes yang tidak terkontrol dan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengarah pada kerusakan yang lebih serius dari sistem pada tubuh terutama saraf dan
pembuluh darah.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2008, diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa darah (hiperglikemia) karena gangguan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya. 2
EPIDEMIOLOGI3
Selama 2 dekade terakhir, prevalensi DM meningkat secara drastis, terutama
tipe 2. hal ini dikarenakan peningkatan obesitas dan penurunan aktivitas. DM
meningkat seiring dengan usia. Insidens di Amerika Serikat 15 kasus dari 100.000
individu per tahun dan terus meningkat
Pada tahun 2000 :
-
DIABETES MELITUS
WHO memperkirakan lebih dari 180 juta orang diseluruh dunia yang
menderita diabetes dan angka ini diperkirakan akan menjadi dua kali lipat
pada tahun 2030
Sekitar 80% kematian karena diabetes ini terdapat pada negara yang
berpendapatan rendah-sedang
Lebih dari kematian terjadi pada usia > 70 tahun, dan 55% nya adalah
wanita
Menurut WHO kematian karena diabetes ini akan meningkat > dari 50% pada
10 tahun mendatang bila tidak diberi tindakan yang cepat dan tepat.
DIABETES MELITUS
DIABETES MELITUS
saluran cerna dan perangsangan aktivitas vagal pada pencernaan glukosa (atau
makanan).
Insulin dibutuhkan untuk penyerapan glukosa pada otot skelet, otot polos, otot
jantung, jaringan lemak, leukosit, lensa mata, humor akuosa dan hipofisis, sedangkan
jaringanjaringan yang penyerapan glukosa tidak dipengaruhi oleh insulin adalah otak
(kecuali mungkin bagian hypothalamus), tubuli ginjal, mukosa intestinal, eritrosit, dan
mungkin juga hati.
KLASIFIKASI
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (American Diabetes Association,1997) sesuai
anjuran PERKENI :
1.
2.
3.
10
DIABETES MELITUS
Aldosteromoma
e. Karena obat / zat kimia :
Vacor
Pentamidin
Asam Nikotinat
Glukokortikoid
Hormon Tiroid
Diazoxid
Agonis -adrenergik
Tiazid
Dilantin
Interferon-
f. Infeksi :
Rubella Congenital dan Cytomegalovirus (CMV)
g. Penyebab imunologi yang jarang
Antibody insulin
h. Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
Sindrom Down
Sindrom Klinefelter
Sindrom Turner
4.
ETIOLOGI
DM tipe 1 1,2
Pada DM tipe 1 atau yang disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM) terjadi destruksi bertahap dari sel beta pankreas dan prosesnya bervariasi
pada tiap individu. Penurunan progresif sekresi insulin akan mengakibatkan diabetes
jika massa sel beta telah hancur kira-kira 80 %. Pada 1 atau 2 tahun pertama setelah
onset diabetes dapat terjadi kebutuhan tubuh akan insulin menurun sehingga tercapai
kontrol gula darah dengan kadar insulin secukupnya atau bahkan yang lebih jarang,
insulin menjadi tidak diperlukan. Keadaan ini disebut sebagai fase Honeymoon.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
11
DIABETES MELITUS
dimana masih terdapat produksi insulin endogen dari sel beta residu. Tetapi
bagaimanapun juga, fase tenang ini akan menghilang bersamaan proses penghancuran
sel beta yang tersisa hingga akhirnya individu tersebut menjadi defisiensi insulin
komplit.
DM tipe 1 dibagi menjadi :
Respon Autoimun
Diabetes tipe 1 biasanya merupakan penyakit autoimun yang sifatnya progresif
dimana sel yang memproduksi insulin perlahan-lahan dihancurkan oleh sistem
imun tubuhnya sendiri. Tidak diketahui bagaimana awal mulanya terjadi proses
ini, namun penelitian menduga adanya faktor genetik dan lingkungan yang
berperan seperti infeksi virus.
Beberapa faktor yang berperan penting :
-
Abnormalitas Genetik3
Para peneliti sudah menemukan setidaknya 18 lokasi genetik berlabel IDDM1IDDM18. Regio IDDM1 mengandung gen HLA yang disebut major
histocompatibility complex yang mempengaruhi respon imun. Tahun 2007, para
peneliti menemukan KIAA0350 pada kromosom 16. Variasi dari gen ini
meningkatkan resiko anak dalam menderita diabetes tipe 1.
-
Bila ibunya menderita deabetes : resiko 2-3% sedangkan bila ayahnya yang
terkena : resiko 5-6%. Namun resiko meningkat sampai 30% bila kedua
orangtuanya menderita diabetes.
Molekul HLA kelas II DR3 dan DR4 sangat berhubungan dengan IDDM.
Pasien dengan DR3 juga beresiko pada penyakit autoimun endokrinopati lain
dan celiac disease.
Faktor kimia 3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
12
DIABETES MELITUS
Streptozotocin dan RH-787, racun tikus, secara selektif melukai sel islet dan
menyebabkan IDDM
Virus
Menurut para peneliti :
-
Dari infeksi, tubuh diperkenalkan pada protein virus yang kemudian akan
mempengaruhi sel protein.
T-cell dan antibodi akan menyerang protein sel seperti halnya menyerang
virus
Sebab lain : 3
-
Pankreatektomi
Kelainan kromosom
DM tipe 21,2
Kasus tipe 2 ini disebut juga sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Jumlahnya mencapai 90-95% dari seluruh kasus DM. Penyebab yang
mendasarinya bermacam-macam dan tidak terjadi destruksi dari sel beta pankreas.
Setidaknya pada tahap awal, dan kadang sepanjang hidupnya, pada individu tipe 2 ini
tidak akan membutuhkan terapi insulin untuk bertahan. Risikonya meningkat dengan
usia, kegemukan dan tingkat aktivitas yang rendah.
Tipe ini memiliki faktor predisposisi genetik, lebih kuat dibandingkan DM tipe
1, tetapi proses genetiknya sangat kompleks serta belum dapat diterangkan dengan
jelas. Tipe ini biasanya terjadi tanpa diketahui pada awalnya selama beberapa tahun
karena hiperglikemia berkembang bertahap dan pada tahap awal biasanya gejala
klasik tidak cukup nyata sehingga dapat disadari oleh pasien tersebut.
DM tipe 2 ditandai oleh 3 kelainan metabolik:
- Resistensi insulin
Penurunan kerja insulin terhadap jaringan target perifer (terutama otot dan
hati) merupakan gambaran yang paling menonjol dari DM tipe 2 dan
merupakan akibat dari kombinasi kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi
insulin mengganggu pemakaian glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
13
DIABETES MELITUS
lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ
di dalam tubuh
berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar
melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme.
Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap
berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
14
DIABETES MELITUS
Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu
oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk
ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
GEJALA KLINIS
Pada awal penyakit seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita.
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah :
1.
Keluhan klasik :
a).
Jika peningkatan kadar glukosa darah melewati batas ambang ginjal, maka
glukosa akan dikeluarkan lewat urin disebut dengan glikosuria. Glikosuria ini
akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin
( poliuria).
c).
Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum
banyak.
15
DIABETES MELITUS
d).
Gangguan penglihatan
Gatal/bisul
Gangguan ereksi
Keputihan
DM tipe 1
IDDM
DM tipe 2
NIDDM
2. Umur (th)
Dari Lahir
3. Onset
Akut
Lambat
4. Berhubungan
Tidak berhubungan
Tidak ada
dengan
5. Keadaan
klinik Berat
Ringan
saat di diagnosis
6. Kadar insulin
7. Berat badan
Insulin cukup/tinggi
kurus
gemuk/normal
8. Pengobatan
9. Riwayat
keluarga
30%
10%
16
DIABETES MELITUS
DIAGNOSIS
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Ada
perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM
dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala atau tanda DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala,
yang mempunyai risiko DM. Seringkali uji diagnostik dilakukan pada mereka dengan
uji penyaring positif.5
Kriteria Diagnostik diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO :
1.
2.
3.
Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11.1 mmol/L). TTGO
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air.
17
DIABETES MELITUS
GDP
-atau GDS
126
< 126
200
< 200
GDP
-atau GDS
126
200
100 - 125
< 100
140 - 199
< 140
126
< 126
200
< 200
TTGO
GD 2 jam
200
DIABETES MELITUS
140 - 199
TGT
< 140
GDPT
NORMAL
GDP
GDS
Nasihat umum
Perencanaan
makan
Latihan jasmani
Berat idaman
Belum perlu obat
penurun glukosa
18
DIABETES MELITUS
2.
Dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO), meskipun TTGO dengan beban
75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan
glukosa darah puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit
untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan
3.
TTGO
200
DM
140-199
< 140
TGT
Normal
19
DIABETES MELITUS
: glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/dL)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko
DM sebagai berikut : 8
1. Usia > 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m 2, yang disertai dengan faktor
risiko :
a. Kebiasaan tidak aktif
b. Turunan pertama dari orangtua dengan DM
c. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram, atau
riwayat DM-gestasional
d. Hipertensi ( 140/90 mmHg)
e. Kolestrol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserid 250mg/dl
f. Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
g. Menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin
h. Memilki riwayat penyakit kardiovaskuler.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
20
DIABETES MELITUS
Pemeriksaan penyaring dapat melalui kadar glukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan test toleransi glukosa.
Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM
Kadar glukosa (mg/dl )
Bukan DM
Belum pasti
DM
DM
Sewaktu
Plasma Vena
< 110
110 199
Darah Kapiler
< 90
90 199
Puasa
Plasma Vena
< 110
110 125
Darah Kapiler
< 90
90 109
Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002
200
200
126
110
Catatan : untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukan kelainan hasil,
dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun
tanpa faktor lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
PENATALAKSANAAN
Terdapat 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu :
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi Farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan
atau suntikan insulin. 2,6
1. Edukasi 2
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.
Prinsip dasar :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
21
DIABETES MELITUS
-
Perjalanan penyakit DM
Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain
Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah tidak tersedia)
22
DIABETES MELITUS
keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan OHO dan atau insulin.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari TGM ini antara lain : menurunkan berat
badan, menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa
darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, dan
memperbaiki koagulasi darah.
Tujuan TGM adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
Kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa sekitar 90 130mg/dl
Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180mg/dl
Kadar A1c < 7%
Tekanan darah < 130/80mmHg
Profil lipid :
Kolestrol LDL < 100mg/dl
Kolestrol HDL > 40mg/dl
Trigliserid < 150 mg/dl
Berat badan senormal mungkin
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetisi antara lain : tinggi badan, berat badan, status gizi, aktifitas
fisik, dan faktor usia. Selain itu beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan,
masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua juga dipikirkan. Pada
keadaan
infeksi
berat
dimana
proses
katabolisme
yang
tinggi
perlu
23
DIABETES MELITUS
Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang
sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah
besar gula misalnya permen.
Lemak
Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.
Bahan makanan yang perlu di batasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).
Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Usahakan lemak berasal dari
lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid), membatasi PUFA
(Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.
Protein
Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produksi susu rendah lemak, kacang-kacangan (leguminosa), tahu,
tempe.
Garam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
24
DIABETES MELITUS
Anjuran asupan natrium untuk diabetis sama dengan anjuran untuk masyarakat
umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau 6 7 g (1sendok teh) garam dapur.
Serat
Pemanis
Gula alkohol antara lain isomalt, lacticol, malitol, mannitol, sorbitol dan
xylotol, mengandung 2kalori/g.
25
DIABETES MELITUS
Klasifikasi IMT :
BB kurang
<18,5
BB normal
< 18,5-22,9
BB lebih
23,0
Dengan resiko
23,0 24,9
Obes I
25,0 29,9
Obes II
30,0
Berat ideal :
Kurus
Gemuk
40 59 tahun
60 69 tahun
> 70 tahun
26
DIABETES MELITUS
Keadaan istirahat
Aktivitas ringan
Aktivitas sedang
Berat badan :
Gemuk : kurangi 2030% kalori basal (tergantung tingkat kegemukan)
BB lebih : kurangi 10 %
Kurus
Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 1200
kkal/ hari untuk wanita dan 1200 1600 kkal/ hari untuk pria.
: + 300 kal
: + 500 kal
Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar makan pagi (20%), siang (30%)
dan sore (25%) serta porsi 2 3porsi makanan ringan (10-15%) diantara makan besar.
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan secara
bertahap disesuaikan dengan kondisi dan kebiasaan. . Untuk diabetisi yang mengidap
penyakit lain, pola pengaturan makan diseuaikan dengan penyakit penyertanya.
27
DIABETES MELITUS
Jenis
Continuous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti..
Rythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur (tidak banyak berhenti) Contoh : jalan kaki, jogging,
berlari, berenang, bersepeda, mendayung, mendayung.
Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat, contoh : jalan
cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan sebagainya.
Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
Maximum Heart Rate (MHR) = 220 umur
Target Heart Rate (THR)= 75 80% MHR.
Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani antara lain : 9
Periksa glukosa darah sebelum dan sesudah latihan dalam kurun waktu 30
menit untuk mengetahui glukosa darah stabil atau tidak. Jika gula darah sebelum olah
raga < 100 mg/dl, harus terlebih dahulu makan karbohidrat 25-50 g. Jika kadar gula
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
28
DIABETES MELITUS
darah > 250 mg/dl, jangan melakukan latihan jasmani berat ( misalnya bulu tangkis,
sepakbola,dan lainnya). Latihan sebaiknya dilakukan 1-3 jam setelah makan. Kenakan
sepatu yang pas, periksa kedua kaki setiap sebelum dan sesudah latihan. Setiap latihan
dimulai dengan peregangan / pemanasan dan diakhiri dengan pendinginan masingmasing selama 5-10 menit. Selalu ukur denyut nadi sebelum dan sesudah pemanasan,
ulangi lagi setelah 5 menit latihan inti. Setelah tercapai THR, intensitas
dipertahankan. Jangan teruskan jika ada gejala hipoglikemia.
Manfaat latihan jasmani secara teratur anatara lain:
Menjaga kebugaran
Menurunkan berat badan
Memperbaiki sensitifitas insulin sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa
secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c.
Mencegah komplikasi makro dan mikrovaskuler.
Membuat jantung lebih kuat dan meningkatkan sirkulasi
Memperbaiki tekanan darah
Memperbaiki kolestrol dan lemak tubuh
Meningkatkan kemampuan bernapas
Memperkuat otot dan meningkatkan kelenturan
Memperlambat proses penuaan
Mengurangi stress
4. Intervensi Farmakologis
A. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi 3 golongan antara lain : 8,13
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : Sulfonilurea dan Glinid
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin (Insulin Sensitizing) : Thiazolidindion
3. Penghambat Glukoneogenesis : Biguanid
4. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukoside alfa (acarbose)
1. Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
o Sulfonilurea
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
29
DIABETES MELITUS
Mekanisme kerja
Mekanisme kerja sulfonilurea adalah dengan merangsang sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. 7,9
Farmakokinetik
Absorpsi derivate sulfonilurea melalui usus baik, sehingga dapat diberikan
peroral. Setelah absorpsi, obat ini tersebar keseluruh cairan ekstrasel. Dalam
plasma sebgaian terikat dengan protein plasma terutama albumin (70-90%). Mula
kerja dan farmakokinetik setiap derivat sulfonilurea berbeda-beda. 9
Tolbutamid ( Rastinon )
30
DIABETES MELITUS
Mula kerja cepat dan kadar maksimal dicapai dalam 35 jam dan masa kerja 6-12
jam.
Absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan.
Dalam darah terikat protein plasma.
Didalam hati diubah menjadi karbositolbutamid dan diekskresi melalui ginjal.
Dosisnya 0,5 1,5 g dibagi dalam beberapa dosis. Isi tablet 500 mg.
Asetoheksamid
juga
memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam, sehingga
efeknya lebih lama daripada tolbutamid.
Mempunyai efek urikosurik sehingga dapat diberikan pada pasien DM dengan
penyakit Gout.
10 % metabolit diekskresi di empedu dan dikeluarkan bersama tinja.
Dosisnya : 0,25 1,25 g, dosis tunggal atau dibagi dalam beberapa dosis.
Tolazamid 9
Diserap lebih lambat didalam usus daripada sediaan lain, efek terhadap kadar
glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan.
Masa paruh 7 jam dan masa kerja 10 14 jam.
Tolazamid memiliki sifat khusus yaitu menurunkan resistensi insulin jaringan hati
dan diluar hati serta pemberian jangka panjang dapat memperbaiki resistensi
insulin.
Dosis : 100 250 mg dosis tunggal atau dalam beberapa dosis. Isi tablet 100 mg
dan 250 mg.
31
DIABETES MELITUS
32
DIABETES MELITUS
33
DIABETES MELITUS
4,9
34
DIABETES MELITUS
o Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea
dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari dua
macam obat yaitu :
a. Repaglinid (NovoNorm )
Derivate asam benzoate.
Efek antihipoglikemik ringan sampai sedang
Diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral.
Mekanisme kerja dengan cara mengaktifkan ATP- Sensitive- K-Channel
sehingga meningkatkan produksi insulin.
Diekresikan melalui hati.
Efek samping hipoglikemia lebih sedikit dibanding sulfonilurea, efek samping
lain berupa keluhan gastrointestinal.
Dosis : 1,5 6 mg/hari
b. Nateglinide ( Starlix)
Derivate fenilalanin
Cara kerja hampir sama dengan repaglinid.
Diabsorbsi cepat setelah pemberian oral
Efek samping yang terjadi keluhan infeksi saluran pernapasan.
Dosis : 360mg/hari
terdiri dari
35
DIABETES MELITUS
Golongan
ini
mempunyai
menurunkan
resistensi
insulin
dengan
3. Penghambat Glukoneogenesis
Golongan ini terdiri dari Metformin, buformin, dan fenformin.Mekanisme kerjanya
berbeda dengan sulfonilurea , obatobat tesebut kerjanya tidak melalui perangsangan
insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran. Pemberian biguanid pada orang nondiabetik tidak menurunkan kadar glukosa darah; tetapi sediaan biguanid ternyata
menunjukan efek potensiasi dengan insulin. Pemberian biguanid tidak menimbulkan
perubahan ILA (insulin Like Activity) di plasma, dan secara morfologis sel pulau
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
36
DIABETES MELITUS
37
DIABETES MELITUS
menghambat
peningkatan
glukosa
postprandial
dan
38
DIABETES MELITUS
39
DIABETES MELITUS
Ketoasidosis diabetik
Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin fisiologis.
Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada
40
DIABETES MELITUS
Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari pemeriksaan kadar glukosa
darah harian.
41
DIABETES MELITUS
Variasi pemberian insulin dapat diberikan untuk mencapai sasaran glukosa darah : 9
Insulin kerja pendek / kerja cepat saja, diberikan 3 kali sehari sebelum makan.
sehari.
Pemilihan cara pemakaian insulin sangat individual dan bergantung pada judegment
masingmasing pengelolah, diharapkan sasaran kadar glukosa darah pasien yang
dianjurkan dapat tercapai.
Cara pemberian insulin : 11
Insulin kerja cepat/pendek diberikan secara IV, SC, drip.
Insulin kerja menengah & panjang jangan diberikan secara IV karena bahaya emboli.
Cara penyuntikan insulin : 8
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan
dibawah kuklit (subkutan). Dengan arah alat
suntikan tegak lurus terhadap permukaan kulit.
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular
atau intravena secara bolus atau drip.
Terdapat sediaan insulin campuran antara
insulin kerja pendek dan kerja menengah,
dengan perbandingan dosis yang tertentu.
Apabila
tidak
tersedia
insulin
campuran
42
DIABETES MELITUS
subkutan
(diantara
tempat
penyuntikan insulin
43
DIABETES MELITUS
murni. Terapinya adalah dengan injeksi berulang kali dengan dosis kecil insulin
murni pada bagian tepi dari tempat yang terkena.
d. Lipohipertrofi
Lipohipertrofi adalah pengumpulan jaringan lemak subkutan ditempat
penyuntikan akibat lipogenik insulin. Regresi terjadi bila tidak lagi disuntikan
insulin pada tempat tersebut.
e. Resistensi insulin melalui antibodi
Dapat terjadi setiap saat, namun paling sering dalam 6 bulan pertama
dimulainya terapi insulin atau kembali terapi insulin. Manifestasi pertama berupa
hiperglikemia yang tidak berkurang dengan dosis insulin yang biasa diberikan.
f. Sepsis
Inflamasi lokal dan infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik.
Kombinasi insulin dan sulfonilurea 1,8,13
Pemakaian kombinasi kedua obat didasarkan bahwa rata-rata kadar glukosa
darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa puasanya. Dengan
memberikan dosis insulin kerja sedang pada malam hari, produksi glukosa hati pada
malam hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat turun.
Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian
sulfonilurea seperti biasanya. Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih
baik daripada insulin sendiri dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih
rendah.
Dan cara ini lebih dapat diterima pasien daripada penggunaan insulin
multipel.
I. AKUT
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
44
DIABETES MELITUS
HIPOGLIKEMIA
Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan seringkali
membahayakan hidup penderitannya serta ditandai dengan kadar glukosa darah
yang melonjak turun di bawah 90 mg/dl atau suatu keadaan klinik gangguan saraf
yang disebabkan penurunan glukosa darah.2
Faktor predisposisi terjadinya hipoglkemia :
Kadar insulin yang berlebihan
Dosis yang berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien ; ketidak
sesuaian dengan kebutuhan pasien.
Peningkatan bioavabilitas insulin : absorpsi yang cepat (aktivitas
jasmani, suntik dipeut, perubahan ke human insulin, antibodi insulin,
gagal ginjal (clearance insulin berkurang)
Peningkatan sensitivitas insulin
Defisiensi
hormon
counter
regulatory
penyakit
Addison,
hipopituitarisme.
Penurunan berat badan
Latihan jasmani, postpartum, variasi siklus mensturasi.
Asupan karbohidrat yang kurang
Makan tetunda atau lupa, porsi yang kurang.
Anorexia nervosa
Muntah, gastroparesis
Menyusui
Lain lain
Absorpsi yang cepat, pemulihan glikogen otot.
Alkohol, obat (salisilat, sulfonamid meningkatkan kerja sulfonilurea,
penyekat beta non-selektif, pentamidin)
Hipoglikemia yang paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea
dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus
diawasi sampai seluruh obat diekresikan dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang
diperlukan waktu cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih) terutama
diabetisi dengan gagal ginjal kronik. 2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
45
DIABETES MELITUS
Patofisiologi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
46
DIABETES MELITUS
produksi
asam
lemak
bebas
dan
badan
keton
(asetosat,
47
DIABETES MELITUS
1,18
mengakibatkan
kegagalan
pada
kemampuan
ginjal
dalam
48
DIABETES MELITUS
ginjal
atau
kardiovaskular,
pernah
ditemukan
penyakit
hidralazin,
dilantin,
simetidin
dan
haloperidol.
Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular,
aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma
hepatik dan operasi.
Pemeriksaan Penunjang18
Pemeriksaan laboratorium sangat membantu untuk membedakannya dengan
ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton negatif, dan
beberapa tambahan yang perlu diperhatikan: adanya hipernatremia, hiperkalemia,
azotemia, kadar blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30:1 (normal 10:1),
bikarbonat serum > 17,4 mEq/1. Bila pemeriksaan osmolalitas serum belum dapat
dilakukan, maka dapat dipergunakan formula :
Serum osmolalitas = 2 (Na++K+) + urea * + glukosa mg%**
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
49
DIABETES MELITUS
18
ginjal
atau
kardiovaskular,
pernah
ditemukan
penyakit
hidralazin,
dilantin,
simetidin
dan
haloperidol.
Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular,
aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma
hepatik dan operasi.
50
DIABETES MELITUS
Normal ringan
[Na (Cl+ HCO3)]
Dikutip dari : 1
Asidosis Laktat
Asidosis laktat terjadi karena peningkatan kadar asam laktat darah, yang
disebabkan gangguan perfusi dan hipoksemia. Dalam keadaan normosekmia
asidosis laktat bisa disebabkan oleh etanol dan biguanid. 16
II. KRONIS
Komplikasi
kronik
diabetes
ada
yakni
komplikasi
makroangiopati,
51
DIABETES MELITUS
ditujukan
terhadap
penurunan
risiko
kardiovaskular
secara
komprehensif, yaitu : 17
Pemberian aspirin
52
DIABETES MELITUS
Penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetisi. Biasanya gejala tipikal
claudicatio intermitten, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik
yang merupakan kelainan pertama yang muncul.
53
DIABETES MELITUS
Retinopati diabetika
Nefropati
Nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes
mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300mg/24jam atau
>20g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6
bulan. 20
Faktor faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik : 20
Kurang terkendalinya kadar glukosa darah (GDP > 140-160mg/dL (7,7
8,8mmol/L; HbA1c >7-8%)
Faktor faktor genetik
Kelainan hemodinamik ( peningkatan aliran ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
Hipertensi sistemik
Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolik)
Peradangan
Perubahan permeabilitas pembuluh darah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
54
DIABETES MELITUS
55
DIABETES MELITUS
Patofisiologi
Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan Growth Factor) yang berperan
pada mekanisme patogenik neuropati diabetik, hiperglikemia berkepanjangan
sebagai komponen faktor metabolik merupakan dasar utama patogenesisnya.
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivasi jalur poliol meningkat dengan
hasilnya adalah akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf. Hal ini
menyebabkan kerusakan ada sel saraf dengan mekanisme yang belum jelas.
Salah satu kemungkinannya ialah terjadi edem saraf dan gangguan transduksi
sinyal sel saraf. Hiperglikemia yang berkepanjangan juga menyebabkan
terbentuknya Advance Glycosilation End Products (AGEs) yang berakibat
vasodilatasi berkurang dan aliran darah ke saraf menurun. 1,24
Klasifikasi
Neuropati diabetik dibedakan atas : 24
a) Menurut perjalanan penyakitnya :
Neuropati fungsional / subklinis
Gejala kelainan biokimiawi, belum ada kelainan patologik, reversibel.
Neuropati struktural/.klinis
Gejala kerusakan struktur saraf, masih ada komponen yang reversibel.
Kematian neuron / ireversibel
Penurunan kepadatan serabut saraf .
Kerusakan serabut saraf umumnya dimulai dari distal menuju proksimal,
sedangkan proses perbaikan mulai dari sebaliknya. Oleh karena itu lesi distal
paling
sering
ditemukan,
seperti
distal
symmetrical
sensorymotor
polyneuropathy (DPN).
b) Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi :
Neuropati difus :
DPN
Neuropati otonom
Neuropati lower limb motor simetris proksimal (amiotropi)
Neuropati fokal :
Neuropati kranial
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
56
DIABETES MELITUS
Radikulopati
Entrapment neuropathy
Neuropati perifer yang paling sering dan penting adalah neuropati sensorik
perifer karena berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan diamputasi. 11
Klinis
Manifestasinya bervariasi tergantung dari jenis dan lokasi serabut saraf yang
mengalami lesi, mulai dari rasa kesemutan, kebas, tebal, mati rasa, rasa terbakar,
seperti ditusuk, dirobek, ditikam. Diagnosis tergantung dari ketelitian anamnesa dan
oemeriksaan fisik. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap diabetisi perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan
sederhana (refleks motorik, tes rasa getar dan tekanan, tes sensai suhu,
elektromiografi). Dilakukan sedikitnya setiap tahun. 8
Penatalaksanaan
Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan NSAID (Ibuprofen 600 mg 4x/hari),
antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malam hari, imipramin 100ng/hari,
nortriptilin 50-150mg malam hari, proxetine 40mg/hari), antikonvulsan (gabapentin
900mg 3x/hari, karbamazepin 200mg 4x/hari) dan topikal : capsaicin 0,075% 4x/hari,
transcutaneus electrical nerve stimulation. 8
Edukasi perawatan kaki antara lain harus diberikan secara detail pada semua diabetisi
dengan ulkus maupun neuropati perifer dan ada penyakit arteri perifer : 2
a) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk dipasir.
b) Periksa dan laporkan setiap hari, dan laporkan kepada dokter apabila ada
kulit yang terkelupas, daerah kemerahan atau luka.
c) Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
d) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoleskan losion
pelembab ke kulit yang kering.
PENGENDALIAN DM
57
DIABETES MELITUS
Sedang
Buruk
80-109
110-125
-126
110-144
145-179
180
HbA1C (%)
4-5.9
6-8
>8
< 200
200-239
240
< 100
100-129
130
> 45
35-45
< 35
Trigliserid (mg/dl)
< 150
150-199
200
IMT (kg/m2)
18,5-22,9
23-25
>25/< 18.5
20-24,9
25-27
> 27/< 20
< 130/80
antara
> 160/95
58
DIABETES MELITUS
Untuk penderita DM usia > 60 tahun, sasaran kadar gula darah lebih tinggi yaitu gula
darah puasa < 150 mg/dl dan 2 PP < 200 mg/dl. Hal ini adalah untuk menghindari
timbulnya hipoglikemia.
Hemoglobin yang terglikosilasi (HbA1a, HbA1b, dan HbA1c) merupakan hasil reaksi glukosa dengan hemoglobin yang nonenzimatik. Jika terjadi hiperglikemia
pada waktu yang lama maka permukaan hemoglobin akan terglikosilasi tanpa enzim
tertentu, sehingga akan terbentuk ikatan glikosilat pada minggu ke 8-10. Petanda ini
menjadi penting karena dapat memantau perjalanan penyakit, biasanya diperiksa
setiap tiga bulan sekali. Kisaran angka normal ialah 7-9%. Di bawah 7 berarti telah
terjadi hipoglikemia dalam waktu lama, sedangkan di atas 9 berarti makin rentan
terdapat komplikasi diabetes mellitus jangka panjang.
BAB III
KESIMPULAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
59
DIABETES MELITUS
Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pengelolahan diabetes perlu mendapat
perhatian yang serius. Jika tidak, penyakit tersebut dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi, seperti penyakit pembuluh darah tungkai, impotensi, penyakit jantung,
stroke (berisiko 2-4 kali lebih tinggi), tekanan darah tinggi, gagal ginjal, kerusakan
sistem saraf, dan gangguan pada mata. Sehingga angka kematian akibat DM menjadi
tinggi.
Gambaran klinis sangat mudah diketahui antara lain, banyak makan
(polifagia), banyak minum (polidipsia), dan sering buang air kecil (poliuria). Pada
penderita diabetes mellitus sering terjadi penurunan berat badan yang drastis, mudah
lelah, kram, impotensi, gangguan penglihatan, gatal-gatal, bisul, keputihan, TBC,
penyakit ginjal, penyakit jantung koroner, dan stroke. Untuk mengetahui lebih jelas
apakah Anda terkena diabetes mellitus atau tidak, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
kadar gula darah secara teratur.
60
DIABETES MELITUS
Meskipun
diabetes
tidak
dapat
disembuhkan,
penderita
dapat
LAMPIRAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013
61
DIABETES MELITUS
126
< 126
126
200
< 200
200
100-125
< 100
Atau
GDS
140-199
< 140
126
< 126
Atau
GDS
TTGO
200
< 200
GD 2 jam
200
140-199
TGT
< 140
GDPT
Normal
DIABETES MELITUS
Nasihat umum
Perencanaan makan
Latihan jasmani
Berat idaman
GDS
TGT
62
DIABETES MELITUS
Penyuluhan DM menyeluruh
Penyuluhan perencanaan makan & kegiatan jasmani
ST#
STT
Penekanan kembali
Perancanaan makan & kegiatan jasmani
ST
STT
pasien)
+ 1 macam obat :
Biguanid (B) / penghambat glukosidase (PG)*
ST
STT
Glitazon
ST
STT
TKOI*
*
Evalusi 2-4 minggu
STT
Insulin
TKOI*
*
STT
Insulin
TKOI*
*
STT
Insulin
ST
STT
Evalusi 2-4
minggu
Insulin
**
: TKOI = Terapi Kombinasi OHO dan Insulin (OHO siang , insulin malam)
ST
63
DIABETES MELITUS
ST#
STT
Penekanan kembali
Kegiatan jasmani + insulin secretagogues
ST
STT
STT
TKOI*
*
STT
Insulin
STT
Insulin
STT
Insulin
ST
STT
TKOI*
*
ST
STT
Insulin
TKOI**
**
: TKOI = Terapi Kombinasi OHO dan Insulin (OHO siang hari, insulin malam
hari)
ST
64
DIABETES MELITUS
DAFTAR PUSTAKA
1. Power, AC. Diabetes Mellitus . Dalam Harrison`s Principles of Internal
Medicine. Editor : Kasper, et all. Jilid II edisi 16 th. United States of America :
McGraw Hill Companies, Inc.
2. American Diabetes Association : Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus, 2008.
3. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1852-1856
4. Handoko, Tony dan B.Suharto. Insulin, Glukagon dan Anti Diabetik Oral
Dalam : Farmakologi dan Terapi. Editor : Sulistia D. Ganiswarna, dkk. Edisi 4.
Jakarta : Balai Penerbitan FKUI. 1999
5. Manaf, A. Insulin : Mekanisme sekresi dan aspek metabolisme Dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ;18681869
6. Noer H.m Sjaifoellah, 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid 1,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
7. Gustaviani, Reno. Diagnosa
dan Klasifikasi
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit FKUI. 2006; 1857-1859
8. Konsensus Penanganan dan Pengelolahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia
2006. Jakarta : Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006.
9. Konsensus Penanganan dan Pengelolahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia
2002. Jakarta : Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2002.
10. Yunir, Em dan Suharko Soebardi. Terapi Non Farmakologi pada Diabetes
Mellitus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk.
Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2006 ; 1864-1867
65
DIABETES MELITUS
11. Schilictman, James dan Mark Graber. Gangguan Hematologik, Elektrolit dan
Metabolik .Dalam : Buku Saku Dokter Keluarga Universitas of IOWA. Editor :
Mark.A.Graber,M.D,dkk. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006
12. www.id.wikipedia.org_wiki/Diabetes_mellitus.html
13. Soegondo, Sidartawan .Farmakologi pada Pengendalian
Glikemia Diabetes
Mellitus tipe 2 . Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo,
dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006; 1860-1863
14. Clinical Experience With DPP-4 Inhibitors : A New and Different Approach for
Treating Type 2 Diabetes Through Incretin Enhancement.Highlists of scientific
symposium held At the 19th World Diabetes Congress, Cape Town, South Africa,
0n 5 December 2006. International Diabetes Federation (IDF) : 2006
15. Soewondo, Pradana. Ketoasidosis Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1874-1877
16. Soewondo, Pradana dan Andra Aswar. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik
.
Editor : Reno Gustaviani, dkk. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas FKUI. 2007; 201-205
17. Soewondo, P. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik .Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 18781880
18. Soewondo, Pradana dan Hari Hendarto. Asidosis Laktat .Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1881-1883
19. Pandelaki, Karel. Retinopati Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1889-1893.
20. www.emedicine.com_ped/TOPIC581.HTML
66
DIABETES MELITUS
21. Hendromartono. Nefropati Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1898-1901.
22. Subketi, Imam. Neuropati Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1902-1904.
67