You are on page 1of 67

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Pembimbing :
Dr. Firmansyah, Sp. PD
Disusun oleh :
Franscisca Dini 406111008

KEPANITERAAN ILMU PENYAKIT DALAM


RSPI PROF DR SULIANTI SAROSO
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TARUMANAGARA
PERIODE 4 MARET 11 MEI 2013
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ...........................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Definisi ...........................................................................................................3
Epidemiologi ..................................................................................................3
Patofisiologi Insulin .......................................................................................5
Klasifikasi ......................................................................................................6
Etiologi ...........................................................................................................7
Patofisiologi .................................................................................................10
Gejala Klinis ................................................................................................11
Diagnosa ......................................................................................................13
Pemeriksaan Penunjang ...............................................................................16
Penatalaksanaan ...........................................................................................17
Obat Hipoglikemik Oral (OHO)...................................................................26
Pemicu Sekresi Insulin ........................................................................26
Penambah Sensitivitas terhadap Insulin ..............................................32
Penghambat Glukoneogenesis ............................................................33
Penghambat glukosidase ...............................................................34
Insulin ..........................................................................................................36
Komplikasi DM ...........................................................................................40
Komplikasi Akut ..........................................................................................41
Hipoglikemi ........................................................................................41
Ketoasidosis Diabetik .........................................................................42
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non-ketotik ...............................44
Asidosis Laktat ....................................................................................47
Komplikasi Kronik .......................................................................................48
Makroangiopati ...................................................................................48
Mikroangipati ......................................................................................49
Neuropati .............................................................................................52
Pengendalian DM .........................................................................................54
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

BAB III KESIMPULAN ....................................................................................... 56


LAMPIRAN ........................................................................................................... 58
Langkah-langkah Diagnostik DM & Gamgguan Toleransi Glukosa.......... 58
Alogaritma Pengelolaan DM Tipe 2 Gemuk................................................ 59
Alogaritma Pengelolaan DM Tipe 2 Tidak Gemuk...................................... 60
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................61

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas kasih karunia dan
rahmat-Nya kepada penulis sehingga referat dengan judul DIABETES
MELITUS ini dapat selesai dengan baik dan tepat pada waktunya.
Referat

ini

disusun

dalam

rangka

memenuhi

tugas

akhir

Kepaniteraan Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas


Tarumanagara di Rumah Sakit Penyakit Infeksi Sulianti Saroso periode
4 Maret sampai dengan 11 Mei 2013. Selain itu, besar harapan penulis
dengan adanya referat ini akan mampu menambah pengetahuan para
pembaca sekalian tentang

DIABETES MELITUS.

Dalam penulisan referat ini penulis telah mendapat bantuan,


bimbingan dan kerjasama dari berbagai pihak maka pada kesempatan
ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada: Dr. Firmansyah,
Sp. PD, selaku Pembimbing penyusunan Referat Kepaniteraan Klinik
Ilmu Penyakit Dalam RSPI Sulianti Saroso dan Rekan-rekan Anggota
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Penyakit Dalam periode 4 Maret
11 Mei 2013.
Penulis menyadari bahwa referat yang disusun ini juga tidak
luput dari kekurangan karena kemampuan dan pengalaman penulis yang
terbatas. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
dapat bermanfaat demi kesempurnaan makalah ini. Akhir kata, semoga
makalah ini bermanfaat bagi para pembaca.

Jakarta, April 2013


Penulis
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

BAB I
PENDAHULUAN

Diabetes mellitus ( DM ) merupakan salah satu penyakit metabolik bersifat


progresif yang disebabkan oleh defisiensi hormon insulin secara absolut atau relatif
atau karena penurunan kualitas hormon insulin sehingga terjadi keadaan hiperglikemia
( kadar gula darah tinggi ) yang kronik disertai kelainan metabolik. Gaya hidup seperti
pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas serta stres memberikan kontribusi
yang cukup signifikan terhadap defisiensi hormon insulin ini. Hal-hal tersebut
menyebabkan sel beta pankreas tidak mampu memproduksi insulin yang cukup untuk
mengolah asupan makanan yang berlebihan. Meningkatnya prevalensi diabetes
melitus dibeberapa negara berkembang, akibat peningkatan kemakmuran di negara
bersangkutan, akhir-akhir ini banyak disoroti.
Klasifikasi atau jenis diabetes ada bermacam-macam, yaitu DM tipe 1, DM
tipe 2, diabetes kehamilan/gestasional (DMG) dan diabetes melitus tipe lain. Ada juga
kelompok individu lain dengan toleransi glukosa abnormal tetapi kadar glukosanya
belum memenuhi syarat untuk masuk ke dalam kelompok DM, disebut toleransi
glukosa terganggu (TGT). Tetapi di Indonesia yang paling banyak ditemukan adalah
DM tipe 2. Di Indonesia DM tipe 1 sangat jarang ditemukan, ini mungkin karena
Indonesia terletak di daerah khatulistiwa atau barang kali faktor genetiknya memang
tidak menyokong, tetapi mungkin juga karena diagnosis DM tipe 1 yang terlambat
sehingga pasien sudah meninggal akibat komplikasi sebelum didiagnosis. Dari angka
prevalensi tampak bahwa semakin jauh letak suatu negara dari khatulistiwa semakin
tinggi prevalensi DM tipe 1-nya. Kekurangan asam aspartat pada posisi 57 dari rantai
HLD-DQ-beta menyebabkan orang itu menjadi rentan (susceptible) terhadap
timbulnya DM tipe 1.
Sebenarnya penyakit diabetes tidaklah menakutkan bila diketahui lebih awal.
Kesulitan diagnosis timbul karena kadang penyakit diabetes datang dengan tenang
dan bila dibiarkan akan menghayutkan pasien dalam komplikasi fatal. Oleh karena itu
mengenal tanda-tanda awal penyakit ini menjadi sangat penting.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Menurut penelitian epidemiologi yang telah dilaksanakan di Indonesia,


kekerapan diabetes sekitar 1,5 2,3% kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar
6%. Suatu penelitian terakhir yang dilakukan di Jakarta, kekerapan DM di daerah suburban yaitu Depok adalah 12,8%, sedangkan disuatu daerah rural di Jawa Barat angka
itu hanya 1,1%. Disini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural, menunjukkan
bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian DM.
Melihat tendensi kekerapan DM secara global yang terutama disebabkan oleh
karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dapat dimengerti bila dalam
kurun waktu 1 atau 2 dekade yang akan datang kekerapan DM di Indonesia akan
menigkat secara drastis. Hal ini disebabkan oleh faktor :
1. Faktor demografi

Jumlah penduduk meningkat

Penduduk berumur > 40 tahun meningkat

Urbanisasi

2. Gaya hidup yang kebarat-baratan

Pendapatan perkapita tinggi

Restoran cepat saji

Hidup santai

3. Berkurangnya penyakit infeksi dan kurang gizi.


Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pengelolahan diabetes perlu mendapat
perhatian yang serius. Jika tidak, penyakit tersebut dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi, seperti penyakit pembuluh darah tungkai, impotensi, penyakit jantung,
stroke (berisiko 2-4 kali lebih tinggi), tekanan darah tinggi, gagal ginjal, kerusakan
sistem saraf, dan gangguan pada mata. Sehingga angka kematian akibat DM menjadi
tinggi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Menurut WHO, diabetes merupakan penyakit kronis yang timbul karena
produksi insulin tidak cukup di pankreas, ataupun, keadaan dimana tubuh tidak dapat
menggunakan insulin yang diproduksi secara efektif. Insulin merupakan hormon yang
mengatur regulasi gula darah. Hiperglikemia merupakan efek yang paling sering
timbul pada diabetes yang tidak terkontrol dan dalam jangka waktu yang lama dapat
mengarah pada kerusakan yang lebih serius dari sistem pada tubuh terutama saraf dan
pembuluh darah.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2008, diabetes mellitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik yang ditandai dengan peningkatan
konsentrasi glukosa darah (hiperglikemia) karena gangguan pada sekresi insulin, kerja
insulin atau keduanya. 2

EPIDEMIOLOGI3
Selama 2 dekade terakhir, prevalensi DM meningkat secara drastis, terutama
tipe 2. hal ini dikarenakan peningkatan obesitas dan penurunan aktivitas. DM
meningkat seiring dengan usia. Insidens di Amerika Serikat 15 kasus dari 100.000
individu per tahun dan terus meningkat
Pada tahun 2000 :
-

0,19% pada yang berusia < 20 tahun

8,6 % pada yang berusia > 20 tahun

20,1 % pada mereka yang berusia > 65 tahun

Berdasarkan penelitian epidemiologi yang telah dilakukan di Indonesia,


kekerapan diabetes sekitar 1,5 2,3% kecuali di Manado yang agak tinggi sebesar
6%. Suatu penelitian terakhir yang dilakukan di Jakarta, kekerapan DM di daerah suburban yaitu Depok adalah 12,8%, sedangkan disuatu daerah rural di Jawa Barat angka
itu hanya 1,1%. Disini jelas ada perbedaan antara urban dengan rural, menunjukkan
bahwa gaya hidup mempengaruhi kejadian DM.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Berdasarkan data World Health Organisation (WHO), Indonesia menempati


urutan keenam di dunia sebagai negara dengan jumlah penderita diabetes mellitus
terbanyak setelah India, China, Uni Sovyet, Jepang, dan Brasil. Pada tahun 1995,
jumlah penderita diabetes di Indonesia mencapai 5 juta dengan peningkatan sebanyak
230.000 pasien diabetes per tahunnya, sehingga pada tahun 2005 diperkirakan akan
mencapai 12 juta penderita.
Berdasarkan data badan pusat statistik Indonesia ( 2003 ) diperkirakan
penduduk Indonesia yang berusia diatas 20 tahun sebesar 133 juta jiwa, dengan
prevalensi DM pada daerah urban sebesar 14,7% dan daerah rural 7,2%, maka
diperkirakan pada tahun 2003 terdapat diabetesi sejumlah 8,2 juta di daerah urban dan
5,5 juta di daerah rural.

WHO memperkirakan lebih dari 180 juta orang diseluruh dunia yang
menderita diabetes dan angka ini diperkirakan akan menjadi dua kali lipat
pada tahun 2030

Tahun 2005, sekitar 1,1juta orang meninggal dikarenakan diabetes

Sekitar 80% kematian karena diabetes ini terdapat pada negara yang
berpendapatan rendah-sedang

Lebih dari kematian terjadi pada usia > 70 tahun, dan 55% nya adalah
wanita

Menurut WHO kematian karena diabetes ini akan meningkat > dari 50% pada
10 tahun mendatang bila tidak diberi tindakan yang cepat dan tepat.

Gambar 1: Perkiraan jumlah diabetisi tahun 2030


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

PATOFISIOLOGI INSULIN 1,4,5


Insulin adalah suatu hormon yang dihasilkan oleh sel beta pulau Langerhans
kelenjar pankreas. Bila dirangsang oleh glukosa terjadi sekresi insulin bifasik. Fase
pertama (acute insulin secretion respons = AIR), merupakan sekresi insulin yang
segera setelah terjadi perangsangan pada sel beta, muncul dan berakhirnya cepat.
Puncaknya 1-2 menit dan mempunyai puncak yang tinggi. Fase pertama ini bertujuan
mengantisipasi kadar glukosa darah yang biasanya meningkat tajam setelah makan.
Kinerja AIR sangat penting dalam metabolisme glukosa karena sangat menentukan
terjadinya hiperglikemia darah pascaprandial. AIR yang berlangsung normal,
bermanfaat mencegah terjadinya hiperglikemia acute pascaprandial (HAP) atau
lonjakan glukosa pasca prandial (postprandial spike).
Fase kedua, sustained phase atau latent phase . Terjadi peningkatan sekresi
insulin kembali yang berlangsung perlahan dan bertahan dalam waktu yang relatif
lama. Puncaknya akan ditentukan seberapa besar glukosa darah diakhir fase pertama.
Apabila sekresi insulin pada fase pertama tidak adekuat maka akan dikompensaiskan
oleh fase kedua. Peningkatan produksi insulin pada fase kedua bertujuan memenuhi
kebutuhan tubuh agar kadar glukosa darah pascaprandial tetap dalam batas normal.
Biasanya, dengan kinerja fase pertama yang normal, disertai pula aksi insulin yang
normal di jaringan, sekresi fase kedua juga akan berlangsung normal. Tidak
diperlukan ekstra tambahan sintesis dan sekresi insulin pada fase 2 (hiperinsulinemia)
dalam rangka mempertahankan keadaan normoglikemia. Ini yang disebut keadaan
ideal.
Faktor faktor yang berperan dalam pengaturan sekresi insulin bermacam
nutrient, hormon saluran cerna ( gastrin, sekretin, kolesistokinin, peptide vasoaktif
saluran cerna, peptide yang merangsang pelepasan gastrin, dan enteroglukogan),
hormon pankreas dan neurotansmiter otonom.Glukosa, asam amino, asam lemak dan
badan keton merangsang pengeluaran insulin. Glukosa merupakan stimulasi utama
untuk sekresi insulin, disamping itu juga merupakan faktor esesnsial untuk bekerjanya
stimulant lain. Glukosa secara oral akan lebih efektif dalam memprovokasi sekresi
insulin dibanding pemberian secara intravena, karena adanya pengeluaran hormon

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

saluran cerna dan perangsangan aktivitas vagal pada pencernaan glukosa (atau
makanan).
Insulin dibutuhkan untuk penyerapan glukosa pada otot skelet, otot polos, otot
jantung, jaringan lemak, leukosit, lensa mata, humor akuosa dan hipofisis, sedangkan
jaringanjaringan yang penyerapan glukosa tidak dipengaruhi oleh insulin adalah otak
(kecuali mungkin bagian hypothalamus), tubuli ginjal, mukosa intestinal, eritrosit, dan
mungkin juga hati.

KLASIFIKASI
Klasifikasi Etiologis Diabetes Melitus (American Diabetes Association,1997) sesuai
anjuran PERKENI :
1.

Diabetes Melitus Tipe 1


(Destruksi sel , biasanya menjurus ke defisiensi insulin absolut).
A. Autoimun
B. Idiopatik

2.

Diabetes Melitus Tipe 2


Bervariasi mulai dari dominan resistensi insulin disertai defisiensi insulin
relatif sampai defek sekresi insulin disertai resistensi insulin.

3.

Diabetes Melitus Tipe lain


a. Defek genetik fungsi sel :
Maturity Onset Diabetes of the Young (MODY) 1,2,3
DNA mitokondria
b. Defek genetik kerja insulin:
c. Penyakit Eksokrin Pankreas :
Pankreatitis
Tumor / pankreatektomi
Fibrocalculous pancreatopathy
d. Endokrinopati :
Akromegali
Sindroma Cushing
Feokromositoma
Hipertiroidisme

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

10

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Aldosteromoma
e. Karena obat / zat kimia :
Vacor
Pentamidin
Asam Nikotinat
Glukokortikoid
Hormon Tiroid
Diazoxid
Agonis -adrenergik
Tiazid
Dilantin
Interferon-
f. Infeksi :
Rubella Congenital dan Cytomegalovirus (CMV)
g. Penyebab imunologi yang jarang
Antibody insulin
h. Sindroma genetik lain yang berkaitan dengan DM
Sindrom Down
Sindrom Klinefelter
Sindrom Turner
4.

Diabetes Melitus gestasional (kehamilan)

ETIOLOGI
DM tipe 1 1,2
Pada DM tipe 1 atau yang disebut juga Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(IDDM) terjadi destruksi bertahap dari sel beta pankreas dan prosesnya bervariasi
pada tiap individu. Penurunan progresif sekresi insulin akan mengakibatkan diabetes
jika massa sel beta telah hancur kira-kira 80 %. Pada 1 atau 2 tahun pertama setelah
onset diabetes dapat terjadi kebutuhan tubuh akan insulin menurun sehingga tercapai
kontrol gula darah dengan kadar insulin secukupnya atau bahkan yang lebih jarang,
insulin menjadi tidak diperlukan. Keadaan ini disebut sebagai fase Honeymoon.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

11

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

dimana masih terdapat produksi insulin endogen dari sel beta residu. Tetapi
bagaimanapun juga, fase tenang ini akan menghilang bersamaan proses penghancuran
sel beta yang tersisa hingga akhirnya individu tersebut menjadi defisiensi insulin
komplit.
DM tipe 1 dibagi menjadi :
Respon Autoimun
Diabetes tipe 1 biasanya merupakan penyakit autoimun yang sifatnya progresif
dimana sel yang memproduksi insulin perlahan-lahan dihancurkan oleh sistem
imun tubuhnya sendiri. Tidak diketahui bagaimana awal mulanya terjadi proses
ini, namun penelitian menduga adanya faktor genetik dan lingkungan yang
berperan seperti infeksi virus.
Beberapa faktor yang berperan penting :
-

T-lymphocytes memproduksi cytokines (factor imun) yang menyerang dan


secara bertahap menghancurkan sel pankreas. Sitokin yang penting
diantaranya IL-1 , TNF-, dan interferon-

Beberapa protein termasuk Glutamic Acid Decarboxylase (GAD), insulin, dan


antigen sel islet sangat berperan dalam proses ini.

Abnormalitas Genetik3
Para peneliti sudah menemukan setidaknya 18 lokasi genetik berlabel IDDM1IDDM18. Regio IDDM1 mengandung gen HLA yang disebut major
histocompatibility complex yang mempengaruhi respon imun. Tahun 2007, para
peneliti menemukan KIAA0350 pada kromosom 16. Variasi dari gen ini
meningkatkan resiko anak dalam menderita diabetes tipe 1.
-

Kembar monozygote : resiko 30% dalam 10 tahun setelah kembarannya


terdiagnosa sedangkan pada kembar dizygote resikonya 8%.

Bila ibunya menderita deabetes : resiko 2-3% sedangkan bila ayahnya yang
terkena : resiko 5-6%. Namun resiko meningkat sampai 30% bila kedua
orangtuanya menderita diabetes.

Molekul HLA kelas II DR3 dan DR4 sangat berhubungan dengan IDDM.
Pasien dengan DR3 juga beresiko pada penyakit autoimun endokrinopati lain
dan celiac disease.

Faktor kimia 3
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

12

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Streptozotocin dan RH-787, racun tikus, secara selektif melukai sel islet dan
menyebabkan IDDM
Virus
Menurut para peneliti :
-

Dari infeksi, tubuh diperkenalkan pada protein virus yang kemudian akan
mempengaruhi sel protein.

T-cell dan antibodi akan menyerang protein sel seperti halnya menyerang
virus

Sebab lain : 3
-

Pankreatektomi

IDDM sekunder karena kerusakan pankreas

Wolfram syndrome (diabetes insipidus, DM, optic atrophy, deafness)

Kelainan kromosom

DM tipe 21,2
Kasus tipe 2 ini disebut juga sebagai Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus
(NIDDM). Jumlahnya mencapai 90-95% dari seluruh kasus DM. Penyebab yang
mendasarinya bermacam-macam dan tidak terjadi destruksi dari sel beta pankreas.
Setidaknya pada tahap awal, dan kadang sepanjang hidupnya, pada individu tipe 2 ini
tidak akan membutuhkan terapi insulin untuk bertahan. Risikonya meningkat dengan
usia, kegemukan dan tingkat aktivitas yang rendah.
Tipe ini memiliki faktor predisposisi genetik, lebih kuat dibandingkan DM tipe
1, tetapi proses genetiknya sangat kompleks serta belum dapat diterangkan dengan
jelas. Tipe ini biasanya terjadi tanpa diketahui pada awalnya selama beberapa tahun
karena hiperglikemia berkembang bertahap dan pada tahap awal biasanya gejala
klasik tidak cukup nyata sehingga dapat disadari oleh pasien tersebut.
DM tipe 2 ditandai oleh 3 kelainan metabolik:
- Resistensi insulin
Penurunan kerja insulin terhadap jaringan target perifer (terutama otot dan
hati) merupakan gambaran yang paling menonjol dari DM tipe 2 dan
merupakan akibat dari kombinasi kerentanan genetik dan obesitas. Resistensi
insulin mengganggu pemakaian glukosa oleh jaringan yang sensitif terhadap
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

13

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

insulin dan meningkatkan produksi glukosa oleh hati; keduanya berkontribusi


pada hiperglikemia. Mekanisme molekuler dari resistensi insulin pada DM
tipe 2 belum dapat dijelaskan dengan pasti.
- Gangguan sekresi insulin
Sekresi dan sensitivitas insulin saling berhubungan. Pada DM tipe 2, sekresi
insulin awalnya meningkat sebagai respon terhadap resistensi insulin unutk
mempertahankan toleransi glukosa normal. Awalnya, defek sekresi ini ringan
(relatif) dan selektif melibatkan hanya sekresi insulin yang terstimulasi
glukosa. Respon terhadap sekretagok nonglukosa lainnya dipertahankan (mis:
arginin). Pada akhirnya defek ini berkembang hingga sekresi insulin tidak
mencukupi lagi (absolut) dengan alasan yang belum jelas.
- Peningkatan produksi glukosa oleh hepar
Pada DM tipe 2, reseptor insulin di hati memberikan gambaran kegagalan
hiperinsulinemia untuk menekan glukoneogenesis, yang menghasilkan
hiperglikemia puasa dan berkurangnya penyimpanan glikogen pada status
postprandial. Keadaan ini terjadi pada awal DM, meskipun biasanya terjadi
setelah onset kelainan sekresi insulin dan resistensi insulin di otot skleteal
terlebih dulu.
PATOFISIOLOGI
Pengolahan bahan makanan dimulai dari mulut kemudian ke lambung dan
selanjutnya ke usus. Didalam saluran pencernaan,

makanan yang terdiri dari

karbohidrat dipecah menjadi glukosa, protein dipecah

menjadi asam amino dan

lemak menjadi asam lemak. Ketiga zat makanan itu diedarkan ke seluruh tubuh untuk
dipergunakan oleh organ-organ

di dalam tubuh

sebagai bahan bakar. Supaya

berfungsi sebagai bahan bakar zat makanan itu harus diolah, dimana glukosa dibakar
melalui proses kimia yang menghasilkan energi yang disebut metabolisme.
Dalam proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu
memasukkan glukosa ke dalam sel yang digunakan sebagai bahan bakar. Insulin
adalah suatu zat atau hormon yang dihasilkan oleh sel beta di pankreas, bila insulin
tidak ada maka glukosa tidak dapat masuk sel dengan akibat glukosa akan tetap
berada di pembuluh darah yang artinya kadar glukosa di dalam darah meningkat.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

14

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Pada Diabetes melitus tipe 1 terjadi kelainan sekresi insulin oleh sel beta
pankreas. Pasien diabetes tipe ini mewarisi kerentanan genetik yang merupakan
predisposisi untuk kerusakan autoimun sel beta pankreas. Respon autoimun dipacu
oleh aktivitas limfosit, antibodi terhadap sel pulau langerhans dan terhadap insulin itu
sendiri.
Pada diabetes melitus tipe 2 jumlah insulin normal, tetapi jumlah reseptor
insulin yang terdapat pada permukaan sel yang kurang sehingga glukosa yang masuk
ke dalam sel sedikit dan glukosa dalam darah menjadi meningkat.
GEJALA KLINIS
Pada awal penyakit seringkali tidak dirasakan dan tidak disadari oleh penderita.
Beberapa keluhan dan gejala yang perlu mendapat perhatian ialah :
1.

Keluhan klasik :
a).

Penurunan berat badan (BB) dan rasa lemah.

Penurunan BB yang berlangsung dalam waktu relatif singkat harus


menimbulkan kecurigaan. Rasa lemah hebat hal ini disebabkan glukosa dalam
darah tidak masuk ke dalam sel, sehingga sel kekurangan bahan bakar untuk
menghasilkan tenaga. Sehingga sumber tenaga terpaksa diambil dari cadangan
lain yaitu sel lemak dan otot. Akibatnya penderita kehilangan jaringan lemak
dan otot sehingga menjadi kurus.
b).

Banyak kencing (Poliuria)

Jika peningkatan kadar glukosa darah melewati batas ambang ginjal, maka
glukosa akan dikeluarkan lewat urin disebut dengan glikosuria. Glikosuria ini
akan mengakibatkan diuresis osmotik yang meningkatkan pengeluaran urin
( poliuria).
c).

Banyak minum (Polidipsia)

Rasa haus amat sering dialami oleh penderita karena banyaknya cairan yang
keluar melalui kencing. Untuk menghilangkan rasa haus itu penderita minum
banyak.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

15

DIABETES MELITUS
d).

Franscisca Dini (406111008)


Banyak makan (Polifagia)

Kalori dari makanan yang dimakan, setelah dimetabolisasikan menjadi


glukosa dalam darah tidak seluruhnya dapat dimanfaatkan, penderita selalu
merasa lapar.
2. Keluhan lain :

Gangguan saraf tepi/kesemutan

Gangguan penglihatan

Gatal/bisul

Gangguan ereksi

Keputihan

Tabel 1. Perbandingan antara DM tipe 1 dengan DM tipe 2


1. Nama

DM tipe 1
IDDM

DM tipe 2
NIDDM

2. Umur (th)

Dari Lahir

> 40 (tapi tidak selalu)

3. Onset

Akut

Lambat

4. Berhubungan

HLA-DR3 & DR4

Tidak berhubungan

Ada islet cell antibody

Tidak ada

dengan
5. Keadaan

klinik Berat

Ringan

saat di diagnosis
6. Kadar insulin
7. Berat badan

Tidak ada insulin

Insulin cukup/tinggi

kurus

gemuk/normal

Insulin, diet, olah raga

Diet, olah raga, tablet, insulin

8. Pengobatan
9. Riwayat
keluarga

30%
10%

100% kembar identik kena

30-50% kembar identik kena

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

16

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

DIAGNOSIS
Diagnosa DM harus didasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa darah. Ada
perbedaan antara uji diagnostik DM dan pemeriksaan penyaring. Uji diagnostik DM
dilakukan pada mereka yang menunjukan gejala atau tanda DM, sedangkan
pemeriksaan penyaring bertujuan untuk mengidentifikasi mereka yang tidak bergejala,
yang mempunyai risiko DM. Seringkali uji diagnostik dilakukan pada mereka dengan
uji penyaring positif.5
Kriteria Diagnostik diabetes mellitus dan gangguan toleransi glukosa menurut WHO :
1.

Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu 200 mg/dl (11.1 mmol/L).


Glukosa sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari tanpa
memperhatikan waktu makan terakhir, atau

2.

Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa 126 mg/dl (7 mmol/L).


Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sedikitnya 8 jam,
atau

3.

Kadar glukosa darah 2 jam pada TTGO 200 mg/dl (11.1 mmol/L). TTGO
dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang setara
dengan 75 g glukosa anhidrus yang dilarutkan kedalam air.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

17

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Bagan 1 : Langkah langkah diagnostik DM dan Glukosa Toleransi Terganggu2

Keluhan Klinik Diabetes

Keluhan Klasik Diabetes (+)

GDP
-atau GDS

126

< 126

200

< 200

Keluhan Klasik Diabetes (-)

GDP
-atau GDS

126
200

100 - 125

< 100

140 - 199

< 140

Ulang GDS atau GDP


GDP
-atau GDS

126

< 126

200

< 200

TTGO
GD 2 jam

200

DIABETES MELITUS

140 - 199
TGT

< 140
GDPT
NORMAL

Evaluasi status gizi


Evaluasi penyulit DM
Evaluasi perencanaan
Makan sesuai
kebutuhan

GDP

: Glukosa darah puasa

GDS

: Glukosa darah sewaktu

Nasihat umum
Perencanaan
makan
Latihan jasmani
Berat idaman
Belum perlu obat
penurun glukosa

GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu


TGT

: Toleransi Glukosa Terganggu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

18

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Berbagai keluhan dapat ditemukan pada diabetisi. Kecurigaan adanya DM


perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan-keluhan seperti yang telah disebutkan di
atas. Pada dasarnya, diagnosa DM dapat ditegakkan melalui tiga cara, yaitu :
1.

Jika keluhan klasik ditemukan, maka pemeriksaan glukosa darah sewaktu


200 mg/dl sudah cukup untuk menegakan diagnosis DM.

2.

Dengan tes toleransi glukosa oral (TTGO), meskipun TTGO dengan beban
75 g glukosa lebih sensitif dan spesifik dibandingkan dengan pemeriksaan
glukosa darah puasa, namun memiliki keterbatasan tersendiri. TTGO sulit
untuk dilakukan berulang-ulang dan dalam praktek sangat jarang dilakukan

3.

Dengan pemeriksaan glukosa darah puasa yang lebih mudah dilakukan,


mudah diterima oleh pasien serta murah sehingga pemeriksaan ini dianjurkan
untuk diagnosis DM.
Bagan 2. Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) :

TTGO

GD 2 Jam pasca pembebanan

200

DM

140-199

< 140

TGT

Normal

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

19

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Tabel 2 : Kriteria Diagnosis DM 2


1. Gejala klasik DM + glukosa darah sewaktu 200 mg/dl (11,1mmol/L)
Glukosa darah sewaktu merupakan hasil pemeriksaan sesaat pada suatu hari
tanpa memperhatikan waktu makan terakhir.
2. Gejala klasik DM + kadar glukosa darah puasa 126 mg /dl (7,0mmol/L)
Puasa diartikan pasien tidak mendapat kalori tambahan sekitar 8 jam.
3. Kadar glukosa 2 jam pada TTGO 200mg/dl (11,1mmol/L)
TTGO dilakukan dengan standar WHO, menggunakan beban glukosa yang
setara dengan 75 gram glukosa anhidrus yang dilarutkan dalam air.
Apabila hasil pemeriksaan tidak memenuhi kriteria normal atau DM, maka dapat
digolongkan dalam kelompok TGT atau GDPT tergantung hasil yang diperoleh.
TGT : glukosa darah plasma 2 jam setelah beban antara 140 199 mg/dL (7,8
11,0 mmol/L)
GDPT

: glukosa darah puasa antara 100 125 mg/dL (5,6 6,9 mmol/dL)

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penyaring dikerjakan pada kelompok dengan salah satu risiko
DM sebagai berikut : 8
1. Usia > 45 tahun
2. Usia lebih muda, terutama dengan IMT > 23 kg/m 2, yang disertai dengan faktor
risiko :
a. Kebiasaan tidak aktif
b. Turunan pertama dari orangtua dengan DM
c. Riwayat melahirkan bayi dengan BB lahir bayi > 4000 gram, atau
riwayat DM-gestasional
d. Hipertensi ( 140/90 mmHg)
e. Kolestrol HDL 35 mg/dl dan atau trigliserid 250mg/dl
f. Adanya riwayat toleransi glukosa yang terganggu (TGT) atau glukosa
darah puasa terganggu (GDPT) sebelumnya.
g. Menderita polycystic ovarial syndrome (PCOS) atau keadaan klinis
lain yang terkait dengan resistensi insulin
h. Memilki riwayat penyakit kardiovaskuler.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

20

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Pemeriksaan penyaring dapat melalui kadar glukosa darah sewaktu atau kadar
glukosa darah puasa, kemudian dapat diikuti dengan test toleransi glukosa.
Tabel 3. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai patokan penyaring
dan diagnosis DM
Kadar glukosa (mg/dl )

Bukan DM

Belum pasti

DM

DM
Sewaktu
Plasma Vena
< 110
110 199
Darah Kapiler
< 90
90 199
Puasa
Plasma Vena
< 110
110 125
Darah Kapiler
< 90
90 109
Sumber : PERKENI, Pengelolaan Diabetes Melitus Tipe 2, 2002

200
200
126
110

Catatan : untuk kelompok risiko tinggi yang tidak menunjukan kelainan hasil,
dilakukan pemeriksaan ulangan tiap tahun. Bagi mereka yang berusia > 45 tahun
tanpa faktor lain, pemeriksaan penyaring dapat dilakukan setiap 3 tahun.
PENATALAKSANAAN
Terdapat 4 pilar penatalaksanaan DM, yaitu :
1. Edukasi
2. Terapi gizi medis
3. Latihan jasmani
4. Intervensi Farmakologis
Pengelolaan DM dimulai dengan terapi gizi medis dan latihan jasmani selama
beberapa waktu (2 4 minggu). Apabila kadar glukosa darah belum mencapai
sasaran, dilakukan intervensi farmakologis dengan obat hipoglikemik oral (OHO) dan
atau suntikan insulin. 2,6
1. Edukasi 2
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku
telah terbentuk dengan mapan. Keberhasilan pengelolaan diabetes mandiri
membutuhkan partisipasi aktif pasien, keluarga dan masyarakat. Tim kesehatan
mendampingi pasien dalam menuju perubahan perilaku. Untuk mencapai
keberhasilan perilaku, dibutuhkan edukasi yang komprehensif dan upaya
peningkatan motivasi.
Prinsip dasar :
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

21

DIABETES MELITUS
-

Franscisca Dini (406111008)

Sampaikan informasi secara bertahap, mulai dari yang sederhana baru


kemudian yang lebih kompleks.

Hindari informasi yang terlalu banyak dalam waktu singkat.

Sesuaikan materi edukasi dengan masalah pasien.

Libatkan keluarga / pendamping dalam proses edukasi.

Berilah nasihat yang membesarkan hati dan hindari kecemasan.

Usahakan adanya kompromi tanpa ada paksaan.

Diskusikan hasil laboratorium.

Berikan motivasi / penghargaan atas hasil yang dicapai.

Edukasi yang diberikan kepada pasien meliputi pemahaman tentang :

Perjalanan penyakit DM

Makna dan perlunya pengendalian dan pemantauan DM

Penyulit DM dan risikonya

Intervensi farmakologis dan non-farmakologis serta target perawatan

Interaksi antara asupan makanan, aktifitas fisik dan obat hipoglikemik oral
atau insulin serta obat-obatan lain

Cara pemantauan glukosa darah dan pemahaman hasil glukosa darah atau urin
mandiri (hanya jika pemantauan glukosa darah tidak tersedia)

Pentingnya latihan jasmani yang teratur

Masalah khusus yang dihadapi (misalnya : hiperglikemia pada kehamilan)

Pentingnya perawatan diri

Cara mempergunakan fasilitas perawatan kesehatan


Edukasi dapat dilakukan secara indivudual dengan pendekatan berdasarkan

penyelesaian masalah, seperti halnya dengan proses edukasi, perubahan perilaku


memerlukan perencanaan yang baik, implementasi, evaluasi dan dokumentasi.
2. Terapi gizi medis 2,4,
Terapi gizi medis (TGM) merupakan bagian dari penatalaksanaan secara
menyeluruh dari anggota tim (dokter, ahli gizi, petugas kesehatan yang lain dan
pasien itu sendiri). TGM ini prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan
yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet
berdasarkan kebutuhan individual. Pada diabetisi perlu ditekankan pentingnya
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

22

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

keteraturan makan dalam hal jadwal makan, jenis dan jumlah makanan, terutama
pada mereka yang menggunakan OHO dan atau insulin.
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari TGM ini antara lain : menurunkan berat
badan, menurunkan tekanan sistolik dan diastolik, menurunkan kadar glukosa
darah, memperbaiki profil lipid, meningkatkan sensitivitas reseptor insulin, dan
memperbaiki koagulasi darah.
Tujuan TGM adalah untuk mencapai dan mempertahankan :
Kadar glukosa darah mendekati normal
Glukosa puasa sekitar 90 130mg/dl
Glukosa darah 2 jam setelah makan < 180mg/dl
Kadar A1c < 7%
Tekanan darah < 130/80mmHg
Profil lipid :
Kolestrol LDL < 100mg/dl
Kolestrol HDL > 40mg/dl
Trigliserid < 150 mg/dl
Berat badan senormal mungkin
Beberapa faktor yang harus diperhatikan sebelum melakukan perubahan
pola makan diabetisi antara lain : tinggi badan, berat badan, status gizi, aktifitas
fisik, dan faktor usia. Selain itu beberapa faktor fisiologi seperti masa kehamilan,
masa pertumbuhan, gangguan pencernaan pada usia tua juga dipikirkan. Pada
keadaan

infeksi

berat

dimana

proses

katabolisme

yang

tinggi

perlu

dipertimbangkan pemberian nutrisi khusus. Masalah lain yang tidak kalah


pentingnya adalah masalah status ekonomi, lingkungan, kebiasaan atau tradisi di
dalam lingkungan yang bersangkutan serta kemampuan petugas kesehatan yang
ada.

Komposisi bahan makanan yang dianjurkan terdiri dari :


Karbohidrat

Karbohidrat yang dianjurkan sebesar 45-65% total asupan energi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

23

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Pembatasan karbohidrat total < 130 g/hari tidak dianjurkan.

Makanan harus mengandung lebih banyak mengandung karbohidrat terutama


yang berserat tinggi.

Sukrosa tidak boleh lebih dari 10% total asupan energi.

Sedikit gula dapat dikonsumsi sebagai bagian dari perencanaan makan yang
sehat dan pemanis non-nutrisi dapat digunakan sebagai pengganti jumlah
besar gula misalnya permen.

Makan tiga kali sehari untuk mendistribusikan asupan karbohidrat dalam


sehari.

Lemak

Asupan lemak yang dianjurkan sekitar 25-30% kebutuhan kalori. Tidak


diperkenankan melebihi 30% total asupan energi.

Lemak jenuh < 7% kebutuhan kalori.

Lemak tidak jenuh ganda < 10%, selebihnya dari lemak tidak jenuh tunggal.

Bahan makanan yang perlu di batasi adalah yang banyak mengandung lemak
jenuh dan lemak trans antara lain: daging berlemak dan susu penuh (whole
milk).

Anjuran konsumsi kolesterol < 300 mg/hari. Usahakan lemak berasal dari
lemak tidak jenuh (MUFA/Mono Unsaturated Fatty Acid), membatasi PUFA
(Poly Unsaturated Fatty Acid) dan asam lemak jenuh.

Protein

Dibutuhkan sebesar 15 20% total asupan energi

Sumber protein yang baik adalah ikan, seafood, daging tanpa lemak, ayam
tanpa kulit, produksi susu rendah lemak, kacang-kacangan (leguminosa), tahu,
tempe.

Pada pasien dengan nefropati perlu penurunan asuapan protein menjadi


0,8g/KgBB/hari atau 10% dari kebutuhan energi dan 65% hendaknya bernilai
biologik tinggi.

Jika terdapat komplikasi kardiovaskuler, maka sumber protein nabati lebih


dianjurkan dari protein hewani.

Garam
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

24

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Anjuran asupan natrium untuk diabetis sama dengan anjuran untuk masyarakat
umum yaitu tidak lebih dari 3000 mg atau 6 7 g (1sendok teh) garam dapur.

Pembatasan natrium sampai dengan 2400 mg atau 6 g/hari garam dapur,


terutama untuk mereka yang hipertensi.

Sumber natrium antara lain garam dapur, vetsin dan soda.

Serat

Seperti masyarakat umumnya, diabetisi dianjurkan mengkonsumsi cukup serat


dari kacang kacangan, buah dan sayuran serta sumber karbohidrat yang
tinggi serat karena mengandung vitamin, mineral, serat dan bahan lain yang
baik untuk kesehatan.

Anjuran mengkonsumsi serat adalah 25 g/hari, diutamakan serat larut.

Pemanis

Pemanis dikelompokan pemanis bergizi dan tidak bergizi. Termasuk pemanis


bergizi adalah gula alkohol dan fruktosa.

Gula alkohol antara lain isomalt, lacticol, malitol, mannitol, sorbitol dan
xylotol, mengandung 2kalori/g.

Batasi penggunaan pemanis bergizi . dalam penggunaannya pemanis bergizi


perlu diperhitungkan kandungan kalorinya sebagai bagian dari kebutuhan
kalori sehari.

Fruktosa tidak dianjurkan karena efek samping pada lipid plasma.

Pemanis tak bergizi termasuk aspartam, sakarin, acesulfamepotassium,


sukralose, neotame.

Pemanis aman digunakan sepanjang tidak melebihi batas aman (ADI /


accepted Daily intake).

Perhitungan kebutuhan kalori pasien DM :


Beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang dibutuhkan diabetisi antara lain :
a. Berdasarkan kebutuhan kalori basal besarnya 25-30 kalori/KgBB ideal, ditambah
atau dikurangi bergantung beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dll.
b. Perhitungan Berat badan ideal (BBI) menurut indeks massa tubuh (IMT)
IMT = BB (kg) / TB2 (m)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

25

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Klasifikasi IMT :
BB kurang

<18,5

BB normal

< 18,5-22,9

BB lebih

23,0

Dengan resiko

23,0 24,9

Obes I

25,0 29,9

Obes II

30,0

Berat ideal :

IMT = 18,5-22,9 kg/m


IMT = 20-24,9 kg/m

c. Perhitungan BBI dengan rumus Broca yang dimodifikasi sbb :


BBI = 90% x (TB dalam cm 100) x 1 kg
Bila pria dengan tinggi badan < 160cm atau wanita < 150 cm, rumus modifikasi
sbb:
BB Normal

BBI = (TB dalam cm 100) x 1 kg


= BBI 10%

Kurus

= < BBI 10%

Gemuk

= > BBI + 10%

Untuk kepentingan praktis dilapangan, digunakan rumus Broca.


Penentuan kebutuhan kalori perhari :
Kalori basal :

: BBI (kg) x 30 kal/kgBB

: BBI (kg) x 25 kal/kgBB

Koreksi dan penyesuaian


Umur :

40 59 tahun

: kurangi 5% kalori basal

60 69 tahun

: kurangi 10% kalori basal

> 70 tahun

: kurangi 20% kalori basal

Aktifitas fisik dan pekerjaan :


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

26

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Keadaan istirahat

: tambah 10% kalori basal

Aktivitas ringan

: tambah 20% kalori basal

Aktivitas sedang

: tambah 30% kalori basal

Aktivitas sangat berat

: tambah 50% kalori basal

Berat badan :
Gemuk : kurangi 2030% kalori basal (tergantung tingkat kegemukan)
BB lebih : kurangi 10 %
Kurus

: tambah 2030% kalori basal(sesuai kebutuhan untuk meningkatkan


BB)

Untuk tujuan penurunan BB jumlah kalori yang diberikan paling sedikit 1000 1200
kkal/ hari untuk wanita dan 1200 1600 kkal/ hari untuk pria.

Stres metabolik (infeksi, operasi, stroke) : + 10 30%

Kehamilan trimester I dan II

: + 300 kal

Kehamilan trimester III dan menyusui

: + 500 kal

Makanan tersebut dibagi dalam 3 porsi besar makan pagi (20%), siang (30%)
dan sore (25%) serta porsi 2 3porsi makanan ringan (10-15%) diantara makan besar.
Untuk meningkatkan kepatuhan pasien, sejauh mungkin perubahan dilakukan secara
bertahap disesuaikan dengan kondisi dan kebiasaan. . Untuk diabetisi yang mengidap
penyakit lain, pola pengaturan makan diseuaikan dengan penyakit penyertanya.

Piramida makanan untuk diabetes


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

27

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

3. Latihan jasmani 8,10


Prinsip latihan jasmani bagi diabetisi :
Frekuensi : Kegiatan jasmani sehari hari dan latihan jasmani secara teratur (3-4
kali seminggu)
Intensitas : Ringan sampai sedang (60-70% Maximum Heart Rate)
Durasi

: Selama kurang lebih 30 60 menit

Jenis

: Latihan jasmani endurans (aerobik) untuk meningkatkan kardiorespirasi.


Latihan jasmani yang dianjurkan seperti : jalan kaki, bersepeda santai,
jogging, berenang.

Dianjurkan latihan yang sifatnya sesuai CRIPE : 9,10

Continuous
Latihan harus berkesinambungan dan dilakukan terus-menerus tanpa berhenti..

Rythmical
Latihan olah raga harus dipilih yang berirama, yaitu otot-otot berkontraksi dan
relaksasi secara teratur (tidak banyak berhenti) Contoh : jalan kaki, jogging,
berlari, berenang, bersepeda, mendayung, mendayung.

Interval
Latihan dilakukan selang-seling antara gerak cepat dan lambat, contoh : jalan
cepat diselingi jalan lambat, jogging diselingi jalan, dan sebagainya.

Progressive
Latihan dilakukan secara bertahap sesuai kemampuan dari intensitas ringan
sampai sedang hingga mencapai 30-60 menit.
Maximum Heart Rate (MHR) = 220 umur
Target Heart Rate (THR)= 75 80% MHR.

Endurance
Latihan daya tahan untuk meningkatkan kemampuan kardiorespirasi.
Hal yang perlu diperhatikan dalam latihan jasmani antara lain : 9
Periksa glukosa darah sebelum dan sesudah latihan dalam kurun waktu 30

menit untuk mengetahui glukosa darah stabil atau tidak. Jika gula darah sebelum olah
raga < 100 mg/dl, harus terlebih dahulu makan karbohidrat 25-50 g. Jika kadar gula
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

28

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

darah > 250 mg/dl, jangan melakukan latihan jasmani berat ( misalnya bulu tangkis,
sepakbola,dan lainnya). Latihan sebaiknya dilakukan 1-3 jam setelah makan. Kenakan
sepatu yang pas, periksa kedua kaki setiap sebelum dan sesudah latihan. Setiap latihan
dimulai dengan peregangan / pemanasan dan diakhiri dengan pendinginan masingmasing selama 5-10 menit. Selalu ukur denyut nadi sebelum dan sesudah pemanasan,
ulangi lagi setelah 5 menit latihan inti. Setelah tercapai THR, intensitas
dipertahankan. Jangan teruskan jika ada gejala hipoglikemia.
Manfaat latihan jasmani secara teratur anatara lain:
Menjaga kebugaran
Menurunkan berat badan
Memperbaiki sensitifitas insulin sehingga dapat memperbaiki kendali glukosa
secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c.
Mencegah komplikasi makro dan mikrovaskuler.
Membuat jantung lebih kuat dan meningkatkan sirkulasi
Memperbaiki tekanan darah
Memperbaiki kolestrol dan lemak tubuh
Meningkatkan kemampuan bernapas
Memperkuat otot dan meningkatkan kelenturan
Memperlambat proses penuaan
Mengurangi stress
4. Intervensi Farmakologis
A. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi 3 golongan antara lain : 8,13
1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : Sulfonilurea dan Glinid
2. Penambah sensitivitas terhadap insulin (Insulin Sensitizing) : Thiazolidindion
3. Penghambat Glukoneogenesis : Biguanid
4. Penghambat absorpsi glukosa : penghambat glukoside alfa (acarbose)
1. Pemicu Sekresi Insulin (Insulin Secretagogue)
o Sulfonilurea
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

29

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Golongan sulfonilurea terdiri dari 2 generasi : generasi pertama terdiri dari


tolbutamid, asetoheksamid, tolazamid dan klorpropamid; generasi kedua terdiri
dari glipizid, gliburid dan glimepirid. Generasi kedua ini 200 kali lebih kuat dari
pada generasi pertama. 9
Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaan
seperti pada orang tua, gangguan faal ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit
kardiovaskular, tidak dianjurkan pengguan sulfoniurea kerja panjang seperti
klopropamid. 3,7
Dosis permulaan sulfonilurea tergantung dari beratnya hiperglikemia. Bila
konsentrasi glukosa puasa < 200mg/dL, sebaiknya dimulai dengan pemberian dosis
kecil dan titrasi secara bertahap setelah 1 2 minggu sehingga tercapai glukosa darah
puasa 90 130 mg/dL . Bila glukosa darah puasa > 200mg/dL dapat diberikan dosis
awal yang lebih tinggi. Obat sebaiknya diminum setengah jam sebelum makan karena
diserap dengan lebih baik. Untuk obat yang diberikan satu kali perhari, sebaiknya
diberikan pada waktu makan pagi atau pada makan makanan porsi besar. 7
Obat ini merupakan pilihan utama bagi pasien berat badan normal dan
kurang, namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan dengan berat badan
lebih. 2

Mekanisme kerja
Mekanisme kerja sulfonilurea adalah dengan merangsang sel beta pankreas untuk
melepaskan insulin yang tersimpan. 7,9
Farmakokinetik
Absorpsi derivate sulfonilurea melalui usus baik, sehingga dapat diberikan
peroral. Setelah absorpsi, obat ini tersebar keseluruh cairan ekstrasel. Dalam
plasma sebgaian terikat dengan protein plasma terutama albumin (70-90%). Mula
kerja dan farmakokinetik setiap derivat sulfonilurea berbeda-beda. 9
Tolbutamid ( Rastinon )

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

30

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Mula kerja cepat dan kadar maksimal dicapai dalam 35 jam dan masa kerja 6-12
jam.
Absorbsi tidak dipengaruhi oleh makanan.
Dalam darah terikat protein plasma.
Didalam hati diubah menjadi karbositolbutamid dan diekskresi melalui ginjal.
Dosisnya 0,5 1,5 g dibagi dalam beberapa dosis. Isi tablet 500 mg.
Asetoheksamid

Dalam tubuh cepat sekali mengalami biotransformasi


Masa paruh plasma hanya - 2 jam dan masa kerja 12 24 jam.
Dalam tubuh diubah menjadi 1-hidroksiheksamid yang ternyata lebih kuat efek
hipoglikemianya daripada asetoheksamid itu sendiri. Selain itu

juga

memperlihatkan masa paruh yang lebih panjang, kira-kira 4-5 jam, sehingga
efeknya lebih lama daripada tolbutamid.
Mempunyai efek urikosurik sehingga dapat diberikan pada pasien DM dengan
penyakit Gout.
10 % metabolit diekskresi di empedu dan dikeluarkan bersama tinja.
Dosisnya : 0,25 1,25 g, dosis tunggal atau dibagi dalam beberapa dosis.

Tolazamid 9
Diserap lebih lambat didalam usus daripada sediaan lain, efek terhadap kadar
glukosa darah belum nyata untuk beberapa jam setelah obat diberikan.
Masa paruh 7 jam dan masa kerja 10 14 jam.
Tolazamid memiliki sifat khusus yaitu menurunkan resistensi insulin jaringan hati
dan diluar hati serta pemberian jangka panjang dapat memperbaiki resistensi
insulin.
Dosis : 100 250 mg dosis tunggal atau dalam beberapa dosis. Isi tablet 100 mg
dan 250 mg.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

31

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Klorpropamid 4, 7,9(Diabinese, Tesmel)


Cepat diserap oleh usus, 70 80% dimetabolisme dalam hati dan metabolitnya
cepat diekresi melalui ginjal.
Mempunyai sifat resistensi natrium sehingga hati hati pemberiannya untuk
pasien DM dengan hipertensi pada pemberian jangka panjang.
Masa paruh 36 jam (efek masih terlihat beberapa hari setelah pengobatan
dihentikan) dan lama kerja : 24-36jam.
Efek hipoglikemik maksimal dosis tunggal terjadi kira-kira 10 jam setelah obat itu
diberikan. Efek maksimal pemberian berulang, baru tercapai setelah 1-2 minggu.
Sedangkan ekskresinya baru lengkap setelah beberapa minggu.
Dosis : 100-500 mg, dosis tunggal.
Glipizid 7 (Glucotrol XL, Minidiab)
Mirip sulfonilurea lainnya dengan kekuatan 100x lebih kuat dari pada tolbutamid,
tetapi efek hipoglikemiknya maksimal mirip dengan sulfonilurea lain.
Lama kerja 10 16 jam.
Dosis tunggal pagi hari : terjadi peninggian kadar insulin selama 3x makan, tetapi
insulin puasa tidak meningkat.
Diabsorpsi lengkap sesudah pemberian secara oral dan dengan cepat
dimetabolisme dalam hati menjadi tidak aktif.
Metabolit dan kira kira 10% obat yang utuh dieksresikan melalui ginjal.
Sifat khusus : menekan produksi glukosa oleh hati.
Dosis : 5 20 mg / hari.
Gliburid / Glibenklamide (Daonil, Euglucon)
Cara kerjanya sama dengan sulfonilurea lainnya
Lama kerja 12 24 jam. 7
Obat ini 200 kali lebih kuat dari pada tolbutamid, tetapi efek hipoglikemia
maksimalnya mirip sulfonilurea lainnya.
Dimetabolisme di hati, hanya 25% metabolit diekresikan melalui urin dan sisanya
diekresi melalui empedu dan tinja.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

32

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Efektif dalam pemberian dosis tunggal.


Dosis : 2,5 15 mg /hari. 7
Gliklazid ( Diamicron MR, Diamicron)
Lama kerja 10 20jam. 7
Efek hipoglikemik sedang, sehingga jarang menimbulkan hipoglikemia.
Efek antiagregasi trombosit yang poten, sehingga tepat bila digunakan pada DM
tipe 2 dengan penyulit angiopati diabetik.
Dapat diberikan pada pasien dengan gangguan faal hati dan ginjal ringan.
Dosis : 80- 240 mg / hari. 7
Glikuidon (Glunenorm)
Efek hipoglikemik sedang, sehingga jarang menimbulkan hipoglikemia.
Hampir seluruhnya diekskresi melalui empedu dan usus, sehingga dapat diberikan
pada pasien dengan kelainan faal hati dan ginjal yang lebih berat.
Dosis : 30 120 mg/hari7
Glimepirid 7 (Amaryl, Gluvas, Amadiab, Metrix)
Lama kerja 24 jam
Dosis : 0,5 6 mg / hari

Efek samping sulfonilurea : 4,9


Umumnya efek samping tidak lebih dari 5%, sedang reaksi alergi jarang sekali
terjadi. Frekuensi efek samping paling rendah yakni tolbutamid. Gambaran gejala
pada dasarnya serupa untuk semua derivat sulfonilurea hanya frekuensinya yang
berlainan. Gejala gejalanya berupa :
Gejala saluran cerna : mual, diare, sakit perut, hipersekresi asam lambung yang
kadang terasa seperti pirosis substernal didaerah jantung.
Gejala susunan saraf pusat : vertigo, bingung, ataksia.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

33

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Gejala hematologik : leukopenia dan agranulositosis.


Gejala hipotiroidisme
Ikterus obstruktif pada beberapa penderita. Ikterus biasanya bersifat sementara
dan lebih sering timbul pada pemakaian klorpropamid (0,4%).
Efek disulfiram dapat ditemukan jika diminum bersama alkohol. Gejalanya berupa
kemerahan, nyeri kepala, takikardia, mual dan muntah.
Hipoglikemia, biasanya terjadi pada penderita yang menggunakan dosis tidak
tepat, tidak makan cukup, atau dengan gangguan fungsi hati atau ginjal.
Kecenderungan hipoglikemia pada lansia disebabkan mekanisme kompensasi
berkurang dan asupan makanan yang berkurang. Penurunan kecepatan ekskresi
klorpropamid dapat meningkatkan hipoglikemia.
Retensi cairan dan hiponatremi berat dapat disebabkan oleh penggunaan
klorpropamid pada orang tua (SIADH yang diinduksi obat).
Peringatan / perhatian :

4,9

Kontraindikasi : IDDM / DM tipe 1, kehamilan dan laktasi


Obat obat yang harus dipakai sangat berhatihati pada penderita dengan
gangguan fungsi ginjal dan hati, insufisiensi endokrin (adrenal, hipofisis), keadaan
gizi buruk, pada pasien alkoholisme akut serta penderita yang mendapat diuretik.
Interaksi obat : 4,9
Obat obat yang meningkatkan efek hipoglikemia : insulin, alkohol, fenformin,
sulfonamid, salisilat dosis besar, fenilbutazon, oksifenilbutazon, probenezid,
dikumarol, kloramfenikol, penghambat MAO, guanetidin, anabolik steroid,
fenflumarin dan klorfibrat, metildopa, warfarin, kloramfenikol.
Propanolol dan penghambat adenoreseptor beta (klonidin) menyamarkan tanda
dan gejala hipoglikemia.
Diuretik tiazid, klortalidon, furosemid, asam etakrinat, dan fenitoindapat berefek
anatagonis sulfonilurea.
Sulfonilurea terutama kloropropamid dapat menurunkan toleransi alkohol
sehingga timbul efek mirip disulfiram.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

34

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

o Glinid
Glinid merupakan obat generasi baru yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea
dengan meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari dua
macam obat yaitu :
a. Repaglinid (NovoNorm )
Derivate asam benzoate.
Efek antihipoglikemik ringan sampai sedang
Diabsorbsi dengan cepat setelah pemberian oral.
Mekanisme kerja dengan cara mengaktifkan ATP- Sensitive- K-Channel
sehingga meningkatkan produksi insulin.
Diekresikan melalui hati.
Efek samping hipoglikemia lebih sedikit dibanding sulfonilurea, efek samping
lain berupa keluhan gastrointestinal.
Dosis : 1,5 6 mg/hari
b. Nateglinide ( Starlix)
Derivate fenilalanin
Cara kerja hampir sama dengan repaglinid.
Diabsorbsi cepat setelah pemberian oral
Efek samping yang terjadi keluhan infeksi saluran pernapasan.
Dosis : 360mg/hari

2. Penambah Sensitivitas Terhadap Insulin


Thiazolidindion 2,4,7
Tiazolindindion

terdiri dari

2 macam obat yakni Pioglitazon dan Rosiglitazon.

Tiazolindidion berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma


(PPAR). Reseptor ini terdapat pada jaringan target kerja insulin seperti jaringan
adiposa, otot skelet dan hati, sedang reseptor pada organ tersebut merupakan regulator
hemeostasis lipid, diferensiasi adiposit dan kerja insulin.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

35

DIABETES MELITUS
Golongan

ini

mempunyai

Franscisca Dini (406111008)


efek

menurunkan

resistensi

insulin

dengan

meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan


glukosa di perifer. 2
Monoterapi dengan golongan ini dapat memperbaiki konsentrasi glukosa darah
puasa hingga 59 88 mg/dL dan HbA1c 1,4 2,6% dibandingkan plasebo.
Farmakokinetik : absorbsi dengan cepat dan konsentrasi tertinggi terjadi setelah 1
2 jam dan makanan tidak mempengaruhi farmakokinetik obat ini. Terikat dengan
albumin serum. Waktu paruh pioglitazon : 3 7 jam, dan rosiglitazon : 3 4 jam.
Diekresikan utama melalui feses.
Efek samping : hepatotoksik, infeksi saluran nafas, sakit kepala, anemia dan edem.
Kontra indikasi : pada pasien dengan gagal jantung kelas I IV karena dapat
meperberat edem / resistensi cairan dan juga pada gangguan faal hati.
Pada pasien yang diberikan obat golongan ini perlu dilakukan pemantauan faal hati
secara berkala.
Preparat tiazolindidion yang tersedia di Indonesia dan dosis:
o Rosiglitazon : Actos, Deculin
Dosis : 4 8 mg / hari dosis tunggal atau terbagi 2 kali sehari, memperbaiki
konsentrasi glukosa puasa sampai 55mg/dL dan HbA1c sampai 1,5%
dibandingkan dengan placebo.
o Pioglitazon : Avandia
Juga mempunyai efek menurunkan glukosa darah bila digunakan sebagai
monoterapi atau sebagai terapi kombinasi dengan dosis 45mg dosis tunggal.

3. Penghambat Glukoneogenesis
Golongan ini terdiri dari Metformin, buformin, dan fenformin.Mekanisme kerjanya
berbeda dengan sulfonilurea , obatobat tesebut kerjanya tidak melalui perangsangan
insulin tetapi langsung terhadap organ sasaran. Pemberian biguanid pada orang nondiabetik tidak menurunkan kadar glukosa darah; tetapi sediaan biguanid ternyata
menunjukan efek potensiasi dengan insulin. Pemberian biguanid tidak menimbulkan
perubahan ILA (insulin Like Activity) di plasma, dan secara morfologis sel pulau
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

36

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

langerhans juga tidak mengalami perubahan. Pada penelitian in vitro ternyata


biguanid merangsang glikolisis anaerob, dan anaerobiosis tersebut mungkin sekali
berakibat lebih banyaknya glukosa memasuki sel otot.
Biguanid tidak merangsang atau pun menghambat perubahan glukosa menjadi
lemak. Pada penderita diabetes yang gemuk, ternyata pemberian biguanid
menurunkan berat badan dengan mekanisme yang belum jelas.
Penyerapan biguanid oleh usus baik sekali dan obat ini dapat digunakan
bersamaan dengan insulin dan sulfonilurea. Sebagian besar penderita diabetes yang
gagal diobati dengan sulfonilurea dapat ditolong dengan biguanid.
Derivat biguanid :
Metformin (Gludepatic, Glucophage, Glumin)
Metformin menurunkan kadar glukosa darah dengan memperbaiki kepekaan
hati dan jaringan perifer terhadap insulin tanpa mempengaruhi sekresi insulin.
Metformin meningkatkan pemakaian glukosa oleh usus sehingga menurunkan
glukosa darah dan juga diduga menghambat absorpsi glukosa di usus sesudah
makan.
Konsentrasi tertinggi terdapat dalam usus dan hati, tidak dimetabolisme, tetapi
secara cepat dikeluarkan melalui ginjal. Karena cepatnya proses tersebut
metformin diberikan 2 3 kali sehari.
Mencapai kadar tertinggi dalam darah setelah 2 jam, dan waktu paruh 2 5
jam.
Penelitian klinik memberikan hasil monoterapi yang bermakna dalam
menurunkan kadar glukosa darah puasa 60 70mg/dL dan HbA1c 1-2%
dibandingkan placebo.
Hipoglikemia dan penambahan berat badan, yang terdapat pada pemakaian
sulfonilurea, tidak menjadi masalah pada metformin.
Selain dapat mengurangi resistensi insulin metformin juga dapat mencegah
penambahan berat badan dan memperbaiki profil lipid sehingga metformin
digunakan sebagai terapi awal untuk penderita diabetes dengan dislipidemia.
Efek samping berupa gangguan gastrointestinal seperti mual tidak jarang
terjadi sehingga untuk mengurangi hal tersebut maka pemberian metformin
dimulai dengan dosis kecil dan bersama dengan makanan.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

37

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Kontra indikasi : pasien dengan gangguan fungsi ginjal (kreatinin serium


>1,6), gangguan fungsi hati, cenderung hipoksemia (misalnya penyakit
cerebrovaskuler, sepsis, syok, gagal jantung, serta harus hati hati
penggunaannya pada lansia).
Dosis : 250-3000mg/hari (2 3 kali perhari)
Fenformin
Fenformin kini telah telah dilarang beredar di Indonesia karena bahaya asidosis
laktat. Di Eropa fenformin digantikan dengan metformin yang kerjanya serupa
dengan metrormin tetapi diduga lebih sedikit menyebabkan ketoasidosis.
4. Penghambat Alfa Glukosidase ( Acarbose )2,4,7
Preparat yang tersedia di Indonesia : Glucobay 50 / Glucobay 100
Mekanisme kerja : obat ini bekerja kompetif menghambat kerja enzim alfa
glukosidase (pada dinding eritrosit yang terletak pada didinding proksimal
usus halus), secara klinis akan menghambat pembentukan monosakarida
intraluminal,

menghambat

peningkatan

glukosa

postprandial

dan

mempengaruhi respons insulin plasma. Sehingga dapat menurunkan kadar


glukosa dan menurunkan hiperglikemia postprandial. Obat ini bekerja di
lumen usus dan tidak berpengaruh terhadap kadar insulin.
Acarbose hampir tidak diabsorpsi dan bekerja lokal pada saluran cerna.
Metabolisme di dalam pencernaan, terutama oleh flora mikrobiologis,
hidrolisis intestinal, dan aktifitas enzim pencernaan. Waktu eleminasi plasma
kirakira 2 jam, dan sebagaian besar dieksresikan melalui feses.
Diberikan 15 menit sebelum atau sesudah makan akan mengurangi dampak
pengobatan glukosa postprandial.
Monoterapi dengan acarbose dapat menurunkan kadar glukosa darah
postprandial sebesar 40-60 mg/dL dan HbA1c 0,5 -1%.
Efek samping : akibat maldigesti karbohidrat berupa gejala gastrointestinal
seperti meteorismus, flatulence ( efek tersering pada hampir 50% penggunaan
obat ini), diare.
Dosis : 100 300mg perhari (dibagi dalam 3 dosis perhari)
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

38

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Terapi kombinasi Sulfonilurea (glibenklamid) dan Biguanid (metformin) :


Glucovance 7
Terkadang diperlukan terapi kombinasi antara obat golongan sulfonilurea dengan
biguanid. Sulfonilurea mengawali dengan merangsang sekresi pankreas yang
memberikan kesempatan pada biguanid untuk bekerja efektif. Kedua duanya
mempunyai efek sensitivitas reseptor ; jadi pemakaian keduanya dapat bekerja secara
sinergis.
Kombinasi ini dapat menurunkan kadar glukosa darah lebih banyak dari pada
terapi masingmasing, baik dengan dosis maksimal keduanya atau dengan dosis
rendah. Pemakaian kombinasi ini telah dianjurkan sejak awal pengelolaan diabetes,
berdasarkan hasil penelitian UKPDS (United Kingdom Prospective Diabetes Study)
dan hanya 50% pasien DM tipe 2 yang kemudian dapat dikendalikan dengan
pengobatan tunggal metformin atau sulfonilurea sampai dosis tunggal.
Cara pemberian obat hipoglikemia oral : 2
OHO dimulai dengan dosis kecil dan ditingkatkan secara bertahap sesuai dengan
respon kadar glukosa darah, dapat diberikan sampai dosis hampir maksimal.
Sulfonilurea generasi I dan II : 15 30 menit sebelum makan.
Glimepirid : sebelum / sesaat sebelum makan.
Repaglinid, netaglinid : sebelum / sesaat sebelum makan.
Metformin : sebelum / pada saat/ sesudah makan karbohidrat
Acarbose : bersamaan dengan suapan pertama makan.
Tiazolidindion : tidak terpengaruh jadwal makan.
Hal hal yang harus diperhatikan dalam memilih OHO : 7
1. Dosis harus selalu dimulai dengan dosis rendah kemudian dinaikan secara
bertahap.
2. Harus diketahui betul bagaimana cara kerja, lama kerja dan efek samping obat
obatan tersebut. Misalnya klorpropamid jangan diberikan 3 x 1, karena lama
kerjanya 24 jam.
3. Bila diberikan bersama obat lain, pikirkan kemungkinan adanya interaksi obat.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

39

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

4. Pada kegagalan sekunder terhadap OHO, usahakanlah menggunakan OHO


golongan lain, bila gagal beralih kepada isulin.
5. Usahakan harga obat terjangkau oleh penderita.
B. Insulin
Berdasarkan sumbernya insulin dibedakan atas insulin endogen yang
dihasilkan oleh pankreas dan insulin eksogen adalah insulin yang disuntikan dan
merupakan suatu produk farmasi.
Sekarang tersedia insulin dari sapi, babi dan insulin manusia rekombinan
(Humulin). Humulin pada umumnya lebih dipilih karena cenderung kurang
imunogenik dibanding insulin sapi atau babi, dan dengan demikian resistensi akibat
antibodi anti insulin juga berkurang. 11,13
Indikasi pemberian insulin : 8,11,13

Penurunan berat badan yang cepat

Hiperglikemia berat yang disertai ketosis

Ketoasidosis diabetik

Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik

Hiperglikemia karena asidosis laktat

Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal

Stres berat ( infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)

Kehamilan dengan DM / DM gestasional yang tidak terkendali dengan


TGM

Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat

Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO.

Dasar pemikiran terapi insulin : 8

Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi
insulin diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin fisiologis.

Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau
keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

40

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan


hiprglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap


defisiensi yang terjadi.

Terapi insulin dapat diberikan secara tunggal (satu macam).

Pemberian dapat pula dikombinasi antara jenis insulin untuk mengkoreksi


defisiensi insulin basal, juga dapat di kombinasi dengan OHO.

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan
respons individu terhadap insulin, yang dinilai dari pemeriksaan kadar glukosa
darah harian.

Penyesuaian dosis insulin dapat dilakukan dengan menambah 24 unit setiap 34


hari, bila target belum tercapai.

Jenis dan lama kerja insulin : 2,4,9


Berdasarkan lama kerja insulin dibedakan menjadi 4 yakni :
a) Insulin kerja singkat (short acting insulin):
Yang termasuk insulin kerja singkat : insulin reguler (Crystal Zinc Insulin/CZI),
saat ini dikenal 2 jenis CZI, yaitu dalam bentuk asam dan netral.
Preparat yang tersedia antara lain : Actrapid, Velosulin, Semilente.
Berikan 30 menit sebelum makan, mencapai puncak 24jam, lama kerja 6 8 jam.
b) Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)
Yang digunakan saat ini adalah Netral Protamine Hegedorn (NPH) : Insulatard,
Monotard. Awitan 1 3 jam, kerja puncak 6 12 jam, lama kerja : 18 2 6jam.
c) Insulin kerja panjang (long acting insulin)
Merupakan campuran dari insulin dan protamine : Protamin Zinc Insulin,
Ultratard. Diabsorpsi dengan lambat dari tempat penyuntikan sehingga efeknya
dirasakan cukup lama. Awitan 4 8 jam, kerja puncak 14 24 jam, lama kerjanya
28 36 jam.
d) Insulin infasik (campuran / premixed insulin)
Merupakan kombinasi insulin jenis singkat dan menengah.
Preparatnya : Mixtard
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

41

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Variasi pemberian insulin dapat diberikan untuk mencapai sasaran glukosa darah : 9

Insulin kerja pendek / kerja cepat saja, diberikan 3 kali sehari sebelum makan.

Insulin kerja menengah / panjang saja, diberikan 1 2 kali sehari.

Insulin campuran kerja pendek/cepat

dan kerja menengah/panjang 1- 2 kali

sehari.

Insulin kerja menengah/panjang sebagai insulin basal.

Insulin kerja pendek / cepat bolus preprandial.

Pemilihan cara pemakaian insulin sangat individual dan bergantung pada judegment
masingmasing pengelolah, diharapkan sasaran kadar glukosa darah pasien yang
dianjurkan dapat tercapai.
Cara pemberian insulin : 11
Insulin kerja cepat/pendek diberikan secara IV, SC, drip.
Insulin kerja menengah & panjang jangan diberikan secara IV karena bahaya emboli.
Cara penyuntikan insulin : 8
Insulin umumnya diberikan dengan suntikan
dibawah kuklit (subkutan). Dengan arah alat
suntikan tegak lurus terhadap permukaan kulit.
Pada keadaan khusus diberikan intramuskular
atau intravena secara bolus atau drip.
Terdapat sediaan insulin campuran antara
insulin kerja pendek dan kerja menengah,
dengan perbandingan dosis yang tertentu.
Apabila

tidak

tersedia

insulin

campuran

tersebut atau diperlukan perbandingan dosis


yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin
tersebut.
Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara penyimpanan harus dilakukan
dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

42

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan


jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh diabetisi yang sama. Secara resmi,
kemasan insulin injeksi 40u/ml tidak beredar lagi di Indonesia, sehingga
mengurangi resiko kesalahan yang dapat disebabkan perbedaan kemasan insulin
dengan semprit yang dipakai. Saat ini juga tersedia insulin campuran dan kerja
menengah.
Abdomen absorpsi cepat,
lengan absorpsi sedang,
bokong absorpsi lambat,
bahu, siku, pinggul dan lutut,
kulit,

subkutan

(diantara

lapisan kulit dan otot), otot.


Predileksi

tempat

penyuntikan insulin

Efek samping terapi insulin :


a. Hipoglikemia2
Merupakan komplikasi yang paling berbahaya dapat terjadi karena ketidak
sesuian diit, kegiatan jasmani dan jumlah insulin.
b. Alergi2
Dapat terjadi apabila pengobatannya terputus putus. Kebanyakan reaksi
bersifat lokal, dengan ciri ciri adanya eritem, indurasi, pruritus ditempat injeksi.
Manifestasi serius berupa urtikaria difus dan anafilaksis. Dapat pula timbul
gangguan pencernaan dan pernapasan dan yang sangat jarang adalah hipotensi
yang berakhir dengan kematian.
c. Lipoatrofi
Pada 25 75% pasien yang diberikan insulin konvensional dapat terjadi
lipoatrofi yaitu lekukan dibawah kulit tempat penyuntikan akibat atrofi dari
jaringan lemak. Hal ini dikaitkan dengan penggunaan sediaan insulin yang tidak
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

43

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

murni. Terapinya adalah dengan injeksi berulang kali dengan dosis kecil insulin
murni pada bagian tepi dari tempat yang terkena.
d. Lipohipertrofi
Lipohipertrofi adalah pengumpulan jaringan lemak subkutan ditempat
penyuntikan akibat lipogenik insulin. Regresi terjadi bila tidak lagi disuntikan
insulin pada tempat tersebut.
e. Resistensi insulin melalui antibodi
Dapat terjadi setiap saat, namun paling sering dalam 6 bulan pertama
dimulainya terapi insulin atau kembali terapi insulin. Manifestasi pertama berupa
hiperglikemia yang tidak berkurang dengan dosis insulin yang biasa diberikan.
f. Sepsis
Inflamasi lokal dan infeksi mudah terjadi bila pembersihan kulit kurang baik.
Kombinasi insulin dan sulfonilurea 1,8,13
Pemakaian kombinasi kedua obat didasarkan bahwa rata-rata kadar glukosa
darah sepanjang hari terutama ditentukan oleh kadar glukosa puasanya. Dengan
memberikan dosis insulin kerja sedang pada malam hari, produksi glukosa hati pada
malam hari dapat dikurangi sehingga kadar glukosa darah puasa dapat turun.
Selanjutnya kadar glukosa darah siang hari dapat diatur dengan pemberian
sulfonilurea seperti biasanya. Kombinasi sulfonilurea dan insulin ini ternyata lebih
baik daripada insulin sendiri dan dosis insulin yang diperlukan pun ternyata lebih
rendah.

Dan cara ini lebih dapat diterima pasien daripada penggunaan insulin

multipel.

KOMPLIKASI DIABETES MELITUS


Penyulit diabetes mellitus dibedakan atas 2 : 2,3,4
1. Akut : Hipoglikemia, ketoasidosis diabetik (KAD), Koma Hiperosmolar
Hiperglikemik Non Ketotik (KHNK), asidosis laktat.
2. Kronis : Makroangiopati, mikroangiopati dan neuropati.

I. AKUT
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

44

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

HIPOGLIKEMIA
Merupakan salah satu komplikasi akut yang tidak jarang terjadi dan seringkali
membahayakan hidup penderitannya serta ditandai dengan kadar glukosa darah
yang melonjak turun di bawah 90 mg/dl atau suatu keadaan klinik gangguan saraf
yang disebabkan penurunan glukosa darah.2
Faktor predisposisi terjadinya hipoglkemia :
Kadar insulin yang berlebihan
Dosis yang berlebihan : kesalahan dokter, farmasi, pasien ; ketidak
sesuaian dengan kebutuhan pasien.
Peningkatan bioavabilitas insulin : absorpsi yang cepat (aktivitas
jasmani, suntik dipeut, perubahan ke human insulin, antibodi insulin,
gagal ginjal (clearance insulin berkurang)
Peningkatan sensitivitas insulin
Defisiensi

hormon

counter

regulatory

penyakit

Addison,

hipopituitarisme.
Penurunan berat badan
Latihan jasmani, postpartum, variasi siklus mensturasi.
Asupan karbohidrat yang kurang
Makan tetunda atau lupa, porsi yang kurang.
Anorexia nervosa
Muntah, gastroparesis
Menyusui
Lain lain
Absorpsi yang cepat, pemulihan glikogen otot.
Alkohol, obat (salisilat, sulfonamid meningkatkan kerja sulfonilurea,
penyekat beta non-selektif, pentamidin)
Hipoglikemia yang paling sering disebabkan oleh penggunaan sulfonilurea
dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat berlangsung lama, sehingga harus
diawasi sampai seluruh obat diekresikan dan waktu kerja obat telah habis. Terkadang
diperlukan waktu cukup lama untuk pengawasannya (24-72 jam atau lebih) terutama
diabetisi dengan gagal ginjal kronik. 2
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

45

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Keluhan dan gejala hipoglikemia akut yang sering dijumpai : 2,4


Gejala otonomik : berkeringat, jantung berdebar, tremor, lapar.
Gejala neuroglikopenik : binggung, mengantuk, penurunan kesadaran samapi
koma, sulit berbicara, inkoordinasi, perilaku yang berbeda, gangguan visual,
parestesi.
Malaise : mual, sakit kepala.
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.
Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung
gula berkalori atau glukosa 15-20g melalui intravena. Perlu dilakukan pemeriksaan
ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon intramuskuler
hanya diberikan pada diabetisi dengan hipoglikemia berat. 2,4
Untuk diabetisi yang tidak sadar, sementara dapat diberikan glukosa 40%
intravena terlebih dahulu sebagai tindakan darurat, sebelum dapat dipastikan
penyebab menurunnya kesadaran. 2
o Ketoasidosis Diabetik (KAD)
Definisi
KAD adalah keadaan dekompensasi kekacauan metabolik yang ditandai oleh
trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis. KAD terutama disebabkan oleh
defisiensi insulin absolut atau relatif absolut dan peningkatan hormon kontra
regulator (glukagon, kortisol, hormon pertumbuhan, katekolamin); keadaan ini
menyebabkan produksi glukosa di hati meningkat dan utilisasi glukosa oleh sel
tubuh menurun sehingga terjadi hiperglikemia. Akibat diuresis osmotik, biasanya
KAD mengalami dehidrasi berat dan bahkan dapat sampai menyebabkan syok. 1,8
Pencetus
KAD dapat dicetuskan oleh infeksi, infark miokard akut, pankreatitis akut,
pengunaan obat golongan steroid, menghentikan atau mengurangi dosis insulin.
Sedangkan 20% kasus tidak diketahui faktor pencetusnya. 1,16

Patofisiologi
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

46

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Kombinasi defisiensi insulin dan peningkatan hormon kontra regulator


terutama epinefrin, mengakibatkan peningkatan lipolisis sehingga terjadi
peningkatan

produksi

asam

lemak

bebas

dan

badan

keton

(asetosat,

betahidroksibutirat, dan aseton) secara berlebihan. Pada keadaan normal, asam


lemak bebas diubah menjadi VLDL dan trigliserida. Tetapi pada keadaan
hiperglukagonemia akan merangsang transfer asam lemak bebas ke dalam
mitokondria dimana terjadi oksidasi beta asam lemak dan ketogenesis. Akumulasi
produksi badan keton oleh sel hati menyebabkan asidosis metabolik. 1,16
Selain itu akibat utilisasi glukosa darah yang kurang maka kadar glukosa
darah akan meningkat. Tubuh akan berusaha menjaga kesimbangan glukosa darah
dengan cara membuang kelebihan glukosa melalui urin. Sifat glukosa yang
menarik air dari lingkungan sekitar akan mengakibatkan terjadinya diuresis
osmotik. Apabila proses ini terus berlanjut akan menyebabkan dehidrasi yang
pada akhirnya memicu terjadinya syok. 17
Klinis 1,16
Gejala : mual, muntah dan nyeri perut akibat asidosis metabolik, poliuri,
polidipsi, penurunan berat badan,
Pemeriksaan fisik : keadaan lemah yang bervariasi selama beberapa hari
sebelumnya kemudian perlahanlahan mengalami penurunan kesadaran hingga
koma, pernapasan cepat dan dalam (kussmaul), tandatanda dehidrasi dan
hipovolemi ( hipotensi, takikardi, penurunan turgor kulit, lidah dan bibir kering).
Biasanya napas berbau aseton yang khas sekali.
Prinsip prinsip pengelolaan KAD : 16

Penggantian cairan dan garam yang hilang,

Pemberian insulin untuk menekan lipolisis sel lemak dan menekan


glukoneogenesis sel hati,

Mengatasi faktor pencetus,

Mengembalikan keadaan fisiologi normal dan menyadari pentingnya


pemantauan serta penyesuaian pengobatan.
Pengobatan KAD tidak terlalu rumit. Ada 6 hal yang harus diberikan, 5

diantaranya ialah : cairan,garam, insulin, kalium dan glukosa. Sedangkan yang


Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

47

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

terakhir tetapi sangat menentukan adalah asuhan keperawatan. Disini diperlukan


kecermatan dalam evaluasi sampai keadaan KAD teratasi dan stabil. 16
o Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik (HHNK)
Definisi
Sindrom HHNK ditandai oleh hiperglikemia, hiperosmolar tanpa disertai
adanya ketosis. HHNK biasanya terjadi pada orang tua dengan DM, yang
mempunyai penyakit penyerta yang mengakibatkan turunnya asupan makanan. 1,18
Faktor pencetus
Dibagi menjadi 6 kategori: 18
Penyakit penyerta
Infeksi
Pengobatan
Penyalahgunaan obat
Noncompliance
DM tidak terdiagnosa
Patofisiologi

1,18

Faktor yang memulai timbulnya HHNK adalah diuresis glukosuria.


Glukosuria

mengakibatkan

kegagalan

pada

kemampuan

ginjal

dalam

mengkonsentrasikan urin, yang akan semakin memperberat derajat kehilangan air.


Hilangnya air lebih banyak dari pada natrium menyebabkan keadaan
hiperosmolar. Tidak seperti pasien KAD, pada pasien HHNK tidak mengalami
ketoasidosis, namun tidak diketahui dengan jelas alasannya.
Tidak tercukupinya kebutuhan insulin menyebabkan timbulnya hiperglikemia.
Hiperglikemia mengakibatkan timbulnya diuresis osmotik, dan mengakibatkan
menurunnya cairan tubuh total. Dalam ruang vaskuler, dimana glukoneogenesis
dan masukan makanan terus menambah glukosa, kehilangan cairan akan semakin
mengakibatkan hiperglikemia dan hilangnya volume sirkulasi. Hiperglikemia dan
peningkatan konsentrasi protein plasma yang mengikuti hilangnya cairan
intravaskular menyebabkan keadaan hiperosmolar. Hal ini akan memicu sekresi
hormon anti diuretik dan juga memicu timbulnya rasa haus.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

48

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Jika keadaan hiperglikemia dan hiperosmolar ini tidak dikompensasi


dengan masukkan cairan oral maka akan timbul dehidrasi dan hipovolemi.
Hipovolemi akan akan mengakibatkan hipotensi dan nantinya akan menyebabkan
gangguan perfusi jaringan. Koma merupakan stadium akhir dari proses
hiperglikemik ini, dimana telah timbul gangguan elektrolit berat dalam kaitanya
dengan hipotensi.
Klinis 18
Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila hasil
laboratorium seperti kadar glukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada
hasilnya. Berikut adalah gejalagejala dan tanda sebagai pegangan :
Sering ditemukan pada lansia (>60tahun), jarang pada usia muda.
Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa
insulin.
Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap
penyakit

ginjal

atau

kardiovaskular,

pernah

ditemukan

penyakit

akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit cushing.


Sering oleh obat obatan seperti tiazid, furosemid, manitol, digitalis,
resepin, steroid, klopromazid,

hidralazin,

dilantin,

simetidin

dan

haloperidol.
Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular,
aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma
hepatik dan operasi.
Pemeriksaan Penunjang18
Pemeriksaan laboratorium sangat membantu untuk membedakannya dengan
ketoasidosis diabetik. Kadar glukosa darah > 600 mg%, aseton negatif, dan
beberapa tambahan yang perlu diperhatikan: adanya hipernatremia, hiperkalemia,
azotemia, kadar blood urea nitrogen (BUN): kreatinin = 30:1 (normal 10:1),
bikarbonat serum > 17,4 mEq/1. Bila pemeriksaan osmolalitas serum belum dapat
dilakukan, maka dapat dipergunakan formula :
Serum osmolalitas = 2 (Na++K+) + urea * + glukosa mg%**
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

49

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)


6

18

* Urea diperhitungkan bila ada kelainan fungsi ginjal


** Glukosa 1 mmol = 18 mg%
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan HHNK serupa dengan KAD, hanya cairan yang diberikan adalah
cairan yang hipotonus. Penatalaksanaan HHNK meliputi lima pendekatan : 18
1) Rehidrasi intavena agresif
2) Penggantian elektrolit
3) Pemberian insulin intravena
4) Diagnosis dan manajemen faktor pencetus dan penyakit penyerta
5) Pencegahan
Pemantauan kadar glukosa darah harus lebih ketat, dan pemberian insulin harus
lebih cermat dan hati hati. Respon penurunan kadar glukosa darah lebih baik.
Walaupun demikian, angka kematian lebih tinggi, karena banyak terjadi pada usia
lanjut, dan tentu saja banyak disertai dengan kelainan lain. 13
Secara klinis HHNK akan sulit dibedakan dengan KAD terutama bila hasil
laboratorium seperti kadar glukosa darah, keton dan analisis gas darah belum ada
hasilnya. Berikut adalah gejalagejala dan tanda sebagai pegangan : 15
Sering ditemukan pada lansia (>60tahun), jarang pada usia muda.
Hampir separuh pasien tidak mempunyai riwayat DM atau DM tanpa
insulin.
Mempunyai penyakit dasar lain, ditemukan 85% pasien mengidap
penyakit

ginjal

atau

kardiovaskular,

pernah

ditemukan

penyakit

akromegali, tirotoksikosis, dan penyakit cushing.


Sering oleh obat obatan seperti tiazid, furosemid, manitol, digitalis,
resepin, steroid, klopromazid,

hidralazin,

dilantin,

simetidin

dan

haloperidol.
Mempunyai faktor pencetus misalnya infeksi, penyakit kardiovaskular,
aritmia, perdarahan, gangguan keseimbangan cairan, pankreatitis, koma
hepatik dan operasi.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

50

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

o Perbedaan KAD dan HHNK1


Kedua kelainan ini berhubungan dengan defisiensi insulin absolut atau relatif,
kehilangan cairan, dan gangguan asam basa. Perbedaan diagnosis keduanya
tercantum pada tabel berikut. (harrison)

Nilai laboratorium pada KAD dan HHNK


KAD
HHNK
Glukosa (mg/dL)
>250
>600
Sodium (meq/L)
125-135
135-145
Normal
Potasium(meq/L)
Normal
ringan
sedang
Kreatinin (mg/dL)
Osmolaritas (mOsm/mL)
300-320
330-380
Keton plasma
+
Sedikit / Bikarbonat serum (meq/L)
<15
Normal ringan
pH arteri
6.8 7.3
> 7.3
P CO2 (mmHg)
20-30
Normal
Anion Gap (meq/L)

Normal ringan
[Na (Cl+ HCO3)]
Dikutip dari : 1
Asidosis Laktat
Asidosis laktat terjadi karena peningkatan kadar asam laktat darah, yang
disebabkan gangguan perfusi dan hipoksemia. Dalam keadaan normosekmia
asidosis laktat bisa disebabkan oleh etanol dan biguanid. 16

II. KRONIS
Komplikasi

kronik

diabetes

ada

yakni

komplikasi

makroangiopati,

mikroangiopati dan neuropati.


A. MAKROANGIOPATI
Makroangiopati melibatkan pembuluh darah jantung. Dari studi epidemiologik
menunjukkan bahwa terjadinya peningkatan risiko payah jantung pada pasien

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

51

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

DM dibanding populasi non-DM, yang ternyata disebabkan karena kontrol


glukosa darah yang buruk dalam waktu yang lama. 17
Faktor faktor yang turut memperberat risiko terjadinya payah jantung dan
strok pada pasien DM antara lain, hipertensi, resistensi insulin, hiperinsulinemia,
dislipidemia, dan gangguan koagulasi serta hiperhomosisteinemia.
Bila didapatkan kecurigaan seperi rasa tidak nyaman didaerah dada, mudah
capek, dyspnoes effort atau dispepsia , harus segera dilanjutkan dengan
pemeriksaan penyaring yang teliti untuk mencari dan menangkap kemungkinan
adanya penyakit pembuluh darah koroner, paling sedikit dilanjutkan dengan
pemeriksaan EKG. Pada penyandang DM, rasa nyeri mungkin tidak nyata akibat
adanya neuropati perifer yang sering sekali terjadi pada penyandang DM. 17
Diagnosis penyakit jantung koroner pada DM ditegakakkan berdasarkan :
Anamnesa dan pemeriksaan fisik
Pemeriksaan lab : darah rutin, kadar gula darah puasa, profil lipid, enzimenzim jantung, C-active protein (CRP), dan mikroalbuminuria atau
proteinuria.
EKG
Uji latih (treadmill test)
Pemeriksaan foto dada
Ekokardiografi
Angiografi (gold standar)
Penatalaksanaan yang direkomendasikan ADA, terhadap semua psien DM
terutama

ditujukan

terhadap

penurunan

risiko

kardiovaskular

secara

komprehensif, yaitu : 17

Pengobatan hiperglikemia dengan diet, OHO, atau insulin

Pengobatan terhadap dislipidemia

Pemberian aspirin

Pengobatan terhadap hipertensi untuk mencapai tekanan darah <


130/80mmHg dengan ACE inhibitor, Angiotensin Receptor Blockers (ARB)
atau beta blocker dan diuretik.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

52

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Menasehati pasien untuk berhenti merokok.


Pembuluh darah tepi 2

Penyakit arteri perifer sering terjadi pada diabetisi. Biasanya gejala tipikal
claudicatio intermitten, meskipun sering tanpa gejala. Terkadang ulkus iskemik
yang merupakan kelainan pertama yang muncul.

Aterosklerosis pada DM dan Pengaruhnya terhadap Kaki


B. MIKROANGIOPATI
Retinopati
Meskipun penyebab retinopati diabetik sampai saat ini masih belum diketahui,
namun keadaan hiperglikemia yang lama merupakan faktor utama. 19 Retinopati
merupakan penyebab utama kebutaan.3 Patofisiologi retinopati melibatkan 5 hal
yakni : pembentukan mikroaneurisma, peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, penyumbatan pembuluh darah, proliferasi pembuluh darah baru
(neovascular) dan jaringan fibrosa pada retina, Kontraksi dari jaringan fibrosis
kapiler dan jaringan vitreous. 19
Kebutaan akibat retinopati diabetik melalui beberapa mekanisme yakni : 19
a) Edem makula atau non perfusi kapiler
b) Pembentukan pembuluh darah baru pada retinopati diabetik proliferatif dan
kontrasi jaringan fibrosis yang menyebabkan ablasio retina,
c) Pembuluh darah yang baru terbentuk menimbulkan perdarahan preretina dan
vitreus
d) Pembentukan pembuluh darah baru menimbulkan glaukoma.
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

53

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Diagnosa dini retinopati diabetik dapat diketahui dengan pemeriksaan retina


secara rutin, sehingga pada pasien diabetes perlu dievaluasi setiap tahun ke ahli
oftalmologi. 3
Tujuan pengobatan retinopati diabetik adalah mencegah terjadinya kebutaan
permanen atau mencegah perburukan retinopati diabetik yang sudah ada. 19
Metode pencegahan dan pengobatan retinopati diabetik saat ini meliputi kontrol
glukosa dasar, kontrol hipertensi, fotokoagulasi dengan laser, vitrektomi untuk
perdarah vitreus dan ablasio retina. 19

Retinopati diabetika
Nefropati
Nefropati diabetik didefinisikan sebagai sindrom klinis pada pasien diabetes
mellitus yang ditandai dengan albuminuria menetap (>300mg/24jam atau
>20g/menit) pada minimal dua kali pemeriksaan dalam kurun waktu 3 sampai 6
bulan. 20
Faktor faktor etiologis timbulnya penyakit ginjal diabetik : 20
Kurang terkendalinya kadar glukosa darah (GDP > 140-160mg/dL (7,7
8,8mmol/L; HbA1c >7-8%)
Faktor faktor genetik
Kelainan hemodinamik ( peningkatan aliran ginjal dan laju filtrasi
glomerulus, peningkatan tekanan intraglomerulus)
Hipertensi sistemik
Sindroma resistensi insulin (sindroma metabolik)
Peradangan
Perubahan permeabilitas pembuluh darah
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

54

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Asupan protein berlebih


Pelapasan Growth factors
Gangguan metabolik (kelainnan metabolisme pylol, pembentukan advance
glycation end products, peningkatan produksi sitokin).
Kelainan metabolisme karbohidrat, protein dan lemak
Kelainan struktural (hipertrofi glomerulus, ekspansi mesangium, penebalan
membran basalis glomerulis)
Gengguan ion pumps (peningkatan Na+H+ pump dan penurunan
Ca2+ATPasepump)
Hiperlipidemia ( hiperkolestrolemia dan hipertrigliseridemia)
Aktivasi protein kinase C
Diagnosis ditekakan jika 2 dari 3 pemeriksaan berturut turut dalam 3
bulan menunjukan adanya mikroalbumin. 20
Ada beberapa kondisi yang berhubungan dengan mikroalbumin antara
lain : mikroangiopati diabetik, penyakit kardiovaskular, hipertensi dan
hiperlipidemia. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan lanjutan lain. 20
Prinsip pendekatan utama penantalaksanaan nefropati diabetik meliputi : 20
1. Pengendalian gula darah : olah raga, diit dan OHO
2. Pengendalian tekanan darah : diet rendah garam (4-5g/hari atau 6885meq/hari), obat anti hipertensi
3. Perbaikan fungsi ginjal :diet rendah protein (0,8g/Kg/BB ideal/hari) dan
pemberian Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor /ACE I dan
Angiotensin Reseptor Blocker / ARB
4. Pengendalian faktor ko-morbiditas :pengendalian kadar lemak,mengurangi
obesitas).
C. NEUROPATI
Dalam konferensi neuropati perifer pada bulan Februari 1988 di San Antonio
disebutkan bahwa neuropati diabetikum adalah istilah deskriptif yang
menunjukan adanya gangguan, baik klinis maupun subklinik, yang terjadi pada
pasien DM tanpa penyebab neuropati perifer yang lain. 24
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

55

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Patofisiologi
Dari 4 faktor (metabolik, vaskular, imun dan Growth Factor) yang berperan
pada mekanisme patogenik neuropati diabetik, hiperglikemia berkepanjangan
sebagai komponen faktor metabolik merupakan dasar utama patogenesisnya.
Hiperglikemia persisten menyebabkan aktivasi jalur poliol meningkat dengan
hasilnya adalah akumulasi sorbitol dan fruktosa dalam sel saraf. Hal ini
menyebabkan kerusakan ada sel saraf dengan mekanisme yang belum jelas.
Salah satu kemungkinannya ialah terjadi edem saraf dan gangguan transduksi
sinyal sel saraf. Hiperglikemia yang berkepanjangan juga menyebabkan
terbentuknya Advance Glycosilation End Products (AGEs) yang berakibat
vasodilatasi berkurang dan aliran darah ke saraf menurun. 1,24
Klasifikasi
Neuropati diabetik dibedakan atas : 24
a) Menurut perjalanan penyakitnya :
Neuropati fungsional / subklinis
Gejala kelainan biokimiawi, belum ada kelainan patologik, reversibel.
Neuropati struktural/.klinis
Gejala kerusakan struktur saraf, masih ada komponen yang reversibel.
Kematian neuron / ireversibel
Penurunan kepadatan serabut saraf .
Kerusakan serabut saraf umumnya dimulai dari distal menuju proksimal,
sedangkan proses perbaikan mulai dari sebaliknya. Oleh karena itu lesi distal
paling

sering

ditemukan,

seperti

distal

symmetrical

sensorymotor

polyneuropathy (DPN).
b) Menurut jenis serabut saraf yang terkena lesi :
Neuropati difus :
DPN
Neuropati otonom
Neuropati lower limb motor simetris proksimal (amiotropi)
Neuropati fokal :
Neuropati kranial
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

56

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Radikulopati
Entrapment neuropathy
Neuropati perifer yang paling sering dan penting adalah neuropati sensorik
perifer karena berisiko tinggi untuk terjadinya ulkus kaki dan diamputasi. 11
Klinis
Manifestasinya bervariasi tergantung dari jenis dan lokasi serabut saraf yang
mengalami lesi, mulai dari rasa kesemutan, kebas, tebal, mati rasa, rasa terbakar,
seperti ditusuk, dirobek, ditikam. Diagnosis tergantung dari ketelitian anamnesa dan
oemeriksaan fisik. Setelah diagnosis DM ditegakkan, pada setiap diabetisi perlu
dilakukan skrining untuk mendeteksi adanya polineuropati distal dengan pemeriksaan
sederhana (refleks motorik, tes rasa getar dan tekanan, tes sensai suhu,
elektromiografi). Dilakukan sedikitnya setiap tahun. 8
Penatalaksanaan
Untuk mengurangi nyeri dapat diberikan NSAID (Ibuprofen 600 mg 4x/hari),
antidepresan trisiklik (amitriptilin 50-150mg malam hari, imipramin 100ng/hari,
nortriptilin 50-150mg malam hari, proxetine 40mg/hari), antikonvulsan (gabapentin
900mg 3x/hari, karbamazepin 200mg 4x/hari) dan topikal : capsaicin 0,075% 4x/hari,
transcutaneus electrical nerve stimulation. 8
Edukasi perawatan kaki antara lain harus diberikan secara detail pada semua diabetisi
dengan ulkus maupun neuropati perifer dan ada penyakit arteri perifer : 2
a) Tidak boleh berjalan tanpa alas kaki, termasuk dipasir.
b) Periksa dan laporkan setiap hari, dan laporkan kepada dokter apabila ada
kulit yang terkelupas, daerah kemerahan atau luka.
c) Periksa alas kaki dari benda asing sebelum memakainya.
d) Selalu menjaga kaki dalam keadaan bersih, dan mengoleskan losion
pelembab ke kulit yang kering.

PENGENDALIAN DM

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

57

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Secara umum, tujuan penatalaksanaan diabetes melitus adalah meningkatkan


kualitas hidup diabetisi. Secara khusus, tujuan dari penatalaksanaan ini dapat dibagi
menjadi :8
Tujuan jangka pendek : hilangnya keluhan dan tanda DM, mempertahankan
rasa nyaman dan tercapainya target pengendalian glukosa darah
Tujuan jangka panjang : tercegah dan terhambatnya progresivitas penyulit
mikroangiopati, makroangiopati dan neuropati. Tujuan akhir pengelolaan
adalah turunnya morbiditas dan mortalitas dini DM
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pengendalian glukosa darah, tekanan
darah, berat badan dan profil lipid, melalui pengelolaan pasien secara holistik dengan
mengajarkan perawatan mandiri dan perubahan perilaku. Untuk dapat mencegah
terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik yng merupakan
target terapi. Berikut kriteria pengendalian DM : 8
Kriteria Pengendalian DM
Baik

Sedang

Buruk

Glukosa darah puasa (mg/dl)

80-109

110-125

-126

Glukosa darah 2 jam (mg/dl)

110-144

145-179

180

HbA1C (%)

4-5.9

6-8

>8

Kolesterol total (mg/dl)

< 200

200-239

240

Kolesterol LDL (mg/dl)

< 100

100-129

130

Kolesterol HDL (mg/dl)

> 45

35-45

< 35

Trigliserid (mg/dl)

< 150

150-199

200

IMT (kg/m2)

18,5-22,9

23-25

>25/< 18.5

20-24,9

25-27

> 27/< 20

< 130/80

antara

> 160/95

Tekanan darah (mmHg)

Dikutip dari : 8,9


Kriteria diabetes terkendali ditentukan berdasarkan kadar HbA1c.
Kriteria glukosa darah terkendali ditentukan berdasarkan kadar glukosa darah
kurva harian.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

58

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Untuk penderita DM usia > 60 tahun, sasaran kadar gula darah lebih tinggi yaitu gula
darah puasa < 150 mg/dl dan 2 PP < 200 mg/dl. Hal ini adalah untuk menghindari
timbulnya hipoglikemia.
Hemoglobin yang terglikosilasi (HbA1a, HbA1b, dan HbA1c) merupakan hasil reaksi glukosa dengan hemoglobin yang nonenzimatik. Jika terjadi hiperglikemia
pada waktu yang lama maka permukaan hemoglobin akan terglikosilasi tanpa enzim
tertentu, sehingga akan terbentuk ikatan glikosilat pada minggu ke 8-10. Petanda ini
menjadi penting karena dapat memantau perjalanan penyakit, biasanya diperiksa
setiap tiga bulan sekali. Kisaran angka normal ialah 7-9%. Di bawah 7 berarti telah
terjadi hipoglikemia dalam waktu lama, sedangkan di atas 9 berarti makin rentan
terdapat komplikasi diabetes mellitus jangka panjang.

BAB III
KESIMPULAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

59

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Diabetes adalah suatu sindroma yang ditandai dengan peningkatan kadar


glukosa darah disebabkan oleh karena adanya kelainan pada sel beta pancreas. Pada
DM tipe 1 terdapat kerusakan pada sel beta akibat reaksi autoimun sehingga terjadi
defisiensi insulin absolute sehingga diperlukan suntikan insulin, sedangkan pada DM
tipe 2 kadar glukosa darah meningkat karena adanya resistensi insulin, sekresi insulin
yang kurang serta produksi glukosa hati yang berlebihan akibat gaya hidup yang salah
seperti pola makan yang tidak seimbang, kurang aktivitas serta stres memberikan
kontribusi yang cukup signifikan terhadap defisiensi hormon insulin ini.
Diantara penyakit degeneratif Diabetes Melitus adalah salah satu penyakit
tidak menular yang akan meningkat jumlahnya dimasa yang akan datang. Diabetes
sudah merupakan salah satu ancaman utama bagi kesehatan umat manusia pada abad
21.

Oleh karena itu, upaya pencegahan dan pengelolahan diabetes perlu mendapat

perhatian yang serius. Jika tidak, penyakit tersebut dapat menyebabkan terjadinya
komplikasi, seperti penyakit pembuluh darah tungkai, impotensi, penyakit jantung,
stroke (berisiko 2-4 kali lebih tinggi), tekanan darah tinggi, gagal ginjal, kerusakan
sistem saraf, dan gangguan pada mata. Sehingga angka kematian akibat DM menjadi
tinggi.
Gambaran klinis sangat mudah diketahui antara lain, banyak makan
(polifagia), banyak minum (polidipsia), dan sering buang air kecil (poliuria). Pada
penderita diabetes mellitus sering terjadi penurunan berat badan yang drastis, mudah
lelah, kram, impotensi, gangguan penglihatan, gatal-gatal, bisul, keputihan, TBC,
penyakit ginjal, penyakit jantung koroner, dan stroke. Untuk mengetahui lebih jelas
apakah Anda terkena diabetes mellitus atau tidak, sebaiknya dilakukan pemeriksaan
kadar gula darah secara teratur.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

60

DIABETES MELITUS
Meskipun

diabetes

Franscisca Dini (406111008)


ini

tidak

dapat

disembuhkan,

penderita

dapat

menanggulanginya dengan cara diet (pengaturan makanan), gerak badan/olah raga,


mengonsumsi obat antidiabetes, transplantasi pankreas, serta penyuluhan pada
penderita dan keluarga.
Komplikasi metabolik akut DM adalah ketoasidosis metabolik, hiperglikemia,
Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Nonketotik, dan hipoglikemia. Sedangkan
komplikasi kronisnya terdiri dari tiga tipe yaitu : mikrovaskular, makrovaskular dan
neuropati perifer.

LAMPIRAN
Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam
RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

61

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

Bagan 1. Langkah-langkah diagnostik DM dan gangguan Toleransi Glukosa


Keluhan Klinik Diabetesi

Keluhan klasik diabetes (+)


GDP

Keluhan klasik (-)

126

< 126

126

200

< 200

200

100-125

< 100

Atau
GDS

140-199

< 140

Ulang GDS atau GDP


GDP

126

< 126

Atau
GDS

TTGO
200

< 200

GD 2 jam
200

140-199

TGT

< 140

GDPT

Normal

DIABETES MELITUS

Nasihat umum

Perencanaan makan

Latihan jasmani

Berat idaman

Belum perlu obat penurun glukosa

Evaluasi satatus gizi


Evaluasi penyulit DM
Evaluasi perencanaan makan
sesuai kebutuhan
GDP

: Glukosa Darah Puasa

GDPT : Glukosa Darah Puasa Terganggu

GDS

: Glukosa Darah Sewaktu

TGT

: Toleransi Glukosa Terganggu

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

62

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

ALGORITMA PENGELOLAAN DM TIPE 2 GEMUK


DM Tipe 2
Gemuk

Penyuluhan DM menyeluruh
Penyuluhan perencanaan makan & kegiatan jasmani
ST#

STT

Evalusi 2-4 minggu


(sesuai keadaan klinis pasien)

Penekanan kembali
Perancanaan makan & kegiatan jasmani

ST
STT

Evalusi 2-4 minggu


(sesuai keadaan klinispasien)

pasien)

+ 1 macam obat :
Biguanid (B) / penghambat glukosidase (PG)*
ST

STT

Glitazon

Evalusi 2-4 minggu

Kombinasi 2 macam OHO:B / PG / Glitazon

ST
STT

Evalusi 2-4 minggu

TKOI*
*
Evalusi 2-4 minggu

STT

Insulin

TKOI*
*

STT

Insulin

TKOI*
*

STT

Insulin

Kombinasi 3 macam OHO:B + PG + Glitazon


ST
STT

Kombinasi 4 macam OHO:


B + PG + Glitazon + Insulin secretagogue

ST
STT

Evalusi 2-4
minggu

Insulin

: PG diberikan bila kadar glukosa darah puasa normal.

: Sasaran tercapai apabila memenuhi kriteria pengendalian DM

**

: TKOI = Terapi Kombinasi OHO dan Insulin (OHO siang , insulin malam)

ST

: Sasaran Tercapai, SST : Sasaran Tidak Tercapai

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

63

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

ALGORITMA PENGELOLAAN DM TIPE 2 TIDAK GEMUK


DM Tipe 2 tidak Gemuk
Penyuluhan DM menyeluruh
Penyuluhan perencanaan makan & kegiatan jasmani

ST#

STT

Evalusi 2-4 minggu


(sesuai keadaan klinis pasien)

Penekanan kembali
Kegiatan jasmani + insulin secretagogues
ST

Evalusi 2-4 minggu

STT

Kombinasi 2 macam OHO :


Insulin secretagogues + PG* /B/Glitazon
ST

Evalusi 2-4 minggu

STT
TKOI*
*

STT

Insulin

STT

Insulin

STT

Insulin

Kombinasi 3 macam OHO:


Insulin secretagogues + PG* + B + Glitazon

Evalusi 2-4 minggu

ST
STT

Kombinasi 4 macam OHO:

Insulin secretagogues + PG* + B + Glitazon

TKOI*
*

Evalusi 2-4 minggu

ST

STT
Insulin

TKOI**

: PG diberikan bila kadar glukosa darah puasa normal.

: Sasaran tercapai apabila memenuhi kriteria pengendalian DM (lihat hal 31)

**

: TKOI = Terapi Kombinasi OHO dan Insulin (OHO siang hari, insulin malam
hari)

ST

: Sasaran Tercapai, SST : Sasaran Tidak Tercapai.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

64

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

DAFTAR PUSTAKA
1. Power, AC. Diabetes Mellitus . Dalam Harrison`s Principles of Internal
Medicine. Editor : Kasper, et all. Jilid II edisi 16 th. United States of America :
McGraw Hill Companies, Inc.
2. American Diabetes Association : Diagnosis and Classification of Diabetes
Mellitus, 2008.
3. Suyono, Slamet. Diabetes Melitus di Indonesia Dalam : Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1852-1856
4. Handoko, Tony dan B.Suharto. Insulin, Glukagon dan Anti Diabetik Oral
Dalam : Farmakologi dan Terapi. Editor : Sulistia D. Ganiswarna, dkk. Edisi 4.
Jakarta : Balai Penerbitan FKUI. 1999
5. Manaf, A. Insulin : Mekanisme sekresi dan aspek metabolisme Dalam : Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ;18681869
6. Noer H.m Sjaifoellah, 1999. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Edisi III, Jilid 1,
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
7. Gustaviani, Reno. Diagnosa

dan Klasifikasi

Diabetes Mellitus. Dalam :

Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit FKUI. 2006; 1857-1859
8. Konsensus Penanganan dan Pengelolahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia
2006. Jakarta : Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2006.
9. Konsensus Penanganan dan Pengelolahan Diabetes Mellitus Tipe 2 di Indonesia
2002. Jakarta : Pengurus Besar Perkumpulan Endokrinologi Indonesia. 2002.
10. Yunir, Em dan Suharko Soebardi. Terapi Non Farmakologi pada Diabetes
Mellitus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk.
Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam
FKUI. 2006 ; 1864-1867

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

65

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

11. Schilictman, James dan Mark Graber. Gangguan Hematologik, Elektrolit dan
Metabolik .Dalam : Buku Saku Dokter Keluarga Universitas of IOWA. Editor :
Mark.A.Graber,M.D,dkk. Edisi 3. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2006
12. www.id.wikipedia.org_wiki/Diabetes_mellitus.html
13. Soegondo, Sidartawan .Farmakologi pada Pengendalian

Glikemia Diabetes

Mellitus tipe 2 . Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo,
dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI. 2006; 1860-1863
14. Clinical Experience With DPP-4 Inhibitors : A New and Different Approach for
Treating Type 2 Diabetes Through Incretin Enhancement.Highlists of scientific
symposium held At the 19th World Diabetes Congress, Cape Town, South Africa,
0n 5 December 2006. International Diabetes Federation (IDF) : 2006
15. Soewondo, Pradana. Ketoasidosis Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1874-1877
16. Soewondo, Pradana dan Andra Aswar. Penatalaksanaan Ketoasidosis Diabetik
.

Dalam : Naskah Lengkap Pertemuan Ilmiah Ilmu Penyakit Dalam 2007.

Editor : Reno Gustaviani, dkk. Jakarta : Pusat Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam
Fakultas FKUI. 2007; 201-205
17. Soewondo, P. Koma Hiperosmolar Hiperglikemik Non Ketotik .Dalam Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV.
Jakarta : Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 18781880
18. Soewondo, Pradana dan Hari Hendarto. Asidosis Laktat .Dalam Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam. Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta :
Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1881-1883
19. Pandelaki, Karel. Retinopati Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1889-1893.
20. www.emedicine.com_ped/TOPIC581.HTML

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

66

DIABETES MELITUS

Franscisca Dini (406111008)

21. Hendromartono. Nefropati Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1898-1901.
22. Subketi, Imam. Neuropati Diabetik .Dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.
Editor : Aru W. Sudoyo, dkk. Jilid III Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI. 2006 ; 1902-1904.

Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit Dalam


RSPI Prof Dr Sulianti Saroso
Fakultas Kedokteran Universitas Tarumanagara periode 4 Maret 11 Mei 2013

67

You might also like