You are on page 1of 17

ANALISIS PERBANDINGAN KINERJA KEUANGAN BANK SYARIAH

DENGAN BANK KONVENSIONAL


(Bank Syariah Mandiri dengan Bank UOB buana Periode 2007-2011)
RADITYA DWI ANANTO
0610230158
JURUSAN AKUNTANSI
FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG
2013
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan Bank Syariah
Mandiri jika dibandingkan dengan Bank UOB Buana dilihat dari rasio keuangan
bank yang meliputi CAR, NPL, PPAP, NPM, ROA, BOPO, dan LDR.
Penelitian ini menggunakan laporan keuangan Bank Syariah Mandiri dan
Bank UOB Buana sebagai obyek penelitian. Informasi yang digunakan untuk
mengukur kinerja bank adalah berdasarkan Laporan Publikasi Keuangan Bank
Selama periode 2007-2011. Dari sumber data tersebut kemudian diperoleh nilai
rasio yang meliputi CAR, NPL, PPAP, NPM, ROA, BOPO, dan LDR, yang
digunakan sebagai dasar penghitungan nilai total rasio. Nilai total tersebut yang
dijadikan dasar dalam menentukan bagaimana kondisi kesehatan bank saat itu.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa selama periode 2007-2011
secara keseluruhan rasio, kedua bank dalam kondisi yang sehat. Namun bila
dibandingkan Bank UOB Buana memiliki kinerja yang lebih baik daripada Bank
Syariah Mandiri. Ini ditunjukkan dari total nilai seluruh rasio yang diperoleh
selalu lebih tinggi selama lima tahun berturut-turut. Namun dari tahun ke tahun
selisih yang terjadi semakin sedikit hingga pada tahun 2011 selisihnya tidak lagi
signifikan. Faktor yang menyebabkan perbedaan kinerja keduanya adalah tingkat
NPL, pada tahun 2007-2009 NPL Bank Syariah Mandiri berada jauh diatas Bank
UOB Buana sehingga menimbulkan perbedaan skor NPL yang cukup signifikan.
Kata kunci: kinerja keuangan, rasio keuangan, total nilai rasio, NPL.
1. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Bank adalah badan usaha yang menghimpun dana dari masyarakat dalam
bentuk simpanan dan menyalurkannya kepada masyarakat dalam bentuk kredit
dan/atau bentuk lainnya dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat.
(Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah).
Fungsi bank pada umumnya adalah (1) menerima berbagai bentuk simpanan
dari masyarakat, (2) memberikan kredit, baik bersumber dari dana yang diterima
dari masyarakat maupun berdasarkan atas kemampuannya untuk menciptakan
tenaga beli baru, (3) memberikan jasa-jasa lalu lintas pembayaran dan peredaran
uang (Martono, 2002:24).
Dilihat dari aspek cara menentukan harga, dibagi menjadi: (1) Bank
Konvensional, dalam operasinya jenis bank ini menggunakan metode penetapan
bunga dalam menetapkan harga, baik untuk produk simpanan demikian juga

dengan produk pinjamannya. Sedangkan untuk jasa-jasa bank lainnya, bank ini
menerapkan berbagai biaya dalam nominal atau presentase tertentu. Sistem
pengenaan biaya ini dikenal dengan istilah fee based. (2) Bank Syariah,
merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Dalam
operasinya, bank syariah menetapkan harga produk yang ditawarkan berdasarkan
prinsip jual beli dan bagi hasil.
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, syarat-syarat umum memperoleh
pembiayaan seperti KTP, NPWP, proposal, laporan keuangan, dan sebagainya.
Perbedaan mendasar diantara keduanya yaitu menyangkut aspek legal, stuktur
organisasi, usaha yang dibiayai dan lingkungan kerja (Antonio, 2001:33).
Hal mendasar yang membedakan antara lembaga keuangan konvensional
dengan syariah adalah terletak pada pengembalian dan pembagian keuntungan
yang diberikan oleh nasabah kepada lembaga keuangan dan/atau yang diberikan
oleh lembaga keuangan kepada nasabah. Kegiatan operasional bank syariah
menggunakan prinsip bagi hasil (profit and loss sharing). Bank syariah tidak
menggunakan bunga sebagai alat untuk memperoleh pendapatan maupun
membebankan bunga atas penggunaan dana dan pinjaman karena bunga
merupakan riba yang diharamkan dalam Islam.
Meskipun terdapat beberapa perbedaan dalam beberapa aspek, seperti
investasi yang dibiayai, kemudian prinsip yang digunakan serta adanya dewan
pangawas syariah pada bank syariah namun penulis merasa bahwa juga terdapat
persamaan diantara keduanya, seperti jenis jasa yang ditawarkan, dalam hal ini
kedua jenis bank sama-sama memberikan jasa kepada nasabah di dalam bidang
keuangan, seperti tabungan, pinjaman/perkreditan, deposito, dan lain-lain,
sehingga menimbulkan sebuah pilihan di masyarakat tentang jenis bank apa yang
lebih memberikan kepuasan bagi mereka atau bisa dikatakan bahwa bank syariah
saat ini sudah menjadi saingan bank konvensional. Kemudian persamaan
lainnya terletak pada sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer, teknologi
komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, serta fungsi dan
manfaat yang diberikan kepada masyarakat, selain itu dari rasio keuangan yang
disajikan juga tidak terdapat banyak perbedaan. Sehingga dari uraian diatas
penulis berpendapat bahwa kedua bank masih dapat diperbandingkan.
Bank yang dipilih dalam penelitian ini adalah Bank Syariah Mandiri dan
Bank UOB Buana. Kedua dipilih berdasarkan kriteria yang ditentukan oleh
penulis, yaitu bank dengan total aset sebanding (dengan perbandingan selisih
kurang lebih 25%). Kemudian bank yang telah berdiri lebih dari lima tahun, serta
berdasarkan atas kinerja yang baik dengan melihat award serta prestasi yang
berhasil diraih oleh kedua bank seIama 5 tahun. Informasi yang digunakan untuk
mengukur kinerja bank adalah berdasarkan Laporan Keuangan Bank selama
periode 2007-2011.
Dalam penelitian ini terdapat beberapa perbedaan, yaitu: (1) Beberapa rasio
keuangan yang akan digunakan. Pertimbangan penggunaan rasio keuangan
sebagai alat ukur kinerja adalah karena penggolongan aspek rasio dalam CAMEL
kedua bank berbeda, namun secara rasio masih tetap sama. Sehingga kinerja
kedua bank dapat diukur dengan menggunakan rasio keuangan (2) Rasio
keuangan bersumber dari laporan keuangan kedua bank yang diambil antara tahun

2007-2011. Maka dari itu, penulis akan melakukan penelitian dengan judul
Analisis Perbandingan Kinerja Keuangan Bank Syariah dengan Bank
Konvensional.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah tersebut, maka yang menjadi
permasalahan dalam penelitian ini adalah: Bagaimana kinerja keuangan Bank
Syariah Mandiri jika dibandingkan dengan Bank UOB Buana dilihat dari rasio
keuangan bank yang meliputi CAR, NPL, PPAP, NPM, ROA, BOPO, dan LDR.
1.3. Batasan Masalah
1. Informasi yang digunakan untuk mengukur kinerja bank adalah berdasarkan
laporan keuangan tahunan selama periode 2007 - 2011.
2. Ukuran kinerja bank yang digunakan dalam penelitian ini adalah rasio
keuangan bank yang meliputi CAR, NPL, PPAP, NPM, ROA, BOPO, dan
LDR.
1.4. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan Bank Syariah
Mandiri jika dibandingkan dengan Bank UOB Buana dilihat dari rasio keuangan
bank yang meliputi CAR, NPL, PPAP, NPM, ROA, BOPO, dan LDR.
1.5. Manfaat Penelitian
1.5.1. Manfaat Teoritis
Sebagai bahan informasi atau bahan masukan dalam memberikan kontribusi
pada pengembangan teori dalam mengadakan penelitian khususnya dalam bidang
perbankan yang dapat digunakan sebagai pembanding terhadap penelitian serupa,
baik yang sudah dilakukan maupun yang akan dilakukan di masa mendatang.
1.5.2. Manfaat Praktis
1. Bagi penulis, dengan melakukan penelitian ini penulis memperoleh
pengalaman dan ilmu pengetahuan baru mengenai cara menilai kinerja
keuangan perbankan serta mempertebal iman dan ketakwaan sebagai seorang
muslim akan kebenaran ajaran agama Islam.
2. Bagi Bank syariah, dapat dijadikan sebagai catatan/koreksi untuk
mempertahankan dan meningkatkan kinerjanya, sekaligus memperbaiki
apabila ada kelemahan dan kekurangan.
3. Bagi bank konvensional, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan acuan
atau pertimbangan untuk membentuk atau menambah Unit Usaha Syariah
atau bahkan mengkonversi menjadi bank syariah.
2. KAJIAN PUSTAKA
Menurut Santoso (1996:2) fungsi dan tujuan utama dari pembentukan bank
di Indonesia adalah sebagai Agent of Development (terutama bagi bank-bank milik
negara) dan Financial Intermediary.
Fungsi Agent of Development ini dilakukan oleh bank-bank pemerintah
terutama ditujukan untuk pemeliharaan kestabilan moneter di Indonesia. Wujud
dari fungsi bank tersebut terlihat dalam dua program kredit pemerataan, yaitu KIK
(Kredit Investasi Kecil) dan KMKP (Kredit Modal Kerja Permanen).
Bank-bank pemerintah sebagai Financial Intermediary tampak dalam
fungsinya sebagai perantara penghimpunan dan penyaluran dana. Fungsi perantara
tersebut bisa menjadi wajar apabila bank memperoleh dukungan dari peraturan
pemerintah dalam upaya pengelolaan dana. Juga perlu diingat bahwa bank itu

sendiri tidak pernah punya uang, dalam arti penyertaan modal bank sendiri yang
relatif sangat kecil (kurang dari 10%).
Dalam menjalankan usahanya sebagai lembaga intermediasi keuangan,
kegiatan bank sehari-hari tidak dapat dipisahkan dari bidang keuangan. Seperti
halnya perusahaan lainnya, kegiatan bank secara sederhana dapat dikatakan
sebagai tempat melayani segala kebutuhan para nasabahnya. Menurut Martono
(2002:24), kegiatan utama suatu bank adalah menghimpun dana dari masyarakat
melalui simpanan dalam bentuk tabungan, deposito berjangka, giro dan kemudian
menyalurkan kembali dana yang dihimpun tersebut kepada masyarakat umum
dalam bentuk kredit yang diberikan (loanable fund). Dengan demikian kegiatan
bank di Indonesia terutama kegiatan bank umum adalah sebagai berikut: (1)
menghimpun dana dari masyarakat, (2) menyalurkan dana kepada masyarakat,
dan (3) memberikan jasa bank lainnya.
Menurut Martono (2002:28), jenis perbankan dilihat dari aspek cara
menentukan harga, dibagi menjadi: (1) Bank Konvensional, dalam operasinya
jenis bank ini menggunakan metode penetapan bunga dalam menetapkan harga,
baik untuk produk simpanan demikian juga dengan produk pinjamannya.
Sedangkan untuk jasa-jasa bank lainnya, bank ini menerapkan berbagai biaya
dalam nominal atau presentase tertentu. Sistem pengenaan biaya inidikenal
dengan istilah fee based. (2) Bank Syariah, merupakan bank yang beroperasi
dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Dalam operasinya, bank syariah menetapkan
harga produk yang ditawarkan berdasarkan prinsip jual beli dan bagi hasil.
Sesuai dengan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 Bank Umum
merupakan bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau
berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu
lintas pembayaran. Sifat jasa yang diberikan bersifat umum, dalam pengertian
dapat memberikan semua jasa perbankan dan wilayah operasinya dapat dilakukan
di seluruh wilayah. Bank Umum dapat juga disebut Bank Komersial (Commercial
Bank).
Bank konvensional dapat didefinisikan seperti pada pengertian bank umum
pada Undang-Undang No. 10 tahun 1998 dengan menghilangkan kalimat dan
atau berdasarkan prinsip syariah, yaitu bank yang melaksanakan kegiatan usaha
secara konvensional yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas
pembayaran.
Menurut Martono (2002:94) bank syariah atau bank bagi hasil adalah
merupakan bank yang beroperasi dengan prinsip-prinsip syariah Islam. Di dalam
operasinya bank syariah mengikuti aturan Al Quran Hadits dan regulasi dari
pemerintah. Sedangkan menurut Prof. Dr. H. Zainuddin Ali, M.A. (2008:1) bank
syariah terdiri atas dua kata, yaitu bank dan syariah. Kata bank bermakna suatu
lembaga keuangan yang berfungsi sebagai perantara keuangan dari dua pihak,
yaitu pihak yang berkelebihan dana dan pihak yang kekurangan dana. Kata
syariah dalam versi bank syariah di Indonesia adalah aturan perjanjian
berdasarkan yang dilakukan oleh pihak bank dan pihak lain untuk penyimpangan
dana dan/atau pembiayaan kegiatan usaha dan kegiatan lainnya sesuai dengan
hukum Islam.
Bank konvensional dan bank syariah dalam beberapa hal memiliki
persamaan, terutama dalam sisi teknis penerimaan uang, mekanisme transfer,
teknologi komputer yang digunakan, persyaratan umum pembiayaan, dan lain

sebagainya. Menurut SyafiI Antonio (2001:76), perbedaan antara bank


konvensional dan bank syariah menyangkut aspek legal, struktur organisasi, usaha
yang dibiayai, dan lingkungan kerja.
Tabel 2.1. Perbandingan Bank Syariah dengan Bank Konvensional.
Bank syariah
Bank Konvensional
1. Melakukan investasi-investasi yang 1. Investasi yang halal dan haram.
halal saja.
2. Memakai perangkat bunga.
2. Berdasarkan prinsip bagi hasil, jual beli, 3. Profit oriented
atau sewa.
4. Hubungan dengan nasabah dalam
3. Berorientasi pada keuntungan (profit
bentuk hubungan kreditur-debitur.
oriented)
dan
kemakmuran
dan 5. Tidak terdapat dewan sejenis.
kebahagian dunia akhirat
4. Hubungan dengan nasabah dalam
bentuk hubungan kemitraan.
5. Penghimpunan dan penyaluran dana
harus sesuai dengan fatwa Dewan
Pengawas Syariah
Sumber: Antonio (2001:34)
Menurut Kasmir (2002:41), kesehatan suatu bank sangat penting sama
halnya dengan kesehatan manusia. Bank yang tidak sehat bukan hanya
membahayakan dirinya sendiri, akan tetapi juga pihak lain. Penilaian kesehatan
bank amat penting disebabkan karena bank mengelola dana masyarakat yang
dipercayakan kepada bank. Masyarakat pemilik dana dapat saja menarik dana
yang dimilikinya setiap saat dan bank harus sanggup mengembalikan dana yang
dipakainya jika ingin tetap dipercaya oleh nasabahnya.
Menurut Martono (2002:90), adapun cara menilai kesehatan bank dengan
menggunakan metode CAMEL yang dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
Tabel 2.2
Penilaian Kesehatan Bank dengan Menggunakan Metode CAMEL
Uraian
Yang Dinilai
Rasio
Nilai Kredit Bobot
0 s/d max
Capital
Kecukupan Modal CAR
25%
100
25%
Kualitas Aktiva
BDR
Max 100
Assets
5%
Produktif
CAD
Max 100
30%
Manajemen Modal
Kualitas
Manajemen Aktiva
Total Max
25%
Management Manajemen
Manajemen Umum
100
Manajemen Rentabilitas
Manajemen Likuiditas
Kemampuan
ROA
Max 100
10%
Earnings
Menghasilkan
BOPO
Max 100
Laba
Kemampuan
LDR
Liquidity
Menjamin
Max 100
10%
MCM/CA
Likuiditas
Sumber: Martono (2002:90)

Sebagaimana layaknya manusia, dimana kesehatan merupakan hal yang


penting dalam kehidupannya. Tubuh yang sehat akan meningkatkan kemampuan
kerja dan kemampuan lainnya. Begitu pula dengan perbankan harus selalu dinilai
kesehatannya agar prima dalam melayani nasabahnya.
Menurut Martono (2002:88), penilaian yang dilakukan oleh Bank Indonesia
meliputi beberapa aspek, yaitu :
Pertama, Capital (Aspek Permodalan). Pada aspek permodalan ini yang
dinilai adalah permodalan yang didasarkan kepada kewajiban penyediaan modal
minimum bank. Penilaian tersebut didasarkan kepada CAR (Capital Adequeency
Ratio) yang telah ditetapkan oleh Bank Indonesia. Perbandingan rasio tersebut
adalah perbandingan modal terhadap Aktiva Tertimbang Menurut Resiko
(ATMR) dan sesuai dengan ketentuan Pemerintah CAR tahun 1999 minimum
harus 8%.
Kedua, Asset (Aspek Kualitas Aset). Aspek kualitas aset ini merupakan
penilaian jenis-jenis aset yang dimiliki oleh bank, yaitu dengan cara
membandingkan antara aktiva produktif yang diklasifikasikan dengan aktiva
produktif. Kemudian perbandingan penyisihan penghapusan aktiva produktif
terhadap aktiva produktif diklasifikasikan. Rasio ini dapat dilihat dari neraca yang
telah dilaporkan secara berkala kepada Bank indonesia.
Ketiga, Management (Aspek Kualitas Manajemen). Kualitas manajemen
dapat dilihat dari kualitas manusianya dalam bekerja. Kualitas manajemen juga
dilihat dari pendidikan serta pengalaman karyawannya dalam menangani berbagai
kasus yang terjadi. Unsur-unsur penilaian dalam aspek kualitas manajemen adalah
manajemen permodalan, manajemen aktiva, manajemen umum, manajemen
rentabilitas dan manajemen likuiditas, yang didasarkan atas 250 pertanyaan yang
diajukan.
Keempat, Earning (Aspek Rentabilitas). Pada aspek ini yang dilihat adalah
kemampuan bank dalam meningkatkan laba dan efisiensi usaha yang dicapai.
Bank yang sehat adalah bank yang diukur secara rentabilitas yang terus
meningkat. Metode penilaiannya dapat juga dilakukan dengan : Pertama, rasio
laba terhadap total aset (ROA). Kedua, perbandingan biaya operasi dengan
pendapatan operasi (BOPO).
Kelima, Liquidity (Aspek Likuiditas). Pada aspek likuiditas ini penilaian
didasarkan atas kemampuan bank dalam membayar semua hutang-hutangnya
terutama simpanan tabungan, giro dan deposito pada saat ditagih dan dapat
memenuhi semua permohonan kredit yang layak untuk disetujui.Ini merupakan
perbandingan antara jumlah aktiva lancar dibagi dengan hutang lancar. Yang
dianalisis dalam rasio ini, adalah perbandingan kewajiban bersih (call money)
terhadap aktiva lancer dan perbandingan kredit yang diberikan terhadap dana yang
diterima oleh bank, seperti: KLBI, giro, tabungan, deposito, dan lain-lain.
3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Populasi dan Sampel
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Laporan
Publikasi Keuangan Bank selama tahun 2007-2011.
Data yang dibutuhkan dalam penelitian ini sebagai berikut :
a. Neraca Keuangan dari tahun 2007 - 2011
b. Laporan Rugi Laba dari tahun 2007 - 2011

c. Laporan Kualitas Aktiva Produktif dari tahun 2007 - 2011


d. Perhitungan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dari tahun 2007
2011
e. Ikhtisar Keuangan dari tahun 2007 - 2011.
3.2. Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan merupakan data-data sekunder yang berupa laporan
keuangan tahunan publikasi bank selama periode tahun 2007 - 2011. Data yang
diperoleh diambil melalui beberapa website dari bank yang bersangkutan dan
perpustakaan Bank Indonesia. Jenis laporan yang digunakan antara lain Neraca
Keuangan, Laporan Laba-Rugi, Laporan Kualitas Aktiva produktif, Perhitungan
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum dan Ikhtisar keuangan.
3.3. Pengukuran Variabel
Setelah semua data terkumpul, langkah selanjutnya adalah pengolahan data
yang diawali dengan menghitung variabel-variabel yang digunakan. Variabelvariabel tersebut yaitu rasio keuangan yang meliputi CAR (Capital Adequacy
Ratio), NPL (Non Performing Loan), PPAP (Penyisihan Penghapusan Aktiva
Produktif), NPM (Net Proft Margin), ROA (Return on Asset), BOPO (Biaya
Operasional Pendapatan Operasional), LDR (Loan to Deposit Ratio). Setelah itu,
untuk mengetahui kinerja bank secara keseluruhan dilakukan dengan cara
menjumlahkan nilai seluruh rasio yang sebelumnya telah diberi bobot nilai
tertentu. Karena keterbatasan yang dimiliki peneliti maka pembobotan masingmasing rasio didasarkan pada informasi yang disajikan oleh Martono pada tabel
2.2.
Selanjutnya penghitungan nilai kredit dan bobot rasio-rasio tersebut adalah:
3.3.1 Capital Adequacy Ratio (CAR)
Menurut ketentuan Bank Indonesia suatu bank umum sekurang-kurangnya
harus memiliki CAR 8%. Variabel ini mempunyai bobot nilai 25%. Nilai kredit
CAR dihitung sebagai berikut:
Nilai Kredit
= Angka kredit x Bobot variabel
=
x 25%
CAR = 0 atau negative, angka kredit = 0. Setiap kenaikan 0,1%, angka kredit
ditambah 1 dengan maksimum 100. Selanjutnya angka kredit tersebut dikalikan
dengan bobot untuk rasio CAR sehingga diperoleh nilai untuk komponen CAR.
3.3.2 Non Performing Loan (NPL)
Standar terbaik NPL menurut Bank Indonesia adalah bila NPL berada
dibawah 5%. Variabel ini mempunyai bobot nilai 25%. Nilai kredit NPL dihitung
sebagai berikut:
Nilai Kredit
= Angka kredit x Bobot variabel
=
x 25%
NPL = 15,5% atau lebih, angka kredit = 0. Setiap penurunan 0,15% mulai dari
15,5%, angka kredit ditambahkan 1 dengan maksimum 100. Bobot CAMEL untuk
NPL adalah 25%. Selanjutnya angka kredit tersebut dikalikan dengan bobot untuk
rasio NPL (25%) sehingga diperoleh nilai untuk komponen NPL.
3.3.3 Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Menurut ketentuan Bank Indonesia suatu bank umum sekurang-kurangnya
harus memiliki PPAP 81%. Nilai kredit PPAP dihitung sebagai berikut:
Nilai Kredit
= Angka kredit x Bobot variabel

=
x 5%
Rasio = 0 (tidak ada penyisihan), angka kredit = 0. Setiap kenaikan sebesar 1%,
angka kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. Bobot untuk PPAP adalah 5%.
3.3.4 Net Proft Margin (NPM)
Nilai NPM dianggap baik atau sehat bila berada diatas 5%, sehingga bila
nilai rasio yang diperoleh lebih dari 5% akan mendapat angka kredit sebesar 100
kemudian dikalikan dengan nilai bobot NPM sebesar 25% (bobot aspek
manajemen dalam CAMEL).
Nilai Kredit
= Angka kredit x Bobot variabel
= 100 x 25%
3.3.5 Return on Asset (ROA)
Standar terbaik ROA menurut Bank Indonesia adalah 1,5%. Variabel ini
mempunyai bobot nilai 15%. Nilai kredit ROA ditentukan sebagai berikut;
Nilai Kredit
= Angka kredit x Bobot variabel
=
x 5%
ROA sebesar 10% atau lebih, angka kredit = 0. Setiap kenaikan 0,015% angka
kredit ditambah 1 dengan maksimum 100. Selanjutnya angka kredit tersebut
dikalikan dengan bobot untuk ROA (5%) sehingga diperoleh nilai untuk
komponen ROA tersebut.
3.3.6 Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO)
Standar terbaik BOPO menurut Bank Indonesia adalah 92%. Variabel ini
mempunyai bobot nilai sebesar 5%. Nilai kredit BOPO ditentukan sebagai
berikut;
Nilai Kredit
= Angka kredit x Bobot variabel
=
x 5%
Rasio 100% atau lebih, angka kredit = 0. Setiap penurunan sebesar 0,08%, angka
kredit ditambahkan 1 dengan maksimum 100. Selanjutnya angka kredit tersebut
dikalikan dengan bobot untuk rasio BOPO (5%) sehingga diperoleh nilai untuk
komponen BOPO.
3.3.7 Loan to Deposit Ratio (LDR)
Standar terbaik LDR menurut Bank Indonesia adalah 85%-110%. Variabel
ini diberi bobot nilai 10%. Nilai kredit Loan to Deposit Ratio dihitung sebagai
berikut:
Nilai Kredit
= Angka kredit x Bobot variabel
Rasio LDR sebesar 110% atau lebih, angka kredit = 0
Rasio LDR di bawah 110%, angka kredit = 100.
Selanjutnya angka kredit tersebut dikalikan dengan bobot untuk LDR (10%)
sehingga diperoleh nilai untuk komponen LDR.
Selanjutnya penjumlahan total nilai yang telah dikalikan dengan bobotnya
masing-masing seperti diuraikan di atas akan diperoleh nilai total secara
keseluruhan. Selanjutnya, total nilai tersebut ditetapkan dalam empat golongan
predikat tingkat kesehatan bank sebagai berikut:
Nilai Total
81 - 100
66 - < 81

Predikat
Sehat
Cukup Sehat

51 - < 66
0 - < 51

Rasio

4. ANALISIS DATA DAN PEMBAHASAN


Berikut ini adalah tabel yang menyajikan seluruh rasio kedua bank selama 5
tahun!
Tabel 4.15
Hasil Penghitungan Seluruh Rasio Bank Syariah Mandiri selama 5 Tahun
2007
2008
2009
2010
2011

Nilai
Skor
Nilai
CAR
12,44%
25 12,66%
NPL
5,64% 16,43
5,66%
PPAP 100,10%
5 100,34%
NPM
8,20%
25
9,64%
ROA
1,53%
5
1,82%
BOPO 81,34%
5 78,71%
LDR
92,98%
10 87,33%
Total Nilai
91,43

Rasio

Kurang Sehat
Tidak Sehat

Skor
Nilai
Skor
Nilai
Skor
Nilai
25 12,39%
25 10,60%
25 14,57%
16,4
4,84% 17,76
3,52% 19,96
2,42%
5 108,16%
5 127,64%
5 107,66%
25 12,03%
25 12,55%
25 11,35%
5
2,23%
5
2,21%
5
1,95%
5 73,76%
5 74,97%
5 76,44%
10 83,07%
10 82,54%
10 86,03%
91,4
92,76
94,96

Tabel 4.16
Hasil Penghitungan Seluruh Rasio Bank UOB Buana selama 5 Tahun
2007
2008
2009
2010
Nilai
Skor
Nilai
Skor
Nilai
Skor
Nilai
Skor

CAR
28,71%
25 25,36%
25 26,25%
NPL
2,50% 21,66
1,96% 22,56
3,02%
PPAP 104,71%
5 109,87%
5 173,20%
NPM
21,22%
25 14,13%
25 16,24%
ROA
3,55%
5
2,71%
5
3,03%
BOPO 67,06%
5 77,31%
5 75,51%
LDR
99,76%
10 92,79%
10 89,47%
Total Nilai
96,66
97,56

25 22,27%
20,8
2,78%
5 148,79%
25 18,19%
5
3,31%
5 70,85%
10 97,10%
95,8

Skor
25
21,8
5
25
5
5
10
96,8

2011
Nilai
Skor

25 17,61%
25
21,2
1,53% 23,28
5 142,55%
5
25 16,85%
25
5
2,30%
5
5 77,55%
5
10 91,70%
10
96,2
98,28

Gambar 4.1 Grafik Total Nilai Seluruh Rasio Kedua Bank Selama 5 Tahun
100
98
96
94
BSM
92

Buana

90
88
86
2007

2008

2009

2010

2011

CAR (Capital Adequecy Ratio)


Berdasarkan rasio permodalan selama lima tahun Bank Syariah Mandiri
memperoleh rasio CAR (Capital Adequecy Ratio) yang cenderung stabil. Nilai
CAR pada tahun 2007 sebesar 12,44% tahun 2008 sebesar 12,66% tahun 2009
sebesar 12,39%, tahun sebesar 2010 10,60%, dan tahun 2011 sebesar 14,57%.
Rasio permodalan selama tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 lebih besar dari
kriteria penilaian tingkat kesehatan bank yang ditetapkan oleh Bank Indonesia
sebesar 8% maka rasio yang dicapai Bank Syariah Mandiri dikategorikan dalam
kelompok SEHAT. Peningkatan nilai CAR ini menunjukkan adanya peningkatan
pada jumlah modal dan peningkatan jumlah aktiva tertimbang menurut risiko
(ATMR) pada Bank Syariah Madiri. Dengan adanya peningkatan yang cukup
besar dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, maka dapat dikatakan bank
berhasil mempertahankan dan meningkatkan nilai CAR.
Berdasarkan rasio permodalan selama lima tahun Bank UOB Buana
memperoleh rasio CAR (Capital Adequecy Ratio) yang juga cenderung stabil.
Nilai CAR pada tahun 2007 sebesar 28,71%, tahun 2008 sebesar 25,36% tahun
2009 sebesar 26,25%, tahun sebesar 2010 22,27%, dan tahun 2011 sebesar
17,61%. Meskipun pada tahun 2011 CAR mengalami penurunan yang cukup
signifikan bila dibandingkan tahun sebelumnya, namun CAR Bank UOB Buana
selama lima tahun masih lebih besar dari kriteria penilaian tingkat kesehatan bank
yang ditetapkan oleh Bank Indonesia sebesar 8% maka rasio yang dicapai Bank
UOB Buana dikategorikan dalam kelompok SEHAT. Dengan kestabilan nilai
CAR selama lima tahun tersebut, maka dapat dikatakan bank berhasil
mempertahankan kestabilan nilai CAR.
Kemudian apabila nilai CAR Bank Syariah Mandiri dan Bank UOB Buana
selama lima tahun dibandingkan, maka CAR yang diperoleh Bank UOB Buana
relatif jauh lebih tinggi dengan perbandingan hampir selalu dua kali lipat dari
CAR Bank Syariah Mandiri. Ini mengindikasikan bahwa Bank UOB Buana
memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menutup kemungkinan terjadinya

kerugian yang terjadi dalam kegiatan perkreditan dan perdagangan surat-surat


berharga.
Non Performing Loan (NPL)
Tingkat rasio Non Performing Loan (NPL) selama lima tahun Bank Syariah
Mandiri memperoleh rasio NPL yang cenderung membaik. Rasio NPL Bank
Syariah Mandiri pada tahun 2007 sebesar 5,64%, pada tahun 2008 sebesar 5,66%,
pada tahun 2009 sebesar 4,84%, tahun 2010 sebesar 3,52%, dan pada tahun 2011
sebesar 2,42%. NPL yang dicapai BSM pada tahun 2007 dan 2008 berada diatas
ketentuan batas NPL menurut BI yaitu 5% sehingga dinyatakan kurang sehat.
Namun sejak tahun 2009, tingkat NPL BSM terus mengalami penurunan, hingga
sebesar 2,42% saja pada tahun 2011. Dengan adanya peningkatan kinerja yang
terjadi dari tahun 2009 sampai dengan tahun 2011 itu berarti bank berhasil
memperbaiki kinerja dalam menjaga tingkat kredit macet yang dapat terjadi agar
tetap berada pada kondisi yang ideal. Hal ini juga mengindikasikan bahwa bank
memiliki manajemen yang semakin baik atas setiap kredit yang diberikan.
Selama lima tahun Bank UOB Buana memperoleh rasio Non Performing
Loan (NPL) yang cenderung terus terus mengalami peningkatan kecuali tahun
2009. Rasio NPL Bank UOB Buana pada tahun 2007 sebesar 2,50%, pada tahun
2008 sebesar 1,96%, pada tahun 2009 sebesar 3,02%, tahun 2010 sebesar 2,78%,
dan pada tahun 2011 sebesar 1,53%. NPL yang dicapai Bank UOB Buana
dikategorikan dalam kelompok sehat karena selalu berada dibawah ketentuan
batas NPL menurut BI yaitu 5%, bahkan pada tahun 2011 hanya mencapai 1,03%.
Dengan adanya peningkatan yang terjadi selama lima tahun itu berarti bank
berhasil menjaga tingkat kredit macet yang dapat terjadi agar tetap berada pada
kondisi yang ideal. Hal ini juga mengindikasikan bahwa bank memiliki
manajemen yang baik atas setiap kredit yang diberikan.
Kemudian jika nilai NPL Bank Syariah Mandiri dan Bank UOB Buana
selama lima tahun dibandingkan, maka NPL yang diperoleh Bank UOB Buana
relatif lebih baik daripada Bank Syariah Mandiri. Ini menunjukkan bahwa Bank
UOB Buana memiliki meliki kemampuan yang lebih baik dalam menjaga
persentase jumlah kredit macet dari setiap kredit yang diberikan daripada Bank
Syariah Mandiri.
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP)
Tingkat rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) selama
lima tahun Bank Syariah Mandiri memperoleh rasio Penyisihan Penghapusan
Aktiva Produktif (PPAP) yang naik turun. Pada tahun 2007 sebesar 100,10%,
kemudian mengalami sedikit peningkatan pada tahun 2008 menjadi 100,34%, dan
kembali mengalami peningkatan pada tahun 2009 menjadi 108,16%, kemudian
meningkat lagi pada tahun 2010 menjadi 127,64%, lalu menurun pada tahun 2011
menjadi 107,66%. PPAP yang dicapai Bank Syariah Mandiri dari tahun 2007
sampai dengan 2009 dikategorikan dalam kelompok SEHAT. Dengan terjadinya
naik turun PPAP berarti bank dapat dikatakan kurang berhasil dalam mencapai
cadangan yang harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari nominal
berdasarkan penggolongan kualitas aktiva produktif yang telah terbentuk. Namun
demikian, selama tahun 2007-2010 selalu terjadi peningkatan, sehingga ini dapat
dikatakan sebagai sinyal positif atas peningkatan kinerja bank dalam hal

pembentukan PPAP. Apabila PPAP semakin naik, maka semakin baik yang
berarti bank telah melakukan antisipasi penghapusan kredit macet dengan benar.
Tingkat rasio Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP) selama
lima tahun Bank UOB Buana memperoleh rasio PPAP yang naik turun. Pada
tahun 2007 sebesar 104,71% kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2008
menjadi 109,87% dan mengalami peningkatan drastis pada tahun 2009 menjadi
173,20%, kemudian kembali mengalami penurunan pada tahun 2010 menjadi
148,79%, dan kembali mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 142,55%.
PPAP yang dicapai Bank UOB Buana dari tahun 2007 sampai dengan 2011
dikategorikan dalam kelompok SEHAT. Dengan terjadinya naik turun PPAP
berarti bank dapat dikatakan kurang berhasil dalam mencapai cadangan yang
harus dibentuk sebesar persentase tertentu dari nominal berdasarkan
penggolongan kualitas aktiva produktif yang telah terbentuk. Apabila PPAP
semakin naik, maka semakin baik yang berarti bank telah telah melakukan
antisipasi penghapusan kredit macet dengan benar.
Jika nilai PPAP Bank Syariah Mandiri dan Bank UOB Buana selama lima
tahun dibandingkan, maka PPAP yang diperoleh Bank UOB Buana relatif lebih
baik daripada Bank Syariah Mandiri. Ini mengindikasikan bahwa Bank UOB
Buana memiliki kemampuan yang lebih baik dalam mengantisipasi terjadinya
penghapusan kredit macet. Namun satu hal yang perlu dicatat adalah pada tahun
2009 PPAP Bank UOB Buana mengalami penurunan yang cukup signifikan
daripada tahun sebelumnya, sedangkan PPAP Bank Syariah Mandiri tahun 2009
mengalami peningkatan yang cukup signifikan dari tahun-tahun sebelumnya,
sehingga dapat dikatakan bahwa di masa mendatang Bank Syariah Mandiri lebih
memiliki potensi peningkatan kinerja daripada Bank UOB Buana dalam hal
pembentukan PPAP.
Net Profit Margin (NPM)
Tingkat NPM Bank Syariah Mandiri cenderung selalu mengalami
peningkatan pada tahun 2007-2010, namun pada tahun 2011 mengalami
penurunan. Namun NPM Bank Syariah Mandiri selalu berada diatas 5% sehingga
berada pada posisi sehat.
Kemudian tingkat NPM Bank Syariah Mandiri cenderung mengalami naik
turun. Namun NPM Bank Syariah Mandiri selalu berada diatas 5% sehingga
berada pada posisi sehat.
Kemudian apabila NPM kedua bank dibandingkan, maka terlihat bahwa
selama lima tahun berturut-turut Bank UOB Buana selalu memperoleh NPM yang
lebih tinggi dari Bank Syariah Mandiri dengan selisih yang tidak begitu jauh. Hal
ini mengindikasikan bahwa Bank UOB Buana memiliki kinerja manajemen yang
lebih baik sehingga dari setiap pendapatan yang diperoleh bank, mampu
dihasilkan laba bersih yang lebih tinggi. Meskipun demikian, bukan berarti NPM
Bank Syariah Mandiri buruk, karena NPM kedua bank selalu berada diatas 5%
sehingga dapat dikatakan kedua bank memiliki efektivitas dan efisiensi kegiatan
manajamen yang baik sehingga memiliki kemampuan menghasilkan laba yang
baik pula.

Return On Assets (ROA)


Tingkat rasio Return On Assets (ROA) selama lima tahun yaitu pada tahun
2007 sampai dengan tahun 2011 Bank Syariah Mandiri memperoleh Rasio ROA
yang cenderung mengalami peningkatan kecuali tahun 2011. Pada tahun 2007
nilai ROA adalah 1,53%, kemudian mengalami peningkatan pada tahun 2008
menjadi 1,82% dan ditahun 2009 mengalami peningkatan menjadi 2,23%,
kemudian meningkat kembali pada tahun 2008 menjadi 2,21%, dan mengalami
penurunan pada tahun 2011 menjadi 1,95%. ROA selama lima tahun tersebut
termasuk dalam kategori SEHAT. Hal ini menunjukkan bahwa Bank Syariah
Mandiri mampu menjalankan kegiatan operasional secara efisien atas setiap aset
yang dimiliki sehingga menghasilkan laba yang nilainya relatif signifikan.
Tingkat rasio Return On Assets (ROA) selama lima tahun yaitu pada tahun
2007 sampai dengan tahun 2011 Bank UOB Buana memperoleh ROA yang
cenderung naik turun. Pada tahun 2007 nilai ROA adalah 3,55%, kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2008 menjadi 2,71% dan di tahun 2009
mengalami peningkatan menjadi 3,03%, kemudian naik kembali pada tahun 2010
menjadi 3,31%, dan mengalami penurunan pada tahun 2011 menjadi 2,30%.
Meskipun ROA selama lima tahun cenderung mengalami naik turun tetapi masih
dikategorikan dalam kelompok SEHAT dan selalu lebih tinggi dari BSM. Hal ini
menunjukkan bahwa Bank UOB Buana mampu menjalankan kegiatan operasional
secara efisien atas setiap aset yang dimiliki untuk menghasilkan laba.
Jika nilai ROA Bank Syariah Mandiri dan Bank UOB Buana selama lima
tahun dibandingkan, maka ROA yang diperoleh Bank UOB Buana relatif lebih
baik daripada Bank Syariah Mandiri. Ini mengindikasikan bahwa Bank UOB
Buana memiliki tingkat efisiensi kegiatan operasional dan pengelolaan aset yang
lebih baik daripada Bank Syariah Mandiri. Namun, bila diperhatikan maka akan
terlihat bahwa ROA Bank Syariah Mandiri selama lima tahun cenderung terus
mengalami peningkatan, berbeda dengan Bank UOB Buana yang cenderung
mengalami naik turun meskipun nilai ROA-nya lebih tinggi, sehingga dapat
mengindikasikan bahwa di masa mendatang kemungkinan Bank Syariah Mandiri
yang akan mengalami peningkatan kinerja yang lebih baik.
Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO)
Tingkat rasio Biaya Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO)
selama lima tahun yaitu pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 Bank Syariah
Mandiri memperoleh rasio BOPO yang cenderung naik turun. Pada tahun 2007
nilai BOPO 81,34%, kemudian pada tahun 2008 meningkat menjadi 78,71%, pada
tahun 2009 kembali meningkat menjadi 73,76%, pada tahun 2010 mengalami
penurunan menjadi 74,97%, dan pada tahun 2011 menurun kembali menjadi
76,44%. Rasio BOPO BSM dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011
dikategorikan dalam kelompok SEHAT, itu berarti bahwa bank telah berhasil
menjaga efisiensi dari kegiatan operasionalnya dari tahun ke tahun.
Selama lima tahun yaitu pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 Bank
UOB Buana memperoleh rasio BOPO yang cenderung mengalami penurunan.
Pada tahun 2007 nilai BOPO 67,06%, kemudian pada tahun 2008 mengalami
penurunan menjadi 77,31%, pada tahun 2009 meningkat menjadi 75,51%, pada
tahun 2010 mengalami peningkatan menjadi 70,85%, dan pada tahun 2011
menurun kembali menjadi 77,55%. Rasio BOPO dari tahun 2007 sampai dengan

tahun 2011 dikategorikan dalam kelompok SEHAT, itu berarti bahwa bank telah
berhasil menjaga efisiensi dari kegiatan operasionalnya dari tahun ke tahun.
Jika nilai BOPO Bank Syariah Mandiri dan Bank UOB Buana selama lima
tahun dibandingkan, maka BOPO yang diperoleh kedua bank dapat dikatakan
relatif seimbang. Namun, jika diperhatikan maka akan terlihat bahwa ROA Bank
Syariah Mandiri selama lima tahun cenderung terus mengalami peningkatan,
berbeda dengan Bank UOB Buana yang cenderung mengalami penurunan,
sehingga hal ini mengindikasikan bahwa di masa mendatang kemungkinan Bank
Syariah Mandiri yang akan mengalami peningkatan kinerja yang lebih baik
daripada Bank UOB Buana.
Loan to Deposit Ratio (LDR)
Tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) selama lima tahun yaitu pada tahun
2007 sampai dengan tahun 2011 Bank Syariah Mandiri memperoleh LDR yang
cenderung stabil. Pada tahun 2007 nilai LDR 92,98%, kemudian pada tahun 2008
menjadi 87,33%, pada tahun 2009 menjadi 83,07%, pada tahun 2010 menjadi
82,54%, kemudian pada tahun 2011 menjadi 86,03%. LDR BSM selama lima
tahun dikategorikan dalam kelompok SEHAT. Dengan stabilnya LDR dari tahun
2007 sampai dengan 2011 dapat dikatakan bahwa BSM berhasil dalam menjaga
tingkat penyaluran dana yang diterima dari nasabah dari tahun ketahun.
Tingkat Loan to Deposit Ratio (LDR) selama lima tahun yaitu pada tahun
2007 sampai dengan tahun 2011 Bank UOB Buana memperoleh LDR yang
cenderung stabil. Pada tahun 2007 nilai LDR 99,76%, kemudian pada tahun 2008
menjadi 92,79%, pada tahun 2009 menjadi 89,47%, pada tahun 2010 menjadi
97,10%, kemudian pada tahun 2011 menjadi 91,70%. LDR yang dicapai Bank
UOB Buana selama lima tahun dikategorikan dalam kelompok SEHAT. Dengan
stabilnya LDR dari tahun 2007 sampai dengan 2011 dapat dikatakan bahwa BSM
berhasil dalam menjaga tingkat penyaluran dana yang diterima dari nasabah dari
tahun ketahun.
Jika nilai LDR Bank Syariah Mandiri dan Bank UOB Buana selama lima
tahun dibandingkan, maka LDR yang diperoleh Bank UOB Buana relatif lebih
tinggi daripada Bank Syariah Mandiri. Ini mengindikasikan bahwa Bank Syariah
UOB Buana memiliki kemampuan yang lebih baik dalam menjaga tingkat
penyaluran dana yang diterima dari nasabah dalam posisi yang ideal. Kemudian
bila dilihat dari segi peningkatan kinerja, kedua bank sama-sama cenderung
mengalami naik turun kinerja dalam rasio LDR. Hal ini terlihat dari rasio kedua
bank yang terus mengalami naik turun, namun pada tahun 2011 LDR Bank UOB
Buana mengalami penurunan sedangkan Bank Syariah Mandiri mengalami
peningkatan.
Secara Keseluruhan
Berdasarkan tabel 4.15 dan 4.16 serta grafik 4.1 terlihat bahwa secara
keseluruhan Bank UOB Buana memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan
dengan Bank Syariah Mandiri, bahkan selama 5 tahun berturut-turut. Hal ini
terlihat pada total nilai seluruh rasio yang diperoleh kedua bank pada tiap-tiap
tahun, Bank UOB Buana selalu memiliki total nilai yang lebih tinggi daripada
Bank Syariah Mandiri. Rasio CAR, PPAP, NPM, ROA, BOPO, dan LDR kedua
bank selalu berada pada posisi yang baik, hal inilah yang menyebabkan kinerja

kedua bank tidak jauh berbeda, yaitu sama-sama memiliki total nilai rasio yang
tinggi yaitu diatas 90. Yang menyebabkan terjadinya selisih adalah pada tingkat
NPL yang diperoleh kedua bank. Bank UOB Buana memiliki NPL yang selalu
lebih rendah dengan selisih yang cukup jauh kecuali pada tahun 2011, sehingga
inilah yang menyebabkan terjadinya selisih nilai kredit pada rasio NPL kedua
bank.
Faktor utama yang menyebabkan perbedaan NPL kedua bank adalah
efektivitas dari kebijakan-kebijakan yang diterapkan kedua bank dalam
mengendalikan tingkat kredit macet. Selama tahun 2007-2011 beberapa kebijakan
telah diterapkan Bank UOB Buana, seperti dibentuknya Middle Office,
implementasi metode Application Scoring untuk menunjang proses analisa kredit
yang lebih akurat dan fraud detection system yang membantu Bank untuk
meminimalkan kemungkinan terjadinya fraud kartu kredit sehingga dapat
meminimalkan risiko kredit dan kerugian finansial bagi Bank nampaknya mampu
memperbaiki tingkat NPL Bank UOB Buana. Sedangkan Bank Syariah Mandiri,
pada tahun 2007-2009 nampaknya kebijakan pengendalian tingkat NPL yang
diterapkan belum mampu mengendalikan tingkat NPL sehingga berada pada
kondisi yang kurang sehat meskipun setiap tahun terus mengalami sedikit
kemajuan. Baru kemudian pada tahun 2010 BSM mengembangkan risk
management dan Quality Assurance yang terdiri dari 13 langkah-langkah untuk
meminimalkan risiko kredit terlihat mulai mampu secara signifikan menurunkan
tingkat NPL sehingga pada tahun 2011 berada pada posisi yang sehat yaitu 2,42%.
Namun, secara keseluruhan selisih perbedaan yang terjadi juga relatif tidak
terlalu besar, bahkan bila diperhatikan lebih seksama maka akan terlihat bahwa
dari tahun ke tahun selisihnya semakin sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa BSM
mengalami peningkatan kinerja, sehingga bila dilihat dari kemungkinan yang
terjadi di masa mendatang atau prospek masa depan maka bukan tidak mungkin
kalau kinerja Bank Syariah Mandiri akan mampu menyamai atau bahkan lebih
baik dari Bank UOB Buana.
5. PENUTUP
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil analisis kinerja keuangan pada Bank Syariah Mandiri dan
Bank UOB Buana pada tahun 2007 sampai dengan tahun 2011, dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut:
Pertama, secara keseluruhan, Bank UOB Buana selalu memiliki total nilai
yang lebih tinggi daripada Bank Syariah Mandiri. Meskipun demikian, selisih
perbedaan yang terjadi juga relatif tidak terlalu signifikan. Kedua bank juga selalu
mendapatkan nilai yang tinggi yaitu diatas 90, dimana hal ini menunjunkkan
bahwa kondisi kedua bank berada pada posisi yang sehat.
Kedua, total nilai yang diperoleh selama lima tahun Bank UOB Buana
memang relatif lebih baik, namun secara konsisten selama lima tahun selisihnya
semakin sedikit. Hal ini menunjukkan bahwa dari tahun 2007-2011 Bank Syariah
Mandiri mengalami peningkatan kinerha secara konsisten.
Ketiga, meskipun kedua bank memiliki keunggulan masing-masing namun
bila dilihat dari kemungkinan yang terjadi di masa mendatang atau prospek masa
depan maka Bank Syariah Mandiri masih lebih baik karena mampu menunjukkan

sinyal positif dengan peningkatan kinerja secara konsisten selama lima tahun pada
beberapa aspek.
5.2. Keterbatasan Penelitian
Berbagai kekurangan dan keterbatasan yang penulis temui selama jalannya
penelitian adalah:
1. Adanya beberapa data keuangan dari kedua bank yang kurang lengkap.
2. Keterbatasan waktu, tenaga dan biaya dari penulis.
5.3. Saran
Dengan adanya berbagai kekurangan dan keterbatasan yang penulis alami
selama jalannya penelitian, maka penulis memberikan saran sebagai berikut:
1. Sebagian besar rasio keuangan pada Bank Syariah Mandiri dan Bank UOB
Buana termasuk dalam kategori sehat, sehingga kinerja kedua bank perlu
dipertahankan.
2. Meskipun masih dalam kategori sehat, namun CAR dan BOPO yang dicapai
Bank UOB Buana selama lima tahun cenderung semakin menurun, oleh
karena itu sebaiknya bank lebih memperhatikan penyebab menurunnya kedua
rasio tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Ali, Zainuddin. 2008. Hukum Perbankan Syariah. Edisi Pertama. Jakarta. Sinar
Grafika.
Antonio, Muhammad Syafii. 2001. Bank Syariah: Dari Teori ke Praktik. Jakarta:
Gema Insani Press.
Bastian, Indra dan Suhardjono. 2006. Akuntansi Perbankan. Edisi Pertama Buku
1 dan 2. Jakarta: Salemba Empat.
Iswardono. 1997. Uang dan Bank. Edisi Keempat. Yogyakarta: BPFE.
I Made Karya Utama, Komang Ayu Maha Dewi. 2012. Analisis CAMELS:
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
Fakultas Ekonomi Universitas Udayana.
Kartika Wahyu Sukarno, Muhamad Syaichu. 2006. Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Kinerja Bank Umum di Indonesia. Jurusan Manajemen
Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Kasmir. 2002. Dasar-dasar Perbankan. Edisi Pertama. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada.
Kasmir. 2008. Analisis Laporan Keuangan. Edisi Pertama. Cetakan Pertama.
Jakarta: Rajawali Pers.
Martono. 2007. Bank dan Lembaga Keuangan Lain. Edisi Pertama. Yogyakarta:
EKONISIA.
Muljono, Teguh Pudjo. 2004. Analisa Laporan Keuangan Perbankan. Edisi
Revisi. Cetakan Ketujuh. Jakarta: Djambatan.
Santoso, Ruddy Tri. 1996. Mengenal Dunia Perbankan. Edisi Kedua. Solo: ANDI
OFFSET.
Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan atas Undang-Undang No.
7 tahun 1992 tentang Perbankan.
Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah
Wibowo, Edi dan Untung Hendy Widodo. 2005. Mengapa Memilih Bank Syariah.
Bogor: Ghalia Indonesia.

Wulandari, Novita. 2004. Keunggulan Komparatif Bank Syariah, Suara Merdeka.


Senin 22 November 2004.
www.BI.co.id
www.syariahmandiri.co.id
www.uob.co.id

You might also like