You are on page 1of 25

USULAN PENELITIAN

UJI PATOGENESITAS ENTOMOPATOGEN Nomureae rileyi


TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolomia binotalis Zell)
PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea.L)

Oleh:
MUSA ROMADHON
0506120710

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010
USULAN PENELITIAN

UJI PATOGENESITAS ENTOMOPATOGEN Nomureae rileyi


TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolomia binotalis Zell)
PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea.L)

Oleh:
MUSA ROMADHON
0506120710

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk


Melaksanakan Penelitian

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2010
USULAN PENELITIAN

UJI PATOGENESITAS ENTOMOPATOGEN Nomureae rileyi


TERHADAP ULAT KROP KUBIS (Crocidolomia binotalis Zell)
PADA TANAMAN SAWI (Brassica juncea.L)

Oleh:
MUSA ROMADHON
0506120710

Menyetujui:

Pembimbing I, Pembimbing II,

Ir. DESITA SALBIAH, M.Si AGUS SUTIKNO, SP.MP


NIP. 19611220 1988030 2003 NIP. 196808291997021001

Mengetahui :
KETUA PROGRAM STUDI
AGROTEKNOLOGI

Ir. ARDIAN
NIP. 19600809 198703 1 002
KATA PENGANTAR

puji syukur kehadirat allah swt atas rahmat dan hidayah-nya, sehingga penulis

dapat menyelesaikan usulan penelitian ini dengan judul “Uji Patogenesitas

Entomopatogen Nomureae rileyi Terhadap Ulat Krop Kubis (Crocidolomia

binotalis zell) pada Tanaman Sawi (Brassica juncea.L)

Penulis mengucapkan terima kasih kepada Ibu Ir. Desita Salbiah,

Msi.Sebagai pembimbing I dan Agus Sutikno, SP, M.Si.Sebagai pembimbing II

yang telah banyak memberikan bimbingan, petunjuk dan motivasi sampai

selesainya usulan penelitian ini.Tidak lupa penulis mengucapkan terima kasih

untuk semua rekan-rekan yang telah membantu penulis dalam penyelesaian usulan

penelitian ini, yang tidak bisa penulis tuliskan satu persatu.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang konstruktif untuk

kesempurnaan usulan penelitian ini.

Pekanbaru, April 2010

Musa Romadhon
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................... ii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................... iii
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang................................................................................. 1
1.2. Tujuan .............................................................................................. 3
1.3. Hipotesis........................................................................................... 3

II. TINJAUAN PUSTAKA


2.1. Hama Crocidolomia binotalis Zell................................................... 4
2.2. Cendawan EntomopatogenNomuraea rileyi.................................... 7

III. BAHAN DAN METODE


3.1. Tempat dan Waktu........................................................................... 9
3.2. Bahan dan Alat................................................................................. 9
3.3. Metode Penelitian............................................................................. 9
3.4. Pelaksanaan Penelitian..................................................................... 11
3.4.1. Penanaman Tanaman sawi sebagai makanan Crocidolomia
binotalis Zell........................................................................ 11
3.4.2. Pembiakan Crocidolomia binotalis Zelluntuk perlakuan..... 11
3.4.3. Pembutan Medium Cendawan Entomopatogen N. rileyi..... 12
3.4.4. Pembuatan Formulasi Cendawan Entomopatogen N. rileyi. 13
3.4.5. Aplikasi Perlakuan............................................................... 13
3.5. Pengamatan...................................................................................... 13
3.5.1. Awal Kematian Larva per Hari............................................ 13
3.5.2. Persentase Mortalitas Harian Larva (%).............................. 14
3.5.3. Persentase Mortalitas Larva Kumulatif (%)......................... 14
3.5.4. Lethal Consentration (LC) 50 ml......................................... 14
3.5.5. Lethal Time (LT) 50 %/12 jam ........................................... 15

DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1: Jadwal Penelitian

Lampiran 2: Bagan Penelitian di Laboratorium Menurut Rancangan Acak


Lengkap
I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Organisme pengganggu tanaman hortikultura adalah semua organisme

yang dapat merusak atau menurunkan hasil tanaman pada semua jenis tanaman

hortikultura. Organisme pengganggu tanaman ini umumnya dibedakan menjadi

gulma, hama dan mikroorganisme patogenik yang menyebabkan penyakit

tanaman.

Hama pada prinsipnya adalah herbivora yang memangsa tanaman

budidaya sehingga menyebabkan penurunan hasil atau mengurangi nilai estetika

tanaman tersebut. Tidak semua herbivora tergolong hama, karena tidak semua

herbivora memangsa tanaman budidaya. Hama kadangkalamerupakan jenis hama

yang pada kondisi normal hanya menimbulkan kerusakan yang tidak serius pada

tanaman budidaya, tetapi jika terjadi ledakan populasinya baru akan menyebabkan

penurunan secara nyata. Ledakan populasi hama ini dapat terjadi karena keadaan

iklim atau kesalahan pengelolaan oleh manusia. Sebagain besar hama tanaman

termasuk dalam kelas serangga. Paling tidak terdapat 700.000 spesies serangga

dan mungkin hanya sedikit tanaman yang dapat selamat dari spesies – spesies

serangga tersebut (Hadi Ariyantoro, 2006)

Kendala yang sering dihadapkan oleh petani adalah keberadaan hama yang

menyerang tanaman hortikultura pada tanaman sawi yaitu ulat krop kubis

(Crocidolomia binotalis Zell).Trizelia, (2001) menyatakan bahwa serangga ini

dikenal juga sebagai hama yang sangat rakusdan larva terutama memakan daun-

daun yang masih muda, tetapi juga dapat menyerang daun yang agak tua dan

kemudian menuju kebagian titik tumbuh sehingga bagian titik tumbuh habis,
akibatnya pembentukan krop akan terhambat atau terhenti.  Kerusakan yang

ditimbulkannya dapat menurunkan hasil sampai 100%.Tanaman sawi dalam

stadia pertumbuhannya sangat rentan terhadap serangan hama, terutama hama ulat

perusak daun (Plutella xylostella, Crocidolomia binotalis) (Surachman E &

Suryanto WA, 2007).

Petani sawi dalam mengendalikan hama C. binotalis kebanyakan

menggunakan insektisida yang beraneka ragam konsentrasi tinggi serta interval

penyemprotan terlalu dekat sehingga dapat menimbulkan efek residu pestisida

yang dapat mengurangi harga saing ekspor. Untung (2001) mengemukakan

bahwa dampak negatif yang di timbulkan akibat penggunaan pestisida yang tidak

bijaksana antara lain adalah terjadinya resistensi hama, resurgensi hama sasaran

dan residu pestisida. Ameriana, dkk (2000) menyatakan bahwa penggunaan

insektisida secara terus menerus akan merusak lingkungan atau agroekosistem.

Selain itu kandungan pestisida pada sayuran sangat tinggi sehingga sangat cukup

membahayakan bagi para konsumen, karena itu kesadaran masyarakat untuk

mengkonsumsi sayuran yang bebas dari pestisida.

Peraturan pemerintah No 6 tahun 1995 pasal 19 dalam Kasumbogo

Untung, 2007 menyatakan bahwa penggunaan pestisida sintetis dalam rangka

pengendalian organism pengganggu tanaman (OPT) merupakan alternative

terakhir dan dampak yang ditimbulkan harus ditekan seminimal mungkin.

Indiyani dan Gothama (1999) melanjutkan untuk mengatasi hal tersebut telah

dianjurkan untuk menggunakan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT)

dengan salah satu komponen adalah pengedalian hayati. Selain penggunaan

parasitoid dan predator pemanfaatan entomopatogen juga merupakan bagian dari

pengendalilan hayati. Pengendalian hama dengan virus dan bakteri


entomopatogenik terbukti efektif, namun demikian patogen lain yang mulai

diteliti potensinya dalam pengendalian hama adalah cendawan.

Cendawan cukup potensial untuk mengendalikan hama, karena

diperkirakan lebih dari 500 spesies cendawan berasosiasi dengan serangga dan

beberapa diantaranya menyebabkan penyakit akut pada serangga. Contohnya

Nomurea rileyi (Falow) yang dapat dimanfaatkan dalam pengendalian hama

tanaman hotikultura.

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis tertarik untuk melakukan

penelitian yang berjudul uji patogenesitas cendawan entomopatogen Nomurea

rileyi (Falow) terhadap ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis Zell).

1.2. Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan beberapa

konsentrasi Nomuraea rileyi untuk mengendalikan ulat krop kubis (Crocidolomia

binotalis Zell) sebagai komponen agen hayati.

1.3. Hipotesis

Patogenesitas beberapa konsentrasi cendawan entomopatogen Nomuraea

rileyi menunjukkan kemampuan yang berbeda dalam mengendalikan ulat krop

kubis (Crocidolomia binotalis Zell).


II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Hama Crocidolomia binotalis. Zell

Sistematika ulat krop kubis menurut Kalshoven (1981) adalah: Filum:

Arthropoda; Kelas: Insecta; Ordo: Lepidoptera; Famili: Pyralidae; Genus:

Crocidolomia; Spesies: C. binotalis Zell. Crocidolomia binotalis Zell merupakan

hama yang menyerang tanaman dari famili Brassicacea (Cruciferae) seperti kol,

sawi, lobak petsai dan radish.

Daerah sebaran Crocidolomia binotalis adalah meliputi Afrika selatan,

Australia, Kepulauan Pasifik, Asia Tenggara (Kalshoven, 1981). Sedangkan

menurut Sastrosiswojo (1983) hama ini terdapat di daerah-daerah beriklim tropik

seperti Philipina, Guam, Australia bagian Utara, Afrika Selatan, Malaysia dan

Indonesia.

Asal daerah hama ini tidak diketahui dengan jelas, namun hama ini

diketahui telah ada di Indonesia sejak awal abad ke-20. Sedangkan di Sulawesi

Selatan ditemukan di Polmas, Tator, Luwu, Barru, Soppeng, Pangkep, Bantaeng,

Sinjai, Bone, Bulukumba, Takalar, Jeneponto, Enrekang dan Gowa. Crocidolomia

binotalis Zell merupakan serangga yang mengalami metamorfosis sempurna yang

melewati stadia telur, larva, pupa dan imago (Suyanto, 1994).

Sastrosiswojo (1983) mengemukakan bahwa telur serangga ini umumnya

diletakkan berkelompok pada bagian bawah daun sawi. Pada awalnya telur

berwarna hijau muda, jernih dan mengkilap namun pada saat akan menetas warna

telur berubah menjadi coklat muda dengan bintik hitam ditengahnya (Suyanto,

1994).
Seekor betina dapat meletakkan 11 sampai 18 kelompok telur dan setiap

kelompok telur terdapat 30 sampai 80 butir. Jadi selama hidupnya ngengat dapat

bertelur sampai 1460 butir (Pracaya, 1992). Diameter telur 2,5 mm x 3 mm

sampai 4 mm x 5 mm (Pracaya,1993). Stadia telur berlangsung selama 3 hari, 4

sampai 5 hari (Suyanto, 1994).

Larva yang baru keluar dari telur yang baru menetas berbentuk selinder,

berwarna kuning muda pucat agak transparan dengan kepala berwarna hitam dan

kadang-kadang berwarna kehijauan.Warna larva sangat bervariasi tapi

kebanyakan hijau dengan garis dorsal warna coklat muda.Pada bagian dorsal

terdapat garis yang berwarna hijau muda pada bagian lateral warna lebih tua dan

ada rambut dari kitin berwarna hitam, bagian abdomen berwarna kuning dan ada

juga yang berwarna hijau dengan tiga baris warna lebih muda dan dengan garis

sisi yang warnanya kuning serta rambut hijau (Pracaya, 1991).

Larva yang menetas berkelompok-kelompok menyerupai tanaman pada

bagian bawah daun.Setelah besar larva masuk ke dalam krop dan merusak titik

tumbuh atau daun-daun muda yang sedang membentuk.Larva yang baru menetas

berwarna hijau kekuningan dengan kepala berwarna coklat, namun setelah ulat

tumbuh sempurna warnanya warnanya coklat sampai hijau gelap dengan garis-

garis pada tubuhnya (Sudarmo, 1991).

Larva terdiri atas 5 instar. Instar I berukuran 1 mm sampai 2 mm,

sedangkan larva instar V berukuran 18 mm sampai 20 mm. Waktu rata-rata setiap

instar adalah 2 hari sampai 3 hari (Suyanto, 1994). Larva muda memakan daun

dan meninggalkan lapisan epidermis yang kemudian berlubang setelah lapisan

epidermis kering. Setelah mencapai instar ketiga larva memencar dan menyerang

daun bagian lebih dalam menggerek ke dalam krop dan menghancurkan titik
tumbuh.Ulat krop dapat menyerang sejak fase awal pra pembentukan krop (0 –

49) hari setelah tanam (hst) sampai fase pembentukan krop (49 - 85 hst)

(Tarumingkeng R.C, 2007)

Pupa berwarna kemerah-merahan, terletak di dalam tanah dan terlindung

oleh kokon yang terbungkus oleh partikel tanah (Suyanto, 1994).Panjang pupa

berkisar 8,5 – 10,5 mm, berbentuk selinder, warna hijau muda dan coklat muda.

Stadium pupa berlansung selama 9 sampai 10 hari.

Imago Crocidolomia binotalis berupa ngengat kecil, tidak tertarik pada

cahaya dan aktif pada malam hari. Hanya terbang pada siang hari bila ada

gangguan (Sastrosiswojo, 1984). Imago berwarna coklat muda, sayap depan

berwarna abu-abu dengan bintik-bintik warna kelabu pucat dan sepanjang tepi

sayap agak gelap. Panjang sayap imago jantan berkisar antara 20 mm sampai 25

mm dan panjang tubuhnya 11 mm sampai 14 mm. Imago betina panjang sayapnya

berkisar antara 18-25 mm dan panjang tuuhnya 8 mm sampai 18 mm (Suyanto,

1994).

Siklus hidup Crocidolomia binotalis Zell, berkisar antara 26 sampai 32

hari (Sastrosiswojo, et. Al 1993).Sedangkan menurut Kalshoven (1981), siklus

hidup serangga ini pada ketinggian 250 m dpl yaitu 22 hari sampai 30.Siklus

hidup Crosidolomia binotalis secara lengkap berkisar 28 hari, hal tersebut

tergantung pada temperature dan kelembaban. Imago Crodolomia binotalis sangat

banyak ditemukan pada kelembaban yang tinggi dan dataran tinggi pada daerah

tropis dengan tingkat kerusakan yang ditimbullkan sangat tinggi.Pada curah hujan

tinggi menyebabkan menurunnya populasi larva.Selanjutnya Sudarwohadi

(1984) melaporkan bahwa di Lembang, Jawa Barat populasi larva Crosidolomia

binotalis Zell serta tingkat kerusakan sawi yang paling rendah terjadi pada musim
hujan. Jadi curah hujan juga berpengaruh terhadap penekanan populasi

Crocidolomia binotalis.

2.2. Cendawan Entomopatogen Nomuraea rileyi

Nomuraea rileyi diklasifikasikan dalam Golongan: Fungi, Phylum:

Ascomycota, Kelas: Hyphomycetes, Ordo: Moniliales, Famili: Moniliaceae,

Genus: Nomuraea, dan Species: Nomuraea rileyi. (Anonim, 2009) Cendawan

entomopatogen ini merupakan jamur inperfek yang memiliki reproduksi dan

struktur seksual tidak sempurna atau belum diketahui (Mardinus, 2006).

Trimurti H. dan Yeherwandi, (2006) mengemukakan bahwa jamur

inperfek ini memiliki banyak species yang bertindak sebagai entomopatogen

tanaman dan umumnya memiliki banyak karakteristik sama. Beberapa genus yang

penting adalah Beauveria, Metarhizium, Nomuraea dan Paecilomyces. Untuk

determinasi genus-genus tersebut berdasarkan struktur konidiofor, warna dan

morfologi konidia. Serangga yang terserang Beauveria tubuhnya diselimuti oleh

hifa yang berwarna putih sedangkan yang terserang Nomuraea hifa berwarna

hijau.

Genus Nomuraea memiliki ciri-ciri khusus, yaitu sel-sel pembentuk

konidium pendek dengan tangkai konidium kecil dan pendek.Sel-sel pembentuk

konidium tersusun secara mengelompok dan padat.Rantai konidium pendek,

terdiri dari 1-3 sel, khususnya pada larva Noctuidea.

Cendawan Nomuraea rileyi paling efektif mengendalikan S. lituradengan

mortalitas mencapai 100% (Prayogo et al. 2002) namun juga Nomuraea rileyi

dilaporkan merupakan salah satu agen hayati yang potensial untuk mengendalikan

hama dari ordo Lepidoptera, walaupun juga mampu menginfeksi serangga dari
ordo lain (Ignofo 1981; Suryawan dan Carner 1993 dalam Suparjiyem, 2006).

Salah satu hasil penelitian yang dilakukan oleh Mohamed dkk. (1978) dalam

Suparjiyem melaporkan bahwa aplikasi spora jamur N. rileyi pada larva

Heliothis zea, dalam waktu 1 minggu mengakibatkan mortalitas larva sebesar 71-

80%.

Trimurti H. dan Yeherwandi, (2006) menyatakan bahwa Nomuraea

rileyi yang ditumbuhkan pada media buatan menghasilkan konidia berwarna

hijau, tetapi miselia yang tumbuh terlebih dahulu membentuk konidia berwarna

putih. Karena jamur inperfek dapat ditumbuhkan pada media buatan dan

seringkali relatif patogenik, maka jamur ini digunakan dalam pengendalian hayati

sebagai insektisida mikroba.Infeksi jamur ini pada tubuh inang dicirikan oleh

adanya pertumbuhan hifa yang padat berwarna keputih-putihan yang menutupi

seluruh permukaan tubuh inang, biasanya warna berubah menjadi hijau muda atau

ungu keabu-abuan sampai ungu sebagai akibat terjadinya sporulasi (Lacey,

1997dalam Suparjiyem, 2006).


III. BAHAN DAN METODE

3.1. Tempat dan Waktu

Penelitian ini akan dilaksanakan di Laboratorium Hama Tumbuhan

Fakultas Pertanian Universitas Riau, kampus Bina Widya Kelurahan Simpang

Baru Panam. Penelitian ini dilaksanakan selama 3 bulan dimulai dari Maret

sampai dengan bulan Juni 2010.

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah; (Crocidolomia

binotalis Zell) instar II, tanaman sawi jenis , stater Cendawan Entomopatogen

(CEP) Nomuraea rileyi media beras, dan aquades steril.

Sedangkan alat yang digunakan adalah hand sprayer, tabung erlemenyer

1000 ml, kotak penetasan C. binotalis, pinset, kotak plastik atau stoples sebagai

tempat aplikasi cendawan entomopatogen pada hama C. binotalis, kain tile atau

kain kassa warna hitam, gelas ukur, baskom, kantong plastik tahan panas

berukuran 1/4 kg, panci/dandang, sendok plastik, timbangan, kompor, lampu

bunsen, sendok inokulasi, klip, kertas saring, ruang isolasi, Termometer,

Hygrometer dan alat-alat tulis.

3.3. Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Lengkap

(RAL) dengan 6 perlakuan dan 4 kali ulangan. Sehingga diperoleh 24 unit

percobaan, setiap unit percobaan terdiri dari 10 ekor larva instar II.
Konsentrasi Nomuraea rileyi dalam mengendalikan hama tanaman sawi

adalah 2-3 g/l (Dinas Pertanian Provinsi Jawa Tengah), maka dalam penelitian

ini dipakai perlakuan adalah sebagai berikut:

k0 : 0 (kontrol)

k1 : 1 g/ l

k2 : 2 g/ l

k3 : 3 g/ l

k4 : 4 g/ l

k5 : 5 g/l

Model linear Rancangan Acak Lengkap (RAL) sebagai berikut:

Yij =μ + τi + εij

Dimana :

Yij = Nilai tengah pengamatan pada satuan percobaan pada perlakuan

N. rileyi ke-i yang mendapatkan ulangan ke-j

µ = Nilai tengah umum

τi = Pengaruh perlakuan ke-i

εij = Pengaruh galat pada satuan percobaan pada perlakuan N. rileyi ke-i

yang mendapatkan ulangan ke-j

Apabila analisis ragam menunjukkan perbedaan yang nyata maka akan

dilanjutkan dengan uji lanjut DNMRT (Duncan’s New Multiple Range Test) pada

taraf 5%.
3.4. Pelaksanaan Penelitian

3.4.1. Penanaman Tanaman Sawi Sebagai Makanan C. binotalis

Tanaman sawi sebagai bahan pakan C. binotalis ditanam sesuai dengan

tekhnik budidaya yang di anjurkan yaitu dilakukan pengolahan tanah dengan

menggunakan cangkul sedalam 20 cm. Selanjutnya tanah di bersihkan dari gulma,

dan tanah di berakan selama 1 minggu, bersamaan dengan itu dilakukan

persemaian. Persemaian di lakukan pada bedengan berukuran 1x1 m yang di beri

naungan. Setelah bibit sawi berumur tujuh hari, bibit di pindahkan ke bedengan

yang telah di persiapkan sebelumnya dan selanjutnya di lakukan pemeliharaan

tanaman. Penanaman dan pemeliharaan di lakukan tanpa menggunakan pestisida

untuk mengendalikan serangan hama. Daun sawi sebelum di berikan ke C.

binotalis dicuci dengan air bersih dan dikering anginkan.

3.4.2. Pembiakan C. binotalis untuk perlakuan

Hama uji diperoleh dari areal pertanaman sawi Jalan Kartama. Larva

dikumpulkan dan dibawa ke laboratorium, selanjutnya dipelihara di sangkar

pemeliharaan. Telur hasil pemeliharaan dipisahkan sehingga diperoleh larva uji

yang homogen. Larva yang digunakan dalam penelitian sejumlah 10 larva instar II

tiap perlakuan.

3.4.3. Pembuatan Medium Cendawan EntomopatogenN. rileyi

Cendawan entomopatogen N. rileyi yang akan digunakan di peroleh dari

Badan Proteksi Tanaman Pangan dan Hortikultura Pekanbaru yang berasal dari

lokal Riau yang diperoleh dari ulat grayak yang terinfeksi di tanaman padi di

daerah Kabupaten Kuantan Sengingi.


Perbanyakan N. rileyi menggunakan medium beras karena menurut

Damardjati, 1998 dalam Suparjiyem, dkk (2006) beras merupakan media yang

mampu menumbuhkan cendawan entomopatogen N. rileyi dengan baik, beras

memiliki nutrisi yang lebih baik dari pada jagung dan dedak dengan kandungan

karbohidrat sebesar 86,09% dibandingkan dengan jagung yang hanya 82.87%,

disamping itu beras juga mengandung protein, vitamin, dan mineral.

Medium beras yang akan digunakan sebagai bahan baku pembuatan media

dicuci bersih kemudian ditiriskan dan direbus hingga 1/3 masak. Beras yang telah

masak di masukkan kedalam kantong plastik berukuran 1/4 kg dan dikemas

sebanyak 100 gr. Setelah itu dikukus hingga 3/4 masak selama 10 sampai 15 menit.

Kemudian medium beras yang telah dikemas selanjutnya disterilkan dengan cara

dikukus selama 15 menit, kemudian di angkat dan dibiarkan sampai dingin.

Selanjutnya entkas disemprot dengan alkohol 70% secukupnya dan dibiarkan

selama10-20 menit. Inokulasi isolat N. rileyi kedalam medium tersebut yang steril

dilakukan didalam entkas secara aseptik. Setelah dilakukan inokulasi, plastik

tempat medium beras dilipat dengan posisi vertikal terhadap dasar kantong plastik

dan di hekter kemudian guncang, dimaksudkan agar cendawan tercampur rata.

Setelah itu medium beras di inkubasi pada rak-rak dengan suhu kamar.
3.4.4. Pembuatan Formulasi Cendawan Entomopatogen N. rileyi

Cendawan entomopatogen dari hasil perbanyakan dan yang telah berumur

2 minggu setelah masa inkubasi pada medium beras telah dapat digunakan.

Cendawan N. rileyi yang diambil sesuai dengan konsentrasi perlakuan yaitu 1gr,

2g, 3g, 4g dan 5g di campur dengan air sebanyak 1000 ml kemudian diaduk

selama 1 menit setelah itu disaring, ditambahkan sedikit gula (sebagai bahan

perekat cendawan) dan dimasukkan kedalam hands sprayer. Selanjutnya

cendawan siap diaplikasikan pada larva uji.

3.4.5. Aplikasi Perlakuan

Dilakukan Larva C. binotalis instar II, larva dimasukkan sebanyak 10 ekor

per perlakuan dalam stoples bersih, dan diberi daun sawi segar non pestisida

sebagai pakan dari larva, kemudian disemprot dengan larutan N. rileyi sesuai

perlakuan. Daun sawi diganti setiap hari dengan daun sawi yang segar non

pestisida. Saat aplikasi perlakuan, Hands sprayer sering dikocok agar larutan

tidak mengendap.

3.5. Pengamatan

3.5.1. Awal Kematian Larva/Hari

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah hari yang dibutuhkan

untuk mematikan paling awal salah satu larva uji. Penghitungan dimulai pada hari

setelah pemberian perlakuan (aplikasi N. rileyi) sampai kematian larva uji.


3.5.2. Persentase Mortalitas Harian Larva (%)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung jumlah larva yang mati setiap

hari setelah diberi perlakuan. Persentase mortalitas harian larva dihitung dengan

formula:

X-Y
× 100 0 0
M= X
M = Persentase mortalitas harian larva
X = Jumlah larva yang di uji
Y = Jumlah larva uji yang masih hidup

3.5.3. Persentase Mortalitas Larva Kumulatif (%)

Pengamatan dilakukan dengan menghitung semua jenis larva uji yang mati

setiap hari secara kumulatif dengan formula:

N N
P= ×100 % ×100 %
n n
P = Persentase mortalitas larva kumulatif
N = Pertambahan larva uji yang mati secara kumulatif
n = Jumlah awal larva uji (10 ekor)

3.5.4. Lethal Consentration (LC) 50 ml

Pengamatan dilakukan dengan menghitung konsentrasi cendawan

entomopatogen, berapa yang dapat mematikan 50% larva uji. Pengamatan

dihitung pada hari ke dua, empat, enam, delapan, sepuluh, dan dua belas setelah

pemberian perlakuan. (Prayogo dan Tengkano, 2005).


DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2007. Sawi Hijau. http://id.wikipedia.org/wiki/SawiHijau. Diakses Pada


Tanggal 26 Desember 2007.

Anonim. 2009. http://www.knowledgebank.irri.org/Beneficials/default.htm#


Nomuraea_rileyi.htm diakses pada tanggal 25 Agustus 2009

Atom. 2009. Karakteristik Ulat Titik Tumbuh pada Tanaman Sawi (Crocidolomia
binotalis). http://anafzhu.blogspot.com/2009/06/kumbang-phyllotreta-
crucipirae.html. diakses taggal 17 Februari 2010

Balai Proteksi Tanaman Perkebunan, 2007.Pengembangan Agens Hayati di


Tingkat Petani. Jawa Barat

Fuadi indra, 1999. Kumpulan Makalah Pelatihan Pengembangan dan


Pemasyarakatan Agens Hayati. Balai Proteksi Tanaman Pangan dan
Hortikultura II Wilayah Sumbar, Riau dan Jambi Satuan Propinsi Riau:
Pekanbaru.

Habazar Trimurti dan Yaherwandi, 2006. Pengendalian Hayati Hama dan


Penyakit Tumbuhan. Padang :AndalanUniversity Press.

Herminanto, 1995.Hama Ulat krop kubis Kubis Plutella xylostella L. dan Upaya
Pengendaliannya.http://plantprot.blogspot.com/2009_05_01_archive.html/
Diakses 25 Agustus 2009

Indrayani, IGAA dan Gothama, A.AA,1997. Pengaruh Konsentrasi Konidia


Nomuraea rileyi (Farlow) Sampson Terhadap Mortalitas Larva
Helicoverpa armigera (Hubner).Hal. 159-164.Prosiding Seminar Nasional
“Tantangan Entomologi Pada Abad XII” : Bogor

Kalshoven, L.G.E. 1981. Pests of crops in Indonesia. Revised and translated by


P.A. van der Laan, Univ. of Amsterdam with the assistance of G.H.L.
Rothschild, Jakarta: P. T. Ichtiar Baru - van Hoeve, 701 p.

Kusnadi dan Sanjaya, Y. 2003.Pengujian efektifitas Starter Jamur Beauveria


bassiana Terhadap Mortalitas Hypothenemus hampei.Jurnal perlindungan
Tanaman Indonesia, Vol.9, No.2, 2003; 87-91.
Lubis lahmuddin, 2004.Pengendalian Hama Terpadu Pada Tanaman Kubis
(Brassica oleracca) dan Kentang (Solanum tuberosum).USU digital library
: Medan

Mardinus, 2006.Jamur Pathogen Tumbuhan.Padang :AndalanUniversity Press.


Metusala, D. 2007. Bioinsektisida, Pengendali Hama Yang Ramah
Lingkungan.http://www.distan.pemda-diy.go.id/index.php?option=conten
&task=view&id=92&itemid=2. Di akses pada tanggal 21 Mei 2007.

Mohammed, A.K.A.,P.P Sikorowski and J.V.Bell. 1978. Histopahotlogy of


Nomuraea rileyi in Larvae of Heliothis Zea and In Intro Enzymatic
Activity.j, Invertebr. Pathol, 31 : 345-352.

Nazar Amrizal, 1997. Pengaruh Tingkat Umur Biakan Jamur Nomuraea rieyi
Terhadap Kematian Dasynus piperis China Pada Tanaman Lada.
Prosiding.Hal. 87-90. Seminar Nasional “Tantangan Entomologi Pada
Abad XII” :Bogor.

Pracaya. 1991. Hama dan Penyakit Tanaman. Jakarta : PT. Penebar Swadaya.

Pracaya. 1992. Hama dan penyakit Tanaman Ctkan ke 3. Penebar Swadaya,


Jakarta

Pracaya. 1993. Hama dan penyakit Tanaman. Penebar Swadaya, Depok.

Pracaya.,2007. Hama dan penyakit Tanaman. Salatiga: Penebar Swadaya

Prayogo Y., W. Tengkano dan Marwoto. 2005. Prospek Cendawan


Entomopatogen Metharizium anisopliae untuk Mengendaliakan Ulat
Grayak Spodoptera litura Pada Kedelai.Jurnal Litbang Pertanian, 24
(1).19-26. http:www.pustaka_deptan.go.id/publication/p2341053.pdf. Di
akses pada tanggal 22 November 2006.

Prayogo Y. 2006. Upaya Mempertahankan Keefektifan Cendawan


entomopatogen Untuk mengendalikan Hama tanaman Pangan.Jurnal
Litbang Pertanian. 25 (2).47-54.http://www.pustaka
deptan.go.id/publication/p3252062.pdf. Di akses pada tanggal 02
September 2009.
Rukmana, R. 1994. Bertanam Petsai dan Sawi.Kanisius. Yogyakarta.

Rukmana, R. dan S. Saputra. 1997. Hama Tanaman dan Tekhnik Pengendalian.


Kanisius.Yogyakarta.

Sastrodihardjo, S. 1984. Diamondback Moth in Indonesia. Institut Teknologi


Bandung, Bandung.

Sastrodihardjo. 1984. Pengantar Entomologi Terapan. Institut Teknologi


Bandung, Bandung.

Sudarmo. 1991. Pengendalian Serangan Hama Sayuran dan


Palawija.Kanisius.Yogyakarta.
Sudarmo, Hamdani dan D. Prijono. 1999. Keefektifan ekstrak sederhanaAglaia
odorata terhadap ulat krop kubis (Crocidolomia binotalis).Prosiding
Forum Komunikasi Ilmiah Pemanfaatan Pestisida Nabati.Pusat Penelitian
dan Pengembangan Tanaman Perkebunan

Sudarwohadi S. 1984. Correlation between planting time of cabbage and


population dynamics of Plutella maculipennis Curt.andCrocidolomia
binotalis Zell. Bull. Penel.Hort. ,3, 3-14 (in Indonesian with English
Summary).

Suparjiyem, dkk. 2006. Patogenesitas Jamur Nomuraea rileyi Terhadap


Spodoptera litura. Sekolah Pascasarjana Agrosains: Bandung.

Surachman E dan Suryanto WA, 2007. Hama Tanaman Pangan, Hortikulturan dan
Perkebunan Masalah dan Solusinya, Kanisius. Yogyakarta

Suyanto, A. 1994.Hama Sayur dan Buah, Seri PHT.Penebar Swadaya. Jakarta.

Tarumingkeng R.C, 2007.Serangga dan Lingkungan. Institut Pertanian Bogor:


Bogor. http://pertanian.blogsome.com/category/hama-penyakit/. diakses
tanggal 04 april 2010

Trizelia, 2001.Makalah Pemanfaatan Bacillus thuringiensis Untuk Pengendalian


Hama Crocidolomia binotalis. IPB: Bogor.
http://www.rudyct.com/PPS702-ipb/03112/trizelia.htm

Untung Kasumbogo, 2007. Kebijakan Perlindungan Tanaman. Gadjah Mada


University Press: Yogyakarta

Winarto Loso dan Darmawati Nazir, 2004.Teknologi Pengendalian Hama


Plutella xylostella Dengan Insektisida dan Agen Hayati Pada Kubis di
Kabupaten Karo. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sumatera Utara:
Medan
Lampiran 1: Jadwal Penelitian

Bulan 1 Bulan 2 Bulan 3


No Kegiatan
1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4
1 Persiapan bahan dan alat
2 Dilapangan
 Persiapan lahan
 Persemaian
 Penyapihan
 Pemeliharaan
 Observasi
3 Di laboratorium
 Penghitungan lalat
 Pembiakan P.xilostella
 Pembuatan medium beras
 Pembuatan fomulasi CEP
 Aplikasi perlakuan
4 Pengamatan
Penyusunan dan pengolahan data
Penulisan laporan
Lampiran 2.Bagan Penelitian di Laboratorium Menurut Rancangan Acak
Lengkap

P01 P11 P23 P54

P41 P22 P33 P04

P42 P21 P43 P14

P31 P44 P41 P24

P52 P12 P32 P14

P01 P53 P51 P34

Keterangan :
P0 = Tanpa Perlakuan (kontrol)
P1 = konsentrasi CEP 15gr/lt
P2 = konsentrasi CEP 20gr/lt
P3 = konsentrasi CEP 25gr/lt
P4 = konsentrasi CEP 30gr/lt
P5 = konsentrasi CEP 35gr/lt
1,2,3,4 = Ulangan

You might also like