You are on page 1of 21

MAKALAH STUDI KASUS

PENYULUHAN PERTANIAN

Disusun oleh:
Nama

: Nirmala Kusuma Wardani

NIM

: 115040101111106

Kelas

: A Agribisnis

PROGRAM STUDI AGRIBISNIS


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2012

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr. Wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat serta karunia-Nya kepada kami sehingga saya berhasil menyelesaikan
Makalah ini yang alhamdulillah tepat pada waktunya yang berjudul
PENYULUHAN

PERTANIAN

Makalah ini berisikan tentang informasi permasalahan dalam penyuluhan


pertanian. Diharapkan Makalah ini dapat memberikan informasi kepada kita
semua tentang solusi-solusi tentang kasus yang terjadi di dalam penyuluhan
pertanian.
Saya menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh
karena itu kritik dan saran dari semua pihak yang bersifat membangun selalu
kami

harapkan

demi

kesempurnaan

makalah

ini.

Akhir kata, kami sampaikan terima kasih kepada semua pihak yang telah
berperan serta dalam penyusunan makalah ini dari awal sampai akhir. Semoga
Allah SWT senantiasa meridhai segala usaha kita. Amin.

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Istilah penyuluhan pertama kali dipublikasikan oleh James Stuart (18671868) dari Trinity College (Cambrigde) pada saat memberikan ceramah kepada
perkumpulan wanita dan pekerja pria di Inggris Utara. Pada Tahun 1873 Secara
resmi sistem penyuluhan diterapkan di Cambridge, kemudian diikuti Universitas
London (1876) dan Universitas Oxfor (1878) dan menjelang tahun 1880 gerakan
penyuluhan mulai melebarkan sayapnya ke luar kampus (van den Ban & Hawkins,
1999).
Di Indonesia kegiatan penyuluhan pertanian mulai dikembangkan sejak tahun
1905

bersamaan

dengan

dibukanya

Departemen

Pertanian

(Department

vanLandbouw) oleh pemerintah Hindia Belanda, institusi yang bentuk tersebut


antara lain memiliki tugas melakukan kegiatan penyuluhan pertanian, sedang
pelaksanaannya dilakukan oleh pejabat Pangreh Praja (PP). Pada tahun 1910
dibentuk Dinas Penyuluhan Pertanian (Landbouw Voorlichting Dienst), tetapi baru
benar-benar berperan sebagai lembaga penyuluhan pertanian yang mandiri sejak
diubah menjadi Dinas Pertanian Propinsi terlepas dari PP pada tahun 1918
(Mardikanto, 1993).Di masa kemerdekaan, kegiatan penyuluhan telah dimulai
dengan

dibentuknya Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) kemudian

dilanjutkan dengan Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) dengan metode Latihan dan
Kunjungan (Mardikanto, 2009). Penyuluh sebagai ujung tombak pembangunan
pertanian di era Bimas telah memberikan kontribusi yang nyata dalam
meningkatkan produksi pertanian khususnya produksi padi, sehingga pada tahun
1984 pemerintah Republik Indonesia memperoleh penghargaan dari FAO sebagai
Negara yang berhasil mencapai swasembada beras.
Memasuki dasawarsa 1990-an semakin dirasakan menurunnya peran
penyuluhan pertanian di Indonesia yang dikelola pemerintah (Departemen
Pertanian). Hal ini terjadi karena selain terjadi perubahan struktur organisasi
penyuluhan, juga semakin banyak pihak-pihak yang melakukan penyuluhan
pertanian (perguruan tinggi, swasta, LSM dll) serta semakin beragamnya sumber-

sumber informasi/inovasi yang mudah diakses oleh petani. Pada tahun 1995 terjadi
perubahan struktur kelembagaan penyuluhan pertanian melalui SKB MendagriMentan tentang pembentukan Balai Informasi Penyuluhan Pertanian (BIPP) di
setiap Kabupaten. Namun demikian, kinerja kelembagaan ini pun banyak menuai
kritik karena dianggap kurang berkoordinasi dengan dinas-dinas teknis terkait
Mardikanto (2009). Kondisi seperti ini semakin diperburuk dengan diberlakukannya
Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, dimana peran
penyuluh pertanian dalam mendukung program pembangunan pertanian mengalami
penurunan yang sangat drastis.
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menguraikan tentang
studi kasus dalam penyuluhan pertanian.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Penyuluh Pertanian
Berdasarkan Undang undang Nomor 16 Tahun 2006, penyuluh pertanian,
penyuluh perikanan, atau penyuluh kehutanan, baik penyuluh PNS, swasta maupun
swadaya yang selanjutnya disebut penyuluh adalah perorangan warga Negara Indonesia
yang melakukan kegiatan penyuluhan. Sedangkan Penyuluh pertanian sebagaimana
disebutkan dalam Surat Keputusan Bersama Mendagri-Mentan Nomor : 54 Tahun 1996
dan Nomor : 301/Kpts/LP.120/4/96 Tentang Pedoman Penyelenggaraan Penyuluhan
Pertanian, bahwa Penyuluh Pertanian adalah Pegawai Negeri Sipil yang diberi tugas
melakukan kegiatan penyuluhan pertanian secara penuh oleh pejabat yang berwenang
pada satuan organisasi lingkup pertanian. Berkaitan dengan penyuluhan sebagai
pendidikan non-formal di bidang pertanian, penyuluh pertanian tidak lain sebagai
aparatur pertanian yang berfungsi sebagai pendidik non formal pada masyarakat petaninelayan/pedesaan.

Menurut

Abbas

(1999)

bahwa

penyuluh

pertanian

dapat

menampilkan dirinya sebagai penasehat, komunikator dan motivator dalam rangka


proses alih ilmu dan teknologi, pembinaan ketrampilan serta pembentukan sikap yang
sesuai dengan nilai-nilai dasar dan kebutuhan dinamik yang membangun.
Peranan dari penyuluh pertanian sebagai fasilitator, motivator dan sebagai
pendukung gerak usaha petani merupakan titik sentral dalam memberikan penyuluhan
kepada petani nelayan akan pentingnya berusaha tani dengan memperhatikan
kelestarian dari sumber daya alam. Kesalahan dalam memberikan penyuluhan kepada
petani nelayan akan menimbulkan dampak negatif dan merusak lingkungan. Penyuluh
sebagai motivator berperan mendorong petani mandiri melakukan perubahan dengan
menggunakan ide baru untuk memperbaiki taraf hidupnya. Penyuluh adalah seorang
professional garis depan yang berinisiatif melakukan perubahan, membantu masyarakat
sasaran melaksanakan aktivitas usahataninya, memperkenalkan dan menyebarkan ideide baru, mendorong partisipasi dan mendukung kepentingan masyarakat sasaran.
Proses penyelenggaraan penyuluhan pertanian dapat berjalan dengan baik dan benar
apabila didukung dengan tenaga penyuluh yang profesional, kelembagaan penyuluh
yang handal, materi penyuluhan yang terus-menerus mengalir, sistem penyelenggaraan

penyuluhan yang benar serta metode penyuluhan yang tepat dan manajemen penyuluhan
yang polivalen.
Menurut Rogers dan Shoemaker (1971) bahwa, penyuluh berperan dalam
berbagai hal yakni: (1) mengembangkan kebutuhan untuk berubah, (2) membina
hubungan untuk perubahan, (3) mengidentifikasi dan menganalisa masalah, (4)
menumbuhkan rencana perubahan pada sasaran, (5) merencanakan rencana perubahan,
dan (6) menstabilkan perubahan sehingga sasaran mampu mengembangkan dirinya.
1.2 Kinerja Penyuluh Pertanian
Disahkannya Undang-undang Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan
Pertanian, Perikanan dan Kehutanan di sisi lain memberikan kepastian hukum tentang
peran penyuluhan di berbagai bidang (pertanian, perikanan dan kehutanan), tetapi di sisi
lain juga menyisakan permasalahan mendasar seperti penyiapan sumberdaya manusia
penyuluh. Sumberdaya Manusia yang handal akan mampu meningkatkan kinerja
pelayanan kepada masyarakat.
Sumberdaya manusia merupakan salah satu faktor kunci dalam reformasi
ekonomi, yaitu menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas dan memiliki
keterampilan serta berdaya saing tinggi dalam menghadapi persaingan global yang
selama ini terabaikan. Dalam kaitan itu ada dua hal yang penting yang menyangkut
kondisi sumberdaya manusia pertanian di daerah yang perlu mendapatkan perhatian
yaitu sumberdaya petugas dan sumberdaya petani. Kedua sumberdaya tersebut
merupakan pelaku dan pelaksana yang mensukseskan program pembangunan pertanian.
Penyuluh adalah salah satu unsur penting yang diakui peranannya dalam
memajukan pertanian di Indonesia. Penyuluh yang siap dan memiliki kemampuan
dengan sendirinya berpengaruh pada kinerjanya. Kinerja adalah prestasi yang dicapai
karyawan dalam melaksanakan suatu pekerjaan dalam suatu organisasi. Agar dapat
memberikan umpan balik bagi karyawan maupun organisasi, maka perlu dilakukan
penilaian atas prestasi tersebut. Kinerja seorang penyuluh dapat dilihat dari dua sudut
pandang; pertama bahwa kinerja merupakan fungsi dari karakteristik individu,
karakteristik tersebut merupakan variabel penting yang mempengaruhi perilaku
seseorang termasuk penyuluh pertanian; Kedua bahwa kinerja penyuluh pertanian
merupakan

pengaruhpengaruh

dari

situasional

diantaranya

terjadi

perbedaan

pengelolaan dan penyelenggaraan penyuluhan pertanian disetiap kabupaten yang


menyangkut beragamnya aspek kelembagaan, ketenagaan, program penyelenggaraan
dan pembiayaan.
Menurut Gomes (2001) bahwa kinerja seseorang dapat diukur dari : (a) Quantity
of work, yaitu jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode waktu yang ditentukan,
(b) Quality of work, yaitu kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat
kesesuaian dan kesiapannya, (c) Job knowledge, yaitu luasnya pengetahuan mengenai
pekerjaan dan ketrampilannya, (d) Creativeness, yaitu keaslian gagasan-gagasan yang
dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalanpersoalan yang
timbul, (e) Cooperation, yaitu kesediaan untuk bekerjasama dengan orang lain (sesama
anggota organisasi), (f) Dependability, yaitu kesadaran dan dapat dipercaya dalam hal
kehadiran dan penyelesaian kerja, (g) Initiative, yaitu semangat untuk melaksanakan
tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya, dan (h) Personal
qualities, yaitu menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan, dan
integritas pribadi.
Kinerja adalah hasil dari suatu perkerjaan yang dapat dilihat atau yang dapat
dirasakan. Kinerja bisa diukur melalui standar kompetensi kerja dan indikator
keberhasilan yang dicapai seseorang dalam suatu jabatan/pekerjaan tersebut. Kinerja
seseorang ditentukan oleh kemampuan ketiga aspek perilaku yaitu kognitif, afektif dan
psikomotor. Selama antara kinerja yang dimiliki petugas dengan kinerja yang dituntut
oleh jabatannya terdapat kesenjangan, petugas tersebut tidak dapat berprestasi dengan
baik dalam menyelesaikan tugas pokoknya. Kesenjangan kinerja adalah perbedaan
kinerja yang dimiliki petugas saat ini dengan yang diharapkan oleh organisasi atau
tuntutan pekerjaan.
Pekerjaan (jobs) tidak lain sebagai rangkaian dari sejumlah tugas spesifik yang
dikerjakan petugas, dimana rincian tugas pekerjaan satu dan lainnya sangat luas dan
bervariasi. Agar seseorang dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik diperlukan
adanya pengetahuan, sikap mental dan ketrampilan yang berkaitan dengan pekerjaan
tersebut. Dengan demikian kinerja (performance) petugas menunjuk kepada tingkat
seseorang mampu melaksanakan tugas-tugasnya berkaitan dengan perkerjaannya.
Seseorang dikatakan memiliki kinerja yang bagus bila berkaitan dan memenuhi standar
tertentu.

Arnold dan Feldman (1986) mengemukakan sebuah model yang menyebutkan


bahwa kinerja dalam suatu organisasi merupakan fungsi dari motivasi, kemampuan,
persepsi, ciri-ciri personality, sistem organiasasi (struktur organisasi, kepemimpinan,
sistem imbalan) dan sumberdaya (fasilitas fisik). Dari model tersebut faktor motivasi
dan kemampuan merupakan faktor penting dalam menentukan kinerja kerja individu
dalam organisasi. Sedangkan dari aspek individu menurut Hickerson dan Middleton
(1975) secara spesifik menjelaskan bahwa ada tiga kondisi yang menyebabkan
timbulnya kesenjangan (diskrepansi) kinerja petugas, yakni; (1) tidak mengetahui
bagaimana mengerjakan keseluruhan atau sebagian dari jobs (pekerjaannya), (2)
mempunyai tugas baru (new tasks) dalam mengerjakan pekerjaannya yang
membutuhkan pengetahuan, ketrampilan dan sikap baru serta (3) memperoleh pekerjaan
yang sama sekali baru sehingga diperlukan pengetahuan, ketrampilan dan sikap baru.
Ketiga aspek perilaku yang dikembangkan dalam rangka memperbaiki kinerja
kerja petugas dapat dilakukan melalui pelatihan, baik pelatihan kognitif, afektif maupun
psikomotor. Bila kesenjangan yang berkaitan dengan pekerjaan petugas dalam rangka
jabatannya didalam suatu organisasi telah diidentifikasi akan diketahui permasalahan
nyata dari kinerja yang selanjutnya dilakukan upaya peningkatan kemampuan berbagai
aspek tersebut dalam menunjang pekerjaan petugas.
Menurut Berlo dkk, (1958) ada empat kualifikasi yang harus dimiliki setiap
penyuluh pertanian untuk meningkatkan kinerjanya, yaitu: (1) kemampuan untuk
berkomunikasi yaitu kemampuan dan keterampilan penyuluh untuk berempati dan
berinteraksi dengan masyarakat sasarannya, (2) sikap penyuluh antara lain sikap
menghayati dan bangga terhadap profesinya, sikap bahwa inovasi yang disampaikan
benar-benar merupakan kebutuhan nyata sasarannya, dan sikap menyukai dan mencintai
sasarannya dalam artian selalu siap memberi bantuan dan melaksanakan kegiatankegiatan demi adanya perubahan-perubahan pada sasaran, (3) kemampuan pengetahuan
penyuluh, yang terdiri dari isi, fungsi, manfaat serta nilai-nilai yang terkandung dalam
inovasi yang disampaikan, latar belakang keadaan sasaran dan (4) karakteristik sosial
budaya penyuluh.
Departemen Pertanian (2009), merinci standar kinerja seorang penyuluh dapat
diukur berdasarkan 9 (sembilan) indikator keberhasilan yakni; (1) tersusunnya programa
penyuluhan pertanian, (2) Tersusunnya recana kerja tahunan penyuluh pertanian, (3)

Tersusunnya data peta wilayah untuk pengembangan teknologi spesifik lokasi, (4)
Terdesiminasinya

informasi

teknologi

pertanian

secara

merata,

(5) Tumbuh

kembangnya keberdayaan dan kemandirian pelaku utama dan pelaku usaha, (6)
Terwujudnya kemitraan pelaku utama dan pelaku usaha yang menguntungkan, (7)
Terwujudnya akses pelaku utama dan pelaku usaha ke lembaga keuangan, informasi,
dan sarana produksi, (8) Meningkatnya produktivitas agribisnis komoditas unggulan di
wilayahnya, dan (9) Meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan pelaku utama.
Berdasarkan pada berbagai pendapat dan teori tentang kinerja penyuluh tersebut,
maka disintesakan/ disimpulkan bahwa kinerja penyuluh hasil kerja yang dicapai
seorang penyuluh sesuai dengan tugas pokok dan fungsi penyuluh. Dalam penenlitian
ini tingkat kinerja penyuluh yang diukur meliputi; tingkat kinerja dalam perencanaan
penyuluhan, pelaksanaan penyuluhan, pengevaluasian penyuluhan, inisiatif, kreativitas,
kerjasama (mitra kerja), dan kinerja dalam membangun komunikasi.
1.3 Strategi Penyuluhan Pertanian
Desain strategi penyelenggaraan penyuluhan pertanian adalah langkahlangkah
atau tindakan tertentu yang dilaksanakan demi tercapainya suatu tujuan atau sasaran
yang dikehendaki. Penetapan strategi penyuluhan pertanian yang dijalankan selama ini
terlihat adanya kelemahan, karena penetapan strategi hanya memusatkan pada
kegiatannya untuk menyuluh pelaku utama yaitu petani dan keluarganya. Padahal,
keberhasilan penyuluhan seringkali ditentukan oleh kualitas penyuluh, dukungan
banyak pihak dan persepsi pimpinan wilayah selaku penguasa tunggal sebagai
administrator pemerintahan dan pembangunan.
Roling (Sumardjo, 1999) mendefenisikan penyuluhan sebagai suatu intervensi
komunikasi oleh suatu lembaga untuk menimbulkan perubahan perilaku. Sebagai suatu
bentuk intervensi (intervention), maka penyuluhan merupakan suatu upaya sistematis
melalui penerapan strategi dengan mengkondisikan sumberdaya bagi berlangsungnya
proses sosial, perubahan orientasi sehingga mengarahkan proses pada dorongan
terjadinya perubahan yang dikehendaki bersama. Berdasarkan konsep intervensi sebagai
penerapan strategi, maka penyuluhan adalah sesuatu yang dipikirkan, direncanakan,
diprogramkan, dirancang secara sistematis, dan diarahkan pada suatu tujuan dan
aktivitas yang disengaja.

Pemilihan strategi penyuluhan pertanian yang efektif perlu dirancang sesuai


dengan kebutuhan, khususnya yang berkaitan dengan tingkat adopsi yang sudah
ditunjukan oleh masyarakat. Berkaitan dengan strategi penyuluhan, menawarkan adanya
tiga strategi yang dapat dipilih yakni; rekayasa sosial, pemasaran sosial dan partisipasi
sosial. Namun demikian pemilihan strategi yang tepat sangat tergantung pada motivasi
penyuluh serta kondisi kelompok sasaran.

BAB III
PEMBAHASAN

1.1 Permasalah pada Penyuluhan Pertanian


a. Penyuluhan Melupakan Tugas Utama
Tugas utama penyuluhan adalah membantu petani di dalam pengambilan
keputusan dari berbagai alternatif pemecahan masalah. Tetapi masalah
penyuluhan sekarang adalah kegiatan penyuluhan lebih banyak pada proses
pelayanan bukan mendidik petani agar mampu mengambil keputusan
sendiri.
b. Keadaan Petani yang Menghambat Kegiatan Penyuluhan
Hambatan-hambatan yang menghalangi pencapaian tujuan dapat
ditanggulangi sesuai dengan sifatnya. Hambatan-hambatan tersebut dapat
dikelompokkan sebagai berikut:
- Pengetahuan
Sebagian petani tidak mempunyai pengetahuan serta wawasan
yang

memadai

untuk

dapat

memahami

permasalahan

mereka,

memikirkan pemecahannya, atau memilih pemecahan masalah yang


paling tepat untuk mencapai tujuan mereka. Tugas agen penyuluh adalah
meniadakan hambatan tersebut dengan cara menyediakan informasi dan
memberikan pandangan mengenai masalah yang dihadapi. Agen
penyuluh dapat memberikan bantuan berupa pemberian informasi yang
memadai yang bersifat teknis mengenai masalah yang dibutuhkan petani
dan menunjukkan cara penanggulanganya. Selama penyuluh belum
mampu memberikan informasi yang dibutuhkan petani tersebut, maka
-

kegiatan penyuluhan tidak akan berjalan dengan baik.


Motivasi
Motivasi berasal dari kata motive dan action, artinya bagaimana
membuat orang untuk berusaha. Sebagian besar petani kurang memiliki
motivasi untuk mengubah perilaku karena perubahan yang diharapkan
berbenturan dengan motivasi yang lain. Kadang-kadang penyuluhan
dapat

mengatasi

hal

demikian

dengan

membantu

petani

mempertimbangkan kembali motivasi mereka. Petani kurang dimotivasi


berusaha untuk merubah cara-cara tradisional kearah modernisasi. Atau

sifat pertanian yang subsisten kurang diarahkan untuk berorientasi pada


-

pasar. Selama petani belum dimotivasi, maka akan menjadi masalah.


Sumber Daya
Beberapa organisasi penyuluhan bertanggung jawab untuk
meniadakan hambatan yang disebabkan oleh kekurangan sumber daya.
Kegiatan penyuluhan di Indonesia biasanya berada di bawah Departemen
Pertanian seringkali diberikan tanggung jawab untuk mengawasi kredit
dan mendistribusikan sarana produksi seperti pupuk. Masalahnya
sekarang adalah organisasi yang menyediakan sumber daya tersebut
tidak terlibat melainkan dilakukan oleh penyuluh. Seharunsya kegiatan
pelayanan dilakukan oleh lembaga service, kegiatan pengaturan
dilakukan oleh lembaga regulation dan kegiatan penyuluhan hanya
dilakukan oleh lembaga penyuluhan. Apabila ketiga lembaga ini dapat
berfungsi dengan baik maka kegiatan pembangunan pertanian juga akan

berjalan dengan baik.


Wawasan
Sebagian petani kurang memiliki wawasan untuk memperoleh
sumber daya yang diperlukan. Masalah ini hampir sama dengan
hambatan pengetahuan, dan peranan penyuluhan sangat diperlukan pada
keadaan seperti ini. Tugas penyuluh adalah memberikan pandangan

supaya wawasan petani menjadi lebih luas.


Kekuasaan
Penyediaan informasi tidaklah mungkin membawa perubahan
dalam hal kekuasaan petani. Dengan demikian, hal ini tidak dapat
dilaksanakan sebagai kegiatan penyuluhan kecuali penyebabnya adalah

hambatan wawasan terhadap kekuasaan.


Wawasan terhadap Kekuasaan
Sebagian petani tidak memiliki wawasan terhadap kekuasaan,
terhadap hubungan-hubungan kekuasaan dalam masyarakatnya maupun
tentang sumber daya kekuasaan yang tersedia bagi mereka serta cara

menggunakannya untuk menciptakan perubahan.


Terpinggirkannya Petani
Kekuasaan petani untuk mengeluarkan

pendapat

belum

diperhatikan. Petani adalah orang yang memiliki status sosial yang


rendah, perekonomian yang lemah dan penguasaan tanah yang sangat
sempit. Petani lemah inilah yang harus diberdayakan untuk membentuk

suatu asosiasi petani. Contoh: Asosiasi petani tebu jawa tengah, Asosiasi
petani tebu Jawa timur, dan lain-lain sehingga petani tebu tersebut
menjadi kuat. Selain petani penyuluh juga harus membentuk asosiasi
penyuluh sehingga kuat untuk mempejuangkan nasib petani. Tanpa
berkelompok petani dan penyuluh tidak ada artinya.
c. Kegiatan Penyuluhan Kurang Terorganisasi
Kurang terorganisasinya penyuluhan secara baik. Contoh: pada jaman
BIMAS dikeluarkan SK Mendagri-Mentan tahun 1985 tentang pembentukan
BPP (Balai Penyuluhan Pertanian) sehingga penyuluh pertanian berada di
BPP. Kemudian tahun 1992 penyuluh berda di dinas-dinas sehingga BPP di
bagi-bagi sesuai dengan dinas yang ada. Tahun 1996 dikeluarkan SK
Mendagri-Mentan tentang pembentukan BIPP (Balai Informasi Penyuluhan
Pertanian). Belum selesai BIPP dibentuk sudah digulirkannya UU No. 22
tahun 1999 tentang Otonomi Daerah. Kurangnya pengorganisasian kegiatan
penyuluhan menyebabkan kurangnya keberhasilan penyuluhan pertanian.
d. Kegiatan Penyuluhan Tidak Berjalan dengan Baik
Kegiatan penyuluhan akan berjalan dengan baik bila: pasar, teknologi,
input, intensitas produksi (harga yang layak) dan transportasi desa mencapai
keadaan maksimum. Bagaimana membangun pertanian yang baik bila 80 %
masalah berada di luar petani. Kegiatan penyuluhan tidak efektif apabila
kelima masalah diatas tidak diatasi.
e. Kelembagaan Penyuluhan belum Tertata dengan Baik
Selama ini kegiatan penyuluhan lebih dilaksanakan oleh lembaga
penerangan yang bertanggung jawab untuk menjembatani kebijakan
pemerintah agar sampai kepada rakyat. Seharusnya penyuluhan lebih
mendidik petani agar dapat memecahkan masalahnya sendiri. Organisasi
penyuluhan yang sekarang ini ingin menyampaikan kebijakan yang
sebenarnya dilakukan oleh lembaga penerangan.
f. Terdapat Penyimpangan Tujuan Organisasi Penyuluhan
Organisasi penyuluhan bertujuan untuk memecahkan masalah yang
dihadapi petani. Penyuluh harus memainkan peranan bagaimana petani
terlibat dalam kegiatan penyuluhan. Tujuan kegiatan yang terjadi sekarang
ini sangat jauh dari harapan.
Kenyataan

Harapan
-

Bertujuan

meningkatkan

Bertujuan

memecahkan

produktivitas
Parsial
Semata-mata penyuluhan
Agen pemerintah
Terpusat
Bekerja
dalam
skala

nasional
Semata-mata

pengetahuan
Diarahkan

alih

masalah
Holistik
Pelayanan terpadu
Bantuan sendiri berdasarkan

organisasi swasta
Tidak terpusat, partisipatif
Bekerja dalam wilayah kecil
Menghasilkan pengetahuan
Tidak diarahkan

g. Perbedaan Nilai yang Dianut Petani dan Agen Penyuluh


Nilai-nilai yang dianut petani kemungkinan berbeda dari nilai-nilai agen
penyuluhan

yang

berbau

perkotaan,

tetapi

tidak

beralasan

jika

beranggapan bahwa nilai-nilai agen penyuluhan dan atasannya lebih baik


dibandingkan nilai-nilai petani dan keluarganya. Selama penyuluh belum
bisa menyamakan nilai-nilai yang dianut ini maka akan timbul masalah.
h. Pengetahuan Penyuluh Kurang memadai
Agen penyuluh hanya memiliki setengah dari pengetahuan yang
diperlukan untuk mengambil keputusan, sedangkan petani dan keluarganya
melengkapi kekurangannya. Mereka akan mengetahui tujuan-tujuan mereka,
jumlah modal yang dimiliki, persyaratan tenaga kerja pertanian mereka
selama bulan-bulan yang berbeda, hubungan dengan petani lain, kualitas
lahan serta kesempatan-kesempatan menghasilkan uang diluar sektor
pertanian. Agen penyuluhan mungkin memiliki sebagian dari pengetahuan
tersebut, tetapi biasanya tidak sebanyak pengetahuan yang dimiliki oleh
keluarga petani sendiri.
Dewasa ini agen penyuluhan lebih mengarahkan langkahnya pada sistem
pertanian yang berkelanjutan dan kurang memperhatikan input pertanian
yang tinggi dibandingkan tahun-tahun yang lalu. Pengetahuan khas setempat
dari petani sangatlah penting untuk mengembangkan pertanian yang
berkelanjutan karena cara ini harus disesuaikan dengan situasi setempat yang
biasanya petani tahu lebih banyak dibandingkan peneliti atau agen
penyuluhan.
i. Mengubah Cara Bertani

Kebanyakan agen penyuluhan petanian memperoleh pendidikan formal


tentang cara-cara mengubah atau memperbaiki cara bertani. Mereka belajar
tentang varietas tanaman, pupuk, makanan ternak, dan sebagainya, tetapi di
dalam tugasnya diminta untuk mengubah petani yang kemudian dapat
membuat keputusan untuk mengubah usaha taninya. Banyak agen
penyuluh belum terlatih dalam proses mengubah sikap, yaitu dalam hal
pendidikan orang dewasa dan komunikasi. Mereka diajar mengenai apa
yang harus dilakukan kepada petani, tetapi tidak tentang bagaimana
mengatakannya agar petani mampu menjadi manajer yang baik dalam usaha
taninya. Perubahan yang demikian merupakan salah satu tujuan penting dari
pendidikan penyuluhan.
j. Penyuluh Kurang Membantu Petani Mencapai Tujuan
Selama ini kegiatan penyuluhan kurang membantu petani mencapai
tujuan. Agen penyuluhan dapat memanfaatkan berbagai cara untuk
membantu kliennya untuk mencapai tujuannya, yaitu:
- Memberi nasihat secara tepat waktu guna menyadarkannya tentang suatu
masalah,
-

Menambahkan kisaran alternatif yang dapat menjadi pilihannya,

Memberi informasi mengenai konsekuensi yang dapat diharapkan dari


masing-masing alternatif,

Membantunya dalam memutusakan tujuan mana yang paling penting,

Membantunya dalam mengambil keputusan secara sistematis baik secara


perorangan maupun berkelompok,

Membantunnya belajar dari pengalaman dan dari pengujicobaan,

Mendorongnya untuk tukar-menukar informasi dengan rekan petani.

k. Penyuluh Kurang Membuat Wadah untuk Kepentingan Petani


Di negara industri maju petani dengan berbagai cara membuat wadah
untuk memenuhi kepentingan bersama mereka. Organisasi demikian
memegang peranan penting dalam pembangunan pertanian di negara industri
maju. Di negara berkembang belum ada organisasi demikian, atau kalaupun
ada cenderung belum efektif. Adanya organisasi pertanian yang efektif sama
pentingnya dengan penerapan teknologi di banyak negara. Organisasi

penyuluhan memegang peranan penting dalam membimbing petani


mengorganisasikan diri secara efektif. Walaupun demikian diperlukan
dukungan politik untuk dapat berperan tanpa membahayakan jabatan
mereka.
l. Penyuluh Kurang Mendidik Petani
Tugas mendidik dan pendidikan penyuluhan merupakan cabang dari
pendidikan orang dewasa. Agen penyuluhan di banyak negara Eropa lebih
merupakan seseorang yang menolong petani untuk memecahkan masalah
mereka. Agen penyuluhan sudah merasa puas jika pertanian menjadi lebih
efisien, dan kurang berminat untuk mengubah petani. Tugas utama
penyuluhan di banyak negara berkembang adalah menganjurkan penggunaan
teknologi modern, seperti pemakaian pupuk. Kenaikan hasil merupakan
tujuan utama di negara-negara berkembang karena cepatnya pertumbuhan
penduduk, disamping adanya anggapan bahwa petani terbelakang dan
tradisional.
Petani dapat dididik dengan dua cara yang berbeda: 1) mengajari mereka
bagaimana cara memecahkan masalah spesifik, atau 2) mengajari mereka
proses pemecahan masalah. Cara kedua memerlukan banyak waktu dan
upaya dari kedua pihak, tetapi untuk jangka panjang menghemat waktu dan
menambah kemungkinan dikenalinya gejala hama dan penyakit secara tepat
waktu dan segera dapat ditanggulangi. Cara demikianlah yang terbaik, tetapi
perlu disadari bahwa seseorang yang diberi pendidikan sepotong-sepotong
lebih berbahaya dari orang buta huruf. Petani wajib diberi pengertian tentang
masalah mana yang dapat mereka pecahkan sendiri dan manakah yang tidak.
Petani di negara berkembang juga ingin memperbaiki cara bertani
mereka, dan kewajiban agen penyuluhan adalah mendukung dan
menciptakan proses demikian melalui belajar yang disebut belajar mandiri
atau self-directed learning.
m. Penyuluh Kurang Mengubah Keadaan Petani
Selama bertahun-tahun konservatisme petani dianggap sebagai penyebab
kegagalan adopsi teknologi yang dikembangkan penelitian. Hal demikian
ternyata

tidak

selalu

benar,

karena

cara

bertani

yang

tidak

menguntungkanlah yang membuat mereka tidak menggunakan teknologi


tersebut.
1.2 Strategi Penyuluhan
Isu-isu strategis yang dihadapi dalam proses pembangunan di berbagai negara
termasuk di dalamnya pembangunan pertanian di Indonesia adalah desentralisasi,
liberalisasi, privatisasi dan demokratisasi (Nauchatel,1999). Penyuluhan pertanian
sebagai salah satu pilar utama pembangunan pertanian sudah barang tentu
dihadapkan pada isu-isu strategis tersebut. Salah satu isu utama yang terkait dengan
penyelenggaraan penyuluhan adalah isu tentang desentralisasi. Searah dengan
semangat desentralisasi, kebijakan nasional yang tertuang dalam UU No 22 Tahun
1999 yang kemudian direvisi dengan UU No 32 Tahun 2004 telah memberiakan
ruang gerak desentralisasi melalui kebijakan otonomi daerah (Subejo et al., 2006).
Penyuluhan pertanian mau tidak mau harus mengalami desentralisasi, karena
imbas dari kebijakan otonomi daerah. otonomi memaksa daerah untuk mampu
mengelola diri sendiri, begitupun penyuluhan pertanian di daerah. Sehingga
penyuluhan pertanian di daerah memilki kebebasan dalam melaksanakan
penyuluhan yang sesuai dengan kebutuhan daerahnya.
Seiring dengan tantangan global dan isu perubahan lingkungan strategis, layanan
penyuluhan pertanian juga mengalami perubahan-perubahan. Subejo (2002)
mengindikasikan bahwa transformasi penyuluhan pertanian saat ini sedang
berlangsung di seluruh belahan dunia. Maksud dari transformasi disini ialah sedang
berjalan perubahan pada organisasi, sistem penugasan, dan praktek sistem
penyuluhan pertanian dan pedesaan diseluruh bagian dunia sehingga menjadi suatu
hal yang vital bagi suatu negara untuk menempatkan diri selangkah dengan trend
pembangunan yang terkini.
Terkait dengan perubahan lingkungan global dan tantangan masa depan
penyuluhan pertanian khususnya di Indonesia, nampaknya perlu digagas strategi
penyuluhan pertanian di Indonesia secara lebih intensif dan mendalam terutama
tentang kecenderungan terkini dan tuntutan masa depan pengembangan penyuluhan
pertanian. Adapun strategi-strategi yang dilakukan adalah desentralisasi penyuluhan
pertanian, privatisasi dan demokrasi penyuluhan pertanian, serta revatilisasi

penyuluhan pertanian. Strategi-strategi ini juga terkait erat dengan sistem


pendidikan dan pengajarannya.
Subejo et al. (2006) menjelaskan secara umum kinerja aktvitas penyuluhan
pertanian mengindikasikan suatu kecenderungan penurunan yang antara lain
disebabkan oleh beberapa hal:
1. Perbedaan persepsi antara pemerintah daerah dengan dengan pemerintah pusat
tentang peranan penyuluhan pertanian, hal ini telah menyebabkan berbagai
variasi penyuluhan pertanian di tingkat lokal serta kebijakankebijakannya.
Selain itu juga perbedaan persepsi antara eksekutif dan legislatif yang kadangkadang kurang pro terhadap arti penting dan peran penyuluhan pertanian dalam
pembangunan pertanian.
2. Keterbatasan alokasi anggaran untuk kegiatan penyuluhan pertanian dari
pemerintah daerah.
3. Ketersediaan dan dukungan materi informasi pertanian sangat terbatas.
4. Penurunan yang terus berlangsung terhadap kapasitas dan kemampuan
managerial dari petugas penyuluh pertanian serta.
5. Penyuluh pertanian kurang aktif untuk mengunjungi petani dan kelompoknya,
umumnya kunjungan lebih banyak dikaitkan dengan keterlibatan pada suatu
proyek.
Solusi yang mungkin dapat dilakukan untuk mengantisipasi kecenderungan dari
penurunan kinerja penyuluhan pertanian di Indonesia diantaranya adalah :
1. Penyamaan persepsi tentang pembangunan pertanian di Indonesia antara
pemerintah pusat dan pemerintah daerah. penyamaan persepsi ini dapat
dilakukan dengan penyamaan grand strategi pembangunan pertanian nasional
dan daerah, serta pembuatan perangkat-perangkat dan pendukung dari kegiatan
ini seperti UU penyuluhan serta program-program penyuluhan pertanian.
2. Pengalokasian dana penyuluhan pertanian yang ideal bagi daerah, jika dianggap
perlu pemerintah dapat memberikan bantuan dana dalam kegiatan penyuluhan
daerah.
3. Penyedian perpustakaan pertanian dan jaringan internet bagi kegiatan
penyuluhan pertanian, yang dapat dimamfaatkan baik petani ataupun petugas
penyuluh lapangan.
4. Pengalakan kegiatan

penyuluhan

pertanian

yang

dapat

meningkatkan

kemampuan penyuluh, seperti diklat atau pendidikan jangka panjang bagi


penyuluh.

5. Peningkatan intensitas kunjungan penyuluh ke petani.


Strategi penyuluhan pertanian modern di Indonesia nampaknya perlu
diorientasikan pada penerapan segmented client oriented opproach. Perlu
dilakukan perubahan kebijakan dari pemerintah/birokrasi lokal, hal ini seharusnya
juga perlu terus didorong sehingga mereka menjadi lebih pro terhadap kebijakan
penyuluhan pertanian. Layanan jasa penyuluhan pertanian seharusnya mampu
menunjukkan akan manfaat program kepada pemerintah daerah dengan menunjukan
dampak positif yang akan diperoleh dengan adanya aktivitas penyuluhan.
Program yang perlu dikembangkan antara lain pendidikan tentang arti penting
penyuluhan dalam pembangunan pertanian dan kesejahteraan masyarakat.
Pendidikan ini perlu dilaksanakan baik terhadap birokrat, politisi serta anggota
dewan perwakilan rakyat yang memiliki otoritas kuat dalam membuat kebijakan
terkait dengan penyuluhan pertanian.
Untuk mendukung hal tersebut serta dalam rangka mensikapi tuntutan global,
para petani seharusnya juga mulai dididik dalam hal isu-isu yang terkait dengan
globalisasi dan liberalisasi perdagangan termasuk didalamnya produk pertanian.
Globalisasi dan liberalisasi perdagangan yang secara cepat atau lambat akan
berpengaruh terhadap kehidupan masyarakat petani. Untuk merangsang kinerja
penyuluh dapat diilakukan dengan cara pemberian reward bagi penyuluh yang
berprestasi. Reward ini dapat berbentuk materi ataupun penghargaan. Dengan
adanya reward maka penyuluh akan terpacu untuk melakukan kegiatan penyuluhan
dengan sebaik mungkin, dan juga menemukan metode baru dalam kegiatan
penyuluahn pertanian.
Penyuluhan pertanian bukanlah suatu hal yang bisa ditangai secara mandiri
namun memerlukan keterkaitan dan kerjasama antar lembaga. Kerjasama ini bukan
hanya antara peneliti dan penyuluh namun juga antara petugas penyuluh dengan
pelaku pemasaran, transportasi, penyimpanan serta institusi terkait dengan
pembangunan pedesaan. Agar pembangunan pertanian berkelanjutan yang ingin
dilaksanakan dapat tercapai.

BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat diambil dari makalah ini yakni:
1.

Penyuluhan pertanian sebagai salah satu pilar utama pembangunan pertanian di


Indonesia saat ini sedang menghadapi berbagai isu strategis yang antara lain

desentraliasi, globalisasi dan demokratisasi serta privatisasi.


2. Era otonomi daerah nampaknya memiliki prospek yang

baik

bagi

pengembangan penyuluhan pertanian. Meskipun beberapa indikasi empiris


menunjukkan terdapat beberapa kelemahan dalam operasionalisasi penyuluhan
pertanian.
3. Harmonisasi pembagian peran layanan penyuluhan dan pendanaan antara sektor
publik dan swasta akan menjadi tema strategis dalam layanan dan pendanaan
penyuluhan pertanian di masa mendatang.
4. Privatisasi penyuluhan pertanian yang dimaknai sebagai pembagian peran yang
serasi juga merupakan wahana demokratisasi karena membuka peluang
partisipasi aktif dari stakeholders terkait untuk berkontribusi dalam proses
penyuluhan pertanian

Daftar Pustaka
Subejo. 2002. Penyuluhan Pertanian Indonesia: Isu Privatisasi dan Implikasinya.
Jurnal Agro Ekonomi Vol. 9 (2). Desember 2002. p: 27-36. Jurusan Sosial
Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian UGM, Yogyakarta.
Padmowihardjo, Soedijanto. 2001. Penyelenggaraan Penyuluhan Pertanian dalam
Pembangunan Sistem dan Usaha Agribisnis. Departemen Pertanian.
Jakarta.

You might also like