Professional Documents
Culture Documents
LAPORAN AKHIR
DJUNDJUN~N
LEMBAR PENGESAHAN
Mengetahui/ Menyetujui :
.,
ii
Diusulkan
: 2010
Dimulai
: 1 Februari 2010
Diperkirakan selesai
: 31 November 201 0
til"
iii
RINGKASAN
Curah hujan TRMM tipe 3842 adalah curah hujan/presipitasi Tropical Rainfall
Data curah TRMM tipe 3642 yang digunakan dalam penelitian ini adalah data
dengan resolusi waktu 10 harian , resolusi ruang 0,25 x 0,25 dan periode data dari tahun
1998 sampai dengan 2009 yang menitikberatkan wilayah penelitian di Indonesia (daratan
dan lautan).
Data TRMM meliputi data curah hujan di lautan, maka hasil klastering juga
meliputi wilayah lautan. Banyak wilayah
curah hujan yang tinggi dengan karakteristik lautan disekitarnya, sehingga berada
dalam satu klaster yang sama. Hal ini menunjukkan
antara
daratan dan lautan. lnteraksi atmosfer dan lautan merupakan salah satu
aspek penting dalam mengkaji perilaku variabel atmosfer di wilayah benua maritim
ini. Klaster di daratan pada wilayah pengamatan I, II, IV dan V terbentuk
tanam potensial di beberapa sampel lokasi diuraikan di bawah ini. Di Medan padi
bisa mulai ditanam pada dasarian ke 5 sampai dengan dasarian ke 36. Jika dibantu
l
irigasi pada dasarian ke 3, maka pad i bisa ditanam sepanjang tahun atau dalam
setahun bisa 3 x tanam. lni berdasarkan
Sumatera. Di Probolinggo dan Denpasar, padi bisa mulai ditanam pada dasarian ke
1, dengan dibantu irigasi mulai dasarian ke 12. Padi dapat ditanam lagi di akhir
tahun dengan bantuan irigasi pada dasarian ke 25 sampai dasarian 29. lni waktu
yang tepat sesuai curah hujan rata-rata klaster 6 di P. Jawa. Di Magelang, pada
dasarian 1 sampai 12 tersedia air hujan yang cukup untuk mengairi sawah. Padi
dapat ditanam lagi di akhir tahun dengan bantuan irigasi pada dasarian 25 sampai
dasarian 28. Di Manado, agak sukar menentukan kalender tanam karena diperlukan
12 dasarian berturut-turut, jika hanya berdasarkan dasarian potensial maka padi
hanya dapat ditanam pada akhir tahun mulai dasarian ke 30 sampai dasarian ke 5
tahun berikutnya. Jika ingin dua kali atau tiga kali menanam maka harus dibantu
irigasi.
Berdasarkan dasarian-dasarian potensial maka
tanam , yaitu dua kali tanam dalam setahun, satu kali tanam setahun dan tiga kali
tanam atau
terjadi di P. Jawa, Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi. Daerah dengan satu kali
tanam sepanjang tahun
intensitas yang cukup hanya terjadi di awal tahun. Sedangkan di Sumatera Barat
dan Papua waktu tanam hampir bisa dilakukan sepanjang tahun.
Penentuan curah hujan ekstrim di wilayah Indonesia menunjukkan bahwa
curah hujan ekstrim 10 harian berkisar antara 80 sampai 180 mm/1 0 hari dengan
nilai terendah berada di Indonesia bagian selatan. Wilayah Indonesia bagian utara
mempunyai intensitas
Indonesia bagian selatan. Curah hujan ekstrim berpotensi menyeb?bJ<an gagal panen
jika air hujan turun dalam jumlah yang lebih dari 100 mm/10 hari (batas maksimum
kebutuhan air).
....
v
PRAKATA
selama 10 bulan.
Tim peneliti menyadari bahwa dalam penelitian dan laporan penelitian ini
masih terdapat kekurangan, maka saran perbaikan sangat kami harapkan.
Akhirnya, semoga penelitian ini bermanfaat tidak hanya bagi tim penelitian
tetapi juga benar-benar dapat memberikan informasi penting untuk bidang pertanian
dan bidang terkait lain.
...
vi
DAFTAR lSI
Halaman
LEMBAR PENGESAHAN
II
Ill
RINGKASAN
iv
PRAKATA
vi
DAFTAR lSI
vii
DAFTAR TABEL
IX
DAFTAR GAMBAR
BAB1 PENDAHULUAN
BAB 2 METODOLOGI
10
10
12
12
12
.'
14
14
til"
vii
15
22
27
29
PUBLIKASI
29
DAFTAR PUSTAKA
30
PIRAN A
31
PIRAN 8
33
PIRAN C
35
LAM PIRAN D
38
LAM PIRAN E
44
LAMPIRAN F
53
..,
viii
DAFT AR T ABEL
Halaman
15
15
Tabel 3.3 Jumlah klaster dan pola curah hujan rata-rata setiap
wilayah
16
25
...
ix
9
13
14
potensial
Gambar 3.1 Klaster-klaster di wilayah I (Sumatera)
17
18
Tenggara
Gambar 3.3 Klaster-klaster di wilayah Ill (Kalimantan)
19
20
21
23
24
dan Denpasar)
Gambar 3.8 Curah hujan rata-rata klaster 8 di P. Jawa (Magelang)
24
24
28
28
PENDAHULUAN
memberikan data
curah hujan dengan resolusi spasial sampai 5 km. Wilayah Indonesia merupakan
bagian wilayah tropis dengan intensitas curah hujan yang tinggi. Sumber energi
panas radiasi matahari yang selalu tersedia sepanjang tahun ditambah kelembapan
dalam jumlah yang cukup tinggi, mendorong tingginya frekuensi dan intensitas
curah hujan. Curah hujan di wilayah Indonesia juga memiliki variasi spasial dan
temporal yang tinggi, hal ini
permukaan, yaitu perbedaan relief dan perbedaan tata guna lahan. Variasi curah
hujan yang tinggi ini belum ditunjang oleh sarana observasi yang memadai. Masih
banyak lokasi terutama yang terpencil yang miskin informasi cuaca dan iklimnya ,
padahal informasi ini cukup penting.
Dalam rangka melengkapi kesenjangan informasi bagi wilayah-wilayah
yang belum lengkap sarana pengamatannya, dalam penelitian ini dilakukan
pengembangan pemanfaatan data curah hujan TRMM dengan mengelompokkan
wilayah berdasarkan kesamaan sifat curah hujan untuk seluruh wilayah Indonesia
'
termasuk yang tidak mempunyai sarana pengamatan atmosfer permukaan . Tidak
berhenti sampai disitu, dalam penelitian ini juga ditunjukkan bahwa data TRMM
dapat digunakan untuk menentukan dasarian potensial dan kalender tanam padi
potensial
sebagai
langkah
pen~apan
hasil
penelitian .
Dengan
kata
lain,
etode
tropis, dibatasi
lautan Hindia disebelah barat, lautan Pasifik disebelah timur, benua Asia disebelah
utara dan benua Australia disebelah selatan. Relief permukaannya merupakan
kombinasi antara dataran, pebukitan dan daerah bergelombang. Kombinasi dari
letak geografis dan relief permukaan seperti diuraikan di atas menciptakan kondisi
iklim yang khas yang tidak sama dengan iklim wilayah non tropis bahkan dengan
wilayah tropis lain sekalipun . Letaknya yang berdekatan dengan lautan Hindia,
mendorong arah perhatian pada fenomena atmosfer Indian Ocean Dipole disamping
El Nino/La Nina yang berada di lautan Pasifik. Meski berada dalam wilayah yang
tidak potensial menciptakan siklon, karena letaknya di ekuatorial,
kerap
terjadi
disekelilingnya,
sehingga
dampak siklon
namun siklon
terhadap
cuaca/iklim
Indonesia baik besar maupun kecil patut diperhatikan. Dilain pihak, Osilasi Madden
Julian dengan periode 30 - 60 hari, tidak dapat diabaikan keberadaanya karena
terindikasi berpengaruh pada variabel atmosfer Indonesia bagian barat. lnteraksi
proses-proses atmosfer berskala lokal, meso dan global yang aktif menghasilkan
karakter curah hujan yang khusus.
Pola dan intensitas curah hujan merupakan karakter curah hujan yang bisa
berubah , karena pemicu dan proses pembentukannya juga bisa berubah. Beberapa
penelitian di bawah ini menunjukkan indikasi terjadinya p~n.Jbahan pola dan
intensitas curah hujan. Perubahan intensitas dan distribusi peluang curah hujan
terindikasi terjadi di wilayah Indonesia bagian timur berdasarkan data GHCN (Global
Historical Climatological Network) (Juaeni et a/. , 2007). Perubahan pola dan
intensitas curah hujan juga teramati te i Bandung (Juaeni, 2006). Perubahan pad a
distribusi, baik spasial maupun temporal curah hujan merupakan salah satu indikator
perubahan iklim. Perubahan iklim juga ditandai dengan semakin seringnya terjadi
fenomena dan kejadian cuacaliklim ekstrim . Emanuel (2005) menunjukkan bapwa
terjadi peningkatan kekuatan siklon di tropis pada 50 tahun terakhir. Hasil Emanuel
didukung oleh penemuan Webster et a/. (2005) yaitu adanya peningkatan (hampir
100 %) kejadian siklon tropis dari periode 1975 sampai 2004. Meskipun siklon tropis
tidak terjadi di wilayah Indonesia, tetapi perlu diwaspadai dampaknya terhadap
wilayah Indonesia karena frekuensi dan intensitas cenderung semakin meningkat.
Sebagai negeri yang sebagian besar wilayahnya berupa wilayah agraris, Indonesia
sangat membutuhkan informasi tentang distribusi spasial, temporal dan intensitas
(sesaat dan rata-rata) curah hujan. Surmaini dan Susanti (2009) dalam penelitiannya
menyebutkan bahwa terjadi pergeseran waktu tanam di 5 sampai 11 % dari luas
wilayah sentra pangan di P. Jawa pada tahun 2008 yang disebabkan oleh
perubahan pola dan intensitas curah hujan. Jika waktu tanam berubah maka resiko
gagal panen semakin besar. Dengan demikian, klastering yang berkaitan dengan
pemetaan curah hujan rata-rata perlu dilakukan untuk diaplikasikan dalam
penentuan dasarian dan kalender tanam padi potensial.
ekstrim juga diperlukan mengingat intensitas curah hujan yang ekstrim sangat
mempengaruhi produksi pertanian. Kekurangan dan kelebihan air mempunyai
dampak negatif terhadap hasil panen .
...
Untuk memperoleh klaster-klaster curah hujan dan peta curah hujan ekstrim
tersebut digunakan data cura h hujan TRMM. Seperti telah diungkap di atas, :data
curah hujan TRMM memiliki keunggulan dibanding data curah hujan lainnya.
Pertama, cakupan wilayahnya yang luas sehingga memungkinkan diperolehnya data
curah hujan untuk lokasi terpencil sekalipun. Kedua, data TRMM
mampu
memetakan variasi curah hujan spasial dan temporal yang besar seperti pada masa
aktif osilasi Madden Julian dan ENSO di Pasifik. Ketiga, TRMM dapat memberikan
data curah hujan dengan resolusi sampai 5 km. Uji validasi curah hujan TRMM
resolusi 0,25 (atau setara dengan 28 km) cukup baik yaitu 0,62 sampai 0,80 untuk
wilayah Sumatera (Juaeni eta/., 2009). Tes sensitivitas dengan penggunaan panas
Iaten estimasi TRMM telah meningkatkan ketelitian prediksi curah hujan sebesar 30
%
untuk simulasi
curah
hujan
harian
dengan
model
NMC
dan
ECMWF
infrared (VIRS), Sensor awan dan energi radiasi bumi (CERES) serta Sensor image
petir (LIS) seperti yang diperlihatkan pada gambar 1.1.
lebih dari satu variabel bebas yang mempengaruhinya (Hair et a/., 1998 dalam
Ayahbi, 2009). Sedangkan dalam metode interdependensi, variabel-variabel yang
digunakan tidak dapat diklasifikasikan baik ke dalam variabel bebas maupun tak
be bas, semua varia bel
yang
digu~kan
Ayah bi, 2009). Dengan demikian , metode pengklasifikasian yang tepat untuk
pen gelompokan
karakteristik
curah
hujan
4
di
Indonesia
adalah
metode
Metode lnterdependensi
'
Metrik
'
Analisis Faktor
I
[
Nonmetrik
..
"'
'
Nonmetrik
Ana !isis
Multidimensional Scaling
Korespondensi
...,j
Analisis Kluster
Metrik Multidimensional
Scaling
Analisis Faktor ]
'
scaling
(multidimension~
(Sharma, 1996 dalam Aya hbi, 2009 dan Yuliani, 2009). Hasil dari analisis klaster
adalah ditemukannya kelompok-kelompok dengan kemiripan (homogenitas)
tinggi di dalam klasternya serta mempunyai
~yang
tinggi antar klaster (Johnson dan Wichern, 1992 dalam Ayahbi, 2009 dan Yuliani,
2009). Sejalan dengan pengertian di atas, maka analisis klaster merupakan teknik
yang tepat untuk mengelompokkan karakteristik curah hujan.
Menurut Mimmack (2000 dalam dalam Ayahbi, 2009 dan Yuliani, 2009),
analisis
klaster
adalah
teknik
yang
digunakan
dalam
klimatologi
untuk
klaster Average Linkage dan metode Ward pada curah hujan dan temperatur
bulanan. Kedua metode dibandingkan berdasarkan distribusi ukuran klaster. Pola
ukuran klaster yang dihasilkan untuk average
karena dari 47 klaster yang terbentuk, 40% klasternya (19 klaster) masing-masing
hanya memiliki dua bahkan satu grid sebagai anggotanya , sedangkan metode Ward
memberikan hasil yang seragam paSa klaster yang terbentu k. Juaeni et a/. (2009)
telah mengaplikasikan metode Ward untuk lokasi Sumatera Barat dengan data
curah hujan TRMM bulanan, sehingga diperoleh 4 klaster optimum . Aolikasi untuk
6
4 klaster (Juaeni
terakhir menunjukkan kore lasi yang cukup baik antara pola curah hujan l TRMM
bulanan dengan pola curah hujan observasi (Juaeni et a/. 2009, 201 0). Hasil-hasil
tersebut menjadi dasar untuk menggunakan metode Ward sebagai teknik klaster
dalam penelitian ini. Metode Ward termasuk dalam kelompok metode klastering
Hierarkhi. Klasifikasi analisis klaster diperlihatkan pada gambar 1.3.
Analisis
Klaster
_j
Metode
hierarkhi
Metodenon
hierarkhi
Agglomerative:
Linkage, Ward,
Divisive
K-means/
Hard
Fuzzy
Centroid
2 METODOLOGI
Penelitian dengan menggunakan data TRMM dan penerapan metode
klastering ini merupakan kajian yang menggabungkan data lapangan dengan data
observasi. Data lapangan adalah data jadwal tanam dan kondisi daerah sentra
~
pangan yang diperoleh dengan kunjungan dan diskusi ke ' beberapa lokasi sentra
pangan, sebagai sampel. Data observasi adalah data curah hujan TRMM dan data
observasi curah hujan dibeberapa lokasi sampel (di Ka limantan Barat) untuk
mengkonfirmasi data curah hujan.lRMM terhadap data observasi. Data TRMM yang
digunakan adalah TRMM 3842 Versi 6 dalam periode 1998 sa mpai dengan 2009 .
0,25 X 0,25 dalam cakupan global 50 lintang selatan sampai 50 lintang utara.
Algoritma 3842 terdiri dari 4 tahap; (1) estimasi presipitasi berbasis mikrowave, (2)
estimasi presipitasi infrared (IR), (3) estimasi gabungan mikrowave dan IR, dan (4)
penskalaan ulang (rescaling) untuk data bulanan/1 0 harian.
Data TRMM dianalisis melalui tahapan berikut:
1. Menguji kesesuaian pola curah hujan TRMM dengan pola curah hujan
observasi
2. Pengelompokkan/klastering curah hujan dengan metode Ward
3. Penentuan dasarian dan kalender tanam potensial perklaster berdasarkan
kebutuhan padi terhadap air
4. Penentuan curah hujan ekstrim dengan persamaan:
X= X-
(2.1)
dengan:
=jumlah data
Agar mendapatkan jumlah kluster yang optimum untuk setiap pulau, maka analisis
curah hujan TRMM dibagi perwilayah/pulau. Pembagian wila5'an diperlihatkan pada
gambar 2.1. Wilayah klastering tidak hanya meliputi daratan tetapi juga mencakup
lautan dengan tujuan agar dapat melihat indikasi interaksi antara curah hujan di
daratan dan di lautan melalui
klast~
uxr
3!'io
4flo
1~
")0
'&~
300
C.n...otd b)l NASA' (;fcwonf'\i (QiOVOf'\ni qf.e.noo.QOV)
'iO
outlier,
analisis komponen
utama,
penerapan analisis
struktur
populasi
yang
sebenarnya.
Untuk
alasan
ini,
sama dengan 0,001 dianggap sebagai outlier (Hair eta/., 1998 dalam Ayahbi, 2009
dan Yuliani, 2009) . Data ya ng diidentifikasi sebagai outlier harus dianalisis apakah
merepresentasikan populasi ata u tidak merepresentasikan populasi. Jika dinilai tidak
k=
Arnax
Arnin
(2.2)
100
~bilangan
kondisi
~1 000 ;
.'
Johnson
dan
Wichern
(1992 ,
dalam
Ayah bi
dan
Yuliani,
2009)
mendefinisikan komponen utama sebagai salah satu bentuk transform asi variabel
yang merupakan kombinasi linier-dari variabel. Proses pembentukan komponen
utama adalah sebagai berikut:
10
0,
900
x 11 x 12
X 21
X 22
00000 0
000000
000,
120
x 1P
X 2p
(203)
X nxp =
X n2 ooooooo X np
X nl
s12
S21
S22 8 2p
S=i
spl
Spp )
sip
(2.4)
A1;::: A2;:::
00
00
00
00
000
Ap, dengan
>oAp;:::o
4) Tentukan vektor eigen ke-j untuk nilai eigen ke-j U=1,2, oop), misalkan VJ = Vtj,
0
(205)
PCP =zjvjp =zlvlp +z2v2p + ... +zpvjp
6) Kriteria yang digunakan untuk menentukan berapa komponen yang dapat
dibentuk adalah kriteria persen varianso Jumlah komponen utama yang
digunakan memiliki persentasi kumulatif varians minimal 80% (Rencher, 2001 )0
7) Menghitung komponen skor (PCj) yang akan digunakan sebagai input untuk
analisis klastero Komponen skor yang diperoleh dari m komponen utama (dimana
m<p) akan digunakan dalam anal isis selanjutnya sebagai pengganti nilai data
..
variabel awal. Komponen skor dari hasil analisis komponen utama dengan data
asli (raw data) sebagai input analisis dapat dicari dengan :
11
Yil
Yi2
Yik
= elxi
= e2xi
l(2.6)
= ekxi
varians internal sekecil mungkin. Ukuran yang digunakan adalah Sum Square Error
~
12
Langkah 2. Kelompok pertama dibentuk dengan memilih dua dari N kelompok ini
yang bila digabungkan akan menghasilkan SSE dalam nilai fungsi
l
tujuannya.
Langkah3 .N -1
j=l l=l
l=l
2J
(2.7)
dengan:
'
Tahap awal
..)
Deteksi
multikolinearitas
Uji outlier
Signifikansi:;; 0,001
UOU O
UUUUU
mm
I
Convert data ke
format excell
Tahap lanjut
K > 1000 ;
teriadi multikolinearitas sanaat kuat
I
u u u u u m m,
Anal isis
komponen
utama
OU
OU
O UUUUUUUU
000
UOOU
UUO
UUUUUUUOUUUu
UOUUUOUOUUUOUOUOU
UUO
Oo
UUUOUUU
Dendogram
'
~
Klastering:
Ward
Penentuan
jumlah klaster
mmmUUUUUUUUOUo
Tahap utama
11 Validasi klaster
Dasarian potensial
;:: 50 mm/dasanan
I
12 dasarian potensial
Gambar 2.3 Bagan alur penentuan dasarian dan kalender tanam potensial
14
tinggi (r
= 0,8)
Tabel 3.1 Koefisien korelasi antara curah hujan rata-rata TRMM dengan curah
hujan rata-rata observasi (Juaeni eta/., 201 0)
Lokasi
Ketapang
Sambas
Sintang
Pangsuma (Kapuas Hulu)
Tabel 3.2 Koefisien korelasi (r) antara curah hujan rata-rata TRMM dengan curah
hujan rata-rata observasi lain (Arief eta/., 2008)
No.
1.
2.
3.
4.
Lokasi
Sicincin, Padang-Sumatera Barat
(0,54LS; 100,308T)
Supadio,
Pontianak-Kalimantan
Barat (0, 15LS; 109,408T)
Kayuwatu,
Manado-Sulawesi
Utara (1 ,55LU; 124,928T)
Kemayoran,
Jakarta
Pusat
(6, 15LS; 106,858T)
Perioda
2002-2007
(tanpa 2003)
1998-2007
r
0,8
1998-2007
0,8
1998-2007
0,8 '
0,8
2005/2006), La Nina (pada tahun 1999/2000) dan dipole mode negatif pada tahun
1996. Uji outlier menunjukkan bahwa tidak ada perubahan curah hujan yang
signifikan pada saat fenomena-fe11emena tersebut di atas te~adi, berarti asumsi
yang digunakan sudah tepat.
15
Tabel 3.3 Jumlah klaster dan pola curah hujan rata-rata setiap wilayah
Wilayah
Jumlah klaster
Pol a
I Sumatera
10
II Jawa
10
Monsunal
Ill Kalimantan
12
IV Sulawesi
12
V Papua
10
diperlihatkan
pada tabel 3.3. Pola curah hujan yang ditunjukkan pada Lampiran C, menunjukkan
secara umum tidak terjadi perubahan pola curah hujan di wilayah Indonesia untuk
periode 1998 sampai 2009 (monsunal, ekuatorial dan lokal). Peta klaster untuk
setiap wilayah diperlihatkan mulai gambar 3.1 sampai dengan gambar 3.5.
Gambar 3.1 menunjukkan hasil klastering di Pulau Sumatera. Pulau
Sumatera lokasinya berdekatan dengan lautan Hindia dan terletak di wilayah tropis
memanjang memotong garis khatulistiwa.
16
2
(.')
z
~ 0
::J
-2
-4
-6
96
98
100
102
BUJUR
104
106
menghasilkan
selatannya. Pulau Sumatera terbagi dalam 6 (enam) klaster dengan tiga klaster di
utara dan tiga klaster di selatan yang terbagi dengan luas yang tidak merata. Lautan
disekitar pulau Sumatera ter klaster dalam 8 area. Didaratan ada dua klaster besar,
satu terletak di utara sedangkan satu lagi terletak di selatan . Klaster besar sebelah
utara
memanjang sampai
diselatan
lintang
....
17
dalam
membentuk
b
0
z -~
~
z- .m
j
-11
% 1m
W8
1W
118
11~
118
n~
BUJUR
Gambar 3.2 Klaster-klaster di wilayah II (P. Jawa, Bali dan NT)
berbeda.
Hal
lokal.
memperlihatkan ada dua klaster (gambar 3.2). Pada metode Ward , diperoleh hasil
bahwa di bagian pantai utara Jawa keseluruhannya berada <?.lal'am satu klaster yang
sama (warna hijau muda), sedang sisa daratan pulau Jawa lainnya (di bagian
selatannya) berada dalam warna yang sama lainnya (kuning muda). Jumlah klaster
..
di atas lautan lebih banyak daripada di atas daratan, lni mena ndakan bahwa curah
hujan di lautan variasi spasialnya lebih kecil dibandingkan di daratan. Klaster
daratan terbesar terletak di sebelah selatan yang bersatu denga n klaster di lautan
18
sekitarnya. Di P. Jawa hanya ada dua klaster, Bali dan Nusa Tenggara masingmasing mempunyai satu klaster. Agar mendapat klaster yang lebih detil di masingl
masing pulau, wilayah pengamatan harus diperkecil menjadi P. Jawa saja, P. Bali
saja dan Nusa Tenggara saja.
2
(.9
-=t:
0
f-
::::J
-l~~llllllli!
-4
-6
108
110
112
114
BUJUR
116
118
120
wilayah~aitu
(area biru muda dan area hijau). Lautan disekitar pulau Kalimantan ter klaster dalam
19
8 area. Wilayah selatan ya ng terbagi dalam 3 klaster dengan dominan area biru tua.
Wilayah utara bervariasi dalam 6 area . Pada metoda ini terlihat pulau KaliiJlantan
dipengaruhi kondisi lokal secara dominan dibanding pengaruh regional.
6
0
4
2
0
z
4:
f-
:::i
-2mma~
-4
-6
120
122
124
126
BUJUR
128
130
lautan
sekitarnya,
sehingga
pola
curah
hujan
lautan
mempengaruhi pola hujan daratan. Kondisi lokal daratan dalam hal ini kalah
dominan dibandingkan pengaruh lautan sekitarnya.
~
20
4
2
0
C)
:z
-2
<(
1-
:z
___j
-4
-6
-8
-10
berjajar
menunjukkan faktor lintang sangat besar pengaruhnya dalam membentuk pola curah
hujan di Papua (gambar 3.5). Kondisi permukaan yang didominasi
pegunungan
dapat berdampak pada pola hujan disamping pengaruh dari kondisi regional.
Metoda Ward pada wilayah sampel Papua dan sekitarnya memperlihatkan
adanya 10 klaster. Daratan terbagi menjadi 4 klaster, sedangkan lautan dan pulaupulau kecil disekitarnya terbagi menjadi 10 klaster. Jumlah klaster lautan yang sama
dengan jumlah klaster total menunjukkan bahwa ada beberapa klaster yang tidak
hanya mencakup daratan tetapi juga meliputi lautan. Hal ini menunjukkan bahwa
'
pola curah hujan di Papua sangat dipengaruhi oleh lautan sekitarnya.
Data TRMM meliputi data cu~h hujan di lautan, maka hasil klastering juga
meliputi wilayah lautan. Banyak wilayah tepi pantai yang mempunyai kemiripan
21
Juliardi dan
50 mm/1 0 hari
untuk seluruh klaster di daratan. Dasarian potensial secara lengkap untuk seluruh
klaster diperlihatkan pada Lampiran D. Kalender tanam ditentukan jika dasarian
potensial berjumlah 12 berturut-turut (120 hari). Jumlah dasarian ini ditentukan
berdasarkan rata-rata umur tanaman padi (Ciherang , IR 64 110-120 hari, Ciherang
115-125 hari, Cisokan 110-120 hari). Selanjutnya, dalam bab ini akan diuraikan
dasarian potensial dan kalender tanam di lokasi sampel . sentra pangan yaitu
Denpasar dan Tabanan, Magelang, Probolinggo, Tomohon di Manado dan Medan.
Di Medan padi bisa mulai ditanam pada dasarian ke 5 sampai dengan
dasarian ke 36. Jika dibantu irigasi pada dasarian ke 3, maka pad i bisa ditanam
..,
sepanjang tahun atau dalam setahun bisa 3 x tanam . lni berdasarkan curah hujan
rata-rata klaster 8 di P. Sumatera (gambar 3.6, tabel 3.4).
22
Di Probolinggo dan
Denpasar, padi bisa mu lai ditanam pad a dasarian ke 1, dengan dibantu irigasi mulai
dasarian ke dasarian 12. Pad i dapat ditanam lagi di akhir tahun dengan bantuan
irigasi pada dasarian ke 25 sampai dasarian 29. lni waktu yang tepat sesuai curah
hujan rata-rata
dasarian 1 sampai 12 tersed ia air hujan yang cukup untuk mengairi sawah (gambar
3.8) . Padi dapat ditanam lag i di akhir ta hun dengan bantuan irigasi pada dasarian 25
sampai dasarian 28 . Di Manado, agak sukar menentukan kalender tanam karena
diperlukan 12 dasarian berturut-turut, jika hanya berdasarkan dasarian potensial
maka padi dapat ditanam akhir tahun mulai dasarian ke 30 sampai dasarian ke 5
tahun berikutnya . Jika ingin dua ka li menanam maka harus dibantu irigasi (tabel 3.4).
Berdasarkan data di lapangan, Denpasar/Tabanan, Probolinggo dapat
menanam padi dua kali setahun. Jika dikonfirmasi dengan jumlah dasarian potensial
(gambar 3.7) maka di lokasi-lokasi tersebut hanya bisa menanam satu kali dalam
setahun, ini berarti ada tambahan suplai air dari irigasi. Di Magelang air hujan tidak
digunakan untuk mengairi sawah, karena pengairan sawah utama dari irigasi yang
diambil dari sungai Bengawan Solo. Medan belum divalidasi karena tidak ada data
lapangan. Data lapangan Manado menunjukkan bahwa padi ditanam 3 x kali dalam
setahun , sementara jumlah dasarian potensial berdasarkan TRMM (gambar 3.9,
tabel 3.4) maksimal hanya bisa dua kali tanam. lni berarti ada tambahan suplai air
dari irigasi pada dasarian-dasarian yang tidak potensial.
R.-tta-t .-n .-. C ut .-. h Huj .-.n Kl 1s t e 1 ke - 8
1 60 .------,,------,,------.-------.-------.------~------~--~
140
120
..s
<=
3-
100
.=
::;
"'
80
60
10
15
20
_. Da sarian ke -
25
30
35
23
140
120
100
__
80
.,:r:
c
60
.c=
(_)
40
20
0
10
15
30
35
Oasarian ke-
160
140
120
E'1DD
__
.,:r:
80
60
.c=
(_)
40
20
0
10
15
20
25
30
35
Oasarian ke -
120
100
.._
.,
:r:
c
80
.c=
(_)
60
40
20
10-
15
20
Dasarian ke
25
30
35
air(~
Bulan ke
Dasarian ke
2
4
3
6
10
11
12
13
5
14
6
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
12
11
31
30
32
33
34
35
36
Waktu
tan am
'
Bulan ke
Dasarian ke
-- -
~c
--
2
3
3
6
10
11
12
13
14
6
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
33
34
12
35
36
Waktu
tan am
--
- -
---
--~ -
- - -- ~ -
"-
'----
--
L~
Probolinggo (klaster 6
Bulan ko
Du"'nrlnn ke
1
1
T 3
3
6
10
11
5
12
13
14
15
16
17
18
19
Wnkhr
1111111111
'
'
25
'--~
wilayah II)
7
-~
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
12
11
30
31
32
33
34
35
36
Denpasar/Tabanan (klaster 6
1
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
4
9
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
wilayah II)
18
19
20
8
21
22
23
24
25
26
10
27
28
29
12
11
30
31
32
33
34
35
36
Waktu
tan am
1
1 -2
2
3
3
6
4
9
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
24
25
26
10
27
28
29
12
11
30
31
32
33
34
35
36
Waktu
tan am
26
terpenuhinya kebutuhan
diperlukan dalam jumlah yang cukup, tidak terlalu banyak dan tidak kurang. Dengan
demikian peta curah hujan ekstrim sangat diperlukan untuk mengetahui lokasi yang
sering terjadi curah hujan ekstrim dan intensitas curah hujan ekstrimnya. lnformasi
ini sangat berguna untuk mendukung dikembangkannya sistem ketahanan pangan.
Dalam penelitian ini
gam bar 3.10 tampak bahwa curah hujan ekstrim diwilayah. lndonesia berkisar antara
80 sampai 180 mm/1 0 hari. Wilayah Indonesia bag ian timur, curah hujan ekstrimnya
lebih tinggi dibandingkan wilayah Indonesia bagian barat. Jika dikaitkan dengan
resiko maka curah hujan ekstrim ini akan mengakibatkan sawah terlalu basah
(karena
kebutuhannya
hany~ 50-100
mm/10
27
hari)
apalag i jika
air
hujan
gagal
panen.
- . .~.. ..
15 b . ( "
t "\___'f-.._ :C
=-:: ..
-2
.--! _
360
340
320
300
280
260
240
220
200
180
160
140
120
100
80
60
40
-15
95
100
~..
105
110
115
120
125
130
135
140
145
15
10
...
2
15 1---' ..._I ) I
95 100 105
I
11 0
,.__..,.
. L.:_
I
115
120
125
130
135
140
145
28
t~dak
terlalu detil mengingat kalende r tanam sangat erat kaitannya dengan aktivitas
pertanian dengan segala aspeknya yang memang tidak dicakup dalam penelitian ini
karena penelitian ini bersifat sebagai informasi untuk mengembangkan pemanfaatan
data curah hujan TRMM. Untuk menghasilkan klaster seperti diatas diperlukan data
minimum satu tahun, namun jika hanya satu tahun maka klasternya hanya berlaku
pada tahun tersebut. Dalam penelitian ini digunakan data curah hujan rata-rata
selama 12 tahun, sehingga berlaku secara umum.
perlu juga
ting~at
PUBLIKASI:
Penelitian ini fllenghasilkan 4 makala~enelitian, satu maka lah sudah terbit dalam
Jurnal Sains Pirgantara-LAPAN terakreditasi, dua makalah sudah terbit dalam Berita
29
lnderaja-LAPAN, satu makalah diajukan dalam Seminar Sains Atmosfer dan lklim,
15 November 2010. Maka lah lengkap ditampilkan pad a Lampi ran F.
DAFTAR PUSTAKA
Arief Suryantoro, Teguh Harjana , Halimurrahman , 2008. Variasi Spasiotemporal Curah
Hujan Indonesia Berbasis Observasi Satelit TRMM, Prosiding Workshop Aplikasi
sains Atmosfer : Sains Atmosfer Oa/am Mendukung Pembangunan Berkelanjutan,
ISBN 978-979-1458-25-2, Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan lklim LAPAN,
Bandung 1 Desember 2008, hal. 175-186.
Ayahbi, R., 2009. Pengelompokkan karakteristik curah hujan di wilayah Sumatera Barat
menggunakan metode Ward , Skripsi, Jurusan Statistika Fakultas Matematika dan
1/mu Pengetahuan A/am, Universitas Padjadjaran-Jatinangor.
Tupan dan Susanto; 2002. Studi perbandingan kebutuhan air irigasi di Jawa Timur
berdasarkan metode faktor palawija relatif dan metode net field water requirement,
Tugas Akhir Jurusan Teknik Sipil, Petra Christian Uiversity.
Degaetano, A. T.; 1996. Delineation of mesoscale climate zones in the Northeastern
United States using a novel approach to cluster analysis, Journal of Climate, 9.
Haryoko, U. , 2009. Pewilayahan hujan untuk menentukan pola hujan (contoh kasus
Kabupeten Indramayu), http://www. staklimpondokbetung. neUpublikasi/ didownload
Juli 2009.
Juaeni, 1.; Halimurrahman, Risana Ayahbi, Noersomadi, Nurzaman; 2009. Karakteristik
Atmosfer dan lklim Sumatera Barat. Laporan Penelitian RIK-LAPAN 2009.
Juaeni, 1.; Dewi Yuliani, Risana Ayahbi, Noersomadi, Teguh Hardjana, Nurzaman; 2010.
Pengelompokan Wilayah Curah Hujan Kalimantan Barat Berbasis Metoda Ward dan
Fuzzy Clustering, Jurnal Sains Dirgantara, 7,2, LAPAN.
Juliardi dan Ruskandar; 2006. Teknik Mengairi Padi Kalau macak-macak cukup, mengapa
harus digenang? Balai Besar Penelitian Padi.
Rencher, A. C.; 2001 . Methods of Multivariate Analysis, Second Edition, A Wileylnterscience Publication, United States.
Sudjarwadi ; 2010. lrigasi-1. Diktat kuliah Jurusan Teknik Sipil, UGM, Yogyakarta.
Yuliani, D., 2009. Pengelompokkan karakteristik curah hujan di wilayah KaJimantan Barat
menggunakan Fuzzy Clustering, Skrips1~ Jurusan Statistikct Fakultas Matematika
dan 1/mu Pengetahuan A/am, Universitas Padjadjaran-Jatinangor.
http://trmm.gsfc.nasa.gov/ didownload Maret 2009.
30
LAMPIRAN A
Perbandingan pola curah huja observasi di beberapa lokasi
dengan pola curah hujan TRMM
600
Keta p ang
500
,,
400
e..
1 300
.....
Observa si
200
.....
, ,
.....
100
0
1
7
6
B ulanke
10
11
12
350
300
250
t 200
~
~
150
3
100
-
Observasi
- -ward
so
0
2
10
11
12
Bulan k e
500
Pangsuma
450
400
e
._
350
,
,
,
,-_
' .
'
,_---
300
250
-<=
~
200
150
100
50
0
1
10
11
12
Bulanke
600
Sambas
SOD
\
\
-400
E
..
c
j300
-<=
200
'
100
'
--
'
tiiP
....._.,
.....
...._/
Observa$
Wa-d
0
1
Bulan ke
31
10
11
12
Lanjutan Lampiran A
Korelasi Pola CH terestrial dan CH-TRMM (3843)
Sicincin, Padang 2002-2007 (tanpa 2003); r 0,8
700
600
soo
400
300
200
100
800
700
600
500
400
300
200
100
0
13
25
37
49
61
73
85
900
800
r=97
1o9
CH terestrial
-a- CHTRMM
t (bulan)
_ __j-=.- CH-terestrial t
________j -- CH-TRMM _ _ __
700
-600
I ~
500
400
(J
300
200
10
900
--
, ~ ,,~,,-,,,:,,,
t (bulan)
800
700
600
500
400
300
200
100
0
13
25
37
49
61
t (bulan)
32
73
85
97
109
LAMPIRAN 8
Dendogram (kiri) dan jumlah klaster (kanan) metode Ward
untuk setiap wilayah
10
2.-----.------.------.------.-----.
X
1.6
1.8
~ 161
1.6
1.4
1.2
e. 14
"'
g>
"',.,
121
;;;
f-
;;;
2"'
<(
"'t
0.6
~I
,r
04
0.8
0.2~
0
0
500
1000
1500
2000
10
,.-1-
I J_
6
,.-1-
4
X 10
X 10
2~
;;;"'
Cl
f-
g> 15
"'"'
;;;
"'
sz"'
"'
c
<(
"
.
.
1~
""!"
2.2
1.6
1.6
1.4
1.2
.'!; 0.5
o~------------~~~~~~
0
500
1000 1500 20lJ 2500 llil 3500
4000
0.8
....
33
10
2 ~--~----~----~----~-----
1.8
g' 1.6
"
.c
~1.4
....
.g'1.2
10
18
16
>-
~
S2
1
12
~ 0.8
<{
-"'
~
0.6
!l 0.4
0.8
0.2
oo
1500
1000
500
2500
2000
10
1.6
14000
1.4
"'c
.il 12000
....~
1.2
"' 10000
~
0
8000
S2
l!
6000
0.8
~4fll)
..,
2000
0.6
0
0
500
1000
1500
2500
10
x to
3.5 r--~-~---.--~-~---.--~--,
3.5
g'
~
~ 25
..
1-
2.5
g'
~
2
~
;;;
iii
"'
S2 1.5
l!
c"'
1.5
..,~
05
00
500
1000
1500
2000
2500
DJJ
3500
4000
34
10
LAMPIRAN C
Metode klastering Hard dan hasilnya
Metode
Hard
atau
K-means
mengklasifikasikan
objek
berdasarkan
,
...
ll
=I: I:
l:1;j - tt; l
i-lJ'JES,
17J
S;.
Langkah pertama dimulai dengan pembagian data input menjadi k kumpulan data,
yang ditentukan secara acak atau berdasarkan data historik.
Langkah selanjutnya menghitung titik rata-rata atau centroid untuk setiap kumpulan
data. Maka akan terbentuk partisi data yang menghubungkan setiap titik dengan
centroid terdekat.
Algoritma ini
kelemahannya
sehingga
tiP
35
I Sumatera
III Kalirnan tan
10
12
17
IV Sulawesi
11
V Papua
13
II Jawa
36
122
132
126
124
134
1])
138
128
140
130
142
LAMPIRAN D
Pola curah hujan di klaster-klaster daratan yang digunakan untuk menent4kan
kalender tanam potensial
KI-.H~et
Raraoo~at.l
ke- 1
1~,---~----~----~----~----~----~-----.
140
120
I
5:I:
100
00
E'
.sc
~
5'
:I:
=l!
\5
(.)
400
10
15
20
25
3J
35
10
15
Rald-ltll~l C UI
20
25
3J
35
Dasarian ke-
Dasarian ke -
140.---~----~----~--~~----~----r----,-,
140
100
E
I
120
...
...
c
~
5'
5I
80
=
5
u
100
60
40
80
60
200
10
15
20
25
400
35
30
10
15
20
25
30
35
Oasarian ke -
Dasanan ke-
140
140r-----~----~----~------.-----~----~~--~--
120
100
E'
.sc
.,
c
5'
:I:
:a:
(.)
50
10
15
20
Oasarian ke -
25
30
40
35
..
38
10
15
20
Oa-sanan e -
25
3J
35
Rat.l -l .lt ~l C m ~l h
110
K l ~-.stel
ke - 8
140
100
90
'E
-5.
'E
-5.
00
120
5'
:I:
""'
""'
20
10
15
20
Oasarian ke-
25
:II
20
Oasarian ke-
35
25
30
35
D. 2 Pola curah hujan di wilayah II (P. Jawa, Bali dan Nusa Tenggara)
R~-.ta-t ..-.M
140,----.-----.-----.----~-----.-----.-----.-,
'E
-5.
c
4()r
I 1
00
10
:r::
15
20
25
:II
!!
O'
0
35
1D
Oasarian ke -
15
20
25
:II
35
:II
35
120
160
140
120
-5.
c
5'
:r::
HIJ
00
'E
-5.
c
s
:r::
""'
!5
60
40
40
20
20
Do
10
15
20
25
:II
Do
35
Dasarian ke -
10
15
Da~arian
Hnj m
1ro,----.r----.-----.----~----~----~----.-,
120
39
20
ke-
25
,ffi I
'
'
II
140
120
I. f\
-~ 00~
I
.c
8 ffir
'
10
N 1
-vv
20
E'
I ~ i
V\
40
!.SO
'
15
'
20
25
3)
35
20
10
Rata~ at a
30
35
13)
1001
70
40~
5
10
15
20
25
90
5-
80
.c
!"
70
"
(.)
ffi
50
' I I \1
3)
'E
.s.c
8"' ffi
110
100
V\J\f~~ A~v
.s.
120
Ii
E' oo
I
.c
25
20
110
"
5-
15
Oa sarian ke -
Dasarian ke-
3)
40
300
35
10
Oasanan ke-
25
15
20
Dasarian ke -
35
-~
130
110r
100
30
120
110
'E oo
.s.
"
5I
70
.c
~ ED
Vv\j
v I.,.
90
"
;;
(.)
(.)
ffi
50
40
3)
0
100
50
40
10
15
20
Oasarian ke-
25
30
35
30
..,
40
10
20
Dasana" ke -
15
25
30
35
Rata~ata
Rat,l l ilt.l
1&1
C mi~h
131
.I
120
110
100
I ' \ 1\1\
'E
..
~ 001
'\/
e
.s.
c
\I\
II
S'
.c
ffi
50
4ll
3J
35
3J
15
10
:r.
]
50~
30
35
30
35
100
. ,j
100
14ll
I\ A
'E
..
25
20
Dasarian ke-
Oasanan ke-
A /\
I I .s.
'E120
c
~ 100
\ !\ r \1
\)\
I~~
"
.c
!"
00
"
ffi
4ll
3J
10
15
20
25
3J
20
35
10
15
Dasarian ke -
20
25
Dasarian ke -
Rata~ata
120
100r---~----~----r----.----~----r----.-,
100
00
'E
'E
..
..
s"' 60
"'
S'
.c
.c
u"
!"
"'
"
40
20
10
oL----L____L __ __ L_ _ _ _
0
5
10
15
20
~_ __ J_ _ _ _~--~~
25
3J
35
Oasarian ke-
10
15
2!l
~,.,_
....
41
25
3J
35
R at.l-lolt ~l
Cm ah
Huj.:~n
Kl
110
Kl~1ste1
ke - 5
00
1[()
70
90
E'
liD
00
.s
~g)
5'
:r:
:r:
.c
!5
:JU
3J
40
20
l1
200
10
15
10
35
20
10
15
20
25
3J
35
Oasa rian ke -
Dasarian ke -
90.----r----r---~--~~--~--~----~
100.-----.-----.---~-----,-----,-----,-----.~
00
E'
70
...
E'
...
c
"'
""'5
5'
.c
:r:
(.)
10
15
20
25
l1
3)0
35
10
15
20
Dasarian ke-
Oasarian ke-
140 ,-----.-----.---~----~------------------~
e...
c
.5'
"'
::r::
l1
35
Oasarian ke-
....
42
25
l1
35
KIJS~e-1
ke -2
140
120
100
E
6
00
~
~
5'
60
JI_;J~
~1
1\
(_)
40
E
6
.,
~
(_)
20
00
10
Oasanan ke-
R~"'lta-hlt.l
15
20
25
30
35
Oasarian ke -
-.a.
110
100
90
00
E
6
""
:r:
!5
50
(_)
(_)
40
30
20
100
10
15
20
25
30
40
35
10
15
Rata-1.1t.:1
Cm~1h
20
25
30
35
Oasarian ke-
Dasarian ke -
130
120
~
~
""
:r:
:r:
110
=i!
~
~
(_)
500
10
15
20
25
30
100
80
35
Dasarian ke -
10
15
20
Dasanan ke-
...
43
25
'
LAMPIRAN E:
E.1
Wil~y
f1
Da~
3 I 4
~ 7~ I
9110
1~ I
Klaster 1. '-------=----------------------~
P. Enggano
I
11
I
12
7
10
8
9
5
12,13
~--ian
I 14 I
18 I 19 I 20 I 21 I 22 I 23 I 24 I 25 I 26
~
tan am
.----
--
: 1
___./ l4'
r--sulan~
1
i<e
oasar~
r--w-aktU
tanam
Klas~
-...........
I
2
4
v~
3
6
10
12
14
13
e ~: Lampung
11
32 I 33 I 34 I 35 I 36
29 I 30 I 31
27 I 28
15
16
~
~
7
19
18
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
33
34
12
35
36
L----
~ I
2
3 I 4
Klaster .
10
11
12
18 I 19 I 20 I 21 I 22 I 23 I 24 I 25 I 26 I 27 I 28 I 29 I 30 I 31 I 32 I 33 I 34 I 35 I 36
I3
10
11
12
18 I 19 I 20 I 21 I 22 I 23 I 24 I 25 I 26 I 27 I 28 I 29 I 30 I 31 I 32 I 33 I 34 I 35 I 36
tan am
44
Klaster 1: P. Enggano
1
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
11
14
10
12
13
6
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
24
25
26
10
27
28
11
29
30
31
32
12
33
34
35
36
Waktu
tan am
-
--
-- --
Klaster 2: Lampung
1
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
4
9
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
18
19
20
8
21
22
10
23
24
25
26
27
28
29
30
31
11
32
33
12
34
35
36
Waktu
tan am
--
L_ _ _ _
--~---
------ - -
Bulan ke
Dasarian ke
'--
--
2
3
3
6
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
18
19
20
21
22
10
8
23
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
12
33
34
35
36
Waktu
ton am
----
~L-.-.
--
-~
- -
'
-- - - ~
I lnHulnn ke
2
3
3
6
10
11
12
13
14
5
15
16
17
18
19
20
8
21
22
23
9
24
25
26
11
10
27
--
- - - --
----
-- - -
28
29
30
31
12
32
33
34'
35
36
Woktu
tan am
'-
____ ,
--- ----
44
--
....
-- -
Klaster 5: Jambi
1
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
4
9
10
11
12
13
14
15
16
17
19
18
20
8
21
22
23
24
25
-----
11
10
9
27
26
28
29
31
30
32
12
33
34
35
Waktu
tan am
'
~~
c ~
'
---
---
36
Bulan ke
Dasarian ke
Waktu
2
3
3
6
4
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
'
tan am
10
--
25
26
~~~
-~
27
28
29
12
11
30
31
32
33
34
35
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
18
19
20
22
23
24
25
26
11
10
8
21
36
27
28
29
30
31
32
12
33
34
35
-
36
Waktu
tanam
.
1
Dasarlan ke
Woktu
tnnum
2
3
3
6
----- ~
----- ---- - L -
Bulan ke
- --- --
4
9
10
11
5
12
13
14
15
16
17
19
18
20
21
22
23
24
25
26
11
10
27
28
29
30
31
32
12
33
-~
-'
--
45
'
34
35
36
Bulan ke
Dasarian ke
3
6
10
11
5
12
13
14
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
12
33
34
35
36
Waktu
tanam
'-
Klaster 6: Jawa
Bulan ke
Dasarian ke
2
4
3
6
10
11
12
13
5
14
15
16
-- -
17
7
18
19
20
8
21
22
23
24
25
26
11
10
9
27
28
29
30
31
32
12
34
33
35
38
Waktu
tan am
'---
Bulan ke
Dasarian ke
4
9
10
11
5
12
13
14
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
12
33
34
35
36
12
34 v35
36
Waktu
tan am
111111111 ku
3
7
6
I
2
3
3
6
10
11
5
12
13
14
15
16
17
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
33
Wnktu
ton om
46
Bulan ke
Dasarian ke
3
6
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
24
25
26
11
10
9
27
28
29
30
31
32
12
34
33
35
36
Waktu
I
tan am
Bulan ke
Dasarian ke
..
1
..
2
1
2
3
3
6
10
11
5
12
13
14
15
16
6
17
7
18
19
20
21
22
23
24
25
26
11
10
27
28
29
30
31
32
12
33
34
35
30 j
Waktu
tan am
Bulan ke
Dasarian ke
3
6
10
11
5
12
13
14
15
16
6
17
7
18
19
20
21
22
8
23
9
24
25
26
27
28
10
29
11
30
31
32
12
33
34
35
36
Waktu
tan am
-- -- -
~ -
- .___
----
---
--
- ~ ~
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
10
11
12
13
5
14
6
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
12
3~
34
35
36
Waktu
tan am
--"-
47
~--
.,-~
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
12
33
34
35
36
12
30
Waktu
tan am
Bulan ke
Dasarian ke
~ 2
2
3
3
6
4
9
10
11
5
12
13
14
15
16
17
7
18
19
20
21
22
23
24
25
26
25
26
11
10
9
27
28
29
27
28
29
30
31
32
30
31
32
33
34
35
33
34
35
Waktu
tan em
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
10
11
12
13
5
14
15
16
6
17
7
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
12
11
36
Waktu
tan am
I
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
7
18
19
Waktu
tan am
20
22
23
24
25
26
11
10
8
21
27
28
29
30
31
32
12
33
34
48
35
36
Klaster 1: P. Buton
1
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
-~~.
---
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
12
33
34
35
36
Waktu
tanam
..
-~.-
--- - - - - -
--
-----
------
Bulan ke
Dasarlan ke
3
6
10
11
12
13
14
5
15
16
17
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
12
33 . 34 35 3o
Waktu
tan am
Bulan ke
Dasarian ke
Waktu
tan am
10
11
5
12
13
- -- - -
14
6
15
16
17
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
12
33
34
35
36
--- ----
-~
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
10
11
13
14
5
12
15
16
17
19
18
Waktu
tan am
O<O
49
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
29
30
31
11
32
33
12
34
35
36
2
Dasa
415161718
10 I 11
12 I 13 I 14 I 15 I 16 I 17 I 18 I 19
W aktu
tonam
tan am
~
tan am
50
1 12 13
4 1516
7 18 19
10111112
13114115
16 1 17 1 18
l _I
I l
Bulan ke
Dasarian ke
J _J - L I
Waktu tanam
L L_ _I J
7
19
I 20 21
I I
1
22 1 23 1 24
10
25
26
I 27
I
28
27
28
29
11
I 3o
I_
12
31 1 32 1 33
~- L_ I
34 1 35 1 36 ,
__ _ _l_j,_
_l
2
3
3
6
10
4
11
5
12
13
14
15
--
16
17
19
18
20
8
21
22
23
24
25
9
26
10
29
11
30
31
32
12
33
34
3536
W aktu
tan am
""
~ - -~
....__ ' -
- - --
- --
~~
3
6
10
11
12
13
5
14
15
16
6
17
7
18
19
20
8
21
22
23
10
24
25
26
27
28
29
11
30
31
32
12
33
34
35
36
Waktu
tan am
.
~
Klaster 9: Menado
1
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
4
9
10
11
5
12
13
14
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
11
29
30
- ---
----
31
32
12
33
34
35
36
Waktu
tan am
----
!""-~
I ~ -''~ _ c
---
L-" . -~
- - -- -
50
----
- -
-- ----- -
---
L~-
~!~
--
l~ " c
L ; c,,
- - - -- -
u
E. 5 Wilayah V {Papua dan sekitarnya)
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
4
9
10
11
5
12
13
14
6
15
16
18
17
19
20
8
21
22
23
24
25
26
10
27
28
12
11
29
30
31
32
33
34
35
36
Waktu
tan am
Bulan ke
DosorTan ke
Klaster 3: Merauke
.. 1
2
2
3
3
6
10
11
5
12
13
14
15
16
7
18
17
20
19
21
22
8
23
10
9
24
25
26
27
28
12
11
29
30
31
32
33
34
35
-
36;
Waktu
to nom
-
- --
---
,__
--
--
- - - - --
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
Waktu
3
6
10
11
12
13
5
14
6
15
16
17
18
20
19
8
21
22
23
9
24
25
26
10
27
28
12
11
29
30
31
32
33
34
35
36
tanam
----
- ---
- -- -
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
4
9
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
18
19
20
8
21
22
23
10
9
24
25
26
27
28
11
29
30
31
32
12
33
Waktu
34
35
~
tan am
--
..
--
~~
-- -
--
~~~
~-
51
'
---
-~~-
~ -~
~-- --
'----
--- -
- - - --
- - ----- --
- - - .______:_! _ _
--'---~- - --
--'----
- ----
36
Bulan ke
Dasarian ke
2
3
3
6
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
7
18
19
20
8
21
22
23
22
23
10
9
24
25
26
24
25
26
27
28
29
27
28
29
11
30
31
32
30
31
32
12
33
34
35
33
311
3"!1
36
Waktu
tan am
~
1
2
2
3
3
6
4
9
10
11
5
12
13
14
6
15
16
17
7
18
19
20
8
21
11
10
12
30
W aktu
tan om
52
il ~Idl 1)-J:
~t~
..
LAPAN
I J. Si. Dirgant I
VOL. 7
NO.2
IHAL. 82-1771
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii_.
ABSTRACT
82
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
Fuzzy Clustering
PENDAHULUAN
83
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
Nonmetrik
Multidimensional
Scaling
Analisis
Korespondensi
Metrik
Multidimensional
Scaling
Anal isis
Faktor
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
2.1 Data
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui karakteristik curah
hujan di wilayah Kalimantan Barat berdasarkarl. data curah hujan
bulanan TRMM 3843 (http://trmm .gsfc.nasa.gov) dalam periode
Januari 1998 sampai Desember 2 007.
85
~
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
2.2 Metode
Analisis klaster adalab. suatu teknik multivariat yang memiliki
tujuan untuk men gelompoi<kan obj ek-objek yang mempunyai'kesamaan
karakteristik tertentu ke dalam klaster-klaster sehingga objek-objek
memiliki homogenitas yang tinggi d i dalam klasternya dan mempunyai
heterogenitas yang tinggi antar klas ter (Johnson dan Wichern, 1992).
Langkah-langkah dalam analisis klaster dimulai dengan
pendeteksian outlier, uji multi k olinearitas, analisis komporien utama,
penerapan analisis klasternya itu sendiri dan terakhir validasi dan
in terpretasi.
k=
Arnax
Amin
(2- 1)
86
..,
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
xnxp =
......
Xu
X12
X21
X22 ......
xlp
x2p
(2-2)
I:
xnl
xn2
.......
xnp
s, 2 . . ... . s,p
s2, s22 ...... s2p
S11
(2-3)
S==
iiiiiii;;;iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii;;iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
9(L.~i
..
... ~z .,vj _
(2-4)
"
~CP::;, ~JviP
Yik
(2-5)
= ekxi
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
s=
(2-6)
nirmd(Xi, 8j)
( IX
n
.
1J
J=1 1=1
1 ( .IX
n
)
-1J
(2-7)
n 1=1
Dengan:
Xij = adalah nilai variabel ke-ij
p
n
=
=
89
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
~eanggotaan Ui}kJ
1/m-1
U"
lJ
-. ,
(2-8)
[lx;-~l 1
c
~lxi- Bii
d / m- 1
1=1
dengan
n
"u'!l
. . . x l
L.Jl]
(2-9)
"u .. m
L.Jlj
i=l
J =
J(kJ
herdasarkan persamaan
ij
Uy{kJ
iJ(k+ l) -J(k)
I}< &
ej (
) .
90
....
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
--
r--
PC1
Eigenvalue
346805
152895
103447
62295
30123
29352
Proportion
Cumulative
0,337
0,337
PC7
22920
0,022
0,726
0,148
0,485
PCs
19622
0,019
0,745
0,100
0,586
0,060
0,646
PC10
15638
0,015
0,778
0,029
0,675
0,029
0,704
PCu
.14046
0,014
0,792
I PC12
Eigenvalue
Proportion
Cumulative
p~
18365
0,018
0,763
l1411
0,011
0,803
91
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;iiiiii
..,.,
- ~ ~-
- ~-- - -
- -----
Wrnf1method
E~ cist.._
~ r---------------------------~--~-,
Sq.lnd
4.5Ea , - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - - . _ ,
....
....,..
<&e:a 3.5E8 !
'
e ,..
~:z.:u
l .....,..
671
......
l ,..
UE8
--~
-5E781!1011818SZ~864885~t!III1881S89981l011$11182893~8951l961!1i111198&UJ - li'boe
.,.,
""~
1 ...L
..........,
L
~ eJ
r &
.+,
1 er-= 1 dz r::;J
0
c_eee C_S25 C_&Jiil C_5e0 C_<t!S2 C.JSEI c_253 C_6XI c_m C_198 C_120 C_Ei91 C_383 C_189 CJ3
92
~
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
... _,
BoiPior~l SII.~Cmlllllli- . . .
~~~ ~
.lillft6 11r~lllt'M .\1 .\G ~O:i
...
blllr
.-.-..:
ll
;
~
..,_,
~~~~
~~: a.
d ~ ~ . 1~
~ ~
-
...
~ -,- -.lii"C8JO:tbDI:
-~
.. .
...
~=
Gambar 3-2: Klaster yang terb entuk dengan metode Ward dan pola
curah hujan masin g-masing Klaster
3.5 Hasil Analisis Klaster dengan Metode Fuzzy Clustering
Untuk merientukan jumlah klaster optimum dalam metode
Fuzzy, hasil pengelompokkan divalidasi dengan rumus Xie dan Benni
(1991) dan hasilnya diperlihatkan . pada Tabel 3-2 . Tampak bahwa 4
klaster memberikan nilai validasi terkecil, maka jumlah klaster yang
optimum adalah empat. Klaster yang terbentuk diperlihatkan pada
Gambar 3-3.
Tabel3-2: JUMLAH KLASTER DAN NILAI VALIDASI
Jumlah Klaster Yang dibentuk
Fungsi Objektif
2 Klaster
357.533.759.561
. 42.826
3 Klaster
234.566.463 .704
35.859
4 Klaster
175.287.750.841
22 .559
5 Klaster
. 139.514.948.165
35.313
6 Klaster
115.663 . 133.613
48.574
7 Klaster
99 .015.618.448
56.300
Nibii Validasi
'-
93
~
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii/umal
.[S;2
..
...
.
INM'-Sl.,_~,...w..~ w T
.. f~t-a.:
'
--.
-:
--
...
...
..,_b.W.JIIN9Sit01tlbi'CII
~-&i!lbClalil!ip:kNI:Mi l4 1 .. ! ~rliC.. I
lil~l
..
'1=-~ ... ,
. . . . . . . QI ...
r.
~-
...
Fte""'-...,.ws.,oc""'~
I~
..,
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii~
korelasi
Koefisien
pola
curah
an tara
hujan metode Fuzzy
clustering
(TRMM)
dengan curah hujan
observasi
0 ,99
Koefisien
korelasi
an tara pola curah
hujan metode Ward
(TRMM)
dengan
curah hujan observasi
Sambas
0,91
0,77
Sintang
Pangsuma (Kapuas
Hulu)
0,85
0,86
0,83
0,73
Lokasi
Ketapang
0,90
96
600
Ketap.ang
500
400
/-- - - -
..
300
-1---"'-
2oo
/-' - - - - - --
--
....
~ c : - - - - - ---/' - - - - - - - - - -
100
0
1
10
11
12
Bulan
Boxplclt dan StdDcviasi CUrah Hujan Bulanan Selama 10 Tahun (1998-2007) Pada Klaster 3
ill :: :: :: :: :: :: :: : : : : : ; : I
Jan
Feb
Mar
Apr
Mel
Jun
Jul
Ags
Sep
Okt
Nov
0
I
Des
MeanSD
Mean:!"SD
Bulan
Box Plor Rata-Rata & Std. Devlasl Curah Hujan Bulanan Selama 10 Tahun (1998-2007) Pada
Klaster 3
~
WJ[mm ,__ .m . u
550
~ 500
~:58
'
:
'
.
I
I
'
i~~ :--~-:~
II
-'= 200
~ 150
----: -- .- - r- - ---
(.) 1ggt
----r----~----:
Q
,.' ---
Jan
Feb
Mar
Apr
May
Jun
Jul
Aug
Sep
Oct
Nov
Dec
D MeanSD
I Mean2"SD
Waktu
KESIMPULAN
97
II
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
No.~ - [u.ni
291Q_:B2-99
pada metode Fuzzy. se::::.L"lgga gr..d tertentu bisa menjadi anggota ldi dua
klaster atau lebih denga."'1 de:-ajat keanggotaan yang berbeda.
Perbandingan po:a dan intensitas curah hujan antara data
TRMM dan data obserYasi menunjukkan hasil yang baik dengan
koefisien korelasi > 0, 7. Pembandingan intensitas curah hujan
berdasarkan dua metode menunjukkan bahwa metode Fuzzy Clustering
lebih baik dibandingkan metode Ward, namun pembandingan spasial
klaster di daratan menunjukkan bahwa metode Ward lebih mendekati
observasi.
Pola curah hujan monsunal ditunjukkan oleh klaster 2/4
(gabungan daratan dan lautan) dan pola ekuatorial ditunjukkan oleh
klaster 1/1, 3/3 dan 4/2 (daratan dan gabungan daratan dan lautan).
Pola ekuatorial di daratan Kalimantan Barat sesuai dengan observasi,
namun pola curah hujan di klaster 1/ 1 yang seharusnya monsunal
ternyata ekuatorial. Dengan demikian, data TRMM menunjukkan
bahwa di wilayah lautan sekitar Kalimantan Barat pengaruh posisi
matahari di atas ekuator / ekinoks lebih kuat dibandingkan pengaruh
monsun.
DAFTAR RUJUK.AN
New Jersey.
Klawonn, F. and Hoppner, F.,
2001. A New Approach to Fuzzy
Partitioning, Proc. of the Joint 9th IFSA World Congress and 20th
NAF!PS International Conference, Vancouver, Canada.
Mimmack, G. M.; Mason, S. J . and Galphin, J . S ., 2000. Choice of
Distance Matrices in Cluster Analysis: Defil\ing Regions, Journal
ofClimate, 14.
'
Pravitasari, A. A., 2008. Analisis Pengelompokkan dengan Fuzzy ZMeans Cluster (Kasus Pengelompokkan Kecamatan di Kabupaten
98
iiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiiii
99
F!
Mata siklon
Dinding siklon
tropis dinamai sesuai dengan lokasi terben. .;ya. Siklon digunakan di lautan Hindia dan Pasifik
:an. Istilah Hurricane digunakan untuk siklon yang
di lautan Atlantik utara dan lautan Pasifik. Ty atau topan digunakan untuk siklon yang terjadi di
Pasifik utara. J enis siklon dibedakan berdasarkan
~UG..dilllya
~.bcZS~;.~.,.q~ :
sk.-
I!
~-~''\_..--,
40,
_/'
'\
L:
1'>
'l%1s
~~
~
""
\.
\\
~\
_.
I .
;51
L"";l':.., e,;;.'
'
'
"\_..
'\-.;_
Jt
..
IIOOme
~~
r--:Portl~--l---:;.:;_
'/~
.~
""
-"2S
1-!
J
I
-!(1
Australia
-'<!>
12
10
8
1ii
'!'
c!
6
4
2
0
. -2
'
waktu
10
11
12
bar 3 , yang diamati dari citra satelit MTSAT. Ukur~ _.;~rl; .. g siklon paling besar hampir mencapai 2 dera---u sekitar 222 km terjadi pada tanggal 8 Februari
illl 04.00 UTC atau pukulll.OO WIB sampai pu"'\\lB dan pukul 00.00 UTC atau pukul 07.00
--ggal 9 Februari 2009. Ukuran siklon di luar
tersebut berada dalam kisaran 1 derajat
km)
=;>ei beherapa km dalam bentuk spot-spot tekanan.
--tara jarak din ding siklon dari P. J awa mencapai
t'in
c..-or. Hoj-1n
5
25
(rrm)
J~
4!i
Gam bar 4. Kiri: Citra satelit MTSAT Infra merah :Data base Bidan g Pemodelan lklim- Pusfatsatklim, LAPAN) dan kanan :
estimasi curah hujan TRMM tangga l 2 Februari 2009 pukul1 3.3 0 WIB (http://www.lapanrs.com/ SMBA/ smba .php).
""'iO
""'iO
Gambar 5. Arah dan kecepatan angin di atas permukaan wilaya h Indonesia pada tanggal 8 dan 12 Februari 2009
(NCEP/NCAR Reanalysis)
Gambar 6. Citra satelit MTSAT infra merah tanggal 6, 7 dan 8 2009 pukul13.30 WIB (Data base Bidang Pemode lan
lklim- Pusfatsatklim, LAPAN)
n
~
:j 4.
,.,.
~
~
r'iilloc
. . ... ,.
)~
'"
(!It~~~"'
4$
{mr!'l)
( UIDJB:l~::>U d detfe!
OIOZ I
VfV~I3: ~ -
fB
I I<I3:
Yl.rn3JI
Aktivitas Siklon Tropis di Lautan Pasifik Barat dan Lautan Ch ina Selatan dan
Dampaknya Terhadap Curah Hujan di Indonesia
Ina Juaeni
inajuaeni@yahoo. com
Pusat Pemanfaatan Sains Atmosfer dan lkli
Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional
Siklon bermula dari gelombang atmosfer yang kemudian berubah menjadi spot
ekanan rendah dan kemudian berkembang menjadi badai. Jika terjadi peningkatan
ecepatan angin, maka badai berubah menjadi siklon. Di wilayah tropis, 85 % kejadian
siklon dipicu oleh gelombang tropis. Ada beberapa kondisi yang harus dipenuhi untuk
berkembangnya siklon, yaitu : suhu muka laut harus lebih besar dari 26.5 C, gaya
Coriolis tidak nol dan harus mencapai nilai tertentu. Gaya Coriolis diperlukan untuk
tetap mempertahankan spot tekanan rendah dari siklon. Jika siklon bergerak ke arah
ekuator dimana gaya Coriolisnya rendah, spin/putaran siklon akan melemah akibat
tidak ada keseimbangan antara gaya Coriolis dengan gaya gradien tekanan (Gambar
1, Sumber: http://web.mit.edu/). Syarat lain terjadinya siklon adalah shear angin vertikal
rendah agar terjadi gerakan spiral vertikal.
..
Gambar 1 Skema aliran uda~ di sekitar spot tekanan rendah (di Belahan Bumi Utara).
Graden tekanan di gambarkan o!eh panah berwarna biru
(Sumber: http://web.mit.edu/)
0-a ~
oersyaratan tersebut maka wilayah yang potensial untuk terjadinY.a siklon adalah
ah tropis dan subtropis, atau pada zona konvergensi tropis/ zona fronU palung
sun,lokasi dimana sering te~ad i tekanan rendah, seperti diperlihatkan pada
Gambar
(Sumber:http://www.windows.ucar.edu/earth/images/).
Setiap
wilayah
..... en amai badai besar dengan nama yang berbeda. Nama siklon (cyclone) digunakan
uk wilayah lautan Hindia, laut China selatan dan Pasifik barat. Di Pasifik barat
agian utara, badai dinamai typhoon. Di lautan Atlantik dan Pasifik timur dinamai
urricane. Siklon di wilayah tropis biasanya berada pad a wilayah 10 sampai 30 derajat
rintang utara (LU) atau lintang selatan (LS). Karena Coriolis yang lemah yang terkait
dengan
rotasi bumi, jarang sekali terjadi siklon di wilayah 5 derajat LU/ LS apalagi
sampai di wilayah 0 derajat, tetapi kenyataannya ada juga siklon yang sampai wilayah 5
derajat LU/ LS seperti kejadian siklon Vamei tahun 2001 dan siklon Agni tahun 2004. Di
Atlantik utara dan Pasifik timur laut, angin pasat atau angin yang bergerak ke arah barat
membawa gelombang tropis ke arah barat, dari Afrika ke laut Karibia, lalu ke Amerika
utara terakhir sampai di laut Pasifik tengah. Gelombang tropis ini merupakan prekursor
bagi siklon tropis. Di lautan Hindia dan Pasifik barat, perkembangan siklon lebih
ditentukan oleh gerakan musiman dari palung monsun atau zona tekanan rendah atau
ITCZ (Inter Tropical Convergence Zone) dibandingkan oleh gelombang. Siklon tropis
juga dapat dibangkitkan oleh sistem lain seperti sistem tekanan rendah, sistem tekanan
tinggi, front panas dan front dingin (Velasco and Fritsch, 1987; Chen and Frank, 1993;
Emanuel, 1993; Zehr, 1992).
Tempat terjadi yang berdekatan dengan wilayah Indonesia ditambah dengan
sistem pemicunya yang sangat berhubungan dengan kondisi cuaca dan iklim Indonesia,
maka siklon tropis merupakan unsur atmosfer yang perlu dikaji. Selain meneliti
variabilitasnya dan perilakunya dipandang perlu untuk meneliti dampak siklon tropis
terhadap atmosfer Indonesia, khususnya curah hujan. Terlebih akhir-akhir ini siklon
tropis mengalami peningkatan frekuensi dan kekuatan (Emanuel, 2005; Webster eta/.,
2005).
Untuk mempelajari perilaku dan dampak siklon tropis terhadap kondisi atmosfer
Indonesia digunakan data radar presipitasi (PR), TRMM (Tropical Rainfall Measuring
Mission), Microwave Imager ("tt11) dan VIRS (Visible and Infrared Scanner] yang
2
iunduh dari http://trmm.gsfc.nasa.gov1 untuk periode tahun 2008 dan 2009 serta data
angin
NNR
http://www.esrl.noaa.gov/psd/.
PR
tahun
2008,
data
gabungan
dari
PR,
TMI
dan
VIRS
2008
~5
4
..c
1!3
"'
..c
~2
;;;
"'
':: 1
~ ~ :;:[~z!-~;j :; j !;
:::J
..!!!o
:0
..:a:oa::tal.!)ao
z~
::;;;;
;;;
.,.,
c
:::J
"'
~
......
l 371381391
menunjukkan distribusi spasial curah hujan pada dinding siklon. Garis penampang yang
dibuat melalui siklon tersebut menunjukkan aktivitas hujaQ yang aktif pada dinding
siklon, sedangkan pada mata siklon cuaca tampak cerah. Semakin jauh dari mata
siklon curah hujan semakin kecil. Curah hujan tertinggi berada pada wilayah dengan
jarak kurang dari 1 derajat (-111 km) dari mata siklon. Salah satu siklon dengan
kecepatan angin rendah yaitu -40 knot adalah siklon HIGOS, bentuk visualnya
4
diperlihatkan pada (Gambar 5). Siklon HI GOS adalah salah satu siklon yang bentuknya
tidak simetris dan mata siklon juga kurang jelas terlihat. lni merupakan salah satu tanda
siklon yang lemah.
Tabel 1. Siklon tropis di Pasifik barat tahun 2008 (Sumber: Cooper eta/. , 2008)
Nama
TS01W
TY 02W-Neoguri
STY 03W-Rammasum
TS 04W-Matmo
TY 05W- Halong
TY 06W- Nakri
TY 07W- Fengshen
TY 08W-Kalmaegi
TY 09W- Fung-Wong
TS 1OW-Kammuri
TS 11W
TS 12W-Vongfong
TY 13W-Nuri
TS 14W
TY 15W- Sinlaku
TS 16W
TS 17W
TY 18W-Hagupit
STY 19W-Jangmi
TS 20W-Mekkhala
TS 21W-Higos
TS22W
TS 23W-Bavi
TS 24W- Maysak
TS 25W-Haishen
TS 26W-Noul
T_y_ 27\f,/- Dolp]lin
Peri ode
Peringatan
P (mb)
13
23
23
9
19
29
29
19
18
12
7
9
24
7
47
8
1
24
29
(knot)
40
100
135
40
75
125
110
90
95
50
35
55
100
35
125
35
40
125
145
992
948
921
992
966
929
940
955
951
985
996
981
948
996
929
996
992
929
914
7
21
55
45
981
988
6
6
14
4
7
33
35
50
55
40
40
90
996
985
981
992
992
955
13-16 Januari
14-20 April
7-12 Mei
14-16 Mei
15-20 Mei
27 Mei-3 Juni
18-25 Juni
14-18Juli
24-28 Juli
4-6 Agustus
13-14 Agustus
14-16 Agustus
17-22 Agustus
26-28 Agustus
8-20 September
10-11 September
14 September
18-24 September
23
September-1
Oktober
28-30 September
29
September-4
Oktober
14-15 Oktober
18-20 Oktober
7-10 November
15-16 November
16-17 November
10-18 Desember
I
I
I
I
e:erangan:
.,
5
Gambar 4. Kiri: Gambar visual dan curah hujan siklon JANGMI, Kanan: Penampang
curah hujan di tengah siklon dari titik A sampai titik B
(http://trmm.gsfc.nasa .gov)
Gambar 5. Kiri: Gambar visual dan curah hujan siklon HIGOS, Kanan : Penampang
curah hujan di tengah siklon dari titik A sampai titik B
(http://trmm.gsfc.nasa.gov)
Pada tahun 2009, terjadi 76 kejadian dari 50 jenis siklon di lautan Pasifik Barat.
Siklon-siklon yang terjadi lebih dari satu kali pada tahun 20D9 adalah 99W, 98W, 97W,
96W, 95W, 94W, 93W, 92W, 91W, 90W dan AL (Gambar 6). Siklon terjadi hampir
sepanjang tahun, dengan waktu hidup (life time) satu sampai empat belas hari. Siklon
PARMA adalah siklon dengan waktu hidup terlama tahun 2009, yaitu 18 hari.
.,
f!
a
::1
Kecepatan angin dalam siklon bervariasi dari 25 knot (siklon 24 W) sampai 150 knot
(Tabel 2).
=
....=
c:
0\
::::J
..c:
~
..,.
"'
"'
c:
I 2009
.!!!
~
;;;
Q.
.!!!
::::J
..!!!
'0
c:
::;;;;
;;;
;;;
c:
"'
::::J
-"'
~
....
Dari uraian di atas nampak bahwa frekuensi kejadian siklon tahun 2008 dan
2009 tidak menunjukkan perbedaan yang berarti. Dari perbandingan antar tahun
tersebut juga teridentifikasi bahwa tidak semua siklon mempunyai periode satu tahun
atau dengan kata lain siklon tidak selalu berulang setiap tahun, bahkan siklon yang
muncul tahun 2008 berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2009.
Tabel 2. Siklon tropis di Pasifik barat tahun 2009 (Sumber: Cooper eta/. , 2008)
Nama
TY 01W- Kujira
TY 02W- Chan-Hom
TY 03W- Linfa
TS 04W- Nangka
TS 05W- Soulder
TD06W
TY 07W- Molave
TS 08W- Goni
Peri ode
2-7 Mei
3-11 Mei
17-22 Juni
22-26 Juni
9-12Juli
13-14 Juli
15-19 Juli
2 !8 Agustus
Peringatan
20
29
21
18
11
5
16
15
v
(knot)
. 115
90
75
45
35
30
105
45
P (mb)
936
955
966
988
996
1000
944
988
TY 09W- Morakot
TS 10W- Etau
TY 11W- Vamco
TY 12W- Krovanh
TS 13W- Dujuan
TO 14W- Mujigae
STY 15W- Choi-Wan
TY 16W- Koppu
TY 17W - Ketsana
TD18W
STY 19W-Parma
STY 20W-Melor
TS 21W-Nepartak
STY 22W- Lupit
TY 23W- Mirinae
TD24W
TS25W
STY 26W-Nida
TD27W
TD28W
TS 01C-Maka
TD02C
3-9 Agustus
8 - 12 Agustus
17 - 25 Agustus
28 - 31 Agustus
3 - 8 September
9 - 12 September
12 - 20 September
13 - 15 September
25 - 29 September
27 - 30 September
27 September- 14
Oktober
29 September - 9
Oktober
8 - 13 Oktober
14 - 26 Oktober
26 Oktober - 2
November
2 - 3 November
7- 9 November
22 November - 03
Desember
23 - 24 November
5 Desember
14-18 Agustus
30 Agustus
25
18
34
16
25
12
33
9
19
13
68
80
40
120
65
55
30
140
75
90
30
135
38
150
910
20
49
31
55
140
981
918
955
2
10
45
90
25
150
1003
988
910
5
1
15
2
30
30
45
30
1000
1000
988
1000
963
. 992
933
974
981
1000
918
966
955
1000
921
(Gambar 7). Siklon NARGIS adalah siklon dengan kekuatan angin tertingg i pada tanun
2008, yaitu 115 knot (Tabel 3). Meskipun cukup kuat, tetapi siklon ini tidak memben
mata siklon atau mata siklon tidak jelas. Distribusi spasial curah hujan nampak
berkumpul ditengah
siklon
(Gambar 8. Kiri).
Siklon
dengan intensitas yang lebih kecil menunjukkan distribusi ~pasial curah hujan yang
hampir sama dengan siklon NARGIS, namun siklon NARGIS menunjukkan bentuk yang
lebih simetris dibandingkan siklon NISHA .
.,
8
3
00
0
0
N
tQ
m,ao
2008
c:
::I
.s::
c:
QJ
a:l
~
::I
-r---r
d)
d)
'0
c:
0
::;;;
;;:;
;;:;
c:
QJ
::I
.......
QJ
r-0
lD
en
I 2
<{
co
lD
0
co
1.1")
0
I~U
...
I
CO l d)~
en
d)0 T r--d)
I 3
en
en
d)
N
en
10
I: I
12
113
Namasiklon
Keterangan gambar: Kiri: Gambar visual dan curah hujan siklon NARGIS/NISHA,
Kanan:
Curah
hujan
di
tengah
siklon
dari
titik
sampai
titik
(http://trmm.gsfc.nasa.gov)
Pada tahun 2009 terjadi 12 kejadian dari 11 jenis siklon di teluk Benggala . Siklon
948 terjadi dua kali pada tahun tersebut, sedangkan siklon lain hanya terjadi satu kali
(Gambar 9). Di teluk Benggala frekuensi kejadian siklon lebih rendah dibandingkan di
Pasifik barat, siklus hidupnyapul1"1ebih pendek dibandingkan siklon di Pasifik barat yaitu
9
satu sampai enam hari. Siklon NARGIS adalah siklon yang mempunyai life time terlama
(6 hari) pada tahun 2008, dan siklon WARD (4 hari)
Gambar 9 juga menunjukkan ba hwa tidak terjadi peningkatan frekuensi siklon pada
tahun 2009 dibandingkan tahun 2008.
2009
0'1
0
0
"'
c
~
.c:
~
"'
n;
~1
c:
Ql
CD
:c
c
0
::;;:
Vi
u;
Ql
~
""" 0 -1
cr:::
oa:>
3:
1
~ 1 7 . 8
~ T !l l
00
m
a:>
10
11
Nama siklon
Periode
Peringatan
V (knot)
1B-Nargis
27 April-3 Mei
25
115
28
16 September
45
3A
20-23 Oktober
11
30
48-Rashmi
26-27 Oktober
45
58- Khai-Muk
14-16 November
45
68-Nisha
25-27 November
50
78
4-7 Desember
13
35
L_____
- --
10
dari atas wilayah Indonesia akibatnya di atas wilayah Indonesia menjadi cerah. Kasus
seperti ini terjadi pada saat te~ad i siklon NARGIS tanggal28 April 2008 dan siklon 06 8
pada tahun 2009. Ditunjukkan oleh angin dari NNR, terjadi pengalihan massa
udara/awan dari laut Hindia yang seharu snya masuk ke wilayah Indonesia tertarik ke
arah Teluk Benggala (Gam bar 10 dan Gam bar 11).
Tabel4. Siklon tropis di Hindia Utara ffeluk Benggala tahun 2009 (Sumber: Cooper eta/. 2008)
Nama
Periode
Peringatan
V (knot)
Bijli
15-17 April
12
50
Ail a
24-25 Mei
65
05 September
40
Phyan
09-11 November
40
Ward
11-14 Desember
12
45
110E
12<1E
..c::::I
~~.w!J .
4-
10
I-
12.
11
NaP/ NCAR R u~
'"n/-'), 1
8
I
10
fiii\li\
12
Gambar 11. Kiri: Image radar TRMM untuk siklon 068 (Sumber: htttp://trmm.gsfc.nasa.gov),
Kanan: Vektor angin dari NNR (Sumber: http://www.esrl.noaa.gov/psdl) pada 12
November 2009)
Curah hujan bulanan dari Precipitation Radar TRMM di wilayah Indonesia pada
tahun 2008 lebih tinggi daripada tahun 2009 terutama setelah bulan Mei (Gambar 12).
Perbedaan curah hujan kumulatif bulanan juga dipengaruhi oleh suplai massa dari
lautan Hindia dan lautan Pasifik. Pada tahun 2008 suplai massa dari lautan Hindia
selatan ke wilayah Indonesia berlangsung sampai bulan April sedangkan pada tahun
2009 hanya sampai bulan Maret. Dari lautan Pasifik, suplai massa pada tahun 2008
berlangsung dari bulan Januari sampai Juli dan November sampai Desember. Pada
tahun 2009, suplai terjadi dari bulan Januari sampai Juni dan bulan Desember. lni
berarti, suplai massa dari kedua lautan tersebut pada tahun 2009 lebih kecil
dibandingkan tahun 2008. Kondisi seperti merupakan salah satu penyebab jumlah
hujan tahun 2009 lebih rendah daripada jumlah curah hujan tahun 2008, karena massa
udara dari lautan Pasifik dan lautan Hindia adalah massa udara dengan kadar uap air
dan salinitas yang tinggi sehingga dapat meningkatkan aktivitas konveksi basah atau
konveksi dengan peluang terjadinya hujan yang tinggi.
.,
12
300 '
250
co j
! i
150
I!
-2009
:s
-2008
'
100
so
0
"i
I
I
J________ -1
10
11
12
Bulan
Gambar 12. Curah hujan kumulatif bulanan tahun 2008 dan 2009 berdasarkan TRMM untuk
wilayah Indonesia (10 LU s/d 15 LS, 95 BT s/d 145 8T)
13
PEMANFAATAN CURAH HUJAN TRMM DASARIAN UNTUK PENGELOMPOKKAN DAN PENENTUAN KALENDER TANAM
POTENSIAL
Ina Juaer
Hardjana
nr
n
LAPA
Bidang Pemodelan lklim, Pusat Pemanfaatan Sa ins Atmosfer dan lkllm - LAPAN
Jl. Dr. Junjunan 133 Phone (022)6037445 Fax. (022)6037443 Bandung, 40173
ABS
Curah hujan TRMM tipe 3842 adalah curah hujan/presipitasi Tropical Rainfall
Measuring Mission (TRMM) yang digabung dengan presipitasi infrared/high quality
(HQ) dalam grid yang mempunyai resolusi waktu 3-jam dan resolusi spasial 0,25 X
0,25 dalam cakupan global 50 lintang selatan sampai 50 lintang utara. Data curah
hujan dapat digunakan sejak tahun 1998 sampai saat ini, namun dalam penelitian ini
digunakan periode pengamatan tahun 1998 sampai dengan 2009. Curah hujan 3 jaman diakumulasi setiap 10 hari (
). Pengelompokkan curah hujan dengan
metoae klaster
menghasilkan 10 klaster untuk P. Sumatera, P. Jawa dan Papua
serta 12 klaster untuk Kalimantan dan Sulawesi. Jumlah klaster tersebut meliputi
klaster yang ada di lautan. Kalender tanam untuk setiap klaster ditentukan
berdasarkan kebutuhan padi terhadap air (50 mm/dasarian), sehingga diperoleh 3 jenis
kalender tanam yaitu s~tu kali tanam dalam setahun, dua kali tanam dalam setahun
dan tiga kali tanam (se~anjang tahun). Dua kali menanam padi dalam setahun terjadi
di P. Jawa dan Bali. Daerah dengan satu kali tanam sepanjang tahun adalah Nusa
Tenggara, karena hujan dengan lntensltas yang cukup hanya terjadi di awal tahun .
Sedangkan di Sumatera Barat, menanam padi bisa dilakukan hampir sepanjang tahun .
Data curah hujan TRMM lulus uji deteksi outlier karena nilai signifikansi > 0.001 dan
multikolinearitas menunjukkan bilangan kondisi (k) >1000 maka dapat dilakukan analisis komponen utan
Hasil analisis komponen ~rna Jnilah yang kemudian menjadi input untuk analisis klaster. Pengaplikasi
metode klaster Ward pada data curah hujan TRMM akumulasi 10 harian menghasilkan 10 jumlah klas
untuk 3 wilayah dan 12 klaster untuk 2 wilayah (gambar 2, tabel 1). Klaster terbanyak yaitu 12 terdapat
Kalimantan dan Sulawesi atau wilayah tengah utara Indonesia. Berdasarkan peneglompokkan inL kemudi
ditentukan dasarian potensial untuk menentukan kalehder tanam . Beberapa contoh dasarian dan kalen<
tanam potensial diperlihatkan berturut-turut pada tabel 2, tabel 3, tabel 4 dan tabel 5.
-6
Sejak dipublikasi tahun 1998, data TRMM semakin sering digunakan dalam
berbagai kajian masalah cuaca dan iklim di Indonesia. Hal ini disebabkan beberapa
keunggulan yang dimiliki data curah hujan TRMM, seperti keunggulan dalam
cakupan wilayah yang luas, kemampuannya dalam memetakan variasi curah hujan
spasial dan temporal yang besar serta kemampuannya dalam memberikan data
curah hujan dengan resolusi sampai 5 km.
Sebelumnya data curah hujan TRMM hanya digunakan untuk tujuan
penelitian murni, tetapi dalam penelitian ini ditunjukkan bahwa data TRMM dapat
digunakan untuk pengelompokkan atau klastering curah hujan dan penentuan
kalender tanam potensial sebagai bentul(' pengembangan pemanfaatan data curah
hujanTRMM.
(!)
tz:::J
.a
-10
-12
95
100
105
110
120
115
Gamn
yan
Hasu klar:;ter
,.
Bulnke
DINrllln Ice
Waklvtln.m
1ll
125
BUJUR
10
1Q
,,
12
"""'"'
O..n1nke
WlkiUlnem
I2
ll
I4
I1
I9
I 10 I 11 112 I 13 I 14 I 15 1 115 I 11 I 18 I ts I 20 I 21 I 22 I 23