Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
Penyakit Hirschsprung adalah suatu kelainan bawaan berupa aganglionik
usus, mulai dari spinkter ani interna kearah proksimal dengan panjang yang
bervariasi, tetapi selalu termasuk anus dan setidak-tidaknya sebagian rektum
dengan gejala klinis berupa gangguan pasase usus fungsional.1,2,3 Penyakit ini
pertama kali ditemukan oleh Herald Hirschsprung tahun 1886, namun
patofisiologi terjadinya penyakit ini tidak diketahui secara jelas hingga tahun
1938, dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang
dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal
usus akibat defisiensi ganglion.1,3
Penyakit Hirschsprung terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup,
Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi
berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200
juta dan tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir
1400 bayi dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien
penyakit Hirschprung yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto
Mangunkusomo Jakarta.4
Kelainan pada penyakit ini biasanya ditemukan mulai dari bagian distal
kolon yaitu di peralihan antara usus dengan anus. Panjang dari bagian segmen
yang tidak mempunyai sel ganglion (aganglionik) itu biasanya berbeda-beda ;
75% pasien terbatas pada bagian rektum dan sigmoid, 8% pasien mengalami
segmen aganglionik pada seluruh bagian kolon, dan jarang melibatkan usus kecil.5
Setelah muncul penemuan kelainan histologik pada penyakit ini, barulah
ditemukan teknik operasi yang rasional untuk penyakit ini. Mortalitas dari kondisi
ini dalam beberapa dekade ini dapat dikurangi dengan peningkatan dalam
diagnosis, perawatan intensif neonatus, tekhnik pembedahan dan diagnosis dan
penatalaksanaan dengan enterokolitis.3
Tujuan Penulisan
b
c
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Anatomi Usus Besar
Usus besar berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
1,5 m yang terbentang dari sekum hingga kanalis ani. Diameter usus besar lebih
besar daripada usus kecil yaitu sekitar 6,5 cm, namun semakin dekat dengan anus
diameternya pun semakin kecil. Usus besar dibagi menjadi sekum, kolon, dan
rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks yang melekat pada
ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci pertama dari usus besar.
Katup ileosekal mengendalikan aliran kimus dari ileum ke dalam sekum dan
mencegah terjadinya aliran balik bahan fekal dari usus besar ke dalam usus halus.
Kolon terbagi atas kolon asenden, tranversum, desenden, dan sigmoid. Kolon
membentuk kelokan tajam pada abdomen kanan dan kiri atas berturut-turut
disebut dengan fleksura hepatika dan fleksura lienalis. Kolon sigmoid mulai
setinggi krista iliaka dan membentuk lekukan berbentuk-S. Lekukan bagian
bawah membelok ke kiri sewaktu kolon sigmoid bersatu dengan rektum. Bagian
utama usus yang terakhir disebut sebagai rektum dan membentang dari kolon
sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci terakhir dari rektum
disebut sebagai kanalis ani dan dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan
internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm.
Persarafan usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom dengan
perkecualian sfingter eksterna yang berada dibawah kontrol volunter. Serabut
parasimpatis berjalan melalui saraf vagus ke bagian tengah kolon transversum,dan
saraf pelvikus yang berasal dari daerah sacral mensuplai bagian distal. Serabut
simpatis
meninggalkan
medulla
spinalis
melalui
saraf
splangnikus
dan
kontraksi,
serta
perangsangan
sfingter
rektum, sedangkan
Gambar 2.2 Dilatasi kolon akibat tidak ditemukannya sel saraf pada bagian akhir
usus Pleksus Myenterik (Auerbach) dan Pleksus Submukosal (Meissner)
2.2.2. Epidemiologi
Penyakit Hirschsprung terjadi pada 1 dari 5.000 kelahiran hidup dan
merupakan penyebab tersering obstruksi saluran cerna bagian bawah pada
neonatus. Penyakit yang lebih sering ditemukan memperlihatkan predominasi
pada laki-laki dibandingkan perempuan dengan perbandingan 4:1. Insidens
penyakit Hirschsprung bertambah pada kasus-kasus familial yang rata-rata
mencapai sekitar 6% (berkisar antara 2-18%). Rectosigmoid paling sering terkena
sekitar 75% kasus, flexura lienalis atau colon transversum pada 17% kasus.7
Menurut penelitian menangani penyakit Hirschsprung di RS Cipto
Mangunkusumo memperlihatkan proporsi penyakit Hirschprung lebih banyak
ditemukan pada pasien berumur 0-1 bulan yaitu sebesar 29,71% (52 dari 175
orang) sedangkan untuk umur 1 bulan-1 tahun sebesar 22,85% (40 dari 175
orang). Penderita penyakit Hirschsprung sebanyak 131 orang (74,85%) berjenis
kelamin lelaki sedangkan perempuan yang berjumlah 44 orang (25,15%). 8 Hasil
penelitian di RSUP H. Adam Malik pada tahun 2005-2009 tercatat ada 50 orang
anak yang menderita penyakit Hirschsprung. Dari 50 orang sampel tersebut,
distribusi tertinggi pada kelompok usia 0-2 tahun yaitu sebanyak 40 orang (80%).
Ada 36 orang (72%) berjenis kelamin laki-laki dan 14 orang (28%) berjenis
kelamin perempuan yang tercatat menderita penyakit Hirschsprung.9
2.2.3. Etiologi
Penyakit Hirschsprung disebabkan karena kegagalan migrasi sel-sel
saraf parasimpatis myenterik dari kranial ke kaudal. Sehingga sel ganglion selalu
tidak ditemukan dimulai dari anus dan panjangnya bervariasi ke proksimal.7
a
Mutasi Gen
Mutasi pada RET proto-oncogene, yang berlokasi pada kromosom 10q11.2, telah
ditemukan dalam kaitannya dengan penyakit Hirschsprung. Mutasi RET dapat
menyebabkan hilangnya sinyal pada tingkat molekular yang diperlukan dalam
pertubuhan sel dan diferensiasi ganglia enterik. Gen lainnya yang rentan untuk
penyakit Hirschsprung adalah endothelin-B receptor gene (EDNRB) yang
berlokasi pada kromososm 13q22. Sinyal dari gen ini diperlukan untuk
perkembangan dan pematangan sel-sel neural crest yang mempersarafi colon.
Mutasi pada gen ini paling sering ditemukan pada penyakit non-familial dan
short-segment. Endothelian-3 gene baru-baru ini telah diajukan sebagai gen yang
rentan juga. Defek dari mutasi genetik ini adalah mengganggu atau menghambat
pensinyalan yang penting untuk perkembangan normal dari sistem saraf enterik.
Mutasi pada proto-onkogen RET adalah diwariskan dengan pola dominan
autosom dengan 50-70% penetrasi dan ditemukan dalam sekitar 50% kasus
familial dan hanya 15-20% pada kasus sporadis. Mutasi pada gen EDNRB
diwariskan dengan pola pseudodominan dan ditemukan hanya 5% pada kasus familial,
biasanya pada kasus sporadis.7
c
Kelainan dalam lingkungan mikro pada dinding usus dapat mencegah migrasi selsel neural crest normal ataupun diferensiasinya. Suatu peningkatan bermakna dari
antigen major histocompatibility complex (MHC) kelas 2 telah terbukti terdapat
pada segmen aganglionik dari usus pasien dengan penyakit Hirschsprung, namun
tidak ditemukan pada usus dengan ganglionik normal pada kontrol, menunjukkan
suatu mekanisme autoimun pada penyakit ini.7
d
Matriks protein ekstraseluler adalah hal penting dalam perlekatan sel dan
pergerkan dalam perkembangan tahap awal. Kadar glycoproteins laminin dan
kolagen tipe IV yang tinggi dalam matriks telah ditemukan dalam segmen ususa
ganglionik. Perubahan dalam lingkungan mikro ini di dalam usus dapat mencegah
migrasi sel-sel normal neural crest dan memiliki peranan dalam etiologi penyakit
Hirschsprung.7
2.2.4. Faktor Risiko
Faktor risiko penyakit Hirschprung meliputi:10
a) Riwayat Keluarga
Risiko tertinggi terjadinya penyakit Hirschprung biasanya pada pasien yang
mempunyai
riwayat
keluarga
deangan
penyakit
Hirschprung.
Penyakit
hirschsprung lebih sering terjadi diturunkan oleh ibu aganglionosis dibanding oleh
ayah.
b) Riwayat Sindrom Down
Sekitar 12% dari kasus penyakit Hirschsprung terjadi sebagai bagian dari sindrom
yang disebabkan oleh kelainan kromosom. Kelainan kromosom yang paling
Ras/Etnis
Di Indonesia, beberapa suku ada yang memperbolehkan perkawinan kerabat dekat
(sedarah) seperti suku Batak Toba (pariban) dan Batak Karo (impal). Perkawinan
pariban dapat disebut sebagai perkawinan hubungan darah atau incest.
Perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat dan
memperbesar kemungkinan anak lahir dengan kelainan kongenital.
2.2.5. Tipe Hirschsprung
Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak kolon yang
terkena.Tipe Hirschsprung meliputi:11
Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecildari
rektum.
Short segment: Ganglion tidak ada pada rektum dan sebagian kecil dari
kolon.
Long segment: Ganglion tidak ada pada rektum dan sebagian besar kolon.
Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh kolon, rektum dan
kadang sebagian usus kecil.
berupa meconium
plug
syndrome,
stenosis
anus,
prematuritas,
enterokolitis nekrotikans, dan fisura ani. Sedangkan pada anak-anak yang lebih
besar diagnosis bandingnya dapat berupa konstipasi oleh karena beberapa
sebab, stenosis anus, tumor anorektum, dan fisura anus.18,19
2.2.9. Penatalaksanaan
2.2.9.1. Pengobatan
Pengobatan penyakit Hirschsprung terdiri atas pengobatan non bedah dan
pengobatan bedah. Pengobatan non bedah dimaksudkan untuk mengobati
komplikasi-komplikasi yang mungkin terjadi atau untuk memperbaiki keadaan
umum penderita sampai pada saat operasi definitif dapat dikerjakan. Pengobatan
non bedah diarahkan pada stabilisasi cairan, elektrolit, asam basa dan mencegah
terjadinya overdistensi sehingga akan menghindari terjadinya perforasi usus serta
mencegah terjadinya sepsis. Tindakan-tindakan nonbedah yang dapat dikerjakan
adalah pemasangan infus, pemasangan pipa nasogastrik, pemasangan pipa rektum,
pemberian antibiotik, lavase kolon dengan irigasi cairan, koreksi elektrolit serta
penjagaan nutrisi.8
2.2.9.2. Tindakan Pembedahan
Tindakan bedah pada penyakit Hirschsprung terdiri atas tindakan bedah
sementara dan tindakan bedah definitif. Tindakan bedah sementara dimaksudkan
untuk dekompresi abdomen dengan cara membuat kolostomi pada kolon yang
ditarik
ke
perineum
melalui
anus
tanpa
tegangan.
Puntung rektum diprolapskan dengan tarikan klem yang dipasang di dalam lumen.
Pemotongan rektum dilakukan 2 cm proksimal dari garis mukokutan, bagian
posterior dan bagian anterior sama tinggi (Prosedur Swenson I). Atau pemotongan
dilakukan dengan arah miring, 2 cm di bagian anterior dan 0,5 cm di bagian
posterior (prosedur Swenson II). Selanjut-nya, kolon proksimal ditarik ke
perineum melalui puntung rektum yang telah terbuka. Anastomosis dilakukan
dengan jahitan dua lapis dengan menggunakan benang sutera atau benang vicryl.
Setelah anastomosis kolorektal selesai dilaku-kan, kemudian rektum dimasukkan
kembali ke rongga pelvis. Reperitonealisasi dilakukan dengan perhatian pada
vaskularisasi kolon agar tidak terjahit. Penutupan dinding abdomen dilakukan
setelah pencucian rongga peritoneum. Kateter dan pipa rektal kecil dipertahankan
untuk 2 - 3 hari.21
b. Prosedur Duhamel
Pada tahun 1956, Duhamel memperkenalkan prosedur bedah definitif dengan
rektum dipertahankan. Kolon berganglion normal di proksimal ditarik melalui
retrorektal transanal dan dilakukan anastomosis kolorektal ujung ke sisi.
Kemudian kolon proksimal ditarik melalui retrorektal transanal dan dilakukan
anastomosis kolorektal ujung ke sisi. Prosedur Duhamel asli, anastomosis kolon
proksimal dilakukan pada sfingter anal internal dan dinilai kurang baik sebab
sering terjadi stenosis, inkontinensi, dan pembentukan fekaloma dalam puntung
rektum yang ditinggalkan terlalu panjang. Untuk mencegah kekurangan tersebut
di atas dikembangkan berbagai modifikasi.8,21
Reseksi segmen sigmoid dikerjakan seperti pada prosedur Swenson. Puntung
rektum dipotong sekitar 2-3 cm di atas dasar peritoneum dan ditutup dengan
jahitan dua lapis memakai benang sutera atau vicryl. Ruang retrorektal dibuka
sehingga seluruh permukaan dinding posterior rektum bebas. Sayatan endoanal
setengah lingkaran dilakukan pada dinding posterior rektum pada jarak 0,5 cm
dari linea dentata. Selanjutnya kolon proksimal ditarik retrorektal melalui insisi
endoanal
keluar
anus.
Mesokolon
diletakkan
di
bagian
posterior.
2.2.10. Komplikasi
Komplikasi
pasca
tindakan
bedah
penyakit
Hirschsprung
dapat
dari
anastomosis dan pembentukan striktur (5-15%), obstruksi usus (5%), abses pelvis
(5%), infeksi luka (10%), dan membutuhkan re-operasi kembali (5%) seperti
prolaps atau striktur.8
Enterokolitis
Enterokolitis menyumbang morbiditas dan mortalitas yang signifikan pada pasien
dengan penyakit Hirschsprung. Hasil enterokolitis dari proses inflamasi pada
mukosa dari usus besar atau usus kecil. Sebagai penyakit berlangsung, lumen usus
menjadi penuh dengan eksudat fibrin dan berada pada peningkatan risiko untuk
perforasi. Proses ini dapat terjadi di kedua bagian aganglionik dan ganglionik
usus. Pasien mungkin hadir pasca operasi dengan distensi perut, muntah, sembelit
atau indikasi obstruksi yang sedang berlangsung. Obstruksi mekanik dapat dengan
mudah didiagnosis dengan rektal digital dan barium enema.23
Aganglionosis Persistent
Jarang terjadi dan mungkin karena kesalahan patologis, reseksi tidak memadai,
atau hilangnya sel ganglion setelah di tarik keluar.
Inkontinensia
Hal ini mungkin hasil dari fungsi sfingter normal, ataupun kesalahan dalam
tindakan operasi sehingga penurunan sensasi, atau inkontinensia sekunder. Secara
umum manometri anorectal dan USG harus membantu dalam membedakan antara
diagnosa ini.
Beberapa hal dicatat sebagai faktor predisposisi terjadinya penyulit pasca
operasi, diantaranya : usia muda saat operasi, kondisi umum penderita saat
operasi, prosedur bedah yang digunakan, keterampilan dan pengalaman dokter
bedah, jenis dan cara pemberian antibiotik serta
perawatan
pasca bedah.
jikalau
kita
mencermati
perbedaan
prosedur
operasi
yang
2.2.11. Prognosis
Kelangsungan hidup pasien dengan penyakit Hirschsprung sangat
bergantung pada diagnosis awal dan pendekatan operasi. Secara umum
prognosisnya baik, 90% pasien dengan penyakit Hirschsprung yang mendapat
tindakan pembedahan mengalami penyembuhan dan hanya sekitar 10% pasien
yang masih mempunyai masalah dengan saluran cernanya sehingga harus
dilakukan kolostomi permanen. Angka kematian akibat komplikasi dari tindakan
pembedahan pada bayi sekitar 20%.8,23
2.3. Stoma
Stoma adalah lubang buatan pada abdomen utnuk mengalirkan urine atau
faeces keluar dari tubuh.24
Macam-macam Stoma :
1. Colostomy (Lubang buatan di usus besar)
2. Tracheostomy (Lubang buatan di tenggorok)
3. Urostomy (Lubang buatan di kandung kemih)
b) Kolostomi24,25
Dari kata kolon yang artinya usus besar dan stoma yang artinya mulut
diartikan disini sebagai mulut yang dibuat dari usus besar dan lebih dikenal
sebagai anus buatan.
Kolostomi dikerjakan / dibuat pada keadaan :
1) Kanker usus besar terletak pada kolon rectum distal (kurang 5 cm dari batas
anus)
2) Kanker genitalia yang sudah mengenai otot anus
3) Kanker usus besar yang terlambat dioperasi walaupun terletak dari 5 cm diatas
anus.
c) Perawatan Colostomy26
1. Penjelasan yang baik pada penderita maupun keluarga baik sebelum dan
sesudah operasi.
2. Kosongkan pouch (kantong) beberapa kali sehari dan ganti setiap 1-3 hari atau
bila terjadi perembesan, cara :
a. Persiapkan pouch pengganti
b. Lepas / angkat pouch yang diganti
c. Perhatikan keadaan kulit sekitar stoma (adakah luka, iritasi, atau radang),
bersihkan kulit dengan air hangat tanpa sabun atau alcohol atau desinfektans
d. Pasang pouch yang baru.
BAB 3
LAPORAN KASUS
IDENTITAS PASIEN
Nama
: Fitri Karunia Tasya Br Tarigan
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 5 tahun 8 bulan
No. Rekam Medik
: 00.64.01.89
Ruangan
: RB2A
Tanggal masuk
: 31 Mei 2015
ANAMNESIS
Keluhan utama
Telaah
BB lahir tidak jelas. Riwayat antenatal care oleh bidan. Pasien merupakan anak ke
dua dari dua bersaudara. Anak pertama laki-laki lahir normal dan pertumbuhan
normal. Riwayat kelainan kongenital dalam keluarga (-). Usia ibu saat hamil 24
tahun. Ibu tidak menderita DM ataupun hipertensi saat hamil. Ibu tidak
mengkonsumsi obat ataupun jamu.
RPT
: Hirschsprung disease
RPO
: Post Sigmoidestomy
STATUS PRESENS
Sensorium
: Compos Mentis
Tekanan darah
: 100/60 mmHg
Nadi
: 96 x/menit
Pernafasan
: 16 x/menit
Suhu
: 36,5C
PEMERIKSAAN FISIK
Kepala
Mata: pupil isokor 3mm, refleks cahaya (+/+), konjungtiva palpebra inferior
pucat (-/-), sklera ikterik (+/+)
Telinga/ hidung/ mulut: dalam batas normal
Leher
Toraks
Inspeksi
: simetris fusiformis
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
Abdomen
Inspeksi
Palpasi
Perkusi
Auskultasi
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Hasil pemeriksaan laboratorium
22 April 2015
JENIS PEMERIKSAAN
HEMATOLOGI
Darah Lengkap (CBC)
Hemoglobin (HBG)
Eritrosit (RBC)
Leukosit (WBC)
Hematokrit
Trombosit (PLT)
MCV
MCH
MCHC
RDW
MPV
PCT
PDW
LED
Hitung jenis
Neutrofil
Limfosit
Monosit
Eosinofil
Basofil
Neutrofil Absolut
Limfosit Absolut
Monosit Absolut
Eosinofil Absolut
Basofil Absolut
HST
Waktu Protrombin
Pasien
Kontrol
INR
APTT
SATUAN
HASIL
RUJUKAN
g%
105/mm3
103/mm3
%
103/mm
Fl
Pg
g%
%
fL
%
fL
mm/jam
12.2
4.56
12.64
37.5
284
82.20
26.80
32.50
13.20
9.20
0.26
9.6
9
11,3 14,1
4.40 4.48
4.5 13.5
37 41
150 450
81 95
25 29
29 31
11.6 14.8
7.0 10.2
%
%
%
%
%
103/l
103/l
103/l
103/l
103/l
30.20
47.60
6.60
15.00
0.600
3.81
6.02
0.84
1.89
0.08
37 80
20 40
28
16
01
2.4 7.3
1.7 5.1
0.2 - 0.6
0.10 0.30
0 0.1
detik
detik
12.5
13.00
0.96
<20
Pasien
detik
Kontrol
detik
Waktu Trombin
Pasien
detik
Kontrol
detik
AGDA
pH
pCO2
mmHg
pO2
mmHg
Bikarbonat (HCO3)
mmol/L
Total CO2
mmol/L
Kelebihan Basa (BE)
mmol/L
Saturasi O2
%
HATI
Albumin
g/dL
METABOLISME KARBOHIDRAT
Glukosa Darah (Sewaktu)
mg/ dL
GINJAL
Ureum
mg/ dL
Kreatinin
mg/ dL
Elektrolit
Natrium (Na)
mEq/L
Kalium (K)
mEq/L
Klorida (Cl)
mEq/L
34.7
32.0
13.4
17.0
7.262
23.3
61.9
10.2
10.9
-14.7
85.7
7.35-7.45
38-42
85-100
22-26
19-25
(-2)-(+2)
95-100
4.5
3.8-5.4
99.50
<200
13.5
0.32
<50
0.32 0.59
137
4.9
103
135 155
3.6 5.5
96 106
DIAGNOSA KERJA
Hirschsprung disease post sigmoidestomy + retraksi stoma
PENATALAKSANAAN
Tirah baring
Diet MB
IVFD RL 18 gtt/i
Rencana dilakukan operasi repair stoma besok (1 Juni 2015)
PERSIAPAN OPERASI
1
2
3
4
5
6
Abdomen:
Abdomen:
(+)
P: timpani
P: timpani
Hirschsprung
Disease
post Hirschsprung
Disease
post
Diet MB
Diet MB
BAB 4
KESIMPULAN
Perempuan, 5 tahun 8 bulan datang dengan keluhan stoma tertarik ke
dalam. Pasien sebelumnya telah di diagnosa dengan Hirschsprung Disease dan
telah dilakukan Sigmoidestomy pada bulan September 2014. Pada pasien ini
dilakukan tindakan Repair Stoma.
DAFTAR PUSTAKA
after surgery for Hirschsprungs disease. J Pediatr Surg 1997; 32: 1443
Fonkalsrud. Hirschsprungs disease. In:Zinner MJ, Swhartz SI, Ellis H,
editors. Maingots Abdominal Operation. 10th ed. New York: Prentice-Hall
intl.inc.;1997.p.2097-105
Nur Rahmat Wibowo, Hermanto, BAB 1 dalam: Hirschsprungs Disease.
Surgery.
3rd
edition.
W.B.
Saunders
Company.
Jakarta.
Verawati, S. 2010. Karakteristik Bayi yang Menderita Penyakit Hirschprung
Hirschprung
Disease.
http://emedicine.medscape.com/article/178493-overview#showall (Diakses
tanggal 9 Juni 2015)
11 Hackam D.J., Newman K., Ford H.R. 2005. Pediatric Surgery in Schwartzs
Principles of Surgery. 8th edition. McGraw-Hill. NewYork. Page 14961498.
12 Martini, Frederic H., Judi, Nath., & Edwin, Bartholomew. Martini :
Fundamentals of Anatomy & Physiology 9th Edition.
13 Pasumarthy L, Srour JW. Hisrschprungs Disease: A Case to Remember.
Practical Gastroenterology. 2008: 42-45.
14 Nurko SMD. Hirschsprungs Disease. Center for Motility and Functional
Gastrointestinal Disorder.2007.
15 Wyllie, R. 2004. Motility Disorders and Hirschsprung Disease in Nelson
Textbook of Pediatrics 17th ed. USA: Saunders, An Imprint of Elsevier.
Chapter 313
16 Kessmann, J. 2006. Hirschsprungs Disease: Diagnosis and Management.
Available from: http://www.aafp.org/afp/2006/1015/p1319.pdf
17 Yoshida, C. 2013. Hirschsprung Disease Imaging. Available from: http://
http://emedicine.medscape.com/article/409150-overview#a19
18 Izadi M, Mansour MF, Jafarshad R, Joukar F, Bagherzadeh AH, Tareh F.
Clinical Manifestations of Hirschsprungs Disease: A Six Year Course
Review of Admitted Patients in Gilan, Northern Iran. Middle East Journal of
Digestive Diseases. 2009;1:68-73.
19 Theodore Z, Polley JR, Coran GA. Hirschsprung's Disease In The
Newborn. Pediatric Surgery International. 1986:80-83.
20 Lee,
Steven
L,
(2005),
Hirschprung
Disease.
Disease.