You are on page 1of 2

Nama

NIM
STASE: IKK
Periode

: Berthy Al Mungiza
: 20100310078
(Puskesmas Wirobrajan)
: 22 Februari - 5 Maret 2016

REFLEKSI ROTASI KEPANITERAAN KLINIK KEDOKTERAN KELUARGA


Selama dua minggu menjalani stase Ilmu Kedokteran Keluarga (IKK), telah membuat
saya mendapatkan pengalaman baru yang lebih membuka pandangan saya terhadap apa
sebenarnya makna dari pekerjaan kita sebagai seorang pelayan kesehatan. Dokter bukan
hanya sebuah pekerjaan yang tugasnya bertanya tentang keluhan pasien, bukan hanya
pemeriksa fisik seorang pasien, bukan hanya pemberi obat pada pasien, tapi dokter adalah
seorang pelayan kesehatan yang seharusnya bisa memahami betul seorang pasiennya untuk
dapat membantu meringankan penyakit yang ia derita. Karena sebuah penyakit tak hanya
berasal dari fisik semata, tapi pikiran, perasaan, beban mental, pengaruh sebuah lingkungan
juga bisa menambah keparahan sebuah penyakit fisik bahkan membuat penyakit psikis itu
sendiri.
Pada saat saya mengikuti rotasi klinik kedokteran yang lain, harus saya akui bahwa
mungkin saya hanya terfokus untuk menggali sebuah penyakit fisik/disease yang pasien
keluhkan kepada saya. Bagaimana perasaan mereka saat diberitahu apa penyakit yang mereka
derita, seberapa besar beban yang harus mereka tanggung selama menderita penyakit itu,
entah beban psikis, beban sosial, beban ekonomi atau apakah keluarganya dan orang
terdekatnya ada untuk mendukung mereka, saya tidak memahami itu.
Tapi pada rotase klinik ini, saya belajar untuk bisa memahami dan mengerti seseorang
sebagai suatu kesatuan yang utuh. Dimana saya belajar menggali penyakit pasien secara
menyeluruh baik dari aspek disease, illness, aspek keluarga, sosial, kegamaan, ekonomi, dan
aspek lainnya yang saling mendukung satu sama lain yang berkaitan dengan keluhan pasien.
Pada rotasi ini saya juga melakukan kunjungan rumah dan melakukan analisis terhadap
rumah dan lingkungan sekitar pasien yang bisa saja berkaitan erat dengan kesehatan pasien.
Saya memiliki seorang pasien yang saat datang ke puskesmas mengeluh sulit tidur
yang sudah dirasakan kambuh-kambuhan sejak 5 tahun yang lalu. Selain itu pasien juga ingin
kontrol Hipertensi dan Diabetes Melitus tipe 2 yang masing-masing sudah ia alami selama 5
tahun dan 1 tahun belakangan ini. Saat saya melakukan anamnesis secara komprehensif
(disease dan illness) dan melakukan penilaian keluaga dengan menggunakah perangkat
Genogram, bentuk keluarga, family life cycle, family map, family SCREEM, family APGAR,
family life line dan penilaian tehadap lingkungan rumah dengan indikator PHBS.
Ternyata setelah dilakukan penilaian, terbukti bahwa tidak selalu keluhan pasien itu
murni berasal dari penyakit fisik. Ada beberapa hal yang sering dikesampingkan oleh kita
sebagai dokter dalam mendiagnosis pasiennya. Hal-hal inilah yang mungkin menjadi faktor
risiko atau komorbid yang kuat pada penyakit pasien sekarang. Setelah digali lebih dalam,
ternyata pasien memiliki trauma yang sangat mendalam terhadap perbuatan suaminya 10
tahun yang lalu. Ditambah dengan sifat pasien yang lebih cenderung memendam masalah,
semua hal ini membuatnya stress. Pasien jadi sering makan tidak teratur, menu makanan
berantakan, sulit tidur, mudah khawatir dan cemas terhadap situasi disekelilingnya terutama
hal-hal yang mengingatkan dirinya terhadap peristiwa traumatis tersebut.
Saat pasien didiagnosis Hipertensi, pasien pun sempat berpikir apakah ini karena
dirinya yang selama bertahun-tahun ini selalu memendam semua masalahnya sendiri dan
tidak menjaga kesehatan dirinya dengan baik. Pada tahun 2012, pasien juga pernah
mengalami serangan stroke dan didiagnosis stroke dengan perdarahan hingga dirawat selama
2 minggu di PKU Muhammadiyah Yogyakarta. Pasien sempat mengalami kelumpuhan

sementara diseparuh badannya sebelah kanan. Dan 3 tahun kemudian, pasien didiagnosis
Diabetes Mellitus tipe 2, saat itu pasien hanya bisa pasrah dan tawakal dalam menghadapi
cobaan ini dan menyerahkan segalanya kepada Allah SWT. Karena itu pasien pun termasuk
pasien yang rutin kontrol Hipertensi dan Diabetes Mellitus di Puskesmas Wirobrajan. Dan
hingga saat ini baik tekanan darah dan gula darah pasien dapat terkontrol dengan baik.
Disinilah harusnya prinsip-prinsip kedokteran keluarga kita terapkan untuk bisa
meringankan beban pasien. Hal yang dapat kita lakukan sesuai prinsip kedokteran keluarga
antara lain:
1. Pelayanan tingkat pertama (primary care) yaitu melakukan pengelolaan terhadap
Hipertensi dan DM yang dialami pasien,
2. Pelayanan yang mengutamakan promosi dan pencegahan (promotif dan preventive), yaitu
melakukan pencegahan terjadinya komplikasi dari penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus pada pasien
3. Pelayanan bersifat pribadi (personal care) yaitu memahami pasien ini secara pribadi dan
menghormati otonomi pasien.
4. Pelayanan paripurna (comprehensive care) yaitu dengan manajemen komprehensif
mangatasi keluhan fisik pasien, DM dan hipertensi, pengelola masalah psikologis dan
sosial yang dialami pasien tesebut terkait masalah dengan manajemen stress pasien
5. Pelayanan menyeluruh (holistic care) yaitu dengan mengelola pasien ini dengan prinsip
bio-psiko sosial dan spiritual, sehingga kita tidak hanya terfokus pada fisik semata
seperti yang kita gali diatas.
6. Pelayanan berkesinambungan (continuum care) yaitu dengan mengetahui perkembangan
penyakit yang dialami pasien setiap waktu sehingga kita bisa mengelolanya,
7. Pelayanan terpadu (integrated care) yaitu pelayanan dimana kita memandang pasien
sebagai bagian integral dari keluarga dan komunitasnya. Jadi peran dan pengaruh
keluarga dan masyarakat sekitar pasien sangat besar pada pengelolaan penyakit pasien.
Begitu juga sebaliknya penyakit pasien dapat mempengaruhi lingkungan sekitarnya.
Sebagai dokter kita harus bisa merangkul keluarga dan orang terdekat pasien untuk
mendukung dan membantu pasien mengontrol penyakitnya,
8. Pelayanan terkoordinasi dan kolaboratif, melakukan perawatan yang terkoordinasi dan
bila memerlukan kolaborasi dengan bidang lain maka kita lakukan kolaborasi atau
rujukan. Bila pasien belum bisa melakukan manajemen stress yang baik dan masih
trauma terhadap permasalahan yang lalu hingga membuatnya hidupnya dipenuhi
kecemasan, bisa kita konsulkan ke psikolog.
9. Kualitas dan hemat biaya perawatan. Artinya jika kita mau memahami seorang pasien
secara keseluruhan dari segala aspek, kita bisa memutuskan pengelolaan pasien dengan
lebih efektif termasuk dari segi biaya. Ini akan sangat bermanfaat apalagi jika pasien
memang berasal dari status ekonomi rendah.
Saya mengharapkan kedepannya prinsip-prinsip kedokteran keluarga bisa dilakukan
atau diaplikasikan dalam praktik kedokteran sehari-hari agar kita dapat mengelola pasien
sebagaimana kodrat mereka sebagai individu yang utuh dengan berbagai aspek kehidupan.

You might also like