You are on page 1of 15

BAB I

ALKALIMETRI DAN ASIDIMETRI

1.1. Alkalimetri
1.1.1. Tujuan Percobaan
1. Membuat larutan standard NaOH 0,1 N.
2. Standardisasi NaOH dengan asamoksalat.
3. Menentukan kemurnian asam dalam asamcuka yang diperdagangkan.
1.1.2. Tinjauan Pustaka
Istilah titrasi merujuk ke proses pengukuran volume titran yang diperlukan
untuk mencapai titik ekuivalen.
(R. A. Day, A. L. Underwood, 1996)

Asidimetri dan alkalimetri termasuk reaksi netralisasi yakni reaksi antara ion
hidrogen yang berasal dari asam dengan ion hidroksida yang berasal dari basa untuk
menghasilkan air yang bersifat netral.
Alkalimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawasenyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa.
Dalam analisis titrimetri atau analisis volumetri atau analisis kuantitatif
dengan mengukur volume, sejumlah zat yang diselidiki direaksikan dengan larutan
baku (standard) yang kadar atau konsentrasinya telah diketahui secara teliti dan
reaksinya berlangsung secara kuantitatif.
Larutan baku tiap liternya berisi sejumlah berat ekuivalen senyawa baku.
Berat atau kadar bahan yang diselidiki dihitung dari volume larutan serta kesetaraan
kimianya. Kesetaraan kimia ini dapat diketahui dari persamaan reaksinya.
Larutan baku diteteskan dari buret kepada larutan yang diselidiki dalam
tempatnya, misalnya labu Erlenmeyer. Larutan baku yang diteteskan dapat pula
disebut sebagai titran. Saat yang menyatakan reaksi telah selesai disebut dengan titik
ekuivalen yang berarti bahwa bahan yang diselidiki telah bereaksi dengan senyawa
baku secara kuantitatif sebagaimana dinyatakan dalam persamaan reaksi.

Selesainya titrasi harus dapat diamati dengan suatu perubahan yang dapat
dilihat jelas. Ini dapat dilihat dengan berubahnya warna atau dengan terbentuknya
endapan (kekeruhan). Perubahan ini dapat diamati karena larutan bakunya sendiri
atau dengan bantuan larutan (zat lain) yang disebut dengan indikator. Saat terjadinya
perubahan yang terlihat dan menandakan titrasi harus diakhiri disebut titik akhir
titrasi yang menyatakan volume larutan baku yang terpakai dari buret sekian mililiter.
Suatu larutan standard (baku) dapat dibuat dengan cara melarutkan sejumlah
senyawa baku tertentu yang sebelumnya senyawa tersebut ditimbang secara tepat
dalam volume larutan yang diukur dengan tepat.
Larutan standard ada dua macam yaitu:
1. Larutan baku primer
Larutan baku primer mempunyai kemurnian yang tinggi.

2. Larutan baku sekunder


Larutan baku sekunder harus dibakukan dengan larutan baku primer. Suatu
proses dimana larutan baku sekunder dibakukan dengan larutan baku primer
disebut dengan standardisasi.
Suatu senyawa dapat dipergunakan sebagai baku primer jika memenuhi
syarat-syarat sebagai berikut:
1. Mudah didapat, dimurnikan, dikeringkan, dan disimpan dalam keadaan
murni.
2. Mempunyai kemurnian yang sangat tinggi (100 0,02)% atau dapat
dimurnikan dengan penghabluran kembali.
3. Tidak berubah selama penimbangan (zat yang higroskopis bukan merupakan
baku primer).
4. Tidak teroksidasi oleh O2 dari udara dan tidak berubah oleh CO2 dari udara.
5. Susunan kimianya tepat sesuai jumlah.

6. Mempunyai berat ekuivalen yang tinggi, sehingga kesalahan penimbangan


akan menjadi lebih kecil.
7. Mudah larut.
8. Reaksi dengan zat yang ditetapkan harus stokiometri, cepat, dan terukur.
Untuk dapat dilakukan analisis volumetri harus dipenuhi syarat-syarat
sebagai berikut:
1. Reaksinya harus berlangsung sangat cepat. Kebanyakan reaksi ion memenuhi
syarat ini.
2. Reaksinya harus sederhana serta dapat dinyatakan dengan persamaan reaksi.
Bahan yang diselidiki bereaksi sempurna dengan senyawa baku dengan
perbandingan kesetaraan stoikiometri.
3. Harus ada perubahan yang terlihat pada titik ekuivalen tercapai, baik secara
kimia maupun secara fisika.
4. Harus ada indikator jika 3 syarat tidak dipenuhi.
( Ibnu Ghoib Gandjar, 2010)

Asam Asetat (Acetic Acid, Ethanoic Acid, Methyl Carboxylic Acid) adalah
senyawa kimia dengan rumus molekul CH 3COOH, berupa cairan jernih tidak
berwarna, berbau tajam, dan berasa asam. Bahan kimia ini memiliki titik didih sekitar
117,9 C pada tekanan 1 atm, dan pada konsentrasi tinggi akan menimbulkan korosi
pada berbagai jenis logam.
Asamasetat murni dinamakan asam asetat glacial karena memilki titik beku
16,7 C dan merupakan cairan higroskopis tak berwarna. Asam asetat bersifat korosif
terhadap banyak logam. Dan asam asetat juga mengalami reaksi-reaksi
asamkarboksilat. Seperti, bereaksi dengan alkali, dan bereaksi dengan garam
karbonat atau bikarbonat.
(http://wordpress.com/11/01/2011)

Natrium hidroksida bersifat sebagai basa kuat yang larut dalam air, sehingga
sering digunakan sebagai larutan standard alkali dalam analisis. Natrium hidroksida
menjadi basa penting yang paling sering digunakan karena harganya lebih murah,
tetapi hidroksida ini tidak dapat diperoleh dalam kondisi murni, karena sifat
higroskopis.
Pembuatan larutan standard bahan ini tidak bisa langsung dengan
menimbang dan melarutkan padatan NaOH. NaOH harus terbebas dari kadar
karbonat dengan cara:
1. Mencuci secara cepat permukaan padatan NaOH dengan air.
2. Untuk preparasi larutan NaOH pekat, maka sejumlah tertentu NaOH dan
akuades didiamkan dalam wadah tertutup, menyisakan karbonat yang tidak
larut. Cairan jernih supernatan dituang dan diencerkan.
3. Metode penukaran anion.
(Didik Setyo Widodo, 2010)

Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk
fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa
terletak pada titik ekuivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam
atau basa, larut, stabil, dan menunjukan perubahan warna yang kuat serta biasanya
adalah zat organik.
(S.M. Khopkar, 1990)

Untuk mengetahui kapan penambahan larutan standard itu harus dihentikan,


digunakan suatu zat yang biasanya berupa larutan, yang disebut larutan indikator
yang ditambahkan dalam larutan yang diuji sebelum penetesan larutan uji dilakukan.
Larutan indikator ini menanggapi munculnya kelebihan larutan uji dengan perubahan
warna. Perubahan warna ini dapat atau tidak dapat tepat pada titik kesetaraan
(ekuivalensi). Fenolftalein atau disebut juga PP adalah indikator titrasi yang lain yang
sering digunakan, dan fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.

Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah
muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke
arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida
menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk
menggantikannya mengubah indikator menjadi merah muda.
Setengah tingkat terjadi pada pH 9,3. Karena pencampuran warna merah
muda dan tak berwarna menghasilkan warna merah muda yang pucat, hal ini sulit
untuk mendeteksinya dengan akurat.
(http://wordpress.com/11/01/2011)

Indikator PP yang memiliki rentan pH yang relatif sama tidak dapat


digunakan apabila titrasi dilakukan pada suhu kamar, karena terpengaruh terhadap
keberadaan CO2.
(Didik Setyo Widodo, 2010)

Indikator asam basa adalah zat yang berubah warnanya atau membentuk
fluoresen atau kekeruhan pada suatu range (trayek) pH tertentu. Indikator asam basa
terletak pada titik ekuivalen dan ukuran dari pH. Zat-zat indikator dapat berupa asam
atau basa, larut, stabil, dan menunjukan perubahan warna yang kuat serta biasanya
adalah zat organik.
Indikator asam basa secara garis besar dapat diklasifikasikan dalam tiga
golongan:
a. Indikator flatelin dan indikator sulfoftatelein
Indikator flatelin dibuat dengan kondensasi antara anhidrida fltalein dengan
fenol yaitu fenoftalein. Pada pH 8,0-9,8 berubah warnanya menjadi merah.
Indikator sulfoftalein dibuat dari kondensasi anhidrida ftalein dan sulfonat.
b. Indikator azo

Diperoleh dari reaksi amina romatik dengan garam dizonium (senyawa benzen
yang

berikatan

dengan

nitrogen)

seperti

metil

yellow

atau

p-

dimetilaminoazobenzena. Perubahan warna terjadi pada larutan asam kuat.


c. Indikator trifenilmetana
Indikator ini tidak larut dalam air dan satu golongan dengan indikator
malatichite green, metil violet, dan kristal violet.
(S.M. Khopkar, 1990)

Indikator campuran digunakan untuk menunjukan perubahan warna yang


tajam pada titik akhir titrasi. Contoh indikator campuran:
a. Campuran yang sama banyak antara merah netral dan biru metilen.
b. Campuran antara 3 bagian fenolflatein dengan 1 bagian alfa noftoflatein.
c. Campuran dari 3 bagian biru timol dengan 1 bagian karesol merah.
(Ibnu Ghoib Gandjar, Abdul Rohman, 2010)

1.1.3. Alat dan Bahan


A. Alat alat yang digunakan:
-

batang pengaduk

beakerglass

botol aquadest

buret

corong kaca

Erlenmeyer

gelas arloji

gelas ukur

karet penghisap

labu ukur

neraca digital

pipet tetes

pipet volume

statif dan klem

B. Bahan bahan yang digunakan:


-

aquadest (H2O)

asamcuka (CH3COOH)

asamoksalat (H2C2O4.2H2O)

natriumhidroksida (NaOH)

phenolptalein (C20H14O4)

1.1.4. Prosedur Percobaan


A. Membuat larutan standard NaOH 0,1 N 500 mL
-

Menimbang NaOH kristal dengan gelas arloji

Melarutkan dengan aquadest dalam labu ukur 500 mL

Mengocok pelanpelan sampai larut, kemudian mengencerkan sampai


tanda batas

B.

Menyimpan larutan dalam botol tertutup.

Standardisasi NaOH dengan asamoksalat (0,1 N)


-

Menimbang asamoksalat dengan gelas arloji

Memasukkan dalam labu ukur 100 mL, kemudian melarutkan dengan


aquadest sampai tanda batas

Mengambil 10 mL larutan asamoksalat dan menambahkan indikator PP


sebanyak 3 tetes

Menstandardisasi dengan larutan NaOH sampai dengan berubah dari tidak


jernih menjadi warna pink

C.

Mengulangi percobaan sampai 3 kali.

Penentuan kadar asam dalam asam cuka yang diperdagangkan


-

Menimbang beakerglass kosong kemudian memasukkan 5 mL asamcuka


contoh dan menimbang lagi sehingga diperoleh berat asamcuka

Melarutkan dengan aquadest sampai volumenya 100 mL

Memipet 10 mL kemudian memasukkan dalam Erlenmeyer dan


menambahkan 4 tetes indikator PP

Menitrasi dengan larutan standard NaOH sampai warna merah jambu dan
mencatat volume yang diperlukan

Mengulangi percobaan diatas sampai 3 kali.

1.1.5. Data Pengamatan


Tabel 1.1.5.1. Data pengamatan standardisasi larutan NaOH dengan
asamasamoksalat.
Keterangan

II

III

Berat teliti bahan baku (gr)

Berat ekivalen bahan baku (gr)

40

40

40

Volume larutan baku (mL)

500

500

500

Volume lar. yang dititrasi (mL)

10

10

10

Volume larutan peniter (mL)

10,5

10,3

10,2

Tabel 1.1.5.2. Data pengamatan menentukan kadar asam dalam asamcuka


yang diperdagangkan.
Keterangan

II

III

Berat botol timbang kosong (gram)

103,73

103,73

103,73

Berat bolol timbang isi (gram)

108,80

108,80

108,80

Berat asam cuka (gram)

5,1

5,1

5,1

Volume asam cuka (mL)

Volume asam cuka yang dititrasi (mL)

22,5

22,3

22,4

1.1.6. Persamaan Reaksi


A. Standardisasi larutan NaOH dengan asamoksalat
2NaOH

C2H2O4.2H2O

(natriumhidroksida)

(asamoksalat)

Na2C2O4

(natriumoksalat)

4H2O
(air)

B. Menentukan kadar asamasetat dalam asamcuka yang diperdagangkan


CH3COOH

(asamasetat)

NaOH

(natriumhidroksida)

CH3COONa
(natriumasetat)

H2O
(air)

(Nurhayati Rahayu dan Jhodi P. G, 2009)

1.1.7. Hasil Perhitungan


A. Membuat larutan standard NaOH 0,1 N 500 mL
WNaOH 1000

BE
V
=
NaOH
N
W 1000

40 500
1
0,1
=
W
= 2 gr
Jadi, untuk membuat larutan standard NaOH 0,1 N sebanyak 500 mL
dibutuhkan 2 gr NaOH untuk dilarutkan dengan aquadest sampai 100 mL.
B. Membuat larutan asamoksalat 0,1 N sebanyak 100 mL

N H C O .2H O
2

0,1
W H C O .2H O
2

W H2C2O4.2H2O 1000

BEH2C2O4.2H2O
V
W H2C2O4.2H2O 1000

126
100
2

= 0,63 gr

Jadi, untuk membuat larutan asamoksalat 0,1 N sebanyak 100 mL dibutuhkan


0,63 gr asamoksalat untuk dilarutkan dengan aquadest sampai 100 mL.

C. Standardisasi larutan NaOH dengan asamoksalat

VNaOH rata-rata

10,5 10,3 10,2


3

= 10,3 mL
(V N) NaOH

= (V N) H C O .2H O
2

10,3 N NaOH = 10 0,1


N NaOH

= 0,097 N

Jadi normalitas larutan NaOH hasil standardisasi dengan asamoksalat adalah


0,0917 N.
D. Menentukan kadar asam dalam asamcuka yang diperdagangkan

VNaOH rata-rata

22,5 22,3 22,4


2

= 22,4 mL
(V N)NaOH . BE CH3COOH
mg sampel fg
% CH3COOH =

% CH3COOH =

x 100 %
(22,4 0,097) 60
10
5100
100

x 100 %

= 25,5 %
Jadi, kadar asam dalam asamcuka yang diperdagangkan adalah 25,5 %.

1.1.8. Pembahasan
A. Membuat larutan standard NaOH 0,1 N.
Pada standardisasi larutan NaOH dengan asamoksalat (H2C2O4) diperoleh
normalitas NaOH hasil percobaan adalah 0,097 N sedangkan secara teoritis
normalitas NaOH adalah 0,1 N Hal ini disebabkan karena:
-

NaOH belum terbebas dari kadar karbonat

Terpengaruh pada keberadaan CO2

Sifat NaOH higroskopis

Titrasi dilakukan pada suhu kamar

Pada standardisasi larutan NaOH digunakan indikator PP, karena indikator PP


adalah indikator dengan jangkauan pH mencapai 9,3 sehingga sesuai dengan
pH larutan basa saat mencapai titik ekivalen.
B. Menentukan kadar asam dalam cuka yang deperdagangkan.
Secara teori kadar asamcuka adalah 25 %, tetapi dalam percobaan kadar
asamcuka yang diperoleh dari analisa ini adalah 25,5 %. Hal ini dikarenakan:
-

Konsentrasi larutan standard yang tidak sesuai dengan kadar secara


teoritis

Titrasi dilakukan pada suhu kamar


(Didik Setyo Widodo, 2010)

1.1.9. Kesimpulan

1.

Standardisasi NaOH dengan asamoksalat (H2C2O4.2H2O) pada percobaan


diperoleh normalitas NaOH sebesar 0,097 N.

2.

Kadar asamasetat dalam asamcuka yang diperdagangkan pada percobaan


adalah 25,5 %.

TUGAS DAN PERTANYAAN

1. Jelaskan tentang pengertian alkalimetri!


Alkalimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawasenyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
( Ibnu Ghoib Gandjar, 2010)

2. Jelaskan perbedaan alkalimetri dan asidimetri!


Alkalimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawasenyawa yang bersifat asam dengan menggunakan baku basa. Sedangkan
asidimetri merupakan penetapan kadar secara kuantitatif terhadap senyawasenyawa yang bersifat basa dengan menggunakan baku asam.
( Ibnu Ghoib Gandjar, 2010)

3. Sebutkan persamaan reaksi yang terjadi dalam alkalimetri!


Standardisasi larutan NaOH dengan asamoksalat:
2NaOH

C2H2O4.2H2O Na2C2O4

(natriumhidroksida)

(asamoksalat)

(natriumoksalat)

4H2O
(air)

Menentukan kadar asamasetat dalam asamcuka yang diperdagangkan:


CH3COOH
(asamasetat)

NaOH
(natriumhidroksida)

CH3COONa

(natriumasetat)

H2O
(air)

(Nurhayati Rahayu dan Jhodi P. G, 2009)

4. Bagaimana normalitas teoritis dan percobaan? Jika kurang atau melebihi,


berikan alasannya!
Pada standardisasi larutan NaOH dengan asamoksalat (H 2C2O4) diperoleh
normalitas NaOH hasil percobaan adalah 0,097 N sedangkan secara teoritis
normalitas NaOH adalah 0,1 N Hal ini disebabkan karena:
-

NaOH belum terbebas dari kadar karbonat

Terpengaruh pada keberadaan CO2

Sifat NaOH higroskopis

Titrasi dilakukan pada suhu kamar.


(Didik Setyo Widodo, 2010)

5. Bagaimana cara membuat larutan asam oksalat 0,1 N sebanyak 100


mL?

N H C O .2H O
2

0,1

W H C O .2H O
2

W H2C2O4.2H2O 1000

BEH2C2O4.2H2O
V
W H2C2O4.2H2O 1000

126
100
2

= 0,63 gr

Jadi, untuk membuat larutan asamoksalat 0,1 N sebanyak 100 mL dibutuhkan


0,63 gram asam oksalat untuk dilarutkan dengan aquadest sampai 100 mL.
(Didik Setyo Widodo, 2010)

You might also like