You are on page 1of 14

Nama : Muttaqin Syah Putra

NIM : 1361305005

Jenis-Jenis Akad Transaksi Syariah

A. Defenisi Akad
Akad berasal dari bahasa Arab aqada artinya mengikat atau mengokohkan. Secara
bahasa pengertiannya adalah ikatan, mengikat.
Syarat umum yang harus dipenuhi suatu akad menurut ulama fiqh antara lain, pihak-pihak
yang melakukan akad telah cakap bertindak hukum, objek akad harus ada dan dapat
diserahkan ketika akad berlangsung, akad dan objek akadnya tidak dilarang syara, ada
manfaatnya, ijab dan qabul dilakukan dalam satu majelis dan tujuan akad harus jelas dan
diakui syara.
Karena itulah ulama fiqh menetapkan apabila akad telah memenuhi rukun dan syarat
mempunyai kekuatan mengikat terhadap pihak-pihak yang melakukan akad. Hal ini sejalan
dengan Firman Allah SWT. Dalam surat Al-Maidah ayat 5 yang artinya Hai orang-orang
beriman, penuhilah akad-akad itu.
a. Jenis Akad Transaksi Jual-Beli Dalam Perdagangan
1. Salam
Salam , perjanjian jual beli, dengan cara pemesanan barang dengan spesifikasi
tertentu yang dibayar di muka dan

penjual harus menyediakan barang tersebut dan

diantarkan kepada si pembeli dengan tempat dan waktu penyerahan barang yang sudah
ditentukan dimuka. Dalam akad salam, barang yang diperjualbelikan harus dapat dihitung
atau ditimbang beratnya, jenis, klasifikasi dan spesifikasinya juga harus jelas. Apabila barang
pesanan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan yang sesuai dengan perjanjian di muka, dan
ternyata barang tersebut lebih baik kualitasnya si pembeli harus mau menerimanya dan si
penjual tidak berhak menerima pembayaran lebih dari yang sudah dibayarkan, apabila barang
tersebut lebih rendah kualitasnya, si pembeli berhak menolak untuk menerima barang
tersebut dan penjual harus mengembalikan uangnya.
Ada alasan tersendiri mengapa pembayaran untuk transaksi Salam ini dilakukan di
muka, akad salam dilakukan untuk keperluan membeli hasil pertanian seperti sayur mayur,
buah-buahan dan beras. Pembayaran di muka tersebut dimaksudkan untuk memberi modal

dan makanan yang cukup agar keluarga petani tersebut dapat melakukan pekerjaannya dan
memenuhi pesanan dari pembelinya. Dengan demikian, akad salam adalah bentuk keringanan
(rukhshah) bagi masyarakat dan untuk memudahkan mereka.
Hukum Dan Dasar-Dasar Salam
Salam boleh dilakukan berdasarkan dalil dari al-quran, hadits, dan ijma. Dalilnya
ada dalam al-quran, hadits, dan ijma. Dalilnya dalam al-quran surah al-baqarah: 282.
Ibnu Abbas Radhiyallahuanh berkata: aku bersaksi bahwa hutang yang tertanggung
sampai waktu yang ditentukan dihalalkan oleh Allah taala dalam al-quran. Kemudian dia
membaca ayat diatas.
Sedangkan haditsnya, yaitu dari Nabi saw adalah riwayat dari ibnu Abbas
Radhiyallahuanh bahwa ketika Rasulullah saw datang di Madinah, saat itu orang-orang
menghutangkan uang untuk ditukar dengan kurma selama dua atau tiga tahun. Kemudian
beliau bersabda:
Barag siapa yang memberi hutang dengan pembayaran kurma, maka lakukanlah
dengan takaran tertentu, timbangan tertentu, dan sampai masa tertentu. (Riwyat al-Bukhari
dan Muslim)
Adapun dari ijma adalah bahwa ibnu al-Mundir mengatakan bahwa semua ulama
yang aku kenal mengatakan salam boleh dilakukan. Ibnu taimiyyah berkata; pembolehan
salam telah sesuai dengan qiyas.
Rukun salam adalah ijab (menawarkan) dan qabul (menerima). Dalam mazhab
Hanafi, maliki, dan hambali yang dimaksud ijab disini adalah menggunakan lafal salam
(memesan), dan bai (menjual). Seperti: jika pemilik modal mengatakan, aslamtu ilaika fi
kadza (saya memesan barang A padamu) atau , Aslaftu (saya memesan). Lalu pihak yang
lain menjawab, saya menerima. Bisa juga sambil menyebutkan syarat salam yang lain, lalu
pemilik modal berkata, saya terima.
Mayoritas (jumhur) fuqaha dari kalangan Malikiyyah. Syafiiyyah, dan Hanabilah
berpendapat bahwa rukun salam ada 3:
1) Shigha (ijab dan qabul)
2) Aqidani (dua pihak yang melakukan transaksi), yaitu orang yang memesan dan orang
yang menerima pesanan, dan
3) Objek transaksi, yaitu harga dan barang yang dipesan
Hanafiyah berpendapat bahwa rukun salam adalah shighah saja.

Dan pendapat yang rajih (valid) adalah pendapat mayoritas fuqaha karena lebih baik
dalam pembagian ilmiah.
Syarat-syarat salam sama dengan syarat-syarat jual beli pada umumnya dengan
penambahan syarat-syarat yang khusus, yaitu;
1)

Barang yang menjadi objek salam dapat dijelaskan dengan sifat-sifat yang dengan itu

dapat ditentukan harganya. Harga berbeda-beda sesuai dengan penjelasan sifat-sifatnya


secara lahiriah, seperti disebutkan jenis, macam, kualitas, warna, dan tempatnya agar tidak
terjadi perselisihan.
2) Mengetahui harga
Pembayaran diterima ditempat transaksi. Jika kedua orang yang melakukan transaksi
berpisah sebelum pembayaran, maka transaksinya batal. Barang yang disalamkan dalam
tanggungan.
3) Ditentukan temponya secara jelas.
Barang yang disalamkan pada umumnya ada pada waktu penyerahan yang telah ditentukan.
2. Istisna
Istisna, dari akar kata bahasa arab: sana yang artinya dalam bahasa Inggris to
manufacture yaitu suatu perjanjian jual beli dengan cara memesan barang yang bukan
komoditi atau barang pertanian, tapi barang yang dibuat dengan mesin dan keahlian khusus,
seperti perlengkapan kitchen set, kursi dan meja makan atau konstruksi bangunan, dimana
barang tersebut dipesan dan dibuat sesuai dengan ketentuan yang diminta oleh pembeli
dengan spesifikasi yang khusus, di bayar sebagian di muka dan bisa dengan cicilan atau
langsung di bayar sekaligus apabila barang pesanan tersebut sudah selesai dan siap untuk di
gunakan oleh pembelinya.
Salah satu syarat yang paling penting pada akad istisna adalah pada bahan mentah
atau raw material dari barang pesanan tersebut yang harus disediakan sendiri oleh si
penjualnya. Apabila bahan mentah berasal dari si pembeli, perjanjian ini tidak bisa disebut
sebagai akad istisna tetapi menjadi akad ijarah. Apabila barang pesanan tersebut sudah jadi
tetapi tidak sesuai dengan apa yang diminta oleh pembeli maka si pembeli boleh menolak
untuk menerima barang tersebut dan penjual harus mengganti nya dengan barang yang sesuai
yang telah ditentukan oleh si pembeli sebelumnya.

Rukun-rukun Istishna
1)

Aqidain (dua pihak yang melakukan transaksi) harus mempunyai hak membelanjakan

harta.
2) Shighah, yaitu segala sesuatu yang menunjukkan aspek suka sama suka dari kedua belah
pihak, yaitu penjual dan pembeli.
3) Objek yang ditransaksikan.
Syarat-syarat Istishna
1) Produk yang dipesan jelas, yaitu; jenisnya, macamnya, dan jumlahnya
2) Produk yang dipesan biasa berlaku di masyarakat
3) Tidak dibatasi tenggang waktunya
Kedua jenis akad ini, salam dan istisna adalah 2 jenis akad jual beli yang
diperbolehkan ( baca: halal) transaksinya oleh para Ulama, walaupun salah satu syarat dari
pada rukun jual-beli tidak terpenuhi, yaitu: apabila terjadi akad jual beli maka barang yang
akan dijual kepada si pembeli sudah harus ada dalam kepemilikan dari si penjual, dimana
dalam ekonomi syariah sesorang tidak boleh (baca: haram) atau di larang untuk menjual
sesuatu yang tidak ada atau belum di milikinya. Akad jual beli untuk salam dan istisna
adalah suatu pengecualian, dimana si penjual boleh menjual barang yang tidak atau belum
dimilikinya dengan cara pemesanan oleh pembelinya.
Ulama yang membolehkan transaksi ini berpendapat bahwa istishna disyariatkan
berdasarkan sunnah Nabi saw bahwa beliau pernah minta dibuatkan cincin sebagaimana
yang diriwayatkan imam al-Bukhari:
dari Ibnu Umar ra bahwa rasulullah saw minta dibuatkan cincin dari emas. Beliau
memakainya dan meletakkan batu mata cincin di bagian dalam telapak tangan. Orangorangpun membuat cincin. Kemudian beliau duduk diatas mimbar, melepas cincinnya, dan
bersabda, sesungguhnya aku tadinya memakai cincin ini dan aku letakkan batu mata cincin
dibagian dalam telapak tangan. kemudian beliau membuang cincinnya dan bersabda,
demi Allah, aku tidak akan memakainnya selamanya. Kemudian orang-orangpun
membuang cincin mereka. (Riwayat al-Bukhari).
3. Murabahah

Murabahah, perjanjian jual-beli dengan harga pasar di tambah dengan laba atau
untung buat si penjual, dimana pembeli mengetahui dengan pasti nilai dari harga pasar dari
barang tersebut dan nilai tambahan dari si penjual.
Hukumnya boleh dan syaratnya masing-masing dari penjual dan pembeli harus mengetahui
harga pembelian barang sebelumnya.
4. Jual beli muqayadhah (barter)
Yaitu melakukan barter (tukar menukar) suatau barang dengan barang yang lain, atau
komoditi dengan komoditi yang lain, atau dengan kata lain barter harta benda dengan harta
benda selain emas dan perak.
Syarat-syaratnya; sama dengan jual beli pada umumnya tapi dalam jenis ini mempunyai
tambahan sbb;
1)
2)
3)
4)

Barter tidak memakai uang.


Dua barang yang dibarterkan berupa barang yang dapat dilihat.
Kontan (saling melakukan transaksi penyerahan barang)
Barter tidak mengandung riba fadl

5. Jual Beli Saham


Jual beli saham perusahaan perseroan degan berbagai macamnya termasuk
perdagangan yang sangat penting diseluruh duniah dewasa ini. Jual beli saham dilakukan
dipasar modal yang disebut bursa. Menurut perbedaan bentuk dan karakter operasionalnya,
perseroan atau firma dibagi menjadi 2;
1) Perseroan yang melaksanakan aktivitas yang dibolehkan, seperti perseroan pada sektor
pertanian, industri, dan perdagangan yang tidak menerapkan praktik riba atau hal-hal yang
diharamkan lainnya.
2)

Perseroan yang melaksanakan aktivitas yang dilarang, seperti bank-bank yang

menerapkan riba dan perusahaan yang menjalankan bisnis haram.


6. Musawamah
Musawamah, transaksi jual beli dengan harga yang bisa di tawar, dimana si penjual
tidak memberi tahu kan si pembeli harga pokok/pasar dari barang tersebut dan berapa ke
untungan yang di perolehnya. Si pembeli pun bebas menawar harga barang yang akan di
belinya. Terjadi nya jual beli ini sesuai dengan kesepakan kedua belah pihak atau dengan cara
negoisasi.

Jual beli seperti ini diperbolehkan selama memenuhi syarat-syarat jual beli yang telah
ditetapkan syara dan tidak termasuk jual beli yang dilarang.
7. Muzayadah (lelang)
Jual beli muzayadah (lelang) disebut juga jual beli dalalah dan munadah. Secara
etimologi berarti bersaing dalam menambah harga barang yang ditawarkan untuk dijual. Dan
secara terminologis, jual beli muzayadah adalah jika seorang penjual menawarkan barang
dagangannya dalam pasar (dihadapan para calo pembeli) kemudain mereka bersaing dalam
dalam menambah harga, kemudian barang itu diberikan kepada orang yang palig tinggi dalam
memberikan harga.
Mayoritas ulama berpendapat hukumnya boleh. Sebagaimana yang terdapat dalam
riwayat Abu Najih dari Mujahid, ia berkata: tidak ada gunanya mengkhususkan kebolehan
jual beli lelang pada harta rampasan perang dan harta pusaka karena masalahnya satu, tetapi
maknannya banyak.
8. At-Taurid atau Munaqashah
Jual beli at-Taurid/Munaqashah dapat diartikan tender (orang yang hendak membeli
mengumumkan kepada orang-orang tentang keinginannya untuk membeli barang dagangan
atau melaksanakan suatu proyek agar para penjual atau kontraktor bersaing untuk
mengajukan penawaran dengan patokan harga yang lebih murah. Jual beli ini juga
diperbolehkan.
Iplementasi khiyar dalam jual beli muzayadah (lelang)
Khiyar ruju (menarik diri). Jika terjadi penarikan (pengajuan harga) sebelum ada
orang yang menambah harga yang telah diajukan, maka hukumnya sama dengan jual beli
pada umumnya dalam menarik ijab, yaknipenjual mempunyai hak menarik ijabnya sebelum
terjadi qabul dari pembeli.
Khiyar majlis
Al-Khatta berpendapat bahwa menurut tradisi yang berlaku, orang yang menarik
transaksi setelah ada orang yang menambahkan harga tidak terkena konsekuensi apau selama
masih dalam tempat (majlis) transaksi.
Khiyar Aib

Fuqaha berpendapat bahwa khiyar aib (cacat) itu berlaku menurut syara meskipun
pembeli tidak mensyaratkannya karena pada dasarnya jual beli itu mengutamakan adanya
keselamatan (tidak ada yang drugikan)
Kerugian dalam jual beli muzayadah
Pembeli secara lelang yang mengklaim rugi tidak berhak mengembalikan barang yang
telah dibeli kepada penjual meskipun kerugian itu diluar kebiasaan kecuali jika memenuhi 3
syarat:
1) Orang yang mengklaim rugi tidaak mengetahui harga standar pasar barang yang dijual
atau dibelinya.
2) Klaim rugi dilakukan sebelu lewat setahun terhitung dari waktu terjadinya transaksi
3)

Kerugian yang sangat fatal, yakni melebihi hargastandar pasar sampai sepertiga atau

lebih.
Kolusi untuk menghentikan penambahan harga
Syaikul Ism Ibnu Taimiyyah menyatakan bahwa boleh melakukan kolusi. Dimana
ketika salah seorang calon pembeli berkata kepada calon pembeli lainnya, hentikan
penambahan, sedang kita menjadi mitra dalam perdagangan itu, atau kamu boleh ambil
barang dagangan itu dengan syarat demikian, ini diperbolehkan karena pintu penambahan
tetap terbuka, salah satu calon pembeli hanya tidak menambah harga yang diajukan mitranya.
Namun, jika kolusi dilakukan oleh semua calon pembeli untuk menahan penambahan, maka
tindakan seperti itu tidak diperbolehkan karena akan merugikan penjual.
9. Jual Beli dengan cara Kredit
Jual beli dengan cara kredit dilakukan dengan membagi pembayaran suatu barang
daganga dalam beberapa bagian secara berkala.
Hukum jual beli dengan cara kredit adalah boleh dengan menetapkan harga suatu
barang secara total lebih dahulu ketika terjadi transaksi tanpa mengaitkan dengan bunga
dalam tempo baik kedua belah pihak pihak yang melakukan transaksi melakukan persetujuan
persentase bunga atau mengaitkan dengan bunga yang berlaku pada umumnya. ini telah
dibahas dalam ketetapan konvensi fiqih Islami pada organisasi kongres Islam yang
dilaksanakan di Jeda.
10. Tawliyah (jual beli amanah)

Tawliyah, transaksi jual beli dengan harga pokok/pasar di mana penjual tidak
mendapat kan keuntungan dari hasil penjualan barangnya.
Hukumnya boleh dan syaratnya masing-masing dari penjual dan pembeli harus mengetahui
harga pembelian barang sebelumnya.
11. Wadiyah (jual beli amanah)
Wadiyah, transaksi jual beli dengan harga di bawah harga pokok/pasar, atau si penjual
memberi diskon atas barang yang di jualnya.
Hukumnya boleh dan syaratnya masing-masing dari penjual dan pembeli harus mengetahui
harga pembelian barang sebelumnya.
12. jual beli (menggunakan) kartu kredit
seiring perkembangan bisnis yang sangat pesat. Macam dan ragamnya sangat
bervariasi. Pengunaan uang kertas dan cek untuk transaksi jual beli menjadi kurang praktis
dan kurang fleksibel lagi. Oleh karena itu, hadirlah sarana yang dapat mempermudah dalam
bertransaksi. Hukumnya transaksi dengan kartu kredit boleh. Selama tidak bertentangan
dengan syariah yakni tidak mengandung riba.
Macam-macam kartu kredit
1. Debit card (kartu yang digunakan untuk melakukan transaksi berdasarkan deposito yang
disimpan di Bank oleh nasabah.
2.

Charge card (bithaqah al-itimad) yaitu kartu yang tidak menuntut penggunanya

mempunyai kalkulasi pada pihak yang mengeluarkan kartu, tetapi pengguna wajib
membayarnya pada masa yang ditentukan oleh kedua pihak.
3.

Credit Card (bithaqa al-itiman), yaitu kartu yang tidak menuntut penggunannya

mempunyai kalkulasi di bank, tetapi ada toleransi untuk membayarnya pada masa yang
ditentukan dengan dikenakan bunga.
b. Jenis-Jenis Akad Dalam Perbankan Syariah
Jenis-jenis Akad yang yang berlaku di perbankkan syariah terdiri dari akad Tabarru
dan Tijari.Yang termasuk jenis Tabarru adalah Hibah, Ibra, Wakalah, Kafalah, Hawalah,
Rahn, Qirad, Wadiah, Hadiah. Sedangkan yang tergolong akad Tijari, Murabahah,
Mudharabah, Ijarah, Ijarah Muntahiya Bittamlik, Salam, Istisna, Musyarakah, Sharf,
Muzaraah, Mukhabarah dan Barter.
1.

Akad Tabarru

Akad Tabarru yaitu akad yang dimaksudkan untuk menolong sesama dan murni
semata-mata mengharap ridha dan pahala dari Allah SWT, sama sekali tidak ada unsur
mencari return, ataupun suatu motif. Yang termasuk katagore akad jenis ini diantaranya
adalah Hibah, Ibra, Wakalah, Kafalah, Hawalah, Rahn dan Qirad.
Selain itu menurut penyusun Eksiklopedi Islam termasuk juga dalam kategori akad Tabarru
seperti Wadiah, Hadiah, hal ini karena tiga hal tersebut merupakan bentuk amal perbuatan
baik dalam membantu sesama,oleh karena itu dikatakan bahwa akad Tabarru adalah suatu
transaksi yang tidak berorientasi komersial atau non profit oriented. Transaksi model ini pada
prinsipnya bukan untuk mencari keuntungan komersial akan tetapi lebih menekankan pada
semangat tolong menolong dalam kebaikan (taawanu alal birri wattaqwa).
1) hibah. (Pemberian)
Pengertian Hibah adalah pemilikan terhadap sesuatu pada masa hidup tanpa meminta
ganti. Hibah tidak sah kecuali dengan adanya ijab dari orang yang memberikan, tetapi untuk
sahnya hibah tersebut menurut Imam Qudamah dari Umar bahwa sahnya hibah itu tidak
disyaratkan pernyataan qabul dari si penerima hadiah.
Pemberian (hibah) itu sah menurut syara dengan syarat-syarat antara lain
-

Si pemberi hibah (wahib) sudah bisa dalam mengelola keuangannya.

Hibah (barang/harta yang diberikan) harus jelas

Kepemilikan terhadap barang hibah itu terjadi apabila pemberian (hibah) tersebut

sudah berada ditangan si penerima.(muhab).


2) ibra
Menurut arti kata Ibra sama dengan melepaskan, mengikhlaskan atau menjauhkan diri
dari sesuatu.
Menurut syariat Islam Ibra merupakan salah satu bentuk solidaritas dan sikap saling
menolong dalam kebajikan yang sangat dianjurkan syariat Islam, seperti dikemukakan
dalam firman Allah dalam surat al-Baqarah ayat 280 yang artinya :
Dan jika seseorang (yang berhutang itu) dalam kesukaran maka berilah ia tangguh sampai ia
berkelapangan. Dan menyedekahkan sebagian atau seluruh hutang itu lebih baik bagimu, jika
kamu mengetahui.
3) wakalah

Al-Wakalah menurut bahasa Arab dapat dipahami sebagai at-Tafwidh. Yang


dimaksudkan adalah bentuk penyerahan, pendelagasian atau pemberian mandat dari
seseorang kepada orang lain yang dipercayainya.
Agama Islam mensyariatkan al-wakalah karena manusia membutuhkannya. Hal ini
karena tidak setiap orang mempunyai kemampuan atau kesempatan untuk menyelesaikan
urusannya sendiri, terkadang suatu kesempatan seseorang perlu mendelegasikan suatu
pekerjaan/urusan pribadinya kepada orang lain untuk mewakili dirinya. Dalil syara yang
membolehkan wakalah didapati dalam firman Allah pada surat Al-Kahfi :19, yang
terjemahannya sbb: .
...Maka suruhlah salah seorang diantara kamu

pergi ke kota dengan membawa uang

perakmu ini, dan hendaklah dia lihat manakah makakan yang lebih baik Dan bawalah
sebagian makanan itu untukmu, dan hendaklah dia berlaku lemah lembut dan jangan sekalikali menceritakan halmu kepada siapapun.
Dalam ayat ini dilukiskan perginya salah seorang dari ash-habul kahfi yang bertindak untuk
dan atas nama rekan-rekannya sebagai wakil mereka dalam memilih dan membeli makanan.
4) kafalah ( Guaranty)
Pengertian kafalah menurut bahasa berati al-dhaman (jaminan), hamalah (beban) dan
zaamah (tanggungan). Sedangkan menurut istilah adalah akad pemberian jaminan yang
diberikan oleh satu pihak kepada pihak lain, dimana pemberi jaminan (kaafil)
bertanggungjawab

atas pembayaran kembali suatu utang

yang menjadi hak penerima

jaminan (makful).
Dasar disyariatkan kafalah Firman Allah dalam surat Yusuf ayat 72: yang terjemahannya
adalah :
Kami kehilangan alat takar dan siapa yang dapat mengembalikannya akan memperoleh
bahan makanan seberat beban unta, dan aku jamin itu
5) hawalah
Dalam enseklopedi Perbankan Syariah Hawalah bisa disebut juga Hiwalah yang
berarti intiqal (perpindahan), pengalihan, atau perubahan sesuatu atau memikul sesuatu di
atas pundak.
Menurut istilah Hawalah diartikan sebagai pemindahan utang dari tanggungan
penerima utang (ashil) kepada tannggugan yang bertanggujawab (mushal alih)
6) rahn (Gadai)

Gadai (rahn) menurut pengertian terminologi (istilah) terdapat beberapa pendapat,


diantaranya menurut Sayyid Sabiq, Rahn adalah menyandera sejumlah harta yang diserahkan
sebagai jaminan secara hak, tetapi dapat diambil kembali sebagai tebusan.
7) qard al-Qardul Hasan
Qard bermakna pinjaman sedang al-hasan berarti baik. Maka Qardul Hasan
merupakan suatu akad perjanjian qard yang berorientasi sosial untuk membantu meringankan
beban seseorang yang membutuhkan pertolongan. Dalam perjanjiannya, suatu Bank Syariah
sebagai kreditor memberikan pinjaman kepada pihak (nasabah) dengan ketentuan penerima
pinjaman akan mengembalikan pinjaman tersebut pada waktu yang telah ditentukan dalam
perjanjian akad dengan jumlah pengembalian yang ketika pinjaman itu diberikan.
2. Akad tijari
Akad Tijari adalah akad yang berorientasi pada keuntungan komersial ( for propfit
oriented) Dalam akad ini masing-masing pihak yang melakukan akad berhak untuk mencari
keuntungan. Di dalam Bank Syariah biasanya yang termasuk kelompok akad ini diantaranya;
Murabahah, Salam, Istisna, Musyarakah, Mudharabah, Ijarah, Ijarah muntahiya bittamlik,
Sharf, Muzaraah, Mukhabarah dan Barter.
1) murabahah (Defered Payment Sale)
Menurut definisi Ulama Fiqh Murabahah adalah akad jual beli atas barang tertentu.
Dalam transasksi penjualan tersebut penjual menyebutkan secara jelas barang yang akan
dibeli termasuk harga pembelian barang dan keuntungan yang akan diambil.
Dalam perbankan Islam, Murabahah merupakan akad jual beli antara bank selaku penyedia
barang dengan nasabah yang memesan untuk membeli barang. Dari transaksi tersebut bank
mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Selain itu murabahah juga
merupakan jasa pembiayaan oleh bank melalui transaksi jual beli dengan nasabah dengan
cara cicilan. Dalam hal ini bank membiayai pembelian barang yang dibutuhkan oleh nasabah
dengan membeli barang tersebut dari pemasok kemudian mejualnya kepada nasabah dengan
menambahkan biaya keuntungan (cost-plus profit) dan ini dilakukan melalui perundingan
terlebih dahulu antara bank dengan pihak nasabah yang bersangkutan.
2) mudharabah
Secara teknis Mudharabah adalah akad kerjasama usaha antara dua pihak di mana
pihak pertama (shahibul mal) menyediakan seluruh (100 %) modal sedangkan pihak lainnya

menjadi pengelola. Keuntungan usaha secara mudharabah dibagi menurut kesepakatan yang
dituangkan dalam kontrak.
Secara umum Mudharabah terbagi kepada dua jenis, pertama mudharabah muthlaqah
dan mudharabah muqayyadah.
Yang dimaksud mudharabah muthlaqah adalah bentuk kerja sama antara shahibul mal
dengan mudharib yang cakupannya sangat luas dan dibatasi oleh spesifikasi jenis usaha,
waktu dan daerah bisnis.
Sedangkan mudharabah muqayyadah adalah kebalikan dari mudharabah muthlaqah. Si
mudharib dibatasi dengan batasan jenis usaha, waktu dan tempat usaha. Adanya pembatasan
ini biasanya mencerminkan kecenderungan umum si shahibul mal dalam memasuki jenis
dunia usaha.
3) Ijarah/sewa
Pengertian secara etimologi ijarah disebut juga al-ajru (upah) atau al-iwadh (ganti).
Ijarah disebut juga sewa, jasa atau imbalan. Sedangkan menurut Syara Ijarah adalah salah
satu bentuk kegiatan Muamalah dalam memenuhi kebutuhan hidup manusia, seperti sewa
menyewa dan mengontrak atau menjual jasa, atau menurut Sayid Sabiq Ijarah ini adalah
suatu jenis akad untuk mengambil manfaat dengan jalan penggantian.
4) ijarah muntahiya bittamlik
Transaksi ini adalah sejenis perpaduan antara akad (kontrak) jual beli dengan akad
sewa yang diakhiri dengan kepemilikan barang di tangan si penyewa. Sifat pemindahan
kepemilikan inilah yang membedakan denga ijarah biasa.
Adapun bentuk akad ini bergantung pada apa yang disepakati kedua belah pihak yang
berkontrak. Misalnya al-ijarah dan janji menjual; nilai sewa yang mereka tentukan dalam alijarah; harga barang dalam transaksi jual dan kapan kepemilikan itu dipindahkan.
5) salam, bai (Infron of Payment Sale).
Baii salam adalah suatu jasa pembiayaan yang berkaitan dengan jual beli barang,
sedang pembayarannya dilakukan dimuka bukan berdasarkan fee melainkan berdasarkan
keuntungan (margin). Dengan kata lain bai salam adalah suatu jasa free-paid purchase of
goods.
Dasar hukum Bai salam ini sama dengan dasar hukum jual beli yang disyariatkan
dalam al-Quran, seperti Firman Allah dalam surat al-Baqarah 282 yang artinya :

Hai orang-orang yang beriman apabila kamu bermuamalah tidak secara tunai untuk waktu
yang ditentukan, maka hendaklah kamu menuliskannya
6) istishna (Purchase by order or Manufacture)
Istishna adalah suatu transaksi jual beli antara mustashni (pemesan) dengan shanii
(produsen) dimana barang yang akan diperjual belikan harus dipesan terlebih dahulu dengan
kriteria yang jelas.
7) musyarakah
Musyarakah adalah akad kerja sama antara dua pihak atau lebih untuk usaha tertentu
dimana masing-masing pihak memberikan kontribusi dana (atau amal/expertise) dengan
kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai kesepakatan.
8) sharf(Valas/Money Changer)
Sarf menurut arti kata adalah penambahan, penukaran, penghindaran, pemalingan,
atau transaksi jual beli. Sedangkan menurut istilah adalah suatu akad jual beli mata uang
(valuta) dengan valuta lainnya, baik dengan sesama mata uang yang sejenis atau mata uang
lainnya.
Menurut definisi ulama sarf adalah memperjualbelikan uang dengan uang yang
sejenis maupun tidak sejenis, seperti jual beli dinar dengan dinar, dinar dengan dirham atau
dirham dengan dirham. Transaksi Sarf pada dunia perekonomian dewasa ini banyak dijumpai
pada bank-bank devisa valuta asing atau money changer, misalnya jual beli rupiah dengan
dolar Amerika Serikat (US$) atau mata uang lainnya.
Dasar hukum diperbolehkan jual beli Sarf menurut interpretasi para ulama adalah
sabda Rasulullah SAW yang diriwayatkan Jamaah Ahli hadits dari Ubadah bin Samit kecuali
Bukhari menyatakan : Yang maksudnya .....jual beli emas dengan emas, perak dengan
perak, gandum dengan gadum, kurma dengan kurma, anggur dengan anggur, (apabila) satu
jenis (harus) kuialitas dan kuantitasnya dan dilakukan secara tunai. Apabila jenisnya berbeda,
maka juallah sesuai dengan kehendakmu dengan syarat-syarat secara tunai.
9) muzaraah (Harvest Yield Profit Sharing)
Al-Muzaraah adalah akad kerja sama pengolahan pertanian antara pemilik lahan dan
penggarap, di mana pemilik lahan memberikan lahan pertanian kepada si penggarap untuk
ditanami dan dipelihara dengan imbalan bagian tertentu (persentase) dari hasil panen.

Muzaraah sering diidentikkan dengan mukhabarah. Dimana antara keduanya ada sedikit
perbedaan antara lain, apabila benih dari pemilik lahan maka dinamakan muzaraah, tetapi
bila benih dari si penggarap maka dinamakan mukhabarah.
10) mukhabarah
Sebagai disebutkan di atas bahwa Mukhabarah sering diidentikkan dengan muzaraah,
oleh karena itu pembahasan akad ini mirip dengan pembahasan muzaraah hanya saja dari
segi benih yang digunakan adalah berasal dari si penggarap tanah.
11) barter
Yang dimaksud akad barter ini pemberian secara sukarela suatu barang atau jasa
sebagai imbalan atas perolehan suatu barang atau jasa yang berlainan sifatnya, atas dasar
persetujuan bersama. Misalnya, A dan B masing-masing mempunyai barang, A menyukai
barang milik B, dan sebaliknya. Jadi secara nalar keinginan mereka untuk melakukan
pertukaran mendapatkan persetujuan yang diperlukan. Karenanya, didalam pertukaran terjadi
pergantian kepemilikan atas barang-barang dari satu ke lain individu.
Sebagai contoh, seseorang mempunyai 1 kilogram apel yang ditukarkan dengan mangga
milik sahabatnya. Melalui proses ini, yang dimiliki sekarang ialah satu kilogram apel yang
sebelumnya adalah kepunyaan orang lain. Bentuk kepemilikan atas apel itu merupakan
(hiazat), atau aktifitas produktif atau jasa.

You might also like