Professional Documents
Culture Documents
PENDAHULUAN
Penglihatan merupakan salah satu dari panca indera kita selain pendengaran,
penciuman, sentuhan, dan pengecapan. Penglihatan sangat penting dalam kehidupan manusia,
tanpa penglihatan manusia akan mengalami kesulitan dan tidak dapat menikmati
kehidupannya dengan sempurna.
WHO 1972, mendefinisikan kebutaan sebagai tajam penglihatan dibawah 3/60.
Kebutaan adalah masalah kesehatan masyarakat yang serius bagi setiap negara. Berdasarkan
WHO (1979), prevalensi kebutaan lebih besar pada negara berkembang. Kebutaan ini sendiri
akan berdampak secara sosial dan ekonomi bagi orang yang menderitanya. Ironisnya, 75%
dari kebutaan yang terjadi dapat dicegah atau diobati.9
Indonesia sebagai negara berkembang, tidak luput dari masalah kebutaan. Disebutkan,
saat ini terdapat 45 juta penderita kebutaan di dunia 60% diantaranya berada di negara miskin
atau berkembang. Indonesia, dalam catatan WHO berada diurutan ketiga dengan terdapat
angka kebutaan sebesar 1,47%.4
Ophthalmoplegia adalah kelumpuhan atau kelemahan dari satu atau
lebih dari otot-otot yang mengontrol pergerakan bola mata. Kondisi ini
dapat
disebabkan
oleh
gangguan
langsung
pada
otot-otot
yang
Di dunia ini 48% kebutaan yang terjadi disebabkan oleh katarak. Untuk Indonesia,
survei pada 1995/1996 menunjukkan prevalensi kebutaan mencapai 1,5% dengan 0,78% di
antaranya disebabkan oleh katarak dan yang terbesar karena katarak senilis.4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 ANATOMI DAN FISIOLOGI LENSA
2.1.1 ANATOMI LENSA
Pada manusia, lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah (avaskular),
tembus pandang, dengan diameter 9 mm dan tebal 5 mm yang memiliki fungsi untuk
mempertahankan kejernihan, refraksi cahaya, dan memberikan akomodasi.. Ke depan
berhubungan dengan cairan bilik mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca.5
Disebelah depan terdapat selapis epitel subkapsular. Nukleus lensa lebih keras daripada
korteksnya. Sesuai dengan bertambahnya usia, serat-serat lamelar subepitel terus diproduksi,
sehingga lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Lensa ditahan
ditempatnya oleh ligamen yang dikenal zonula zinii, yang tersusun dari banyak fibril dari
permukaan korpus siliaris dan menyisip ke dalam ekuator lensa.4
Lensa terdiri atas 65% air dan 35% protein (kandungan tertinggi diantara jaringanjaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang biasa berada di dalam jaringan tubuh lainnya.
Kandungan kalium lebih tinggi di lensa daripada dikebanyakan jaringan lain. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri,
pembuluh darah atau saraf di lensa.4
2.2.2 EPIDEMIOLOGI
Lebih dari 90% kejadian katarak merupakan katarak senilis. 20-40% orang usia 60
tahun ke atas mengalami penurunan ketajaman penglihatan akibat kekeruhan lensa.
Sedangkan pada usia 80 tahun ketas insidensinya mencapai 60-80%. Prevalensi katarak
kongenital pada negara maju berkisar 2-4 setiap 10000 kelahiran. Frekuensi katarak laki-laki
dan perempuan sama besar. Di seluruh dunia, 20 juta orang mengalami kebutaan akibat
katarak.
2.2.3 ETIOLOGI
Katarak umumnya merupakan penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat
kelainan kongenitalatau penyulit penyakit mata lokal menahun. Bermacam-macam penyakit
mata dapat mengakibatkan katarak seperti glaukoma, ablasi, uveitis, dan retinitis pigmentosa.
Katarak dapat berhubungan dengan proses penyakit intraokuler lainnya.1
Penyebab tersering dari katarak adalah proses degenerasi, yang menyebabkan lensa mata
menjadi keras dan keruh. Pengeruhan lensa dapat dipercepat oleh faktor risiko seperti
merokok, paparan sinar UV yang tinggi, alkohol, defisiensi vit E, radang menahun dalam
bola mata, dan polusi asap motor/pabrik yang mengandung timbal.1
Cedera pada mata seperti pukulan keras, tusukan benda, panas yang tinggi, dan trauma
kimia dapat merusak lensa sehingga menimbulkan gejala seperti katarak.
Katarak juga dapat terjadi pada bayi dan anak-anak, disebut sebagai katarak kongenital.
Katarak kongenital terjadi akibat adanya peradangan/infeksi ketika hamil, atau penyebab
lainnya. Katarak juga dapat terjadi sebagai komplikasi penyakit infeksi dan metabolik lainnya
seperti diabetes mellitus.1
2.2.4 KLASIFIKASI
Katarak dapat diklasifikasikan dalam golongan berikut:
Katarak
Katarak
Katarak
Katarak
dibawah 40 tahun
Katarak presenil, yaitu katarak yang terjadi sesudah 30-40 tahun
Katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi diats 40 tahun
Imatur
Matur
Hipermatu
r
Kekeruhan
Ringan
Sebagian
Seluruh
Masif
Cairan lensa
Normal
Bertambah
Normal
Berkurang
(air masuk)
(air keluar)
Iris
Normal
Terdorong
Normal
Tremulans
Normal
Dangkal
Normal
Dalam
Normal
Sempit
Normal
Terbuka
Shadow test
Pseudops
Penyulit
Glaukoma
Uveitis +
Glaukoma
2.2.6 DIAGNOSA
Diagnosa katarak senilis dapat dibuat dari hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik.
Pemeriksaan laboratorium preoperasi dilakukan untuk mendeteksi adanya penyakit-penyakit
yang menyertai, seperti DM, hipertensi, dan kelainan jantung.1
Pada pasien katarak sebaiknya dilakukan pemeriksaan visus untuk mengetahui
kemampuan melihat pasien. Visus pasien dengan katarak subcapsuler posterior dapat
membaik dengan dilatasi pupil. Pemeriksaan adneksa okuler dan struktur intraokuler dapat
memberikan petunjuk terhadap penyakit pasien dan prognosis penglihatannya.1
Pemeriksaan slit lamp tidak hanya difokuskan untuk evaluasi opasitas lensa tetapi dapat
juga struktur okuler lain, misalnya konjungtiva, kornea, iris, bilik mata depan. Ketebalan
kornea harus diperiksa dengan hati-hati, gambaran lensa harus dicatat dengan teliti sebelum
dan sesudah pemberian dilator pupil, posisi lensa dan intergritas dari serat zonular juga dapat
diperiksa sebab subluksasi lensa dapat mengidentifikasi adanya trauma mata sebelumnya,
kelainan metabolik, atau katarak hipermatur. Pemeriksaan shadow test dilakukan untuk
menentukan stadium pada katarak senilis. Selain itu, pemeriksaan ofthalmoskopi direk dan
indirek dalam evaluasi dari intergritas bagian belakang harus dinilai.1
2.2.7 PENATALAKSANAAN
Tindakan non-bedah:3
1
Pengobatan dari penyebab katarak: Penyebab katarak harus dicari, karena apabila
penyakit tersebut dapat ditemui dan diobati seringkali memberhentikan progresi dari
penyakit tersebut, contohnya adalah:
- Kontrol gula darah pada pasien DM
- Menghentikan penggunaan obat-obatan seperti kortikosteroid
- Pengobatan uveitis untuk mencegah komplikasi
opasitas sentral
Midriatikum pada pasien dengan katarak aksial yang kecil.
Fungsi penglihatan: Ini merupakan indikasi yang paling sering. Operasi katarak
dilakukan ketika cacat visus menjadi menyebabkan gangguan signifikan pada
kehidupan sehari-hari pasien.
Indikasi medis: meskipun pasien merasa nyaman dari aspek penglihatan, operasi
2
3
Evaluasi Preoperatif
1
penyakit
dakriosistitis,
maka
harus
dilakukan
dakriosistektomi
ato
dakriosistorinostomi.
Evaluasi segmen anterior: apakah ada tanda-tanda uveitis seperti keratic precipitate,
Implantasi lensa intraokular merupakan metode pilihan untuk koreksi afakia. Biasanya bahan
lensa intraokuler terbuat dari polymethylmethacrylate (PMMA).
Pembagian besar dari lensa intraokular berdasarkan metodi fiksasi pada mata ialah:
1
2
IOL COA: Lensa di depan iris dan disangga oleh sudut dari COA.
Lensa yang disangga iris: lensa dijahit kepada iris, memiliki tingkat komplikasi yang
tinggi.
Lensa Bilik Mata Belakang: Lensa diletakan di belakang iris, disangga oleh sulkus
siliaris atau kapsula posterior lensa.
2.2.7 PROGNOSIS
Katarak senilis biasanya berkembang lambat selama beberapa tahun dan pasien
mungkin meninggal sebelum timbul indikasi pembedahan. Namun jika katarak dapat dengan
cepat terdeteksi serta mendapat pengobatan dan pembedahan katarak yang tepat maka 95 %
penderita dapat melihat dengan normal.
2.2 OPTHALMOPLEGIA
2.2.1 ANATOMI OTOT MATA
Otot ekstraokuler terdiri atas empat otot rektus, dua otot oblikus, dan
otot levator palpebral superior (Gambar 2.1). Nervus kranialis VI
(abdusen)
menginervasi
otot
rektus
lateralis,
nervus
kranialis
IV
Otot rektus horisontalis terdiri atas otot rektus medialis dan rektus
lateralis, Aksi otot rektus medialis pada posisi primer adalah adduksi,
yaitu gerakan bola mata ke arah nasal atau rotasi ke dalam. Sedangkan
Aksi otot rektus lateralis pada posisi primer adalah abduksi, yaitu gerakan
bola mata ke arah temporal atau rotasi ke luar.5
Otot rektus vertikalis terdiri dari otot rektus superior dan rektus
inferior. Pada posisi primer, otot rektus superior membentuk sudut 23 ke
arah lateral sumbu penglihatan serta memiliki aksi primer elevasi, aksi
sekunder intorsi atau insikloduksi, dan aksi tersier adduksi. Sedangkan, .
Pada posisi primer, otot rektus inferior membentuk sudut 23 ke arah
lateral dari sumbu penglihatan, serta memiliki aksi primer depresi, aksi
sekunder ekstorsi atau eksikloduksi dan aksi tersier adduksi.5
Otot oblikus terdiri dari otot ototoblikus superior dan inferior. Pada
posisi primer, otot oblikus superior membentuk sudut 51-54 dari sumbu
penglihatan, serta memiliki aksi primer intorsi atau insikloduksi, aksi
sekunder depresi, dan aksi tersier abduksi. Sedangkan, Pada posisi primer,
otot oblikus inferior membentuk sudut 51 dari sumbu penglihatan, serta
memiliki aksi primer ekstorsi atau eksikloduksi, aksi sekunder elevasi, dan
aksi tersier abduksi.5
disebabkan
oleh
gangguan
langsung
pada
otot-otot
yang
internuklear
merupakan
gangguan
pergerakan
Manifestasi
paling
sering
dari
kerusakan
fasikulus
lingitudinalis medialis adalah oftalmoplegia internuklear, dengan gerakangerakan mata horizontal konjugat terganggu akibat kegagalan koordinasi
antara nucleus nervus abducens di pons dan nucleus nervus oculomotoris
di otak tengah. Pada bentuk yang paling parah, kemampuan aduksi dalam
pandangan horizontal hilang sama sekali, menimbulkan diploplia terusmenrus dalam pandangan lateral. Konvergensi biasanya tidak terganggu
pada oftalmoplegia internuklear, kecuali bila lesinya terletak di otak
tengah mekanisme konvergensi juga dapat terkena. Gambaran lain
12
tanda
awal
yang
diikuti
oleh
keterlibatan
otot-otot
13
CT
scan
atau
MRI
dada
untuk
mendeteksi
adanya
Endrofonium
intravena
atau
neostigmin
intramuskular
dapat
interferon
dan
glatiramer
asetat
(kopolimer
1)
untuk
BAB III
LAPORAN KASUS
3.1 IDENTITAS PENDERITA
15
No Rekam Medik
: 12 59 65
Nama Penderita
: Ny. D. R
Umur
: 51 tahun
Jenis Kelamin
: Perempuan
Agama
: Islam
Suku/bangsa
Alamat
Tanggal MRS
: 21 januari 2016
Tanggal Pemeriksaan
: 10 februari 2016
3.2 ANAMNESA
KU : Pusing berputar
RPS : Pasien merupakan rujukan dari praktek dr Sp.S dengan keluhan pusing berputar
yang hilang timbul, penglihatan kabur seperti terdapat kabut pada kedua mata, dan pada
saat melihat seperti melihat 2 bayangan yang dirasakan sejak sebulan yang lalu. Pasien
juga mengeluhkan bola mata sulit untuk digerakan sejak sebulan yang lalu, keluhan mata
gatal, merah, berair, kotoran mata yang banyak, riwayat trauma, rasa nyeri pada mata,
maupun mata sering dikucek disangkal pasien. Kemudian tiga minggu yang lalu keluhan
pusing berputar semakin hebat dirasakan sejak siang dan malamnya pasien memutuskan
berobat ke praktek dr. Sp.S. Pada saat pemeriksaan ditempat praktek tekanan darah
pasien mencapai 190/110 mmHg dan terdapat bercak darah dikedua bagian mata
sehingga malam itu juga paasien segera dirujuk oleh dr Sp.S ke IGD dok 2 untuk segera
di opname.
Pada saat diopname pasien mengeluhkan kelopak matanya sangat sakit jika diangkat.
Keluhan pada mata dan pusing berputar ini baru pertama kali dialami oleh pasien. Sejak
keluhan dirasakan sampai pada saat pasien periksa ke dr praktek tidak ada obat mata
yang pasien gunakan baik obat tetes maupun obat minum, pasien hanya mengkonsumsi
obat penurun tekanan darah yang memang sudah rutin pasien konsumsi setiap hari.
RPD : Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 24 tahun lalu, tetapi rutin memeriksakan
tekanan darahnya di puskesmas, pasien sempat di opname di RSMI empat tahun yang
lalu karena tekanan darah mencapai 190/100 mmHg. Diabetes dan asam urat disangkal.
RPK : Ayah pasien memiliki riwayat hipertensi.
3.3 PEMERIKSAAN UMUM
16
Status Generalis
Keadaan Umum
Kesadaran
Tekanan Darah
Suhu Badan
Thorax
- Jantung
-
Pemeriksaan Subyektif
Jenis pemeriksaaan
Form Sence Sentral DistenceVision
(Snellen Chart)
Koreksi
Near Vision
(Jaegger Test)
Colour
Sense
Light Sence
Light
Projection
Pemeriksaan obyektif
a Pemeriksaan bagian luar
Jenis Pemeriksaan
Inspeksi
umum
Edema
Hiperemi
Sekret
Lakrimasi
Fotofobia
OD
OS
6/12 ph 6/20
sulit diperiksa
Add +2.50
-
Tdl
Tdl
OD
OS
-
17
Blefarospasma
posisi bola mata
Orthoforia Orthoforia
Terhambat
kesemua
arah
Baik
N
N
Gerakan mata
benjolan/tonjolan
Supersilia
Inspeksi
khusus
PALPEBRA
MARGO
PALPEBRA
KONJUNGTIVA
Posisi
Warna
Bentuk
Edema
Pergerakan
Ulkus
Tumor
Posisi
Ulkus
Krusta
Silia
Skuama
Palpebra
Bulbi
warna
sekret
edema
warna
benjolan
Pemb.darah
Injeksi
Forniks
Posisi
Gerakan
BULBUS OKULI Sklera
warna
pendarahan
benjolan
Pemb. darah
Injeksi
Kornea
kekeruhan
sikatrik
pannus
permukaan
refleks
epitelisasi
Camera occuli anterior
perlengketan
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
-
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
-
Dbn
Lengkap
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Terhambat
kesemua
arah
Putih
Licin
+
Normal
-
Dbn
Lengkap
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Dbn
Putih
Licin
+
Normal
18
Inspeksi
Khusus
Iris
Warna
lain-lain
Cokelat
Cokelat
Pupil
Bentuk
Refleks
Bulat
+
Bulat
+
Kekeruhan
Keruh
Keruh
Lensa
Shadow test
Palpasi
Nyeri tekan
Tumor
TIO Digital
Slit Lamp
Makula Lutea
Kornea
COA
Iris
Lensa
+
Normal
+
Normal
OD
OS
Bening
Bening
Normal
Normal
Keruh
Keruh
Normal
Normal
+ non uniform
+ non uniform
Perdarahan (-)
Perdarahan (-)
Eksudat (-)
Eksudat (-)
Mikroaneurisma (-) Mikroaneusrisma (-)
Normal
Normal
Jernih
Jernih
Sedang
Sedang
Normal
Normal
Keruh
Keruh
Retina perdarahan
Konjungtiva Bulbi
Normal
Normal
3.5 RESUME
Pasien wanita umur 51 tahun dikonsulkan ke bagian mata pada tanggal 10 februari 2016
dengan keluhan kedua mata kabur seperti ada kabut, bola mata sulit digerakan dan
penglihatan seperti ada dua. Telah dirasakan sejak sebulan yang lalu. Sebelum dibawah
kerumah sakit tekanan darah pasien mencapai 190/110 mmHg. Pemeriksaan umum dalam
batas normal.
Status oftalmologi
OD
6/20
Keterangan
Visus
OS
6/12
19
Gerakan mata
Lensa
Shadow test
Baik
Keruh
+
3.6 DIAGNOSIS
Opthalmoplegia total OD + Katarak senilis imatur ODS
3.7 TERAPI
Medikamentosa
Non. Medikamentosa
3.8 PROGNOSIS
Quo ad vitam
Quo ad fungtionam
Quo ad sanationam
: dubia ad malam
: dubia ad malam
: dubia ad bonam
BAB IV
PEMBAHASAN
20
Berdasarkan teori, gerakan bola mata diatur oleh banyak otot dan
juga saraf. Otot yang mengatur pergerakan bola mata yaitu Otot rektus
medialis
diinervasi
oleh
nervus
okulomotorius
ramus
inferior
dan
tersier
adduksi.
Otot
rektus
inferior
diinervasi
oleh
nervus
karena
kerusakan
pada
saraf
yang
menggerakannya
atau
dapat melihat dobel pada satu mata, benda-benda yang dilihat penderita akan menyebabkan
silau, memerlukan pencahayaan yang terang untuk dapat membaca, lensa mata berubah
menjadi buram seperti susu, penderita mengeluh adanya bercak-bercak putih yang tak
bergerak, kesulitan melihat pada malam hari, melihat lingkaran disekeliling cahaya (halo),
penurunan ketajaman penglihatan secara progresif, visus menurun yang derajatnya tergantung
lokalisasi dan tebal tipisnya kekeruhan, sering berganti kaca mata, sukar mengerjakan
pekerjaan sehari-hari, dan penglihatan menguning. Pada kasus ini, sebagian dari keluhan
yang disebutkan diatas juga dirasakan oleh pasien yaitu pasien merasa penglihatan perlahanlahan menjadi kabur. Gangguan penglihatan bervariasi, tergantung pada jenis dari katarak
ketika pasien datang.
Katarak umumnya penyakit pada usia lanjut, akan tetapi dapat juga akibat kelainan
kongenital atau penyakit penyerta yang telah menahun. Penyakit sistemik juga berpengaruh
pada katarak yang dapat menimbulkan katarak komplikata. Pada kasus ini, penyebab katarak
dapat diketahui berhubungan dengan faktor usia yang sudah lanjut karena berdasarkan
identitas, usia pasien 51 tahun dan berdasarkan anamnesis keluhan baru dirasakan 5 minggu
sehingga dapat disingkirkan penyebab lain yaitu kelainan kongenital.
Berdasarkan usia, katarak dapat diklasifikasikan menjadi 4 jenis yaitu katarak
kongenital, yaitu katarak yang terlihat pada usia dibawah 1 tahun. Katarak juvenil, katarak
yang terjadi diatas usia 1 tahun. Katarak pre senil, katarak yang terjadi sesudah usia 30-40
tahun katarak senil, yaitu katarak yang mulai terjadi pada usia diatas 40 tahun. Pada kasus,
pasien berusia 51 tahun sehingga dapat dikelompokan termaksud dalam katarak senil.
Dari pemeriksaan fisik, katarak dapat di diagnosis berdasarkan pemeriksaan subjektif
dan pemeriksaan objektif. Pemeriksaan subjektif dilakukan pada pemeriksaan tajam
penglihatan. Hal ini dilakukan karena pada pasien katarak terjadi penurunan tajam
penglihatan secara perlahan sehingga dengan pemeriksaan visus dapat diketahui kemampuan
penglihatan pasien. Dari ketajaman visus ini berdasarkan teori dapat dibedakan pada katarak
imatur visus antara 6/9-3/60, visus katarak matur 2/60-1/300, dan katarak hipermatur 1/3001/~. Pada kasusu ini setelah pasien dilakuk an pemeriksaan tajam penglihatan didapatka
AVOD 6/20 dan AVOS 6/12. Berdasarkan visus tersebut maka katarak pada kasus ini dapat
diklasifikasikan didalam katarak matur.
Selain itu, dilakukan juga pemeriksaan objektif dan didapatkan hasil pada
pemeriksaan menggunakan slitlamp, lensa terlihat sebagian keruh dan shadow test (+)
sehingga pada ofthalmoskop reflex fundus (+) non uniform. Hal ini menandakan katarak
sinilis pada kasus berada pada stadium imatur. Berdasarkan teori yang telah dijabarkan
diatasbahwa pada katarak sinilis imatur yang terlihat pada pemeriksaan adalah sebagian
23
keruh, lensa masih memiliki bagian yang jernih. Katarak yang belum mengenai seluruh
lapisan lensa. Jika kekeruhan lensa hanya sebagian saja, maka sinar obliq mengenai bagian
yang keruh akan dipantulkan lagi, sehingga pada pemeriksaan terlihat dipupil, ada daerah
yang terang sebagai reflex pemantulan cahaya pada daera lensa yang keruh dan daerah yang
gelap, akibat bayangan iris pada bagian lensa yang keruh. Kelainan ini disebut shadow test
(+).
4.2 Penatalaksanaan
Katarak hanya dapat diatasi melalui prosedur operasi. Akan tetapi jika tidak terdapat
indikasi pembedahan seperti tidak ada gangguan penglihatan dan tidak ada indikasi medis
maka tindakan operasi tidak diperlukan. Terapi non bedah pada katarak contohnya adalah
kontrol gula darah pada pasien DM, pengobatan uveitis untuk mencegah komplikasi,
memperlambat progresi dengan menggunakan yodium, kasium, kalium, vit E, dan aspirin
dihubungkan dengan perlambatan dari kataraktogenesis., serta meningkatkan penglihatan
pada katarak insipien dan imatur dengan refraksi dan pencahayaan.
Sedangkan pada penanganan opthalmoplegia didasarkan pada penyebab, multipel
sklerosis, pengobatan dapat diberikan metil prednisolone intravena untuk
kekambuhan yang bersifat akut, namun pemberian obat ini tidak
mempengaruhi disabilitas yang ditimbulkan oleh penyakit maupun
frekuensi kekambuhan penyakit. Selain itu, dapat juga diberikan interferon
dan glatiramer asetat untuk mengurangi tingkat keparahan dan tingkat
kekambuhan penyakit dan memperlambat progresivitas.
Pada kasus terapi non medikamentosa yang diberikan adalah
edukasi tentang penyakit opthalmopligia serta katarak yang diderita
pasien, sehingga pasien dapat mengetahui kondisinya. Pasien juga
dianjurkan untuk rajin kontrol kedokter spesialis mata dan saraf sehingga
dapat terus dipantau perjalanan penyakit opthalmoplegia dan kataraknya.
Untuk terapi medikamentosa diberikan obat tetes cendo xitrol 3x1 ODS
dimana obat tetes ini mengandung anti bakteri yaitu polimiksin B sulfat
yang dikombinasikan dengan deksametason natrium fosfat sebagai
kortikosteroid.8
4.3 PROGNOSIS
Prognosis opthalmoplegia dan katarak pada pasien ini adalah dubia ad malam pada
prognosis vitam karena walaupun opthalmoplegia dan katarak sinilis imatur tidak perna
dilaporkan menjadi penyebab kematian tetapi melihat riwayat penyakit pasien yang memiliki
24
hipertensi sejak 24 tahun lalu sehingga dapat memperburuk kondisi pasien. Prognosis ad
sanationam adalah dubia ad malam karena opthalmoplegia berhubungan dengan saraf yang
mengatur gerak bola mata selain itu pada pasien ini memiliki resiko hipertensi yang telah
menahun yang dapat memperberat penyakit, begitu juga katarak yang dialami pada pasien ini
dapat terus progresif selama tidak dilakukan pembedahan. Selain ini prognosis funcionam
adalah dubia ad malam karena walaupun pada katarak sinilis imatur, fungsi penglihatan dapat
dikoreksi dengan pemakaian kacamata dan dapat dilakukan tindakan pembedahan yang
secara teori aman tetapi pada pasien ini tindakan pembedahan sangat berisiko karena
memiliki riwayat hipertensi sejak 24 tahun yang lalu, selain itu opthalmoplegia pada pasien
belum dilakukan pemeriksaan lanjutan yang lebih spesifik untuk mengetahui letak
kerusakannya sehingga fungsi mata secara umum belum dapat diperkirakan.
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
1. Dari anamnesis dan pemeriksaan fisik pada pasien, diketahui bahwa diagnosa kasus
ini adalah opthalmoplegia OD dan katarak sinilis stadium imatur ODS
2. Ophthalmoplegia adalah kelumpuhan atau kelemahan satu atau
lebih dari otot-otot yang mengontrol pergerakan bola mata. Kondisi
ini dapat disebabkan oleh gangguan langsung pada otot-otot yang
25
26
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, S. 2008. Ilmu Penyakit Mata Edisi III. Jakarta: FK Universitas Indonesia
2. Budiono et all. 2013. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata. Surabaya:
Airlangga University Press
3. Ilyas, S. 2002. Ilmu Penyakit Mata Edisi II. Jakarta: Sagung Seto
4. Vaughan D G, Asbury T, Riodan-Eva P. 2010. Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta:
EGC
5. Guyton and Hall. 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edsi 11.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
6. American academy of Opthalmology. 2006. Lens and Cataract, Basic and Clinical
Science Course Section 11. USA: The Foundation of AAO San Fransisco.
7. Purnomo, Aris. 2010. Konsep Penyakit Katarak. Diakses tanggal 17 februari 2016.
Html: http://www.arispurnomo.com
8. Badan POM. Informatorium Obat Nasional Indonesia 2008. JAKARTA: Badan POM
RI, KOPERPOM dan CV Sagung Seto. 2009
9. Pascolini D, Mariotti SP. Global estimates of visual impairment:2010. BR J Ophthalmol. 2011.
27