You are on page 1of 35

Gangguan Menstruasi

A. Definisi Menstruasi
Menstruasi adalah situasi pelepasan endometrium dalam bentuk serpihan dan
perdarahan akibat pengeluaran hormon estrogen dan progesteron yang turun dan berhenti
sehingga terjadi vasokontriksi pembuluh darah yang segera diikuti vasodilatasi
(Manuaba, 2009). Menstruasi adalah perdarahan secara periodik dimana darah berasal
dari endometrium yang nekrotik (Kusmiyati, dkk, 2008).
Menstruasi yang terjadi setiap bulan secara terus menerus disebut sebagai siklus
menstruasi. Menstruasi biasanya terjadi pada usia 11 tahun dan berlangsung hingga
menopause (sekitar usia 45- 55 tahun). Normalnya menstruasi berlangsung selama 3-7
hari. Siklus menstruasi bervariasi pada tiap wanita dan hampir 90% wanita memiliki
siklus 25-35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki panjang siklus 28 hari, namun
beberapa wanita memiliki siklus yang tidak teratur dan hal ini bisa menjadi indikasi
adanya masalah kesuburan. Panjang siklus menstruasi dihitung dari hari pertama periode
menstruasi sampai hari dimana perdarahan dimulai disebut sebagai hari pertama yang
kemudian dihitung sampai dengan hari terakhir yaitu satu hari sebelum perdarahan
menstruasi bulan berikutnya dimulai.
B. Siklus Menstruasi
Siklus menstruasi normal dapat dibagi menjadi 2 segmen yaitu, siklus ovarium
(indug telur) dan siklus uterus (rahim).
1. Siklus Ovarium
Siklus ovarium terbagi menjadi 3 fase:
a. Fase Folikuler
Dimulai dari hari 1 sampai sesaat sebelum kadar LH meningkat dan terjadi
pelepasan sel telur (ovulasi). Dinamakan fase folikuler karena pada saat ini terjadi
pertumbuhan folikel di dalam ovarium. Pada pertengahan fase folikuler,
kadar FSH sedikit meningkat sehingga merangsang pertumbuhan sekitar 3 30
folikel yang masing-masing mengandung 1 sel telur, tetapi hanya 1 folikel yang
terus tumbuh, yang lainnya hancur. Pada suatu siklus, sebagian endometrium
dilepaskan sebagai respon terhadap penurunan kadar hormon estrogen dan
progesteron. Endometrium terdiri dari 3 lapisan. Lapisan paling atas dan lapisan
tengah dilepaskan, sedangkan lapisan dasarnya tetap dipertahankan dan
menghasilkan sel-sel baru untuk kembali membentuk kedua lapisan yang telah

dilepaskan. Perdarahan menstruasi berlangsung selama 3 7 hari, rata-rata selama


5 hari. Darah yang hilang sebanyak 28 -283 gram. Darah menstruasi biasanya
tidak membeku kecuali jika perdarahannya sangat hebat.
b. Fase ovulasi
Fase ini dimulai ketika kadar LH meningkat dan pada fase ini dilepaskan sel
telur. Sel telur biasanya dilepaskan dalam waktu 16 32 jam setelah terjadi
peningkatan kadar LH. Folikel yang matang akan menonjol dari permukaan
ovarium, akhirnya pecah dan melepaskan sel telur. Pada saat ovulasi ini beberapa
wanita merasakan nyeri tumpul pada perut bagian bawahnya, nyeri ini dikenal
sebagai mittelschmerz, yang berlangsung selama beberapa menit sampai beberapa
jam.
c. Fase Luteal
Fase ini terjadi setelah ovulasi dan berlangsung selama sekitar 14 hari.
Setelah melepaskan telurnya, folikel yang pecah kembali menutup dan
membentuk korpus luteum yang menghasilkan sebagian besar progesteron.
Progesteron menyebabkan suhu tubuh sedikit meningkat selama fase lutuel dan
tetap tinggi sampai siklus yang baru dimulai. Peningkatan suhu ini bisa digunakan
untuk memperkirakan terjadinya ovulasi. Setelah 14 hari, korpus luteum akan
hancur dan siklus yang baru akan dimulai, kecuali jika terjadi pembuahan. Jika
telur dibuahi, korpus luteum mulai menghasilkan HCG (hormone chorionic
gonadotropin). Hormon ini memelihara korpus luteum yang menghasilkan
progesterone sampai janin bisa menghasilkan hormonnya sendiri. Tes kehamilan
didasarkan kepada adanya peningkatan kadar HCG.
2. Siklus Uterus
Siklus uterus berupa pertumbuhan dan pengelupasan bagian dalam uterusendometrium.
Setiap satu siklus menstruasi terdapat 4 fase perubahan yang terjadi dalam uterus.
Fase-fase ini merupakan hasil kerja sama yang sangat terkoordinasi antara hipofisis
anterior, ovarium, dan uterus. Fase-fase tersebut adalah :
a. Fase menstruasi atau deskuamasi
Pada masa ini endometrium dilepaskan dari dinding uterus disertai dengan
perdarahan. Hanya lapisan tipis yang tinggal yang disebut dengan stratum basale,
stadium ini berlangsung 4 hari. Potongan-potongan endometrium dan lendir akan

keluar ketika menstruasi, darah menstruasi tidak membeku karena adanya fermen
yang mencegah pembekuan darah dan mencairkan potongan - potongan mukosa.
b. Fase post menstruasi
Luka endometrium yang terjadi akibat pelepasan endometrium secara berangsur angsur sembuh dan ditutup kembali oleh selaput lendir baru yang tumbuh dari sel
- sel epitel kelenjar endometrium. Pada waktu ini tebal endometrium 0,5 mm,
stadium ini dimulai waktu stadium menstruasi dan berlangsung selama 4 hari.
c. Fase intermenstruum atau stadium proliferasi
Dalam fase ini endometrium tumbuh menjadi setebal 3,5 mm. Fase ini
berlangsung dari hari ke 5 sampai hari ke 14 dari siklus haid. Fase proliferasi
dapat dibagi dalam 2 subfase yaitu :

Fase proliferasi dini

Fase proliferasi dini berlangsung antara hari ke 4 sampai hari ke 9. Fase


ini dikenal dari epitel permukaan yang tipis dan adanya regenerasi epitel, terutama
dari mulut kelenjar. Kelenjar ini kebanyakan lurus, pendek dan sempit. Bentuk
kelenjar ini merupakan ciri khas fase proliferasi : sel - sel kelenjar mengalami
mitosis.
Sebagian sediaan masih menunjukkan suasana fase menstruasi dimana
terlihat perubahan - perubahan involusi dari epitel kelenjar yang berbentuk
kuboid. Stroma padat dan sebagian menunjukkan aktivitas mitosis, sel - selnya

berbentuk bintang dan lonjong dengan tonjolan - tonjolan anastomosis. Nukleus


sel stroma relatif besar karena sitoplasma relatif sedikit.

Fase proliferasi akhir


Fase ini berlangsung pada hari ke 11 sampai hari 14. Fase ini dapat
dikenal dari permukaan kelenjar yang tidak rata dan dengan banyak mitosis. Inti
epitel kelenjar membentuk pseudostratifikasi. Stroma bertumbuh aktif dan padat.

d. Fase pramenstruasi atau stadium sekresi


Fase ini mulai sesudah ovulasi dan berlangsung dari hari ke 14 sampai ke
28. Pada fase ini endometrium kira - kira tetap tebalnya, tetapi bentuk kelenjar
berubah menjadi panjang, berkeluk keluk dan mengeluarkan getah yang makin
lama makin nyata. Dalam endometrium telah tertimbun glikogen dan kapur yang
kelak diperlukan sebagai makanan untuk telur yang dibuahi. Fase sekresi dibagi
dalam 2 tahap, yaitu :

Fase sekresi dini, pada fase ini endometrium lebih tipis dari fase sebelumnya
karena kehilangan cairan.

Fase sekresi lanjut, pada fase ini kelenjar dalam endometrium berkembang dan
menjadi lebih berkelok-kelok dan sekresi mulai mengeluarkan getah yang
mengandung glikogen dan lemak. Akhir masa ini, stroma endometrium
berubah kearah sel-sel; desidua, terutama yang ada di seputar

C. Gangguan Menstruasi
1. Disminore
a. Definisi
Suzannec (2001) mendeskripsikan dysmenorrhea sebagai nyeri saat
menstruasi pada perut bagian bawah yang terasa seperti kram. Menurut Manuaba

dkk (2006) dysmenorrhea adalah rasa sakit yang menyertai menstruasi sehingga
dapat menimbulkan gangguan pekerjaan sehari-hari. Dysmenorrhea merupakan
menstruasi yang sangat menyakitkan, terutama terjadi pada perut bagian bawah
dan punggung bawah yang terasa seperti kram (Varney, 2004).
b. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dysmenorrhea
Menurut Prawirohardjo (1999), ada beberapa faktor diduga berperan
dalam timbulnya dysmenorrhea yaitu :

Faktor psikis

Kondisi tubuh erat kaitannya dengan faktor psikis, faktor ini dapat menurunkan
ketahanan terhadap rasa nyeri. Seringkali segera setelah perkawinan dysmenorrhea
hilang, dan jarang sekali dysmenorrhea menetap setelah melahirkan. Mungkin
kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan) membawa perubahan
fisiologis pada genitalia maupun perubahan psikis.

Vasopresin

Kadar vasopresin pada wanita dengan dysmenorrhea primer sangat tinggi


dibandingkan dengan wanita tanpa dysmenorrhea. Pemberian vasopresin pada saat
menstruasi menyebabkan meningkatnya kontraksi uterus, menurunnya aliran darah
pada uterus, dan menimbulkan nyeri.

Prostaglandin

Prostaglandin yang berperan di sini yaitu prostaglandin E2 (PGE2) dan F2


(PGF2). Pelepasan prostaglandin di induksi oleh adanya lisis endometrium dan
rusaknya membran sel akibat pelepasan lisosim. Prostaglandin menyebabkan
peningkatan aktivitas uterus dan serabut-serabut saraf terminal rangsang nyeri.
Kombinasi antara peningkatan kadar prostaglandin dan peningkatan kepekaan
miometrium

menimbulkan

menyebabkan

kontraksi

tekanan

miometrium

intrauterus
yang

hingga

hebat.

400

mmHg

Selanjutnya,

dan

kontraksi

miometrium yang disebabkan oleh prostaglandin akan mengurangi aliran darah,


sehingga terjadi iskemia sel-sel miometrium yang mengakibatkan timbulnya nyeri
spasmodik. Jika prostaglandin dilepaskan dalam jumlah berlebihan ke dalam
peredaran darah, maka selain dysmenorrhea timbul pula diare, mual, dan muntah.

Faktor Hormonal

Kadar progesteron yang rendah menyebabkan terbentuknya PGF2 dalam jumlah


banyak. Kadar progesteron yang rendah akibat regresi korpus luteum menyebabkan
terganggunya stabilitas membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim
fosfolipase-A2 yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin
melalui perubahan fosfolipid menjadi asam archidonat. Peningkatan prostaglandin
pada endometrium yang mengikuti turunnya kadar progesteron pada fase luteal
akhir menyebabkan peningkatan tonus miometrium dan kontraksi uterus.

c. Faktor Risiko Dysmenorrhea


Menurut Damianus (2006), ada beberapa faktor resiko yang bisa meningkatkan
terjadinya dysmenorrhea yaitu :

Wanita yang merokok

Wanita

yang

minum

alkohol

selama

menstruasi

karena

alkohol

memperpanjang nyeri pada saat menstruasi

Wanita yang kelebihan berat badan dan obesitas

Wanita yang tidak memiliki anak

Menarche dini (wanita yang pertama menstruasi sebelum umur 12 tahun)

Mempunyai riwayat yang sama dalam keluarga

d. Gejala Dysmenorrhea
Menurut Kasdu (2005), gejala dysmenorrhea yang sering muncul adalah :

akan

Rasa sakit yang dimulai pada hari pertama menstruasi

Terasa lebih baik setelah pendarahan menstruasi mulai

Terkadang nyerinya hilang setelah satu atau dua hari. Namun, ada juga wanita yang
masih merasakan nyeri perut meskipun sudah dua hari haid.

Nyeri pada perut bagian bahwa, yang bisa menjalar ke punggung bagian bahwa dan
tungkai.

Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang timbul atau sebagai nyeri tumpul yang
terus menerus.

Terkadang disertai rasa mual, muntah, pusing atau pening.

e. Klasifikasi Dysmenorrhea
Karakteristik Gejala dysmenorrhea berdasarkan derajat nyerinya menurut
Manuaba (2001) dibedakan menjadi 3 kelompok yaitu :

1) Dysmenorrhea ringan
Dysmenorrhea ringan adalah rasa nyeri yang dirasakan waktu menstruasi yang
berlangsung sesaat, dapat hilang tanpa pengobatan, sembuh hanya dengan cukup
istirahat sejenak, tidak mengganggu aktivitas harian, rasa nyeri tidak menyebar
tetapi tetap berlokasi di daerah peruh bawah.
2) Dysmenorrhea sedang
Dysmenorrhea yang bersifat sedang jika perempuan tersebut merasakan nyeri saat
menstruasi yang bisa berlangsung 1-2 hari, menyebar di bagian perut bawah,
memerlukan istirahat dan memerlukan obat penangkal nyeri, dan hilang setelah
mengkonsumsi obat anti nyeri, kadang-kadang mengganggu aktivitas hidup
sehari-hari.
3) Dysmenorrhea berat

Dysmenorrhea berat adalah rasa nyeri pada perut bagian bawah pada saat
menstruasi dan menyebar kepinggang atau bagian tubuh lain juga disertai pusing,
sakit kepala bahkan muntah dan diare. Dysmenorrhea berat memerlukan istirahat
sedemikian lama yang bisa mengganggu aktivitas sehari-hari selama 1 hari atau
lebih, dan memerlukan pengobatan dysmenorrhea.
Menurut Jones (2001), dysmenorrhea berdasarkan penyebabnya diklasifikasikan
menjadi dua yaitu :
1) Dysminorrhea primer
Dysmenorrhea primer merupakan nyeri haid tanpa kelainan anatomis genitalis
yang dapat diidentifikasi. Dysmenorrhea primer timbul pada masa remaja, yaitu
sekitar usia 2-3 tahun setelah menarche dan mencapai maksimal antara usia 15-25
tahun. Akan tetapi, dysmenorrhea primer juga mengenai sekitar 50-70% wanita yang
masih menstruasi. Dysmenorrhea primer diduga sebagai akibat dari pembentukan
prostaglandin yang berlebih, yang menyebabkan uterus untuk berkontraksi secara
berlebihan dan juga mengakibatkan vasospasme anteriolar. Nyeri dymenorrhea primer
seperti mirip kejang spasmodik, yang dirasakan pada perut bagian bawah (area
suprapubik) dan dapat menjalar ke paha dan pinggang bawah dapat juga disertai
dengan mual, muntah, diare, nyeri kepala, nyeri pinggang bawah, iritabilitas, rasa lelah
dan sebagainya. Nyeri mulai dirasakan 24 jam saat menstruasi dan bisa bertahan
selama 48-72 jam (Baradero, 2006 & Suzannec, 2001).
2) Dysmenorrhea sekunder
Dysmenorrhea sekunder merupakan nyeri haid sebelum menstruasi yang
disertai kelainan anatomis genitalis. Dysmenorrhea sekunder terjadi pada wanita
berusia 30-45 tahun dan jarang sekali terjadi sebelum usia 25 tahun. Nyeri
dysmenorrhea sekunder dimulai 2 hari atau lebih sebelum menstruasi, dan nyerinya
semakin hebat serta mencapai puncak pada akhir menstruasi yang bisa berlangsung
selama 2 hari atau lebih. Secara umum, nyeri datang ketika terjadi proses yang
mengubah tekanan di dalam atau di sekitar pelvis, perubahan atau terbatasnya aliran

darah, atau karena iritasi peritoneum pelvis. Proses ini berkombinasi dengan fisiologi
normal dari menstruasi sehingga menimbulkan ketidaknyamanan. Ketika gejala ini
terjadi pada saat menstruasi, proses ini menjadi sumber rasa nyeri. Penyebab
dysmenorrhea sekunder seperti: endometriosis, adenomiosis, radang pelvis, sindrom
menoragia, fibroid dan polip dapat pula disertai dengan dispareuni, kemandulan, dan
perdarahan yang abnormal.
f. Patofisiologis Dysmenorrhea
Dysmenorrhea terjadi pada saat fase pramenstruasi (sekresi). Pada fase ini
terjadi peningkatan hormon prolaktin dan hormon estrogen. Sesuai dengan sifatnya,
prolaktin dapat meningkatkan kontraksi uterus. Hormon yang juga terlibat dalam
dysmenorrhea adalah hormon prostaglandin. Prostaglandin sangat terkait dengan
infertilitas pada wanita, dysmenorrhea, hipertensi, preeklamsi-eklamsi, dan anafilaktik
syok. Pada fase menstruasi prostaglandin meningkatkan respon miometrial yang
menstimulasi hormon oksitosin. Dan hormon oksitosin ini juga mempunyai sifat
meningkatkan kontraksi uterus. Sehingga dapat disimpulkan bahwa dysmenorrhea
sebagian besar akibat kontraksi uterus (Manuaba , 2006).
g. WOC
Terlampir
h. Penatalaksanaan Medis
Terapi dysmenorrhea terbagi atas dua macam yaitu :
1) Terapi Farmakologi
Untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan non-steroid
(misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat anti peradangan non
steroid akan sangat efektif jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan
dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi. Untuk mengatasi mual dan muntah bisa
diberikan obat anti mual, tetapi mual dan muntah biasanya menghilang jika kramnya

telah teratasi, Jika nyeri terus dirasakan dan mengganggu kegiatan sehari-hari, maka
diberikan pil KB dosis rendah yang mengandung estrogen dan progesteron atau
diberikan medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan untuk
mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan prostaglandin,
yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dysmenorrhea. Jika obat ini juga tidak
efektif, maka dilakukan pemeriksaan tambahan (misalnya laparoskopi). Jika
dysmenorrhea sangat berat bisa dilakukan ablasio endometrium, yaitu suatu prosedur
dimana lapisan rahim dibakar atau diuapkan dengan alat pemanas.
2) Terapi Non Farmakologi

Istirahat yang cukup

Olah raga yang teratur (terutama berjalan). Olah raga mampu meningkatkan
produksi endorphin otak yang dapat menurunkan stress sehingga secara tidak
langsung juga mengurangi nyeri

Pemijitan. Pijatan lembut pada bagian tubuh klien yang nyeri dengan menggunakan
tangan akan menyebabkan relaksasi otot dan memberikan efek sedasi.

Yoga

Orgasme pada aktivitas seksual

Kompres hangat di daerah perut. Suhu panas dapat memperingan keluhan. Lakukan
pengompresan dengan handuk panas atau botol air panas pada perut atau punggung
bawah atau mandi dengan air hangat

TENS (Transcutaneus Elektrical Nerve Stimulation). Tindakan ini melalui


pendekatan gate control of pain atau gerbang transmisi nyeri yaitu memblok stimuli
nyeri dengan stimuli kurang nyeri kepada serabut-serabut besar. Stimuli listrik
dapat mengakibatkan opiat dan non opiat jalur yang menurun.

Distraksi pendengaran. Diantaranya mendengarkan musik yang disukai atau suara


burung serta gemercik air, individu dianjurkan untuk memilih musik yang disukai
dan musik tenang seperti musik klasik, dan diminta untuk berkosentrasi pada lirik

dan irama lagu. Klien juga diperbolehkan untuk menggerakkan tubuh mengikuti
irama lagu seperti bergoyang, mengetukkan jari atau kaki.
2. Amenorrhea
a. Definisi
Amennorhea adalah tidak ada atau terhentinya haid secara abnormal. Amenorrhea
adalah suatu keadaan tidak adanya haid, selama 3 bulan atau lebih.
Amenorrhea dapat diklasifikasikan menjadi :
Amenorrhea fisiologik : Terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan, laktasi dan
sesudah menopause.
Amenorrhea Patologik
a) Amenorrhea Primer : Wanita umur 18 tahun keatas tidak pernah haid. Penyebab :
kelainan congenital dan kelainan genetik.
b) Amenorrhea Sekunder : Penderita pernah mendapat haid, tetapi kemudian tidak dapat
lagi. Penyebab : hipotensi, anemia, gangguan gizi, gangguan metabolisme, tumor,
penyakit infeksi, kelemahan kondisi tubuh secara umum dan stress psikologis.
b. Etiologi / Penyebab
Penyebab Amenorrhea secara umum adalah :
Hymen Imperforata : Selaput dara tidak berlubang sehingga darah menstruasi terhambat
untuk keluar.
Menstruasi Anavulatori : Rangsangan hormone-hormone yang tidak mencukupi untuk

membentuk lapisan dinding rahim sehingga tidak terjadi haid atau hanya sedikit.
Disfungsi Hipotalamus : kelainan organik, psikologis, penambahan berat badan
Disfungsi hipofise : tumor dan peradangan
Disfungsi Ovarium : kelainan congenital, tumor
Endometrium tidak bereaksi
Penyakit lain : penyakitmetabolik, penyakit kronik, kelainan gizi, kelainan hepar dan
ginjal.

c. Gejala Klinis

Tanda dan gejala yang muncul diantaranya :

Tidak terjadi haid


Produksi hormone estrogen dan progesterone menurun.
Nyeri kepala
Badan lemah
d. Komplikasi

Komplikasi yang paling ditakutkan adalah infertilitas dan osteoporosis.


e. Patofisiologi
Disfungsi hipofise terjadi gangguan pada hipofise anterior gangguan dapat berupa tumor
yang bersifat mendesak ataupun menghasilkan hormone yang membuat menjadi terganggu.
Kelainan kompartemen IV (lingkungan) gangguan pada pasien ini disebabkan oleh gangguan
mental yang secara tidak langsung menyebabkan terjadinya pelepasan neurotransmitter
seperti serotonin yang dapat menghambat pelepasan gonadrotropin. Kelainan ovarium dapat
menyebabkan amenorrhea primer maupun sekuder. Amenorrhea primer mengalami kelainan
perkembangan ovarium ( gonadal disgenesis ). Kegagalan ovarium premature dapat
disebabkan kelainan genetic dengan peningkatan kematian folikel, dapat juga merupakan
proses autoimun dimana folikel dihancurkan. Melakukan kegiatan yang berlebih dapat
menimbulkan amenorrhea dimana dibutuhkan kalori yang banyaksehingga cadangan
kolesterol tubuh habis dan bahan untuk pembentukan hormone steroid seksual ( estrogen dan
progesterone ) tidak tercukupi. Pada keadaaan tersebut juga terjadi pemecahan estrogen
berlebih untuk mencukupi kebutuhan bahan bakar dan terjadilah defisiensi estrogen dan
progesterone yang memicu terjadinya amenorrhea. Pada keadaan latihan berlebih banyak
dihasilkan endorphin yang merupakan derifat morfin. Endorphin menyebabkan penurunan
GnRH sehingga estrogen dan progesterone menurun. Pada keadaan tress berlebih
cortikotropin realizinghormone dilepaskan. Pada peningkatan CRH terjadi opoid yang dapat
menekan pembentukan GnRH.

d. WOC
Terlampir

e. Penatalaksanaan
Pengelolaan pada pasien ini tergantung dari penyebab. Bila penyebab adalah
kemungkinan genetic, prognosa kesembuhan buruk. Menurut beberapa penelitian dapat
dilakukan terapi sulih hormone, namun fertilitas belum tentu dapat dipertahankan.
Terapi
Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorrhea yang dialami,
apabila penyebabnya adalah obesitas maka diit dan olahraga adalah terapinya, belajar
untuk mengatasi stress dan menurukan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu.
Pembedahan atau insisi dilakukan pada wanita yang mengalami Amenorrhea Primer.
f. Pemeriksaan Penunjang
Pada amenorrhea primer : apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder
maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perekatan
dalam rahim). Melalui pemeriksaan USG, histerosal Pingografi, histeroskopi dan
Magnetic

Resonance

Imaging

(MRI),

apabila

tidak

didapatkan

tanda-tanda

perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormone FSH


dan LH setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorrhea sekunder maka
dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormon (TSH) karena kadar hormone
thyroid dapat mempengaruhi kadar hprmone prolaktin dalam tubuh.
3. Hipermenorea atau menoragia
a. Definisi
Menoragia adalah perdarahan lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih
dari 8 hari) dengan kehilangan darah lebih dari 80-100 ml (Sarwono, 2002).
Menoragia merupakan perdarahan haid lebih banyak dari normal atau lebih lama dari
normal (lebih dari 8 hari), kadang disertai dengan bekuan darah sewaktu menstruasi. Umumnya
jumlah darah menstruasi yang normal adalah sekitar 30 cc per hari, dan lama haid 4-6 hari. Jika
darah menstruasi seseorang mencapai 80cc, itu sudah abnormal. Dalam istilah kedokteran
disebut hipermenorea (menoragia) atau menstruasi berlebihan.
b. Etiologi

a. Gangguan hormone estrogen yang akan menyebabkan pertumbuhan endometrium.


Akibatnya terjadi peluruhan jaringan endometrium abnormal dan sekali-kali akan
menyebabkan perdarahan yang memanjang dan peluruhan yang tidak teratur.
b. Anovulasi, yaitu kegagalan pelepasan ovarium atau produksi telur yang matang
menyebabkan 90% dari perdarahan uterus yang tidak normal. Ini terjadi pada wanita saat
dan akhir masa produktif. Anovulasi ini menyebabkan pola menstruasi yang bervariasi,
perdarahan yang lebih berat, atau yang lebih ringan dari biasanya. Anovulasi ini
disebabkan oleh hal-hal berikut ini.
a. Sekresi estrogen berlebihan terjadi gagal berovulasi akan menyebabkan tidak
terbentuknya korpus luteum yang akan memproduksi progesteron untuk perubahan
sekresi endometrium. Sekresi estrogen berlebih awalnya akan menyebabkan
hyperplasia adenomatous, hyperplasia atypical, dan akhirnya adenokarsinoma.
b. Prolactin berlebihan dan mengganggu kelenjar hipotalamus.
c. Sindrom polikista ovarium bisa menyebabkan anovulasi karena berhubungan dengan
sekresi gonadotropin yang tidak normal dan aktivitas androgen yang berlebihan.
d. Infeksi berat bisa menyebabkan perdarahan yang berat karena terganggunya
mekanisme pengumpulan darah, perokok, dan radang serviks merupakan risiko
infeksi serviks.
e. Penyebab organic seperti luka uterus, termasuk letomioma, polip, hyperplasia
endometrial, dan maligna.
c. Manifestasi Klinis
Tanda-tanda dan gejala-gejala termasuk haid tidak teratur, ketegangan menstruasi yang
terus meningkat, darah menstruasi yang banyak (menoragia) dengan nyeri tekan pada payudara,
menopause dini, rasa tidak nyaman pada abdomen, dyspepsia, tekanan pada pelvis, dan sering
berkemih.
Gejala-gejala

ini

biasanya

samar,

tetapi

setiap

wanita

dengan

gejala-gejala

gastrointestinal dan tanpa diagnosis yang diketahui harus dievaluasi dengan menduga kanker
ovarium. Flatulens dan rasa penuh setelah memakan makanan kecil dan lingkar abdomen yang
terus meningkat merupakan gejala-gejala signifikan.
Gejala Klinis :
a. Perdarahan haid lebih dari 80-100 ml
b. Lamanya haid lebih dari 8 hari.

d. Patofisiologi
Pada siklus ovulasi normal, hipotalamus mensekresi Gonadotropin releasing hormon
(GnRH), yang menstimulasi pituitary agar melepaskan Folicle-stimulating hormone (FSH). Hal
ini pada gilirannya menyebabkan folikel di ovarium tumbuh dan matur pada pertengahan siklus,
pelepasan leteinzing hormon (LH) dan FSH menghasilkan ovulasi. Perkembangan folikel
menghasilkan esterogen yang berfungsi menstimulasi endometrium agar berproliferasi. Setelah
ovum dilepaskan kadar FSH dan LH rendah. Folikel yang telah kehilangan ovum akan
berkembang menjadi korpus luteum, dan korpus luteum akan mensekresi progesteron.
Progesteron menyebabkan poliferasi endometrium untuk berdeferemnsiasi dan stabilisasi. 14 hari
setelah ovulasi terjadilah menstruasi. Menstruasi berasal dari peluruhan endometrium sebagai
akibat dari penurunan kadar esterogen dan progesteron akibat involusi korpus luteum.
Siklus anovulasi pada umumnya terjadi 2 tahun pertama setelah menstruasi awal yang
disebabkan oleh HPO axis yang belum matang. Siklus anovulasi juga terjadi pada beberapa
kondisi patologis. Pada siklus anovulasi, perkembangan folikel terjadi dengan adanya stimulasi
dari FSH, tetapi dengan berkurangnya LH, maka ovulasi tidak terjadi. Akibatnya tidak ada
korpus luteum yang terbentuk dan tidak ada progesteron yang disekresi. Endometrium
berplroliferasi dengan cepat, ketika folikel tidak terbentuk produksi esterogen menurun dan
mengakibatkan perdarahan.
e. WOC
Terlampir
f. Penatalaksanaan
Suplemen zat besi (jika kondisi menorhagia disertai anemia, kelainan darah

yang disebabkan oleh defisiensi sel darah merah atau hemoglobin).


Prostaglandin inhibitor seperti medications (NSAID), seperti aspirin atau

ibuprofen.
Kontrasepsi oral (ovulation inhibitor)
Progesteron (terapi hormon)
Hysteroctomy (operasi untuk menghilangkan uterus)

4. Hipomenorea
a. Definisi

Hipomenore merupakan suatu keadaan dimana perdarahan haid lebih pendek


atau lebih kurang dari biasanya. Pada kelainan ini siklus menstruasi tetap teratur
sesuai dengan jadwal menstruasi, jumlahnya sedikit, tidak banyak berdarah.
Hipomenore tidak mengganggu fertilitas.
b. Etiologi
Penyebab hipomenore yaitu gangguan hormonal, kesuburan endometrium
kurang akibat dari kurang gizi, atau wanita dengan penyakit tertentu, kekurangan
estrogen maupun progesteron, stenosis hymen, stenosis serviks uteri, sinekia
uteri(sindrom asherman) serta faktor psikologis seperti stres.
c. Manifestasi Klinis
Waktu haid singkat, jumlah darah haid sangat sedikit (<30cc), kadang-kadang
hanya berupa spotting.
d. Patofisiologi
Jumlah perdarahan haid yang kurang dapat terjadi secara normal. Hal ini
karena ovulasi, dan lapisan endomaterial gagal untuk berkembang secara normal.
Anovulasi terjadi karena rendahnya tingkat hormon tiroid, tingkat prolaktin tinggi,
tingkat insulin tinggi, tingkat androgen tinggi dan masalah dengan hormon lain juga
dapat menyebabkan periode langka. Menstruasi yang jarang juga dapat terjadi setelah
penggunaan jangka panjang dari kontrasepsi oral sebagai akibat dari endomaterial
atrofi progresif. Faktor psikologis seperti stres karena ujian, atau kegembiraan yang
berlebihan tentang peristiwa yang akan datang dapat menyebabkan hypomenore.
Faktor ini menekan aktivitas pusat di otak yang merangsang indung telur selama
siklus ovarium (untuk mengeluarkan hormon seperti estrogen dan progesteron), dan
dapat berakibat pada produksi yang rendah hormon ini.
e. Penatalaksanaan
Pada umumnya hipomenore tidak memerlukan terapi.
Tindakan keperawatan antara lain :
a. Menenangkan dan mengurangi kecemasan klien.
b. Merujuk ke fasilitas yang lebih lengkap.

ASUHAN KEPERAWATAN GANGGUAN MENSTRUASI


A. Pengkajian pada klien dengan disminore dan amenorhea
1. Identitas Klien
Indentitas terdiri dari nama, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, status, alamat,
tanggal masuk, tanggal pengkajian, no bed, nama ruangan dan diagnosa medis.
2. Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Biasanya klien mengeluh cemas dengan gangguan menstruasi, nyeri serta tubuh
lemah.
b. Riwayat penyakit saat ini

Pasien mengeluh nyeri abdomen, pasien mengeluh lemas serta cemas dengan
gangguan menstruasi dan tidak tahu apa yang menyebabkan gangguan tersebut.
c. Riwayat kesehatan masa lalu
Pasien bisa saja pernah mengalami gangguan menstruasi sebelumnya atau belum
pernah mengalaminya.
d. Riwayat kesehatan keluarga
Gangguan menstruasi pernah atau tidak pernah dialami anggota keluarga.
e. Riwayat menstruasi
Perawat mengkaji usia klien menarche, banyaknya perdarahan haid, bagaimana
siklusnya, lama haid, hari pertama haid terakhir serta keluhan yang dirasakan.
3. Pemeriksaan Fisik
1. Pencatatan usia dan berat badan
2. Pemeriksaan speculum
a. Observasi ostium uteri untuk mendeteksi polip.
b. Catat warna atau bau yang tidak biasa dari rabas vagina , lakukan pemeriksaan
sediaan basah.
c. Persiapkan uji kultur serviks, kultur IMS, dan uji darah bila perlu, berdasarkan
riwayat pasien.
3. Pemeriksaan bimanual
a.
b.
c.
d.

Catat nyeri tekan akibat gerakan serviks


Catat ukuran bentuk dan konsestensi uterus, periksa adanya fibroid.
Catat setiap masa atau nodul pada adneksa, terutama nyeri unilateral
Catat bila terdapat sistokel atau prolaps uterus.

4. Pengkajian juga dapat dilakukan pemeriksaan fisik mulai B1-B6


a. B1 (Breath)
Pada pemeriksaan ini akan diperoleh pernapasan teratur, tidak teratur, suara
nafas serta apakah terdapat sesak nafas.
b. B2 (Blood)

Pada pemeriksaan ini akan diperoleh tekanan darah normal, rendah atau
tinggi, akral normal, basah dan dingin
c. B3 (Brain)
Pada pemeriksaan ini akan didapatkan adanya penurunan konsentrasi, pusing
serta konjungtiva anemia
b. B4 (Bladder)
Pada pemeriksaan ini akan didapatkan pengeluaran urin serta jumlah urin
normal atau bermasalah
c. B5 (Bowel)
Pada pemeriksaan ini akan didapatkan ada atau tidaknya nyeri pada abdomen,
nafsu makan menurun atau meningkat
d. B6 (Bone)
Pada pemeriksaan ini akan didapatkan badan mudah capek serta nyeri pada
punggung.

4. Pola Fungsional Gordon


1. Pola Persepsi dan Penanganan Kesehatan
Menanyakan apakah klien sudah mengetahui tentang gangguan pada menstruasi
seperti disminore dan sudah pernah mendengar tentang hal itu. Serta bagaimana
penanganan yang pernah dilakukan.
2. Pola Nutrisi dan Metabolik
Perhatikan pola menu makanan yang dikonsumsi, jumlah, jenis makanan (Kalori,
protein, vitamin, tinggi serat), frekuensi, konsumsi snack (makanan ringan), nafsu
makan, pola minum, serta jumlahnya. Makan dan minum pada masa menstruasi
dianjurkan bermutu dan bergizi, cukup kalori, makanan yang mengandung
protein, banyak cairan, sayur-sayuran dan buah buahan.
3. Pola Eliminasi
Perhatikan apakah pasien mengalami gangguan dalam pola eliminasi urin maupun
BAB, seperti konstipasi dan poliuria.

4. Pola Aktivitas Latihan


Lihat kemampuan pasien dalam melakukan perawatan terhadap dirinya sendiri.
5. Pola Istirahat dan tidur
Seberapa lamanya, kapan (malam, siang), rasa tidak nyaman yang mengganggu
istirahat, penggunaan selimut, lampu atau remang-remang atau gelap, apakah
mudah terganggu dengan suara- suara, posisi saat tidur.
6. Pola Kognitif dan Sensori
Biasanya pada pola ini klien tidak mengalami gangguan, karena klien masih dapat
berkomunikasi.
7. Pola Persepsi dan Konsep Diri
Sikap penerimaan pasien terhadap kondisinya, keinginan pasien untuk kembali
sehat seperti dulu.
8. Pola Hubungan dan Peran
Peran klien dalam melakukan aktivitas biasanya akan terganggu. Karena nyeri
selama menstruasi yang dideritanya. Begitu juga hubungannya dengan orang lain
disekitarnya.
9. Pola Seksual dan Reproduksi
Bagaimana pola interaksi dan hubungan dengan pasangan meliputi frekuensi
koitus atau hubungan intim, pengetahuan pasangan tentang seks, keyakinan,
kesulitan melakukan seks, kontiniutas hubungan seksual.
10. Pola Koping dan Toleransi Stress
Perubahan peran, respon keluarga, yang bervariasi dapat menjadi pendukung
berkurang rasa sakit atau nyeri yang dialami pasien.
11. Pola Nilai dan Kepercayaan

Tanyakan pada klien tentang nilai dan kepercayaan yang diyakininya. Ini sering
kali berpengaruh terhadap intervensi yang akan kita berikan nantinya.
5. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologi: peningkatan kontraksi uterus saat menstruasi.
2. Intoleransi aktivitas b.d kelemahan secara umum.
3. Kurang pengetahuan tentang proses terjadinya gangguan menstruasi b.d kurang
informasi yang didapat.
4. Ansietas b.d krisis situasi perubahan status kesehatan.

6. Aplikasi NANDA, NOC, dan NIC


No
NANDA
NOC
1
Nyeri akut b.d Tingkatan Nyeri
agen
cedera Definisi :
biologi:

Beratnya nyeri diamati atau

peningkatan

dilaporkan

kontraksi

uterus

saat menstruasi.

NIC
Manajemen Nyeri
Aktivitas:
1.

Lakukan penilaian nyeri secara


komprehensif dimulai dari lokasi,

Dicapai selama 3 X 24 jam

karakteristik,

tindakan keperawatan

kualitas, intensitas dan penyebab.


2.

Melapor nyeri
Frekuensi nyeri
Nafsu makan normal
Respon tubuh
Ekspresi wajah saat 3.

ketidaknyamanan

secara

yang

tidak

bisa

mengkomunikasikannya

secara

efektif
Pastikan

pasien

mendapatkan

perawatan dengan analgesic

nyeri
Kontrol Nyeri

frekuensi,

nonverbal, terutama untuk pasien

Indikator:

Kaji

durasi,

4.

Gunakan

komunikasi

yang

Definisi :
Perilaku seseorang untuk

terapeutik

pada tenaga kesehatan


Menilai gejala dari

nyeri
Gunakan catatan nyeri

pengalamannya

dalam merespon nyeri


5.

Tentukan dampak nyeri terhadap


kehidupan sehari-hari (tidur, nafsu

Indikator :
Penggunaan analgesic

dapat

terhadap nyeri serta dukungan

Dicapai selama 3 X 24 jam

yang tepat
Laporkan tanda nyeri

pasien

menyatakan

mengontrol nyeri

tindakan keperawatan

agar

makan,

aktivitas,

mood,

kesadaran,

hubungan

sosial,

performance kerja dan melakukan


tanggung jawab sehari-hari)
6.

Mencari tahu factor yang dapat


meningkatkan atau memperburuk
nyeri

7.

Mendorong

pasien

dalam

memonitor nyerinya sendiri


8.

Mengajarkan

klien

nonfarmakologi

teknik

seperti

terapi

music dan relaksasi).


9.

Tentukan

tingkat

kebutuhan

pasien yang dapat memberikan


kenyamanan pada pasien dan
rencana keperawatan.
10. Gunakan cara mengontrol nyeri
sebelum

menjadi

menyakitkan

(puncak nyeri)
Pemberian Analgesic
Aktivitas:
1. Menentukan lokasi , karakteristik,
mutu, dan intensitas nyeri sebelum

mengobati pasien
2. Periksa

order/pesanan

medis

untuk obat, dosis, dan frekuensi


yang ditentukan analgesik
3. Cek riwayat alergi obat
4. Tentukan analgesik yang cocok,
rute pemberian dan dosis optimal.
5. Monitor

TTV

sebelum

dan

sesudah pemberian obat narkotik


dengan dosis pertama atau jika
ada catatan luar biasa.
6. Lakukan tindakan pengamanan
pada

pasien

dengan

obat

analgesik.
2

Intoleransi
aktivitas
kelemahan
umum.

Toleran Aktivitas

Manajemen Energi

b.d Definisi:
Aktivitas:
secara
Respon fisiologis terhadap 1. Observasi
gerakan konsumen energi
dengan kegiatan sehari-hari

adanya

pembatasn

pasien dalam melakukan aktivitas


2. Anjurkan mengungkapkan yang
diraasakan tentang keterbatasan
3. Kaji faktor yang menyebabkan

Dicapai selama 3 X 24 jam


tindakan keperawatan

kelelahan
4. Tentukan apa dan berapa banyak
aktivitas yang diperlukan untuk

Indikator:

membangun ketahanan
5. Monitor energi dan sumber energi

yang adekuat
Frekuensi nadi normal
6.
Monitor adanya kelelahan fisik dan
RR dalam beraktivitas
emosi secara berlebihan
normal
7.
Ajar mengatur aktivitas dan teknik
Tekanan sistolik saat

beraktivitas normal
Tekanan diastolik saat

manajemen waktu untuk mencegah


kelelahan

beraktivitas normal
Mampu
melekukan
aktivitas hidup seharihari

Terapi Aktivitas
Aktivitas:
1. Monitor pola tidur dan lamanya
tidur pasien.
2. Kaji tanda

dan

menunjukkan

gejala

yang

ketidaktoleransian

aktivitas.
3. Bantu pasien

untuk

memilih

aktivitas konsisten yang sesuai


dengan

kemampuan

fisik,

psikologi, dan sosial.


4. Membantu untuk fokus pada apa
3

Kurang

yang dapat pasien lakukan


Setelah dilakukan tindakan PENGAJARAN: PENGETAHUAN

pengetahuan

keperawatan selama .....x24 PROSES PENYAKIT

tentang

proses jam

pasien

terjadinya

tentang

gangguan

Pengetahuan:

menstruasi
kurang

mengetahui Aktivitas:
1. Berikan penilaian tentang tingkat
Proses

b.d Penyakit dengan indikator

informasi pasien dapat :

yang didapat

dari

penyakit

penyakit

berhubungan dengan anatomi dan

Mendeskripsikan proses

fisiologi
3. Gambarkan

Mendeskripsikan faktor
Mendeskripsikan faktor

Mendeskripsikan
penyakit

dan bagaiman hal ini

tanda

dan

gejala

yang biasa muncul pada penyakit


4. Gambarkan proses penyakit
5. Identifikasi

kemungkinan

penyebab dengan cara yang tepat

resiko

patofisiologi

Familiar dengan nama

penyebab

penyakit yang spesifik


2. Jelaskan

penyakit

pengetahuan pasien tentang proses

efek

6. Sediakan informasi tentang kondisi


pasien
7. Sediakan bagi keluarga atau SO

Mendeskripsikan

tanda

8. Sediakan pengukuran diagnostik

dan gejala

yang tersedia

Mendeskripsikan

9. Diskusikan

perjalanan penyakit

untuk

untuk

mencegah komplikasi di

masa yang akan datang dan atau

progresifitas penyakit

proses pengontrolan penyakit


10. Diskusikan pilihan terapi

Mendeskripsikan

11. Gambarkan rasional rekomendasi

Mendeskripsikan
dan

tanda

gejala

dari

komplikasi

manajemen terapi
12. Dukung

pasien

pencegahan

untuk komplikasi

mengeksplorasi atau mendapatkan


13. Eksplorasi kemungkinan sumber
dukungan
14. Instruksikan
tanda

pasien

dan

melaporkan

Kegelisahan: tidak ada

Tidak

sulit

tekanan

Peningkatan

denyut

nadi : tidak ada

1. Instruksikan

pemberi

pasien

untuk

memakai teknik relaksasi

kecemasan
3. Dorong

darah: tidak ada

pada

untuk

2. Nilai tanda verbal dan nonverbal

berkonsentrasi
Peningkatan

gejala

Aktivitas:

mengenai

perawatan kesehatan
Pengurangan Kecemasan

Ansietas b.d krisis Tingkat Kecemasan


situasi perubahan Indikator:
status kesehatan

untuk

second opinion

Mendeskripsikan
tindakan

gaya

menurunkan

komplikasi

perubahan

hidup yang mungkin diperlukan

Mendeskripsikan
tindakan

informasi tentang kemajuan pasien

Kelemahan : tidak ada

pemakaian

mekanisme

pertahanan yang sesuai


4. Bantu
situasi

pasien
yang

mengidentifikasi
mempercepat

Tidak berkeringat

ketika
terjadi
Gangguan tidur: tidak 5. Identifikasi
perubahan level kecemasan
ada

kecemasan

ungkapan
perasaan,
Perubahan pola makan : 6. Dorong
persepsi dan ketakutan
tidak ada
Peningkatan Koping
Koping
Aktivitas:
Indikator :
1. Hargai pemahaman pasien tentang
Menunjukkan
proses penyakit
fleksibilitas peran
2. Hargai dan diskusikan alternative
Keluarga menunjukkan
respon terhadap situasi
fleksibilitas peran para 3. Gunakan pendekatan yang tenang
anggotanya
dan memberikan jaminan
Melibatkan
angoota 4. Dukung keterlibatan keluarga

keluarga

membuat keputusan
Mengekspresikan
perasaan

dalam

dengan cara yang tepat


5. Bantu
pasien
mengidentifikasi

dan

kebebasan emosional
Menunjukkan strategi

startegi

untuk
postif

untuk mengatasi keterbatasan dan


mengelola

gaya

hidup

atau

perubahan peran.

B. Pengkajian pada klien dengan gangguan hiperminorea dan hipominorea


a. Riwayat penggunaan kontrasepsi: kontrasepsi dapat menganggu siklus menstruasi
b. Riwayat seksual: tanda pubertas sekunder, pola dan aktivitas seksual
c. Riwayat obstetric: pernah hamil, melahirkan
d. Riwayat menstruasi: menarche umur berapa tahun, silklusnya teratur atau tidak, banyak
atau sedikit.
e. Riwayat Penyakit seperti DM, tiroid, tumor

f. Gaya hidup: aktivitas yang berlebihan menyebabkan hipermenorea.


Koping : apa yang dilakukan bila setiap kali ada masalah waktu menstruasi.
Nyeri : lokasi( di punggung, simpisis, paha, abdomen,dll), intensitas, kualitas, pola,gejala
penyerta, serta koping terhadap nyeri.
Status emosi: malu dengan keadaan, putus asa, menyalahkan diri, merasa tidak
adakekuatan, merasa tidak berguna.
g.

Diagnosa Keperawatan
Risiko kekurangan volume cairan berhubungan dengan perdarahan
Ansietas berhubungan dengan krisis situasi
Kurang pengetahuan tentang gangguan menstruasi dan terapinya berhubungan

dengan kurang informasi yang didapat


h. Aplikasi NANDA NOC NIC
No

Diagnosa

.
1.

Keperawatan
Nyeri akut b.d

Level Nyeri

Manajemen Nyeri

peningkatan

Indikator :

Aktivitas :

kontraksi
uterus saat
menstruasi

NOC

Melaporkan nyeri
Panjang episode nyeri
Ekspresi wajah saat nyeri
Ketegangan otot tidak ada
Tidak ada berkeringat
Nafsu makan normal
Kontrol Nyeri
Indikator :

Penggunaan analgesic yang


tepat
Laporkan tanda nyeri pada
tenaga kesehatan
Menilai gejala dari nyeri
Gunakan catatan nyeri

NIC

Lakukan penilaian nyeri secara


komprehensif dimulai dari lokasi,
karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas,
intensitas, dan penyebab
Kaji ketidaknyamanan secara non verbal
Gunakan komunikasi yang terapeutik agar
pasien dapat menyatakan pengalamannya
terhadap nyeri serta dukungan dalam
merespons nyeri
Mengajarkan klien teknik nonfarmakologis
seperti terapi music dan relaksasi
Pemberian Analgesik
Aktvitas :
Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas, dan
derajat nyeri sebelum pemberian obat

Cek riwayat alergi


Pilih analgesic yang diperlukan atau
kombinasin dari analgesic ketika
pemberian lebh dari 1
Tentukan pilihan analgesic tergantung tipe
dan berat nyeri
Evaluasi efektivitas analgesic, tanda, dan
2.

Kekurangan

Keseimbangan Elektrolit

gejala
Manajemen Cairan

volume cairan

dan Asam Basa

Aktivitas:

b.d

Indikator :

Timbang BB tiap hari

Hitung haluran

Pertahankan intake yang akurat

Pasang kateter urin

Monitor

perdarahan

Denyut jantung
Irama jantung
Pernapasan
Irama napas

Hidrasi
Indikator :

status

hidrasi

(seperti

:kelebapan mukosa membrane, nadi)

Hidrasi kulit
Kelembaban

mukosa
Oedem peripheral (-)
Asites (-)
Haus yang abormal (-)
Perubahan suara napas (-)
Napas pendek (-)
Mata yang cekung (-)
Demam (-)
Keringat
Pengeluaran urin
Tekanan darah
Hematokrit

membran

Monitor status hemodinamik termasuk


CVP,MAP, PAP

Monitor hasil lab. terkait retensi cairan


(peningkatan BUN, Ht )

Monitor TTV

Monitor

adanya

indikasi

retensi/overload cairan (seperti :edem,


asites, distensi vena leher)

Monitor perubahan BB klien sebelum


dan sesudah dialisa

Monitor status nutrisi

Monitor

respon

pasien

meresepkan terapi elektrolit

untuk


3.

Ansietas

Kaji lokasi dan luas edem

Kontrol Kecemasan

Anjurkan klien untuk intake oral


Penurunan Kecemasan

Kriteria Hasil :

Aktivitas :

Berkurangnya rasa takut


Klien tahu dan mengerti
dengan keadaan dirinya
Klien dapat melakukan
manajemen sters terhadap
kondisi dirinya

Dengarkan dengan seksama apa keluh


kesah pasien
Berikan solusi yang relevan
Berikan informasi tentang kesehatan
pasien
Temani pasien dalam memutuskan sesuatu
Berikan humor ringan kepada pasien

ASUHAN KEPERAWATAN PADA HIPOMENOREA


No

Diagnosa

.
1.

Keperawatan
Ansietas

NOC

NIC

Kontrol Kecemasan

Penurunan Kecemasan

Kriteria Hasil :

Aktivitas :

Berkurangnya rasa takut


Klien tahu dan mengerti
dengan keadaan dirinya
Klien dapat melakukan
manajemen sters terhadap
kondisi dirinya

Dengarkan dengan seksama apa keluh


kesah pasien
Berikan solusi yang relevan
Berikan informasi tentang kesehatan
pasien
Temani pasien dalam memutuskan sesuatu
Berikan humor ringan kepada pasien

Daftar Pustaka

Bobak, Lowdermik dan Jensen. (2005). Buku Ajar Keperawatan Maternitas. Jakarta :
EGC.
Hamitton, Persis Mary. (1995). Dasar-dasar Keperawatan Maternitas. Edisi 6.
Jakarta : EGC.

http://digilib.ump.ac.id/files/disk1/5/jhptump-a-intanayuan-208-2-babii.pdf
Reeder dkk.2013.keperawatan Maternitas kesehatan wanita,bayi dan keluarga,volume 1.jakarta:
EGC
Mitayani.2011.Asuhan Keperawatan Maternitas.Jakarta : Salemba Medika
Herdman,T.H.2012(ed).NANDA International Nursing Diagnosis: Defenition and
classification,2012 2014. Oxford: wiley blackwell.
Gloria,dkk.2013(ed).Nursing Interventions Classification sixth edition.united states:elsevier.
Moorhead,sue , dkk.2013(ed).Nursing Outcome Classification.fifth edition.united states:elsevier.

Lampiran
PATHWAY AMENORE

PATHWAY DISMENORE

Pathway Hipermenorea
LH
Korpus
luteum tidak
terbentuk

Progesteron
tidak
disekresi

Gangguan
hormon
estrogen

Pertumbuhan
endometrium
terganggu

Produksi
prolaktin
berlebih

Hipotalamus
terganggu

Sindrom
polikista

Sekresi
gonadotropin tidak
normal

Peluruhan
endomentrium
memanjang

MK: Ansietas, Kurang


pengetahuan

Terganggunya
mekanisme
pengumpulan
darah

Androgen
berlebih

HIPERMENOREA
Perdarahan berlebih
(> 8 hari)

Infeksi
berat

Kehilangan darah
> 80-100 ml

MK: Kekurangan
volume cairan

Anovulasi

Korpus luteum
tidak terbentuk

Penyebab
organik (luka
uterus, polip,

hyperplasia
endometrial
dan maligna

Pathway Hipomenore
Gangguan
hormonal

Hormon tiroid
rendah
Insulin,
prolaktin,
androgen

Kurang gizi

Faktor psikologi
(stres)

Kesuburan
endometrium
kurang

Menekan aktivitas pusat


di otak yang merangsang
indung telur

lapisan endomaterial
gagal untuk berkembang

Estrogen dan
progesteron rendah

HIPOMENORE

Waktu haid singkat

Jumlah darah haid sedikit

MK :
Ansietas

You might also like