You are on page 1of 24

MAKALH BEDAH MULUT I

SYOK DAN SINKOP

Fendy Rizkyawan

12/335591/KG/09298

Dicky Fajar P.N.

12/335600/KG/09300

Jessica Bintang

12/335612/KG/09304

Happy Maharani P.

12/335647/KG/09308

Wahyuke Hestiyanti

12/335722/KG/09312

Adipa Eza P.

12/335755/KG/09314

Puput Kendarwati

12/335816/KG/09316

FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI


UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2014

KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.wr.wb.
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena dengan
limpahan rahmat, hidayah serta kemudahan dari-Nya, kelompok 7 Makalah Bedah Mulur
I Pendidikan Dokter Gigi kelas genap dapat menyelesaikan makalah tentang Syok dan
Sinkop.
Makalah ini kami susun guna menambah ilmu bagi para pembaca mengenai Syok
dan Sinkop dalam Kedokteran Gigi. Adapun bagi penulis, makalah ini bermanfaat untuk
lebih menambah pengetahuan tentang Syok dan Sinkop dalam tubuh, serta untuk
memenuhi tugas Makalah Bedah Mulut I. Dalam penyusunan makalah ini tentunya tidak
terlepas dari adanya beberapa dukungan dan bimbingan dari berbagai pihak, untuk itu
kami ucapkan terima kasih kepada : drg. Rarhardjo SU., Sp.BM. selaku dosen
pembimbing matakuliah Bedah Mulut I, orang tua kami yang senantiasa memberi
dukungan baik moril maupu materiil, dan teman-teman kelompok 7, atas kerja samanya
dalam menyusun makalah ini.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini tentunya masih jauh dari
sempurna. Di dalamnya masih banyak terdapat kekurangan serta kesalahan, untuk itu
kami mohon maaf, serta kami mengharap adanya saran dan arahan dari drg. Rarhardjo
SU., Sp.BM dan teman-teman mahasiswa serta semua pembaca dari berbagai disiplin
ilmu untuk kesempurnaan dalam penyusunan makalah selanjutnya.

Yogyakarta, 3 Juni 2014

Kelompok 7 PDG Genap

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua tindakan kedokteran gigi memiliki resiko komplikasi, karena itu seorang
dokter gigi harus mengetahui setiap komplikasi yang akan terjadi pada setiap tindakan,
termasuk berbagai komplikasi akibat pencabutan gigi.Situasi yang tidak diinginkan
terkadang sering dihadapi dalam praktek dental, yang dapat disebabkan oleh kesalahan
dokter gigi dalam menangani kasus, kesalahan pasien atau karena faktor-faktor yang lain.
Bagi seorang dokter gigi, tentunya tindakan pencabutan gigi sudah merupakan hal
yang biasa dilakukan. Keberhasilan dalam melakukan tindakan pencabutan gigi pada
umumnya sudah sering dijumpai. Namun, kesulitan dalam melakukan pencabutan gigi
juga tidak bisa dihindari. Apabila dalam melakukan pencabutan gigi ditemukan kesulitankesulitan yang sulit dihindari, maka dapat terjadi beberapa komplikasi. Karenanya kita
perlu waspada dan diharapkan mampu mengatasi kemungkinan-kemungkinan komplikasi
yang dapat terjadi. Komplikasi yang terjadi seperti syok dan sinkop. Sebagai seorang
dokter gigi kita harus tau bagaimana tindakan yang tepat untuk mengatasi pasien yang
mengalami syok dan sinkop akibat prosedur dental.
1.2 Rumusan Masalah
1

Apakah definisi syok?

Bagaimanakah patofisiologi syok?

Apa sajakah gejala dan tanda syok?

Bagaimana prosedur pemeriksaan diagnostik syok?

Bagaimanakah penanganan syok?

Apa sajakah tahapan syok?

Apa sajakah pembagian syok?

Apakah definisi dan penyebab sinkop?

1.3 Tujuan
1

Mengetahui definisi, patofisiologi, gejala dan tanda, prosedur pemeriksaan,


penanganan, dan pembagian syok

Mengetahui definisi dan penyebab sinkop.

BAB II
PEMBAHASAN
II. 1. SYOK
A. Definisi Syok
1. Syok merupakan keadaan darurat yang disebabkan oleh kegagalan perfusi darah
ke jaringan, sehingga mengakibatkan gangguan metabolisme sel.
2. Syok merupakan sindrom klinis dimana terjadi perfusi selular dan transportasi
oksigen yang tidak adekuat untuk metabolisme jaringan.
3. Syok adalah suatu keadaan patofisiologik dinamik yang mengakibatkan hipoksia
jaringan dan sel.
B. Patofisiologi Syok
Syok dapat terjadi karena kehilangan cairan dalam waktu yang singkat, dari ruang
intravaskular (syok hipovolemik), kegagalan kuncup jantung (syok kardiogenik), infeksi
sistemik berat (syok septik), reaksi imun yang berlebihan

(syok anafilaktik), dan

reaksi vasovagal (syok neurogenik).


C. Gejala dan Tanda Syok
Secara umum didapatkan gambaran kegagalan perfusi jaringan yang terjadi
melalui salah satu mekanisme di bawah ini:
1. Berkurangnya volume sirkulasi (syok hipovolemik)
2. Kegagalan daya pompa jantung (syok kardiogenik)
3. Perubahan resistensi pembuluh darah perifer penurunan tonus vasomotor (syok
anafilaktik, neurogenik dan kegagalan endokrin) atau peninggian resistensi (syok
septik, obstruksi aliran darah).
Gejala yang tampak:
1. Sistem jantung dan pembuluh darah:
-

Hipotensi, sistolik < 90 mmHg atau turun 30 mmHg dari semula

Takikardi, denyut nadi > 100/menit, kecil, lemah/tak teraba

Penurunan aliran darah kulit, sianotik, dingin dan basah; pengisian kapiler
lambat.

2. Sistem saluran nafas

Hiperventilasi akibat anoksi jaringan, penurunan venous return serta


peningkatan physiological dead space dalam paru.

3. Sistem saraf pusat


-

Akibat hipoksi tejadi peninggian permeabilitas kapiler yang menyebabkan


edema serebri dengan gejala penurunan kesadaran.

4. Sistem saluran kemih


-

Oliguri (diuresis < 30 ml/jam, dapat berlanjut menjadi anuri, uremi akibat
payah ginjal akut.

5. Perubahan biokimiawi, terutama pada syok yang lama dan berat.


-

Asidosis metabolik, akibat anoksi jaringan dan gangguan fungsi ginjal.

Hiponatremi dan hiperkalemi

Hiperglikemi

D. Pemeriksaan diagnostik syok


- GDA menunjukkan asidosis metabolik dan hipoksia. Metabolisme
anaerobik terjadi dengan hipoksia yang mengakibatkan akumulasi asam
-

laktat
Elektrolit serum menunjukkan kekurangan cairan dan elektrolit
JDL menunjukkan defisit dalam komponen darah pada syok hipovolemik

dan peningkatan SDP pada syok anafilaktik dan septik


Pemeriksaan koagulasi seperti PT dan PTT bermanfaat

mengesampingkan kelainan pembekuan pada syok hipovolemik hemoragi


EKG menentukan sumber kerusakan miokard pada syok kardiogenik
Sinar X dada menunjukkan kongesti vena pulmonal atau edema interstisial

untuk

pada awal dengan syok kardiogenik atau anafilaktik.


E.Prioritas Penanganan Syok
- Memperbaiki jalan napas
- Periksalah fungsi kardiovaskular (CPR)
- Hentikan perdarahan
- Amati perubahan tingkat kesadaran
- Monitor dan catat tekanan darah dan denyut nadi
F. Tahapan Syok
Syok dibagi dalam tiga tahap, yaitu kompensatori, progresif dan
irreversible.
1. Fase kompensatori
Pada fase kompensatori, tekanan darah pasien masih dalam batas
normal. Vasokonstriksi, peningkatan frekuensi jantung, peningkatan

kontraktilitas jantung, semua berpengaruh dalam mempertahankan


curah jantung yang adekuat. Hal ini diakibatkan oleh stimulasi
sistem saraf simpatik dan pelepasan katekolamin (epinefrin dan
nonepinefrin). Pasien dalam tahap syok ini sering disebut dalam
respon flight or flight. Redistribusi aliran darah terjadi untuk
memastikan pasokan darah yang adekuat ke otak dan jantung. Darah
dialihkan menjauh dari organ yang tidak penting seperti kulit, paruparu, ginjal, dan saluran cerna. Sebagai pengalihan ini kulit teraba

dingin, bising usus hipoaktif, dan haluaran urin menurun.


Penatalaksanaan medis :
Pengobatan medis pada tahap syok kompensatori diarahkan untuk
mengidentifikasi penyebab syok, memperbaiki gangguan yang
mendasari

sehingga

syok

tidak

berlanjut,

dan

mendukung

mekanisme fisiologis yang sejauh ini telah berespon secara berhasil

dalam pengobatan.
Karena kompensasi tidak dapat dipertahankan secara efektif dalam
waktu yang tidak pasti, tindakan seperti penggantian cairan dan
penggunaan medikasi harus dilakukan untuk mempertahankan
tekanan darah yang adekuat dan memulihkan serta mempertahankan

2.

perfusi jaringan adekuat.


Fase progresif
Pada fase progresif, mekanisme yang mengatur tekanan darah tidak
mampu untuk terus mengkompensasi dan tekanan arteri rerata
(MAP) turun di bawah batas normal dengan tekanan darah sistolik
rata-rata kuran dari 80 mmHg sampai 90 mmHg. Meski semua organ
terganggu akibat hipoperfusi, pada tahap ini ada dua peristiwa yang
menjelaskan sindrom syok :
Jantung yang bekerja keras iskemik yang mengarah pada

gagal pemompaan jantung.


Fungsi otoregulasi mikrosirkulasi gagal merespon terhadap
berbagai mediator kimiawi yang dilepaskan sel-sel, yang
mengakibatkan permeabilitas kapiler.

Pada fase ini, prognosis pasein memburuk. Relaksasi spinkter


prekapiler menyebabkan cairan merembes dari kapiler, dan
lebih sedikit cairan yang kemudian dikembalikan ke jantung.
Penatalaksanaan medis :

Penggunaan cairan intravena yang sesuai dan medikasi untuk


memulihkan perfusi jaringan melalui : mengoptimalkan
volume darah, mendukung kerja pompa jantung, dan

memperbaiki sistem vaskular.


Dukungan nutrisi dan penggunaan bloker-H2 seperti
simetidin dan ranitidine untuk mengurangi resiko perdarahan

gastrointestinal.
3. Fase irreversible
Tahap syok ireversible (refraktori) menunjukkan titik sepanjang
kontinum syok dimana kerusakan organ sudah cukup parah sehingga
pasien tidak berespon terhadap pengobatan dan tidak mampu bertahan
meski mendapatkan pengobatan, tekanan darah tetap rendah. Dapat
mengakibatkan gagal ginjal dan hepar komplit serta diiringi dengan
pelepasan toksik jaringan nekrotik sehingga menciptakan jaringan asidosis
metabolik hebat.
Simpanan ATP hampir semua menipis dan mekanisme untuk
pentimpanan pasokan energi baru telah mengalami kerusakan. Kegagalan
organ multipel dapat terjadi sebagai progresi sepanjang kontinum syok
adan kematian mengancam
Penatalaksanaan medis :
Selama tahap syok ini biasanya sama dengan tahap progresif. Meskipun
syok pasien dapat berkembang dari tahap progresif ke tahap irreversible,
penilaian bahwa syok irreversible hanya dibuat retrospektif dengan dasar
dari kegagalan pasien untuk berespon terhadap pengobatan. Strategi yang
mungkin eksperimental yaitu obat-obat dalam penelitian mungkin
digunakan dalam upaya untuk mengurangi atau menghambat keparahan
syok pasien.
G. Pembagian Syok

Secara klinis Syok dibagi atas 2 golongan besar:


1. Syok Hipovolemik : Syok dengan volume plasma berkurang
2. Syok Normovolemik : Syok dengan volume plasma normal
a. Kardiogenik (koroner/non koroner)
b. Obstruksi aliran darah
c. Neurogenik
d. Lain-lain: infeksi/sepsis (syok septik), anafilaktik, kegagalan endokrin,
anoksi.
Syok Hipovolemik
Syok hipovolemik disebabkan oleh perdarahan yang terlihat atau yang tidak
terlihat. Perdarahan yang terlihat misalnya perdarahan dari luka atau hematemesis
(muntah darah) dari tukak lambung. Perdarahan yang tidak tampak misalnya perdarahan
dari slauran cena seperti tukak duodenum, cedera limpa, kehamilan di luar uterus, patah
tulang pelvis, dan patah tulang besar atau majemuk.
Syok hipovolemik dapat juga terjadi karena kehilangan cairan tubuh yang lain.
Pada luka bakar yang luas terjadi kehilangan cairan melalui permukaan kulit yang hangus
atau di dalam lepuh. Muntah hebat atau diare juga dapat mengakibatkan kehilangan
banyak cairan intravaskular. Pada obstruksi ileus dapat terkumpul beberapa liter cairan di
dalam usus. Kehilangan cairan juga dapat ditemukan pada penderita diabetes atau
penggunaan diuretik yang kuat, keluar keringat yang berlebihan, sepsis berat, pankreatitis
akut atau peritonitis purulenta difus.
Pada syok hipovolemik ini peredaran darah menjadi buruk karena jumlah darah di
dalam pembuluh darah kurang sekali. Jantung tetap sehat dan kuat, kecuali bila miokard
sudah mengalami hipoksia karena perfusi menurun.
Menurut beratnya gejala, dapat dibedakan empat stadium syok.
Pembagian

ini terutama berlaku untuk syok hipovolemik dan berhubungan dengan

jumlah plasma yang hilang.


Stadium

Plasma

Gejala

yang hilang

1.

Pre

syok 10 15 %

Pusing, takikardi ringan, sistolik

2.

(compensated)
Ringan

750 ml
20 25 %

90 100 mmHg
Gelisah, keringat

(compensated)

1000 1200 ml

berkurang, takikardi > 100/ menit, sistolik 80

3.

Sedang

30 35 %

90 mmHg
Gelisah, pucat, dingin, oliguri, takikardi >

4.

(rreversible)
Berat

1500 1750 ml
35 50 %

100/menit, sistolik 70 80 mmHg


Pucat, sianotik, dingin, anuri,

(irreversible)

1750 2250 ml

pembuluh darah, takikardi/tak teraba lagi,

dingin,

haus, diuresis

kolaps

sistolik 0 40 mmHg
Catatan:
-

Volume plasma orang dewasa 75 ml/kgBB, anak-anak 90 ml/kgBB, bayi


80 ml/kgBB.

Anak-anak lebih mudah jatuh dalam syok (timbul pada kehilangan 10%
volume plasma).

Penatalaksanaan syok hipovolemik:


1. Bila disebabkan perdarahan, hentikan segera dengan penekanan atau
penjahitan.
2. Meletakkan penderita dalam posisi syok:
-

Kepala setinggi atau sedikit lebih tinggi daripada dada

Tubuh horisontal atau dada sedikit lebih rendah

Kedua tungkai lurus, diangkat 20.

3. Perhatikan keadaan umum dan tanda-tanda vital, pelihara jalan nafas. Bila
perlu lakukan resusitasi.
4. Pemberian cairan:
-

Cairan diberikan sebanyak mungkin dalam waktu singkat (dengan


pengawasan tanda vital)

Sebelum darah tersedia atau pada syok yang bukan disebabkan oleh
perdarahan, dapat diberikan cairan:
- Plasma

- Ringer laktat, NaCl 0,9%.


Harus dikombinasi dengan cairan lain karena cepat keluar
Ke ruang ekstravaskuler.
-

Untuk memberikan hasil yang optimal, letakkan botol infus setinggi


mungkin dan gunakan jarum yang besar, bila perlu gunakan beberapa vena
sekaligus.

Pengawasan yang perlu:


- Tanda-tanda over hidrasi
- Pengukuran diuresis melalui pemasangan kateter
pertahankan sekitar 30 ml/jam

Kecuali pada syok ireversibel, perbaikan keadaan biasanya tercapai


setelah pemberian 3000 ml cairan koloid (plasma), bila digunakan cairan
non koloid bisa sampai 8000 ml.

5. Pemberian obat-obatan suportif


-

Vasodilator
Dapat diberikan setelah terjadi perbaikan keadaan umum, sambil terus
diberikan cairan, dengan tujuan:
- Diagnostik: bila terjadi penurunan tekanan darah, berarti tubuh
masih kekurangan cairan.
- Terapeutik: untuk memperbaiki perfusi organ penting.

Vasokonstriktor tidak dianjurkan karena dapat memperburuk sirkulasi


organ penting.

Kortikosteroid, koreksi asidosis dan diuretik.

Syok Kardiogenik
Syok kardiogenik diketahui dari riwayat adanya kelainan yang mendahului, didukung
dengan pemeriksaan EKG. Disebabkan karena kegagalan faal pompa jantung yang
mengakibatkan curah jantung menjadi kecil atau berhenti sama sekali.
a. Syok kardiogenik koroner
Disebabkan oleh insufisiensi koroner atau infark jantung
b. Syok kardiogenik non koroner

10

Disebabkan oleh payah jantung, miokarditis akut atau aritmia


Infark miokard yang luas biasanya disertai dengan gangguan faal jantung atau
gangguan irama (aritmia) ventrikel. Embolus besar di dalam arteri pulmonalis dapat
menyumbat peredaran darah kecil yang menyebabkan kegagalan jantung sekunder.
Gejala Syok kardiogenik:

Dispnea

Ronkhi pada suara paru

EKG abnormal

Kelainan jantung (infark jantung akut)

Gangguan irama jantung

Hipotensi

Selain pengobatan terhadap penyebab, dapat diberikan pula:


- Norepinefrin 2 mg dalam 500 ml glukosa 5% per drip dengan tetesan
disesuaikan dengan tekanan darah (maksimum 48 mcg/menit). Diberikan
pada syok kardiogenik koroner dan non koroner dengan frekwensi
denyut jantung 120/menit.
- Obat-obat lain: koreksi asidosis, diuretik, kortikosteroid
Syok Neurogenik (Vasovagal Syncope)
Syok neurogenik disebut juga sinkop (syncope). Diisebabkan oleh kegagalan
resistensi arteri dari rangsangan syaraf atau psikis (misal: sakit/ketakutan yg mendadak),
obat-obatan vasodilator (nitrit). Darah akan tertimbun pada pembuluh darah yang
melebar sehingga aktivitas jantung meningkat. Terjadi vasodilatasi

pembuluh darah

menyeluruh sehingga darah di otak kurang.


Gejala: pucat, pusing, berkeringat dingin, lemah, badan terasa ringan, kadang2
mual. Biasanya penderita jatuh pingsan, diikuti hipotensi yg berlangsung cepat &
bradikardi.

11

Penanganan:
a. Baringkan dengan posisi kepala lebih rendah dari kaki beberapa menit
(trendelen burg)
b. Bila masih sadar, dudukkan pasien, maka bungkukkanlah kepala diantara kedua
lututnya.
c. Berikan bahan-bahan yang merangsang agar pernafasan bagus.
d. Oxygen 4-5 L/jam pada penderita akan mempercepat penyembuhan
e. Minum panas dan manis
f. Hilangkan penyebab, bila perlu dapat diberikan analgetik
Biasanya penderita akan sadar beberapa saat kemudian setelah sirkulasi serebral
membaik oleh tindakan-tindakan di atas tanpa meninggalkan faktor penyulit, kecuali bila
terjadi cedera karena jatuh
Syok Septik
Syok septik disebakan oleh septikemia. Infeksi sistemik ini biasanya timbul
karena kuman gram negatif yang menyebabkan kolaps kardiovaskular. Endotoksin
bakteri gram negatif ini menyebabkan vasodilatasi kapiler dan terbukanya hubungan
pintas arteiovena perifer. Selain itu terjadi peningkatan permeabilitas kapiler. Peningkatan
kapasitas vaskuler karena vasodilatasi perifer menyebabkan hipovolemia relatif
sedangkan

peningkatan

permeabilitas

kapiler

menyebabkan

kehilangan

cairan

intravaskuler yang terlihat sebagai udem.


Pada syok septik peredaran darah dipercepat dan curah jantung meningkat,
kadang-kadang sampai tiga kali normal yang menghasilkan perfusi berlebihan. Di
samping itu volume darah yang beredar bertambah banyak, karena itu syok septik disebut
juga syok hiperdinamik. Hipoksi sel di sini tidak disebabkan oleh penurunan perfusi
jaringan melainkan karena ketidakmampuan sel untuk menggunakan zat asam (oksigen)
karena toksin kuman.
Penyebab syok septik:
-

Infeksi luka atau pada jaringan lunak

12

Abses

Peritonitis

Infeksi traktus urogenitalis


- sistisis (kateter buli-buli)
- infeksi organ pelvis
- abortus terinfeksi

Infeksi paru/pneumonis

Luka bakar terinfeksi

Gejala syok septik:


-

infeksi yg timbul mungkin tdk begitu nyata

kebingungan & gelisah,kulit agak panas, permulaannya nadi penuh


kemudian vasokonstriksi

Keadaan penderita berubah dari demam tinggi menjadi syok dengan


penurunan kesadaran, kulit dingin dan basah, dan hipotensi.

hipertensi pulmonal & hiperventilasi

output air kemih mulanya normal tapi kemudian menurun cepat

Kultur darah tidak selalu positif, terutama bila penderita telah mendapat
antibiotika sebelumnya

Penanganan:
-

Perawatan dan pengawasan umum

Terapi cairan

Antibiotik :
a. Sebelum hasil kultur dan resistensi darah jadi, berikan kombinasi
antibiotik yang kuat, misalnya golongan penisilin dan gentamisin
b.

Bila hasil kultur dan resistensi darah sudah jadi, pemberian


antibiotik disesuaikan.

Obat-obatan lain: vasodilator, diuretik, kortikosteroid.

Syok Anafilaktik

13

Syok yang terjadi karena adanya reaksi anafilaktik, yaitu reaksi antigenantibody

yang antigennya

dapat berasal

dari

obat, makanan atau bisa binatang.

Anafilaksis adalah reaksi sistemis yang sangat cepat terhadap seluruh organ tubuh, yang
berlangsung bersama-sama. Reaksi ini berlangsung cepat sekali yang merupakan keadaan
gawat darurat yang timbul beberapa menit setelah kontak dengan antigen, dan kematian
dapat terjadi karena sumbatan jalan nafas serta kolaps kardiovaskuler.
Terjadi vasodilatasi dan kenaikan permeabilitas dinding pembuluh darah, tekanan
perifer menurun dan terjadi pergeseran cairan dari inra ke ekstravaskuler. Kolapsnya
pembuluh darah karena pengaruh kinin mengakibatkan penderia menjadi syok. Selain itu
pula, mukosa saluran pernafasan mengalami edema, dan terjadisumbatan jalan nafas yang
menyebabkan gawat pernafasan.
Gambaran klinik
Gambaran klinis reaksi anafillaktik sangat bervariasi, dapat ringan, tetapi bisa
juga berat sampai menyebabkan kematian. Gejala-gejala syok anafilaktik sering disertai
dengan gejala reaksihipersensitif lain. Manifestasinya tergantung pada cara masuk
antigen, jumlah yang diabsorbsi, dan tingkat hipersensitivitas.
Kebanyakan (95%) reaksi akan timbul dalam 5 - 60 menit setelah pemberian intra
muskuler atau subkutan. Pemberian intravena akan menimbukan gejala yang lebih cepat
yaitu 2 10 menit.
1.

GEJALA PRODROMAL, biasanya berupa:

Perasaan tidak enak

Lemah

Gatal di hidung dan palatum

Bersin

Telinga berdengung

Dada rasa tertekan

2. GEJALA KARDIOVASKULAR, : kolaps sirkulatori

Takikardi

Palpitasi

Hipotensi

14

Vasodilatasi

3. GEJALA RESPIRATORIA:

Rinitis

Bersin

Gatal hidung dan palatum

Hal tersebut dapat diikuti spasme bronkus yang berat dengan atau tanpa batuk,
edema laring yang menimbulkan sesak, anoksia dan apnoe. Jika penderita tidak
ditolong segera, bisa meninggal
4. GEJALA GASTROINTESTINAL, :

Nausea

Muntah

Sakit perut dan diare

5. GEJALA KULIT:

Rasa gatal

Urtikaria

Angioedema

Diagnosis
Diagnosis reaksi anafilaktik mudah ditegakkan bila jelas ada hubungannya antara
masuknya antigen dan gejala. Bila hubungan tersebut tidak jelas, diagnosis susah
ditegakkan. Oleh karenanya anamnesis dan gambaran klinis merupakan hal yang sangat
penting
Pencegahan:
1. Informasi dan persetujuan pemberian obat.
2. Indikasi pemberian obat,
Harus berdasarkan atas indikasi yang tepat
3. Riwayat alergi
Tanyakan adanya riwayat alergi Jika ditemukan harus waspada terhadap
kemungkinan terjadinya syok anafilaksis
4. Obat alternatif

15

Jika ada riwayat alergi terhadap obat yang akan diberikan, maka perlu diganti obat
lain.
5. Tes kulit
Penting menyadari bahwa tes kulit negatif, pada umumnya penderita dapat
mentoleransi pemberian obat-obat tersebut, tetapi tidak berarti pasti penderita
tidak akan mengalami reaksi anafilaktik. Orang dengan tes kulit negatif dan
mempunyai riwayat alergi positif mempunyai kemungkinan reaksi sebesar 13%
dibandingkan dengan kemungkinan terjadinya reaksi 60%, bila tes kulit positif.
6. Cara pemberian
Bila memungkinkan obat diberikan peroral karena lebih aman bila dibandingkan
dengan pemberian parenteral
7. Keadaan obat
Obat yang

digunakan harus

memenuhi

persyaratan.

Perhatikan

waktu

kadaluwarsa, perubahan warna dan sebagainya.


8. Rujukan
Bila penderita mempunyai riwayat alergi terhadap obat tertentu, sedangkan
indikasi pemberiannya sangat kuat dan tidak ada obat alternatif lain, maka
penderita harus dirujuk ke Rumah Sakit untuk pengobatannya.
9. Observasi
Observasi dilakukan selama dan setelah pemberian obat suntikan.
10. Pemberian bertahap
Pada pemberian anti Tetanus Serum (ATS) dan Anti Bisa Ular (ABU), sebaiknya
dilakukan tes kulit erlebih dahulu. Apabila tes tersebut ternyata positif, agar
diberikan secara bertahap.
11. Obat penawar dan alat
Yang paling utama adalah harus selalu tersedia obat penawar untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya reaksi anafilaktik atau anafilaktoid serta
adanya alat-alat bantu resusitasi kegawatan.
a. Adrenalin 1:1000
b. Antihistamin
c. Kortikosteroid

16

d. Aminophylin
e. Cairan infus glukosa 5% dan RL
f. Disposible syringe 2 cc
g. Infus set
h. Plester
i. Kapas
j. Alkohol
k. Oksigen
l. Tensimeter dan stetoskop
Penanganan:
Kalau terjadi komplikasi syok anafilaktik setelah kemasukan obat atau zat kimia, baik
peroral maupun parenteral, maka tindakan yang perlu dilakukan, adalah:
1. Segera baringkan penderita pada alas yang keras. Kaki diangkat lebih tinggi dari
kepala untuk meningkatkan aliran darah balik vena, dalam usaha memperbaiki
curah jantung dan menaikkan tekanan darah.
2. Penilaian A, B, C dari tahapan resusitasi jantung paru, yaitu:
A. Airway (membuka jalan napas). Jalan napas harus dijaga tetap bebas, tidak
ada sumbatan sama sekali. Untuk penderita yang tidak sadar, posisi kepala
dan leher diatur agar lidah tidak jatuh ke belakang menutupi jalan napas,
yaitu dengan melakukan ekstensi kepala, tarik mandibula ke depan, dan
buka mulut.
B. Breathing support, segera memberikan bantuan napas buatan bila tidak
ada tanda-tanda bernapas, baik melalui mulut ke mulut atau mulut ke
hidung. Pada syok anafilaktik yang disertai udem laring, dapat
mengakibatkan terjadinya obstruksi jalan napas total atau parsial.
Penderita yang mengalami sumbatan jalan napas parsial, selain ditolong
dengan obat-obatan, juga harus diberikan bantuan napas dan oksigen.
Penderita dengan sumbatan jalan napas total, harus segera ditolong dengan
lebih aktif, melalui intubasi endotrakea, krikotirotomi, atau trakeotomi.

17

C. Circulation support, yaitu bila tidak teraba nadi pada arteri besar (a.
karotis, atau a. femoralis), segera lakukan kompresi jantung luar.
Penilaian A, B, C ini merupakan penilaian terhadap kebutuhan bantuan hidup dasar yang
penatalaksanaannya sesuai dengan protokol resusitasi jantung paru.
1. Segera berikan adrenalin 0.30.5 mg larutan 1 : 1000 untuk penderita dewasa atau
0.01 mk/kg untuk penderita anak-anak, intramuskular. Pemberian ini dapat
diulang tiap 15 menit sampai keadaan membaik. Beberapa penulis menganjurkan
pemberian infus kontinyu adrenalin 24 ug/menit.
2. Dalam hal terjadi spasme bronkus di mana pemberian adrenalin kurang memberi
respons, dapat ditambahkan aminofilin 56 mg/kgBB intravena dosis awal yang
diteruskan 0.40.9 mg/kgBB/menit dalam cairan infus.
3. Dapat

diberikan

kortikosteroid,

misalnya

hidrokortison

100

mg

atau

deksametason 510 mg intravena sebagai terapi penunjang untuk mengatasi efek


lanjut dari syok anafilaktik atau syok yang membandel.
4. Bila tekanan darah tetap rendah, diperlukan pemasangan jalur intravena untuk
koreksi hipovolemia akibat kehilangan cairan ke ruang ekstravaskular sebagai
tujuan utama dalam mengatasi syok anafilaktik. Pemberian cairan akan
meningkatkan tekanan darah dan curah jantung serta mengatasi asidosis laktat.
Pemilihan jenis cairan antara larutan kristaloid dan koloid tetap merupakan
perdebatan didasarkan atas keuntungan dan kerugian mengingat terjadinya
peningkatan permeabilitas atau kebocoran kapiler. Pada dasarnya, bila
memberikan larutan kristaloid, maka diperlukan jumlah 34 kali dari perkiraan
kekurangan volume plasma. Biasanya, pada syok anafilaktik berat diperkirakan
terdapat kehilangan cairan 2040% dari volume plasma. Sedangkan bila diberikan
larutan koloid, dapat diberikan dengan jumlah yang sama dengan perkiraan
kehilangan volume plasma. Tetapi, perlu dipikirkan juga bahwa larutan koloid
plasma protein atau dextran juga bisa melepaskan histamin.
5. Dalam keadaan gawat, sangat tidak bijaksana bila penderita syok anafilaktik
dikirim ke rumah sakit, karena dapat meninggal dalam perjalanan. Kalau terpaksa
dilakukan, maka penanganan penderita di tempat kejadian sudah harus
18

semaksimal mungkin sesuai dengan fasilitas yang tersedia dan transportasi


penderita harus dikawal oleh dokter. Posisi waktu dibawa harus tetap dalam posisi
telentang dengan kaki lebih tinggi dari jantung.
Kalau syok sudah teratasi, penderita jangan cepat-cepat dipulangkan, tetapi harus
diawasi/diobservasi dulu selama kurang lebih 4 jam. Sedangkan penderita yang telah
mendapat terapi adrenalin lebih dari 23 kali suntikan, harus dirawat di rumah sakit
semalam untuk observasi
Ringkasan
Gejala dan tanda syok
Tipe syok
Tek darah
Tek nadi
Denyut nadi
Isi nadi
Vasokonstriksi

Septik
N/-/--N/+/++
+/++
Besar
-

Hipovolemik
-/---/--+/++
Kecil
+

Anafilaktik
-/---/--+/++
N/kecil
+

Kardiogenik
-/---/--+
N/kecil
+/-

Neurogenik
Normal
Normal
Lambat
Normal
N/+

Perifer
Suhu kulit
Warna kulit
Tek vena

hangat
merah
N/rendah

dingin
pucat
N/rendah

Dingin
N/pucat
N/rendah

Dingin
N/pucat
Tinggi

Normal
N/pucat
Normal

Sentral
Diuresis
EKG
Foto paru

-/--Normal
Udem

--Normal
Normal

Normal
Normal

-/--Abnormal
Udem

Normal
Normal
Normal

infiltrat
Keterangan:
N

: normal

: turun

: meningkat

---

: sangat turun

++

: sangat meningkat

Pengelolaan syok harus berdasarkan prinsip-prinsip fisiologis dan

harus

mempertimbangkan faktor penyebab syok penderita dengan respon sementara atau non
respon. Respon penderita terhadap terapi cairan awal menentukan prosedur-prosedur

19

terapi selanjutnya. Tujuan terapi adalah pemulihan perfusi organ segera dengan
penyampaian oksigen dan substrat ke sel untuk metabolisme aerobik.
II. 2. SINKOP
Suatu keadaan hilangnya kesadaran secara tiba-tiba dan sementara, dengan atau
tanpa disertai gejala-gejala prodromal, dan selanjutnya dalam beberapa detik sampai
beberapa menit kembali sadar ke tingkat mental sebelum kejadian. Keadaan bingung
dapat timbul untuk suatu periode yang singkat, terutama bila faktor penyebab masih ada.
Penyebab sinkop:
A.
Jantung
1. Disritmia
Semua gangguan irama yang cepat atau sangat lambat dapat menimbulkan
penurunan perfusi otak. Episoda kepala terasa ringan sering mendahului
2.

sinkop yang sebenarnya.


Infark miokard
Abnormalitas konduksi, perfusi otak yang buruk, dan vasodilatasi perifer

menimbulkan sinkop pada pasien-pasien ini, demikian juga nyeri dan stres.
3. Katup
a. Penyakit katup aorta dan mitralis adalah penyebab yang sering dijumpai
b. Ansietas dan latihan dapat mempresipitasi timbulnya sinkop melalui
iskemia atau aritmia yang timbul mendadak
c. Miksoma mitralis dan trombus atrium kiri menimbulkan sinkop melalui
efek katup-bola atau embolisasi
d. Penyakit jantung kongenital dapat menimbulkan sinkop pada anak akibat
dari abnormalitas shunt atau katup
e. Stenosis aorta hipertrofik timbul pada orang muda, dan sinkop sering
dipresipitasi oleh latihan pada pasien-pasien ini.
B. Neurologis
1. Sindroma sinus karotikus.
Sinus karotikus yang sangat sensitif berespon terhadap pergerakan kepala dn
leher, batuk, dan bersin dan menyebabkan timbulnya bradikardi. Beberapa
obat (digitalis dan propanolol) dapat mempengaruhi sinus secara langsung.
Obat-obat lain menimbulka hipotensi melalui pengurangan retensi perifer.
2. Sinkop miksi.

20

Bentuk yang idiopatik ditemukan pada orang muda. Pada orang tua sinkop
timbul apabila selama miksi dan defekasi, stimulasi vegal menimbulkan
bradikardi dan konsekuensinya terjadi penuruna perfusi otak
C. Vaskular
1. Sinkop vasovagal
Ini merupakan penyebab sinkop yang paling umum dan diakibatkan oleh
keceemasan dan stres yang berat. Sinkop biasanya didahului oleh takikardi
dan hipertensi. Sinkop membaik kembali secara cepat kecuali jika terdapat
penyakit kardiovaskular serebral yang mendasarinya yang menyebabkan
perubahan tingkat kesadaran yang persisten.
2. Hipotensi ortostatik
Obat0obatan tertentu dan sejumlah kondisi menyebabkan kehilangan
kemampuan vasokonstriksi apabila pasien dalam posisi tegak. Ini meliputi
obat antihipertensi, penyakit Parkinson, neuropati diabetika dan alkohoik,
sifilis, sindroma Guillain Barr dan Shy-Drager, dan siringomielia.
3. Penyakit arterial
Jarang sekali, penyakit pembuluh darah arterial mayor menimbulkan sinkop
murni. Perdarahan tersembunyi dapat bermanifestasi sebagai sinkop. Penyakit
Takayasu secara spesifik menimbulkan sinkop apabila

penyakitnya

menyebabkan iskhemia serebral.


D. Lain-lain
1. Endokrin
Hipotiroid, penyakit Addison, feokromositoma, dan hipoglikemia dapat
menyebabkan sinkop
2. Anemia dan pemaparan toksik secara inhalasi atau efek langsung dapat
menibulkan kelemahan dan sinkop
3. Histeria
Ini merupakan kelompok yang paling sulit diidentifikasi. Tes yang berguna
adalah tes kalori air dingin, yang menimbulkan nistagmus horizontal yang
menjauhi telinga yang diirigasi pada pasien histeris normal. Deviasi menuju
ke arah telinga yang dingin timbul pada keadaan patologis
4. Hiperventilasi dan menahan napas pada anak-anak dapat menimbulkan
sinkop.

21

KESIMPULAN
Sinkop dan syok sangat penting untuk diketahui dokter gigi praktek. Sinkop
masih berhubungan erat dengan syok sehingga pertolongan harus segera diberikan sedini
mungkin pada keadaan sinkop. Kasus-kasus sinkop lebih banyak ditemui dalam praktek
daripada kasus-kasus syok.
Meskipun demikian para dokter gigi harus bersiaga menghadapi suatu kasus
darurat (emergency dentistry cases) dengan menyediakan obat-obat sebagai berikut :
1. Oksigen 100 % siap dalam tabung oksigen untuk gangguan pernafasan dan
jantung.
2. Pentobarbital sodium (Nembutal) atau Secobarbital sodium untuk kelebihan
dosis toksis atau idiosinkrasi.
3. Benadryl atau Epinefrin untuk kasus reaksi alergi.
4. Succinycholin chloride untuk kasus konvulsi.

22

DAFTAR PUSTAKA

Abubakar, M., 1991, Penatalaksanaan Syok Anafilaksis dan Resusitasi Jantung Paru,
Kumpulan Makalah Syok Anafilaksis, Laboratorium Bedah Mulut Fakultas
Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta
Abubaker, A.O., and Benson, K.J., 2001, Oral an Maxillofacial Surgery Secrets,
Hanley & Belfus Inc, Philadelphia, pp 83 87
American College of Surgeons Commite on Trauma, 1997, Advanced Trauma
Life Support, 6th ed., pp 89 - 132
Donoff, R.B., 1997, Manual of Oral and Maxillofacial Surgery, 3rd ed, Mosby, St.
Louis, pp 390 391
Juniper, R.P., and Parkins, B.J., 1996, Kedaruratan dalam Praktik Dokter Gigi
(terj), Hipokrates, Jakarta, hal 87 88
Kwon, P.H., and Laskin, D.M., 2001, Clinicians Manual of Oral and Maxillofacial
Surgery, 3rd ed, Quintessence Co Inc, Chicago, pp 222 -223
Malamed, S.F., 2004, Handbook of Local Anesthesia, 5th ed., Mosby, St. Louis,

23

pp. 327 330


Purwadianto, A., dan Sampurna, B., 2000, Kedarurutan Medik, edisi revisi,
Binarupa Aksara, Jakarta, hal 47 57
Rahardjo, P., Hausman, B., dan Kushadiwijaya, 1981, Penuntun Diagnosa dalam
Pelayanan Kesehatan Primer, edisi 1, UGM, Yoyakarta, hal 85
Rahmat, M., 199 , Tatalaksana Syok Anafilaktik pada Perawatan Gigi di Puskesmas.
Sjamsuhidajat, R., dan Jong, W., 2000, Buku Ajar Ilmu Bedah, EGC, Jakarta,
hal 136 - 145

24

You might also like