You are on page 1of 8

Refleksi Kasus

Maret 2015

SKIZOFRENIA PARANOID

Nama

: Amirah Zahidah Mardhiyah

No. Stambuk

: N 111 14 029

Pembimbing

: dr. Patmawati, M.Kes.,Sp.Kj

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA
PALU
2015

REFLEKSI KASUS

Identitas Pasien
Nama

: Tn. Basuki

Umur

: 23 tahun

Jenis Kelamin

: Laki-Laki

Alamat

: lambunu

Pekerjaan

: Wiraswasta

Agama

: Islam

Status Perkawinan

: Belum Menikah

Tanggal Pemeriksaan : 12 Maret 2015

I.

Deskripsi Kasus
Anamnesis
Pasien laki-laki usia 23 tahun masuk RSD Madani karena gelisah dan
sering marah-marah, selain itu pasien sering bicara sendiri, mengamuk
sejak 1 bulan yang lalu. Dari hasil autoanamnesis ditemukan pasien
sedang mendapat perintah Nabi, perintah tersebut didapatkan langsung
dari suara Nabi yang terdengar setiap hari jumat sejak 1 bulan yang lalu,
isi

perintahnya

adalah

membunuh

Bapaknya

yang

dianggap

membahayakan umat. Pasien juga mengaku melihat Nabi Muhammad


saw dan sahabatnya sedang menaiki unta saat pasien sedang sendirian 1
hari yang lalu. Pasien mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi agen
sedekah terbesar di Indonesia namun pasien sadar bahwa dia tidak
memiliki harta yang banyak, dan ingin menyerahkan seluruh harta yang
dimilikinya, keinginan tersebut muncul sekitar >1 bulan yang lalu setelah

pasien mendapat buku dijalan yang bertuliskan tulisan bahasa Arab dan
Indonesia. Semenjak itu pasien mulai berperilaku aneh, mengaji dan
membaca ayat dan terjemahannya namun tidak nyambung. Pasien
mengatakan anaknya berjumlah 70 dan tersebar di seluruh Indonesia.
Riwayat dahulu pasien meminum alkohol 1 bulan yang lalu dan
pasien perokok aktif hingga sekarang. Pasien tidak pernah mengalami
kejang, Diabetes Melitus, Hipertensi, tidak ada riwayat penggunaan
NAPZA. Tidak ada keluarga pasien yang menderita penyakit atau gejala
yang sama dengan pasien. Sebelum pasien sakit, dikatakan bahwa pasien
adalah orang yang keras kepala, nakal dan suka membantah orang tua.
II.

Emosi Yang terlibat


Kasus ini menarik untuk dibahas karena pasien menunjukkan sikap
kooperatif dengan pemeriksa, sehingga pemeriksa mendapatkan gejala
yang spesifik untuk menegakkan diagnosis.

III.

Evaluasi
a. Pengalaman Baik
Pasien tidak mencoba menjauhi pemeriksa. Terbuka, dan kooperatif
dengan pemeriksa
b. Pengalaman Buruk
Pasien sering tidak nyambung saat di ajak berbicara.

IV.

Analisis
Pasien laki-laki usia 23 tahun masuk RSD Madani karena gelisah dan
sering marah-marah, selain itu pasien sering bicara sendiri, mengamuk
sejak 1 bulan yang lalu. Dari hasil autoanamnesis ditemukan pasien
sedang mendapat perintah Nabi, perintah tersebut didapatkan langsung
dari suara Nabi yang terdengar setiap hari jumat sejak 1 bulan yang lalu,
isi

perintahnya

adalah

membunuh

Bapaknya

yang

dianggap

membahayakan umat. Pasien juga mengaku melihat Nabi Muhammad


saw dan sahabatnya sedang menaiki unta saat pasien sedang sendirian 1
hari yang lalu. Pasien mengatakan bahwa dirinya ingin menjadi agen
sedekah terbesar di Indonesia namun pasien sadar bahwa dia tidak
memiliki harta yang banyak, dan ingin menyerahkan seluruh harta yang

dimilikinya, keinginan tersebut muncul sekitar >1 bulan yang lalu setelah
pasien mendapat buku dijalan yang bertuliskan tulisan bahasa Arab dan
Indonesia. Semenjak itu pasien mulai berperilaku aneh, mengaji dan
membaca ayat dan terjemahannya namun tidak nyambung. Pasien
mengatakan anaknya berjumlah 70 dan tersebar di seluruh Indonesia.
Pada kasus ini, merujuk pada kriteria diagnostik berdasarkan PPDGJ
III didapatkan halusinasi auditorik seperti suara Nabi yang berupa
perintah, terdapat waham kejar dan waham kebesaran, halusinasi menetap
serta arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
berakibat inkoheren atau pembicaraan yang tidak relevan, maka pasien ini
adalah Skizofrenia.3
Selain gejala diatas, sebagai tambahan pasien juga mengalami
halusinasi visual, waham kejar dan waham kebesaran serta preokupasi
terhadap salah satu atau lebih waham dan halusinasi auditorik yang sering
serta tidak adanya perilaku spesifik yang sugestif untuk tipe hebefrenik
dan katatonik, maka pasien pada kasus ini dapat ditegakkan diagnosis
Skizofrenia paranoid (F20.0).1
Berdasarkan PPDGJ III Skizofrenia paranoid :3
- Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
- Sebagai tambahan :
Halusinasi dan/ atau waham harus menonjol
a. Suara-suara halusinasi yang mengancam pasien atau
memberi perintah, atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk

verbal

berupa

bunyi

pluit

(whistling),

mendengung (humming), atau bunyi tawa (laughing);


b. Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat

seksual,

atau

lain-lain perasaan tubuh;

halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol


c. Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan

(delusion

of

control),

dipengaruhi

(delusion of influence), atau passivity (delusion of


passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas;

Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan,


serta gejala katatonik secara relatif tidak nyata/tidak

menonjol.
Skizofrenia, yang menyerang kurang lebih 1 persen populasi,
biasanya bermula di bawah usia 25 tahun, berlangsung seumur hidup, dan
mengenai orang dari semua kelas sosial. Hal ini sesuai dengan usia pasien
pada kasus ini yang masih 23 tahun, selain itu berdasarkan gender dan
usia, skizofrenia pada pria memiliki onset yang lebih dini daripada
wanita. Pasien pada kasus ini seorang perokok dan peminum alkohol, dan
berdasarkan survei ditemukan lebih dari pasien skizofrenia merokok
dibanding kurang dari setengah pasien psikiatri lain secara keseluruhan.
Sejumlah studi melaporkan bahwa merokok dan alkohol dikaitkan dengan
penggunaan obat antipsikotik dalam dosis yang lebih tinggi, hal ini
mungkin karena zat tersebut meningkatkan laju metabolisme obat-obatan
tersebut.1
Pada pasien ini diberikan terapi psikofarmaka berupa antipsikotik
tipikal

golongan

butyrophenone

dimana

mekanismenya

adalah

memblokade dopamin pada reseptor pasca sinaptik neuron di otak,


khususnya di sistem limbik dan sistem ekstrapiramidal (Dopamin D2
reseptor antagonis) sehingga efektif untuk gejala positif psikotik. Obat
tersebut memiliki efek samping sedasi dan inhibisi psikomotor (rasa
mengantuk, kewaspadaan berkurang, kinerja psikomotor menurun,
kemampuan kognitif menurun), gangguan otonomik (hipotensi, gejala
parasimpatolitik seperti mulut kering, gangguan irama jantung dll),
gangguan ekstrapiramidal seperti sindrom parkinson dan gangguan
endokrin, maka dari itu perlu untuk mengamati efek obat pada pasien.2
Untuk terapi non psikofarmaka, dapat dilakukan :1
a. Terapi berorientasi keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, dimana pasien skizofrenia
kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi keluarga yang singkat
namun intensif (setiap hari).

b. Terapi kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau tilikan,
atau suportif
c. Psikoterapi individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang
ditemukan di dalam pengobatan pasien non-psikotik. Menegakkan
hubungan seringkali sulit dilakukan, pasien skizofrenia seringkali
kesepian dan menolak terhadap keakraban dan kepercayaan dan
kemungkinan sikap curiga, cemas, bermusuhan, atau teregresi jika
seseorang mendekati. Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia,
perintah sederhana, kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap
kaidah sosial adalah lebih disukai daripada informalitas yang prematur
dan penggunaan nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau
profesi persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan
dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.
d. Terapi Perilaku Kognitif
Terapi perilaku kognitif telah digunakan pada pasien skizofrenik
untuk memperbaiki distorsi kognitif, mengurangi distraktibilitas, serta
mengoreksi kesalahan daya nilai. Terdapat laporan bahwa waham dan
halusinasi yang membaik dengan menggunakan metode ini. Pasien yang
mungkin memperoleh manfaat dari terapi ini umumnya adalah yang
memiliki tilikan terhadap penyakitnya.

e. Terapi Psikososial
Terapi psikososial mencakup berbagai metode untuk meningkatkan
kemampuan sosial, kecukupan diri, keterampilan praktis, dan komunikasi
interpersonal pada pasien skizofrenik. Tujuannya adalah memungkinkan
seseorang yang sakit parah untuk membangun keterampilan sosial dan
keterampilan pekerjaan untuk hidup yang mandiri.

V.

Kesimpulan
Skizofrena tipe paranoid ditandai dengan preokupasi terhadap satu
atau lebih waham atau halusinasi auditorik yang sering serta sugestif
untuk tipe hebefrenik atau katatonik. Secara klasik, skizofrenia tipe
paranoid di tandai dengan adanya waham kejar atau kebesaran.
Terapi yang diberikan pada pasien Skizofrenia ialah psikofarmaka dan
non-psikofarmaka. Psikofarmaka yang diberikan adalah antipsikosis
tipikal, sedangkan terapi non-psikofarmaka yang dapat diberikan pada
pasien ialah terapi perilaku, terapi berorientasi keluarga, terapi kelompok,
dan terapi psikoterapi individual.

DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan & Sadock, 2011, Buku Ajar Psikiatri Klinis Edisi 2, EGC, Jakarta
2. Maslim, R, 2007, Panduan Praktis Penggunaan Klinis Obat Psikotropik
Edisi 3, PT Nuh Jaya, Jakarta
3. Maslim, Rusdi dr. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa Rujukan Ringkasan
dari PPDGJ III Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK Unika Atmajaya, Jakarta,
2001.

You might also like