You are on page 1of 6

#28 Bergandengan dengan Dhuafa

Tujuan:
Masyarakat bersatu padu dengan berbagai strata sosial dalam kehidupan mereka.
Uraian Singkat:
Orang sering menduga bahwa kekuatan itu hanya bila bergabung orang-orang
terpandang dari segi sosial dan ekonomi, sehingga mengenyampingkan orang-orang
yang lemah. Padahal tidak seperti itu.
1.
Sejarah mencatat Rasulullah bersama dengan orang-orang yang dhuafa selain
dengan orang-orang yang terpandang.
2.
Allah swt memerintahkan untuk selalu bersama orang dhuafa dengan penuh
kesabaran




()

Dan bersabarlah kamu bersama-sama dengan orang-orang yang menyeru Tuhannya di


pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya; dan janganlah kedua matamu
berpaling dari mereka (karena) mengharapkan perhiasan dunia ini; dan janganlah
kamu mengikuti orang yang hatinya telah Kami lalaikan dari mengingati Kami, serta
menuruti hawa nafsunya dan adalah keadaannya itu melewati batas. (QS. Al-Kahf:
28)
3.
Menyiapkan bantuan ekonomi kepada orang orang yang membutuhkan, karena
penyiapan ekonomi bagian integral dari ajaran Islam itu sendiri. Hal itu ditegaskan
Allah dalam firmanNya:

( ) ( )
()

1. tahukah kamu (orang) yang mendustakan agama?


2. Itulah orang yang menghardik anak yatim,
3. dan tidak menganjurkan memberi Makan orang miskin.

Di Balik Ujian Kemiskinan


Al Imam an-Nawawi di dalam kitabnya "Riyadhus Shalihin" telah menulis satu bab, yaitu
"Keutamaan Fakir". Ada sebagian peneliti kitab ini yang menggarisbawahi bab tersebut,
yakni berkaitan dengan ucapan imam an-Nawawi tentang keutamaan fakir. Dia berkata,
"Bagaimana seorang fakir memiliki keutamaan sedangkan Nabi shallallahu alaihi wasallam

telah berlindung kepada Allah dari kefakiran?"


Jika diteliti, ucapan Imam an-Nawawi tersebut ternyata lebih mendalam maknanya daripada
ucapan si peneliti. Imam an-Nawawi juga mengetahui bahwa Nabi shallallahu alaihi
wasallam berlindung dari kefakiran. Hanya saja apa yang beliau ucapkan adalah untuk
menekankan dan mengingatkan pembaca tentang sesuatu yang mungkin tidak diketahui,
yaitu besarnya pahala ujian kefakiran ini, yang disyariatkan untuk berlindung darinya. Beliau
menyampaikan adab seorang fakir yang terdiri dari dua hal:
Pertama;
Berlindung kepada Allah subhanahu wataala darinya. Dan memohon kepada Allah agar
diberikan kecukupan dan penjagaan kehormatan, berdasarkan keumuman dalil yang
menunjukkan disyariatkannya berlindung kepada Allah subhanahu wataala dari bala. Dan
juga karena Nabi shallallahu alaihi wasallam telah berlindung kepada Allah dari kefakiran
serta memerintahkan hal itu.
Beliau mengucapkan,
"Ya Allah sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kekufuran dan kefakiran, dan aku
berlindung kepada-Mu ari adzab kubur, tidak ada ilah yang hak disembah selain Engkau."
Beliau juga bersabda,
"Berlindunglah kalian kepada Allah dari kefakiran, kekurangan, kehinaan dan dari berbuat
zhalim atau dizhalimi." (Silsilah shahihah, no 1445)
Ke dua;
Rela terhadap ketetapan Allah subhanahu wataala. Jika seorang muslim tertimpa
kemiskinan atau kekurangan harta maka hendaklah dia bersabar dan rela dengan takdir
Allah, karena tidaklah Allah subhanahu wataala menciptakan kefakiran melainkan hanya
untuk memilah dan menguji hamba. Allah subhanahu wataala menjelaskan hal itu dengan
sangat gamblang dalam firman-Nya, artinya,

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan,
kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita gembira kepada orangorang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka
mengucapkan, "Innaa lillahi wa innaa ilaihi raajiuun". (QS. 2:155-156)
Coba kita perhatikan bagaimana Allah subhanahu wataala telah menjadikan kekurangan
harta sebagai bagian dari bala yang dengannya Dia menguji manusia. Dan bagaimana pula
Allah subhanahu wataala menisbatkan ujian tersebut dari diri-Nya dalam firmanNya, "Sungguh Kami akan menguji kalian."Kemudian perlu kita renungkan pula bagaimana
Allah menyebut kekurangan harta sebagai musibah, bagaimana pula Dia memberikan
kabar gembira bagi orang-orang yang sabar menerima ujian kefakiran dan kekurangan
tersebut. Dia pun mengajarkan kepada mereka adab kesabaran berupa istirja
(mengembalikan urusan kepada Allah dengan mengucap inna lillahi wa inna ilaihi raajiun)
dan menjanjikan bagi mereka rahmat dan kesejahteraan.
Saudaraku, para fakir! Anda diciptakan di muka bumi ini, namun kadang anda terhalang
untuk mendapatkan kelezatannya. Itu tidak lain untuk menguji kadar keimanan anda dan
agar diketahui bagaimana sikap anda, apakah anda menggerutu dan ingkar ataukah anda
bersikap rela dan sabar.
Ingatlah, bahwa semua orang yang ada di muka bumi ini sedang diuji, orang fakir diuji
dengan kefakirannya dan orang kaya diuji dengan kekayaannya. Ketika Allah subhanahu
wataala memuliakan Nabi Sulaiman dengan harta dan kerajaan maka beliau berkata, "Ini
adalah keutamaan dari Rabbku, untuk mengujiku apakah aku bersyukur ataukah justru
kafir." Maka selayaknya seorang fakir juga berkata, "Ini adalah ketetapan Rabbku, untuk
mengujiku apakah aku bersabar ataukah ingkar." Bahkan Rasulullah shallallahu alaihi
wasallam menjelaskan bahwa ujian kefakiran itu lebih ringan dibandingkan ujian kekayaan.
Saudaraku, janganlah engkau bersedih hati dengan kefakiranmu, hadapi kefakiran dengan
dua hal; Berlindung kepada Allah subhanahu wataala darinya, dan bersabar atasnya.
SEBAB-SEBAB KEFAKIRAN

1.Lemah dan Malas


Penyakit lemah dan malas terkadang menjadi salah satu sebab dari kefakiran bagi seorang
muslim. Karena Allah subhanahu wataala menciptakan manusia dalam keadan memiliki
potensi untuk berusaha dan bekerja di muka bumi, serta diberi kemampuan untuk berjuang
mencari rizki. Oleh karenanya Dia berfirman, artinya,
"Sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia berada dalam susah payah." (QS. 90:4)
Susah payah mengharuskan seseorang untuk berusaha, bekerja keras dan berjuang untuk
memperoleh rezeki dan keberkahan. Rasulullah shallallahu alaihi wasallam banyak-banyak
berlindung dari sikap malas dan lemah, beliau bersabda,
"Ya Allah aku berlindung kepadamu dari kegelisahan dan kesedihan, dari sifat lemah dan
malas, dari sikap pengecut dan kikir, dari belitan hutang dan tekanan orang." (HR. alBukhari)
2.Dosa dan Maksiat
Kefakiran dan kemelaratan merupakan bagian dari musibah, yang terkadang disebabkan
karena kemaksiatan sebagaimana musibah yang lain pada umumnya. Allah subhanahu
wataala berfirman, artinya,
"Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan
tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahankesalahanmu)." (QS. 42:30)
Ibu Abbas radhiyallahu anhu berkata, "Sesungguh nya kebaikan itu sinar di wajah, cahaya
di dalam hati, kekuatan di badan, keluasan dalam rezeki, kecintaan di dalam hati setiap
orang. Sedangkan keburukan adalah kemuraman di wajah, kegelapan di hati, kelemahan di
badan, mengurangi rezeki, dan penyebab kebencian di hati orang."
Maka cukuplah kemaksiatan itu akan menghilangkan keberkahan, sebagaimana dalam
sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, "Sesungguhnya seorang hamba terhalang dari rizki

dengan sebab dosa yang dia kerjakan." (HR. Ahmad & Ibnu Majah)
Terhalangnya seseorang dari rezeki mungkin dengan lenyapnya rezeki tersebut, atau
berkurang jumlahnya, atau tidak memberinya manfaat sehingga meskipun harta yang
dimiliki sangat banyak, namun justru menjadi bencana baginya.
Oleh karena itu selayaknya masing-masing kita melihat seberapa banyak telah melakukan
dosa, menyia-nyiakan shalat, kurang takut kepada Allah subhanahu wataala, tidak mau
bersilaturrahim dengan kerabat, buruk pergaulan dengan sesama muslim dan lain-lain.
Kalau kita menyadari, maka sungguh tidak ada seorang pun di antara kita yang lepas dari
berbuat dosa, sebagaimana sabda Nabi shallallahu alaihi wasallam, "Seluruh bani Adam
banyak berbuat salah, dan sebaik-baik orang yang bersalah adalah yang bertaubat." (HR.
at-Tirmidzi)
3. Penjagaan Allah subhanahu wataala kepada Hamba
Allah subhanahu wataala itu Maha Tahu, boleh jadi jika seorang hamba diberi kekayaan,
justru akan menjadikannya celaka di dunia dan di akhirat, atau akan menjadikan dia
sombong dan besar kepala yang berakibat pada turunnya siksa dan bencana. Rasulullah
shallallahu alaihi wasallam bersabda,
"Sesungguhnya Allah Taala menjaga hamba-Nya yang beriman dari dunia ini, padahal Dia
mencintainya. Sebagaimana kalian semua berhati-hati (menjaga) orang sakit dalam
memberi makan dan minum, karena khawatir terhadapnya." (HR. Ahmad, terdapat di
Shahih al-Jami no. 181)
4.Telah Ditetapkan Memperoleh Kedudukan di Sisi Allah subhanahu wataala
Termasuk besarnya kemuliaan dan kemurahan Allah subhanahu wataala adalah Dia
memuliakan hamba-Nya sebelum hamba itu melakukan suatu prestasi, dan Dia telah
menulis untuk seorang hamba satu kedudukan yang tidak mungkin hamba tersebut
mencapainya hanya dengan amal perbuatannya. Sehingga dia memberikan kebaikan
dengan cara mengujinya, baik itu dalam harta, anak, atau badannya. Nabi shallallahu alaihi
wasallambersabda,

"Sesungguhnya jika seorang hamba telah ditulis baginya satu kedudukan yang tidak
mampu dia capai dengan amalnya, maka Allah mengujinya di dalam harta atau badan atau
anaknya." (HR. Abu Dawud)
Dan kedudukan yang tinggi hanya dicapai oleh seorang mukmin. Maka ketika ada
seseorang datang kepada Nabi shallallahu alaihi wasallam lalu berkata, "Sungguh aku
mencintaimu." Maka Nabi menjawab, "Siapkan dirimu menjadi orang fakir." Wallahu alam.
Sumber: Buku saku "Risalah ila Faqir" Dept. Ilmiyah Darul Wathan (Kholif
Mutaqin/alsofwah)
http://www.kajianislam.net/modules/wordpress/2009/01/28/di-balik-ujian-kefakiran/

You might also like