You are on page 1of 23

REFERAT

SYOK HIPOVOLEMIK

PEMBIMBING : dr. Riza Mansyoer, Sp. A

DISUSUN OLEH :
ARISTA STHAVIRA
030.08.042

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH KOJA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
PERIODE 1 APRIL 2013 8 JUNI 2013
1

BAB I
PENDAHULUAN
Shock adalah suatu sindroma klinis dimana terdapat kegagalan dalam hal
mengatur peredaran darah dengan akibat terjadinya kegagalan untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh. Kegagalan sirkulasi biasanya disebabkan oleh kehilangan cairan
(hipovolemik), Karena kegagalan pompa atau karena perubahan resistensi vaskuler perifer.
Renjatan adalah diagnosa klinis yang terjadi karena berbagai sebab. Renjatan
merupakan gewatan medic dengan morbiditas dan mortalitas yang tinggi (>20%) yang
membutuhkan penanganan segera. Kelambatan penanganan dapat menyebabkan kematian
atau terjadinya gejala sisa. Gejala awal shock pada anak tidak sama dengan dewasa karena
fungsi organ dan kemampuan kompensasi tubuh yang relative berbeda sesuai perkembangan
usia.
Renjatan hipovolemik terjadi sebagai akibat berkuranagnya volume darah
intravaskuler . jenis renjatan ini yang paling banyak dijumpai dan merupakan penyebab
kematian terbanyak pada anak. Diseluruh dunia terdapat 6-20 juta kematian tiap tahun,
meskipun penyebab nya berbeda-beda tiap negara. Dinegara berkembang penyebab utama
hipovolemik adalah diare akut dan demam berdarah dengue, sedang dinegara maju penyebab
terbanyak hipovolemik adalah perdaraha akibat trauma. Di IRD RSUD dr. soetomo 6-8%
dari sekitar 5000-6000 kunjungan penderita anak setiap tahunnya mengalami renjatan
hipovolemik dengan penyebab utama adalah diare akut dan demam berdarah dengue.
Kehilamgan cairan yang cepat dan banyak menurunkan preload ventrikel sehingga
terjadi penurunan isi sekuncup dan curah jantung sehingga terjadi penurunan hantaran
oksigen kejaringan tubuh. Pada renjatan karena perdarahan, selain terjadi penurunan cardiac
output juga terjadi pengurangan haemoglobin, sehingga transport dari oksigen ke jaringan
makin berkurang.

BAB II
2

TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi syok
Syok adalah sindroma klinis yang terjadi akibat gangguan hemodinamik dan
metabolik yang ditandai dengan kegagalan system sirkulasi untuk mempertahankan perfusi
yanga dekuat organ-organ vital tubuh. Hal ini muncul akibat kejadian pada hemostasis tubuh
yang serius seperti, perdarahan yang massif, trauma atau luka bakar berat (syok
hipovolemik), infark miokard luas atau emboli paru (syok kardiogenik), sepsis akibat bakteri
yang tidak terkontrol (syok septic), tonus vasomotor yang tidak adekuat (syok neurogenik)
atau akibat respon imun (syok

anafilaktik).

Syok adalah suatu sindrom klinis kegagalan akut fungsi sirkulasi yang menyebabkan
ketidakcukupan perfusi jaringan dan oksigenasi jaringan, dengan akibat gangguan
mekanisme homeostasis.
2.2 Penyebab terjadinya syok
Adapun macam-macam penyebab terjadinya syok adalah

Tabel 2.1 Penyebab syok


Jenis Syok
Hipovolemik

Kardiogenik

Penyebab
1. Perdarahan
2. Kehilangan plasma (misal pada luka bakar)
3. Dehidrasi, misal karena puasa lama, diare,
muntah, obstruksi usus dan lain-lain

1. Aritmia
Bradikardi / takikardi
2. Gangguan fungsi miokard
Infark miokard akut, terutama infark ventrikel
Penyakit jantung arteriosklerotik
Miokardiopati
3. Gangguan mekanis
Regurgitasi mitral/aorta
Rupture septum interventrikular
Aneurisma ventrikel massif
Obstruksi:

kanan

Out flow : stenosis atrium


Inflow : stenosis mitral, miksoma atrium kiri/thrombus
Obstruktif
Septik

Neurogenik

Anafilaksis

Tension Pneumothorax
Tamponade jantung
Emboli Paru
1.Infeksi bakteri gram negative,
misalnya:
eschericia
coli,
klibselia
pneumonia,
enterobacter,
serratia,proteus,danprovidential.
2. Kokus gram positif,
misal:
stafilokokus, enterokokus, dan streptokokus
Disfungsi saraf simpatis, disebabkan oleh trauma tulang belakang dan
spinal syok (trauma
medulla spinalis dengan quadriflegia atau para
flegia)
Rangsangan hebat yang tidak menyenangkan,
misal nyeri hebat
Rangsangan pada medulla spinalis, misalnya
penggunaan obat anestesi
Rangsangan parasimpatis pada jantung yang
menyebabkan bradikardi jantung mendadak. Hal
ini terjadi pada orang yang pingan mendadak
akibat gangguan emosional
Antibiotic
Penisilin, sofalosporin, kloramfenikol, polimixin, ampoterisin B
Biologis
Serum, antitoksin, peptide, toksoid tetanus, dan gamma globulin
Makanan
Telur, susu, dan udang/kepiting
Lain-lain
Gigitan binatang, anestesi local

Bagaimana mengenali Berbagai macam jenis dari syok


Infromasi
Diagnostic

Hipovolemi
k

Kardiogeni
k

Neurogenik

Gejala dan
tanda

Pucat; kulit
dingin,
Basah;
takikardi;
Oliguri,
hipotensi;
peningkatan
resistensi
perifer

Kulit basah,
dingin;
takidan
bradiaritmia
;
oliguri;
hipotensi;
peningkatan
resistensi
perifer

Data
laboratoriu
m

Hematokrit
rendah
( fase akhir)

Enzim
jantung,
EKG

Kulit hangat,
denyut
jantung
normal/renda
h,
normo/oliguri
,
hipotensi,
penurunan
resistensi
perifer
Normal

Septik
(Hyperdynami
c
State)
Demam, kulit
teraba hangat,
takikardi,
oliguri,
hipotensi,
penurunan
resistensi
perifer.
Hitung
neutrofil,
pengecatan
gram, kultur

2.3 Patofisiologi syok secara umum


Faktor-faktor yang dapat mempertahankan tekanan darah normal:
a.

Pompa jantung. Jantung harus berkontraksi secara efisien.

b.

Volume sirkulasi darah. Darah akan dipompa oleh jantung ke dalam arteri dan kapilerkapiler jaringan. Setelah oksigen dan zat nutrisi diambil oleh jaringan, sistem vena akan
mengumpulkan darah dari jaringan dan mengalirkan kembali ke jantung. Apabila volume
sirkulasi berkurang maka dapat terjadi syok.

c.

Tahanan pembuluh darah perifer. Yang dimaksud adalah pembuluh darah kecil, yaitu
arteriole-arteriole dan kapiler-kapiler. Bila tahanan pembuluh darah perifer meningkat,
artinya terjadi vasokonstriksi pembuluh darah kecil. Bila tahanan pembuluh darah perifer
rendah, berarti terjadi vasodilatasi. Rendahnya tahanan pembuluh darah perifer dapat
mengakibatkan penurunan tekanan darah. Darah akan berkumpul pada pembuluh darah yang
mengalami dilatasi sehingga aliran darah balik ke jantung menjadi berkurang dan tekanan
darah akan turun.
5

Gambar2.1 Patofisiologi Syok (sumber: Kumar and Parrillo, 2001)

Gambar 2.3 Berbagai jenis umpan balik yang dapat menimbulkan per-kembangan

syok.

Keadaan syok akan melalui tiga tahapan mulai dari tahap kompensasi (masih dapat
ditangani oleh tubuh), dekompensasi (sudah tidak dapat ditangani oleh tubuh), dan
ireversibel (tidak dapat pulih).
Fase1 : kompensasi
Pada fase ini fungsi-fungsi organ vital masih dapat dipertahankan melalui
mekanisme kompensasi tubuh dengan meningkatkan reflek simpatis, yaitu meningkatnya
resistensi sistemik dimana terjadi distribusi selektif aliran darah dari organ perifer non vital
ke organ vital seperti jantung, paru dan otak. Tekanan darah sistolik tetap normal sedangkan
tekanan darah sistolik meningkat akibat peninggian resistensi arteriol sistemik (tekanan nadi
menyempit).
7

Untuk mencukupi curah jantung maka jantung mengkompensasi secara temporer dengan
meningkatkan frekuensi jantung. Disamping itu terdapat peningkatan sekresi vasopressin
dan renin angiotensin aldosteron yang akan mempengaruhi ginjal untuk menahan
natrium dan air dalam sirkulasi.
Manifestasi klinis yang tampak berupa takikardia, gaduh gelisah, kulit pucat dan dingin
dengan pengisian kapiler (capillary refilling) yang melambat > 2 detik.
Fase II : Dekompensasi.
Pada fase ini mekanisme kompensasi mulai gagal mempertahankan curah jantung
yang adekuat dan system sirkulasi menjadi tidak efisien lagi. Jaringan dengan perfusi yang
buruk tidak lagi mendapat oksigen yang cukup, sehingga metabolisme berlangsung secara
anaerobic yang tidak efisien. Alur anaerobic menimbulkan penumpukan asam laktat dan
asam-asam lainnya yang berakhir dengan asidosis. Asidosis akan bertambah berat dengan
terbentuknya asam karbonat intra selular akibat ketidak mampuan sirkulasi membuang CO2.
Asidemia akan menghambat kontraktilitas otot jantung dan respons terhadap
katekolamin. Akibat lanjut asidosis akan menyebabkan terganggunya mekanisme energy
dependent NaK-pump ditingkat selular, akibatnya integritas membrane sel terganggu, fungsi
lisosom dan mitokondria akan memburuk yang dapast berakhir dengan kerusakan sel.
Lambatnya aliran darah dan kerusakan reaksi rantai kinin serta system koagulasi dapat
memperburuk keadaan syok dengan timbulnya agregasi tombosit dan pembentukan trombos
disertai tendensi perdarahan.
Pada syok juga terjadi pelepasan mediator-vaskular antara lain histamin, serotonin,
sitokin (terutama TNF=tumor necrosis factor dan interleukin 1), xanthin, oxydase yang
dapat membentuk oksigen radikal serta PAF (platelets agregatin factor). Pelepasan mediator
oleh makrofag merupakan adaptasi normal pada awal keadaan stress atau injury, pada
keadan syok yang berlanjut justru dapat memperburuk keadaan karena terjadi vasodilatasi
arteriol dan peningkatan permeabilitas kapiler dengan akibat volume intravaskular yang
kembali kejantung (venous return) semakin berkuarang diserai timbulnya depresi miokard.

Manifestasi klinis yang dijumpai berupa takikardia yang bertambah, tekanan darah
mulai turun, perfusi perifer memburuk (kulit dingin dan mottled, capillary refilling
bertambah lama), oliguria dan asidosis (laju nafas bertambah cepat dan dalam) dengan
depresi susunan syaraf pusat (penurunan kesadaran).
Fase III : Irreversible
Kegagalan mekanisme kompensasi tubuh menyebabkan syok terus berlanjut,
sehingga terjadi kerusakan/kematian sel dan disfungsi system multi organ lainnya. Cadangan
fosfat berenergi tinggi (ATP) akan habis terutama di jantung dan hepar, sintesa ATP yang
baru hanya 2% / jam dengan demikian tubuh akan kehabisan energi. Kematian akan terjadi
walaupun system sirkulasi dapat dipulihkan kembali. Manifestasi klinis berupa tekanan
darah tidak terukur, nadi tak teraba, penurunan kesadaran semakin dalam (sopor-koma),
anuria dan tanda-tanda kegagalan system organ lain.
2.4 Diagnosis
Shock adalah diagnosis klinis, jadi tidak ada diagnosis bandingnya. Diagnosis
bandingnya hanya terhadap penyebab dar shock. Diagnosis shock pada stadium dini sangat
penting untuk berhasilnya suatu pengobatan, namun sering kali hal ini tidak mudah. Karena
itu sangat penting adalah kewaspadaan terhadap kemungkinan terjadinya shock pada
penderita dengan resiko tinggi. Pada penderita pada resiko tersebut kita lakukan pemantauan
yang lebih ketat sehingga dapat dilakukan tindakan yang lebih dini bila terdapat tanda-tanda
shock.
Diagnosis shock pada anak dan bayi kadang-kadang sulit, tanda-tanda shock berat
dengan gejala yang jelas seperti nadi yang lemah atau tidak teraba, akral dingin dan sianosis
mudah dikenali, tapi pada compensated shock dimana tekanan darah sentral masih dapat
dipertahankan, seringkali diagnsosi renjatan shock sulit ditegakkan. Pengambilan anamnesa
yang baik dan benar sangat penting untuk menegakkan diagnosis etiologis dari renjatan,
seperti adanya muntah dan diare akan mengarahkan kita pada shock hipovolemik, trauma
atau pasca operasi kemungkinan menjadi penyebab renjatan hipovolemik karena perdarahan.
Pada neonatus panas pada ibu pada aktu melahirkan, ketuban pecah prematur (KPP),
9

perdarahan intrapartum atau distress fetal dapat membantu memperkirakan penyebab


renjatan pada bayi.
Manifestasi klinis tergantung pada:
-

Penyakit primer penyebab shock


Kecepatan dan jumlah cairan yang hilang
Lama nya syok serta kerusakan jaringan yang terjadi
Tipe dan stadium renjatan

2.5 penatalaksanaan
1. Airway dan Breathing
1. Bebaskan jalan napas. Lakukan penghisapan, bila ada sekresi atau muntah.
2. Tengadah

kepala-topang

dagu,

kalau

perlu

pasang

alat

bantu

jalan

nafas

(Gudel/oropharingeal airway).
3. Berikan oksigen minimal 6 liter/menit
4. Bila pernapasan/ventilasi tidak adekuat, berikan oksigen dengan pompa sungkup (Ambu
bag) atau ETT.
2. Pertahankan Sirkulasi
Segera pasang infus intravena. Bisa lebih dari satu infus. Pantau nadi, tekanan
darah, warna kulit, isi vena, dan produksi urin.
Cari dan Atasi Penyebab :

Penderita dijaga agar tetap merasa hangat dan kaki sedikit dinaikkan untuk
mempermudah kembalinya darah ke jantung.

Setiap

perdarahan

segera

dihentikan

dan

pernafasan

penderita

diperiksa.

Jika muntah, kepala dimiringkan ke satu sisi untuk mencegah terhirupnya muntahan.
Jangan diberikan apapun melalui mulut.

Tenaga kesehatan bisa memberikan bantuan pernafasan mekanis.

10

Obat-obatan diberikan secara intravena. Obat bius (narkotik), obat tidur dan obat
penenang biasanya tidak diberikan karena cenderung menurunkan tekanan darah.

Cairan

diberikan

melalui

infus.

Bila

perlu,

diberikan

transfusi

darah.

Cairan intravena dan transfusi darah mungkin tidak mempu mengatasi syok jika
perdarahan atau hilangnya cairan terlus berlanjut atau jika syok disebabkan oleh
serangan jantung atau keadaan lainnya yang tidak berhubungan dengan volume darah.

Untuk menambah aliran darah ke otak atau jantung bisa diberikan obat yang
mengkerutkan pembuluh darah. Pemberian obat ini dilakukan sesingkat mungkin karena
bisa mengurangi aliran darah ke jaringan.

Jika penyebabnya adalah aksi pompa jantung yang tidak memadai, dilakukan usaha
untuk memperbaiki kinerja jantung. Kelainan denyut dan irama jantung diperbaiki dan
volume darah ditingkatkan (bila perlu). Untuk memperlambat denyut jantung bisa
diberikan atropin. Obat lainnya bisa diberikan untuk memperbaiki kemampuan
kontraksi otot jantung.
Pemberian Cairan :

Jangan memberikan minum kepada penderita yang tidak sadar, mual-mual, muntah,
kejang, akan dioperasi/dibius dan yang akan mendapat trauma pada perut serta kepala
(otak) karena bahaya terjadinya aspirasi cairan ke dalam paru.
Penderita hanya boleh minum bila penderita sadar betul dan tidak ada indikasi kontra.
Cairan intravena seperti larutan isotonik kristaloid merupakan pilihan pertama dalam
melakukan resusitasi cairan untuk mengembalikan volume intravaskuler, volume
interstitial, dan intra sel. Cairan plasma atau pengganti plasma berguna untuk
meningkatkan tekanan onkotik intravaskuler.
Pada syok hipovolemik, jumlah cairan yang diberikan harus seimbang dengan jumlah
cairan yang hilang. Sedapat mungkin diberikan jenis cairan yang sama dengan cairan
yang hilang, darah pada perdarahan, plasma pada luka bakar. Kehilangan air harus
diganti dengan larutan hipotonik. Kehilangan cairan berupa air dan elektrolit harus
11

diganti dengan larutan isotonik. Penggantian volume intra vaskuler dengan cairan
kristaloid memerlukan volume 3-4 kali volume perdarahan yang hilang, sedang bila
menggunakan larutan koloid memerlukan jumlah yang sama dengan jumlah perdarahan
yang hilang. Telah diketahui bahwa transfusi eritrosit konsentrat yang dikombinasi
dengan larutan ringer laktat sama efektifnya dengan darah lengkap.
Pemantauan tekanan vena sentral penting untuk mencegah pemberian cairan yang
berlebihan.
Pada penanggulangan syok kardiogenik harus dicegah pemberian cairan berlebihan yang
akan membebani jantung. Harus diperhatikan oksigenasi darah dan tindakan untuk
menghilangkan nyeri.
Pemberian cairan pada syok septik harus dalam pemantauan ketat, mengingat pada syok

septik biasanya terdapat gangguan organ majemuk (Multiple Organ Disfunction).


Diperlukan pemantauan alat canggih berupa pemasangan CVP, "Swan Ganz" kateter,
dan pemeriksaan analisa gas darah
2.6

Komplikasi

SIRS, dapat terjadi bola syok tidak dikoreksi

Gagal ginjal akut (ATN)

Gagal hati

Ulserasi akibat stress

SYOK HIPOVOLEMIK
Hipovolemik berarti berkurangnya volume intravaskuler. Sehingga syok hipovolemik
berarti syok yang di sebabkan oleh berkurangnya volume intravaskuler. Di Indonesia shock
pada anak paling sering disebabkan oleh gastroenteritis dan dehidrasi, dan shock perdarahan
paling jarang, begitupun shock karena kehilangan plasma pada luka bakar dan shock karena
translokasi cairan.
12

Etiologi shock hipovolemik pada anak:


Tabel 3.1 etiologi syok hipovolemik
Intake kurang atau output kelebihan
1. Dehidrasi disebabkan:
a. Intake yang kurang (minum kurang,
anoreksia, hipodipsi karena hipotalamus

Translokasi cairan
intraintestinal

(ileus

paralitik,

hirschprung)
- asites dan edema (sindroma nefrotik)

terganggu.
b. Output meningkat:
- keringat banyak/insensible loss menigkat
(hiperventilasi, panas tinggi)
- osmotic dieresis (diabetes insipidus,
defisiensi A.D.H, penyakit ginjal kronis)
- kehilangan Na (Na loss nepropathy,
pemakaian diuretic)
- kehilangan melalui saluran percernaan
(diare, ileostomi, muntah, fistula
2. kehilangan darah
- trauma
- perdarahan gastrointestinal
- perdarahan intracranial
3. kehilangan plasma
- luka bakar
- peritonitis
Patofisiologi
Patofisiologi sangat berhubungan dengan penyakit primer dari syok. Namun secara
umum bila terjadi penurunan tekanan darah maka tubuh akan mengadakan respon untuk
mempertahankan sirkulasi dan perfusi yang adekuat pada organ-organ vital melalui reflex
neurohumoral. Integritas sirkulasi tergantung pada volume darah yang beredar, tonus
pembuluh darah dan system pompa jantung. Gangguan dari salah satu fungsi tersebut dapat
menyebabkan terjadinya syok. Bila terjadi syok hipovolemik maka mekanisme kompensasi
yang terjadi adalah melalui:
1.Baroreseptor

13

Reseptor ini mendapat rangsangan dari perubahan tagangan dalam pembuluh darah. Bila
terjadi penurunan tekanan darah maka rangsangan terhadap baroreseptor akan menurun,
sehingga rangsangan yang dikirim baroreseptor ke pusat juga berkurang sehingga akan
terjadi:
-

Penurunan rangsangan terhadap cardioinhibiotor centre


Penurunan hambatan terhadap pusat vasomotor
Akibat dari kedua hal tersebut maka akan terjadi vasokonstriksi dan takikardia. Baroreseptor
ini terdapat di snus karotikus, arkus aorta, atrium kiri dan kanan, ventrikel kiri dan dalam
sirkulasi paru. Baroreseptor sinus karotikus merupakan baroreseptor perifer yang paling
berperan dalam pengaturan tekanan darah.

2. Kemoreseptor
Respon baroreseptor mencapai respon maksimal bila tekanan darah menurun sampai
60mmHg, maka yang bekerja adalah kemoreseptor, yang terangsang bila terjadi hipoksia
dan asidosis jaringan. Akibat rangsangan kemoreseptor ini adalah vasokonstriksi yang luas
dan rangsangan pernafasan.
3. Cerebral ischkemic reseptor
Bila aliran darah ke otak menurun sampai <40mmHg maka akan terjadi sympathetic
discharge massif. Respon dari reseptor di otak ini lebih kuat dari pada reseptor-reseptor
perifer .
4. Reseptor humoral
Bila terjadi hipovolemik/ hipotensi maka tubuh akan mengeluarkan hormone-hormon stress
seperti epinefrin, glucagon, dan kortisol yang merupakan hormone yang mempunyai efek
kontra dengan insulin. Akibat dari pengeluaran dari hormone ini adalah terjadinya
takikardia, vasokonstriksi dan hiperglikemi. Vasokonstriksi diharapkan akan meningkatkan
tekanan darah perifer dan preload, isi sekuncup dan curah jantung. Sekresi ADH aleh
hipofisee posteriosr juga meningkat sehingga pengeluaran air dari ginjal dapat dikurangi.
5. Retensi air da garam oleh ginjal
14

Bila terjadi hipoperfusi ginjal maka akan terjadi pengeluaran rennin oleh apparatus
yukstaglomerulus yang merubah angiotensin menjadi angiotensin I. angiotensin I ini oleh
converting enzyme dirubah menjadi angiotensin II yang mempunyai sifat:
-

Vasokonstriksi kuat
Merangsang pengeluaran aldosteron sehingga meningkatkan reabsorbsi natrium di tubulus

ginjal.
Menigkatkan sekresi vasopressin

Volume
sirkulasi

Preload
Volume sekuncup

Baroreseptor, kemoreseptor, cerebral ischemic reseptor

Cardio inhibitor center dihambat

Aktivasi cardiostimulator center

Output simpatetik meningkatkat,output


parasimpatetik menurun

Gambar 3.1 Refleks kardiovaskular pada hipotensi


6. Autotransfusi

HR, kontraktilitas otot jantung ,


vasokonstriksi

Autotransfusi adalah suatu mekanisme didalam


tubuh untuk mempertahankan agar volume
Ginjal
dan tekanan darah tetap stabil. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara jumlah
Ngiotensi, vasopressin, aldosteron

cairan intravascular yang keluar ke ekstravaskular atau sebaliknya. Hal ini tergantung pada
keseimbangan antara tekanan hidrostatik intravascular akan menurun makan akan terjadi
aliran cairan dari ekstra ke intravascular sehingga tekanan darah dapat dipertahankan. Hal
ini tergantung dari kecepatan hilangnya cairan, bila proses hilangnya cairan tubuh cepat
maka proses ini tidak akan mampu menaikkan tekanan darah.
15

Akibat dari semua ini maka akan terjadi:


-

Vasokonstriksi yang luas


Vasokonstriksi yang paling kuat terjadi pada pembu;uh darah skeletal, splancnic dan kulit,
sedang pada pembuluh darah otak dan koronaria tidak terjadi vasokonstriksi, nahkan aliran
darah pada kelenjar adrenal meningkat sebagai usaha kompensasi tubuh utuk meningkatkan
respon katekolamin pada syok. Vasokonstriksi ini menyebabkan suhu tubuh perifer menjadi

dingin dan kulit menjadi pucat.


Sebagai akibat vasokonstriksi ini maka tekanan distolik akan meningkat pada fase awal,
sehingga tekanan nadi menyempit, tetapi bila proses berlanjut ini tidak dapat dipertahankan

dan tekanan datah akan semakin menurun sampai tidak teratur.


Takikardia
Iskemia jaringan akan menyebabkan metabolism anaerobic dan terjadi asidosis metabolic
Hipovolemia menyebabkan aliran darah menjadi lambat sehingga keseimbangan pertukaran
O2 dan Co2 kedalam pembuluh darah lama dan kaibatnya terjadi perbedaan yang besar
antara tekanan O2 dan CO2 arteri danvena.
Akibat dari hipoksia dan berkurangnya nutrisi kejaringan maka metabolisme menjadi
metabolisme anaerobic yang tidak

efektif dan hanya menghasilkan 2 ATP dari setiap

molekul glukosa. Pada metabolism oerobik dengan oksigen dan nutrisi yang cukup dengan
pemecahan 1 molukel glukosa akan menghasilkan 36 ATP. Akibat dari metabolism anaerobic
ini akan terjadi penumpukan asam laktat dan pada khirnya metabolism tidak akan mampu
lagi menyediakan energy yang cukup untuk mempertahan homeostasis seluler, terjadi
kerusakan popma ionic dinding sel, natrium masuk ke dalam sel dan kalium keluar sel
sehingga terjadi akumulasi kalsium dalam sitosol, terjadi edema dan kematian sel. Pada
akhirnya terjadi banyak kerusakan sel organ-organ tubuh atau terjadi kegagalan organ
multiple dan renjatan yang ireversibel.
Tubuh manusia berespon terhadap perdarahan akut dengan mengaktivasi sistem
fisiologi utama sebagai berikut: sistem hematologi, kardiovaskuler, ginjal, dan sistem
neuroendokrin.
16

Sistem hematologi berespon terhadap kehilangan darah yang berat dan akut dengan
mengaktivasi kaskade koagulasi dan vasokonstriksi pembuluh darah (melalui pelelepasan
tromboksan A2 lokal). Selain itu, platelet diaktivasi (juga melalui pelepasan tromboksan A2
lokal) dan membentuk bekuan darah immatur pada sumber perdarahan. Pembuluh darah
yang rusak menghasilkan kolagen, yang selanjutnya menyebabkan penumpukan fibrin dan
menstabilkan bekuan darah. Dibutuhkan waktu sekitar 24 jam untuk menyempurnakan
fibrinasi dari bekuan darah dan menjadi bentuk yang sempurna.
Sistem kardiovaskuler pada awalnya berespon terhadap syok hipovolemik dengan
meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas miokard, dan vasokonstriksi
pembuluh darah perifer. Respon ini terjadi akibat peningkatan pelepasan norepinefrin dan
penurunan ambang dasar tonus nervus vagus (diatur oleh baroreseptor di arcus caroticus,
arcus aorta, atrium kiri, dan penbuluh darah pulmonal). Sistem kardiovaskuler juga berespon
dengan mengalirkan darah ke otak, jantung, dan ginjal dengan mengurangi perfusi kulit,
otot, dan traktus gastrointestinal.
Sistem renalis berespon terhadap syok hemoragik dengan peningkatan sekresi renin
dari apparatus juxtaglomeruler. Renin akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin
I, yang selanjutnya akan dikonversi menjadi angiotensin II di paru-paru dah hati. Angotensin
II mempunyai 2 efek utama, yang keduanya membantu perbaikan keadaan pada syok
hemoragik, yaitu vasokonstriksi arteriol otot polos, dan menstimulasi sekresi aldosteron dari
korteks adrenal. Aldosteron bertanggungjawab pada reabsorbsi aktif natrium dan akhirnya
akan menyebabkan retensi air.
Sistem neuroendokrin berespon terhadap syok hemoragik dengan meningkatan
Antidiuretik Hormon (ADH) dalam sirkulasi. ADH dilepaskan dari glandula pituitari
posterior sebagai respon terhadap penurunan tekanan darah (dideteksi oleh baroreseptor) dan
terhadap penurunan konsentrasi natrium (yang dideteksi oleh osmoreseptor). Secara tidak
langsung ADH menyebabkan peningkatan reabsorbsi air dan garam (NaCl) pada tubulus
distalis, duktus kolektivus, dan lengkung Henle.
Manifestasi klinis

17

Tergantung pada penyakit primer penyebab syok, kecepatan dan jumlah cairan yang
hilang, lama renjatan serta kerusakan jaringan yang terjadi, tipe dan stadium renjatan. Secara
klinis perjalanan renjatan dapat dibagi dalam 3 fase yaitu fase kompensasi, dekomensasi,
dan ireversibel.
Tabel 3.2 Manifestasi Klinis Syok Hipovolemik
Tanda klinis
Blood loss
( %)

Kompensasi
Sampai 25

Dekompensasi
25 40

I reversible
> 40

Heart rate

Takikardia +

Takikardia ++

Taki/bradikardia

Tekanan
Sistolik

Normal

Normal/menurun

Tidak terukur

Nadi/volume

Normal/menurun

Menurun +

Menurun ++

Capillary
refill

Normal/meningkat
3-5 detik

Meningkat > 5
detik

Meningkat ++

Kulit

Dingin, pucat

Dingin/mottled

Dingin+/deadly
pale

Pernafasan

Takipneu

Takipneu +

Sighing
respiration

Kesadaran

Gelisah

Lethargi
bereaksi

Reaksi -/ hanya
terhadap nyeri

Diagnosis
Pada pemeriksaan fisis perlu dibedakan hipovolemik akibat kehilangan cairan keluar
tubuh seperti pada diare atau perpindahan cairan ke ruang interstitial seperti pada demam
berdarah dengue atau sepsis. Anak dengan kehilangan cairan ke luar tubuh akan
menunjukkan tanda klasik dehidrasi seperti ubun-ubun besar cekng, mata cekung, mucosa
kering, turgor kulit turun, refill kapiler turun, karal dingin, dan penurunan status mental.

18

Anak dengan perpindahan cairan ke ruang interstitial menunnjukkan tanda gangguan


perfusi seperti refill kapiler yang menurun, akral, dingin, dan penurunan status mental tanpa
adanya tanda lain yang dijumpai pada anak dehidrasi. Tekanan darah akan menurun bila
terjadi kehilangan cairan lebih dari 30%. Pada syok akibat perdarahan hipotensi biasanya
terjadi bila kehilangan darah lebih dari 40% volume.

Table 3.3 Perkiraan Kehilangan Cairan dan Darah Berdasarkan Presentasi Penderita

Pemeriksaan laobarotorium
Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal renjatan syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masih tidak
berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan berlangsung lama,
karena proses autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan hilangnya darah yang terjadi.
Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan tubuh seperti pada DF atau diare dengan
dehidrasi akatn terjadi haemokonsentrasi.
Urin
Produksi urin akan menuru, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin menigkat >1,020. Sering
didapat adanya proteinuria
19

Pemeriksaan BGA
pH, PaO2, PaCO2 dan HCO3 darah menurun. Bila proses berlangsung terus maka proses
kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak tanda-tanda kegagalan dengan makin
menurunnya pH dan PaO2 dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang
jelas antara PO2 dan PCO2 arterial dan vena.
Pemeriksaan elektrolit serum
Pada renjatan sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan elektrolit seperti
hiponatremi, hiperkalemia, dan hipokalsemia terutama pada penderita dengan asidosis
Pemeriksaan fungsi ginjal pemeriksaan BUN dan serum kreatinin penting pada renjatan
terutama bila ada tanda-tanda gagal ginjal
Pemeriksaan faal hemostasis
Pemeriksaan yang lain untuk menentukan penyebab penyakit primer

Penatalaksanaan
1. Bebaskan jalan nafas, oksigen (FiO2100%), kalau perlu bias diberiakan ventilator support.
2. Infus RL atau koloid 20 ml/kg BB dalam 10-15 menit, dapat diulang 2-3 kali. Bila akses
vena sulit pada anak balita dapat dilakukan akses intraosseous di pretibia. Pada renjatan
berat pemberian cairan dapat mencapai > 60 ml/kg BB dalam 1 jam. Bila resusitasi cairan
sudah mencapai 2-3 kali tapi respons belum adekuat, maka dipertimbangkan untuk intubasi
dan bantuan ventilasi. Bila tetap hipotensi sebaiknya dipasang kateter tekanan vena sentral
(CVP).
3. Inotropik, indikasi : renjatan refrakter terhadap pemberian cairan, renjatan kardiogenik.
Dopamin

: 2-5 tg/kg BB/ menit.

Epinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dosis bisa ditingkatkan bertahap sampai efek yang
diharapkan, pada kasus-kasus berat bisa sampai 2-3 g/kg BB/ men it.
Dobutamin : 5 g/KgBB/menit iv, ditingkatkan bertahap sampai 20 g/KgBB/menit iv.
Norepinephrine : 0,1 g/KgBB/menit iv, dapat ditingkatkan sampai efek yang diharapkan.
4. Kortikosteroid
Kortikosteroid yang diberikan adalah hydrocortison dengan dosis 50 mg/KgBB iv
bolus dilanjutkan dengan dosis yang sama dalam 24 jam secara continuous infusion.
20

Gambar 3.2 Bagan Penatalaksanaan Syok Hipovolemik.


Komplikasi
-

Gagal ginjal akut


ARDS (acute respiratory distress syndrome/shock lung)
Depresi miokard-gagal jantung
Gangguan koagulasi/pembekuan
SSP dan Organ lain
21

Evaluasi gejala sisa SSP sangat penting, mengingat organ ini sangat sensitif terhadap
-

hipoksia yang dapat terjadi pada renjatan berkepanjangan.


Renjatan ireversibel.

22

DAFTAR PUSTAKA
1. Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Hipovolemi Pada Anak in: Pedoman
Diagnosa dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3. Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 4-7.
2. Azis AL, Dharmawati I, Kushartono. 2008. Renjatan Anafilaksis in: Pedoman Diagnosa dan
Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 3. Rumah Sakit Umum Daerah dr.
Soetomo. Surabaya. Pp. 8-9.
3. Guyton AC, Hall JE. 2006. Syok Sirkulasi dan Fisiologi Pengobatan in: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 11. EGC. Jakarta. pp. 359-372.
4. Hasan R, Atlas H. 2005. Ilmu Penyakit Anak. Buku Kuliah 3. Infomedika, Jakarta.
5. Ontoseno T, Poerwodibroto S, Rahman MA. 2008. Renjatan Kardiogenik in: Pedoman
Diagnosa dan Terapi Bag/SMF Ilmu Kesehatan Anak. Edisi III. Buku 2. Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Soetomo. Surabaya. Pp. 164-165.
6. Shinca KS, Donn S.Shock and Hypotension in new born. Update june 6, 2008
http:/www.emedicine.com/ped/topic2768.htm
7. Schwarz A, Hilfiker ML.Shock. update October 2004
http:/www/emedicine.com/ped/topic3047
8. Staff FK UI,2005. Ilmu Kesehatan Anak jilid 3.Infomedika, Jakarta
9. Susetyo, Cahyohadi, dr. 2008. Renjatan. http//www. Buah hatiku.com. diakses tanggal 15
September 2010.
10. Tim Pengajar Ilmu Kesehatan Anak. 2008.Clinical Skill Refreshment. Fakultas Kedokteran
UMM. Malang.

23

You might also like