Professional Documents
Culture Documents
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Leukokoria
2.1.1
Defenisi
Leukokoria berarti white pupil. Tergantung dari letak lesinya, pupil
dapat terlihat normal dalam ruangan terang, tetapi dapat ditemukan tanpa red
reflex pada pemeriksaan oftalmoskopi.
2.1.2
Diferensial Diagnosis
Diferensial diagnosis dari leukokoria diantaranya :
1. Retinoblastoma
2. Persistent Fetal Vasculature, dikenal juga dengan persistent
hyperplastic primary vitreous
3. Prematur Retinopati
4. Katarak
5. Corioretinal coloboma
6. Uveitis
7. Toxocariasis
8. Congenital Renital Fold
9. Coats Disease
10. Vitreous Hemorrage
11. Retinal Displasia
2.2 RETINOBLASTOMA
1. Anatomi dan fungsi retina
Sel-sel bipolar
Yaitu penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion.
Bentuknya ada yang khusus menyambungkan satu sel reseptor kerucut
dengan sel ganglion dan ada pula bercabang banyak yang menghubungkan
beberapa sel batang ke satu sel ganglion.
3. Sel ganglion
Sel ganglion menyampaikan impuls ke arah otak. Aksonnya
panjang meliputi lapisan permukaan retina, yang terus berkumpul di saraf
optic dan selanjutnya sampai di badan genikulatum lateral untuk bersinaps
di sini dengan sel sel saraf yang melanjutkan impuls visual kekorteks ke
daerah fissure calcarina lobus oksipitalais.
4. Neuron Lainnya : sel Horizontal dan sel amakrin
Diduga berfungsi mengatur atau menggabungkan dan menyaring
aliran impuls dari masing-masing sel saraf sebelumnya.
5. Sel Muller
Bukan sel saraf tapi fungsinya penting sebagai membentuk sistem
kerangka penunjang jaringan retina. Membran limitasi interna dan
eksterna adalah bagian yang dibentuknya. Sel muller berfungsi sebagai
depot glikogen yang penting untuk energi sel lainnya.
Histologi neuroretina terdiri atas 9 lapisan, 10 dengan lapisan epitel
pigmen yaitu (dari dalam keluar)
Arteri : diameter lebih kecil dengan perbandingan a:v = 2:3. Warnanya lebih
merah, bentuknya lebih lurus di tengah-tengahnya terdapat reflex cahaya.
Vena : lebih besar, warna lebih tua dan bentuk lebih berkelok-kelok.
Retina menerima darah dari 2 sumber :
1. Koriokapilaris yang mendarahi 1/3 luar retina termasuk lapisan flexiform
luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor dan lapisan epitel pigmen retina.
2. Arteri retina sentral yang mendarahi 2/3 sebelah dalam retina.
Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh koriokapilaris. Pembuluh darah retina
mempunyai lapisan endotel yang tidak berlubang yang membentuk sawar darah
retina. Sawar darah retina sebelah luar terletak setinggi lapisan epitel pigmen
retina.
3. Fisiologi Retina
Retina berfungsi sebagai bidang di mana gambar ruang luar terproyeksikan
atau terfokuskan. Energi cahaya yang membentuk gambar itu menimbulkan
perubahan kimia dari rhodopsin yang banyak terkumpul di segmen luar sel-sel
reseptor. Dengan cara tertentu perubahan kimia tersebut menyebabkan pengaturan
keluar masuknya ion Na, K, Ca lewat ion gate sehingga menimbulkan
perubahan potensial pada membrane sel. Penjalaran perubahan potensial dinding
membran sel yang kemudian terjadi terus di sampaikan ke sel-sel bipolar dan ke
sel-sel Ganglion menerjemahkan potensial menjadi rentetan impuls saraf yang
diteruskan kearah otak secara berantai lewat beberapa neuron lainnya.
Di
dalam
retina
diduga
terdapat
sel-sel
khusus
yang
memantau
kekuatan/jumlah cahaya yang diterimanya. Bila cahaya berlebihan, maka sel itu
memberikan perintah lewat suatu busur reflex untuk penyempitan lobang pupil.
2.
Definisi
Retinoblastoma adalah neoplasma murni dari sel retina. Diantara insiden kasus
tumor pada anak, retinoblastoma adalah tumor dengan insiden yang rendah yakni
3.
Epidemiologi
Retinoblastoma terjadi 1 dalam 14000-20.000 kelahiran kelahiran anak. Untuk
umur 1-4 tahun, insiden 10,6 per satu juta penduduk; untuk 5-9 tahun, 1,53 per
satu juta penduduk; dan untuk 10-14 tahun, 0,27 per satu juta penduduk. Tidak
ada perbedaan insiden berdasarkan jenis kelamin atau antara mata kanan dengan
mata kiri. 95 % kasus didiagnosis sebelum umur 5 tahun.
Ada dua bentuk pola retinoblastoma. Pola herediter (germinal) dan
nonheredditer (non germinal). Yang herediter dapat timbul unilateral sekitar atau
bilateral pada mata, dan kebanyakan unilateral pada yang nonherediter, dimana
anak-anak dengan retinoblastoma bilateral lebih cendrung untuk bentuk herediter.
Pada herediter retinoblastoma, tumor terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan dengan yang nonherediter. Untuk bisa melihat hubungan lebih jelas
dapat dilihat pada tabel dibawah ini ;
4.
Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi pada gen Rb1 yaitu gen yang
berfungsi menekan perkembangan retinoblastoma sendiri. Kedua kopi gen Rb1 ini
harus bermutasi supaya dapat terbentuk tumor. Gen Rb1 berlokasi pada lengan
8
panjang kromosom 13 lokus 14 (13q14). Rb1 yang cacat ini dapat diwariskan dari
salah satu orang tua, biasanya mengenai kedua mata dan cenderung berkembang
pada usia yang muda. Namun pada beberapa kasus lain mutasi baru terjadi pada
tahap awal perkembangan janin berupa kesalahan anak pada tahap awal
perkembangan janin berupa kesalahan pada proses penyalinan ketika sel
membelah.
5. Patofisiologi
Awalnya retinoblastoma dianggap sel glia, sehingga disebut pseudoglia,
dan saat ini diterima bahwa tumor ini berasal dari sel neuroblastik pada lapisan
inti retina. Penelitian imunohistokimia membuktikan bahwa retinoblastoma
berasal dari keganasan sel kerucut, diperlihatkan oleh hasil positif tumor untuk
neuron spesifik enulase, rod spesifik antigen S-fotoreseptor segmen luar, dan
rodopsin. Tumor sel mensekresikan substansi ekstrasel yang disebut retinoid
interfotoreseptor binding protein, normalnya merupakan produk dari fotoreseptor.
6.
Stadium Retinoblastoma :
1. Stadium tenang :
Pupil melebar. Di pupil tampak reflek kuning yang disebut amourotic
cats eye. Hal inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian
berobat. Pada fundoskopi, tampak bercak yang bewarna kuning mengkilap,
dapat menonjol kedalam badan kaca. Dipermukaannya ada neovaskularisasi
dan perdarahan. Dapat disertai dengan ablasi retina.
2. Stadium glaukoma :
Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler
meninggi, glaucoma sekunder yang disertai dengan rasa sakit yang sangat.
Media refrakta menjadi keruh, sehingga pada fundoskopi sukar menentukan
besarnya tumor
3. Stadium ekstra okuler :
Tumor menjadi lebih besar, bola mata membesar, menyebabkan
eksoftalmus, kemudian dapat pecah kedepan sampai keluar dari rongga orbita,
disertai nekrose diatasnya. Pertumbuhan dapat pula terjadi kebelakang
sepanjang N.II dan masuk keruang tengkorak. Penyebaran ke kelenjar getah
bening, juga dapat masuk ke pembuluh darah, untuk kemudian menyebar ke
seluruh tubuh.
7.
pemeriksaan pada bayi normal yang baru lahir hingga bayi berumur 3 bulan,
antaranya adalah :
a) Red reflex : pemeriksaan retina mata dengan menggunakan alat
ophthalmoscope atau retinoscope untuk melihat reflex reddish-orange
yang normal dengan jarak 30 cm / 1 kaki, dilakukan di dalam ruangan
yang kurang cahaya atau rungan gelap.
10
11
8. Pemeriksaan penunjang
a) Pemeriksaan laboratorium
Spesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga
dari orang tua untuk analisa DNA : RB gene, serum
carcinoembrionik antigen (CEA), serum alpha fetoprotein.
Ada metode direk dan indirek untuk analisa gen retinoblastoma.
Metode direk bertujuan untuk menemukan mutasi inisial yang
mempercepat
pertumbuhan
tumor.
Jadi,
pemeriksaan
ini
sel
yang
aktif
secara
metabolis.
Secara
normal,
b) Pemeriksaan pencitraan
12
didiagnosis
dan
deteksi
kalsifikasi
intraokuler
dan
retinoblastoma
yang
berhubungan
dengan
X-ray
dapat
merupakan
modalitas
untuk
13
c) Gambaran Histopatologi
Penemuan histology klasik pada retinoblastoma adalah FlexnerWintersteiner Rosettes, merupakan sel dengan susunan kuboid
mengelilingi suatu lumen dengan nucleus di daerah basal, inti besar
warna gelap dan sedikit sitoplasma
9. Diagnosis banding
a) Persistent hyperplastic primary vitreous (PHPV) : kelainan congenital
pada mata terjadi pada kegagalan embriologi, vitreous primer dan vaskuler
hyaloid menyempit, dimana bola mata memendek, terbentuknya katarak,
dan dilihat pupil memutih.
b) Coats disease : karakteristik kelainan unilateral yang tipikal dengan
terbentuknya pembuluh darah di belakang retina yang abnormal,
menyebabkan kelainan pada pembuluh darah retina dan perlengketan
retina menyerupai seperti retinoblastoma.
c) Toxocara canis : penyakit infeksi pada mata yang berhubung dengan
paparan infeksi dari anak anjing, yang menyebabkan lesi pada retina dan
terjadi perlengketan retina.
d) Retinopathy of prematurity (ROP) : berhubung dengan berat badan lahir
rendah pada bayi yang menerima bantuan oksigen emergency setelah lahir,
bisa menyebabkan jaringan retina rusak dan perlengketan retina.
e) Katarak congenital, perdarahan vitreus, uveitis anterior
10.
Penatalaksanaan
Medis
Terapi medis adalah untuk pengawasan tumor dan pertahankannya sebisa
kedua mata, digunakan teknik bedah mikro khusus untuk mengangkat atau
menghancurkan tumor, sehingga kedua mata tidak harus diangkat.
External Beam Radiation Therapy, EBRT
EBRT menghambat pertumbuhan tulang dimana terjadi hipoplasia. EBRT
juga meningkatkan
beberapa keadaan :
Signifikan vitreous seading
Pada anak-anak yang perjalanan penyakitnya walaupun sedang menjalani terapi
kemoreduksi.
Pada tumor yang berkembang melewati batas pemotongan nervus optikus setelah
enukleasi.
Plaq Isotop Radioaktif
Biasanya digunakan radioaktif cobalt 60, iodine 125, iridium 192 dan
ruthneum 106. Keuntungannya adalah secara langsung diarahkan ke tumor
sehingga meminimalisir radiasi ke jaringan normal. Namum kerugiannya adalah
dosis yang tinggi ke sclera.
Kemoterapi
Kemoterapi neoadjuvant primer atau kemoreduksi digunakan untuk terapi
retinoblastoma intraokuler group C dan D atau stadium 3. Kemoterapi profilaksis
dianjurkan jika tumor sudah menyokong nervus optikus yang telah melewati
lamina kribosa.
Pembedahan
Terapi pembedahan tumor merupakan standar terapi untuk kasus tahap
lanjut.
Enukleasi
Dilakukan pada tumor endofilik. Enukleasi dilakukan saat tidak ada
kesempatan untuk pertahankan penglihatan pada mata. Biasanya orang yang
15
perlukan enukleasi adalah orang dengan sobekan retina total atau segmen
posterior penuh dengan tumor. Enukleasi diikuti dengan Pemotongan N II dan
radioterapi.
Kemoterapi
Dapat digunakan secara primer untuk tumor yang berukuran kecil yang
berlokasi di anterior berpindah dari diskus dan macula. Dapat diguna juga untuk
rekuren setelah radioterapi.
Fotokoagulasi
Dapat digunakan untuk tumor yang kecil di posterior. Fotokoagulasi dapat
juga digunakan untuk tumor rekuren setelah EBRT. Caranya dengan merusak
pembuluh darah tumor.
Exenterasi orbita
Dilakukan pada tumor eksofilik tapi tidak memperlihatkan tanda destruksi
pada tulang.
Jika satu mata yang terserang, pengobatan bergantung pada kalsifikasi tumor:
Golongan I dan II dengan pengobatan lokal (radiasi, cryotherapy, fotokoagulasi
laser). Kadang-kadang digabung dengan kemoterapi.
Jika tumor besar (golongan IV dan V) mata harus dienukleasi segera. Mata tidak
terkena dilakukan radiasi sinar X dan kemoterapi
11.
Prognosis
Prognosis retinoblastoma baik jika dilakukan terapi yang tepat. Angka
kesembuhannya hampir 90% jika nervus optikus tidak terlibat dan enukleasi
dilakukan sebelum tumor melewati lamina kribosa. Angka ketahanan hidup jadi
60% jika tumor meluas melewati lamina kribosa. Kematian terjadi kerana
perluasan intrakranial. Di US 98% dari penderita retinoblastoma mempunyai
survival rate yang baik tapi di negara berkembang survival rate hanya 50%. Selain
itu factor lain juga mempengaruhi prognosis penderita retinoblastoma seperti :
16
12.
Hasil patalogis
Contohnya adalah ostoesarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain,
melanoma maligna, leukemia dan limfoma. Selain itu, kekambuhan semula
retinoblastoma setelah dioperasi.
2.3
KATARAK KONGENITAL
1. Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
17
2.
Fisiologi Lensa
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan
kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat
nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.
Secara fisiologik, lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu kenyal atau lentur
karena memegangn peranan terpenting dalam akomodasi menjadi cembung.
Selain itu, lensa jernih atau transparan karena diperlukan dalam media
penglihatan, dan terletak pada tempatnya.
18
19
20
Etiologi
Pada kebanyakan pasien, penyebab atau etiologi yang mendasari katarak
kongenital ini tidak diketahui atau idiopatik. Tapi dari berbagai penelitian, faktor
keturunan atau herediter memainkan peranan yang besar dalam penyakit ini.
Katarak kongenital ini diturunkan secara autosomal dominan sebanyak 23% dari
seluruh kejadian katarak kongenital. Sering disertai dengan kelainan kongenital
lainnya seperti mikroftalmus, aniridia, koloboma iris, keratokonus, lensa ektopik,
displasia retina, dan megalokornea.
Selain herediter katarak kongenital sering ditemukan pada bayi yang
dilahirkan oleh ibu-ibu yang menderita infeksi ketika masa kehamilannya. Infeksi
intra uterin ini antara lain berupa infeksi Rubella, Varicella, Toxoplasmosis,
Herpes Simplex, Rubeola, Cytomegalo virus, serta Poliomyelitis, terutama yang
terjadi saat kehamilan trimester I .
Penyebab lain yang diketahui adalah yang berhubungan dengan kelainan
kromosom seperti Trisomi 21 (Sindrom Down), Sindrom Turner, Trisomi 13,
Trisomi 18, Sindrom Cri du Chat. Selain itu, ada yang berhubungan dengan
gangguan metabolik seperti Galaktosemia, Defisiensi galaktonase, Hipokalsemia,
Hipoglikemia, Diabetes Mellitus.
Ada juga yang diinduksi oleh pemakaian obat-obatan selama kehamilan
seperti Kortikosteroid dan Klorpromazine; diinduksi oleh paparan radiasi;
berhubungan
dengan
Retardasi
Mental;
Sindrom
kraniofasial;
Penyakit
21
ini tidak meluas mengenai seluruh lensa. Letak kekeruhan sangat tergantung pada
saat terjadinya gangguan metabolisme serat lensa. Katarak kongenital yang terjadi
sejak perkembangan serat lensa terlihat segera setelah bayi lahir sampai berusia 1
tahun. Katarak ini terjadi karena gangguan metabolisme serat-serat lensa pada saat
pembentukan serat lensa akibat infeksi virus atau gangguan metabolisme jaringan
lensa pada saat bayi masih di dalam kandungan, dan gangguan metabolisme
oksigen.
Pada katarak kongenital, kelainan utama terjadi di nucleus fetal atau nucleus
embrional (tergantung pada waktu stimulus kataraktogenik), atau di kutub anterior
atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. Stimulasi faktorfakator kataraktogenik (seperti infeksi intrauterine, trauma, penyakit metabolic) ke
nukleus atau serat lentikuler, dapat menyebabkan kekeruhan pada media lentikuler
yang jernih.
Kekeruhan pada katarak kongenital jarang sekali mengakibatkan keruhnya
seluruh lensa. Letak kekeruhannya tergantung saat terjadinya gangguan pada
kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa. Bentuk katarak
congenital memberikan kesan tentang perkembangan embriologik lensa, juga saat
terjadinya gangguan pada perkembangan tersebut.
Infeksi intrauterine menyebabkan katarak kongenital bilateral. Katarak yang
terjadi pada infeksi intrauterine kekeruhannya sentral dan bisa
8. Klasifikasi
Katarak lamelar atau zonular, katarak polaris anterior (piramidalis anterior,
kutub anterior), katarak polaris posterior (piramidalis posterior, kutub posterior),
katarak inti (nukleus), katarak sutural.
Katarak Lamellar atau Zonular. Di dalam perkembangan embriologik
dimana pada permulaan terdapat perkembangan serat lensa maka akan terlihat
bagian lensa yang sentral yang lebih jernih. Kemudian terdapat serat lensa keruh
dalam kapsul lensa. Kekeruhan berbatas tegas dengan bagian perifer tetap bening.
Katarak lamelar ini mempunyai sifat herediter dan ditransmisi secara dominan.
22
Katarak biasanya bilateral. Terlihat segera sesudah bayi lahir. Kekeruhan dapat
menutupi seluruh celah pupil, sehingga bila tidak dilakukan dilatasi pupil sering
dapat mengganggu penglihatan. Gangguan penglihatan pada katarak Zonullar
tergantung pada derajat kekeruhan lensa. Bila kekeruhan sangat tebal sehingga
fundus tidak dapat terlihat pada pemeriksaan oftalmoskopi, maka perlu dilakukan
aspirasi dan irigasi lensa.
23
24
25
9. Manifestasi Klinis
Pada pupil mata bayi yang menderita katarak congenital, akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria. Leukokoria dapat terjadi parsial maupun total,
dan bisa terjadi pada satu mata (unilateral) atau pada kedua mata (bilateral). Pada
setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan
diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan
pupil. Selain itu, bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan
sekitarnya.
Pada katarak kongenital total, penyulit yang dapat terjadi adalah macula
lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Macula ini tidak akan berkembang
sempurna sehingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak, maka visus biasanya
tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris (ambliopia ex
anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa
nistagmus dan strabismus.
10. Pemeriksaan
Selain memperhatikan manifestasi klinis yang terjadi, pemeriksaan lain yang
bisa dilakukan adalah dengan melihat refleks fundus. Untuk mengetahui penyebab
katarak congenital, diperlukan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubella pada
kehamilan trimester I dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang
terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil.
Bila katarak disertai uji reduksi pada urin yang positif, mungkin katarak ini
terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak congenital ditemukan pada bayi
prematur dan gangguan system saraf seperti retardasi mental. Pemeriksaan darah
pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungannya dengan diabetes
mellitus, kalsium, dan fosfor.
11. Penatalaksanaan
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau
serat lensa masih muda dan berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah
dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya
26
dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eks-anopsia. Pasca bedah
pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi
afakia.
a. Konservatif
Pada katarak yang belum memerlukan tindakan operasi, pada tahap awal
dapat diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti atropine ED 1%, midriasil ED
1%, dan homatropin ED. Pemberian obat ini hanya bersifat sementara, karena jika
kekeruhan lensa sudah tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat, maka harus
dilakukan operasi. Oleh karena itu, katarak congenital dengan kekeruhan sedikit
atau parsial perlu dilakukan follow-up yang teratur dan pemantauan yang cermat
terhadap visusnya.
b. Operatif
Pada beberapa kasus, katarak congenital dapat ringan dan tidak
menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan, dan pada kasus seperti ini
tidak memerlukan tindakan operatif. Pada kasus yang sedang hingga berat yang
menyebabkan gangguan penglihatan, operasi katarak merupakan terapi pilihan.
Operasi katarak congenital dilakukan bila reflex fundus tidak tampak. Biasanya
bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada pasien 2 bulan atau lebih
muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.
Tindakan bedah pada katarak congenital yang umum dikenal adalah disisio
lensa, ekstraksi linear, dan ekstraksi dengan aspirasi. Pengobatan katarak
congenital bergantung pada:
1. Katarak total bilateral, sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera
setelah katarak terlihat.
2. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau
segera sebelum terjadinya juling; Pada katarak congenital total unilateral,
mudah sekali terjadi ambliopia. Karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan
secepat mungkin dan diberikan kacamata segera dengan latihan bebat mata.
27
Prognosis lebih jelek pada pasien dengan kelainan okuler dan penyakit sistemik
lainnya.
2.4
PREMATUR RETINOPATI
1. Definisi
Prematur retinopati adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada
pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur. Retinopati yang berat
ditandai dengan proliferasi pembuluh retina, pembentukan jaringan parut dan
pelepasan retina. Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh darah
retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi (kondisi ketika
oeonatus hams bertahan akibat ketidakmatangan paru). Pajanan oksigen
konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen retina
sehingga memperlambat perkembangan pembuluh darah retina (vaskulogeuesis).
Hal ini menimbulkan daerah iskemia pada retina.
ROP terjadi bila pembuluh darah normal tumbuh dan menyebar ke seluruh
retina, jaringan lapisan bagian belakang mata. Abnormal pembuluh ini rapuh dan
bisa bocor, jaringan parut retina dan menariknya keluar dari posisi. Hal ini
29
3. Patofisiologi
ROP merupakan kelainan vaskular retina imatur. Pembuluh darah retina
belum berkembang penuh sampai sekitar kehamilan 34-36 minggu. Semakin bayi
kurang bulan, semakin besar resiko menglami ROP. Vasokontriksi arteri retina
terjadi sebagai respon terhadap peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2),
vasokontriksi ini merupakan respon protektif dan tidak mebahayakan bagi retina
yang sudah berkembang penuh, tetapi hipoperfusi dan hipoksemia setempat pada
retina dengan vaskularisasi tidak lengkap merangsang proliferasi pembentukan
pembuluh darah baru (neovaskularisasi) sebagai upaya mensuplai daerah yang
kurang mendapat perfusi. Perdarahan selanjutnya ke dalam badan kaca dan retina
menyebabkan proliferasi fibrosa, retraksi parut dan pada kasus terburuk lepasnya
retina dan kebutaan.
30
31
4. Patogenesis
Prematuritas mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh
retina normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel
spindel mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap
junction. Gap junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah yang
normal, mencetuskan terjadinya respon neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh
Kretzer dan Hittner. menjelaskan akan adanya dua fase pada proses terjadinya
ROP. Fase pertama, fase hiperoksik, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang irreversibel. Keadaan
hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari retinopati prematuritas.
32
Retina terus tumbuh semakin tebal dan akhirnya melebihi area yang dapat
disuplai oleh pembuluhnya. Seiring waktu, terjadilah hipoksia retinal yang
pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pembuluh darah
yang berlebihan; keadaan hypoxia-vasoproliferation ini dikenal sebagai
ROP stadium II.8
5. Klinis
Sistem klasifikasi ini membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada
retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan
tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi
prematur, harus mencakup hal-hal berikut ini :
Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu
Berat badan lahir kurang dari 1500 gr, khususnya yang kurang dari
1250 gr
33
Terapi ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk
menghancurkan area retina yang avaskular
b. Krioterapi
Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini
dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat stress
prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator setelah
prosedur ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah perdarahan
intraokuler, hematom konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan bradikardia.
c. Terapi Bedah Laser
Saat
ini,
terapi
laser
lebih
disukai
daripada
krioterapi
karena
dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga
menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser
tampaknya menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi
dalam masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai
ketajaman
visus
dan
kelainan
refraksi,
terapi
laser
tampaknya
lebih
35
bulan hingga bayi berusia 3 tahun. Dan juga, 10% bayi-bayi prematur juga dapat
menderita galukoma dikemudian hari, maka pemeriksaan oftalmologis harus
dilakukan setiap tahun.
8. Prognosis
Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya.
2.5
36
penyatuan badan siliar, dan penutupan sudut glaukoma adalah komplikasi terparah
dari PVF. Perdarahan kiranya berasal dari membrane fibrovaskular di dalam ruang
retrolental. Mata yang terkena biasanya lebih kecil daripada mata normal,
meskipun penemuan ini mungkin hanya terlihat dari USG atau pengukuran yang
teliti dari diameter kornea. Ini sangat penting untuk mendokumentasi
mikroptalmos karena pada kasus retinoblastoma sangat jarang ditemukan mata
mikroptalmia, dan retinoblastoma mungkin menjadi bagian dari diferensial
diagnosis yang inisial. Adanya katarak adalah bukti untuk melawan diagnosa dari
retinoblastoma, meskipun kekeruhan dari lensa mungkin berkembang pada kasus
yang sudah lanjut.
Banyak mata dengan penyakit PFV dapat diselamatkan dengan pembedahan
katarak yang secepatnya dikombinasi dengan eksisi membran. Dengan catatan
tidak ada keterlibatan bagian posterior yang signifikan, sangat mungkin
didapatkan beberapa derajat dari penglihatan sentral jika intervensi bedah yang
cepat diikuti dengan penggunaan lensa kontak yang konsisten, dikombinasi
dengan monitoring tambalan dari mata yang tidak terlibat. Prognosis dari
penglihatan sering bergantung derajat keterlibatan dari erkembangan retina dan
apakah ada perkembangan ke glaukoma.
Variasi pendekatan bedah kepada manajemen dari PVF telah dideskripsikan. Pada
banyak kasus, jaringan retrolentikular dapat dipisahkan dengan alat pemotong
vitreus dan/atau gunting intraocular, dan kauter intraokular seperlunya.
Pendekatan baik dari limbal dan pars plicata/pars plana telah sukses dikerjakan.
Pendekatan dari anterior bisa menurunkan kemungkinan penyatuan dari retina,
karena pars plikata kemungkinan tidak normal pada anterior. Jika macula dan
saraf optic kelihatan normal setelah operasi, usaha yuang kuat harus dibuat untuk
memperbaiki aphakia dan tambalan, seperti yang akan dilakukan pada katarak
unilateral.
2.6
COAST DISEASE
1. Definisi
37
Tidak nyeri
Leukokoria
Strabismus
4. Tatalaksana
Tujuan utama terapinya adalah untuk mempertahankan atau meningkatkan
visus atau jika masih memungkinkan untuk mempertahankan integritas dari mata.
Pilihan terapi untuk kasus ringan sampai sedang adalah laser fotokoagulasi.
Cryoterapi digunakan pada ablasi pembuluh darah retina.
38
2.7
Adalah ekstravasasi atau kebocoran pembuluh darah ke dalam area vitreous mata.
1. Mekanisme perdarahan :
-
39
Pada
3. Pengobatan
Kehadiran
ablasi
retina
dapat
ditentukan
dengan
menggunakan
2.8
TOXOCARIASIS
Toxocariasis okuli disebabkan oleh larva nematode dari parasit intestinal
anjing. (Toxocara canis). Penyakit ini banyak terjadi pada anak-anak. Visceral
Larva Migran (VLM) adalah sebuah infeksi sistemik akut yang diproduksi oleh
organisme ini dan umumnya terjadi pada anak usia 2 tahun. Manifestasinya terkait
demam, batuk, ruam, malaise, anorexia. Pada pemerikaan darah rutin ditemukan
eusinofilia. VLM dan toxocariasis okuli jarang terjadi pada pasien yang sama, hal
ini belum diketahui penyebabnya.
40
Pengobatan terdiri dari observasi lesi perifer. Pemberian steroid periokular atau
sistemik untuk lesi posterior dan endofthalmitis, atau intervensi bedah untuk
mengatasi traksi retina, katarak, atau glaucoma. Pemberian antihelmintes tidak
bermanfaat dalam terapi toxocariasis okuler, karena organism penghasil inflamasi
telah mati.
2.9
UVEITIS
Uveitis jarang ditemukan pada anak dibanding dewasa, diagnosis dan
dari luar seperti keratopati pita, strabismus, atau leukokoria. Karena itu, diagnosis
sering terlambat dan komplikasi mungkin ditemukan saat kunjungan pertama.
Pada
anak-anak
dengan
ambliopia
atau
strabismus,
diperlukan
42
BAB III
KESIMPULAN
Leukokoria, yang disebut juga white pupil atau pupil putih, merupakan
suatu penanda penting dari berbagai kelainan yang terjadi pada cairan vitreous
dan retina mata. Pada kebanyakan pasien, penyebab atau etiologi leukokoria ini
bisa berbagai macam. Diantaranya retinoblastoma, katarak congenital, prematur
retinopati, persistent fetal vasculature, coast disease, perdarahan pada vitreous,
toxocariasis dan uveitis.
Retinoblastoma merupakan neoplasma murni dari sel retina. Kejadian
retinoblastoma pada anak cukup rendah yakni 3%, namun merupakan keganasan
primer intraokular yang paling sering pada anak. Leukokoria yang terjadi
merupakan gambaran klinis yang paling sering sekitar 56,1% kasus. Leukokoria
terjadi karena ada proses kalsifikasi intraretina pada pertumbuhan tumor.
Katarak kongenital merupakan kekeruhan pada lensa mata yang mulai terjadi
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital
merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganan yang kurang tepat. Pada pupil mata bayi yang menderita katarak
congenital, akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Leukokoria dapat
terjadi parsial maupun total, dan bisa terjadi pada satu mata (unilateral) atau pada
kedua mata (bilateral).
Prematur retinopati adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada
pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur akibat terpajan oksigen
tinggi dan lama. Persistent fetal vasculature adalah keadaan congenital biasanya
unilateral, terisolasi merupakan malformasi dari mata.
Coast Disease merupakan penyakit idiopatik yang ditandai dengan adanya
perubahan pada pembuluh darah retina. Penyakit ini terjadi penebalan pada
endotel membrane basal pada pembuluh darah telangiectasiakarena penumpukan
PAS (positive acid Schiff) material. Tampilannya dapat terlihat leukokoria.
43
44
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
1
45
November
16,
2010.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis
14 Yanoff,Myron. Opthalmology. Mosby : 2008.
15 Berdahl, John.P. Vitreous and Treatment. Cited March 2007. Available at
http://www.aao.org/publications/eyenet/200703/pearls.cfm
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya
cahaya ke bagian dalam mata. Ukuran pupil normal berbeda-beda antar manusia,
normalnya diameter pupil berkisar atara 3-4 mm, pada anak-anak umumnya lebih
besar dan semakin menciut saat bertambah umur. Fungsi utama dari pupil adalah
mengontrol jumlah cahaya yang masuk kedalam mata untuk mendapatkan fungsi
visual terbaik pada berbagai derajat intensitas cahaya.1,2
46
Leukokoria atau yang bisa di kenal dengan pupil putih (white pupil)
merupakan kondisi medis yang ditandai dengan timbulnya warna putih pada pupil
yang pada keadaan normal berwarna hitam. Pada leukokoria pupil terlihat normal
pada cahaya kamar namun tidak memiliki red reflex pada pemeriksaan
oftalmoskop. Leukokoria bukanlah merupakan suatu penyakit yang berdiri
sendiri, tapi merupakan gejala dari penyakit yang mendasarinya.3
Warna putih pada pupil (leukokoria) harus di bedakan dengan kekeruhan
pada kornea, karena keduanya terlihat mirip namun memiliki penyebab yang
berbeda dan bagaimanapun kedua gejala tersebut memerlukan perhatian medis.2
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, etiologi, patofisiologi,
gambaran klinis, pemeriksaan, diagnosis dan diagnosis banding, penatalaksanaan
serta prognosis dari leukokoria.
1.2.2 Tujuan Khusus
Untuk memenuhi salah satu tugas di Kepaniteraan Klinik Ilmu Penyakit
Mata di RSUD Dr. Drajat Prawiranegara Serang dan sebagai salah satu
47
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi dan Fisiologi Pupil
Pupil merupakan lubang bundar di bagian tengah iris tempat masuknya
cahaya ke bagian dalam mata. Ukuran lubang pupil dapat di sesuaikan oleh
vasriasi kontraksi otot-otot iris untuk memungkinkan lebih banyak atau sedikit
cahaya masuk sesuai keadaan.4
48
Iris mengandung dua kelompok jaringan otot polos, yang pertama sikuler
(berjalan melingkar di dalam iris) dan yang kedua radial (berjalan keluar dari
batas pupil seperti jari-jari roda sepeda). Pupil mengecil apabila otot sirkuler(atau
konstriktor) berkontraksi dan membentuk cincin yang lebih kecil. Refleks
konstriktor terjadi apabila sedang melihat cahaya terang, hal ini untuk mengurangi
cahaya yang masuk ke mata. Sedangkan, apabila otot radialis memendek, ukuran
pupil akan meningkat, hal ini terjadi pada saat
Otot Sirkuler
Otot Radial
49
Leukokoria di artikan dengan white pupil atau pupil putih, pupil dapat
terlihat normal pada cahaya kamar namun tidak memiliki red reflex pada
pemeriksaan oftalmoskop. Leukokoria lebih sering di sebabkan oleh katarak,
retinopati prematuritas, atau vitreus primer hiperplastik persisten di banding
retinoblastoma.1-3
50
51
52
2.
Strabismus.
3.
Heterokromia.
4.
Glaukoma.
5.
Hifema.
6.
Peradangan orbita.
53
54
mengakihatkan
tingginya
tekanan
oksigen
retina
sehingga
55
amblyopia yang berkaitan dengan kondisi ROP akut. Kehadiran temuan ini
menyebabkan peningkatan risiko ablasi retina.12
2.3.5 Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)
2.3.5.1 Definisi Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)
PHPV adalah kelainan kongenital pada mata dikarenakan kegagalan
vitreus primer pada waktu embriologi dan pembuluh darah hyaloid untuk
beregresi. Hal ini ditandai dengan persisten dari berbagai bagian vitreous primer
(embrionik sistem vaskular hyaloid termasuk tunika vaskulosa lentis posterior)
dengan hiperplasia dari jaringan ikat pada waktu embrio dan terkait dengan
mikroftalmia, katarak, dan glaukoma.13
2.3.5.2 Maninfestasi Klinis Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)
Tanda-tanda yang paling umum adalah leukokoria dan mikroptalmia.
Selain itu bisa dijumpai katarak, strabismus, glaukoma, hifema, dan uveitis.
Presentasi klinis dapat bervariasi. Selain itu, dilatasi pupil sering tidak sempurna
dan mungkin ada traksi pada jaringan dibelakang iris (proses silia).14-15
2.3.5.5. Diagnosis dan Pemeriksaan PHPV
Diagnosis PHPV berdasarkan pada anamnesa, pemeriksaan mata yang
komprehensif dan dikonfirmasi dengan ultrasonografi, CT-scan atau magnetic
resonance imaging (MRI).14
2.3.5.6 Penatalaksanaan Persistent Hyperplastic Primary Vitreous (PHPV)
Tujuan dalam pengobatan PHPV adalah menyelamatkan mata dari
komplikasi apabila tidak diobati (terutama glaukoma dan penyakit pthysis bulbi),
mempertahankan ketajaman visual tetap ada, dan mencapai hasil kosmetik yang
dapat diterima.14
Tindakan bedah diindikasikan apabila dijumpai komplikasi berupa kolaps
ruang anterior yang progresif, peningkatan tekanan intraokular, perdarahan pada
vitreous, dan ablasio retina.3
56
57
BAB III
SIMPULAN
Leukokoria merupakan suatu gejala pada mata dimana pupil terlihat putih,
keadaan ini merupakan tanda patologi di mata. Setiap kelainan yang menghalangi
jalan sinar ke retina akan menimbulkan pantulan benrwarna putih. Leukokoria
lebih sering di sebabkan oleh katarak, retinopati prematuritas, atau vitreus primer
hiperplastik persisten di banding retinoblastoma.
Penanganan leukokoria bergantung pada penyakit penyebabnya. Etiologi
dan faktor resiko harus di cari untuk mengetahui penyebab terjadinya leukokoria.
Prognosis leukokoria yang disebabkan oleh katarak kongenital lebih baik di
banding penyakit lainnya. Prognosis leukokoria akibat retinoblastoma lebih baik
jika tumor cepat di identifikasi dan belum menyebar luas, begitu juga dengan
ROP, prognosis semakin buruk apabila zona dan stadium peyakit makin tinggi.
Sedangkan prognosis PHPV bergantung pada tingkat keparahan gangguan yang
terjadi.
58
DAFTAR PUSTAKA
1. Ilyas, Sidarta. 2013. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Keempat. Jakarta: Balai Penerbit
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
2. Sayuti K, 2014. Profil Leukokoria Pada Anak. Di unduh tanggal 25 November
2015. Tersedia dari mka.fk.unand.ac.id
3. Vaughan & Asburys. 2011. General Ophtalmology 18th Edition. The McGrawHill Companies.
4. Sherwood L. 2014. Fisiologi Manusia Dari Sel Ke Sistem. Edisi kedelapan.
Jakarta: EGC
5. Woodward. 2014. Pupilary Dilatation. Di unduh tanggal 25 November 2015.
Tersedia dari http://www.dartmouth.edu
6. Mosby. 2011. Pediatric ophtalmology In: Basic and clinical sciences course.
American Academy of Ophtalmology
7. Bashour M. 2009. Congenital Cataract. Diunduh tanggal 28 November 2015.
Tersedia dari: www.ncbi.nlm.nih.gov.
8. Franklin W. 2013. Congenital Cataract. Diunduh tanggal 28 November 2015.
Tersedia dari: www.nlm.nih.gov/medlineplus
9. Chintagumpala. 2007. Retinoblastoma : Review Current Management. Diunduh
tanggal 28 November. Tersedia dari: www.AlphaMedPress.com
59
hospital.
Diunduh
tanggal
29
November
2015.
Tersedia
dari:
www.ncbi.nlm.nih.gov
12. Regillo C. 2008. Disease of Vitreous dalam: Retina and Vitreous. Singapore:
American Academy of Ophthalmology Ltd.
13. Alex V. 2012. Persistent Hyperplastic Primary Vitreous. Diunduh tanggal 1
Desember 2015. Tersedia dari: http://www.pgcfa.org/
14. Parag K. 2011. Persistent Fetal Vasculature Syndrome. Diunduh tanggal 1
Desember 2015. Tersedia dari: http://www.eophtha.com
15. Ellen M. 2011. Pediatric Orbit Tumors and Tumor like Lesions: Neuroepithelial
Lesions of The Ocular Globe and Optic Nerve. Diunduh tanggal 1 Desember
2015. Tersedia dari: http://radiographics.rsna.org
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar belakang
Leukokoria, yang disebut juga white pupil atau pupil putih, merupakan
suatu penanda penting dari berbagai kelainan yang terjadi pada cairan vitreous dan
retina mata. Terdapat banyak penyakit yang berhubungan dengan leukokoria,
diantaranya retinoblastoma, katarak kongenital, prematur retinopati, persistent
fetal vasculature, coast disease, perdarahan pada vitreous, toxocariasis dan uveitis.
60
leukokoria
sedini
mungkin
sehingga
kecurigaan
terhadap
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Leukokoria
2.1.1
Defenisi
Leukokoria berarti white pupil. Tergantung dari letak lesinya, pupil
dapat terlihat normal dalam ruangan terang, tetapi dapat ditemukan tanpa red
reflex pada pemeriksaan oftalmoskopi.
61
2.1.2
Diferensial Diagnosis
Diferensial diagnosis dari leukokoria diantaranya :
12. Retinoblastoma
13. Persistent Fetal Vasculature, dikenal juga dengan persistent
hyperplastic primary vitreous
14. Prematur Retinopati
15. Katarak
16. Corioretinal coloboma
17. Uveitis
18. Toxocariasis
19. Congenital Renital Fold
20. Coats Disease
21. Vitreous Hemorrage
22. Retinal Displasia
2.4 RETINOBLASTOMA
2. Anatomi dan fungsi retina
62
63
Pada nasal dari macula lutea terdapat papilla nervi opticum yaitu
tempat dimana nervus II menembus sclera. Papil ini hanya terdiri dari
serabut saraf, tidak mengandung sel batang atau sel kerucut sama sekali.
Oleh karena itu, tidak dapat melihat sama sekali dan disebut titik buta
(skotoma fisiologis, blind spot). Bentuk papil lonjong, berbatas tegas,
pinggirnya lebih tinggi dari retina sekitarnya. Bagian tengahnya ada
lekukan yang tampak agak pucat besarnya 1/3 diameter papil yang disebut
ekskavasasi fisiologis. Dari tempat ini keluarlah arteri dan vena retina
sentral yang kemudian bercabang-cabang ke temporal dan ke nasal, keatas
dan ke bawah.
Fungsi sel kerucut adalah untuk photoptic vision (melihat warna,
cahaya intensitas tinggi dan penglihatan sentral/ketajaman penglihatan).
Persepsi detail dan warna pada cahaya yang cukup terang. Pada cahaya
yang remang-remang sel kerucut ini kurang berfungsi. Didalam sel kerucut
terdapat 3 macam pigmen yang masing-masing peka terhadap sinar merah,
hijau, biru. Pigmen yang peka terhadap sinar merah, spectrum absorbsinya
luas, 575 mA. Pigmen yang peka terhadap sinar hijau mempunyai
frekuensi maksimal 540 mA, sedang pigmen yang peka terhadap sinar
biru frekuensi absorbs maksimalnya 430 mA. Sel-sel batang lebih banyak
di bagian perifer terutama di sekitar makula. Fungsinya adalah untuk
penglihatan di tempat gelap untuk scotoptic vision, yaitu untuk melihat
cahaya dengan intensitas rendah tidak dapat melihat warna, untuk
penglihatan perifer dan orientasi ruangan.
7.
Sel-sel bipolar
Yaitu penghubung dari sel sel reseptor dengan sel ganglion.
Bentuknya ada yang khusus menyambungkan satu sel reseptor kerucut
dengan sel ganglion dan ada pula bercabang banyak yang menghubungkan
beberapa sel batang ke satu sel ganglion.
8. Sel ganglion
64
65
66
67
9. Fisiologi Retina
Retina berfungsi sebagai bidang di mana gambar ruang luar terproyeksikan
atau terfokuskan. Energi cahaya yang membentuk gambar itu menimbulkan
perubahan kimia dari rhodopsin yang banyak terkumpul di segmen luar sel-sel
reseptor. Dengan cara tertentu perubahan kimia tersebut menyebabkan pengaturan
keluar masuknya ion Na, K, Ca lewat ion gate sehingga menimbulkan
perubahan potensial pada membrane sel. Penjalaran perubahan potensial dinding
membran sel yang kemudian terjadi terus di sampaikan ke sel-sel bipolar dan ke
sel-sel Ganglion menerjemahkan potensial menjadi rentetan impuls saraf yang
diteruskan kearah otak secara berantai lewat beberapa neuron lainnya.
Di
dalam
retina
diduga
terdapat
sel-sel
khusus
yang
memantau
kekuatan/jumlah cahaya yang diterimanya. Bila cahaya berlebihan, maka sel itu
memberikan perintah lewat suatu busur reflex untuk penyempitan lobang pupil.
2.
Definisi
Retinoblastoma adalah neoplasma murni dari sel retina. Diantara insiden kasus
tumor pada anak, retinoblastoma adalah tumor dengan insiden yang rendah yakni
3% dari keganasan pada anak dibawah 15 tahun, tetapi merupakan keganasan
primer intraokuler yang paling sering pada anak.
3.
Epidemiologi
Retinoblastoma terjadi 1 dalam 14000-20.000 kelahiran kelahiran anak. Untuk
umur 1-4 tahun, insiden 10,6 per satu juta penduduk; untuk 5-9 tahun, 1,53 per
satu juta penduduk; dan untuk 10-14 tahun, 0,27 per satu juta penduduk. Tidak
ada perbedaan insiden berdasarkan jenis kelamin atau antara mata kanan dengan
mata kiri. 95 % kasus didiagnosis sebelum umur 5 tahun.
Ada dua bentuk pola retinoblastoma. Pola herediter (germinal) dan
nonheredditer (non germinal). Yang herediter dapat timbul unilateral sekitar atau
bilateral pada mata, dan kebanyakan unilateral pada yang nonherediter, dimana
anak-anak dengan retinoblastoma bilateral lebih cendrung untuk bentuk herediter.
68
Pada herediter retinoblastoma, tumor terjadi pada usia yang lebih muda
dibandingkan dengan yang nonherediter. Untuk bisa melihat hubungan lebih jelas
dapat dilihat pada tabel dibawah ini ;
10. Etiologi
Retinoblastoma disebabkan oleh mutasi pada gen Rb1 yaitu gen yang
berfungsi menekan perkembangan retinoblastoma sendiri. Kedua kopi gen Rb1 ini
harus bermutasi supaya dapat terbentuk tumor. Gen Rb1 berlokasi pada lengan
panjang kromosom 13 lokus 14 (13q14). Rb1 yang cacat ini dapat diwariskan dari
salah satu orang tua, biasanya mengenai kedua mata dan cenderung berkembang
pada usia yang muda. Namun pada beberapa kasus lain mutasi baru terjadi pada
tahap awal perkembangan janin berupa kesalahan anak pada tahap awal
perkembangan janin berupa kesalahan pada proses penyalinan ketika sel
membelah.
11. Patofisiologi
Awalnya retinoblastoma dianggap sel glia, sehingga disebut pseudoglia,
dan saat ini diterima bahwa tumor ini berasal dari sel neuroblastik pada lapisan
inti retina. Penelitian imunohistokimia membuktikan bahwa retinoblastoma
berasal dari keganasan sel kerucut, diperlihatkan oleh hasil positif tumor untuk
neuron spesifik enulase, rod spesifik antigen S-fotoreseptor segmen luar, dan
69
Stadium Retinoblastoma :
4. Stadium tenang :
Pupil melebar. Di pupil tampak reflek kuning yang disebut amourotic
cats eye. Hal inilah yang menarik perhatian orang tuanya untuk kemudian
berobat. Pada fundoskopi, tampak bercak yang bewarna kuning mengkilap,
dapat menonjol kedalam badan kaca. Dipermukaannya ada neovaskularisasi
dan perdarahan. Dapat disertai dengan ablasi retina.
5. Stadium glaukoma :
Oleh karena tumor menjadi besar, menyebabkan tekanan intraokuler
meninggi, glaucoma sekunder yang disertai dengan rasa sakit yang sangat.
Media refrakta menjadi keruh, sehingga pada fundoskopi sukar menentukan
besarnya tumor
6. Stadium ekstra okuler :
70
pemeriksaan pada bayi normal yang baru lahir hingga bayi berumur 3 bulan,
antaranya adalah :
d) Red reflex : pemeriksaan retina mata dengan menggunakan alat
ophthalmoscope atau retinoscope untuk melihat reflex reddish-orange
yang normal dengan jarak 30 cm / 1 kaki, dilakukan di dalam ruangan
yang kurang cahaya atau rungan gelap.
e) Corneal light reflex : pemeriksaan untuk melihat kesimetrisan reflek
cahaya pada titik yang sama pada tiap mata saat cahaya dipancarkan ke
tiap kornea, untuk membedakan apakah kedua mata bersilangan atau tidak
f) Eye examination : mendeteksi semua kelainan struktur
71
8. Pemeriksaan penunjang
d) Pemeriksaan laboratorium
Spesimen darah harus diambil tidak hanya dari pasien tetapi juga
dari orang tua untuk analisa DNA : RB gene, serum
carcinoembrionik antigen (CEA), serum alpha fetoprotein.
72
pertumbuhan
tumor.
Jadi,
pemeriksaan
ini
sel
yang
aktif
secara
metabolis.
Secara
normal,
e) Pemeriksaan pencitraan
didiagnosis
dan
deteksi
kalsifikasi
intraokuler
dan
73
retinoblastoma
yang
berhubungan
dengan
X-ray
dapat
merupakan
modalitas
untuk
74
10.
Penatalaksanaan
Medis
Terapi medis adalah untuk pengawasan tumor dan pertahankannya sebisa
beberapa keadaan :
Signifikan vitreous seading
Pada anak-anak yang perjalanan penyakitnya walaupun sedang menjalani terapi
kemoreduksi.
75
Pada tumor yang berkembang melewati batas pemotongan nervus optikus setelah
enukleasi.
Plaq Isotop Radioaktif
Biasanya digunakan radioaktif cobalt 60, iodine 125, iridium 192 dan
ruthneum 106. Keuntungannya adalah secara langsung diarahkan ke tumor
sehingga meminimalisir radiasi ke jaringan normal. Namum kerugiannya adalah
dosis yang tinggi ke sclera.
Kemoterapi
Kemoterapi neoadjuvant primer atau kemoreduksi digunakan untuk terapi
retinoblastoma intraokuler group C dan D atau stadium 3. Kemoterapi profilaksis
dianjurkan jika tumor sudah menyokong nervus optikus yang telah melewati
lamina kribosa.
Pembedahan
Terapi pembedahan tumor merupakan standar terapi untuk kasus tahap
lanjut.
Enukleasi
Dilakukan pada tumor endofilik. Enukleasi dilakukan saat tidak ada
kesempatan untuk pertahankan penglihatan pada mata. Biasanya orang yang
perlukan enukleasi adalah orang dengan sobekan retina total atau segmen
posterior penuh dengan tumor. Enukleasi diikuti dengan Pemotongan N II dan
radioterapi.
Kemoterapi
Dapat digunakan secara primer untuk tumor yang berukuran kecil yang
berlokasi di anterior berpindah dari diskus dan macula. Dapat diguna juga untuk
rekuren setelah radioterapi.
Fotokoagulasi
76
Prognosis
Prognosis retinoblastoma baik jika dilakukan terapi yang tepat. Angka
kesembuhannya hampir 90% jika nervus optikus tidak terlibat dan enukleasi
dilakukan sebelum tumor melewati lamina kribosa. Angka ketahanan hidup jadi
60% jika tumor meluas melewati lamina kribosa. Kematian terjadi kerana
perluasan intrakranial. Di US 98% dari penderita retinoblastoma mempunyai
survival rate yang baik tapi di negara berkembang survival rate hanya 50%. Selain
itu factor lain juga mempengaruhi prognosis penderita retinoblastoma seperti :
12.
Hasil patalogis
Contohnya adalah ostoesarkoma, berbagai jenis sarkoma jaringan lunak yang lain,
melanoma maligna, leukemia dan limfoma. Selain itu, kekambuhan semula
retinoblastoma setelah dioperasi.
77
2.5
KATARAK KONGENITAL
3. Anatomi dan Fisiologi Lensa
Lensa adalah suatu struktur bikonveks, avaskular, tak berwarna, dan hampir
78
4.
Fisiologi Lensa
Enam puluh lima persen lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein, dan
sedikit sekali mineral yang biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Kandungan
kalium lebih tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Asam askorbat
dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi maupun tereduksi. Tidak ada serat
nyeri, pembuluh darah, atau saraf di lensa.
Secara fisiologik, lensa mempunyai sifat tertentu, yaitu kenyal atau lentur
karena memegangn peranan terpenting dalam akomodasi menjadi cembung.
Selain itu, lensa jernih atau transparan karena diperlukan dalam media
penglihatan, dan terletak pada tempatnya.
Fungsi utama lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa
sampai ukurannya yang terkecil. Fungsi retina memfokuskan objek jauh ke retina
ini dinamakan Refraksi. Dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil sehingga
berkas cahaya paralel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan cahaya dari
benda dekat, otot siliaris berkontraksi, sehingga tegangan zonula berkurang.
Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa mejadi lebih sferis
diiringi oleh peningkatan daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus
79
siliaris, zonula, dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal
sebagai Akomodasi.
80
dengan
Retardasi
Mental;
Sindrom
kraniofasial;
Penyakit
82
atau posterior lensa apabila kelainannya terletak di kapsul lensa. Stimulasi faktorfakator kataraktogenik (seperti infeksi intrauterine, trauma, penyakit metabolic) ke
nukleus atau serat lentikuler, dapat menyebabkan kekeruhan pada media lentikuler
yang jernih.
Kekeruhan pada katarak kongenital jarang sekali mengakibatkan keruhnya
seluruh lensa. Letak kekeruhannya tergantung saat terjadinya gangguan pada
kehidupan janin, sesuai dengan perkembangan embriologik lensa. Bentuk katarak
congenital memberikan kesan tentang perkembangan embriologik lensa, juga saat
terjadinya gangguan pada perkembangan tersebut.
Infeksi intrauterine menyebabkan katarak kongenital bilateral. Katarak yang
terjadi pada infeksi intrauterine kekeruhannya sentral dan bisa
8. Klasifikasi
Katarak lamelar atau zonular, katarak polaris anterior (piramidalis anterior,
kutub anterior), katarak polaris posterior (piramidalis posterior, kutub posterior),
katarak inti (nukleus), katarak sutural.
Katarak Lamellar atau Zonular. Di dalam perkembangan embriologik
dimana pada permulaan terdapat perkembangan serat lensa maka akan terlihat
bagian lensa yang sentral yang lebih jernih. Kemudian terdapat serat lensa keruh
dalam kapsul lensa. Kekeruhan berbatas tegas dengan bagian perifer tetap bening.
Katarak lamelar ini mempunyai sifat herediter dan ditransmisi secara dominan.
Katarak biasanya bilateral. Terlihat segera sesudah bayi lahir. Kekeruhan dapat
menutupi seluruh celah pupil, sehingga bila tidak dilakukan dilatasi pupil sering
dapat mengganggu penglihatan. Gangguan penglihatan pada katarak Zonullar
tergantung pada derajat kekeruhan lensa. Bila kekeruhan sangat tebal sehingga
fundus tidak dapat terlihat pada pemeriksaan oftalmoskopi, maka perlu dilakukan
aspirasi dan irigasi lensa.
83
84
85
86
9. Manifestasi Klinis
Pada pupil mata bayi yang menderita katarak congenital, akan terlihat
bercak putih atau suatu leukokoria. Leukokoria dapat terjadi parsial maupun total,
dan bisa terjadi pada satu mata (unilateral) atau pada kedua mata (bilateral). Pada
setiap leukokoria diperlukan pemeriksaan yang lebih teliti untuk menyingkirkan
diagnosis banding lainnya. Pemeriksaan leukokoria dilakukan dengan melebarkan
pupil. Selain itu, bayi gagal menunjukkan kesadaran visual terhadap lingkungan
sekitarnya.
Pada katarak kongenital total, penyulit yang dapat terjadi adalah macula
lutea yang tidak cukup mendapat rangsangan. Macula ini tidak akan berkembang
sempurna sehingga walaupun dilakukan ekstraksi katarak, maka visus biasanya
tidak akan mencapai 5/5. Hal ini disebut ambliopia sensoris (ambliopia ex
anopsia). Katarak kongenital dapat menimbulkan komplikasi lain berupa
nistagmus dan strabismus.
10. Pemeriksaan
Selain memperhatikan manifestasi klinis yang terjadi, pemeriksaan lain yang
bisa dilakukan adalah dengan melihat refleks fundus. Untuk mengetahui penyebab
katarak congenital, diperlukan riwayat prenatal infeksi ibu seperti rubella pada
kehamilan trimester I dan pemakaian obat selama kehamilan. Kadang-kadang
terdapat riwayat kejang, tetani, ikterus, atau hepatosplenomegali pada ibu hamil.
Bila katarak disertai uji reduksi pada urin yang positif, mungkin katarak ini
terjadi akibat galaktosemia. Sering katarak congenital ditemukan pada bayi
prematur dan gangguan system saraf seperti retardasi mental. Pemeriksaan darah
pada katarak kongenital perlu dilakukan karena ada hubungannya dengan diabetes
mellitus, kalsium, dan fosfor.
11. Penatalaksanaan
Katarak kongenital merupakan katarak perkembangan sehingga sel-sel atau
serat lensa masih muda dan berkonsistensi cair. Umumnya tindakan bedah
dilakukan dengan disisio lentis atau ekstraksi linear. Tindakan bedah biasanya
87
dilakukan pada usia 2 bulah untuk mencegah ambliopia eks-anopsia. Pasca bedah
pasien memerlukan koreksi untuk kelainan refraksi matanya yang telah menjadi
afakia.
a. Konservatif
Pada katarak yang belum memerlukan tindakan operasi, pada tahap awal
dapat diberikan obat untuk dilatasi pupil seperti atropine ED 1%, midriasil ED
1%, dan homatropin ED. Pemberian obat ini hanya bersifat sementara, karena jika
kekeruhan lensa sudah tebal sehingga fundus tidak dapat dilihat, maka harus
dilakukan operasi. Oleh karena itu, katarak congenital dengan kekeruhan sedikit
atau parsial perlu dilakukan follow-up yang teratur dan pemantauan yang cermat
terhadap visusnya.
b. Operatif
Pada beberapa kasus, katarak congenital dapat ringan dan tidak
menyebabkan gangguan penglihatan yang signifikan, dan pada kasus seperti ini
tidak memerlukan tindakan operatif. Pada kasus yang sedang hingga berat yang
menyebabkan gangguan penglihatan, operasi katarak merupakan terapi pilihan.
Operasi katarak congenital dilakukan bila reflex fundus tidak tampak. Biasanya
bila katarak bersifat total, operasi dapat dilakukan pada pasien 2 bulan atau lebih
muda bila telah dapat dilakukan pembiusan.
Tindakan bedah pada katarak congenital yang umum dikenal adalah disisio
lensa, ekstraksi linear, dan ekstraksi dengan aspirasi. Pengobatan katarak
congenital bergantung pada:
4. Katarak total bilateral, sebaiknya dilakukan pembedahan secepatnya segera
setelah katarak terlihat.
5. Katarak total unilateral, dilakukan pembedahan 6 bulan sesudah terlihat atau
segera sebelum terjadinya juling; Pada katarak congenital total unilateral,
mudah sekali terjadi ambliopia. Karena itu sebaiknya dilakukan pembedahan
secepat mungkin dan diberikan kacamata segera dengan latihan bebat mata.
88
Prognosis lebih jelek pada pasien dengan kelainan okuler dan penyakit sistemik
lainnya.
4.4
PREMATUR RETINOPATI
4. Definisi
Prematur retinopati adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada
pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur. Retinopati yang berat
ditandai dengan proliferasi pembuluh retina, pembentukan jaringan parut dan
pelepasan retina. Retinopati prematuritas terjadi akibat kepekaan pembuluh darah
retina di masa perkembangan terhadap oksigen konsentrasi tinggi (kondisi ketika
oeonatus hams bertahan akibat ketidakmatangan paru). Pajanan oksigen
konsentrasi tinggi (hiperoksia) mengakibatkan tingginya tekanan oksigen retina
sehingga memperlambat perkembangan pembuluh darah retina (vaskulogeuesis).
Hal ini menimbulkan daerah iskemia pada retina.
ROP terjadi bila pembuluh darah normal tumbuh dan menyebar ke seluruh
retina, jaringan lapisan bagian belakang mata. Abnormal pembuluh ini rapuh dan
bisa bocor, jaringan parut retina dan menariknya keluar dari posisi. Hal ini
90
6. Patofisiologi
ROP merupakan kelainan vaskular retina imatur. Pembuluh darah retina
belum berkembang penuh sampai sekitar kehamilan 34-36 minggu. Semakin bayi
kurang bulan, semakin besar resiko menglami ROP. Vasokontriksi arteri retina
terjadi sebagai respon terhadap peningkatan tekanan oksigen arteri (PaO2),
vasokontriksi ini merupakan respon protektif dan tidak mebahayakan bagi retina
yang sudah berkembang penuh, tetapi hipoperfusi dan hipoksemia setempat pada
retina dengan vaskularisasi tidak lengkap merangsang proliferasi pembentukan
pembuluh darah baru (neovaskularisasi) sebagai upaya mensuplai daerah yang
kurang mendapat perfusi. Perdarahan selanjutnya ke dalam badan kaca dan retina
menyebabkan proliferasi fibrosa, retraksi parut dan pada kasus terburuk lepasnya
retina dan kebutaan.
91
92
9. Patogenesis
Prematuritas mengakibatkan terhentinya proses maturasi dari pembuluh
retina normal. Terdapat dua teori yang menjelaskan patogenesis ROP. Sel-sel
spindel mesenkimal, yang terpapar kondisi hiperoksia, akan mengalami gap
junction. Gap junction ini mengganggu pembentukan pembuluh darah yang
normal, mencetuskan terjadinya respon neovaskular, sebagaimana dilaporkan oleh
Kretzer dan Hittner. menjelaskan akan adanya dua fase pada proses terjadinya
ROP. Fase pertama, fase hiperoksik, menyebabkan terjadinya vasokonstriksi
pembuluh retina dan destruksi sel-sel endotel kapiler yang irreversibel. Keadaan
hyperoxia-vasocessation ini dikenal sebagai stadium I dari retinopati prematuritas.
93
Retina terus tumbuh semakin tebal dan akhirnya melebihi area yang dapat
disuplai oleh pembuluhnya. Seiring waktu, terjadilah hipoksia retinal yang
pada akhirnya mengakibatkan terjadinya pertumbuhan pembuluh darah
yang berlebihan; keadaan hypoxia-vasoproliferation ini dikenal sebagai
ROP stadium II.8
10. Klinis
Sistem klasifikasi ini membagi lokasi penyakit ini dalam zona-zona pada
retina (1, 2, dan 3), penyebaran penyakit berdasarkan arah jarum jam (1-12), dan
tingkat keparahan penyakit dalam stadium (0-5). Dalam anamnesis dari bayi
prematur, harus mencakup hal-hal berikut ini :
Usia gestasi saat lahir, khususnya bila lebih kurang dari 32 minggu
Berat badan lahir kurang dari 1500 gr, khususnya yang kurang dari
1250 gr
94
Terapi ablatif saat ini terdiri dari krioterapi atau terapi laser untuk
menghancurkan area retina yang avaskular
e. Krioterapi
Krioterapi merupakan terapi utama ROP sejak era 1970an. Prosedur ini
dapat dilakukan dengan anestesi umum ataupun topikal. Karena tingkat stress
prosedur yang cukup tinggi, maka mungkin dibutuhkan bantuan ventilator setelah
prosedur ini selesai. Komplikasi yang paling umum terjadi adalah perdarahan
intraokuler, hematom konjunctiva, laserasi konjunctiva, dan bradikardia.
f. Terapi Bedah Laser
Saat
ini,
terapi
laser
lebih
disukai
daripada
krioterapi
karena
dipertimbangkan lebih efektif untuk mengobati penyakit pada zona 1 dan juga
menghasilkan reaksi inflamasi yang lebih ringan. Fotokoagulasi dengan laser
tampaknya menghasilkan outcome yang kurang-lebih sama dengan krioterapi
dalam masa 7 tahun setelah terapi. Sebagai tambahan, dalam data-data mengenai
ketajaman
visus
dan
kelainan
refraksi,
terapi
laser
tampaknya
lebih
96
bulan hingga bayi berusia 3 tahun. Dan juga, 10% bayi-bayi prematur juga dapat
menderita galukoma dikemudian hari, maka pemeriksaan oftalmologis harus
dilakukan setiap tahun.
8. Prognosis
Prognosis ROP ditentukan berdasarkan zona penyakit dan stadiumnya.
4.5
97
penyatuan badan siliar, dan penutupan sudut glaukoma adalah komplikasi terparah
dari PVF. Perdarahan kiranya berasal dari membrane fibrovaskular di dalam ruang
retrolental. Mata yang terkena biasanya lebih kecil daripada mata normal,
meskipun penemuan ini mungkin hanya terlihat dari USG atau pengukuran yang
teliti dari diameter kornea. Ini sangat penting untuk mendokumentasi
mikroptalmos karena pada kasus retinoblastoma sangat jarang ditemukan mata
mikroptalmia, dan retinoblastoma mungkin menjadi bagian dari diferensial
diagnosis yang inisial. Adanya katarak adalah bukti untuk melawan diagnosa dari
retinoblastoma, meskipun kekeruhan dari lensa mungkin berkembang pada kasus
yang sudah lanjut.
Banyak mata dengan penyakit PFV dapat diselamatkan dengan pembedahan
katarak yang secepatnya dikombinasi dengan eksisi membran. Dengan catatan
tidak ada keterlibatan bagian posterior yang signifikan, sangat mungkin
didapatkan beberapa derajat dari penglihatan sentral jika intervensi bedah yang
cepat diikuti dengan penggunaan lensa kontak yang konsisten, dikombinasi
dengan monitoring tambalan dari mata yang tidak terlibat. Prognosis dari
penglihatan sering bergantung derajat keterlibatan dari erkembangan retina dan
apakah ada perkembangan ke glaukoma.
Variasi pendekatan bedah kepada manajemen dari PVF telah dideskripsikan. Pada
banyak kasus, jaringan retrolentikular dapat dipisahkan dengan alat pemotong
vitreus dan/atau gunting intraocular, dan kauter intraokular seperlunya.
Pendekatan baik dari limbal dan pars plicata/pars plana telah sukses dikerjakan.
Pendekatan dari anterior bisa menurunkan kemungkinan penyatuan dari retina,
karena pars plikata kemungkinan tidak normal pada anterior. Jika macula dan
saraf optic kelihatan normal setelah operasi, usaha yuang kuat harus dibuat untuk
memperbaiki aphakia dan tambalan, seperti yang akan dilakukan pada katarak
unilateral.
4.6
COAST DISEASE
5. Definisi
98
Tidak nyeri
Leukokoria
Strabismus
8. Tatalaksana
Tujuan utama terapinya adalah untuk mempertahankan atau meningkatkan
visus atau jika masih memungkinkan untuk mempertahankan integritas dari mata.
Pilihan terapi untuk kasus ringan sampai sedang adalah laser fotokoagulasi.
Cryoterapi digunakan pada ablasi pembuluh darah retina.
99
4.7
Adalah ekstravasasi atau kebocoran pembuluh darah ke dalam area vitreous mata.
4. Mekanisme perdarahan :
-
100
Pada
6. Pengobatan
Kehadiran
ablasi
retina
dapat
ditentukan
dengan
menggunakan
4.8
TOXOCARIASIS
Toxocariasis okuli disebabkan oleh larva nematode dari parasit intestinal
anjing. (Toxocara canis). Penyakit ini banyak terjadi pada anak-anak. Visceral
Larva Migran (VLM) adalah sebuah infeksi sistemik akut yang diproduksi oleh
organisme ini dan umumnya terjadi pada anak usia 2 tahun. Manifestasinya terkait
demam, batuk, ruam, malaise, anorexia. Pada pemerikaan darah rutin ditemukan
eusinofilia. VLM dan toxocariasis okuli jarang terjadi pada pasien yang sama, hal
ini belum diketahui penyebabnya.
101
Pengobatan terdiri dari observasi lesi perifer. Pemberian steroid periokular atau
sistemik untuk lesi posterior dan endofthalmitis, atau intervensi bedah untuk
mengatasi traksi retina, katarak, atau glaucoma. Pemberian antihelmintes tidak
bermanfaat dalam terapi toxocariasis okuler, karena organism penghasil inflamasi
telah mati.
4.9
UVEITIS
Uveitis jarang ditemukan pada anak dibanding dewasa, diagnosis dan
dari luar seperti keratopati pita, strabismus, atau leukokoria. Karena itu, diagnosis
sering terlambat dan komplikasi mungkin ditemukan saat kunjungan pertama.
Pada
anak-anak
dengan
ambliopia
atau
strabismus,
diperlukan
103
BAB III
KESIMPULAN
Leukokoria, yang disebut juga white pupil atau pupil putih, merupakan
suatu penanda penting dari berbagai kelainan yang terjadi pada cairan vitreous
dan retina mata. Pada kebanyakan pasien, penyebab atau etiologi leukokoria ini
bisa berbagai macam. Diantaranya retinoblastoma, katarak congenital, prematur
retinopati, persistent fetal vasculature, coast disease, perdarahan pada vitreous,
toxocariasis dan uveitis.
Retinoblastoma merupakan neoplasma murni dari sel retina. Kejadian
retinoblastoma pada anak cukup rendah yakni 3%, namun merupakan keganasan
primer intraokular yang paling sering pada anak. Leukokoria yang terjadi
merupakan gambaran klinis yang paling sering sekitar 56,1% kasus. Leukokoria
terjadi karena ada proses kalsifikasi intraretina pada pertumbuhan tumor.
Katarak kongenital merupakan kekeruhan pada lensa mata yang mulai terjadi
segera setelah lahir dan bayi berusia kurang dari 1 tahun. Katarak kongenital
merupakan penyebab kebutaan pada bayi yang cukup berarti terutama akibat
penanganan yang kurang tepat. Pada pupil mata bayi yang menderita katarak
congenital, akan terlihat bercak putih atau suatu leukokoria. Leukokoria dapat
terjadi parsial maupun total, dan bisa terjadi pada satu mata (unilateral) atau pada
kedua mata (bilateral).
Prematur retinopati adalah suatu keadaan dimana terjadi gangguan pada
pembentukan pembuluh darah retina pada bayi prematur akibat terpajan oksigen
tinggi dan lama. Persistent fetal vasculature adalah keadaan congenital biasanya
unilateral, terisolasi merupakan malformasi dari mata.
Coast Disease merupakan penyakit idiopatik yang ditandai dengan adanya
perubahan pada pembuluh darah retina. Penyakit ini terjadi penebalan pada
endotel membrane basal pada pembuluh darah telangiectasiakarena penumpukan
PAS (positive acid Schiff) material. Tampilannya dapat terlihat leukokoria.
104
105
BAB IV
DAFTAR PUSTAKA
16 Guyton& Hall, buku ajar fisiologi kedokteran. EGC. Jakarta: 2005
17 Jon Langmans & Langmans. Medical embryology. EGC. Jakarta: 2006
18 Richard. S Snell. Anatomi kuliah untuk mahasiswa kedokteran. EGC.
Jakarta: 2005
19 Ilyas sidharta. Ilmu penyakit mata Ed 3. Balai penerbit FKUI. Jakarta:
2005
20 Vaughan Daniel G. Oftalmologi umum Ed14. Widya medika. Jakarta:
2000
21 American Academy of ophthalmology. Ophthalmologic Pathology and
intraocular tumors section 4. American academy of ophthalmology. San
Francisco: 2008
22 Wijaya Nana. Ilmu Penyakit Mata.
23 Manchelle Aventura Isidro. Retinoblastoma. Medscape Continually update
reference. Diambil dari www.emedicine.com, 2014.
24
106
Juli
2014.
Available
at
http://emedicine.medscape.com/article/1225022-diagnosis
29 Yanoff,Myron. Opthalmology. Mosby : 2008.
30 Berdahl, John.P. Vitreous and Treatment. Cited Juli 2014. Available at
http://www.aao.org/publications/eyenet/200703/pearls.cfm
107