Professional Documents
Culture Documents
102012445/E6
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jalan Terusan Arjuna No. 6, Jakarta Barat. Telp. 021-56942061 Fax. 021-5631731
shienowaandayasari@gmail.com
Pemeriksaan Mayat pada Kematian Akibat Keracunan
Pemeriksaan Luar
Pemeriksaan luar apabila dicurigai adanya kasus keracunan maka harus diperhatikan
adalah sebagai berikut. (A)
Bau: bila tercium adanya bau dapat memberikan petunjuk racun yang telah ditelan
korban. Seperti pada kasus keracunan sianida maka akan tercium bau amandel, pada
keracunan akibat insektisida tercium bau minyak tanah, bau kutu busuk pada malation,
bau ammonia, klororform, dan lain-lain. Bau dapat tercium dari pakaian, lubang hidung,
mulut serta rongga badan bisa dilakukan penekanan pada dada mayat.
Pakaian: dapat ditemukan bercak-bercak yang disebabkan karena tercecernya racun yang
ditelan atau oleh muntahan. Misalnya bercak berwarna coklat karena asam sulfat dan
kuning karena asam nitrat. Setiap bercak yang ada di pakaian korban maka harus
diperhatikan perluasannya agar tahu bahwa kejadian ini atas kemauan sendiri atau
paksaan. APabila ada paksaan tentu bercak akan meluas dan tercium di pakaian korban.
Lebam mayat: perhatikan bila terdapat kelainan warna pada lebam mayat. Terutama
diperhatikan pada tempat masuknya racun. Zat yang bersifat korosif menyebabkan luka
tangan dan kaki pada keracunan arsen kronik dan lain sebagainya.
Kuku: perhatikan bagian kuku pada korban. Penting juga untuk membantu identifikasi
racun. Seperti pada keracunan arsen kronik kuku ditemukan menebal dan tidak teratur
dan begitu juga dengan racun lain seperti talium ditemukan kelainan pada kuku.
Rambut: sama seperti kulit, kuku, akan menunjukan kelainan seperti pada kelainan arsen,
dan lain-lain.
Pemeriksaan Dalam
Pemeriksaan dalam dimana pada pemeriksaan ini dilakukan pembedahan pada mayat.
Setelah dilakukan rongga perut dan dada dibuka, perhatikan bila tercium adanya bau-bau
yang tidak biasa (bau racun).(A)
Inspeksi in situ: melihat otot-otot dan alat-alat dalam. Warna coklat akan terlihat bila
ekskresi terdapat pada mukosa usus. Pada keracunana air raksa akan tampak peradangan
pada usus. Lambung akan terlihat hiperemik, atau kehitaman akibat zat korosif. Hati
terlihat berwarna kuning karena degenerasi lemak atau nekrosis pada keracunan zat
hepatotoksik.
Pemeriksaan darah: darah diambil dengan semprit jarum. Perhatikan warna darah. Pada
intoksikasi dengan racun yang menimbulkan hemolysis (bisa ular, arsen dan sebagainya),
darah dan organ dalam berwarna coklat kemerahan gelap. Pada racun yang menimbulkan
trombosit darah berupa bercak-cercak perdarahan pada organ-organ. Bila racun yang
menyebabkan kematian dengan cepat darah dalam jantung dan pembuluh darah besar
atau korosif. Buka bagian atas esophagus sampai ikatan di atas diagfragma.
Epiglotis: dan glottis: melihat ada atau tidak hiperemi atau edema yang ditimbul akibat
inhalasi atau aspirasi gas atau uap. Edema glottis dapat ditemukan pada keracunan
dan sebagainya.
Ginjal: terdapat perubahan degenerative bila ada racun yang masuk.
Urin: urin diambil dengan semprit dan jarum yang bersih, diambil keseluruhan dari
kandung kemih.
Otak: pada keracunan akut dengan kematuan yang cepat biasanya tidak ditemukan
edema otak. Perhatikan bila ada perdarahan kecil-kecil dalam otak biasa diakibatkan
kelainan patologik.
Empedu: merupakan bahan yang baik bila ingin mendeteksi keracunan morfin, heroin
dan sebagainya.
Jaringan lemak: lemak diambil sebanyak 200 gram dari jaringan lemak di bawah kulit
daerah perut. Racun yang dapat diabsorbsi baik di dalam jaringan lemak akan dilepaskan
dalam darah.
Jaringan sekitar tempat suntikan: diambil 5-10 cm dari lokasi suntik mulai dari kulit,
dapat diambil dengan menggunakan kertas saring dan disimpan dalam toples dan beri etiket,
jangan lupa untuk memeriksa tempat sampah.
Analisis Toksikologik
Pemeriksaan analisis toksikologi ini dilakukan untuk membantu penegakan diagnosis
keracunan. Selain pemeriksaan ini tentunya juga didapatkan klinis atau bukti lain seperti
ditemukannya racun atau sisa racun dalam tubuh atau cairan tubuh korban, jika racun
menjalar secara sistemik serta terdapatnya kelainan pada tubuh korban, baik makroskopik
maupun mikroskopik yang sesuai dengan racun penyebab.(A,D) Dalam melakukan analisis
toksikologik perlu diperhatikan pengambilan bahan pemeriksaan toksikologik, wadah bahan
pemeriksaan toksikologik, bahan pengawet, dan cara pengiriman. Hal-hal tersebut sangat
penting untuk keakuratan hasil pemeriksaan karena bila terjadi kesalahan seperti
mengirimkan bahan yang salah atau dalam jumlah yang terlalu sedikit maka permintaan
dokter kepada ahli toksikologi untuk melakukan analisis tidak dapat terpenuhi.
1. Pengambilan Bahan Pemeriksaan Toksikologik
Para dokter harus mengetahui betul bahan apa yang harus diambil agar tidak terjadi
kesalahan. Pada kasus keracunan bahan-bahan yang diperlukan seperti darah, urin,
bilasan lambung, usus beserta isisnya, hati, empedu, ginjal, dan otak harus diambil secara
lengkap.
Darah : darah jantung diambil secara terpisah baik kiri maupun kana masing-masing
sebanyak 50 ml. Darah tepi sebnayak 30-50 ml, diambil dari vena iliaka komunis.
Difusi zat, obat atau racun dikuatirkan dapat mengalami difusi ke bilik jantung kanan.
Sehingga penentuan konsentrasi atas darah jantung kanan saja akan memeberikan
kesan yang salah tentang konsentrasi zat, obat atau rancun. Tubuh merupakan pabrik
kimia meskipun seseorang sudah meninggal. Seperti pada sianida, aceton, dan alcohol
masih dapat terbentuk dalam jaringan yang sudah membusuk. Maka dari itu
pengambilan bahan sedikit dari banyak tempat lebih baik daripada hanya mengambil
pengikatan pada batas usus halus dan usus besar dan anatar usus besar dan poros usus.
Hal ini dilakukan untuk mencegah usus oral tidka tercampur dengan isi usus anal.
Hati: organ hati akan diambil keseluruhan setelah disisihkan untuk pemeriksaaan
patologi anatomi karena takaran toksik kebanyakan sangat kecil (mg/kg) sehingga
kadar racun dalam tubuh sangat rendah dan bahan pemeriksaan harus banyak. Selain
itu hati adalah tempat untuk detoksikasi tubuh yang paling penting. Dimana hati
mempunyai kemampuan mengkonsentrasikan racun-racun yang masuk sehingga
yang mengandung karbon. Sumber dari CO adalah motor yang menggunakan bensin, gas
arang batu 5% CO, alat pemanas berbahan bakar gas, lemari es gas, cerobong asap yang tidak
bekerja dengan baik, pada kebakaran dan lain-lain.
Pada korban yang mati dalam waktu singkat akibat keracunan gas CO akan ditemukan
lebam mayat berwarna merah terang. Warna merah terang disebabkan oleh kadar ikatan COHb dalam darah melewati batas yaitu 20%-30% saturasi. Pada pemeriksaan mayat
selantujnya tidak ada gambaran yang cukup khas untuk keracunan CO. Seseorang yang
meninggal akibat keracunan CO dapat dipastikan dengan menemukan CO-Hb yang tinggi
dalam darah. Dapat dilakukan pemeriksaan laboratorium sederhana dengan pengenceran
alkali atau percobaan dengan formalin.
Apabila korban sempat mendapatkan pertolongan dan baru beberapa saat (hari)
kemudian meninggal lebam mayat tidak akan berwarna terang lagi. Hal ini karena kadar COHb sudah kembali rendah. Mekanisme kematian pada kasus ini biasanya adalah gangguan
anoksi jaringan otak yang pada pemeriksaan mayat dapat ditemukan sebagai bintik
perdarahan pada substansi otak atau gambaran infark atau encephalomalacia yang simetrik.
Dengan adanya hal tersebut diagnosis keracunan gas CO dapat ditegakan dengan bantuan
hasil pemeriksaan TKP.
Keracunan Sianida (CN)
CN adalah zat kimia yang merupakan suatu racun bersifat sangat toksik, karena garam
CN dalam takaran kecil saja dapat menyebabkan kematian dengan cepat.(A,C,D) Kematian
akibat keracunan CN seringkali terjadi pada kasus bunuh diri dan pembunuhan. Tetapi dapat
pula disebabkan oleh hal lain seperti kecelakan di laboratorium, pada penyemprotan
(fumigasi) pertanian dan penyemprotan gudang-gudang kapal.
Bila CN tertelan akan mengakibatkan rusaknya system enzim pernapasan dalam sel
yang menimbulkan tidak dapat dilepasnya oksigen dari oxy-Hb dalam darah. Maka dari itu
dalam darah akan ditemukan kadar oxy-Hb yang cukup tinggi dan darah akan berwarna
merah terang pada lebam mayat. Biasanya pada pemeriksaan mayat akan tercium bau khas
CN (bau amandel). Pemastian diagnosis keracunan CN dilakukan dengan anaisis toksikologi
pada darah dan isi lambung.
pemeriksaan
pendahuluan.
Keracunan Narkotika
8
Narkotika adalah obat yang bisa menghilangkan rasa nyeri dan dapat menyebabkan
keadaan stupor. (A,C) Tetapi sekarang telah diperluas karena ada juga yang tidak dapat
menimbulkan narkosis yang tertera dalam Undang-undang No. 9 tahun 1976 tentang
narkotika, pasal 1 butir 1 sampai 13. Berdasarkan sifat kimianya dapat digolongkan dalam
morfin, turunan benzomorfan, golongan 4-fenilpiperidin, golongan difenilpropilamin dan
analgesic asiklik dan lain-lain. Dari golongan yan telah disebutkan diatas yang paling sering
disalahgunakan yaitu golongan morfin dan heroin.
Pada pengguna narkotika, kematian akan lebih sering disebabkan karena kecelakaan.
Pemeriksaan kasus mati yang diduga akibat narkotika, harus diperhatikan adanya bekas
suntikan baru maupun lama. Bila korban semasa hidupnya menggunakan suntik dapat
ditemukan pembesaran kelenjar limfe regional. Kadangkala ditemukan pula tattoo pada
tempat yang tidak lazim, pada lipat siku misalnya yang dibuat agar luka bekas suntikan tidak
terlihat. Kematian pada kasus keracunan narkotika akibat terjadinya depresi pernafasan. Pada
pemeriksaan mayat akan ditemukan kelainan pada paru berupa pembendungan hebat dan
edema hebat pada paru, narcotic lung atau gambaran pneumonia lobaris. Perbendungan juga
muncul pada organ lain. Pemeriksaan toksikologi dilakukan pada darah, urin, cairan empedu,
serta periksa juga tempat masuknya narkotika seperti suntikan, nasal swab bila dengan
sniffing, isis lambung pada yang menelan narkotika.
Sebab, Cara, dan Mekanisme Kematian
Pada saat seseorang dinyatakan meninggal, dokter harus membuat surat keterangan
kematian. Agar dapat melengkapi surat tersebut pastikan bahwa dokter membagi dalam tida
bagian yaitu sebab kematian, cara kematian, dan mekanisme kematian.(C,D) Sebab kematian
adalah penyakit atau cedera/ luka yang bertanggung jawab atas terjadinya kematian. Dapat
terjadi secara langsung akibat suatu penyakit atau luka dan sebagainya sehingga langsung
menyebabkan kematian. Dapat pula secara perlahan sesuai dengan proses perjalanan penyakit
atau suatu luka yang nantinya (minggu, bulan, atau tahun) akan menyebabakan kematian
pada seseorang. Misalnya akibat tuberculosis paru, cardiac arrest, hepatic failure, keracunan
dan sebagainya.
Cara kematian adalah kejadian-kejadian yang menimbulkan kematian. Bila kematian
terjadi sebagai akibat suatu penyakit semata-mata maka cara kematian adalah wajar (natural
death). Bila kematian terjadi sebagai akibat dari cedera atau luka, atau pada seseorang yang
awalnya telah mengidap suatu penyakit. Kemudian kematiannya dipercepat oleh adanya
9
cedera atau luka, maka kematian demikian adalah kematian yang tidak wajar (unnatural
death). Kematian tidak wajar ini dapat terjadi akibat kecelakaan, bunuh diri atau
pembunuhan. Pada suatu akhir penyidikan terkadang penyidik masih belum dapat
menentukan cara kematian. Dengan demikian kematian akan dinyatakan sebagai kematian
dengan cara yang tidak dapat ditentukan.
Mekanisme
kematian
adalah
gangguan
fisiologik dan atau biokimiawi yang ditimbulkan oleh penyebab kematian. Termasuk tandatanda seperti asidosis dan alkalosis, sepsis, toxaemia atau paralisis, dan sebagainya.
Kesimpulan
Kasus yang didapatkan yaitu suatu hari dokter didatangi pentidik dan diminta untuk
membantu mereka dalam memeriksa suatu tempat kejadian perkara (TKP). Menurut
penyidik, TKP adalah sebuah rumah yang cukup besar milik seorang pengusaha perkayuan
yang terlihat sukses. Tadi pagi si pengusaha dan isterinya ditemukan meninggal dunia di
dalam kamarnya yang terkunci di dalam. Anaknya yang pertama kali mencurigai hal itu
(pukul 08.00) karena si ayah yang biasanya bangun untuk lari pagi, hari ini belum keluar dari
kamarnya.
la
bersama
dengan
pak
Ketua
RT melaporkannya
kepada
Poilisi.
Penyidik telah membuka kamar tersebut dan menemukan kedua orang tersebut , tiduran di
tempat tidurnya dan dalam keadaan mati. Tidak ada tanda-tanda perkelahian di ruang
tersebut, segalanya masih tertata rapi sebagaimana biasa, tutur anaknya. Dari pengamatan
sementara tidak ditemukan luka-luka pada kedua mayat dan tidak ada' barang yang hilang.
Salah seorang penyidik ditelepon oleh petugas asuransi bahwa ia telah dihubungi oleh anak si
pengusaha berkaitan dengan kemungkinan klaim asuransi jiwa pengusaha tersebut.
Pada kasus diatas sebab kematian, cara kematian, dan mekanisme kematian belum
dapat ditegakan karena kurangnya informasi yang didapatkan dalam kasus tersebut. Dari
diskusi kelompok kami serta pengamatan yang telah dilakukan pada kasus ini, kami
mengambil kesimpulan bahwa kematian dari pasangan suami istri tersebut disebabkan oleh
racun. Karena pada pemeriksaan tempat kejadian tidak ditemukan tanda-tanda mencurigakan
seperti perkelahian, pembobolan dan sebagainya seperti yang telah tertera diatas. Dimana
opini tersebut dapat dipertimbangkan karena pada pemeriksaan mayat juga tidak ditemukan
adanya tanda-tanda kekerasan yang menyebabkan luka-luka. Tetapi akan lebih baik jika
semua prosedur untuk membatu penyidik dan mendapatkan barang bukti seperti pemeriksaan
luar dan dalam pada mayat serta pemeriksaan analisis toksikologi dan pemeriksaan lain yang
10
diperlukan diketahui terlebih dahulu. Setelah itu disimpulkan sebab kematian, cara kematian,
dan mekanisme kematian kemudian membuat visum et repertum guna membantu penyidik.
11
Daftar Pustaka
a. Budiyanto A, Widiatmaka W, Sudiono S, et all. Ilmu kedokteran forensik. Jakarta:
Bagian Keodkteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitan Indonesia; 1997.h. 71146.
b. United States Consumer Product Safety Commision. Diunduh dari
http://www.cpsc.gov/en/Safety-Education/Safety-Education-Centers/CarbonMonoxide-Information-Center. 15 Desember 2015.
c. Staf Pengajar Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
Teknik autopsy forensik. Jakarta: Bagian Keodkteran Forensik Fakultas Kedokteran
Universitan Indonesia; 2000.
d. Vij K. Textbook of forensic medicine and toxicology. Ed 5. India: Elsevier; 2011.
12