You are on page 1of 13

KARSINOMA BULI

Disusun Sebagai Salah Satu Syarat Mengikuti Ujian


Stase Bedah di Rumah Sakit Umum Daerah Tidar Magelang

Diajukan Kepada :
dr. Hj. Isti Sad Aryanti, Sp.B
Disusun Oleh :
Andreafika Kusumaningtyas Harqiqi
(20110310210)

SMF BAGIAN ILMU BEDAH


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH TIDAR MAGELANG
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH YOGYAKARTA
2016
BAB I

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Karsinoma buli-buli merupakan suatu karsinoma yang berasal dari jaringan pada
buli-buli. Sebagian besar karsinoma buli-buli merupakan karsinoma sel transisional
(karsinoma yang berasal dari sel yang secara normal berada pada lapisan terdalam dari
buli-buli). Tipe lain dari karsinoma buli-buli yakni karsinoma sel skuamosa dan
adenokarsinoma. (1)
Karsinoma buli-buli merupakan 2% dari keganasan dan merupakan keganasan
kedua terbanyak pada sistem urogenitalia setelah karsinoma prostat. Rata-rata usia
penderita adalah 65 tahun. Karsinoma ini lebih sering terjadi pada kelompok golongan
kulit putih dibanding orang kulit hitam dimana rasio laki-laki dibanding perempuan yaitu
2,7:1. 85% terlokalisasi di buli-buli dan 15% menyebar ke limfonodus regional atau ke
tempat yang lebih jauh . Sekali diagnosis ditegakkan maka tendensi untuk berulang
sepanjang waktu dan lokasi yang baru pada traktus urinarius dapat terjadi sehingga
diperlukan monitoring yang berkelanjutan.
Tindakan pertama bila seseorang didiagnosis karsinoma buli-buli adalah dengan
melakukan TUR buli-buli sekaligus menentukan luas infiltrasi tumor. Alternatif tindakan
selanjutnya ditentukan berdasarkan stadium karsinoma itu sendiri. Tindakan tersebut
dapat berupa pengawasan ketat, instilasi intravesika, sistektomi atau radiasi, radiasi
eksterna dan terapi adjuvan dengan kemoterapi sistemik.
B. EPIDEMIOLOGI
Berdasarkan data dari Global Cancer Statistic, pada tahun 2008 ditemukan
386.300 kasus baru karsinoma buli-buli di seluruh dunia dengan angka kematian
mencapai 150.200. Insiden terbanyak ditemukan di negara-negara Eropa, Amerika Utara
dan Afrika Utara dan insiden paling rendah di negara-negara Melanesia dan Afrika
Tengah. Di Asia Tenggara ditemukan pada pria 4,5/100.000 penduduk dan pada wanita
1,3/100.000 penduduk . Di Indonesia berdasarkan data yang dikumpulkan di Universitas
Indonesia pada tahun 1991, karsinoma buli-buli menempati urutan ke 9 dari 10 kanker
terbanyak pada laki laki dengan jumlah 3,97%.
Karsinoma buli-buli merupakan kanker yang kebanyakan terjadi pada laki-laki
dengan predileksi usia 50-70 tahun. Penyebabnya hingga saat ini kebanyakan belum jelas
namun terdapat faktor terkait yang saat ini umum diakui yakni lingkungan dan pekerjaan,
merokok, metabolisme, serta faktor lain seperti iritasi dan infeksi.
C. ANATOMI
Saat terisi buli-buli memiliki kapasitas sekitar 500 ml dan berbentuk ovoid dan
pada saat kosong buli-buli berbentuk tetrahedral dan memiliki permukaan superior yaitu

pada urakus, dua permukaan inferolateral dan permukaan posteroinferior atau dasar
dengan leher buli-buli pada bagian terendah.
Urakus menggantungkan buli-buli pada dinding abdomen anterior. Urakus terdiri
dari otot polos longitudinal yang terbentuk dari dinding buli-buli. Semakin dekat dengan
umbilius, urakus semakin banyak jaringan ikat dan biasanya bersatu dengan arteri
umbilikalis.
Permukaan superior dari buli-buli ditutupi oleh peritoneum. Di anterior,
peritoneum berjalan hingga ke dinding anterior abdomen. Saat mengalami distensi, bulibuli terangkat ke rongga pervis dan memisahkan antara peritoneum dan dinding anterior
abdomen. Hal ini memungkinkan dilakukannya sistostomi suprapubik tanpa beresiko
masuk kedalam kavum peritoneal. Di bagian posterior, peritoneum berjalan hingga level
vesika seminalis dan bergabung dengan peritoneum yang berada pada anterior rektum
dan membentuk ruang rektovesika. Pada perempuan, peritoneum pada permukaan
superior berjalan di depan uterus dan membentuk kantung vesicouterine dan berlanjut ke
posterior menbentuk kantung rektouterine.
Pada bagian anteroinferior dan lateral dari buli-buli dilindungi dari dinding lateral
pelvis oleh bantalan lemak retropubis dan perivesika serta jaringan ikat longgar. Pada
bagian dasar dari buli-buli berhubungan dengan vesika seminalis, ampulla vas deverens
dan ureter terminalis. Leher buli-buli terletak pada meatus uretra internus sekitar 3-4 cm
dibelakang titik tengah simfisis pubis dan difiksasi oleh fascia pelvis. Akibat
hubungannya dengan prostat maka posisinya sedikit berubah dengan berbagai kondisi
pada buli-buli dan rektum.

Gambar 2. Anatomi rongga pelvis8


Mukosa buli-buli terdiri dari epitel transisional. Dibawahnya terdapat jaringan
submukosa yang terdiri dari jaringan ikat dan jaringan elastis. Dibagian luar dari mukosa
terdiri dari otot detrusor yang merupakan campuran dari serat otot polos yang tersusun

secara acak dari longitudinal, sirkuler, dan spiral yang tidak memiliki orientasi kecuali
ada daerah sekitar orificium uretra interna dimana terdiri dari tiga lapis yakni longitudinal
dibagian dalam, sirkuler di tengah dan longitudinal di bagian terluar.

Gambar 3. Anatomi buli-buli8


Buli-buli mendapatkan suplai darah dari arteri vesica superior, media dan inferior
yang berasal dari trunkus anterior arteri iliaca interna (hipogastrika) dan dari percabangan
dari arteri gluteal inferior dan obturator. Pada perempuan buli-buli juga mendapatkan
suplai darah dari arteri vaginalis dan arteri uterina.

D. ETIOLOGI

1.

2.

3.

4.

Etiologi karsinoma buli-buli kebanyakan belum jelas. Saat ini faktor terkait yang
umum diakui adalah:
Non Genetik
Merokok
Sekitar 50% laki-laki dan 31% perempuan yang menderita karsinoma buli-buli memiliki
riwayat merokok. Risiko terkena karsinoma buli-buli meningkat dua kali lipat pada
perokok dibandingkan dengan yang bukan perokok.Diduga agen penyebabnya adalah alfa
dan beta-naftilamin yang ditemukan pada urine perokok.
Lingkungan dan pekerjaan
Beta-naftilamin, benzidin, 4-aminobifenil merupakan zat karsinogen kandung kemih,
kontak jangka panjang dengan zat tersebut dapat menimbulkan kanker kandung kemih.
Zat pewarna, produk karet-plastik, cat, zat pencuci,dll juga mungkin menjadi faktor
karsinogen. \
Metabolisme triptofan dan asam nikotinat abnormal
Kelainan metabolisme triptofan dapat menghasilkan beberapa metabolit yang setelah
melalui proses dalam hati lalu dieksresikan ke buli-buli bersifat karsinogenik.
Diet
Beberapa peneliti menghubungkan faktor diet dengan risiko terjadinya karsinoma bulibuli. Sebuah penelitian case-control menemukan bahwa risiko meningkat dengan
mengonsumsi makanan berminyak atau berlemak dan risiko menurun dengan
mengonsumsi vitamin A. Kualitas air minum dimana melalui proses klorinisasi dan

adanya kandungan arsen dalam air minum meningkatkan risiko terjadinya karsinoma
buli-buli. Konsumsi kopi dan pemanis buatan belum sepenuhnya diyakini sebagai faktor
risiko terjadinya karsinoma buli-buli.
5. Obat-obatan dan penyakit
Penggunaan analgetik fenasetin berhubungan dengan penyakit ginjal kronik dan dapat
berkembang menjadi kanker pada buli-buli, ureter dan pelvis ginjal. Penggunaan agen
sitotoksik/imunosupresif seperti siklofosfamid meningkatkan risiko terjadinya kanker
buli-buli hingga 9 kali dengan periode laten kurang dari 10 tahun. Iradiasi daerah pelvis
pada kanker prostat, kanker serviks atau kanker ovarium dapat meningkatkan risiko
terjadinya karsinoma buli-buli sekunder.
6. Faktor lainnya
Iritasi kronis mukosa buli-buli, seperti infeksi kronis, batu buli-buli serta obtruksi uretral.
Leukoplakia mukosa, sistisis adenomatosa dianggap sebagai lesi prekanker, dapat
menginduksi perubahan ke ganas. Adanya parasit dalam buli-buli dapat menjadi faktor
prediposisi karsinoma buli-buli.
Genetik
Telah dilaporkan adanya abnormalitas pada kromosom 3,5,7,9, dan 11
Abnormalitas utama pada kromosom 9p dan 11p. Kelainan pada kromosom 9p paling
sering ditemukan pada karsinoma superfisial dan kelainan pada kromosom 11p terjadi
pada karsinoma invasif.

1.
2.

E. KLASIFIKASI
Karsinoma buli-buli terdiri atas bebrapa tipe yaitu:
1.

Karsinoma sel transisional


Karsinoma sel transisional merupakan karsinoma terbanyak dengan presentasi mencapai
90% dari semua kasus karsinoma buli-buli. Karsinoma ini terdiri dari:

Karsinoma sel transisional tipe papilar merupakan tipe yang berbentuk frondular
eksofitik. Ukuran dan jumlahnya bervariasi. Tipe ini merupakan bentuk yang paling
umum pada karsinoma sel transisional pada buli-buli. Sebagian besar tumor kecil dan
non-invasif.
Karsinoma sel transisional tipe sesile muncul dengan bentuk yang kurang frondular,
lebih solid dan dengan dasar yang lebih luas. Tumor ini memiliki kecenderungan untuk
menjadi lebih invasif.
Karsinoma in situ ditandai dengan empat ciri karakteristik yaitu berbentuk datar,
eritema, multifokal dan tingkat keganasan tinggi. Adanya karsinoma in situ dapat
dijadikan indikator peningkatan agresifitas biologis. Tumor papiler atau sesile lebih
mudah mengalami rekurensi dan invasi dibandingkan dengan karsinoma insitu.

2. Karsinoma sel skuamosa


Jumlah tipe ini sekitar 7-8% dari karsinoma buli-buli yang biasanya dikaitkan dengan
adanya iritasi kronis pada urotelium (misalnya schistosomiasis, batu buli-buli atau adanya
benda asing pada buli-buli)
3. Adenomaksinoma
Karsinoma ini menyumbang1% sampai 2% dari kasusdan berhubungan dengan infeksi
kronis, ekstrofi buli-buli, atau sisa-sisa urachal dalam kubah buli-buli. Adenokarsinoma
cenderung merupakan tumor penghasil mukus.
4. Karsinoma tipe lain
F. PATOGENESIS
Kanker pada saluran urotelium ditandai dengan kecenderungan untuk mengalami
kekambuhan, baik di tempat yang sama ataupun di tempat yang jauh dari saluran
urotelial. Hal ini mendukung hipotesis yang menyatakan bahwa adanya defek pada
urotelium dapat berkembang dan memiliki kecenderungan untuk membentuk suatu tumor
yang baru. Meskipun pendapat bahwa tumor yang tumbuh pada tempat yang berbeda
pada saluran urotelial berasal dari klon yang sama masih kontroversial, namun beberapa
penelitian mendukung hal ini.
Serangkaian peristiwa genetik cenderung mengarahkan ke perkembangan
(peristiwa primer) dan progresi (peristiwa sekunder) dari karsinoma buli-buli. Hal ini
diyakini mengakibatkan aktivasi protoonkogen dan/atau inaktivasi gen supresor tumor.
Beberapa studi menyatakan bahwa hal yang berperan penting yakni perubahan jalur gen
p53 dan kerentanan gen retinoblastoma (RB). Perubahan ekspresi pada produk
retinoblastoma (RB) pada tumor buli-buli dapat diperoleh melalui spesimen sistektomi
atau reseksi transuretral dimana hal ini dikaitkan dengan perlangsungan yang lebih buruk.
Akumulasi protein nuklear p53 yang diperoleh dari analisis imunohistokimia dikaitkan
dengan kemungkinan perkembangan tumor superfisial dan kekambuhan pada tumor yang
invasif. Pengaruh dari perubahan gen lain seperti p21 dan p16 saat ini menjadi sorotan
terbaru.
G. DIAGNOSIS
Anamnesis
Sekitar 85% pasien dengan karsinoma buli-buli memberikan gejala hematuria
yang bersifat total atau mikroskopik, tidak nyeri, dan bersifat kambuhan (intermitten).
Pada sebagian kecil kasus dapat disertai gejala-gejala iritasi seperti frekuensi, urgensi dan
disuria. Gejala ini sering ditemukan pada pasien dengan karsinoma insitu atau karsinoma
yang telah mengadakan infiltrasi luas yang menurunkan kapasitas buli-buli atau juga
disebabkan oleh overaktivitas dari buli-buli.
Hematuria dapat menimbulkan retensi bekuan darah sehingga pasien datang
dengan keluhan tidak dapat miksi. Keluhan akibat penyakit yang lebih lanjut berupa

obstruksi saluran kemih bagian atas atau edema tungkai. Edema tungkai disebabkan
karena penekanan aliran limfe oleh massa tumor atau oleh kelenjar limfe yang membesar
pada daerah pelvis.
Nyeri pada karsinoma buli-buli disebabkan karena tumor lokal yang makin
berkembang atau karena telah bermetastasis. Nyeri pada daerah panggul dapat
mengindikasikan adanya obstruksi uretra. Nyeri pada daerah suprapubik dapat
disebabkan karena invasi tumor ke jaringan lunak perivesika, obstruksi pada muara bulibuli dan adanya retensi urin. Nyeri pada tulang mengindikasikan bahwa tumor telah
bermetastasis ke tulang.
Pemeriksaan fisik
Palpasi bimanual dapat dilakukan dengan narkose umum (agar otot buli-buli
relaks) pada saat sebelum dan setelah reseksi tumor TUR buli-buli. Jari telunjuk kanan
melakukan colok dubur atau colok vagina sedangkan tangan kiri melakukan palpasi pada
daerah suprasimfisis untuk memperkirakan infiltrasi tumor. . Selain itu pemeriksaan ini
dilakukan untuk mengetahui ada tidaknya massa dan penyebarannya, ukuran, mobilitas,
dan derajat fiksasi pada organ lain. Jika buli-buli tidak mobile, hal ini menunjukkan
fiksasi tumor pada struktur didekatnya melalui invasi langsung. Ditemukannya massa saat
palpasi di flank area menunjukkan terjadinya hidronefrosis.
Ditemukannya hepatomegali atau limfadenopati supraklavikuler merupakan tanda
dari metastasis.Pada kasus yang jarang, metastasis dapat terjadi pada organ yang tidak
biasa seperti pada kulit yang menunjukkan nodul yang nyeri yang disertai dengan ulkus.
Pemeriksaan laboratorium
Tes laboratorium yang dapat dilakukan pada pasien dengan karsinoma buli-buli yakni:
1. Tes laboratorium rutin
Pada tes ini yang paling sering ditemukan adalah hematuria. Hematuria kadang
disertai dengan pyuria yang disebabkan oleh adanya infeksi traktus urinarius secara
bersamaan. Azotemia terjadi pada pasien dengan oklusi ureter akibat tumor primer pada
buli-buli atau adanya limfadenopati. Anemia ditemukan pada pasien yang kehilangan
darah kronik atau perubahan pada sumsum tulang akibat metastasis.
2. Sitologi urin
Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat sel-sel urotelium yang terlepas bersama
urin. Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi adanya tumor pada pasien dengan gejala
simptomatik dan untuk menevaluasi pengobatan . Kira-kira 82-90% menunjukkan hasil
positif, 20% memberikan hasil negatif palsu dan 1-12% positif palsu.
3. Antigen permukaan sel
Pemeriksaan BTA (Bladder Tumor Antigen) merupakan pemeriksaan yang
menggunakan partikel IgG untuk mendeteksi adanya tumor superfisial pada buli-buli.
Pemeriksaan lain berupa nuclear matrix protein (NMP22 test), fibrin degradation

product (FDP assay), telomerase activity dan hyaluronidase level dapat digunakan untuk
skrining sitologi.
4. Flow cytometry
Pemeriksaan ini untuk mendeteksi adanya kelainan kromosom pada sel-sel urotelium.
Pemeriksaan radiologi
1. Pielografi eksretorik
Pemeriksaan ini dapat melihat pelvis renis, ureter apakah terdapat tumor dan
pengaruh tumor terhadap fungsi ginjal. Pencitraan buli-buli dapat melihat defek
pengisian, infiltrasi dinding buli-buli menjadi keras dan tidak beraturan.
2. USG
USG dapat menemukan tumor di atas 0,5 cm, jika dilakukan scanning
transuretral, akurasi dapat mencapai 94%, dapat secara lebih tepat mengetahui lingkup
invasi dan stadium tumor. Akhir-akhir ini penggunaan pencitraan ultrasonik 3 dimensi
dapat menunjukkkan bentuk dan lokasi tumor secara stereoskopik.
3. CT
Akurasi stadium lebih tinggi dibandingkan dengan USG, dapat mencapai
90%.Peemriksaan ini dapat memahami secara tepat hubungan tumor dan sekitarnya
maupun ada tidaknya metastasis kelenjar limfe regional.
Sistoskopi
Sistoskopi merupakan metode paling utama dalam diagnosis, dapat langsung
melihat lokasi, ukuran, jumlah, bentuk, situasi tangkai dan derajat infiltrasi di basis
tumor. Karsinoma in situ selain mukosa setempat yang mengalami eritema, tidak ada
kelainan lain. Pada waktu sistoskopi, harus diperhatikan hubungan tumor dengan ostium
ureter dan leher buli-buli dan dilakukan biopsi. Belakangan ini terutama diperhatikan lesi
patologis mukosa buli-buli, dilakukan biopsi random, jika secara visual ditemukan
karsinoma in situ pada mukosa normal, hiperplasia atipikal, pertanda prognosis tidak
baik.
H. STADIUM
Tabel 2. Stadium karsinoma buli sesuai sistem TNM dan stadium menurut Marshal
TNM
Tis
Ta
T1
T2
T3a
T3b
T4
N1-3
M

Marshal
0
0
A
B1
B2
C
D1
D1
D2

Uraian
Karsinoma in situ
Tumor papilari non invasif
Invasi submukosa
Invasi otot superfisial
Invasi otot profunda
Invasi jaringan lemak prevesika
Invasi ke organ sekitar
Metastasis ke limfonoduli regional
Metastasis homogen

Klasifikasi gradasi menunjukkan tingkat keganasan tumor:


Grade 1 : diferensiasi baik, epitel transisional lebih dari 7 lapis, displasia inti ringan,
mitosis jarang ditemukan.
Grade 2 : epitel menebal, polarisasi sel menghilang, mitosis sering ditemukan, displasia
inti derajat sedang.
Grade 3 : tergolong tidak berdiferensiasi, tidak ada persamaan dengan epitel normal,
mitosis banyak.
I. PROGNOSIS
Faktor yang menentukan prognosis karsinoma buli-buli tergantung pada stadium
saat didiagnosis dan derajat diferensiasi tumor. Angka harapan hidup lima tahun pada
pasien dengan tumor superfisial, invasi ke otot, dan tumor yang telah metastasis yakni
berturut-turu t 95%, 50%, dan 6%. Usia tua, ekspresi p53, aneuploid, tomor multifokal
dan massa yang teraba merupakan faktor lain yang dapat memperburuk prognosis
penyakit.
Secara klinis dapat ditemukan dua jenis gambaran, yaitu gambaran superfisial dan
yang bertumbuh invasif. Pada karsinoma buli-buli superfisisal, penderita berulang-ulang
ditangani dengan sistoskopi untuk mengontrol reseksi lokal dan instilasi kemoterapi.
Kebanyakan tidak mengalami metastasis sehingga prognosis ketahanan hidup agak baik
walaupun morbiditasnya cukup berat. Pada penderita karsinoma buli-buli invasif
mengalami riwayat penyakit yang sangat berbeda dengan karsinoma buli-buli superfisial.
Sekitar 90% tidak pernah mengalami gambaran klinis karsinoma superfisial dan kurang
lebih setengahnya telah bermetastasis jauh samar (occult) yang kebanyakan menjadi jelas
dalan waktu satu tahun. Prognosisnya buruk dalam waktu satu-dua tahun.
J. TATA Laksana
Metode terapi pada pasien dengan karsinoma buli-buli meliputi operasi,
radioterapi, kemoterapi dan imunoterapi, namun yang utama adalah operasi. Penentuan
jenis operasi didasarkan atas patologi tumor dan kondisi umum pasien.
Pasien dengan karsinoma buli-buli superfisial dapat ditangani dengan TUR yang
diikuti dengan kemoterapi atau imunoterapi. Pasien dengan tumor yang kecil dan stadium
rendah memiliki resiko rendah untuk mengalami progresi sehingga dapat ditangani
dengan TUR saja disertai dengan pengawasan ketat atau diberikan kemoterapi
intravesika. Pasien dengan T1, stadium tinggi, multipel, besar, tumor rekuren atau
disertai dengan adanya CIS pada biopsi merupakan tumor yang berisiko tinggi untuk

mengalami progresi dan rekuren sehingga harus dipertimbangkan pemberian kemoterapi


atau imunoterapi intravesika setelah dilakukan TUR komplit. Reseksi yang kedua pada
daerah yang sama dilakukan untuk menentukan stadium tumor yang lebih akurat dan
untuk mementukan terapi. Reseksi ulangan dapat meningkatkan respon terhadap terapi
intavesika. Penanganan pada pasien dengan T1 hingga saat ini masih kontroversial.
Beberapa klinisi menyarankan untuk dilakukan radikal sistektomi khususnya pada grade
III atau adanya lesi yang beresiko tinggi untuk mengalami progresi. Namun progresifitas
dapat diturunkan dengan pemberian imunoterapi intravesika.
Pasien dengan tumor yang lebih invasif namun masih terlokalisir (T2,T3)
memerlukan tindakan lokal yang lebih agresif berupa parsial atau radikal sistektomi atau
kombinasi antara radiasi dan kemoterapi sistemik. Tumor yang lebih cepat perluasannya
perlu dilakukan terapi yang lebih agresif. Pasien dengan tumar yang tidak dapat direseksi
T4b dapat diberikan kemoterapi sistemik yang diikuti oleh operasi. Pasien dengan
metastasis jauh diberikan kemoterapi sistemik dan diikuti pemberian terapi selektif
seperti radiasi atau operasi tergantung pada respon pasien.
Berikut merupakan pilihan terapi inisial pada pasien dengan karsinoma buli-buli:
1. TUR buli-buli
TUR merupakan bentuk penatalaksanaan awal karsinoma buli-buli. TUR ini
memungkinkan hasil yang lebih akurat dalam memperkirakan stadium dan tingkat tumor
serta merupakan pengobatan tambahan pada karsinoma buli-buli. Pasien dengan tumor
tunggal, stadium dini dan tumor yang bersifat non invasif dapat diterapi dengan TUR saja
namun tumor yang superfisial dengan stadium lanjut harus diterapi dengan TUR yang
disertai dengan terapi intravesika selektif. TUR tunggal jarang dilakukan dalam
menangani pasien dengan karsinoma yang invasif karena memiliki tingkat progresifitas
dan kekambuhan tinggi.
2. Operasi
Operasi/pembedahan dilakukan jika penyebaran karsinoma sudah mencapai otot
buli-buli. Jenis operasi yang dapat digunakan dalam menangani karsinoma buli-buli
adalah sistektomi parsial, sistektomi total, dan sistektomi radikal. Sistektomi parsial
merupakan indikasi untuk tumor soliter dengan batas tegas pada mukosa. Sistektomi total
merupakan terapi definitif untuk karsinoma superfisialis yang mengalami kekambuhan.
Sistektomi radikal merupakan suatu tindakan pilihan jika terapi lain tidak berhasil atau
timbul kekambuhan.
3. Sistektomi Parsial
Sistektomi parsial dapat memberikan kemampuan dan fungsi buli-buli yang
normal setelah dilakukan operasi. Jenis operasi ini memiliki angka morbiditas dibanding
jenis sistektomi lain . Pasien dengan tumor yang soliter, tumor yang menginfiltrasi lokal
(T1-T3) di sepanjang dinding posterior lateral atau di kubah buli-buli merupakan indikasi

untuk dilakukan sistektomi parsial, begitu juga pada karsinoma yang berada pada
divertikulum. selain itu indikasi dilakukan sistektomi parsial adalah jika tidak ditemukan
CIS, letak tumor tidak berada pada leher buli-buli, dasar ataupun pada prostat, tidak ada
riwayat penyakit yang sama sebelumnya ataupun riwayat keganasan urotelial. . Setelah
dilakukan operasi maka untuk meminimalkan inplantasi tumor pada daerah luka maka
pada saat dilakukan operasi dapat diberikan iradiasi dosis terbatas (1000-1600 cGy) dan
dapat diberikan agen kemoterapi intravesika sebelum dilakukan operasi.
4. Sistektomi Total
Sistektomi total pada laki-laki dilakukan dengan cara mengangkat buli-buli,
prostat, vesika seminalis, lemak perivesika pelvis peritonium, urakus remnant, uretra dan
1/3-1/4 bawah ureter. Pada perempuan dilakukan dengan cara mengangkat buli-buli,
uretra, dinidng anterior vagina, ovarium, tuba fallopi, uterus, pelvis peritonium, urakus
remnnant dan 1/3-1/4 bawah ureter.
5. Sistektomi radikal
Sistektomi radikal memiliki prosedur yang hampir sama dengan sistektomi total
dengan tambahan dilakukan diseksi pada limfatik disepanjang bifurkasio aorta. Indikasi
dilakukan sistektomi radikal yakni jika ukuran tumor terlalu besar untuk dilakukan
sistektomi parsial, posisi tumor tidak memungkinkan untuk dilakukan resesksi misalnya
pada dasar buli-buli, tumor multipel, karsinoma sel squamosa dan sarkoma yang radio
resisten, ditemukannya leukoplakia dimana dapat berkembang ke arah keganasan.
6. Diatermi Terbuka
Diatermi terbuka dilakukan jika ditemukan tumor dengan ukuran yang sangat
besar dan pada pemeriksaan histologi ditemukan tumor berdiferensiasi baik tanpa adanya
infiltrasi ke lapisan otot. Cara ini memungkinkan untuk membuka buli-buli melalui rute
suprapubik dan kemudian meresesksi tumor hingga ke dasarnya. Jika ukuran tumor lebih
dari 5 cm dan memunjukkan infiltrasi pada lapisan otot maka yang dilakukan adalah
mengangkat bagian superfisial kemudian diberikan material radioaktif misalnya emas
radioaktif. Hal ini dapat mengeradikasi tumor yang berada di bawah yang tidak terangkat
pada eksisi preeliminasi.
7. Kemoterapi intravesika
Agen imunoterapi atau kemoterapi diinstilasi kedalam buli-buli via kateter untuk
menghindari morbiditas sistemik yang terjadi pada banyak kasus.Terapi intravesika dapat
menjadi propilaksis maupun terapi objektif dimana dapat menurunkan rekurensi tumor
pada pasien yang telah diberikan TUR komplit. Kemoterapi intravesika digunakan pada
dua keadaaan. Diberikan saat setelah dilakukan TUR yang bertindak sebagai profilaktik
untuk mengurangi terjadinya implantasi sel tumor. Hal ini juga dapat digunakan sebagai
terapi untuk mengurangi resiko terjadinya kekambuhan dan progresifitas tumor

superfisisal dengan resiko rendah. Oleh karena itu kemoterapi atau imunoterapi
intravesika dapat diberikan dalam 3 bentuk yakni adjuvan, profilaksis, maupun terapi.
Di Amerika Serikat agen pengobatan yang biasa digunakan adalah Mitomisin,
Thiotepa, dan BCG (Bacillus Calmette-Guerin).
1) Mitomisin
Mitomycin-C adalah antitumor, antibiotik, alkylating agen yangmenghambat sintesis
DNA. Dengan berat molekul 329, penyerapan sistemik minimal. Dosis umum adalah
40 mg dalam 40 cc cairan steril atau larutan garam diberikan sekali seminggu selama
6 minggu. Dosis yang sama digunakan secara berangsur-angsur sebagai profilaksis
tunggal. Antara 39% dan78% dari pasien dengan riwayat rekurensi, memberikan
respon terhadap pemberian mitomisin-C secara intravesika dan angka kekambuhan
berkurang setelah dilakukan TUR lengkap. Efek samping yang dicatat dalam 10-43%
dari pasien dan sebagian besar terdiri dari gejala iritasi berkemih termasuk frekuensi,
urgensi, dan disuria. Keunikan obat ini adalah menyebabkan munculnya ruam pada
telapak tangan dan alat kelamin kira-kira 6% dari pasien, tetapi efek ini bisa dikurangi
jika pasien mencuci tangan dan alat kelamin setelah pemberian intravesika.
2) Thiotepa
Thiotepa adalah agen alkilasi denganberat molekul dari 189. Meskipun berbagai dosis
telahdigunakan, 30 mg per minggu tampaknya cukup.Hingga 55% dari pasien
merespon sepenuhnya. Cystitis tidakjarang terjadi setelah pemberian, tetapi biasanya
ringan
dan
self-limited.
Myelosupresi merupakan leukopenia dan trombositopenia terjadi sampai dengan 9%
dari pasien karena penyerapan sistemik. Hitung darah lengkap harus diperiksa pada
semua pasien sebelum instilasi berikutnya.
3) BCG
BCG adalah strain Mycobacteriumbovis yang dilemahkan.Mekanisme yang tepat
dimana BCGmemberikan efek antitumor tidak diketahui, tetapi tampaknya dimediasi
imunologi. BCG telah terbukti sangat efektif baik terapi dan profilaksis dan menjadi
agen intravesika paling baik untuk pengelolaan CIS.
8. Radioterapi
Penyinaran dengan irradiasi eksternal (5000-7000 cGy) diberikan selama 5-8
minggu merupakan alternatif pilihan pada pasien dengan sistektomi radikal dimana
karsinoma sangat berinfiltrasi. Pengobatan pada umumnya ditoleransi dengan baik.
Namun kira-kira 15% pasien memberikan komplikasi usus, buli-buli atau rektal yang
signifikan. Angka harapan hidup lima tahun pada pasien dengan T2-T3 berada pada
rentang 18-41%.
Namun sayangnya kekambuhan lokal sering terjadi sekitar 33-68% dari pasien.
Oleh karena itu pemberian radiasi sebagai monoterapi biasanya diberikan hanya pada
pasien yang memberikan respon yang tidak baik jika dilakukan operasi akibat lanjut usia
ataupun ada penyakit penyerta.
9. Kemoterapi

Sekitar 15% dari pasien dengan karsinoma buli-buli ditemukan adanya metastasis
regional maupun metastasis jauh dan 30-40% pasien dengan penyakit yang invasif dapat
mengalami metastasis jauh meskipun telah dilakukan sistektomi radikal. Tanpa adanya
pengobatan, kelangsungan hidup pasien akan terbatas. Pemberian agen kemoterapi
tunggal dan yang paling sering kombinasi beberapa obat menunjukkan respon terapi
parsial ataupun komplit yang signifikan terhadap sejumlah pasien karsinoma buli-buli
dengan metastasis. Cisplatin merupakan agen tunggal yang paling aktif yang jika
digunakan secara tunggal, memberikan respon terapi sekitar 30%. Agen efektif lainnya
yakni methotrexate, doxorubicin, vinblastin, siklofosfamid, gemcitabin, dan 5fluorouracil. Tingkat respon meningkat dengan mengkombinasikan beberapa bahan aktif.
Regimen methotrexate, vinblastin, doksorubicin (adriamicin) dan cisplatin (MVAC)
merupakan regimen yang sering digunakan pada pasien karsinoma buli-buli tahap lanjut
dan sekitar 13-15% pasien yang menerima regimen ini memberikan respon komplit.
Namun demikian angka harapan hidup sekitar 20-25%.Pengobatan dengan MVAC
kadang dikaitkan dengan adanya toksisitas substansial meliputi kematian akibat
keracunan sekitar 3-4%.

You might also like