Professional Documents
Culture Documents
7) Sifat pembenci
. . . . Lama-lama saya membenci arloji itu. Dulu nyaris saya anggap ia benda sakral.
Sekarang di mata saya ia benar-benar barang jahanam. . . . .
8) Sifat tidak peduli
. . . . Besok pagi Maya pasti panik menjerit-jerit bingung mencari arloji itu. Ia akan
mengacak-acak seluruh sudut rumah. Saya akan tidak peduli. . . . .
b. Contoh kutipan penokohan Sumiani yang memiliki sifat kasihan, ramah, dan mudah
tersenyum kepada orang lain sebagai berikut.
1) Sifat mudah iba
. . . . Saya merasa kasihan karena engkau memberinya dengan tulus, dan saya
menerimanya dengan riang. Saya kembalikan kepadamu karena saya tak tahu harus saya
apakan barang berharga itu. . . . .
2) Sifat ramah dan mudah tersenyum kepada orang lain
. . . . Ia menatap saya sesaat dengan pandangan gamang, lalu tersenyum manis sekali. Tapi
saya pikir senyum itu juga ia berikan untuk rekan-rekan lain, yang antre di belakang saya
untuk menjabat tangannya dan mengucapkan selamat datang. . . . .
c. Contoh kutipan penokohan Pak Gunawan memiliki sifat curiga, enerjik, wawasannya
luas, dan mempunyai naluri berita yang hebat sebagai berikut.
1) Sifat curiga
. . . . Saya tak hadir ketika hari pernikahannya. Tapi saya kaget karena kemudian arloji itu
ia kirim lewat pos paket. Ia meminta agar saya tidak tersinggung oleh pengembalian itu.
Suami saya selalu curiga pada jam pemberianmu, tulisnya. Sudah saya katakan
berkali-kali bahwa jam ini saya beli sendiri, tapi ia tak percaya, dan meminta saya agar
membuangnya saja . . . .
2) Sifat enerjik, wawasannya luas, dan mempunyai naluri berita yang hebat
. . . . Tampaknya ia berhasil. Ia enerjik, wawasannya luas, dan punya naluri berita yang
hebat. Saya mengaguminya. Kawankawan menjadi akur, penuh daya vitalitas hidup,
bersemangat untuk bekerja sama. Berkat Pak Gunawan kami menjadi tim redaktur dan
reporter yang sangat kompak. . . . .
d. Contoh kutipan penokohan Maya memiliki sifat tidak mau menerima barang dengan
harga murah, cemburu terhadap Sumiani, pemarah karena suaminya tidak jujur,
menyindir suami, panik, tidak mudah percaya, dan menerima kenyataan sebagai
berikut.
1) Sifat tidak mau menerima barang dengan harga murah
. . . . Membelikannya yang baru saya mampu, tetapi Maya tidak mau jam yang harganya
murah. Ia selalu meminta yang harganya di atas seratus lima puluh ribu. Itu sama artinya
dengan tiga minggu gaji saya. . . . .
2) Sifat cemburu terhadap Sumiani, pemarah karena suaminya tidak jujur, dan menyindir
suami
. . . . . Mengapa baru sekarang kamu ceritakan? Karena kuanggap itu tak penting.
Kau pikir ini hal sepele? Bukan. Soalnya ia bukan perempuan istimewa dalam
hidupku. Kau anggap wanita yang kau beri hadiah jam sebagus ini dan menyimpannya
sepanjang tahun setelah kita kawin kau anggap biasa? Maya terkekeh-kekeh. Saya
dengar aneh sekali tawanya. . . .
Latar yang digunakan dalam kutipan cerpen Arloji Sumiani sebagai berikut.
a. Latar waktu dalam kutipan cerpen Arloji Sumiani yaitu saat tahun delapan
puluhan, malam hari, dan suatu kali.
. . . . . Di tahun delapan puluhan, sekali setahun, saya pasti ke Solo. Tentu saya
bertemu Sumiani, karyawan di Monumen Pers, yang selalu sibuk mengurus peserta
Rapat Kerja Koran Masuk Desa.
. . . . . Kadang-kadang ia ikut mengatur snack dan mempersiapkan makan malam.
Peserta dari Bali, ya? tanyanya ketika menyerahkan piring pada saat saya antre
makan malam
. . . . . Suatu kali saya menghadiahkan sebuah jam tangan yang saya beli ketika kami
menyusuri Jalan Slamet Riyadi di jantung Kota Solo. Ia menerimanya dengan girang.
. . . . . Pulang tugas malam, diam-diam saya mengambil arloji itu. Maya sudah tidur
lelap. Saya keluar rumah menuju kali di seberang jalan. Ada sampah kering
menumpuk di sana.
b. Latar tempat dalam kutipan cerpen Arloji Sumiani yaitu ruangan di Monumen
Pers, depan ruangan sayap kanan gedung Monumen Pers, di Jalan Slamet Riyadi
(Solo), di kampung (belakang lemari), di kantor, di rumah, dan di kali seberang jalan.
. . . . . Saya pura-pura ke toilet. Di depan ruangan sayap kanan gedung Monumen Pers
saya lihat Sumiani duduk sendiri di atas pot bunga lebar segi empat dari beton. Saya
menghampirinya
. . . . . Suatu kali saya menghadiahkan sebuah jam tangan yang saya beli ketika kami
menyusuri Jalan Slamet Riyadi di jantung Kota Solo
. . . . . Arloji itu saya simpan di kampung, di bagian belakang almari. Setiap pulang
saya sempatkan melihatnya sejenak
. . . . . Ketika pertama kali datang ada perkenalan di kantor. Pak Gunawan membawa
serta keluarganya. Ada acara jabat tangan.
. . . . . Di kantor kalau saya melihat Pak Gunawan, selalu terbayang jam tangan itu.
Lalu, segera melesat kencang bayangan Sumiani dan Maya. Di rumah atau di kantor,
saya akhirnya tidak bisa merasa tenang.
. . . . Pulang tugas malam, diam-diam saya mengambil arloji itu. Maya sudah tidur
lelap. Saya keluar rumah menuju kali di seberang jalan. Ada sampah kering
menumpuk di sana.