Professional Documents
Culture Documents
Oleh
Darul Afandi
NIM 111810101041
JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2014
PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat serta karunia-Nya yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
Pemampatan Citra Digital dengan Pendekatan Sampling dan Kuantisasi
menggunakan Algoritma Shannon-Fano. Penilitian ini bertujuan untuk
melengkapi tugas Pemodelan Skripsi Mahasiswa S1 pada Jurusan Matematikan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Penyusunan tugas Pemodelan ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1.
2.
3.
4.
5.
Akhirnya penilis berharap, semoga tugas Pemodelan Skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan, serta bisa mendapatkan nilai yang
memuaskan.
Jember, 6 Desember 2014
Penulis.
Daftar Isi
Prakata......................................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................... ii
Daftar Gambar
Gambar 2.1 Citra Digital
Gambar 2.2 Contoh Citra Biner / Monochrom
BAB 1.PENDAHULUAN
kemunculan tiap simbol/karakter dan menentukan peta kodenya, dan fase kedua
untuk mengubah pesan menjadi kumpulan kode yang akan ditransmisikan.
Contoh: algoritma Huffman statik.
Metode dinamik (adaptif) : menggunakan peta kode yang dapat berubah dari
waktu ke waktu. Metode ini disebut adaptif karena peta kode mampu beradaptasi
terhadap perubahan karakteristik isi file selama proses kompresi berlangsung.
Metode ini bersifat 1-kali pembacaan terhadap isi file.
Contoh: algoritma LZW dan DMC.
Menurut Darma Putra, (2009:275) Algoritma Shannon-Fano merupakan
Suatu metode yang dikenal pertama kali mampu melakukan pengkodean terhadap
simbol secara efektif.. Metode ini dikembangkan secara bersamaan oleh Claude
Shannon dari Bell Labs dan RM Fano dari MIT. Metode ini tergantung pada
probabilitas dari setiap symbol yang hadir pada suatu data. Menurut Siscart
(2010), berdasarkan detail suatu citra, teknik kompresi citra dapat dibedakan
menjadi 2 kategori, metode Lossless dan metode Lossy. Metode ini termasuk
dalam Lossless Compression yang mana memiliki derajat kompresi yang leih
rendah tetapi dengan akurasi data yang terjaga antara sebelum dan sesudah proses
kompresi.
Penelitian tentang kompresi citra dengan pendekatan kuantisasi pernah di
lakukan oleh Kuatno yang menggunakan citra binner atau hitam-putih sebagai
obyek penelitiannya. Dalam penelitiannya didapatkan kapasitas rata-rata ukuran
kompresi foto berkurang menjadi 57,63 % dari foto semula. Dalam penilitian kali
ini dengan menggunakan Algoritma Shanon-Fano akan dicari seberapa banyak
pengurangan memori dalam citra digital dengan menggunakan pendekatan
sampling dan kuantisasi.
a. Bagaimana mengkompresi citra digital menggunakan Algoritma ShannonFano dengan pendekatan sampling dan kuantisasi.
b. Berapa besar hasil pemampatan yang didapatkan dalam pemampatan
tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini adalah untuk meminimalkan
memori dari file citra atau foto digital sehingga kapasitas memori dalam citra
menjadi lebih sedikit dibanding sebelumnya.
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian mengenai kompresi foto atau citra digital ini
adalah untuk dapat meminimalkan ukuran dari file foto atau citra sehingga
dapat menghemat ruang penyimpanan pada media penyimpanan.
merupakan derajat
intensitas pixel tersebut. Oleh karena itu, suatu citra digital monocrhrom
berukuran M x N akan direpresentasikan sebagai matriks berikut:
Dimana
0 xM1
0 yN1
0 f(x,y) 255
Nilai f(x,y) dari suatu citra digital berada pada selang keabuan [0,G-1].
Skala keabuan 0 biasanya digunakan untuk menyatakan intensitas hitam,
sementara intensitas bernilai G-1 menyatakan warna putih (Setiawan, 2008)
y
y1
f(x1,y1)
x1
x
Gambar 2.1 Citra Digital
Jika kita perhatikan dengan seksama atau citra tersebut kita perbesar maka
akan nampak titik-titik kecil berbentuk segi empat yang menyusun citra tersebut,
titik-titik berbentuk persegi empat itulah yang disebut dengan pixel dari sebuah
citra. Dalam sebuah citra, jumlah satuan panjang dari pixel tersebut akan
menentukan resolusi dari sebuah citra, semakin banyak pixel yang mewakili
dalam citra maka semakin tinggi nilai resolusinya serta citra yang dihasilkanpun
semakin halus.
2.2 Elemen Citra Digital
Citra digital tersusun atas beberapa elemen dasar, dimana elemen-elemen
tersebut perlu diperhatikan dalam pengkompresan citra. Elemen-elemen tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Warna
Warna merupakan persepsi yang dirasakan oleh mata manusia terhadap
panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh obyek. Jumlah warna
berbeda yang dapat ditampilan dalam setiap citra ditentukan oleh
banyaknya bit pada setiap pixel. Ukuran kedalaman warna pada citra
dalam komputer terbagi menjadi tiga, yaitu: 8, 16, dan 24 bit untuk setiap
pixel. Sebuah citra 24 bit menyediakan resolusi warna yang optimal,
dengan menggunakan 8 bit untuk setiap komponen warna sehingga
terdapat 256 level warna merah, hijau, dan biru (Wijaya dan Prijono, 2007:
48).
b. Kontras
Kontras menyatakan sebaran terang dan gelap di dalam sebuah citra. Citra
dengan kontras yang baik, komposisi dari teang dan gelapnya tersebar
secara merata dan citra dengan kontras yang rendah biasanya sebagian
besar komposisinya adalah terang atau sebagian besar gelap.
c. Kecerahan
Kecerahan adalah intensitas cahaya yang dipancarkan oleh pixel dari
sebuah citra yang dapat ditangkap oleh sistem penglihatan. Kecerahan
pada sebuah pixel didalam citra adalah intensitas rata-rata dari suatu area
yang melingkupinya. Sistem visual manusia dapat menyesuaikan dengan
tingkat kecerahan mulai dari yang terendah sampai yang paling tinggi.
d. Kontur
Kontur merupakan salah satu elemen dari citra yang ditimbulkan oleh
perubahan intensitas pada pixel-pixel yang bertetangga. Karena adanya
perubahan intensitas inilah kita dapat mendeteksi tepi dari sebuah citra.
dengan 0 menyatakan hitam dan 255 menyatakan putih. Nilai antara 0 sampai 255
menyatakan nilai keabuan dari sebuah citra yang terletak diantara warna hitam
dan putih. Contoh dari citra Grayscale dapat dilihat pada Gambar (2.3), dimana
masih dapat dibedakan antara daerah pada citra yang memiliki warna hitam pekat,
agak hitam, agak putih sampai ke warna putih.
G = Derajat keabuan
m = bilangan bulat positif
Skala Keabuan
(2 nilai)
Pixel Depth
1 bit
(4 nilai)
0 sampai 3
2 bit
(8 nilai)
0 sampai 7
3 bit
(16 nilai)
0 sampai 15
4 bit
(32 nilai)
0 sampai 31
5 bit
(64 nilai)
0 sampai 63
6 bit
(128 nilai)
0 sampai 127
7 bit
(256 nilai)
0 sampai 255
8 bit
depth). Pada kebanyakan aplikasi, citra dikuantisasikan pada 256 level dan
membutuhkan 1 byte (8-bit) untuk representasi setiap pixel-nya. Besarnya daerah
derajat keabuan yang terdapat dalam citra menentukan resolusi kecerahan dari
citra yang diperoleh. Semakin banyak derajat keabuan dimana jumlah bit
kuantisasinya semakin banyak pula , maka semakin baik pula gambar atau citra
yang didapatkan.
2.6 Kompresi Citra Digital
Dalam proses kompresi citra terdapat dua kategori yaitu Lossless
Compresion dan Lossy Compresion. Pada Lossless compression citra hasil
kompresi identik dengan citra sebelum dikompresi, sedangkan pada Lossy
compression terdapat informasi yang hilang dari citra sebelum dikompresi dal ini
menyebabkan citra hasil kompresi tidak identik dengan citra sebelum dikompresi
A=
Berdasarkan dua kategori yang ada yaitu Lossless dan Lossy, maka
berkembang beberapa metode atau pendekatan yang bisa digunakan dalam
pengompresan citra digital, diantaranya sebagai berikut:
a. Pendekatan Ruang
Dalam metode ini kompresi citra didasarkan pada hubungan spasial antara
pixel-pixel didalam suatu kelompok yang memiliki derajat keabuan yang
sama di dalam suatu daerah pada citra
b. Pendekatan Statistik
Dalam metode ini kompresi citra yang dilakukan didasarkan pada
frekuensi kemunculan derajat keabuan dari
A Mathematical
Theory
of
Communication.
Algoritma
ini
dikembangkan secara mandiri oleh Claude Shannon dan Robert Fano dalam dua
publikasi terpisah pada tahun yang sama yaitu pada tahun 1949. Algoritma
Shannon-Fano adalah salah satu banyak yang dikembangkan oleh Claude
Sebagai contoh akan diberikan sebuah citra yang sudah diberi kode pada tiap-tiap
nilai dari setiap pixel pada citra seperti berikut:
A
B
D
B
A
D
B
C
C
D
D
C
D
A
B
E
B
A
C
E
D
B
C
E
A
E
A
D
A
C
D
B
D
C
E
A
Frekuensi
9
8
7
7
5
Symbol
D
A
B
C
E
Frekuensi
9
8
7
7
5
Bagian atas
Bagian bawah
Frekuensi
Code
Symbol
Frekuensi
Code
00
01
Symbol
Frekuensi
Code
00
01
10
Pembagian ke-1
11
Pembagian ke-3
11
Pembagian ke-1
(a)
Pembagian ke-2
Pembagian ke-1
(b)
Pembagian ke-2
(c)
Symbol
Frekuensi
Code
00
01
10
Pembagian ke-1
110
Pembagian ke-3
111
Pembagian ke-4
Pembagian ke-2
(d)
Tabel 2.4 Pembagian Frekuensi ke-1 (a), ke-2 (b), ke-3 (c), ke-4 (d)
Setelah kita melakukan semua tahapan yang ada, kemudaian kita lakukan
penghitungan seperti berikut:
Symbol
D
A
B
C
E
Frekuensi
9
8
7
7
5
Code
0
0
1
1
1
Bit
2
2
2
3
3
Total Bit
18
16
14
21
15
36 byte
84 bit
Tabel 2.5 Hasil
x 100%
Nisbah =
Semakin tinggi presentase nisbah dari kompresi citra maka hasil ukuran citra
yang dihasilkan semakin kecil dan sebaliknya semakin sedikit presentase hasil
nisbah kompresi citra maka hasil dari kompresi citra masih berukuran besar.
yang dikompresi merupakan citra hasil dari mesin-mesin pembuat citra digital
seperti kamera digital, maupun file-file gamabar yang bisa didapatkan di internet.
3.2 Langkah-langkah Peneleititan
Ada beberapa langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini,
diantaranya sebagai berikut.
a.
Penyamplingan Citra
File citra yang akan dikompresi adalah foto dari alat penghasil citra,
b.
c.
d.
DAFTAR PUSTAKA