You are on page 1of 24

PEMAMPATAN CITRA DIGITAL DENGAN PENDEKATAN

SAMPLING DAN KUANTISASI MENGGUNAKAN ALGORITMA


SHANNON-FANO

Oleh
Darul Afandi
NIM 111810101041

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS JEMBER
2014

PRAKATA

Puji syukur kehadirat Allah Swt atas segala rahmat serta karunia-Nya yang
diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian yang berjudul
Pemampatan Citra Digital dengan Pendekatan Sampling dan Kuantisasi
menggunakan Algoritma Shannon-Fano. Penilitian ini bertujuan untuk
melengkapi tugas Pemodelan Skripsi Mahasiswa S1 pada Jurusan Matematikan
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Jember.
Penyusunan tugas Pemodelan ini tidak lepas dari bantuan dan kerjasama
dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1.

Bapak Ahmad Kamsyakawuni, S.Si., M.Si. selaku Dosen Pembimbing


Akademik yang telah meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan

2.

dan pengarahan bagi penulis


Bapak dan ibu dirumah yang selalu memberikan dukungan dan semangat

3.

selama pengerjaan tugas Pemodelan ini.


Teman-teman dari KRAMAT 11 yang senantiasa ikut memberikan

4.

semangat dan semangat dalam penyusunan tugas pemodelan ini.


Meme Comic Indonesia yang tak henti-hentinya memberikan hiburan disaat

5.

rasa jenuh mulai muncul.


Pihak-pihak lain yang namanya tidak bisa disbutkan satu-persatu.

Akhirnya penilis berharap, semoga tugas Pemodelan Skripsi ini dapat bermanfaat
bagi kita dan perkembangan ilmu pengetahuan, serta bisa mendapatkan nilai yang
memuaskan.
Jember, 6 Desember 2014

Penulis.

Daftar Isi
Prakata......................................................................................... i
Daftar Isi..................................................................................... ii

Daftar tabel.................................................................................. iii


Daftar gambar............................................................................ iv
Bab 1. Pendahuluan
1.1 Latar Belakang
1.2 Perumusan Masalah
1.3 Tujuan Penelitian
1.4 Manfaat penelitian
Bab 2. Tinjauan Pustaka
2.1 Citra Digital
2.2 Elemen Citra Digital
2.3 Tipe-tipe Citra Digital
2.4 Pencuplikan (Sampling)
2.5 Kuantisasi
2.6 Kompresi Citra Digital
2.7 Algoritma Shannon-Fano
2.8 Perbandingan Kompresi Citra
Bab 3. Metodologi Penelitian
3.1 Data Penelitian
3.2 Langkah-langkah Penelitian
Daftar Pustaka
Daftar Tabel
Tabel 2.1 Kuantisasi Skala keabuan
Tabel 2.2 Pengurutan

Tabel 2.3 Pembagian Frekuensi


Tabel 2.4 Pembagian Frekuensi ke-1, ke-2, ke-3, ke-4
Tabel 2.5 Hasil

Daftar Gambar
Gambar 2.1 Citra Digital
Gambar 2.2 Contoh Citra Biner / Monochrom

Gambar 2.3 Citra Grayscale


Gambar 2.4 Citra Berwarna
Gambar 2.5 Pendekatan Sampling
Gambar 2.6 Pendekatan Kuantisasi

BAB 1.PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Dalam kehidupan sehari-hari, kita tidak bisa lepas dari peristiwa-peristiwa


penting yang terjadi di sekitar kita. Begitu banyak kejadian-kejadian yang tidak
ingin dilupakan begitu saja, banyak cara yang digunakan untuk mengabadikan
kejadian penting tersebut salah satunya adalah dengan menggunakan mesin
penggambil gambar atau citra digital. Selaras dengan perkembangan tenologi saat
ini maka kualitas dari suatu citrapun berkembang pula dari yang dulunya hitam
putih/binner kini citra lebih berwarna dan bisa diolah sesuai keinginan kita.
Citra digital dalam layar ditampilkan dalam bentuk kotak-kotak kecil yang
sangat halus dimana didalamnya terdapat terdiri dari kumpulan dari warna-warna.
Kotak - kotak kecil yang terdapat dalam citra digital disebut dengan pixel yang
setiap pixel dalam citra memiliki nilai warna yang disebut dengan derajat
keabuan. Masing-masing pixel pada image mempunyai nilai kuantitatif antara 0
dan 255 dan terdiri dari 3 warna.
Tingginya kualitas dari citra yang dihasilkan oleh mesin pengolah citra
juga mempengaruhi besarnya ukuran memori yang ada dalam citra digital
tersebut. Sehingga membutuhkan banyak memori apabila citra tersebut disimpan
dalam mesin penyimpanan seperti hard disk. Begitupun untuk mentransfer atau
mengirim citra tersebut membutuhkan waktu yang sedikit lebih lama. Oleh karena
itu kompresi gambar atau citra sangatlah penting untuk efisiensi waktu dan
penyimpanan gambar.
Menurut Salomon (2007) Kompresi ialah proses pengubahan sekumpulan
data menjadi suatu bentuk kode untuk mendapatkan ukuran yang lebih kecil. Saat
ini terdapat berbagai tipe algoritma kompresi, antaralain: Huffman, LIFO,
LZHUF,LZ77 dan variannya (LZ78, LZW, GZIP), Dynamic Markov Compression
(DMC), Block-SortingLossless, Run-Length, Shannon-Fano, Arithmetic, PPM
(Prediction by Partial Matching), Burrows-Wheeler Block Sorting, dan Half Byte.
Berdasarkan tipe peta kode yang digunakan untuk mengubah pesan awal (isi file
input) menjadi sekumpulan codeword, metode kompresi terbagi menjadi dua
kelompok, yaitu :
Metode static : menggunakan peta kode yang selalu sama. Metode ini
membutuhkan dua fase (two-pass): fasepertama untuk menghitung probabilitas

kemunculan tiap simbol/karakter dan menentukan peta kodenya, dan fase kedua
untuk mengubah pesan menjadi kumpulan kode yang akan ditransmisikan.
Contoh: algoritma Huffman statik.
Metode dinamik (adaptif) : menggunakan peta kode yang dapat berubah dari
waktu ke waktu. Metode ini disebut adaptif karena peta kode mampu beradaptasi
terhadap perubahan karakteristik isi file selama proses kompresi berlangsung.
Metode ini bersifat 1-kali pembacaan terhadap isi file.
Contoh: algoritma LZW dan DMC.
Menurut Darma Putra, (2009:275) Algoritma Shannon-Fano merupakan
Suatu metode yang dikenal pertama kali mampu melakukan pengkodean terhadap
simbol secara efektif.. Metode ini dikembangkan secara bersamaan oleh Claude
Shannon dari Bell Labs dan RM Fano dari MIT. Metode ini tergantung pada
probabilitas dari setiap symbol yang hadir pada suatu data. Menurut Siscart
(2010), berdasarkan detail suatu citra, teknik kompresi citra dapat dibedakan
menjadi 2 kategori, metode Lossless dan metode Lossy. Metode ini termasuk
dalam Lossless Compression yang mana memiliki derajat kompresi yang leih
rendah tetapi dengan akurasi data yang terjaga antara sebelum dan sesudah proses
kompresi.
Penelitian tentang kompresi citra dengan pendekatan kuantisasi pernah di
lakukan oleh Kuatno yang menggunakan citra binner atau hitam-putih sebagai
obyek penelitiannya. Dalam penelitiannya didapatkan kapasitas rata-rata ukuran
kompresi foto berkurang menjadi 57,63 % dari foto semula. Dalam penilitian kali
ini dengan menggunakan Algoritma Shanon-Fano akan dicari seberapa banyak
pengurangan memori dalam citra digital dengan menggunakan pendekatan
sampling dan kuantisasi.

1.2 Perumusan Masalah


Permasalahan yang akan dikaji dalam penilitian kali ini adalah sebagai
berikut:

a. Bagaimana mengkompresi citra digital menggunakan Algoritma ShannonFano dengan pendekatan sampling dan kuantisasi.
b. Berapa besar hasil pemampatan yang didapatkan dalam pemampatan
tersebut.
1.3 Tujuan Penelitian
Tujuan yang diinginkan dalam penelitian ini adalah untuk meminimalkan
memori dari file citra atau foto digital sehingga kapasitas memori dalam citra
menjadi lebih sedikit dibanding sebelumnya.
1.4 Manfaat penelitian
Manfaat dari penelitian mengenai kompresi foto atau citra digital ini
adalah untuk dapat meminimalkan ukuran dari file foto atau citra sehingga
dapat menghemat ruang penyimpanan pada media penyimpanan.

BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA


2.1 Citra Digital
Sebuah citra digital adalah kesatuan dari sekumpulan beberapa kotakkotak persegi dari sebuah titik yang diatur dalam m baris dan n kolom. Dimana m
x n mempresentasikan nilai dari resolusi gambar, dan titik yang ada dalam gambar
disebut sebagai pixel (Salomon, 2007). Menurut Sairun (2007) secara umum citra
dibagi menjadi dua macam, yaitu:
a. Citra kontinu, yaitu citra yang dihasilkan dari sistem optik yang menerima
sinyal analog, misalnya mata manusia dan kamera analog.

b. Citra diskrit, yaitu citra yang dihasilkan melalui proses digitalisasi


terhadap citra kontinu dan direpresentasikan sebagai sebuah matriks yang
masing-masing elemennya mempresentasikan nilai identitas.
Citra digital dapat dinyatakan dalam matriks 2 dimensi f(x,y) dimana x
dan y merupakan koordinat pixel dalam matriks dan f

merupakan derajat

intensitas pixel tersebut. Oleh karena itu, suatu citra digital monocrhrom
berukuran M x N akan direpresentasikan sebagai matriks berikut:

Dimana

0 xM1
0 yN1
0 f(x,y) 255

Nilai f(x,y) dari suatu citra digital berada pada selang keabuan [0,G-1].
Skala keabuan 0 biasanya digunakan untuk menyatakan intensitas hitam,
sementara intensitas bernilai G-1 menyatakan warna putih (Setiawan, 2008)
y

y1

f(x1,y1)

x1

x
Gambar 2.1 Citra Digital

Jika kita perhatikan dengan seksama atau citra tersebut kita perbesar maka
akan nampak titik-titik kecil berbentuk segi empat yang menyusun citra tersebut,
titik-titik berbentuk persegi empat itulah yang disebut dengan pixel dari sebuah
citra. Dalam sebuah citra, jumlah satuan panjang dari pixel tersebut akan

menentukan resolusi dari sebuah citra, semakin banyak pixel yang mewakili
dalam citra maka semakin tinggi nilai resolusinya serta citra yang dihasilkanpun
semakin halus.
2.2 Elemen Citra Digital
Citra digital tersusun atas beberapa elemen dasar, dimana elemen-elemen
tersebut perlu diperhatikan dalam pengkompresan citra. Elemen-elemen tersebut
diantaranya adalah sebagai berikut:
a. Warna
Warna merupakan persepsi yang dirasakan oleh mata manusia terhadap
panjang gelombang cahaya yang dipantulkan oleh obyek. Jumlah warna
berbeda yang dapat ditampilan dalam setiap citra ditentukan oleh
banyaknya bit pada setiap pixel. Ukuran kedalaman warna pada citra
dalam komputer terbagi menjadi tiga, yaitu: 8, 16, dan 24 bit untuk setiap
pixel. Sebuah citra 24 bit menyediakan resolusi warna yang optimal,
dengan menggunakan 8 bit untuk setiap komponen warna sehingga
terdapat 256 level warna merah, hijau, dan biru (Wijaya dan Prijono, 2007:
48).
b. Kontras
Kontras menyatakan sebaran terang dan gelap di dalam sebuah citra. Citra
dengan kontras yang baik, komposisi dari teang dan gelapnya tersebar
secara merata dan citra dengan kontras yang rendah biasanya sebagian
besar komposisinya adalah terang atau sebagian besar gelap.
c. Kecerahan
Kecerahan adalah intensitas cahaya yang dipancarkan oleh pixel dari
sebuah citra yang dapat ditangkap oleh sistem penglihatan. Kecerahan
pada sebuah pixel didalam citra adalah intensitas rata-rata dari suatu area
yang melingkupinya. Sistem visual manusia dapat menyesuaikan dengan
tingkat kecerahan mulai dari yang terendah sampai yang paling tinggi.
d. Kontur
Kontur merupakan salah satu elemen dari citra yang ditimbulkan oleh
perubahan intensitas pada pixel-pixel yang bertetangga. Karena adanya
perubahan intensitas inilah kita dapat mendeteksi tepi dari sebuah citra.

2.3 Tipe-tipe Citra Digital


Sutoyo et al. (2009: 21) menyatakan bahwa dalam citra digital yang
disimpan dalam sebuah komputer dibedakan menjadi tiga, yaitu: citra hitam-putih,
citra keabuan, dan citra berwarna.
2.3.1 Citra Hitam-putih (Biner/monochrom)
Dalam sebuah citra Biner/monochrom hanya terdapat dua warna saja, yaitu
warna hitam dan warna putih. Dalam bentuk matriksnya, citra binner hanya
memiliki dua elemen nilai kemungkinan, yaitu 0 untuk warna hitam dan 1 untuk
warna putih.

Gambar 2.2 Contoh Citra Biner/monochrom


Citra binner dapat digambarkan dengan palet warna, misalkan suatu citra memiliki
derajat keabuan (A) 256, maka nilai tengahnya adalah 128, maka untuk mengubah
citra tersebut menjadi citra binner adalah dengan cara sebagai berikut: jika A <
128 maka A=0 yang mempresentasikan warna hitam, jika tidak A=1 dan jika A >
128 maka A=1 yang mempresentasikan warna putih.
2.3.1 Citra Keabuan (Citra Grayscale)
Nilai keabuan dari sebuah citra digital dinyatakan bergerak dari hitam ke
putih. Semisal terdapat sebuah citra dengan derajat keabuan dari 0 hingga 255,

dengan 0 menyatakan hitam dan 255 menyatakan putih. Nilai antara 0 sampai 255
menyatakan nilai keabuan dari sebuah citra yang terletak diantara warna hitam
dan putih. Contoh dari citra Grayscale dapat dilihat pada Gambar (2.3), dimana
masih dapat dibedakan antara daerah pada citra yang memiliki warna hitam pekat,
agak hitam, agak putih sampai ke warna putih.

Gambar 2.3 Citra Grayscale


2.3.3 Citra Berwarna (RGB)
Citra berwarna atau citra RGB ini biasa disebut juga dengan cita spektral
atau truecolor. Citra RGB merupakan citra digital yang mengandung matriks data
m x n x 3 yang mempresentasikan warna merah (Red), hijau (Green), dan biru
(Blue) pada setiap pixel-pixel-nya. Terdapat rentang nilai untuk setiap warna yang
terdapat dalam citra. Dalam layar komputer, nilai rentang yang paling kecil adalah
0 dan yang paling besar adalah 255. Citra digital pada sebuah komputer
merupakan sekumpulan sejumlah tripled yang setiap triplet terdiri atas variasi
tingkat kecerahan dari elemen red, green, dan blue. Pada setiap triplet yang
terdapat pada citra terdapat tiga nilai atau angka yang mengatur intensitas dari
Red(R), Green(G), dan Blue(B). Untuk suatu triplet mempresentasikan satu pixel
pada citra. Misalkan suatu triplet memiliki nilai 128, 98, dan 210 maka akan
mengeset nilai R ke nilai 128, nilai G ke 98, dan nilai B ke 210. Angka-angka

pada RGB inilha yang biasanya disebut sebagai

color values. Berikut akan

diberikan contoh dari citra berwarna atau citra RGB.

Gambar 2.4 Citra Berwarna (RGB)


2.4 Pencuplikan (Sampling)
Salah satu proses digitalisasi adalah pencuplikan (Sampling). Sampling
merupakan proses pengambilan inforasi dari suatu titik pixel dalam citra yang
nantinya akan direpresentasikan menajadi beberapa kumpulan dari kotak-kotak
persegi yang disusun dalam baris dan kolom.

Gambar 2.5 Pendekatan Sampling


Dari Gambar (2.5) kita dapat melihat kotak-kotak atau pixel pada citra atau
sample citra yang kita ambil dari citra awal. Pada pixel terdapat dua parameter
yaitu koordnat dan derajat keabuan. Koordinat merupakan posisi dari pixel,
sedangkan derajat keabuan adalah nilai gradasi warna pada citra digital. Untuk
memudahkan implementasi, jumlah sampling biasanya diasumsikan dengan
formula:
N=
Dimana:

N = Jumlah sampling pada suatu baris/kolom


n = Bilangan bulat positif

Pembagian gambar menjadi beberapa ukuran tertentu menentukan resolusi


(yaitu derajat rincian yang dapat dilihat) spasial yang diperoleh. Semakin tinggi
resolusinya berarti semakin kecil ukuran pixel (atau semakin banyak jumlah pixelpixel-nya) sehingga semakin halus gambar yang diperoleh karean informasi yang
hilang akbat pengelompokan derajat keabuan pada pencuplikan semakin kecil.
2.5 Kuantisasi

Kompresi berbasis kuantisasi menggunakan metode pengurangan jumlah


intensitas warna, sehingga dapat mengurangi jumlah bit yang digunakan untuk
merepresentasikan citra.

Gambar 2.6 Pendekatan Kuantisai


Pada proses kuantisasi ini proses yang dilakukan dengan cara membagi skala
keabuan menjadi G buah level yang dinyatakan dengan suatu harga bulat
(integer), biasanya G diambil perpangkatan dari dua.
G=
Dimana:

G = Derajat keabuan
m = bilangan bulat positif

Skala Keabuan
(2 nilai)

Rentang Nilai Keabuan


0,1

Pixel Depth
1 bit

(4 nilai)

0 sampai 3

2 bit

(8 nilai)

0 sampai 7

3 bit

(16 nilai)

0 sampai 15

4 bit

(32 nilai)

0 sampai 31

5 bit

(64 nilai)

0 sampai 63

6 bit

(128 nilai)

0 sampai 127

7 bit

(256 nilai)

0 sampai 255

8 bit

Tabel 2.1 Kuantisasi skala keabuan


Warna hitam dengan nilai derajat keabuan terendah yaitu 0, semakin putih
maka nilai dari derajat keabuannya semakin tinggi. Jumlah bit yang dibutuhkan
untuk mempresentasikan nilai kebauan pixel

disebut kedalaman pixel (pixel

depth). Pada kebanyakan aplikasi, citra dikuantisasikan pada 256 level dan
membutuhkan 1 byte (8-bit) untuk representasi setiap pixel-nya. Besarnya daerah
derajat keabuan yang terdapat dalam citra menentukan resolusi kecerahan dari
citra yang diperoleh. Semakin banyak derajat keabuan dimana jumlah bit
kuantisasinya semakin banyak pula , maka semakin baik pula gambar atau citra
yang didapatkan.
2.6 Kompresi Citra Digital
Dalam proses kompresi citra terdapat dua kategori yaitu Lossless
Compresion dan Lossy Compresion. Pada Lossless compression citra hasil
kompresi identik dengan citra sebelum dikompresi, sedangkan pada Lossy
compression terdapat informasi yang hilang dari citra sebelum dikompresi dal ini
menyebabkan citra hasil kompresi tidak identik dengan citra sebelum dikompresi

(Shidu dan Rajkamal, 2009). Untuk menyederhanakan perhitungan pada kompresi


citra berwarna biasanya diubah menjadi citra grayscale (A) dengan mengambil
nilai rata-rata dari nilai RGB yang ada pada citra. Sehingga dapat dituliskan:

A=

Berdasarkan dua kategori yang ada yaitu Lossless dan Lossy, maka
berkembang beberapa metode atau pendekatan yang bisa digunakan dalam
pengompresan citra digital, diantaranya sebagai berikut:
a. Pendekatan Ruang
Dalam metode ini kompresi citra didasarkan pada hubungan spasial antara
pixel-pixel didalam suatu kelompok yang memiliki derajat keabuan yang
sama di dalam suatu daerah pada citra
b. Pendekatan Statistik
Dalam metode ini kompresi citra yang dilakukan didasarkan pada
frekuensi kemunculan derajat keabuan dari

pixel yang terdapat pada

seluruh bagian citra.


c. Pendekatan Kuantisasi
Pada metode pendekatan kuantisasi, kompresi citra dilakukan dengan cara
mengurangi jumlah derajat keabuan yang ada pada citra.
d. Pendekatan Fraktal
Pada metode Pendekatan Fraktal, kompresi citra didalakukan berdasarkan
pada kenyataan bahwa kemiripan bagian-bagian di dalam citra dapat
dieksploitasi dengan matriks transformasi.
2.7 Alghoritma Shannon-Fano
Shannon-Fano coding Algoritma Shannon-Fano merupakan algoritma
pertama yang diperkenalkan untuk kompresi sinyal digital pada bukunya yang
berjudul

A Mathematical

Theory

of

Communication.

Algoritma

ini

dikembangkan secara mandiri oleh Claude Shannon dan Robert Fano dalam dua
publikasi terpisah pada tahun yang sama yaitu pada tahun 1949. Algoritma
Shannon-Fano adalah salah satu banyak yang dikembangkan oleh Claude

Shannon dianggap sebagai Father of Information Theory yaitu membuat


kemajuan dalam kaitannya dengan transfer data dan komunikasi pada umumnya.
Pada tahun 1976 Robert Fano menerima Claude Shannon Award untuk karyanya
dalam Information Theory (Salomon, 2007).
Metode ini tergantung pada probabilitas dari setiap simbol yang hadir pada
suatu data. Berdasarkan probabilitas tersebut kemudian dibentuk daftar kode
untuk setiap simbol dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Setiap simbol berbeda memiliki kode berbeda.
2. Simbol dengan probabilitas kehadiran yang lebih rendah memiliki kode jumlah
bit yang lebih panjang dan simbol dengan probabilitas yang lebih tinggi memiliki
jumlah bit yang lebih pendek.
3. Meskipun memiliki panjang kode yang berbeda, simbol tetap dapat didekode
secara unik.
Secara umum langkahlangkah yang dilakukan dalam melakukan
kompresi file citra dengan menggunakan metode Shannon - Fano adalah
sebagai berikut:
1. Buatlah daftar peluang atau frekuensi kehadiran setiap simbol dari data yang
akan dikodekan.
2. Urutkanlah daftar tersebut menurut frekuensi kehadiran simbol secara menurut
(Descending)
3. Bagilah daftar tersebut menjadi dua bagian dengan pembagian didasari pada
jumlah total frekuensi suatu bagian (bagian atas) sedekat mungkin dengan jumlah
total frekuensi dengan bagian yang lain (bagian bawah).
4. Daftar bagian atas diberi nilai 0 dan 1 untuk bagian bawah.
5. Lakukan proses secara rekursif (berulang) untuk langkah 3 dan 4.

Sebagai contoh akan diberikan sebuah citra yang sudah diberi kode pada tiap-tiap
nilai dari setiap pixel pada citra seperti berikut:
A
B
D
B
A
D

B
C
C
D
D
C

D
A
B
E
B
A

C
E
D
B
C
E

A
E
A
D
A
C

D
B
D
C
E
A

Kemudian kita melakukan langkah pertama dalam menggunakan algoritma


Shannon-Fano, yaitu membuat daftar peluang atau frekuensi kehadiran setiap
simbol dari data yang akan dikodekan.
A= 8, B= 7, C= 7, D= 9, E= 5. Kemudian urutkan secara Descending sebagai
berikut:
Symbol
D
A
B
C
E

Frekuensi
9
8
7
7
5

Tabel 2.2 Pengurutan

Kemudian Bagilah daftar tersebut menjadi dua bagian dengan pembagian


didasari pada jumlah total frekuensi suatu bagian (bagian atas) sedekat mungkin
dengan jumlah total frekuensi dengan bagian yang lain (bagian bawah).

Symbol
D
A
B
C
E

Frekuensi
9
8
7
7
5

Bagian atas

Bagian bawah

Tabel 2.3 Pembagian Frekuensi


Kemudian berilah kode 0 untuk bagian bawah dan kode 1 untuk bagian atas
seperti berikut:
Symbol

Frekuensi

Code

Symbol

Frekuensi

Code

00

01

Symbol

Frekuensi

Code

00

01

10

Pembagian ke-1

11

Pembagian ke-3

11

Pembagian ke-1
(a)

Pembagian ke-2
Pembagian ke-1
(b)

Pembagian ke-2

(c)

Symbol

Frekuensi

Code

00

01

10

Pembagian ke-1

110

Pembagian ke-3

111

Pembagian ke-4

Pembagian ke-2

(d)
Tabel 2.4 Pembagian Frekuensi ke-1 (a), ke-2 (b), ke-3 (c), ke-4 (d)

Setelah kita melakukan semua tahapan yang ada, kemudaian kita lakukan
penghitungan seperti berikut:
Symbol
D
A
B
C
E

Frekuensi
9
8
7
7
5

Code
0
0
1
1
1

Bit
2
2
2
3
3

Total Bit
18
16
14
21
15

36 byte

84 bit
Tabel 2.5 Hasil

Dalam proses tersebut kita dapatkan hasil sebagai berikut:


36 x 8 = 288

bit sedangkan setelah dikodekan maka kita akan mendapatkan

hasil 84:8=10,4 byte.


2.8 Perbandingan Kompresi Citra
Untuk mengetahui perbandingan ukuran citra hasil kompresi dengan citra
sebelum kompresi digunakan rumus sebagai berikut:

x 100%

Nisbah =

Semakin tinggi presentase nisbah dari kompresi citra maka hasil ukuran citra
yang dihasilkan semakin kecil dan sebaliknya semakin sedikit presentase hasil
nisbah kompresi citra maka hasil dari kompresi citra masih berukuran besar.

BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN


3.1 Data Penelitian
Data yang digunakan dalam penelitian kali ini adalah citra digital
berwarna dengan format seperti .jpeg, .jpg, .png, .bmp. dan lain sebagainnya. Citra

yang dikompresi merupakan citra hasil dari mesin-mesin pembuat citra digital
seperti kamera digital, maupun file-file gamabar yang bisa didapatkan di internet.
3.2 Langkah-langkah Peneleititan
Ada beberapa langkah-langkah yang akan dilakukan dalam penelitian ini,
diantaranya sebagai berikut.
a.

Penyamplingan Citra
File citra yang akan dikompresi adalah foto dari alat penghasil citra,

b.

kemudian kita ambil beberapa sampel dari citra tersebut.


Kuantisasi Citra
Citra yang sudah di ambil sampelnya atau di-Sampling kemudaian di proses

c.

untuk mengetahui derajat keabuan yang ada dalam citra tersebut.


Pembuatan Algoritma Shannon-Fano
Pembuatan Program algoritma Shannon-Fano akan dibuat menggunakan

d.

sofrware MATLAB R2009a


Perbandingan Hasil Kompresi
Hasil dari kompresi beberapa citra digital akan dibandingkan antara citra
sebelum di mampatkan dan sesudah dimampatkan dengan menggunakan
algoritma Shannon-Fano. Citra hasil kompresi akan dibandingkan berdasrkan
besarnya memori yang ada pada citra.

DAFTAR PUSTAKA

Arymurthy, Aniati Murni, Setiawan, Suryana. 1992. Pengantar Pengolahan


Citra, PT. Elex Media Komputindo.
Kuatno, Ngalim. 2011. Kompresi Dengan Modoifikasi Metode Kuantisasi pada
Foto Digital. Tidak Diterbitkan. Skripsi. Jember: Universitas Jember
Putra, Darma. 2009. Pengolahan Citra Digital, Penerbit Andi: Yogyakarta

Sairun, Hasan.N.S . 2007. Implementasi Deteksi Gerak Menggunakan Teknik Area


Selection Pada Sistem Pengawas Ruangan Berbasis Kamera. Tidak Diterbitkan.
Skripsi. Bandung: Program S1 Universitas Komputer Indonesia
Salomon, David. 2007. Variable Length Codes for Dara Compression, SpringerVerlag, London
Sutoyo, T. Mulyanto, Edy. Suhartono, Vincent. Nurhayati, Oky D. Wijanarto.
2009. Teori Pengolahan Citra. Semarang : Andi.
Wijaya, M.Ch & Prijono, A. 2007. Pengolahan Citra Digital Menggunakan
MATLAB. Bandung : Informatika

You might also like